Model Penduga Biomassa Tegakan

19 5 10 15 20 25 30 35 40 10 20 30 40 Kerapatan tajuk lapangan K er ap at an t aj u k c it ra S P O T 2 4 6 8 10 12 14 5 10 15 Diameter tajuk lapangan m D ia m et er t aj u k c it ra S P O T m Hasil penaksiran peubah kerapatan tajuk dan diameter tajuk pada citra SPOT Pankromatik dan pengukuran kerapatan tajuk dan diameter tajuk di lapangan menunjukkan konsistensi pengukuran kedua peubah tersebut di citra dan lapangan. Secara visual, diagram pencar pasangan peubah kerapatan tajuk di lapangan dengan kerapatan tajuk pada citra dan diameter tajuk di lapangan dengan diameter tajuk pada citra menggambarkan konsistensi penaksiran diameter tajuk lebih baik dibandingkan dengan penaksiran kerapatan tajuk Gambar 7. Gambar 7. Pencaran data pada peubah biomassa kerapatan tajuk dan diameter tajuk hasil penaksiran citra SPOT Pankromatik dan pengukuran di lapangan.

3.2 Model Penduga Biomassa Tegakan

Biomassa tegakan hutan diduga berdasarkan peubah tegakan berupa kerapatan tajuk dan diameter tajuk. Pendekatan ini didasarkan atas penelitian terdahulu mengenai keterkaitan erat antara volume pohon dengan dimensi pohon seperti diameter, tinggi, dan angka bentuk pohon, sedangkan volume pohon berkaitan erat dengan berat pohon dengan diketahuinya kerapatan jenis pohon dan berat pohon merupakan penciri dari biomassa pohon. Dengan demikian, pembuatan model biomassa tegakan dapat dibuat atas dasar dimensi-dimensi pohon yang berkaitan dengan volume pohon dan berat pohon. 3.2.1 Kerapatan Tajuk Secara umum, model-model yang dicobakan sangat signifikan dalam menduga biomassa tegakan ditunjukkan oleh angka signifikansi p-value lebih kecil dari 0,01 Tabel 3. Penyusunan model penduga biomassa tegakan 20 berdasarkan kerapatan tajuk menghasilkan model regresi dengan nilai koefisien determinasi berkisar antara 38-40 pada model linier, pangkat, dan eksponensial. Hasil tersebut tidak jauh berbeda antara metode OLS dan GLSGNLS. Nilai koefisien determinasi sebesar 38-40 pada model yang diperoleh menunjukkan bahwa keragaman data biomassa tegakan di lapangan dapat dijelaskan oleh keragaman data kerapatan tajuk sekitar 38-40 dan sisanya dijelaskan oleh peubah lain yang tidak digunakan dalam model. Tabel 3. Dugaan parameter regresi dan nilai statistik pemilihan model terbaik dari model-model linier BC1, pangkat BC2, dan eksponensial BC3 penduga biomassa tegakan yang dicobakan menggunakan pendekatan OLS dan GLSGNLS Model Parameter p-value R 2 adj s AIC OLS BC1 b 8,837 0,00 40,22 8,133 1.620,85 b 1 0,958 BC2 b 4,016 0,00 39,45 1,475 222,09 b 1 0,633 BC3 b 10,560 0,00 38,62 1,479 225,22 b 1 0,045 GLSGNLS BC1 b 8,460 0,00 40,20 3,9867 1.619,74 b 1 0,979 BC2 b 4,594 0,00 40,54 4,1766 1.616,47 b 1 0,608 BC3 b 12,633 0,00 37,97 4,1682 1.625,50 b 1 0,038 Secara visual, diagnostik regresi terhadap pengamatan heteroskedastisitas pada sisaan model regresi menggunakan metode jumlah kuadrat terkecil OLS menunjukkan pola ragam yang tidak konstan Gambar 8. Ketidakkonstanan ragam ini dapat mempengaruhi keterandalan model meskipun dalam analisis ragam model ini signifikan Draper Smith 1998. 21 Gambar 8. Pola pencaran sisaan model terhadap nilai dugaan model yang menunjukkan pola ragam tidak konstan pada model linier BC1 A, model pangkat BC2 B, dan model eksponensial BC3 C. Penggunaan metode jarak terbesar maximum likelihood pada metode pendugaan model regresi GLSGNLS merupakan alternatif yang dapat dicoba untuk mendapatkan asumsi kekonstantan ragam dari model linier, pangkat, dan eksponensial. Penggunaan program R versi 2.11.1. untuk menentukan koefisien regresi dan pengujiaanya disajikan pada Lampiran 2. Secara visual, hasil pengujian homoskedastisitas pada model pendugaan model regresi GLSGNLS terlihat pada Gambar 9. A B C 22 Gambar 9. Pola pencaran sisaan model terhadap nilai dugaan model yang menunjukkan pola ragam konstan pada model linier BC1 A, model pangkat BC2 B, dan model eksponensial BC3 C. Adanya korelasi antara peubah kerapatan tajuk di lapangan dan citra SPOT Pankromatik menunjukkan adanya konsistensi antara hasil penaksiran kerapatan tajuk pada citra SPOT Pankromatik dan hasil pengukuran lapangan. Hal ini dapat meningkatkan keyakinan penggunaan peubah yang ditaksir pada citra dalam menduga biomassa tegakan di lapangan. Kemampuan interpreter dalam menaksir kerapatan tajuk juga terlihat dengan baik serta kesalahan penempatan posisi plot contoh di lapangan dan citra SPOT Pankromatik tidak terlalu besar. Model penduga biomassa tegakan yang hanya melibatkan kerapatan tajuk menunjukkan bahwa model pangkat BC2 menggunakan metode GNLS A B C 23 merupakan model terbaik dibandingkan model linier dan eksponensial berdasarkan nilai koefisien determinasi terbesar dan nilai AIC terkecil. Koefisien determinasi sebesar 40,54 ini mengindikasikan bahwa keragaman biomassa tegakan dapat dijelaskan oleh keragaman kerapatan tajuk sebesar 40,54, sedangkan sisanya 59,46 dijelaskan oleh peubah yang lain. 3.2.2 Diameter Tajuk Korelasi antara diameter tajuk dan biomassa tegakan juga terlihat dari hasil analisis korelasi Tabel 2 sehingga model penduga biomassa tegakan dapat dibuat berdasarkan peubah diameter tajuk Tabel 4. Penyusunan model penduga biomassa tegakan berdasarkan diameter tajuk menggunakan metode OLS dan GLSGNLS menghasilkan model regresi dengan nilai koefisien determinasi berkisar antara 13-16 pada model linier, pangkat, dan eksponensial. Nilai koefisien determinasi sebesar 13-16 pada model yang diperoleh menunjukkan bahwa keragaman data biomassa tegakan di lapangan hanya 13-16 saja dapat dijelaskan oleh keragaman data diameter tajuk dan sisanya dijelaskan oleh peubah lain yang tidak digunakan dalam model. Tabel 4. Dugaan parameter regresi dan nilai statistik pemilihan model terbaik dari model-model linier BD1, pangkat BD2, dan eksponensial BD3 penduga biomassa tegakan yang dicobakan menggunakan pendekatan OLS dan GLSGNLS Model Parameter p-value R 2 adj s AIC OLS BD1 b 12,194 0,00 13,68 9,773 1.705,33 b 1 1,611 BD2 b 6,031 0,00 16,05 1,581 297,25 b 1 0,648 BD3 b 12,003 0,00 14,42 1,588 301,69 b 1 0,079 GLSGNLS BD1 b 12,499 0,00 13,68 11,9024 1.706,89 b 1 1,576 BD2 b 8,921 0,00 14,39 11,3060 1.705,27 b 1 0,503 BD3 b 15,771 0,00 12,97 12,7868 1.708,60 b 1 0,057 Seperti halnya pada peubah kerapatan tajuk, diagnostik regresi pada model penduga dengan peubah bebas diameter tajuk, pengamatan heteroskedastisitas secara visual terhadap sisaan model pada model regresi menggunakan metode 24 jumlah kuadrat terkecil OLS menunjukkan pola ragam yang tidak konstan Gambar 10. Gambar 10. Pola pencaran sisaan model terhadap nilai dugaan model yang menunjukkan pola ragam tidak konstan pada model linier BD1 A, model pangkat BD2 B, dan model eksponensial BD3 C. Ketidakkonstanan ragam ini dapat mempengaruhi keterandalan model meskipun dalam analisis ragam model ini berarti signifikan. Sebagai alternatif, penggunaan metode jarak terbesar maximum likelihood pada GLSGNLS dapat dicoba untuk mendapatkan asumsi kekonstantan ragam dari model linier, pangkat, dan eksponensial Draper Smith 1998. Secara visual, hasil pengujian homoskedastisitas pada model pendugaan model regresi GLSGNLS terlihat pada Gambar 11. A B C 25 Gambar 11. Pola pencaran sisaan model terhadap nilai dugaan model yang menunjukkan pola ragam konstan pada model linier BD1 A, model pangkat BD2 B, dan model eksponensial BD3 C. Adanya korelasi antara peubah diameter tajuk di lapangan dan citra SPOT Pankromatik menunjukkan adanya konsistensi antara hasil penaksiran diameter tajuk pada citra SPOT Pankromatik dan hasil pengukuran lapangan. Kemampuan interpreter dalam menaksir diameter tajuk juga terlihat dengan baik dan kesalahan penempatan posisi plot contoh di lapangan dan citra SPOT Pankromatik tidak terlalu besar. Model penduga biomassa tegakan yang hanya melibatkan diameter tajuk menunjukkan bahwa model pangkat BC2 menggunakan metode OLS merupakan model terbaik dibandingkan model linier dan eksponensial dengan A B C 26 nilai koefisien determinasinya terbesar dan kesalahan s dan AIC paling kecil. Koefisien determinasi sebesar 16,05 ini mengindikasikan bahwa keragaman biomassa tegakan dapat dijelaskan oleh keragaman kerapatan tajuk sebesar 16,05, sedangkan sisanya 83,95 dijelaskan oleh peubah yang lain. 3.2.3 Kerapatan dan Diameter Tajuk Secara umum, model-model yang dicobakan sangat signifikan dalam menduga biomassa tegakan berdasarkan kerapatan tajuk dan diameter tajuk yang ditunjukkan oleh angka signifikansi p-value lebih kecil dari 0,01 berdasarkan analisis regresi menggunakan metode OLS dan GLSGNLS Tabel 5. Tabel 5. Dugaan parameter regresi dan nilai statistik pemilihan model terbaik dari model-model linier BCD1, pangkat BCD2, dan eksponensial BCD3 penduga biomassa tegakan yang dicobakan menggunakan pendekatan OLS dan GLSGNLS Model Parameter p-value R 2 adj s AIC OLS BCD1 b 9,874 0,00 40,14 8,138 1.622,12 b 1 1,013 b 2 -0,244 BCD2 b 4,254 0,00 39,28 1,476 223,75 b 1 0,661 b 2 -0,066 BCD3 b 10,808 0,00 38,40 1,480 227,06 b 1 0,046 b 2 -0,005 GLSGNLS BCD1 b 9,198 0,00 40,08 3,8534 1.622,82 b 1 1,048 b 2 -0,237 BCD2 b 4,765 0,00 40,67 4,0534 1.617,83 b 1 0,671 b 2 -0,105 BCD3 b 13,359 0,00 40,00 4,2538 1.628,13 b 1 0,040 b 2 -0,010 Penggunaan peubah kerapatan tajuk dan diameter tajuk sekaligus dalam model diharapkan dapat menjelaskan keragaman biomassa tegakan yang lebih baik. Walaupun demikian, pengecekan terhadap korelasi antara keduanya diperlukan untuk menghindari adanya kolinieritas dalam model regresi. Indikator yang dapat digunakan adalah nilai variance inflation factor VIF Draper Smith 1998. Nilai VIF sebesar 1,7 pada model linier dan eksponensial dan 27 sebesar 1,9 pada model pangkat menunjukkan tidak adanya kolinieritas yang serius dalam penggunaan peubah kerapatan tajuk dan diameter tajuk sekaligus. Rawlings et al. 1998 memberikan batas nilai VIF 10 untuk regresi berganda yang diindikasikan adanya kolinieritas. Selain itu, pengamatan terhadap asumsi kekonstanan ragam dalam model regresi dilakukan melalui diagram pencar sisaan berdasarkan nilai dugaan model regresi. Secara visual, pola pada diagram pencar sisaan yang tidak menyerupai pita memanjang menunjukkan adanya heteroskedastisitas pada model dengan metode OLS Gambar 12 yang harus diperbaiki melalui model penduga menggunakan metode GLSGNLS sehingga asumsi homoskedastisitas dalam model terpenuhi Gambar 13. Gambar 12. Pola pencaran sisaan model terhadap nilai dugaan model yang menunjukkan pola ragam tidak konstan pada model linier BCD1 A, model pangkat BCD2 B, dan model eksponensial BCD3 C. A B C 28 Gambar 13. Pola pencaran sisaan model terhadap nilai dugaan model yang menunjukkan pola ragam konstan pada model linier BCD1 A, model pangkat BCD2 B, dan model eksponensial BCD3 C. Model penduga biomassa tegakan yang melibatkan kerapatan dan diameter tajuk menunjukkan bahwa model pangkat BCD2 menggunakan metode GNLS merupakan model terbaik dibandingkan model linier dan eksponensial dengan nilai koefisien determinasinya terbesar walaupun kesalahan s dan AIC bukan paling kecil. Koefisien determinasi sebesar 40,67 ini mengindikasikan bahwa keragaman biomassa tegakan dapat dijelaskan oleh keragaman kerapatan tajuk sebesar 40,67, sedangkan sisanya 59,33 dijelaskan oleh peubah yang lain. Adanya kelemahan pendugaan parameter model regresi menggunakan metode OLS yang cukup mengganggu maka dalam analisis selanjutnya dilakukan terhadap model pendugaan paramater regresi menggunakan GLS dan GNLS pada A B C 29 kelompok model linier, pangkat, dan eksponensial yang menghasilkan model penduga biomassa sebanyak 9 buah. Pemilihan model regresi terbaik untuk menduga biomassa tegakan hutan rawa gambut berdasarkan peubah pengukuran pada citra satelit menggunakan nilai-nilai statistik R 2 adj , s, dan AIC . Secara umum, model-model yang dihasilkan cukup berarti, sehingga peubah penduga kerapatan tajuk danatau diameter tajuk dapat menjelaskan kandungan biomassa tegakan pada hutan rawa gambut. Pemilihan model terbaik dari keseluruhan model menggunakan sistem pemeringkatan berdasarkan kriteria nilai-nilai statistik R 2 adj , s, dan AIC. Pemeringkatan menggunakan total skor peringkat pada setiap model dengan kriteria skor terkecil diberikan pada nilai R 2 adj yang tinggi dan nilai s dan AIC yang rendah sehingga model yang terpilih merupakan model dengan total skor yang terkecil Tabel 6. Berdasarkan hasil pemeringkatan, model pangkat dengan peubah bebas kerapatan tajuk dan diameter tajuk BCD2 merupakan model yang dapat direkomendasikan pada urutan pertama untuk menduga biomassa tegakan berdasarkan kedua peubah tersebut. Bentuk model pangkat yang terpilih ini, mengisyaratkan bahwa biomassa tegakan sebagai salah satu dimensi tegakan mempunyai pola petumbuhan mengikuti pola nonlinier. Pola nonlinier berupa pangkat ini menyerupai pola model alometrik penduga biomassa pohon pada umumnya. Pada urutan kedua, model pangkat dengan peubah bebas kerapatan tajuk BC2 dipertimbangkan untuk terpilih atas dasar nilai koefisien determinasi terbesar kedua dengan nilai kesalahan AIC terkecil. Pemilihan model terbaik dari dua model kandidat terpilih atas dasar nilai koefisien determinasi dan AIC perlu mempertimbangkan kemudahan penggunaan model tersebut selanjutnya. Dengan demikian, model pangkat dengan satu peubah bebas BC2 direkomendasikan terpilih karena hanya menggunakan peubah kerapatan tajuk saja dan perbedaan nilai koefisien determinasi yang tidak terlalu besar 0,13. 30 Tabel 6. Pemeringkatan model terpilih menggunakan kriteria nilai R 2 adj , s, dan AIC Model R 2 adj s AIC Total skor BC1 3 2 3 8 BC2 2 5 1 8 BC3 6 4 5 15 BD1 8 8 8 24 BD2 7 7 7 21 BD3 9 9 9 27 BCD1 4 1 4 9 BCD2 1 3 2 6 BCD3 5 6 6 17

3.3 Pengujian Model Penduga Biomassa