PRINSIP ANALISIS SERAT PANGAN METODE AOAC DAN ASP

5

2.2 PRINSIP ANALISIS SERAT PANGAN METODE AOAC DAN ASP

Metode analisis yang dikembangkan oleh AOAC Official Methods dan Asp et al. 1992 adalah metode yang dipilih pada penelitian ini. Kedua metode ini termasuk dalam kategori analisis serat pangan secara enzimatik gravimetri. Enzimatik gravimetri lebih ekonomis dibandingkan dengan metode enzimatik kimia. Sebelum keempat sampel dianalisis kadar serat pangannya, sampel terlebih dahulu diberikan perlakuan pendahuluan yang sesuai dengan karakteristik sampel. Karakteristik sampel dibedakan menjadi tiga jenis, antara lain sampel tinggi lemak, sampel basah, dan sampel kering. Teknik persiapan sampel pada metode AOAC tidak berbeda dengan metode Asp. Sampel kacang kedelai dan kacang tanah merupakan sampel yang memiliki kadar lemak yang tinggi, yaitu lebih dari 10. Kedua sampel ini membutuhkan ekstraksi lemak terlebih dahulu melalui ekstraksi pelarut menggunakan 25 bagian vb petroleum eter atau heksana. Dalam penelitian ini solven yang digunakan adalah petroleum eter karena memiliki titik didih yang rendah, yaitu 35-38 o C sehingga lebih mudah dipisahkan dari bahan pangan melalui penguapan atau pemanasan. Selain itu, petroleum eter lebih bersifat hidrofobik, selektif terhadap lemak, murah, tidak higroskopis, dan tidak mudah terbakar dibandingkan dengan etil eter. Komposisi utama petroleum eter adalah pentana dan heksana Min dan Ellefson, 2010. Pentana dan heksana bersifat sinergis dalam mengekstrak lemak dan pencampuran keduanya mengakibatkan petroleum eter bersifat lebih stabil Fialkov dan Chumak, 2000. Ekstraksi lemak dengan petroleum eter dilakukan sebanyak tiga kali, lalu petroleum eter dibiarkan menguap selama 15 menit. Sampel kemudian dikeringkan sekitar 12 jam pada oven bersuhu 105 o C hingga kadar air sampel kurang dari 5. Ekstraksi lemak yang dilakukan pada penelitian ini termasuk ekstraksi pelarut liquid-liquid extraction. Ekstraksi pelarut didefinisikan sebagai proses pemisahan suatu zat dari sebuah campuran dengan mencampurkan dalam sebuah pelarut yang mampu melarutkan zat yang diinginkan tetapi tidak melarutkan zat lainnya Holden 1999. Data hasil analisis serat pangan dikoreksi oleh selisih bobot akibat penghilangan lemak dan air selama proses persiapan sampel. Sampel wortel merupakan sampel yang termasuk dalam jenis sampel basah. Oleh karena itu, sampel ini dikeringkan terlebih dahulu pada suhu 70 o C menggunakan oven vakum hingga kadar air sampel kurang dari 5 karena memiliki zat yang relatif sensitif terhadap panas Devahastin dan Suvarnakuta 2008. Sampel kemudian diblender dan diayak agar ukuran sampel homogen, yaitu 40-50 mesh. Sampel oat merupakan jenis sampel basah sahingga harus dikeringkan terlebih dahulu menggunakan oven pada suhu 105 o C hingga kadar air sampel kurang dari 5. Berbeda dengan sampel wortel yang sensitif terhadap panas, sampel oat tidak memiliki substansi yang sensitif terhadap panas sehingga air dalam sampel dapat diuapkan menggunakan suhu yang relatif lebih tinggi. Sampel kemudian diblender dan diayak agar ukuran sampel homogen, yaitu 40-50 mesh. BeMiller 2009 menyatakan bahwa persyaratan sampel yang digunakan dalam analisis serat pangan ialah kadar lemak kurang dari 10, kadar air kurang dari 5, serta ukuran mesh sampel berkisar antara 40-50 mesh. Ukuran sampel yang lebih kecil meningkatkan luas area kontak sehingga hidrolisis pati dan protein oleh enzim dapat berjalan secara efisien dan efektif Naz 2002. Tabel 2 menunjukkan data mengenai kadar air dan kadar lemak sampel. 6 Tabel 2. Data kadar air dan kadar lemak sampel sebelum dan setelah proses persiapan sampel Sampel Kadar air Kadar Lemak Awal Akhir Awal Akhir Kacang Kedelai 11.67 1.24 16.98 1.31 Kacang Tanah 15.02 1.36 48.01 2.97 Wortel 78.98 1.25 0.23 - tidak dilakukan ekstraksi terhadap lemak Sampel yang telah homogen disimpan di dalam kemasan tertutup dan kedap udara. Sampel dikemas sebanyak lima gram per kemasan. Silika gel SiO 2 .H 2 O diletakkan di dalam kemasan agar dapat menyerap air. Silika gel menyerap air melalui proses adsorpsi dan kondensasi kapiler Karukstis dan Van Hecke 2003. Selanjutnya sampel disimpan di dalam freezer bersuhu 0 – - 20 o C. Metode penyimpanan ini bertujuan menurunkan aktivitas enzim dan pertumbuhan mikroba yang masih ada di dalam sampel Morawicki 2009. Aktivitas enzim dapat menurun akibat proses denaturasi protein oleh panas, perlakuan pH, atau salting out. Pertumbuhan mikroba juga dapat dihambat melalui proses pengeringan dan penambahan bahan pengawet. Kadar bahan pengawet yang digunakan ditentukan berdasarkan kemungkinan kontaminasi, kondisi penyimpanan, lama penyimpanan, serta analisis yang akan dilakukan terhadap sampel. Kadar air yang rendah pada sampel yang digunakan dalam penelitian ini menyebabkan penambahan pengawet dalam sampel selama penyimpanan tidak dibutuhkan. Nilai Aw yang rendah dapat menghambat pertumbuhan mikroba yang dapat menyebabkan kerusakan sampel. Persamaan lainnya antara metode AOAC dan Asp terletak pada prosedur hidrolisis pati menggunakan enzim α-amilase tahan panas Termamyl. Sampel terlebih dahulu dipanaskan 95- 100 o C selama 30-35 menit agar granula pati tergelatinisasi sehingga lebih mudah dihidrolisis oleh enzim. Suspensi pati yang dipanaskan akan mengembang hingga volume tertentu serta menyerap air. Hal tersebut berakibat pada rentannya pati terhadap zat kimia atau enzim yang ada di sekelilingnya Uhlig 1998. Enzim yang tahan panas dibutuhkan agar enzim tidak terdenaturasi selama proses gelatinisasi sampel. Selama proses ini, terjadi pemotongan terhadap molekul pati pada ikatan α 1-4. Pemotongan oleh enzim termamyl menghasilkan glukosa, maltosa dan oligosakarida Ceirwyn, 1999. Mekansime reaksi enzim termamyl dapat dilihat pada Gambar 3. Enzim termamyl memiliki gugus karboksil dan gugus nitrogen imidazol pada sisi aktifnya. Substrat pati membentuk kompleks dengan enzim termamyl. Karboksil anion kemudian menyerang substrat pada posisi C nomor 1. Produk antara yang terbentuk ialah glukosil-enzim yang selanjutnya dipisahkan melalui reaksi deglukosilasi. Gugus imidazol berperan dalam reaksi deglukosilasi dengan mengikat proton pada air sehingga molekul air menjadi OH- yang menyerang C1 pada kompleks glukosil- enzim. Hasil reaksi berupa glukosa, maltosa dan oligosakarida yang memiliki C1 dengan konfigurasi α Naz 2002. 7 Gambar 3. Reaksi hidrolisis pati oleh enzim termamyl Naz 2002 Komponen penyebab utama ketidakakuratan analisis serat pangan ialah pati BeMiller 2010. Proses penghilangan pati yang tidak sempurna akan meningkatkan jumlah residu akhir yang berarti sebagai kesalahan hasil analisis. Oleh karena itu, pada prosedur analisis serat pangan metode AOAC dan Asp terdapat tahap hidrolisis pati lanjutan menggunakan enzim. Tahap ini bertujuan untuk memastikan bahwa pati yang terdapat di dalam sampel terhidrolisis dengan sempurna. Akan tetapi, enzim yang digunakan pada kedua metode tersebut berbeda satu sama lain. Enzim yang digunakan pada metode AOAC untuk menghidrolisis pati ialah amiloglukosidase, sementara pada metode Asp digunakan enzim pankreatin. Enzim amiloglukosidase merupakan salah satu enzim amilase. Produksi enzim amiloglukosidase komersial dapat dilakukan dengan menggunakan mikroba, yaitu Aspergillus sp. dan Rhizopus sp. Enzim yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari Aspergillus niger, karena selain dapat memecah pati pada ikatan α 1-4, enzim yang berasal dari A. niger juga mampu memecah ikatan α 1-6 Uhlig 1998. Enzim ini memecah substrat pati menjadi glukosa dari C terluar dari strukstur pati. Hasil reaksi pemecahan pati ialah glukosa yang memiliki konfigurasi β. Kondisi optimumnya ialah pada rentang pH 4.0-4.4 dan suhu 58-65 o C Naz 2002. Enzim pankreatin merupakan campuran enzim lipase, protease, dan amilase. Oleh karena itu, selain mampu menghidrolisis lemak, enzim ini juga mampu menghidrolisis protein dan pati Johnson dan Hillier 2008. Enzim pankreatin memiliki aktivitas optimum pada rentang pH antara 6.0 hingga 7.0 Uhlig 1998. Selain enzim yang digunakan untuk menghidrolisis pati, perbedaan lainnya antara metode AOAC dan metode Asp ialah penggunaan enzim untuk menghidrolisis protein. Metode AOAC menggunakan enzim protease, sementara metode Asp menggunakan enzim fisiologis, yaitu pepsin dan pakreatin. Enzim fisiologis ialah enzim yang merupakan bagian dari enzim pencernaan di dalam tubuh manusia. Penggunaan enzim fisiologis didasarkan pada definisi serat pangan sebagai komponen yang tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan manusia Trowell 1974. C O- O CH 2 CH 2 Glu233 C O O CH 2 Asp197 HO OH HO OH O H H C OH O CH 2 CH 2 Glu233 C -O O CH 2 Asp197 HO OH HO HO OH C O O CH 2 CH 2 Glu233 C -O O CH 2 H HO OH HO O OH OH HO HO O Asp197 1 2 3 C O- O CH 2 CH 2 Glu233 C O O CH 2 Asp197 HO OH HO OH O H H C O- O CH 2 CH 2 Glu233 C O O CH 2 Asp197 C O O CH 2 Asp197 HO OH HO OH O H H O H H C OH O CH 2 CH 2 Glu233 C -O O CH 2 Asp197 HO OH HO HO OH C OH O CH 2 CH 2 Glu233 C -O O CH 2 Asp197 HO OH HO HO OH C O O CH 2 CH 2 Glu233 C -O O CH 2 H HO OH HO O OH OH HO HO O Asp197 C O O CH 2 CH 2 C O O CH 2 CH 2 Glu233 C -O O CH 2 H HO OH HO O OH HO OH HO O OH OH HO O OH OH HO HO O OH HO HO O HO HO O Asp197 1 2 3 8 Enzim protease yang digunakan dalam analisis serat pangan metode AOAC berasal dari Bacillus subtilis. Hidrolisis menggunakan enzim protease bertujuan menghidrolisis protein yang terdapat di dalam sampel. Enzim protease memutuskan ikatan peptida pada struktur protein. Mekanisme reaksi pemutusan ikatan peptida terdiri atas reaksi alkilasi dan deasilasi. Naz 2002 menjelaskan tahapan reaksi tersebut sebagai berikut: 1 pembentukan kompleks enzim-protein dengan ikatan kovalen yang bersifat reversible, 2 pembentukan produk antara tetrahedral akibat penyerangan oleh serin 221 yang bersifat reaktif terhadap C karbonil. 3 protonasi pada substrat yang menyebabkan berubahnya struktur tetrahedral menjadi kompleks asil-enzim. 4 produk antara tetrahedral terbentuk kembali akibat penyerangan H 2 O terhadap kompleks asil-enzim. 5 aktivitas His 64-Ser 221 mengakibatkan terjadinya pembebasan sisi asilasi pada substrat sehingga menghasilkan asam amino. Mekanisme reaksi enzim protease dapat dilihat pada Gambar 4. Protease aktif pada kondisi pH antara 6-8 Barberis et al. 2008. Gambar 4. Mekanisme reaksi enzim protease Naz 2002 9 Hidrolisis protein pada metode Asp menggunakan enzim pepsin, yaitu enzim proteolitik yang aktif pada pH asam. Oleh karena itu, pada lambung manusia pepsin berperan dalam pencernaan protein tahap awal yang menghasilkan asam amino dan polipeptida Ganapathy et al. 2006. Asam amino kemudian diserap sementara polipeptida yang ukurannya lebih besar dihidrolisis oleh enzim pankreatin di usus dua belas jari Silk 1985. Mekanisme kerja enzim pepsin serupa dengan enzim protease, yaitu memecah ikatan peptida pada protein menjadi asam amino. Enzim pepsin terdiri atas dua gugus karboksil, yaitu gugus yang terprotonasi dan gugus yang terionisasi. Tahap pertama dari pemecahan ikatan peptida ialah terbentuknya kompleks enzim-substrat. Tahap selanjutnya ialah penyerangan pada gugus karboksilat pada ikatan peptida. Oksigen karbonil pada gugus terprotonasi kemudian mengikat proton dari gugus hidroksil yang mengakibatkan terbentuknya produk antara berupa kompleks amino-asil-enzim. Kompleks tersebut kemudian bereaksi dengan air sehingga menghasilkan asam amino. Reaksi pemecahan ikatan peptida oleh enzim pepsin dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5. Reaksi pemecahan ikatan peptida oleh enzim pepsin menghasilkan asam amino Naz 2002 Enzim yang digunakan dalam analisis serat pangan harus memiliki spesifikasi tertentu, terutama aktivitas spesifik Anonim 1999. Aktivitas spesifik ialah satuan yang digunakan untuk mengukur kinerja enzim. Satuan aktivitas enzim pada umumnya dinyatakan dalam unit aktivitas yang menyatakan jumlah enzim yang mengubah 1 µmol substrat per menit pada kondisi optimum Anonim 2002. Termamyl memiliki aktivitas sebesar 3000 Uml, protease memilliki konsentrasi 50 mgml atau setara dengan 350 unit tyrosinml, sementara amiloglukosidase memiliki aktivitas sebesar 50 Uml. Aktivitas enzim pepsin yang digunakan pada analisis serat pangan metode Asp ialah 2755 Umg. 10 Protein yang tersisa pada residu akhir diperhitungkan sebagai faktor koreksi, baik pada metode AOAC maupun Asp. Analisis protein pada residu dilakukan melalui metode analisis nitrogen Kjehldahl AOAC 1999. Selain protein, mineral yang tersisa pada residu akhir juga dikoreksi melalui metode pengabuan. Asp 2001 menjelaskan bahwa pengendapan mineral terjadi pada tahap presipitasi serat pangan larut SDF menggunakan etanol. Oleh karena itu, sebagian besar peneliti menyarankan adanya koreksi terhadap kadar abu dan protein terhadap residu serat di akhir analisis Prosky et al. 1988; Schweizer et al. 1988; Lee et al. 1992. Presipitasi SDF dilakukan dengan menambahkan etanol 95 ke dalam larutan analisis yang terdiri atas IDF, SDF terlarut, hasil hidrolisis enzim, mineral, serta komponen kontaminan lainnya. Tingkat kelarutan polisakarida, dalam hal ini SDF, di dalam larutan menurun akibat penambahan larutan tertentu seperti alkohol, iodin, tembaga, dan garam amonium kuartener. Penurunan tingkat kelarutan polisakarida di dalam air menyebabkan polisakarida mengalami presipitasi atau pengendapan Aman Westerlund 2006. Perbedaan antara analisis TDF dan IDF terletak pada proses presipitasi. Komponen IDF terlebih dahulu dipisahkan dari larutan analisis melalui penyaringan, sehingga filtrat yang diperoleh hanya terdiri atas komponen SDF terlarut yang selanjutnya dipresipitasi. Asp 2001 menyatakan bahwa presipitasi menggunakan etanol akan mengendapkan polisakarida yang memiliki derajat polimerisasi 10. Akan tetapi, pada beberapa kasus, polisakarida yang memiliki derajat polimerisasi yang besar tidak dapat dipresipitasi oleh etanol, terutama molekul yang bercabang. Polisakarida yang memiliki derajat polimerisasi 10 tidak termasuk dalam kategori serat pangan Anonim 2001. Garbelotti et al. 2003 menyatakan bahwa perbedaan prosedur analisis utama di antara metode enzimatik gravimetri yang berkembang saat ini terletak pada enzim yang digunakan, waktu, serta suhu reaksi. Lee et al. 1992 memperbaharui teknik analisis pada metode AOAC untuk mempersingkat waktu reaksi sehingga dapat meningkatkan presisi metode. Perbedaan kondisi analisis antara metode AOAC dan Asp dapat dilihat pada Tabel 3. . Tabel 3. Perbedaan prosedur analisis serat pangan metode AOAC dan Asp Prosedur Analisis AOAC Asp Hidrolisis protein Enzim protease, inkubasi 30 menit, suhu 60 o C, dan pH 7.5 ± 0.1 Enzim pepsin, inkubasi 60 menit, suhu 40 o C, dan pH 1.5 Hidrolisis pati Enzim amiloglukosidase, inkubasi 30 menit, suhu 60 o C, dan pH 4.0-4.6 Enzim pankreatin, inkubasi 60 menit, suhu 40 o C, dan pH 6.8 Volume Buffer fosfat 50 ml 25 ml Kedua metode akan digunakan untuk menganalisis serat pangan pada empat sampel yang sama, yaitu kacang kedelai, kacang tanah, oat, dan wortel. Kelompok makanan yang berbeda memungkinkan adanya perbedaan keakuratan hasil analisis. Komponen seperti protein, lemak 11 dan karbohidrat pada jumlah tertentu dapat mengganggu proses analisis serat pangan sehingga hasil yang diperoleh menjadi kurang akurat. Data proksimat sampel dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Data Proksimat sampel a Sampel Data Analisis Proksimat DM Air Protein Lemak Karbohidrat Abu Kacang Kedelai 13.00 35.00 17.00 31.00 4.40 Kacang Tanah 15.00 24.80 47.90 24.60 2.70 Oat 13.00 17.60 7.00 55.90 4.05 Wortel 79.00 1.50 0.20 10.40 0.80 DM: Dry Matter Basis basis kering a Liu 1999; NAS 1979; dan Hanif et al. 2006

2.3 VALIDASI DAN VERIFIKASI METODE