III. METODE PENELITIAN
3.1 BAHAN DAN ALAT
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah kacang kedelai, kacang tanah, oat, dan wortel yang diperoleh dari daerah Bogor. Bahan kimia yang digunakan yaitu petroleum eter,
etanol 95, etanol 78, aseton, buffer fosfat 0.08 M pH 6.0; 0.1 M pH 6.0, termamyl 120 L, Novo Laboratories, protease P-3910, Sigma Chemical, amiloglukosidase A-9913, Sigma
Chemical, larutan NaOH 0.275N, larutan HCl 0.325 M; 4 M; 0.02 M, celite C-211, pepsin, pankreatin, K
2
SO
4
, HgO, H
2
SO
4
, NaOH 60-Na
2
SO
3
5, H
3
BO
3
, indikator MM dan MB, serta akuades.
Alat-alat yang digunakan adalah alat-alat gelas, neraca analatik, mortar dan alu, blender, desikator, crucible dengan celite, oven vakum
,
tanur, waterbath, pH meter, labu Kjehldal, alat destilasi dan alat-alat gelas lainnya.
3.2 METODE PENELITIAN
3.2.1 Metode AOAC Official Methods 985.29; 993.19; dan 991.42
Persiapan sampel Metode persiapan sampel terdiri atas persiapan sampel kering, basah, dan tinggi
lemak. Sampel kering dapat langsung digiling hingga berukuran 40-50 mesh. Sampel yang basah dihomogenisasi dan dikeringkan dengan oven terlebih dahulu. Sampel yang
mengandung lemak lebih dari 10 harus dihilangkan lemaknya dengan cara dicampurkan dalam 25 ml petroleum eterg sampel selama satu jam sebanyak tiga kali ulangan,
selanjutnya diblender kering. Sampel dikeringkan selama 12 jam dengan oven vakum pada suhu 70
o
C atau selama 5 jam dalam oven biasa pada suhu 105
o
C hingga kadar air sampel kurang dari 5. Kehilangan bobot akibat penghilangan air danatau lemak dicatat
dan dibuat faktor koreksi yang tepat untuk menghitung TDF, IDF, atau SDF.
Analisis 3.2.1.1
Total serat pangan AOAC Official Methods 985.29
Semua prosedur analisis dilakukan terhadap blanko untuk melihat apakah terdapat endapan non serat yang berasal dari reagen atau enzim yang tersisa
dalam residu dan dapat terhitung sebagai serat pangan. Sampel ditimbang sebanyak 1 g, dengan keakuratan hingga 0.1 mg, dalam gelas piala 400 ml.
Perbedaan bobot antar sampel diusahakan tidak lebih dari 20 mg. Sebanyak 50 ml buffer fosfat pH 6.0 dimasukkan ke dalam gelas piala. Nilai pH diukur
hingga pH 6.0 ± 0.2. Sebanyak 0.1 ml larutan termamyl ditambahkan. Kemudian gelas piala ditutup menggunakan kertas aluminium foil alufo dan
18
diletakkan dalam air mendidih selama 15 menit, digoyangkan secara perlahan dalam interval waktu 5 menit. Waktu pemanasan dapat ditambahkan jika
jumlah sampel yang ditempatkan di dalam waterbath menyulitkan untuk mencapai suhu internal antara 95-100
o
C. Termometer digunakan untuk memastikan tercapainya suhu 95-100
o
C selama 15 menit. Prosedur ini dapat dilakukan selama 30 menit. Selanjutnya larutan tersebut didinginkan pada suhu
ruang. Nilai pH ditepatkan hingga 7.5 ± 0.2 dengan penambahan 10 ml NaOH 0.275 N.
Sebanyak 5 mg protease dimasukkan ke dalam sampel dengan cara dilengketkan pada ujung spatula. Protease dapat pula digunakan dalam bentuk
larutan 50 mg dalam 1 ml buffer fosfat yang dipipet sebanyak 0.1 ml dan dimasukkan ke dalam sampel sesaat sebelum digunakan.
Sampel ditutup kembali dengan kertas alufo. Lalu diinkubasi selama 30 menit pada suhu 60
o
C dengan agitasi kontinyu. Sampel didinginkan dan ditambahkan 10 ml HCl 0.325 M. Nilai pH diukur hingga berkisar antara 4.0-
4.6, jika nilai pH belum tercapai, maka dapat ditetesi kembali dengan asam. Enzim amiloglukosidase ditambahkan dan sampel ditutup kembali dengan
kertas alufo. Selanjutnya diinkubasi selama 30 menit pada suhu 60
o
C dengan agitasi kontinyu. Sebanyak 280 ml etanol 95 yang sebelumnya telah
dipanaskan hingga suhunya 60
o
C volume diukur setelah pemanasan ditambahkan. Agar terbentuk endapan, sampel dibiarkan pada suhu kamar
selama 60 menit. Secara kuantitatif endapan disaring melalui crucible. Sebelumnya, crucible yang mengandung celite ditimbang hingga keakuratan
mendekati 0.1 mg. Residu dicuci dengan 3 x 20 ml etil alkohol 78, 2 x 10 ml etil alkohol
95, dan 2 x 10 ml aseton secara berturut-turut. Pada beberapa sampel dapat saja terbentuk getah, filtrasi dapat dibantu dengan pengadukan menggunakan
spatula. Waktu yang dibutuhkan untuk pencucian dan penyaringan bervariasi antara 0.1 sampai 6 jam, rata-rata waktu yang dibutuhkan ialah 0.5 jam per
sampel. Lamanya waktu filtrasi dapat dikurangi dengan penghisapan vakum secara hati-hati setiap lima menit selama filtrasi.
Crucible yang mengandung residu dikeringkan selama satu malam di dalam oven vakum dengan suhu 70
o
C atau oven biasa pada suhu 105
o
C. lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga keakuratan mencapai 0.1
mg. Untuk memperoleh bobot residu, kurangi dengan bobot crucible dan celite. Analisis residu dari satu sampel ulangan digunakan untuk analisis protein
menggunakan metode Kjeldahl, faktor konversi yang digunakan ialah N x 6.25, kecuali pada kasus sampel yang diketahui nilai N dalam proteinnya. Sampel
ulangan lainnya diabukan selama 5 jam pada suhu 525
o
C. kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga keakuratan mendekati 0.1
mg. Kurangi dengan bobot crucible dan celite untuk memperoleh bobot abu. Perhitungan:
Penentuan blanko : B = blanko mg = bobot residu – P
B
– A
B
19
Bobot residu = rata-rata bobot residu mg untuk dua ulangan sampel blanko; dan P
B
dan A
B
= bobot mg dari, masing-masing, protein dan abu yang ditentukan dari kedua ulangan sampel blanko.
Perhitungan total serat pangan TDF : TDF = [bobot residu – P – A – B bobot sampel] x 100
Bobot residu = rata-rata bobot residu mg untuk dua ulangan sampel; P dan A = bobot mg dari, masing-masing, protein dan abu yang ditentukan dari
kedua ulangan sampel, B = blanko mg, dan bobot sampel = rata-rata bobot sampel mg yang diambil.
3.2.1.2 Serat pangan tidak larut AOAC Official Methods 991.42
Prosedur yang dilakukan sama dengan analisis total serat pangan, hingga langkah filtrasi sampel secara kuantitatif ke dalam crucible. Selanjutnya residu
dicuci dengan 2 x 10 ml air melarutkan SDF, 2 x 10 ml etil alkohol 95, dan 2 x 10 ml aseton secara berturut-turut. Langkah pengeringan crucible hingga
tahap akhir serupa dengan prosedur total serat pangan. Perhitungan:
Perhitungan serat pangan tidak larut IDF : IDF, = [bobot residu – P – A – B bobot sampel] x 100
Bobot residu = rata-rata bobot residu mg untuk dua ulangan sampel; dan P dan A = bobot mg dari, masing-masing, protein dan abu yang ditentukan
dari kedua ulangan sampel, B = blanko mg, dan bobot sampel = rata-rata bobot sampel mg yang diambil.
3.2.1.3 Serat pangan larut AOAC Official Methods 993.19
Prosedur yang dilakukan sama dengan analisis total serat pangan, hingga langkah filtrasi sampel secara kuantitatif ke dalam crucible. Bobot filtrat
ditepatkan hingga 100 g dengan air destilata. Sebanyak 280 ml etanol 95 yang telah dipanaskan hingga suhu 60
o
C ditambahkan ke dalam sampel. Lalu dibiarkan mengendap pada suhu kamar selama 1 jam.
Langkah pengeringan crucible hingga tahap akhir serupa dengan prosedur total serat pangan.
Perhitungan: Perhitungan serat pangan larut SDF :
SDF = [bobot residu – P – A – B bobot sampel] x 100 Bobot residu = rata-rata bobot residu mg untuk dua ulangan sampel; P dan
A = bobot mg dari, masing-masing, protein dan abu yang ditentukan dari kedua ulangan sampel, B = blanko mg, dan bobot sampel = rata-rata bobot
sampel mg yang diambil. Perhitungan total serat pangan TDF :
TDF = SDF + IDF x 100
20
3.2.2 Metode Asp et al., 1992
Persiapan sampel Persiapan sampel yang dilakukan pada analisis serat pangan menggunakan metode
Asp sama seperti persiapan sampel yang dilakukan pada metode AOAC.
Analisis Sampel kering diekstrak lemaknya dengan pelarut petroleum eter pada suhu kamar
selama 15 menit kemudian dikeringkan pada suhu ruang. Sejumlah 1 g sampel bebas lemak w dimasukkan ke dalam erlenmeyer, kemudian ditambah 25 ml 0.1 M buffer
fosfat pH 6 dan dibuat menjadi suspensi. Sampel kemudian ditambahkan 0.1 ml termamyl, ditutup dengan alufo dan diinkubasi pada suhu 100
o
C selama 15 menit dan didinginkan, kemudian ditambahkan 20 ml akuades dan pH diatur menjadi 1.5 dengan
menambahkan HCl 4 M. Sampel lalu ditambahkan 100 mg pepsin, ditutup dan diinkubasi pada suhu 40
o
C dan diagitasi selama 60 menit. Sampel kemudian ditambahkan 20 ml akuades dan pH diatur menjadi 6.8, lalu ditambahkan 100 mg pankreatin, ditutup, dan
diinkubasi pada suhu 40
o
C selama 60 menit sambil diagitasi, dan terakhir pH diatur dengan HCl menjadi 4.5. Residu diperoleh melalui penyaringan menggunakan crucible
yang berisi celite bobot kering diketahui. Residu kemudian dicuci dengan 2 x 10 ml aquades, 2 x 10 ml etanol 95, dan 2 x 10 ml aseton, lalu dikeringkan pada suhu 105
o
C hingga berat tetap sekitar 12 jam dan ditimbang setelah didinginkan dalam desikator.
Residu kemudian diabukan dalam tanur 525
o
C selama minimal 5 jam, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Nilai blanko diperoleh dengan cara yang sama namun tanpa
menggunakan sampel.
3.2.3 Evaluasi terhadap Parameter Repeatability, Selektivitas, dan Ruggedness
3.2.3.1. Repeatability
Evaluasi terhadap parameter repeatability dilakukan dengan menganalisis kandungan serat pangan TDF, IDF, dan SDF yang terdapat dalam empat
sampel, yaitu kacang kedelai, kacang tanah, oat, dan wortel menggunakan metode AOAC dan Asp. Menurut EURACHEM Guide 1998, evaluasi
terhadap parameter repeatability dilakukan dengan menganalisis sampel sebanyak tujuh hingga sepuluh kali. Hasil analisis serat pangan tiap sampel
kemudian dirata-rata serta ditentukan nilai SD dan RSD. Hasil analisis serat pangan mencapai persyaratan repeatability yang baik
jika memiliki nilai RSD maksimal 23 RSD
R
Horwitz. Parameter selektivitas dilakukan dengan membandingkan rata-rata hasil analisis serat pangan masing-
masing sampel antara metode AOAC dan Asp. Uji t dilakukan terhadap rata- rata serat pangan sampel antara metode AOAC dan Asp untuk mengetahui
apakah rata-rata kedua set data tersebut berbeda secara signifikan pada taraf kepercayaan 99. Uji F dilakukan terhadap nilai SD analisis serat pangan
21
sampel antara metode AOAC dan Asp untuk mengetahui apakah keragaman kedua set data tersebut berbeda secara nyata pada taraf kepercayaan 99.
Diagram proses evaluasi metode serat pangan terhadap parameter repeatability dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Diagram proses evaluasi metode analisis serat pangan terhadap parameter repeatability
3.2.3.2. Selektivitas
Evaluasi terhadap parameter selektivitas dilakukan dengan menganalisis kadar kontaminan yang mungkin masih terdapat pada residu serat. Kontaminan
yang dibandingkan antara kedua metode ialah protein dan abu.. Diagram proses evaluasi metode serat pangan terhadap parameter ruggedness dapat dilihat pada
Gambar 8.
Gambar 8. Diagram proses evaluasi metode analisis serat pangan terhadap parameter selektivitas
Sampel
Dianalisis 7-10 kali Metode AOAC
Dianalisis 7-10 kali Metode Asp
Rata-rata kadar abu dan protein
Uji t dan Uji F Rata-rata kadar abu dan protein
Sampel
Dianalisis 7-10 kali Metode AOAC
Dianalisis 7-10 kali Metode Asp
Rata-rata, SD, dan RSD
Uji t dan Uji F Rata-rata, SD, dan RSD
22
3.2.3.3. Ruggedness Test
Evaluasi terhadap parameter ruggedness dilakukan dengan memvariasikan konsentrasi etanol yang digunakan dalam pengendapan SDF, baik pada
metode AOAC maupun Asp. Analisis serat pangan dilakukan sebanyak dua ulangan duplo terhadap empat sampel, yaitu kacang kedelai, kacang
tanah, oat, dan wortel menggunakan metode AOAC dan Asp. Rata-rata nilai serat pangan antara perlakuan menggunakan etanol 95 dan 78
dibandingkan menggunakan uji t dan uji F. Jika hasil analisis tidak berbeda secara signifikan, konsentrasi etanol yang dipilih ialah konsentrasi terkecil,
yaitu 78. Diagram proses evaluasi metode serat pangan terhadap parameter ruggedness dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Diagram proses evaluasi metode analisis serat pangan terhadap parameter Ruggedness
Metode AOAC dan Asp
Etanol 78 duplo
Etanol 95 duplo
Rata-rata, SD, dan RSD
Uji t dan Uji F Rata-rata, SD, dan RSD
22
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN