Iradiasi sinar Gamma lili Asiatik cv. Purple Maroon

Faktor penting dalam penggunaan mutagen kimia diantaranya konsentrasi mutagen, suhu dan pH larutan, eksplan yang digunakan, interaksi antara mutagen dengan media in vitro serta kondisi setelah perlakuan. Keuntungan penggunaan mutagen kimia yaitu dapat meningkatkan keragaman melalui mutasi titik, kerusakan kromosom lebih sedikit daripada mutagen fisik, spektrum mutasi berbeda dengan mutasi fisik serta frekuensi mutasi tinggi. Spektrum mutasi merupakan jumlah karakter yang terpengaruh karena mutagen. Sprektum mutasi ada dua yaitu spektrum sempit bila hanya satu karakter sifat yang berubah, sedangkan spektrum luas bila banyak karakter yang berubah. Sedangkan frekuensi mutasi merupakan jumlah mutan per populasi yang ada van Harten 1998. EMS berbeda dengan radiasi ion dalam menginduksi mutasi , didasarkan atas rasio sterilitas mutan serta mutasi struktural yang dihasilkan. EMS lebih efektif 50 dibandingkan EIEthylen imine dalam menghasilkan mutan van Harten 1998. Tujuan penelitian ialah mendapatkan konsentrasi mutagen yang tepat untuk menginduksi keragaman planlet serta mendapatkan keragaman planlet hasil induksi mutasi. Bahan dan Metode Penelitian dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Kebun Percobaan Cipanas BALITHI. Bahan yang digunakan yaitu kalus lili Asiatik cv. Purple Maroon dan lili Oriental cv. Frutty Pink. Konsentrasi mutagen kimia EMS yang digunakan ialah 0, 0.1, 0.2, 0.3, 0.4 dan 0.5 mll -1 . Prosedur Pelaksanaan Tahapan percobaan meliputi persiapan bahan tanaman, pembuatan media yang mengandung mutagen kimia EMS pada beberapa konsentrasi serta penanaman kalus pada media perlakuan. Bahan tanaman yang digunakan ialah kalus lili Oriental dan Asiatik. Tahap pembuatan media dilakukan dengan cara menimbang bahan kimia media MS Lampiran 1, mencampur semua bahan dan mengukur larutan media hingga pH larutan ± 5.8. Tahap selanjutnya, campuran media tersebut ditempatkan pada botol media dan diautoclave ± ½ jam. Media yang telah diautoclave di dinginkan hingga mencapai suhu ± 40 °C. Di dalam laminer, media di tambah dengan EMS dengan konsentrasi sesuai perlakuan yaitu 0.1, 0.2, 0.3, 0.4 dan 0.5 mll -1 . Media yang telah megandung EMS dituang dalam botol kultur dan didinginkan. Tahapan selanjutnya, penanaman kalus lili pada media perlakuan. Peubah yang diamati meliputi persentase kalus hidup, persentase kalus membentuk tunas, tinggi planlet serta jumlah daun. Pengamatan dilakukan 20 hari setelah kultur. Analisis data menggunakan program IBM SPSS Statistic 19. Hasil dan Pembahasan 1. Induksi mutagen EMS pada lili Asiatik cv. Purple Maroon PM Induksi mutasi dengan mutagen kimia EMS pada 5 macam konsentrasi yang diujikan belum diperoleh letal konsentrasi LC-50. Beberapa macam konsentrasi EMS berpengaruh terhadap kemampuan kalus lili Asiatik cv.PM membentuk tunas Tabel 4.4 dan tinggi planlet Gambar 4.6. Semakin tinggi konsentrasi EMS, jumlah kalus membentuk tunas semakin sedikit. Tabel 4.4 Persentase kalus hidup dan persentase kalus membentuk tunas planlet lili Asiatik cv.PM hasil induksi mutasi kimia EMS 20 HSK Konsentrasi EMS mll Kalus hidup Kalus membentuk tunas E0 kontrol 16.4 a 37.77 a E1 0.10 13.2 a 36.67 a E2 0.20 14.6 a 32.23 ab E3 0.30 14.1 a 20.00 bc E4 0.40 13.9 a 17.77 bc E5 0.50 12.8 a 12.23 c Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada lajur yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5. Konsentrasi EMS berpengaruh terhadap tinggi planlet. Semakin tinggi konsentrasi EMS menyebabkan hambatan perpanjangan sel yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tinggi planlet Gambar 4.6. Gambar 4.6 . Pengaruh konsentrasi EMS terhadap tinggi planlet lili Asiatik cv. PM 20 HSK Gambar 4.7 . Pengaruh konsentrasi EMS terhadap jumlah daun lili Asiatik cv. PM 1.13 a 0.84 ab0.88 ab 0.74 ab 0.67 ab 0.63 b 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 E0 E1 E2 E3 E4 E5 T in g g i P la n le t Konsentrasi EMS 5.08 4.91 4.79 4.59 4.38 4.58 4 4.5 5 5.5 E0 E1 E2 E3 E4 E5 Jum la h D a un Konsentrasi EMS Konsentrasi EMS tidak mempengaruhi persentase kalus hidup Tabel 4.5 dan jumlah daun planlet lili Asiatik cv. PM Gambar 4.7. Dengan konsentrasi tersebut kalus masih mampu tumbuh dengan baik, namun berpengaruh terhadap persentase kalus membentuk tunas. Hasil ini menunjukkan adanya kemungkinan EMS menghambat perkembangan kalus membentuk tunas. EMS merupakan senyawa kimia yang menyebabkan kerusakan fisiologi dan mutasi titik. Kerusakan fisiologi umumnya terjadi pada generasi M1 IAEA 1977. Sejalan dengan penelitian Berenschot et al. 2008, EMS juga dapat menyebabkan penyimpangan perkembangan dan mengurangi viabilitas tanaman petunia.

2. Induksi mutagen EMS pada lili Oriental cv. Frutty Pink FP

Beberapa konsentrasi EMS yang digunakan dalam induksi mutasi pada lili Oriental cv. Frutty Pink juga belum menyebabkan letal konsentrasi. Namun mutagen EMS berpengaruh terhadap persentase kalus hidup dan persentase kalus membentuk tunas Tabel 4.5. Tabel 4.5 Persentase kalus hidup dan persentase kalus membentuk tunas lili Oriental cv.FP hasil induk si mutasi kimia EMS 20 HSK Konsentrasi EMS mll Kalus hidup Kalus membentuk tunas E0 kontrol 15.33 a 9.13 a E1 0.10 14.67 ab 6.93 ab E2 0.20 10.00 bc 6.57 ab E3 0.30 8.67 c 6.30 ab E4 0.40 8.67 c 2.23 c E5 0.50 7.00 c 4.43 bc Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada lajur yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5 . Konsentrasi EMS tidak mempengaruhi tinggi planlet Gambar 4.8 maupun jumlah daun Gambar 4.9. Gambar 4.8 Pengaruh konsentrasi EMS terhadap tinggi planlet lili Oriental cv. FP 20 HSK 0.82 0.71 0.7 0.7 0.74 0.53 0.2 0.4 0.6 0.8 1 E0 E1 E2 E3 E4 E5 T in g g i P la n le t Konsentrasi EMS Gambar 4.9 Pengaruh konsentrasi EMS terhadap jumlah daun lili Oriental cv. Frutty Pink 20 HSK Sensitivitas kalus terhadap mutagen EMS pada kedua jenis lili berbeda. Kalus lili Asiatik cv. PM yang di induksi EMS dengan konsentrasi sama 0.2, 0.3, 0.4 dan 0.5 mml - 1 memiliki persentase kalus hidup lebih tinggi dibandingkan kalus lili Oriental cv. FP. Sensitivitas bahan tanaman terhadap mutagen dipengaruhi oleh faktor biologi, lingkungan dan faktor kimia. Faktor lingkungan diantaranya kandungan air dan suhu, sedangkan faktor biologi yaitu perbedaan genetik dan varietas. Faktor kimia yang berpengaruh yaitu EMS yang mengandung gugus methyl dan berperan dalam proses me-nonaktifkan atau mengubah basa yang disebut dengan proses methilasi yang mengubah cytosin menjadi thimin IAEA 1977.

3. Analisis keragaman planlet lili hasil induksi mutasi berdasarkan karakter

morfologi Pengaruh induksi mutasi ditunjukkan dengan adanya peruba han morfologi dan keragaman genetik tanaman. Perubahan morfologi tersebut antara lain daun planlet lili menjadi lebih tebal Gambar 4.10A, daun membentuk rumpun Gambar 4.10B, daun berbentuk spiral Gambar 4.10 D dan E. Planlet lili hasil induksi mutasi dengan mutagen kimia EMS menunjukkan adanya keragaman. Perbedaan pengaruh mutagen sinar Gamma maupun EMS dapat dilihat dari frekuensi terjadinya perubahan secara morfologi juga sterilitas. Frekuensi mutasi dengan EMS pada planlet lili sekitar 0.03 – 0.26. Sterilitas tanaman akibat mutagen kimia ini lebih rendah dibandingkan dengan penggunaan sinar X namun frekuensi mutasi lebih tinggi bila menggunakan mutagen kimia van Harten 1998. Hasil penelitian ini kecuali frekuensi terjadinya daun roset sejalan dengan penelitian van Harten 1998 pada tanaman barley, bahwa frekuensi terjadinya mutan sama dan atau lebih banyak diperoleh melalui induksi mutasi dengan EMS dibanding sinar Gamma. 4.32 3.82 4.28 4.56 4.6 4.5 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 E0 E1 E2 E3 E4 E5 Jum la h D a un Konsentrasi EMS Tabel 4.6 Keragaman planlet lili Asiatik cv. PM dan lili Oriental cv. FP hasil induksi mutasi berdasarkan karakter morfologi Penampilan Morfologi Jenis lili Jenis induksi mutasi Frekuensi Daun Tebal Daun membentuk rumpun FP Oriental PM Asiatik EMS 0,4 mll EMS 0,4 mll 0.26 0.13 Daun bentuk spiral Daun bentuk jarum PM Asiatik PM Asiatik EMS 0,4 mll EMS 0,3 mll 0.16 0.13 Daun roset FP Oriental EMS 0,5 mll 0.03 Gambar 4.10 . Keragaman morfologi planlet lili hasil induksi mutasi dengan EMS. Daun tebal dengan dua warna, hasil induksi EMS 0.04 mll A, Daun membentuk rumpun, hasil induksi EMS 0.4 mll B, Daun keriting dan mengecil seperti jarum, hasil induksi EMS 0.3 mll C, Daun berbentuk spiral, hasil induksi EMS 0.4 mll D dan E.

4. Pembentukan Populasi Planlet Hasil Induksi Mutasi

Planlet atau tanaman hasil mutasi dapat dikatakan sebagai mutan apabila memiliki sifat stabil, baik stabil secara agronomi maupun genetik. Stabil secara agronomi apabila tanaman hasil induksi mutasi tersebut tidak berubah secara agronomi meskipun ditanam hingga beberapa generasi dan di beberapa lokasi yang berbeda. Stabil secara genetik apabila tanaman hasil induksi mutasi secara genetik tidak berubah meskipun ditanam hingga beberapa generasi. Untuk mendapatkan kestabilan mutan maka perlu adanya pembentukan populasi tanaman hasil mutasi yang ditanam pada beberapa generasi. Pembentukan populasi tanaman hasil mutan ini berbeda, tergantung jenis tanamannya. Pada tanaman padi, umumnya kestabilan diperoleh pada generasi ke tujuh. Tanaman B C D A E