kalium. Hidrotrop bukan surfaktan tapi digunakan untuk melarutkan komponen yang tidak larut air, menstabilkan larutan, memodifikasi
viskositas. Larutan hidrotop bekerja dengan cara berpenetrasi ke dalam dinding sel, menghancurkan struktur dinding sel sehingga membuat bahan
yang diinginkan lebih mudah larut.
2.3 Teknik Separasi
Setelah dilakukan ekstraksi, suatu komponen biasanya terdapat dalam bentuk cair berupa ekstrak untuk itu perlu diubah menjadi bentuk padat atau
bentuk lain yang lebih mudah digunakan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara presipitasi, biasanya dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah pelarut
ke dalam ekstrak dimana kelarutan komponen dalam pelarut tersebut rendah sehingga komponen kemudian mengendap. Hasil presipitasi biasanya masih
mengandung banyak pengotor karena itu perlu dilakukan metode separasi untuk memisahkan komponen menjadi bentuk yang lebih murni. Dalam hal
ini, separasi tidak berarti menghasilkan bahan yang betul-betul murni, tetapi kadar pengotor berada pada batas yang diperbolehkan Florence et al. dalam
Sarker et al. 2006. Beberapa metode separasi antara lain : 1.
Destilasi Salah satu cara yang paling banyak diaplikasikan dalam purifikasi cairan
atau bahan organik dengan titik didih rendah adalah destilasi fraksional pada tekanan atmosfer atau tekanan rendah. Efisiensi proses destilasi
tergantung pada titik didih senyawa yang ingin dimurnikan serta pengotornya. Apabila pengotor bersifat non-volatil maka destilasi
sederhana sudah cukup tetapi apabila pengotor bersifat volatil maka destilasi perlu dilakukan bertahap menggunakan kolom yang efisien
Armarego Perrin, 2000. 2.
Presipitasi Menurut Noor 2002, presipitasi adalah salah satu metode langsung
pemisahan solut, dalam proses ini dihasilan produk non-kristal yang menyerupai gumpalan presipitat yang dihasilkan umumnya belum murni.
Prinsip pemisahannya adalah dengan pengaturan kondisi lingkungan seperti suhu, pH, konstanta dielektrik, kekuatan ion atau komposisi.
Salah satu cara paling mudah dalam teknik kristalisasi adalah ketika suatu komponen sangat larut dalam pelarut pertama dan tidak larut dalam
pelarut kedua. Penambahan secara sedikit demi sedikit pelarut kedua pada larutan yang mengandung bahan dan pelarut pertama akan menyebabkan
terbentuknya kristal karena kelarutan bahan menjadi menurun. Ada beberapa kelemahan dari teknik ini, pertama kedua pelarut harus
bercampur, kedua bahan yang dikristalisasi harus memiliki kelarutan seperti disebutkan sebelumnya Mayo, 2001.
3. Kromatografi
Ada beberapa jenis kromatografi yang dapat digunakan, yaitu : 1.
Low Preasure Liquid Chromatography LPLC
Pada metode ini, separasi berlangsung melalui distribusi selektif pada fase mobile berupa pelarut organik dan fase stasioner dapat berupa
silika gel, alumina, polistyrene. Separasi didasarkan pada perbedaan afinistas adsorpsi dari molekul pada permukaan fase stasioner, yang
dipengaruhi oleh ikatan hidrogen, ikatan van der walls, interaksi dipol, sifat asam-basa Reld dan Sarker dalam Sarker et al. 2006.
2. Ion-exchange Chromatography
Proses ion-exchange didasarkan pada ikatan reversible molekul kation atau anion pada resin matriks insoluble melalui pertukaran ion yang
berlawanan. Pemilihan jenis resin dan pengaturan kondisi pH dapat dilakukan untuk memilih molekul yang akan diionisasi Durham dalam
Sarker et al. 2006. 3.
High-Speed Counter Current Chromatography Metode ini digunakan untuk mengisolasi komponen yang tidak stabil
atau sensitif. Media yang akan kontak dengan sampel terdiri dari pelarut dan tabung Teflon. Pelarut yang digunakan dalam sistem dua-fase yang
digunakan disesuaikan dengan sampel yang ingin diisolasi McApline dalam Sarker et al. 2006.
4. High Performance Liquid Chromatography HPLC
HPLC terdiri dari fase stasioner, instrument dan pelarut yang digunakan. Purifikasi komponen menggunakan HPLC biasanya
menggunakan salah satu dari empat tipe berikut : normal-phase, reversed-phase, gel permeation gel
dan ion exchange kromatografi. Tipe ini ditentukan oleh fase stasioner dan kolom preparative yang
digunakan Latif dalam Sarker et al. 2006.
2.4 Penelitian Terdahulu