Rekayasa Proses Pengikatan Limonin dan Naringin oleh Siklodekstrin pada Sari Jeruk Siam
xv
I.
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Sari jeruk merupakan minuman hasil perasan jeruk yang populer. Sari jeruk baik dalam bentuk konsentrat yang tinggi maupun rendah merupakan produk yang cukup kompetitif di pasaran. Minuman sari buah atau jus jeruk mengandung senyawa flavonoid dan limonoid yang diduga bermanfaat untuk melawan berbagai penyakit. Senyawa flavonoid yang utama pada sari jeruk adalah naringin dan untuk limonoid adalah limonin (Sukasih dan Setyadjit, 2009). Kedua senyawa ini merupakan senyawa antioksidan namun berpotensi menimbulkan rasa pahit pada minuman sari buah. Rasa pahit pada sari jeruk ini menjadi masalah karena zat tersebut tidak disukai konsumen. Rasa pahit yang dihasilkan dari sari jeruk ini dapat semakin meningkat dengan perlakuan pasteurisasi. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menghilangkan rasa pahit pada sari jeruk, umumnya menggunakan teknik pemisahan. Teknik pemisahan yang dilakukan antara lain secara fisika dengan proses presipitasi, adsorbsi, pertukaran ion proses ekstraksi pelarut dan secara biologi dengan proses enzimatis dan hidrolisis. Pada teknik-teknik tersebut limonin dan naringin dipisahkan dari sari jeruk, sehingga kandungan senyawa yang bermanfaat bagi tubuh ini terbuang.
Mengingat kedua senyawa tersebut berguna bagi tubuh maka teknik alternatif untuk mengurangi tingkat kepahitan sari jeruk dengan tetap mempertahankan senyawa naringin dan limonin adalah dengan menambahkan siklodekstrin dan selulosa asetat. Siklodekstrin dipilih karena kemampuannya dalam menginklusi pada bagian nonpolar dapat menjaga komponen-komponen penting dalam sari jeruk lainnya. Siklodekstrin merupakan turunan pati termodifikasi sehingga tidak memberikan kalori yang sangat tinggi seperti halnya penggunaan gula dalam industri sari buah demikian juga halnya dengan selulosa asetat. Selain itu proses yang dilakukan tidak terlalu sulit sehingga diharapkan dapat diaplikasikan lebih lanjut dalam skala yang lebih besar. Selulosa asetat memiliki daya adsorb yang baik dalam pengurangan komponen yang mempengaruhi rasa pahit dan mampu mengurangi kekeruhan yang tidak diinginkan pada sari buah. Penelitian ini menggunakan sari jeruk Siam. Pemilihan jeruk ini sebagai kelanjutan dari penelitian sebelumnya tentang pemisahan senyawa limonin dan naringin dengan membran filtrasi.
1.2
TUJUAN
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh kondisi proses terbaik berupa konsentrasi dan suhu terbaik untuk penambahan siklodekstrin dan selulosa asetat. Selain itu, penelitian ini bertujuan untuk membandingkan pengaruh penggunaan siklodekstrin dan selulosa asetat pada sari jeruk Siam serta mengetahui tingkat penerimaan konsumen dengan melakukan uji perbandingan sampel.
1.3
RUANG LINGKUP
Ruang lingkup penelitian meliputi analisis untuk karakterisasi sifat fisik dan kimia sari jeruk berupa pengukuran kadar air, kadar abu, total padatan terlarut, viskositas, total asam, total vitamin C, pH, konsentrasi limonin dan naringin serta pengujian tingkat rasa pahit pada sari jeruk Siam secara organoleptik. Analisis sari jeruk perlakuan siklodekstrin dan selulosa asetat dibandingkan.
(2)
xvi
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kandungan Gizi Sari Jeruk Siam
Jeruk Siam mengandung sari buah sekitar 30-40 % dari keseluruhan buah, biji 2 %, dan pulp 45-55 %. Sari jeruk Siam mengandung asam askorbat sekitar 20-60 mg per 100 ml. Sedangkan vitamin-vitamin lainnya adalah vitamin A, tiamin, niasin, riboflavin, asam pentotenat, biotin, asam folat, inositol dan tokoferol. Besarnya kandungan vitamin tersebut adalah vitamin A sekitar 250-420 IU, tiamin 70-1β0 µg, niasin β00-ββ0 µg, riboflavin γ0 µg, asam folat 1.β µg dan inositol 1γ5 mg setiap 100 ml (Ting dan Attaway, 1971). Selain itu jeruk Siam juga mengandung vitamin C yang cukup baik. Vitamin C merupakan vitamin yang tergolong larut dalam air. Vitamin ini dapat terbentuk sebagai asam L-askorbat dan asam L-dehidroaskorbat; keduanya mempunyai keaktifan sebagai vitamin C. Asam askorbat sangat mudah teroksidasi secara reversibel menjadi asam L-dehidroaskorbat. Asam L-dehidroaskorbat secara kimia sangat labil dan dapat mengalami perubahan lebih lanjut menjadi asam L-diketogulonat yang tidak memiliki keaktifan vitamin C lagi. Vitamin C mudah rusak oleh oksidasi, panas dan alkali (Winarno, 1997).
Asam askorbat merupakan nutrisi utama dalam buah jeruk, yang diukur sebagai vitamin C. Dengan demikian keberadaan asam askorbat ini mempengaruhi potensi antioksidan dalam produk jeruk. Kandungan asam askorbat pada berbagai jenis sari jeruk yang diproduksi di industri yaitu, antara 300 – 450 mg/l (Jongen, 2002). Menurut Pracaya (1999), sari jeruk mengandung 40-70 mg vitamin C per 100 ml, bergantung pada jenis jeruk. Semakin tua umur buah jeruk maka kandungan vitamin C semakin berkurang. Menurut Nelson (1980), keasaman sari jeruk ditentukan oleh nilai pH dan konsentrasi dari asam sitrat serta malat.
2.2.
Limonin dan Naringin
2.2.1
Limonin
Berdasarkan hasil penelitian Setyadjit (2006) terhadap beberapa varietas jeruk di Indonesia, konsentrasi limonin tertinggi terdapat pada sari jeruk nipis 16,β5 µg ml-1
, sari jeruk Siam menempati tempat kedua dengan kandungan limonin sebesar 1γ,70 µg ml-1
, kemudian sari jeruk Medan 4,γ0 µg ml-1, sari jeruk Argentina γ,1γ µg ml-1
, sedangkan sari jeruk Sunkist tidak mengandung limonin. Kadar limonin pada masing-masing jeruk berbeda. Menurut Maier dan Garut (1970) jika kadar limonin diatas 7 ppm akan berpengaruh nyata terhadap rasa pahit. Komponen pahit dengan konsentrasi tinggi terdapat pada buah yang mentah. Tingkat kepahitan umumnya dapat diatasi dengan memanen buah pada kondisi masak optimum. Pada jeruk manis (sweet orange) dan Citrus sinensis Osbeck, kepahitan merupakan penyimpangan flavor karena jeruk ini memiliki karakter manis. Berbeda dengan jenis grapefruit, Citrus paradise, kepahitan merupakan karakter utama flavornya (Rouseff, 1990).
Limonin merupakan senyawa turunan triterpene yang bersifat larut dalam air dan eter, alkohol, serta asam asetat glasial. Senyawa limonin merupakan senyawa dilakton, sehingga memiliki dua kemungkinan bentuk monolakton, yaitu A-ring monolakton dan D-ring monolakton. Secara alami, senyawa limonin yang terdapat dalam buah jeruk adalah A-ring
(3)
xvii
monolakton. Rumus kimia limonin adalah C26H30O8 dengan bobot molekul 470.50 Da, terdiri
dari 66.37% karbon, 6.34% hidrogen, dan 27.21% oksigen. Limonin mempunyai rotasi spesifik αD -128º dengan c = 1.21 dalam aseton. Absorbsi maksimum limonin terjadi pada panjang
gelombang 207 nm dengan absorbsivitas molar (ε) 7000 dan pada β85 nm dengan absorbsivitas molar (ε) γ8. Titik lebur limonin β98ºC (Maier, 1969).
Gambar 1. Struktur limonin (Al-Anshori, et al., 2006)
Menurut Mozaffar et al. (2000), limonoat A-ring lakton yang terdapat pada bagian membran sel dari vesicle jeruk dan tidak memiliki rasa pahit, ketika diekstraksi dan terjadi kontak dengan sari jeruk yang bersifat asam, senyawa ini terlaktonisasi menjadi limonoat dilakton yang memiliki rasa pahit. Perubahan limonin dari monolakton menjadi dilakton terjadi pada suasana pH 5,4 – 6,2 dan suhu 15-45ºC. Proses ini dipengaruhi oleh aktivitas enzim limonoid D-ring lakton hidrolase. Selama proses pasteurisasi dan evaporasi, adanya penambahan panas akan mempercepat reaksi tersebut. Selain itu, peningkatan rasa pahit juga dapat dipengaruhi oleh waktu penyimpanan. Limonoid pada suhu kamar (25-30ºC) mempunyai prekursor, yakni pembangkit timbulnya limonin. Jika jus jeruk disimpan dalam waktu lebih dari tiga jam maka prekursor semakin aktif. Pemanasan pada waktu pemerasan jeruk maupun sesudahnya dapat meningkatkan pelarutan senyawa flavonoid dari kulit ari jeruk. Mekanisme pembentukan limonin dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Pembentukan Limonin Hasegawa et al. (1975)
Menurut Hasegawa dan Maier dalam Rousseff (1990), dari 37 jenis senyawa limonoid aglikon yang berhasil diisolasi, empat diantaranya menyebabkan rasa pahit pada jeruk, yaitu limonin, nomilin, ichangin dan nomilinat. Hal ini diduga senyawa limonoid yang mula-mula
Limonoate A-ring lactone
Acidic PH
Limonoid D-ring
(4)
xviii
terbentuk adalah deasetilnomilin, selanjutnya nomilin, obacunone lalu limonin. Limonoate A-ring lakton merupakan garam dari asam limonoat A-ring lakton yang terdapat dalam jaringan buah jeruk, sedangkan dalam biji jeruk terdapat dalam bentuk limonoat dilakton atau limonin.
Limonin memiliki kelarutan yang terbatas dalam air, yaitu < 40 mg/l, Rasa pahit dengan konsentrasi tinggi terdapat pada bagian jeruk yang tidak dapat dimakan, seperti biji dan kulit. Konsentrasi limonin pada sari jeruk yaitu kurang dari 20 mg/l, namun pada konsentrasi 6 mg/l dapat menimbulkan rasa pahit dan menyebabkan sari jeruk tidak diterima konsumen. Sebaliknya, limonoid glukosida larut air, tidak berasa dan ditemukan dalam sari jeruk dengan konsentrasi sebesar 720 mg/l (Breksa dan Dagull, 2008).
Pengujian kandungan limonin dapat menggunakan analisis spektrofotometer yang dikembangkan oleh Vaks dan Lifshiftz (1981), Noomnorm dan Kasemsuksekul (1992) serta metode Abbasi et al. (2005) yang telah dimodifikasi oleh Setyadjit (2005). Metode ini menggunakan kloroform untuk menghilangkan senyawa polar pada bahan yang dianalisis serta menggunakan pereaksi Burham yang terdiri dari asam asetat glasial, asam perklorat dan 4-dimetilamino (benzaldehid) yang bereaksi dengan limonin menghasilkan warna kuning-orange sampai merah, kemudian diamati nilai absorbansinya pada panjang gelombang 503 nm. Masing-masing senyawa limonoid dibedakan dari komponen yang terikat pada cincin A dan D, sehingga diduga reagen Burham bereaksi secara spesifik dengan cincin A dan D dari limonin yang merupakan senyawa lakton. Semakin tinggi kandungan limonin, warna yang dihasilkan semakin mendekati warna merah dan nilai absorbansi semakin tinggi. Pada panjang gelombang 470-500 nm, warna yang diserap adalah biru-hijau dan warna yang tampak adalah merah. Hasil analisis ini dihitung dengan persamaan pada kurva standar yang sudah dibuat pada penelitian sebelumnya oleh Aghistni (2008).
2.2.2 Naringin
Pada jeruk, hampir 90% dari jenis yang ada memiliki senyawa-senyawa flavonoid dengan komponen utama yaitu naringin. Senyawa flavonoid pada jeruk banyak terdapat pada kulit ari. Naringin menimbulkan rasa lebih sepet hingga pahit. Limonoid dinyatakan sebagai modifikasi tripenes, yang mempunyai 4,4,8 trimethyl-17 furanyl steroid.
Naringin merupakan senyawa turunan naringenin yang bersifat larut dalam air dan terkandung didalam flavedo, albedo, membran segmen, dan juice sacs pada buah jeruk. Rasa pahit akibat naringin akan sangat terasa jika jumlah di dalam buah jeruk melampaui 700 ppm (Puri, 1990). Selama proses ekstraksi, naringin pada albedo dan segmen buah secara cepat akan masuk dan larut kedalam ekstrak jeruk, sehingga menyebabkan ekstrak jeruk menjadi pahit. Senyawa flavanone neohesperidoside (naringin) hanya terdapat pada beberapa jenis jeruk, sedangkan limonoid (limonin) terdapat pada hampir semua jenis jeruk. Buah jeruk yang mengandung naringin dalam jumlah yang tinggi (hingga 700 ppm) akan terasa pahit jika buah dikonsumsi segar. Berbeda dengan senyawa limonin. Rasa pahit pada jeruk diproses melalui proses ekstraksi dan pemanasan. senyawa limonin biasa disebut sebagai delayed bitterness
karena efek pahit dapat dirasakan ketika buah jeruk mengalami proses pengolahan. Senyawa prekursor limonin terkandung di dalam albedo, core, dan biji buah jeruk (Puri, 2000).
Naringin murni (C27H32O14) mempunyai bobot molekul 580.59 Dalton, titik lebur 171ºC,
tidak dapat larut dalam air tetapi larut dalam aseton, alkohol, dan asam asetat. Naringin dapat dideteksi dengan beberapa cara, namun yang biasa digunakan adalah metode Davis. Uji Davis
(5)
xix
ini mereaksikan naringin atau beberapa flavonoid dengan diethylene glycol dalam kondisi basa untuk membentuk chalcone yang menimbulkan warna kuning (Kimball, 1991).
Gambar 3. Struktur naringin (Braddock, 1981)
Kelarutan naringin dalam air meningkat sejalan dengan meningkatnya suhu, dari 500 mg/l pada 20ºC meningkat menjadi 1000 mg/l pada suhu 75ºC. Molekul naringin juga stabil pada suhu yang tinggi. Akibat dari kelarutannya, selama proses ekstraksi, pasteurisasi atau penyimpanan, dapat meningkatkan kepahitan pada sari buah. Kandungan naringin pada bahan baku sari buah menurun pada jeruk yang matang. Ambang batas sensorik untuk mendeteksi kepahitan yang disebabkan oleh naringin dalam air dilaporkan sekitar 20 mg/l (Braddock, 1981).
2.3. Siklodekstrin
Siklodekstrin merupakan salah satu jenis pati termodifikasi yang dihasilkan secara biokimiawi oleh enzim cyclodextrin glicosil transferase (CGTase). Siklodekstrin didefinisikan sebagai oligosakarida non reduksi berbentuk siklik yang terdiri dari 6–8 monomer glukosa yang dihubungkan oleh ikatan α-1,4 glikosidik. Berdasarkan monomer glukosa yang menyusunnya, siklodekstrin dibedakan menjadi α-siklodekstrin dengan 6 monomer glukosa, -siklodektrin dengan 7 monomer glukosa, dan -siklodekstrin dengan 8 monomer glukosa. Siklodekstrin merupakan turunan pati termodifikasi dengan pembuatannya pada pH 5.5-7.5 dimana pada pH tersebut merupakan kondisi yang baik untuk aktivitas CGtase dalam menghasilkan siklodekstrin (Lee et al., 1992).
Siklodekstrin mempunyai sifat yang khas dibandingkan pati termodifikasi lainnya, yaitu memiliki struktur molekul berbentuk torus siklik seperti kue donat. Menurut Tomasik (2004), siklodekstrin memiliki rongga bagian dalam yang bersifat hidrofobik dan permukaan luar bersifat hidrofilik. Kemampuan rongga siklodekstrin untuk menampung senyawa lain sangat tergantung pada ukuran “molekul tamu”. Jika ukuran “molekul tamu” cocok atau lebih kecil dari rongga siklodektrin maka molekul tersebut dapat tertampung sempurna. Tetapi jika “molekul tamu” lebih besar dari molekul siklodekstrin maka interaksi antara siklodekstrin dengan “molekul tamu” menjadi bersifat parsial dan bersifat lemah. Interaksi siklodekstrin dengan senyawa lain membentuk keseimbangan dinamik.
Siklodekstrin mempunyai kemampuan berinteraksi dengan bermacam-macam senyawa ionik dan molekular membentuk senyawa kompleks inklusi siklodekstrin. Oleh karena itu kemampuan yang dimiliki siklodekstrin dapat dimanfaatkan sebagai bahan penginklusi berbagai
(6)
xx
macam ingredient sehingga siklodekstrin dapat dimanfaatkan dalam berbagai jenis industri seperti industri pangan, farmasi, pertanian, kimia analisa dan lain-lain. Fungsi inklusi siklodekstrin antara lain untuk mengontrol pelepasan flavor, menutupi bau dan rasa yang tidak disukai, penstabil emulsi, meningkatkan kemampuan membentuk busa, mengontrol dan menutupi warna serta melindungi ingredient dari kerusakan karena oksidasi, reaksi yang diinduksi oleh cahaya dan dekomposisi oleh panas dan evaporasi (Pszezola, 1988). Interaksi pembentukan senyawa kompleks inklusi dapat bersifat parsial karena molekul senyawa lain yang berukuran lebih besar dari molekul siklodekstrin. Kemampuan siklodekstrin dalam membentuk kompleks inklusi dengan senyawa lain dapat dilihat pada Gambar 4.
Menurut Tomasik (2004), bahwa siklodekstrin sebagai emulsifier memiliki kemampuan untuk menyatukan dua jenis bahan yang tidak saling melarut karena molekulnya terdiri dari gugus hidrofilik dan hidrofobik sekaligus. Gugus hidrofilik mampu berikatan dengan air atau bahan lain yang bersifat polar, sedangkan gugus hidrofobik mampu berikatan dengan minyak atau bahan lain yang bersifat nonpolar. Siklodekstrin tersebut membentuk selaput tipis (film) disekeliling butiran-butiran fasa terdispersi (fasa internal/ fasa diskontinu/ fasa diam), dan bagian luarnya berikatan lagi dengan medium pendispersi (fasa eksternal/ fasa kontinu/ fasa gerak).
Karakteristik siklodekstrin yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1. Nilai dari parameter pengukuran siklodekstrin ini didapatkan dari penelitian sebelumnya.
Tabel 1. Karakteristik siklodekstrin
Uraian Nilai
Kadar Air (% b/b) 3.33-3.84
Kadar Gula Pereduksi (%) 44.24
Kelarutan (mg/ml) 9.18
(Erianti, 2004)
Nilai parameter dari siklodekstrin ini dapat berbeda-beda karena kondisi perlakuan dan bahan baku yang digunakan untuk membuat siklodekstrin tidak sama. Karakteristik siklodekstrin berpengaruh terhadap perlakuan yang diberikan untuk sari jeruk dalam proses pengurangan rasa pahit. Penelitian mengenai penghilangan rasa pahit pada sari jeruk disajikan pada Tabel 2. Gambar 4. Pembentukan kompleks inklusi pada molekul siklodekstrin (Szejtli, 1988)
(7)
xxi
Tabel 2. Penelitian tentang penurunan limonin
No Nama Peneliti
(tahun) Perlakuan Hasil Penelitian Keterangan
1 Konno et al. (1982)
Penambahan 0.5% siklodekstrin dan pengukuran berdasarkan NMR
siklodekstrin membentuk kompleks dengan senyawa limonin dan naringin.
Pengurangan rasa pahit sampai 50% dari konsentrasi limonin dan
naringin yang
dikandung oleh sari jeruk.
Penggunaan -siklodekstrin ini tergolong sangat mahal dan -siklodekstrin ini biasa digunakan sebagai bahan untuk campuran dalam bidang farmasi dan kosmetika. 2 Darwin Kadarisman, Sunarmani, dan Munti Arintawati (1992)
Absorbsi dengan selulosa asetat sebagai adsorban.
Pengurangan rasa pahit pada sampel sari buah jeruk Garut dengan taraf 5% pada konsentrasi selulosa asetat 0.52 g per 50 ml sari buah. Tidak ada pengaruh konsentrasi selulosa asetat terhadap PH, total padatan terlarut, total asam dan vitamin C.
Belum diketahui persentase
penurunan kadar
limonin dan
naringin.
3 Mishra dan Kar (2003)
Imobilisasi enzim naringinase
Penurunan kadar Naringin sebesar 71.2% sampai 72.2% pada waktu kontak 2 dan 3 jam.
Belum sampai pada pengurangan limonin.
4 Lani Kasigit (2006)
Penggunaan CMC (Carboxy Methyl Cellulose) dan enzim naringinase pada sari jeruk Siam.
Kombinasi enzim naringinase konsentrasi 1 g/l dengan waktu inkubasi 3 jam dan
CMC 0.3%
memberikan penurunan naringin sebesar 62.1%.
Belum mengujikan penelitian untuk menurunkan
konsentrasi limonin, memerlukan waktu inkubasi yang lama.
5
Stephane C. Fayoux, Ruben J. Hernandez, dan Robert V
Holland (2007)
Pengurangan rasa pahit pada sari jeruk navel dengan menggunakan
polymeric film
(film polimer) sebagai penyerap limonin.
Film polimer yng paling baik untuk pengurangan limonin adalah jenis PVC 2EHDPP dengan persentase pengurangan limonin sebanyak 80%.
Limonin terbuang dari jeruk.
(8)
xxii
6 Fatma Aghitsni (2008) Modelperpindahan massa pada mikrofiltrasi.
Penurunan limonin dan naringin pada sari jeruk Siam sebesar 92.54% untuk limonin dan 71.34% untuk naringin.
Sari buah jeruk dalam kondisi tidak dipasteurisasi, limonin dan naringin terbuang.
7 Dian Andriani (2008)
Proses lye peeling
dengan parameter konsentrasi larutan basa (NaOH), suhu dan waktu peeling.
Perlakuan lye peeling
terbaik pada jeruk Pontianak dengan konsentrasi NaOH 1%, suhu 60ºC selama 2 menit.
Belum diketahui persentasi penurunan konsentrasi limonin dan naringin secara kuantitatif.
8 Sukasih et al. (2008)
Hidolisis naringin dengan fitrat enzim
rhamnosidase yang dihasilkan dari isolat kapang
Aspergillus niger
Rha-ase-H.
Penurunan kadar naringin sebesar 40.97% pada larutan naringin konsentrasi 1000 µg/ml dengan waktu kontak 3 jam dengan unit enzim 0.082 unit enzim/mg.
Kemampuan hidrolisis yang masih rendah dibandingkan dengan enzim naringinase
komersial karena suhu dan waktu kontak yang belum optimal, belum diteliti mengenai limonin.
Penelitian-penelitian sebelumnya untuk pengurangan rasa pahit sari jeruk pada Tabel 2 memperlihatkan bahwa masih terdapat beberapa kendala yang menyebabkan penurunan kandungan nutrisi pada sari jeruk secara signifikan. Perlakuan seperti mikrofiltrasi dan penyerapan dengan polimer menghasilkan sari jeruk dengan pengurangan konsentrasi limonin yang signifikan tetapi menyebabkan penampakan sari jeruk menjadi lebih jernih dan kurang menarik bagi konsumen. Kelebihan penelitian tersebut yaitu mikrofiltrasi dapat menyaring mikroba. Penggunaan enzim naringinase dan CMC cukup baik digunakan untuk mengurangi naringin namun belum diujikan pada limonin. Pada penelitian Kadarisman et al. (1992), penggunaan selulosa asetat untuk adsorbsi limonin dan naringin dilakukan dengan melakukan pendekatan fisika dan kimia seperti pengukuran kadar air, viskositas, total padatan terlarut, total asam, total gula, total vitamin C, pH dan uji organoleptik, namun kadar naringin dan limonin belum dinyatakan secara kuantitatif sehingga belum diketahui jumlah persentase penurunan limonin dan naringin.
Penggunaan siklodekstrin ini diharapkan mampu mengurangi rasa pahit pada sari jeruk dengan tidak menghilangkan konsentrasi limonin dan naringin yang terkandung dalam sari jeruk tetapi hanya sebagai penginklusi yang dapat menyelubungi senyawa limonin dan naringin. Penggunaan siklodekstrin pada penelitian ini tidak spesifik dengan memakai jenis α, dan siklodekstrin karena diharapkan semua yang terkandung dalam siklodekstrin ini dapat bekerja maksimal dalam menginklusi senyawa naringin dan limonin. Kandungan senyawa naringin dan limonin hasil inklusi siklodekstrin dalam sari jeruk diharapkan tetap mempertahankan nutrisi dalam sari jeruk sebagai antioksidan yang bermanfaat bagi kesehatan tubuh.
(9)
xxiii
2.4. Selulosa Asetat
Selulosa asetat merupakan turunan selulosa pada serat dari pulp kayu. Selulosa asetat ini diproduksi dari gabungan tahapan methanol, karbonmonoksida dan selulosa dengan menggunakan asam anhidrid sebagai langkah awal karbonilasi metil asetat yang selanjutnya digunakan untuk asetilasi selulosa menjadi selulosa asetat (Wan, 1980).
Sifat selulosa asetat antara lain porus atau mudah menyerap, partikel berbentuk bola, memiliki derajat asetilasi 49 hingga 60%, diameter partikel 0.05 hingga 10 mm, volume pori 0.4 ml/g atau lebih besar. Selulosa asetat dikenal mempunyai kemampuan mencetak dan melarut dalam pelarut organik seperti aseton, asam asetat dan etil asetat. Oleh sebab itu, selulosa asetat sering digunakan dalam bentuk chips, serpihan, bubuk, serat, film atau bentuk-bentuk lainnya. Selulosa asetat bersifat mudah ditembus, memiliki kemampuan celup, sentuh dan kekuatan tumbukan. Sifat dari bahan tersebut yaitu memiliki kemampuan mengadsorb, menyimpan cairan dan kemudahan untuk mengering pada permukaannya. Bentuk partikel yang bulat memiliki kemudahan dalam mengalirkan fluida, sebagai adsorban, dan kemampuan bergabung dengan larutan pada tangki pengadukan (Ohtake, 1985).
Semakin banyak selulosa asetat yang ditambahkan, maka rasa pahit pada sari jeruk semakin tidak terasa oleh panelis (Johnson dan Chandler, 1988). Selulosa asetat tidak berpengaruh banyak terhadap total padatan yang terlarut, keasaman, atau kandungan asam askorbat pada jus (Johnson, 1982), tetapi menyerap banyak komponen seperti hesperidin, kandungan flavor, sterol, dan flavonoid nonfenolik yang terkandung dalam butiran selulosa asetat.
2.5. Uji Perbandingan Jamak
Uji pembanding jamak atau uji baku jamak (multiple standard) merupakan salah satu uji pembedaan yang menggunakan contoh baku sebanyak tiga atau lebih. Uji ini digunakan untuk membandingkan berbagai mutu makanan dan minuman agar diperoleh perbedaan sampel yang diuji dengan suatu pembanding yang telah ditetapkan sebagai acuan untuk uji. Panelis dalam uji pembanding jamak umumnya panelis tidak terlatih atau agak terlatih. Kategori panelis yang digunakan untuk uji umumnya panelis tidak terlatih, agak terlatih dan terlatih. Parameter yang diuji adalah rasa, aroma, warna, kekentalan, kerenyahan dan sebagainya. Penilaian dapat menggunakan kata-kata pembanding seperti sangat lebih baik, lebih baik, agak lebih baik, sama baik, sangat kurang baik, kurang baik dan sebagainya.
(10)
xxiv
III.
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 BAHAN DAN ALAT
3.1.1 Bahan
Bahan utama yang digunakan jeruk Siam yang dibeli dari pasar Ciampea, Bogor. Bahan penelitian lain yang diperlukan NaOH 0,1 N, aquades, benzaldehide, asam asetat glacial, asam perklorat, larutan phenolphthalein, larutan yod 0.01 N, diethylene glycol, siklodekstrin dari pati garut dan selulosa asetat, sari jeruk standar komersil (PT. Amanah Prima Indonesia, Tangerang).
3.1.2 Alat
Peralatan yang digunakan adalah penangas air, shaker, pisau stainless steel, perasan jeruk atau juice extractor, saringan 10 mesh, alat-alat gelas, timbangan, sentrifus, botol jar, dan baskom. Alat analisa berupa refraktometer, seperangkat alat titrasi, oven, pH-meter, viscosimeter Brookfield spindle no. 1, sudip, cawan porselen, cawan alumunium, tanur, labu ukur 250 ml, thermometer, desikator, tabung reaksi, labu erlenmeyer, sentrifus model J2-21 merek Beckman, spektrofotometer UV 6500 merek Kruss.
3.2
METODE PENELITIAN
3.2.1
Karakterisasi Sifat Fisik dan Kimia Jeruk Siam tanpa
Penambahan Siklodekstrin
Penelitian ini diawali dengan karakterisasi sifat fisik dari jeruk Siam dengan mengukur bobot bagian-bagian jeruk Siam, kadar air dan kadar abu. Jeruk Siam ini dibuat sari jeruk segar untuk analisa awal dan persiapan perlakuan. Diagram alir pembuatan jeruk segar disajikan pada Gambar 5. Sari jeruk Siam segar hasil perasan diukur dianalisa berupa kadar vitamin C, viskositas dan total padatan terlarut (ºBrix), kandungan limonin dan naringin. Prosedur analisa sari jeruk disajikan pada Lampiran 1. Perhitungan kandungan limonin dan naringin sari jeruk berdasarkan persamaan kurva standar. Kurva standar tidak dibuat dalam penelitian ini, namun menggunakan kurva standar yang telah dibuat pada penelitian sebelumnya oleh Fatma Aghistni (2008).
3.2.2
Penambahan Siklodekstrin pada Sari Jeruk Siam
Penambahan siklodekstrin dilakukan dalam tiga konsentrasi yaitu 0.1, 0.3, dan 0.5% (b/v) dari jumlah sari jeruk yang digunakan. Suhu yang digunakan untuk pencampuran siklodekstrin yaitu suhu 27, 60 dan 80ºC. Pada suhu pencampuran 27ºC, siklodekstrin dicampurkan dalam sari jeruk segar dan diaduk selama 5 menit kemudian dilakukan
(11)
xxv
pasteurisasi selama 10 menit pada suhu 80ºC. Setelah itu dilakukan analisa sari jeruk hasil penambahan siklodekstrin ini. Diagram alir perlakuan dengan penambahan siklodekstrin suhu 27ºC disajikan pada Gambar 6.
Penambahan siklodekstrin pada sari jeruk Siam dengan suhu pencampuran 60ºC dilakukan setelah sari jeruk mengalami pasteurisasi pada suhu pasteurisasi 80ºC. Perlakuan siklodekstrin pada suhu pencampuran 80ºC dilakukan bersamaan tercapainya suhu pasteurisasi. Pencampuran dengan cara pengadukan dilakukan ±5 menit. Masing-masing total perlakuan dengan siklodekstrin sebanyak ±15 menit. Setelah perlakuan siklodekstrin selesai, maka dilakukan analisis mutu sari jeruk. Diagram alir perlakuan sari jeruk dengan siklodekstrin ini disajikan pada Gambar 7 dan 8 .
3.2.3 Perlakuan dengan Selulosa Asetat
Selulosa asetat ditambahkan tiga konsentrasi yaitu dalam tiga konsentrasi yaitu 0.2, 0.4, 0.6% (b/v) dan suhu pencampuran pada suhu kamar. Sebelum dilakukan penambahan selulosa asetat ke dalam sari jeruk, terlebih dahulu dilakukan sentrifugasi pada sari jeruk yang telah dipasteurisasi. Sari jeruk hasil sentrifugasi kemudian dicampurkan dengan selulosa asetat dengan konsentrasi 0.2, 0.4, 0.6% (b/v). Pencampuran dilakukan dengan pengadukan menggunakan magnetic stirrer selama 45 menit pada putaran 200 rpm pada suhu kamar. Setelah itu dilakukan penyaringan dengan kain penyaring untuk memisahkan antara selulosa asetat dan sari buah. Sari buah hasil penyaringan dicampurkan kembali dengan endapan sari buah hasil sentrifugasi dengan magnetic stirrer selama 10 menit.setelah itu dilakukan analisa sari jeruk setelah perlakuan selulosa asetat.
3.3 ANALISIS
Analisis sari jeruk hasil perlakuan dengan siklodekstrin dan selulosa asetat diatas mencakup total padatan terlarut (ºBrix), derajat keasaman (pH), kadar vitamin C, kandungan asam (total asam tertitrasi), viskositas (cP), uji limonin dan naringin. Prosedur analisis sari jeruk tersebut disajikan pada Lampiran 1. Selain itu, sari jeruk diuji secara organoleptik dengan uji perbandingan jamak diantaranya tingkat kepahitan rasa sari jeruk, aroma, warna dan kekentalan pada masing-masing sari jeruk hasil perlakuan dengan 30 orang panelis tak terlatih, 3 sampel sari jeruk perlakuan siklodekstrin dengan sampel pembanding komersil. Pengolahan data uji organoleptik secara statistik dengan metode Duncan (Lampiran 9).
(12)
xxvi
Gambar 5. Diagram alir pembuatan sari jeruk
(13)
xxvii
Gambar 8. Diagram alir perlakuan sari jeruk Siam dengan selulosa asetat Gambar 7. Diagram alir perlakuan dengan siklodekstrin suhu 60ºC dan 80ºC
Sari jeruk segar
Pencampuran suhu 60ºC dan
80ºC, t=5 menit
Siklodekstrin
(konsentrasi 0.1, 0.3 dan
0.5 % )
Sari jeruk
Analisis
Pasteurisasi, suhu 80ºC,
t= 10 menit
(14)
xxviii
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Karakteristik Sifat Fisik dan Kimia Jeruk dan Sari Jeruk Siam tanpa
Penambahan Siklodekstrin dan Selulosa Asetat
Karakteristik jeruk Siam dilakukan dengan pengukuran bobot bagian-bagian buah, uji kadar air (% b/b), kadar abu (% b/b), total padatan terlarut (ºBrix), kadar vitamin C (mg/100 ml bahan), total asam tertitrasi (% asam sitrat), viskositas (cP), konsentrasi limonin (µg/ml) dan naringin (µg/ml). Hasil ekstraksi jeruk didapatkan bobot masing-masing bagian jeruk. Pengukuran bobot bagian jeruk Siam disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Bobot bagian-bagian buah jeruk Siam
Bagian Buah Jeruk Siam Persentase (% b/b)
Kulit 20.78
Pulp 26.79
Biji 4.6
Sari buah 41.09
Loss 6.74
Total 100.00
Bobot yang hilang atau loss yang terjadi saat proses ekstraksi sari jeruk akibat proses pemerasan jeruk yang belum sempurna dan tercecernya sari jeruk. Kehilangan bobot ini juga terjadi akibat menempelnya pulp dan sari buah di alat perasan jeruk serta adanya proses penyaringan untuk menghilangkan bagian serat kasar jeruk.
Menurut Aghistni (2008), persentase bobot bagian-bagian buah meliputi kulit 16.11%, pulp 29.89%, biji 2.74%, sari buah 42.99% dan loss yang terjadi sebesar 8.27%. Pada penelitian ini, buah jeruk yang digunakan memiliki bobot kulit, pulp dan biji yang lebih besar dibandingkan dengan bobot bagian buah pada literatur, namun bobot sari buah dan loss yang dihasilkan lebih kecil. Hal ini dapat disebabkan oleh pengaruh kondisi iklim dan waktu pemanenan yang berbeda sehingga terdapat perbedaan kondisi buah jeruk. Selain itu, proses ekstraksi pada sari jeruk juga berpengaruh. Penyaringan dengan ukuran mesh yang berbeda akibat dari perbedaan alat juga mempengaruhi bobot sari jeruk yang dihasilkan. Perbedaan yang terjadi tidak terlalu signifikan sehingga varietas buah ini diduga masih tergolong sama.
Karakteristik sari jeruk juga dilakukan pada sari jeruk pasteurisasi tanpa perlakuan. Pengujian yang dilakukan antara lain Hasil analisis karakteristik sari jeruk pasteurisasi sebelum perlakuan tercantum pada Tabel 4.
(15)
xxix
Tabel 4. Karakteristik sari jeruk Siam segar (sebelum pasteurisasi) dan pasteurisasi tanpa perlakuan
Nilai total padatan terlarut dan viskositas tidak terdapat perbedaan sebelum dan sesudah pasteurisasi (Tabel 4), sehingga pasteurisasi tidak berpengaruh pada total padatan terlarut dan viskositas. Hal ini dapat disebabkan oleh air pada sari jeruk tidak mengalami penguapan yang banyak pada kondisi pasteurisasi sehingga tidak terjadi peningkatan jumlah total padatan terhadap pelarutnya. Semakin meningkatnya total padatan terlarut maka dapat meningkatkan viskositas sari jeruk. Derajat keasaman atau pH sari jeruk Siam segar sebesar 4.6 dengan kandungan total padatan terlarut 9ºBrix.
Kenaikan pH sari jeruk pasteurisasi dapat diduga disebabkan oleh asam-asam lain yang terkandung dalam sari jeruk yang belum terukur secara sempurna pada saat dilakukan pengujian akibat pengaruh kondisi yang berbeda. Pemanasan sari buah menyebabkan asam-asam sari jeruk kurang stabil. Seharusnya pH sari jeruk menurun sebanding dengan kenaikan total asam.
Menurut Thorne (1989), kestabilan asam askorbat terhadap oksidasi dipengaruhi oleh nilai pH. Kestabilan asam askorbat akan meningkat seiring dengan menurunnya nilai pH. Asam askorbat dalam pH rendah akan lebih lambat teroksidasi daripada dalam pH yang tinggi. Hasil analisis menunjukkan persen penurunan kadar vitamin C sari jeruk segar terhadap sari jeruk pasteurisasi sebesar 42.86%. Hal ini menunjukkan bahwa kadar vitamin C menurun akibat teroksidasinya asam askorbat selama pasteurisasi.
Kadar vitamin C pada sari jeruk Siam cukup tinggi. Hal ini menunjukkan pada jeruk Siam memiliki kandungan asam askorbat yang tinggi. Kandungan vitamin C dapat dipengaruhi oleh lingkungan luar. Menurut Thorne (1989), asam askorbat merupakan penyusun vitamin C dan sangat sensitif terhadap pengaruh-pengaruh luar seperti suhu, konsentrasi gula, garam, pH, oksigen, enzim, katalisator logam, dan rasio antara asam askorbat dengan dehidroaskorbat.
Total asam tertitrasi yang didapatkan dari jeruk Siam sebesar 5.25 % asam sitrat. Asam ini menunjukkan banyaknya senyawa asam yang dikandung oleh suatu bahan yang mempengaruhi rasa dan aroma. Asam yang dihasilkan merupakan aktivitas dari mikroorganisme seiring dengan tingkat kematangan jeruk Siam. Tingginya total asam ini dipengaruhi oleh kematangan buah jeruk yang belum maksimal dikarenakan pemilihan jeruk Siam untuk sari jeruk ini berkisar 40-60% semburat kekuningan pada kulit jeruk. Jeruk Siam semakin berwarna kuning seiring dengan meningkatnya kematangan jeruk. Kenaikan total asam setelah pasteurisasi dikarenakan penguapan air pada sari jeruk saat pemanasan, sehingga asam-asam organik dalam sari jeruk meningkat seiring dengan penurunan kadar air.
Peningkatan konsentrasi naringin ini terjadi karena adanya proses pasteurisasi namun kenaikan ini tidak sebesar kenaikan konsentrasi limonin. Naringin bersifat larut dalam air dan
Uraian Nilai
Segar Pasteurisasi
Total padatan terlarut(ºBrix) 9 9
pH 4.6 4.75
Kadar vitamin C (mg/100 ml bahan) 154 88
Total asam tertitrasi (% asam sitrat) 5.25 5.57
Viskositas (cP) 8 8
Konsentrasi limonin (µg/ml) 26.96 51.74
Konsentrasi naringin (µg/ml) 230.2 268.2
Kadar air ((% bb) 92.07 91.57
(16)
xxx
lebih stabil pada suhu yang tinggi. Penguapan air yang terjadi saat pasteurisasi menyebabkan naringin lebih pekat dalam sari jeruk, sehingga konsentrasi naringin meningkat.
Pasteurisasi berpengaruh pada kenaikan konsentrasi limonin dan naringin. Peningkatan konsentrasi limonin yang terjadi sebesar 91.91% dan naringin sebesar 16.5%. Konsentrasi limonin meningkat akibat dari esterifikasi senyawa prekursor limonoate A-ring lactone yang tidak pahit menjadi senyawa limonin akibat peningkatan suhu sari jeruk sehingga sari jeruk yang dihasilkan menjadi sangat pahit. Peningkatan konsentrasi naringin disebabkan oleh rusaknya jaringan sari buah selama pemerasan dan pemanasan yang semakin melarutkan senyawa naringin, karena sifat naringin yang mudah larut di dalam air.
Kadar air dari jeruk segar pada penelitian ini cukup tinggi yaitu 92.07%. Kadar air semakin meningkat dengan meningkatnya kematangan pada buah. Menurut Kagawa (1983) dalam Mitra (1997), jeruk Tangerine mengandung kadar air sebanyak 86.8%, kandungan asam-asam sebanyak 11 gram/100 gram, karoten 90 µg/100 gram, dan vitamin C γ9 mg/100 gram. Jeruk Siam termasuk dalam golongan jeruk Tangerine. Kadar air pada jeruk Siam lebih tinggi dari kadar air jeruk Siam standar berdasarkan literatur. Persentase kadar air ini cukup tinggi karena buah jeruk yang dipilih dalam tingkat kematangan yang cukup optimum yaitu dengan semburat warna kekuningan 40-60%. Kadar air menurun seiring dengan kematangan buah yang mendekati kebusukan. Kandungan air yang tinggi menyebabkan sari jeruk tidak terlalu pekat dan memiliki tingkat keasaman yang kurang. Pada sari jeruk setelah pasteurisasi kadar air menurun akibat penguapan air dalam sari jeruk. Penguapan air ini meningkatkan rasio bobot padatan terhadap kandungan air didalam sari jeruk. Hal ini menyebabkan kadar abu meningkat setelah dilakukan pasteurisasi terhadap sari jeruk.
Kondisi buah sangat mempengaruhi kandungan limonin dan naringin pada jeruk Siam. Kedua senyawa ini terdapat dalam bagian buah seperti flavedo, albedo dan core. Selain itu, kandungan limonin dan naringin juga dipengaruhi oleh kematangan buah, cara ekstraksi, dan pemanasan. Pada Gambar 9 memperlihatkan jeruk Siam yang digunakan pada penelitian dan susunan bagian jeruk Siam.
Gambar 9. (a) Buah jeruk Siam dan (b) penampang jeruk (Ting dan Attaway,1971)
Hasil pengamatan memperlihatkan jeruk memiliki tingkat kematangan yang belum maksimal (Gambar 9). Rata-rata buah berwarna hijau kekuningan. Jeruk Siam yang digunakan memiliki susunan core yang kompak, daging buah yang meliputi segmen dan lamella karena kematangannya belum maksimal. Oleh karena itu jeruk Siam ini lebih mudah untuk diperas.
(17)
xxxi
4.2
Karakteristik Sifat Fisik dan Kimia Jeruk Siam dengan Penambahan
Siklodekstrin dan Selulosa Asetat
4.2.1
Total Padatan Terlarut
Total padatan terlarut pada sari buah diukur dengan refraktometer dan dinyatakan dalam satuan derajat Brix. Derajat Brix merupakan jumlah gram total padatan per 100 g jus dan ditentukan dengan Brix hydrometer atau refraktometer pada suhu yang tepat (Scott and Veldhuis, 1961). Total padatan terlarut yang terkandung dalam suatu produk mempengaruhi sifat fisik dan kimia produk diantaranya titik beku, titik didih, viskositas dan kelarutan. Total padatan terlarut (ºBrix) pada berbagai penambahan siklodekstrin dan suhu pencampuran dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Total padatan terlarut (ºBrix) pada berbagai penambahan siklodekstrin (CD) dan suhu pencampuran
Keterangan: CD = Siklodekstrin
Hasil pengujian total padatan terlarut pada Tabel 6, menunjukkan bahwa total padatan terlarut pada suhu pencampuran 27 dan 60ºC tetap. Penambahan siklodekstrin pada suhu tersebut belum menunjukkan pemekatan komponen sari jeruk dengan siklodekstrin akibat pemanasan, sehingga total padatan masih tetap. Pada suhu 80ºC yaitu suhu sesaat setelah pasteurisasi meningkatkan nilai total padatan terlarut. Total padatan terlarut meningkat akibat proses pasteurisasi yang dapat menguapkan sebagian kandungan air pada sari jeruk. Penguapan air ini meningkatkan komponen padatan akibat berkurangnya kandungan air dalam sari jeruk.
Gambar 10 memperlihatkan pengaruh konsentrasi siklodekstrin dan selulosa asetat pada total padatan terlarut. Penambahan konsentrasi siklodekstrin dapat meningkatkan total padatan terlarut atau derajat Brix. Peningkatan ini disebabkan oleh kelarutan siklodekstrin pada sari jeruk saat proses pencampuran dengan bantuan pasteurisasi. Siklodekstrin mempunyai kelarutan dalam air pada bagian α, dan siklodekstrin masing-masing sebesar 14.5, 1.8 dan 23.2 g/100 ml pada
9 10 11 11
0 5 10 15
0 0,1 0,3 0,5
T o ta l P a d a ta n T e rl a ru t ( 0B ri x )
Siklodekstrin (% b/ v)
9 9 9 9
0 5 10
0 0,2 0,4 0,6
T o ta l P a d ta n T e rl a ru t ( 0B ri x )
Selulosa Aset at (% b/ v)
Suhu (ºC) CD (% b/v) Total padatan terlarut (ºBrix)
0.1 0.3 0.5
27 10 10 10
60 10 10 10
80 10.5 11 11
Gambar 10. Total padatan terlarut pada penambahan berbagai konsentrasi siklodekstrin dan selulosa asetat
(18)
xxxii
suhu ruang (Madsen, 2000). Semakin banyak padatan yang dapat terlarut dalam sari buah maka semakin banyak peningkatan total padatan terlarut. Peningkatan ini juga disebabkan oleh kandungan gula pereduksi yang terdapat dalam siklodekstrin dan penambahan siklodekstrin berupa padatan.
Pada perlakuan dengan penambahan selulosa asetat dihasilkan total padatan sari jeruk pada selulosa asetat yang tetap sebanyak 9ºBrix. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan dengan menggunakan selulosa asetat menyebabkan nilai total padatan terlarut yang kecil. Hal ini disebabkan oleh proses sentrifugasi sebelum pencampuran selulosa asetat. Sentrifugasi dilakukan untuk memisahkan antara sari jeruk dengan endapan. Pemisahan tersebut menyebabkan sebagian komponen pada sari buah ikut tersaring sehingga kehilangan sari buah akan mengurangi total padatan terlarut.
4.2.2
Derajat Keasaman (pH)
Nilai pH atau derajat keasaman berhubungan dengan kandungan asam yang terdapat dalam sari buah. Semakin banyak asam yang terkandung dalam sari buah maka pH semakin rendah. Keasaman produk sari jeruk ini disebabkan adanya kandungan asam sitrat dan asam malat dalam sari jeruk Siam. Hasil uji pH pada berbagai suhu dan konsentrasi dengan penambahan siklodekstrin dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Derajat keasaman (pH) pada penambahan berbagai siklodekstrin dan suhu pencampuran Suhu (ºC) CD (% b/v) Derajat keasaman (pH)
0.1 0.3 0.5
27 4.69 4.81 3.87
60 4.68 4.72 3.89
80 4.68 4.85 4.29
Keterangan: CD = Siklodekstrin
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai pH cenderung naik pada konsentrasi 0.3% dan turun pada konsentrasi 0.5%. Kenaikan pH pada konsentrasi 0.3% ini diduga sari jeruk yang ditambahkan siklodekstrin ini masih mempunyai kandungan air yang tinggi setelah pasteurisasi karena pengaruh kondisi lingkungan sekitar dibandingkan sari jeruk perlakuan lain, sehingga total asam yang terdapat dalam sari jeruk lebih rendah. Nilai pH pada konsentrasi siklodekstrin 0.5% mempunyai kecenderungan turun diduga pasteurisasi yang dilakukan lebih menurunkan kandungan air dan siklodekstrin dapat menginklusi asam-asam organik lebih banyak karena konsentrasi yang diberikan lebih tinggi. Perlakuan dengan siklodekstrin lebih dipengaruhi oleh konsentrasi siklodekstrin yang gunakan. Perubahan pH juga terlihat pada perlakuan dengan selulosa asetat. Perubahan pH sari jeruk dengan penambahan konsentrasi siklodekstrin dan selulosa asetat disajikan pada Gambar 11.
(19)
xxxiii
Pada Gambar 11 memperlihatkan bahwa secara umum penambahan siklodekstrin dapat mempertahankan nilai pH sehingga tidak menurun terlalu rendah. Kemampuan siklodekstrin untuk membentuk inklusi dengan senyawa organik menyebabkan asam-asam yang mempengaruhi pH dapat dipertahankan dengan baik dalam rongga siklodekstrin. Interaksi antara siklodekstrin dengan senyawa organik dapat terjadi karena perbedaan ukuran molekul yang menyebabkan senyawa organik terikat pada rongga siklodekstrin. Selain itu disebabkan oleh pasteurisasi yang mempengaruhi total asam dalam sari jeruk lebih pekat.
Penurunan pH terjadi dengan meningkatnya konsentrasi selulosa asetat yang ditambahkan. Persentase penurunan pH sari jeruk terhadap sari buah pasteurisasi tanpa penambahan apapun sebesar 8.42% pada konsentrasi selulosa asetat 0.2%, sebesar 10.10% penurunan pada konsentrasi asetat 0.4% dan penurunan pH sebesar 11.16% pada konsentrasi selulosa asetat 0.6%.
Nilai pH dengan perlakuan selulosa asetat ini lebih kecil dibandingkan nilai yang diberi perlakuan siklodekstrin dikarenakan selulosa asetat mempunyai sifat yang asam dan dapat melepaskan asamnya ketika ditambahkan dalam sari jeruk.Pada siklodekstrin pH yang didapat tidak sekecil pada pH dengan penambahan selulosa asetat dikarenakan sifat dari siklodekstrin tidak asam seperti selulosa asetat.
4.2.3
Kadar Vitamin C
Kadar vitamin C merupakan suatu ukuran untuk mengetahui banyaknya asam askorbat yang terkandung dalam sari buah. Vitamin C sari jeruk diukur setelah proses pasteurisasi sehingga ada perubahan dengan konsentrasi vitamin C sebelum pasteurisasi pada sari jeruk Siam. Hasil analisis konsentrasi vitamin C pada berbagai penambahan konsentrasi siklodekstrin disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Kadar vitamin C pada berbagai penambahan konsentrasi siklodekstrin dan suhu pencampuran
Suhu (ºC) CD (% b/v) Kadar vitamin C (mg/100 ml bahan)
0.1 0.3 0.5
27 88 88 110
60 88 88 110
80 88 88 88
Keterangan: CD = Siklodekstrin
4,75 4.69 4,85
4,29
2 3 4 5
0 0,1 0,3 0,5
pH
Siklodekstrin (% b/ v)
4,75
4,35 4,27 4,22
3 3,5 4 4,5 5
0 0,2 0,4 0,6
pH
Selulosa Asetat (% b/ v)
Gambar 11. Derajat keasaman (pH) sari jeruk pada penambahan berbagai konsentrasi siklodekstrin dan selulosa asetat
(20)
xxxiv
Secara umum suhu pencampuran siklodekstrin rata-rata memberikan nilai kadar vitamin C yang tetap. Pengaruh kadar vitamin C lebih didominasi oleh konsentrasi penambahan siklodekstrin. Pada penelitian ini, kadar vitamin yang dibahas secara umum merupakan hasil uji yang terbaik. Kadar vitamin yang diperoleh dengan penambahan siklodekstrin dibandingkan dengan kadar vitamin C yang diperoleh dari uji pada perlakuan sari jeruk dengan selulosa asetat. Hasil uji kadar vitamin C pada kedua perlakuan dapat dilihat pada Gambar 12.
Pada histogram hubungan kadar vitamin C dengan penambahan berbagai konsentrasi siklodekstrin dan selulosa asetat menunjukkan bahwa kadar vitamin C cenderung tetap dengan adanya penambahan siklodektrin. Pada konsentrasi siklodekstrin 0.5% kenaikan kadar vitamin C yang semula menurun akibat oksidasi saat pasteurisasi meningkat menjadi 110 mg/100 ml bahan. Hal ini disebabkan asam askorbat tidak banyak teroksidasi karena penambahan siklodekstrin dilakukan sesaat setelah suhu pasteurisasi sehingga asam dapat langsung diikat oleh siklodekstrin. dibandingkan dengan perlakuan tanpa penambahan siklodekstrin, saat pasteurisasi dilakukan asam askorbat dalam kondisi tidak diinklusi oleh siklodekstrin. Pada konsentrasi 0.1 dan 0.3 juga menunjukkan kadar vitamin C yang tetap. Inklusi siklodekstrin dengan asam askorbat diduga memerlukan konsentrasi siklodekstrin yang cukup besar.
Pada penambahan selulosa asetat juga terdapat peningkatan kadar vitamin C pada konsentrasi 0.2% yang dapat diakibatkan oleh masih terjaganya asam askorbat yang terkandung dari sari jeruk pada kondisi setelah perlakuan sebelum dianalisa. Namun secara umum selulosa asetat ini tidak memberikan pengaruh pada kadar vitamin C sari jeruk.
Menurut Pszezola (1988), fungsi inklusi siklodekstrin antara lain untuk mengontrol pelepasan flavor, menutupi bau dan rasa yang tidak disukai, penstabil emulsi, meningkatkan kemampuan membentuk busa, mengontrol dan menutupi warna serta melindungi ingredient
dari kerusakan karena oksidasi, reaksi yang diinduksi oleh cahaya dan dekomposisi oleh panas dan evaporasi. Salah satu fungsi yang ditunjukkan oleh siklodekstrin dalam penelitian ini adalah kemampuannya untuk melindungi sari buah dari teroksidasinya kadar vitamin C yang berlebihan pada konsentrasi yang tepat.
88 88 88
110
0 50 100 150
0 0,1 0,3 0,5
K a d a r V it a m in C (m g / 1 0 0 m l)
Siklodekstrin (% b/ v)
88 110 88 88 0 50 100 150
0 0,2 0,4 0,6
K a d a r V it a m in C (m g / 1 0 0 m l)
Selulosa Asetat (% b/ v)
Gambar 12. Kadar vitamin C pada penambahan berbagai konsentrasi siklodekstrin dan selulosa asetat
(21)
xxxv
4.2.4
Kandungan Total Asam
Besarnya total asam dinyatakan dalam persen asam sitrat. Total asam dapat mempengaruhi pH dan rasa. Tingginya total asam dapat menurunkan pH dan memberikan rasa masam. Penambahan siklodekstrin pada sari jeruk dilakukan pada berbagai suhu dan konsentrasi untuk memilih parameter pada sari jeruk diantara kedua parameter tersebut.
Tabel 8. Kandungan total asam pada berbagai penambahan konsentrasi siklodekstrin dan suhu pencampuran
Suhu (ºC) CD (% b/v) Total asam (% asam sitrat)
0.1 0.3 0.5
27 7.17 5.89 7.16
60 7.42 5.95 4.16
80 7.68 6.21 7.68
Keterangan: CD = Siklodekstrin
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai total asam yang diperoleh tidak menunjukkan kecenderungan data yang naik ataupun turun pada berbagai suhu yang digunakan (Tabel 8). Selain itu, ketiga perlakuan suhu pencampuran tersebut sama-sama berakhir pada suhu pasteurisasi sehingga kandungan total asam lebih dipengaruhi oleh jumlah konsentrasi siklodekstrin yang terlarut dalam sari jeruk dan interaksinya dengan asam-asam sari jeruk. Pada pembahasan ini, nilai total asam yang digunakan untuk perlakuan siklodekstrin merupakan nilai rata-rata dari ketiga perlakuan suhu pencampuran tersebut. Hubungan kandungan total asam dengan berbagai konsentrasi siklodekstrin dan selulosa asetat disajikan pada Gambar 13.
Secara umum, kandungan total asam sari jeruk dengan penambahan siklodekstrin cenderung meningkat dari nilai total asam sari jeruk 0% penambahan siklodekstrin (Gambar 13). Kenaikan yang tertinggi sebesar 24.93% terhadap penggunaan siklodekstrin dengan konsentrasi 0.1%. Kenaikan total asam ini mengindikasikan adanya kemampuan siklodekstrin untuk menginklusi senyawa-senyawa organik, sehingga asam-asam tidak banyak hilang dalam sari jeruk. Kecenderungan menurunnya total asam ditentukan oleh beberapa faktor. Menurut Nelson (1980), keasaman sari jeruk ditentukan oleh nilai pH dan konsentrasi dari asam sitrat serta malat. Semakin banyak asam-asam yang terkandung dalam sari jeruk maka nilai total asamnya semakin tinggi.
5,57 7,42 6,61 6,33 0 2 4 6 8
0 0,1 0,3 0,5
T o ta l A sa m ( g / 1 0 0 g )
Siklodekstrin (% b/ v)
5,57
2,3 2,37 2,37
0 2 4 6
0 0,2 0,4 0,6
T o ta l A sa m ( g / 1 0 0 g )
Selulosa Asetat (% b/ v)
Gambar 13. Kandungan total asam pada penambahan berbagai konsentrasi siklodekstrin dan selulosa asetat
(22)
xxxvi
Pada penelitian ini, nilai total asam dipengaruhi oleh konsentrasi siklodekstrin. Siklodekstrin sebagai senyawa yang memiliki gugus hidrofobik yang polar mampu berinklusi dengan senyawa-senyawa organik. Asam-asam lain yang terkandung dalam sari jeruk mampu diserap oleh molekul siklodekstrin sehingga tidak terjadi tingkat oksidasi asam yang tinggi. Jumlah total asam yang diserap tergantung dari perlakuan saat pasteurisasi dan kondisi saat berinteraksi dengan molekul siklodekstrin. Jumlah total asam yang meningkat juga dapat dipengaruhi oleh menurunnya volume bahan saat pasteurisasi. Namun hal ini tidak sama kondisinya pada perlakuan dengan menggunakan selulosa asetat. Penggunaan selulosa asetat menyebabkan pH sari jeruk menurun cukup banyak. Hal ini seperti dalam pengaruhnya terhadap kadar vitamin C bahwa selulosa asetat dapat mengadsorb sejumlah asam yang terkandung dalam sari jeruk saat pencampuran dan penyaringan. Kemampuan selulosa asetat dalam mengadsorb kandungan asam ini cukup tinggi sehingga asam yang hilang cukup banyak. Menurut Johnson (1982), selulosa asetat tidak berpengaruh banyak terhadap total padatan yang terlarut, keasaman, atau kandungan asam askorbat pada jus, tetapi menyerap banyak komponen seperti hesperidin, kandungan flavor, sterol, dan flavonoid nonfenolik yang terkandung dalam butiran selulosa asetat.
Fungsi selulosa asetat sebagai absorban yang mengikat komponen-komponen seperti limonin dan naringin, sehingga menyebabkan komponen-komponen lainnya ikut tersaring dan terikat dalam selulosa asetat. Saat pemisahan selulosa asetat dengan sari jeruk siam menunjukkan warna selulosa asetat yang berwarna putih menjadi berwarna kuning setelah dimasukkan dalam sari jeruk. Adanya pengadukan menyebabkan semakin meratanya selulosa asetat dan semakin aktifnya selulosa asetat dalam penyerapan komponen limonin dan naringin.
Semakin tinggi total asam akan menyebabkan semakin tingginya derajat keasaman buah, yang ditandai dengan semakin rendahnya pH. Menurut Sahari et al. (2004), perubahan total asam dan pH dapat dipengaruhi oleh faktor penyimpanan, reaksi enzimatis dan perubahan mikrobiologis.
4.2.5
Viskositas
Viskositas sari jeruk dalam berbagai perlakuan suhu pencampuran dan penambahan konsentrasi siklodekstrin disajikan dalam Tabel 9.
Tabel 9. Viskositas pada berbagai perlakuan suhu dan penambahan konsentrasi siklodekstrin
Suhu (ºC) CD (% b/v) Viskositas (cP)
0.1 0.3 0.5
27 10 10 10
60 10 10 10
80 12 12 12
Keterangan: CD = Siklodekstrin
Tabel 9 menunjukkan bahwa penambahan berbagai konsentrasi siklodekstrin cenderung menghasilkan viskositas yang tetap. Secara garis besar viskositas sari jeruk meningkat pada suhu pencampuran 80ºC. Hal ini dapat disebabkan suhu pasteurisasi sebesar 80ºC dan tetap dipertahankan pada saat pencampuran siklodekstrin sehingga panas yang diberikan lebih besar. Pemanasan ini menguapkan kadar air lebih banyak sehingga viskositas
(23)
xxxvii
naik. Perbandingan dilakukan dengan membandingkan viskositas pada penambahan siklodekstrin yang terbaik dan viskositas hasil perlakuan selulosa asetat.
Pada Gambar 14 terlihat bahwa penambahan siklodekstrin dapat meningkatkan viskositas. Sari buah tanpa penambahan siklodekstrin memiliki viskositas sebesar 8 cP (centipoises). Peningkatan viskositas dari sari jeruk tanpa penambahan siklodekstrin terhadap sari jeruk dengan penambahan siklodekstrin ini rata-rata 25%. Namun pada konsentrasi siklodekstrin berapapun viskositas cenderung tetap. Siklodekstrin yang berupa padatan dapat larut dalam sari jeruk yang menambah total padatan yang terlarut sehingga meningkatkan viskositas. Semakin banyak total padatan yang terlarut maka viskositas semakin meningkat. Kelarutan siklodekstrin disebabkan bagian siklodekstrin yang bersifat hidrofilik yang mampu mengikat sari jeruk. Menurut Tomasik (2004), siklodekstrin memiliki rongga bagian dalam yang bersifat hidrofobik dan permukaan luar bersifat hidrofilik. Siklodekstrin mampu mengikat air pada gugus hidrofiliknya sehingga meningkatkan kekentalan.
4.2.6 Kadar Limonin
4.2.6.1 Kadar Limonin dengan Penambahan Siklodekstrin pada Suhu Kamar
Siklodekstrin ditambahkan pada suhu kamar 27ºC lalu dipasteurisasi. Hasil penelitian menunjukan bahwa sari jeruk yang ditambah siklodekstrin pada suhu pencampuran 27ºC meningkatkan konsentrasi limonin. Persentase kenaikan limonin dihitung dari konsentrasi limonin sari jeruk segar sebesar 26.96 µg ml-1
dikarenakan pencampuran siklodekstrin pada sari jeruk segar dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Konsentrasi dan kenaikan limonin pada berbagai konsentrasi siklodekstrin dan suhu pencampuran 27ºC
No Konsentrasi
Siklodekstrin (%)
Kadar Limonin (µg ml-1
)
Kenaikan Limonin (%)
1 0 26.96 0.00
2 0.1 39.59 31.90
3 0.3 43.37 37.84
4 0.5 39.08 31.01
8
12 12 12
0 5 10 15
0 0,1 0,3 0,5
V is k o si ta s (c P )
Siklodekstrin (% b/ v)
8 10 8 7 0 2 4 6 8 10 12
0 0,2 0,4 0,6
V is k o si ta s (c P )
Selulosa Asetat (% b/ v)
Gambar 14. Viskositas sari jeruk pada penambahan berbagai konsentrasi siklodekstrin dan selulosa asetat
(24)
xxxviii
Kenaikan konsentrasi limonin setelah penambahan siklodekstrin dikarenakan banyaknya senyawa limonoate A-ring lakton yang berubah menjadi limonin akibat pemanasan. Penambahan siklodekstrin dapat menginklusi senyawa limonin, akan tetapi dengan adanya pasteurisasi setelah penambahan siklodekstrin menyebabkan aktifnya prekursor limonin yaitu limonoate A-ring lakton membentuk limonin. Kenaikan konsentrasi limoni ini lebih kecil dibandingkan konsentrasi limonin pada sari jeruk tanpa adanya penambahan siklodekstrin yang mencapai 51.74 µg ml-1.
4.2.6.2 Kadar Limonin dengan Penambahan Siklodekstrin pada Suhu 60 dan
80ºC
Penambahan siklodekstrin dilakukan pada suhu 60ºC setelah suhu pasteurisasi tercapai dan pada suhu 80ºC sesaat setelah suhu pasteurisasi tercapai. Penambahan siklodekstrin ini dilakukan untuk mencari konsentrasi dan suhu terbaik dalam upaya pengikatan kadar limonin dalam sari jeruk Siam. Konsentrasi limonin yang diharapkan dapat turun dibawah 6 ppm, hal ini dikarenakan pada kadar limonin 6 ppm masih terasa pahit dan belum diterima konsumen (Breksa dan Dagull, 2008).
Tabel 11. Konsentrasi dan pengikatan limonin pada berbagai konsentrasi dan suhu pencampuran siklodekstrin
No Konsentrasi (%) dan Suhu Siklodekstrin (ºC)
Kadar Limonin (µg ml-1
)
Pengikatan Limonin (%)
1 0 51.74 0.00
2 0.1, 60 4.39 91.52
3 0.3, 60 0 100.00
4 0.5, 60 0 100.00
5 0.1, 80 6.22 87.98
6 0.3, 80 0 100.00
7 0.5, 80 16.837 67.46
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi untuk sari jeruk pasteurisasi tanpa perlakuan memiliki kadar limonin sebesar 51.4 µg/ml (Tabel 11). Persentase pengikatan limonin untuk konsentrasi limonin dibawah 6 ppm telah didapatkan pada perlakuan penambahan siklodekstrin dengan konsentrasi sebesar 0,1% (w/v) pada suhu pencampuran 60ºC dengan persentase pengikatan 91.52%. Persentase pengikatan limonin yang besar hingga 100% pada perlakuan siklodekstrin dengan konsentrasi 0,3 dan 0,5 % (b/v) pada suhu pencampuran 60ºC. Selain itu pengikatan limonin terbesar juga terjadi pada perlakuan siklodekstrin dengan konsentrasi 0,3% (b/v) pada suhu pencampuran 80ºC.
Berdasarkan data tersebut maka rekayasa proses terbaik untuk mendapatkan sari jeruk dengan konsentrasi limonin di bawah 6 ppm perlu digabung dengan hasil uji kualitatif pada uji perbandingan jamak organoleptik. Suhu pencampuran berpengaruh pada konsentrasi siklodeksrin yang dihasilkan. Pada penelitian ini, suhu pencampuran yang terbaik untuk siklodekstrin adalah pada suhu 60ºC setelah pasteurisasi dilakukan. Senyawa limonin dan naringin dapat larut bersama siklodekstrin sehingga membentuk senyawa yang tidak pahit. Selain itu beberapa proton pada senyawa limonin dan naringin digantikan oleh -siklodekstrin yang terkandung dalam siklodekstrin.
(25)
xxxix
Penurunan konsentrasi limonin oleh siklodekstrin ini disebabkan kemampuan siklodekstrin untuk menutupi partikel limonin pada sari jeruk. Senyawa siklodekstrin mempunyai kemampuan menginklusi senyawa yang memiliki bobot jenis lebih rendah. Siklodekstrin mempunyai kemampuan berinteraksi dengan bermacam-macam senyawa ionik dan molekular membentuk senyawa kompleks inklusi siklodekstrin. Interaksi siklodekstrin dengan senyawa lain membentuk keseimbangan dinamik.
CD + D CD. D
CD : Siklodekstrin D : senyawa lain
(Tomasik, 2004)
Bobot molekul limonin sebesar 470.50 Da, lebih kecil dari bobot molekul siklodekstrin yang terdiri atas α siklodekstrin sebesar 97β g/mol, siklodekstrin sebesar 11γ5 g/mol, dan siklodekstrin sebesar 1β97 g/mol. Semakin tinggi berat molekul maka semakin besar diameter rongga pada siklodekstrin. Selain itu, rongga siklodekstrin yang bersifat hidrofobik mampu menampung senyawa limonin menjadi senyawa kompleks inklusi. Adanya pembentukan senyawa kompleks inklusi ini menyebabkan limonin tertutupi oleh siklodekstrin sehingga rasa pahit dapat berkurang. Semakin banyak siklodekstrin yang ditambahkan maka semakin banyak limonin yang dapat ditampung oleh rongga molekul siklodekstrin yang berbentuk siklik berongga.
Pada suhu pencampuran 27ºC, siklodekstrin yang terlarut belum sempurna, setelah pencampuran dilakukan pasteurisasi dan menyebabkan limonin semakin banyak. Suhu pasteurisasi sebesar 80ºC merupakan suhu yang kurang optimum bagi senyawa siklodekstrin untuk beraktivitas. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 11 bahwa pengikatan limonin yang terjadi kecil. Demikian juga pada perlakuan dengan siklodekstrin pada suhu pencampuran 80ºC yaitu sesaat setelah suhu pemanasan sari buah mencapai 80ºC, aktivitas siklodekstrin masih kurang optimum yaitu masih menyisakan konsentrasi limonin diatas 6 ppm. Namun pada konsentrasi 0.3% suhu pencampuran 80ºC kandungan limonin 0 %. Hal ini dapat disebabkan adanya pencampuran yang merata dan daya kerja siklodekstrin yang baik dalam menangkap limonin dan jumlah limonin yang terbentuk mempengaruhi aktivitas siklodekstrin dalam menangkap limonin.
4.2.6.3 Kadar Limonin dengan Perlakuan Selulosa Asetat
Pada Tabel 12 dapat dilihat perbedaan hasil perlakuan dengan selulosa asetat pada suhu pencampuran 27ºC pada berbagai konsentrasi.
Tabel 12. Pengikatan limonin pada berbagai konsentrasi selulosa asetat
No Konsentrasi Selulosa Asetat (%)
Konsentrasi Limonin (µg ml-1)
Pengikatan Limonin (%)
1 0 51.74 0.00
2 0.2 15.41 70.22
3 0.4 15.00 71.01
(26)
xl
Persentase pengikatan limonin dengan selulosa asetat terbesar pada penggunaan selulosa asetat 0.5% (Tabel 12). Selain itu pengikatan limonin dengan selulosa asetat belum dapat turun hingga dibawah 6 ppm. Semakin banyak selulosa asetat yang ditambahkan maka semakin banyak pula limonin yang dapat diikat. Pemilihan konsentrasi selulosa asetat ini berdasarkan pada penelitian Kadarisman et al. (1992) bahwa pada konsentrasi 0.2%, 0.4% dan 0.6% memberikan pengaruh yang nyata pada taraf 5 % untuk penghilangan rasa pahit pada jeruk Siam. Pengikatan limonin akibat teradsorbnya limonin oleh pori-pori pada selulosa asetat.
Pengikatan limonin dengan selulosa asetat lebih kecil bila dibandingkan dengan penggunaan siklodekstrin. Oleh karena itu, kemampuan untuk mengurangi rasa pahit dengan siklodekstrin lebih baik dibandingkan dengan selulosa asetat serta tidak menghilangkan senyawa limonin dan naringin yang terdapat dalam sari jeruk. Pada selulosa asetat, pengurangan rasa pahit dilakukan dengan mengadsorb limonin lalu disaring sehingga limonin terpisah dari sari jeruk.
4.2.7
Kadar Naringin
4.2.7.1 Kadar Naringin dengan Penambahan Siklodekstrin pada Suhu
Kamar
Naringin merupakan penyebab rasa pahit yang biasanya ditemukan sebanyak 130- 300 ppm pada jeruk Siam. Ambang batas sensorik untuk merasakan tingkat kepahitan senyawa ini sebesar 20 ppm. Konsentrasi naringin ditentukan dengan menggunakan metode Spektrofotometer yang dikembangkan oleh Davis (1947) serta Mishra dan Kahr (2003) yang dimodifikasi oleh Setyadjit (2005). Pengaruh konsentrasi siklodekstrin dalam mengikat naringin pada sari jeruk Siam disajikan pada Tabel 13.
Tabel 13. Konsentrasi dan pengikatan naringin pada berbagai konsentrasi siklodekstrin dan suhu pencampuran 27ºC
Pengukuran pengikatan naringin pada Tabel 13 didasarkan pada konsentrasi naringin sari jeruk segar dengan konsentrasi naringin 230.2 µg ml-1
karena pencampuran siklodekstrin yang dilakukan pada sari jeruk segar sebelum pasteurisasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pencampuran siklodekstrin pada suhu 27ºC mengalami persentase pengikatan yang kecil, namun pada konsentrasi 0.5% mengalami kenaikan naringin sebesar 6.09%. Hal ini disebabkan siklodekstrin yang dicampurkan pada suhu tersebut tidak mampu menginklusi senyawa naringin. Proses pemanasan sari jeruk setelah pencampuran siklodekstrin kurang efektif dalam mengikat naringin karena diduga konsentrasi naringin semakin bertambah dengan adanya pemanasan, selain itu
No Konsentrasi Siklodekstrin (%)
Konsentrasi Naringin (µg ml-1
)
Pengikatan Naringin (%)
1 0 230.2 0.00
2 0.1 222.2 3.48
3 0.3 214.2 6.96
(27)
xli
kemampuan inklusi siklodekstrin semakin melemah dengan dilakukannya pemanasan sampai tercapai suhu pasteurisasi.
4.2.7.2 Kadar Naringin dengan Penambahan Siklodekstrin pada Suhu 60 dan
80ºC
Pengaruh siklodekstrin menghasilkan pengikatan naringin pada suhu pencampuran 60 dan 80ºC dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Konsentrasi dan pengikatan naringin pada berbagai konsentrasi dan suhu pencampuran siklodekstrin
Secara umum terjadi penurunan kadar naringin dalam semua perlakuan dengan penambahan siklodekstrin (Tabel 14). Pengikatan konsentrasi naringin yang paling besar terjadi pada penambahan siklodekstrin sebesar 0.5% pada suhu pencampuran 60ºC. Dilihat dari keseluruhan suhu pencampuran, pengikatan naringin paling besar terjadi pada suhu pencampuran siklodekstrin 60ºC. Pada suhu 60ºC siklodekstrin dapat bekerja secara optimal dibandingkan pada suhu pencampuran suhu 80ºC. Hal ini menunjukkan siklodekstrin membutuhkan suhu yang sesuai untuk membentuk kompleks inklusi dengan molekul tamu. Kemampuan siklodekstrin dalam membentuk komplek inklusi dengan molekul tamu tergantung kestabilan molekul tamu, suhu, dan konsentrasi siklodekstrin maupun molekul tamu. Selain itu pada suhu yang tidak terlalu tinggi dan pada konsentrasi yang tepat pembentukan kompleks inklusi dapat terjadi keseimbangan (Sjzetli, 1988).
Penambahan siklodekstrin ini berpengaruh terhadap pengikatan kadar naringin namun tidak sebesar jumlah pengikatan limonin. Pengikatan konsentrasi naringin terbesar pada penggunaan siklodekstrin 0.5% (w/v) dengan suhu pencampuran 60ºC. Tingkat pengikatan naringin dalam penelitian ini relatif tidak stabil. Hal ini menunjukkan siklodekstrin kurang mampu mengikat naringin dengan lebih baik. Selain itu, disebabkan pula dari tingkat hidrofobisitas yang lebih rendah dibandingkan limonin.
Menurut Aghistni (2008), walaupun kedua senyawa baik naringin dan limonin sama-sama tidak larut dalam air, namun dapat dibandingkan perbedaan tingkat kepolaran keduanya. Struktur molekul naringin mengandung disakarida yaitu glukosa dan ramnosa serta terdapat 2 gugus OH- lainnya sehingga relatif lebih mudah larut di dalam air dibandingkan dengan limonin. Tingkat kepolaran senyawa naringin lebih tinggi dibandingkan dengan limonin yang struktur molekulnya tidak mengandung gugus OH-, dengan demikian dapat dikatakan bahwa naringin memiliki tingkat kepolaran yang lebih
No Konsentrasi (%) dan Suhu (ºC ) Siklodekstrin
Konsentrasi Naringin (µg ml-1
)
Pengikatan Naringin (%)
1 0 268.2 0.00
2 0.1, 60 154.2 42.54
3 0.3, 60 184.2 31.34
4 0.5, 60 128.2 52.24
5 0.1, 80 208.2 22.39
6 0.3, 80 152 43.28
(28)
xlii
tinggi dibandingkan dengan limonin walaupun keduanya merupakan senyawa nonpolar. Dengan kata lain, limonin memiliki sifat yang lebih hidrofobik dibandingkan dengan naringin. Selain itu tingkat rejeksi limonin relatif lebih tinggi dan tidak stabil.
Pada penelitian ini dapat dikatakan bahwa tingkat hidrofobisitas senyawa limonin lebih tinggi dibandingkan naringin sehingga daya inklusi untuk limonin lebih tinggi pada rongga dalam siklodekstrin yang bersifat hidrofobik. Daya inklusi ini juga disebabkan berat molekul naringin yang lebih besar dibandingkan limonin sehingga penangkapan senyawa naringin dalam siklodekstrin tidak sebesar seperti limonin. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa daya inklusi siklodekstrin terhadap naringin lebih rendah dibandingkan limonin sehingga pengikatan konsentrasi naringin yang terukur lebih rendah.
4.2.7.3
Kadar Naringin dengan Perlakuan Selulosa Asetat
Selulosa asetat digunakan untuk mengadsob naringin pada sari jeruk Siam. Pada penelitian ini selulosa asetat dengan konsentrasi 0.2, 0.4 dan 0.6% (b/v) menunjukkan pengikatan naringin yang lebih baik. Perbandingan persentase pengikatan naringin dengan menggunakan selulosa asetat disajikan pada Tabel 15.
Tabel 15. Pengikatan naringin pada berbagai konsentrasi selulosa asetat
No Konsentrasi Selulosa Asetat (%)
Konsentrasi Naringin
(µg ml-1) Pengikatan
Naringin (%)
1 0 268.2 0.00
2 0.2 82.20 69.35
3 0.4 46.20 82.77
4 0.6 36.20 86.50
Konsentrasi naringin pada berbagai konsentrasi selulosa asetat menunjukkan pengikatan yang lebih besar dalam sari jeruk Siam ini (Tabel 15). Selulosa asetat sebagai adsorban mampu menyerap naringin dengan lebih baik dibandingkan dengan siklodekstrin. Pengikatan naringin relatif lebih stabil dengan menggunakan selulosa asetat dibandingkan dengan menggunakan siklodekstrin. Pengikatan konsentrasi naringin ini terjadi karena penyerapan molekul naringin oleh selulosa asetat dengan dibantu oleh adanya pengadukan selama 45 menit dengan magnetic stirrer untuk memperluas daerah penyerapan dan waktu yang digunakan tersebut merupakan hasil terbaik yang diperoleh oleh penelitian sebelumnya. Penyerapan naringin ini lebih baik daripada limonin diduga bobot molekul naringin yang lebih besar daripada limonin lebih memudahkan selulosa asetat untuk mengadsorb naringin.
Berdasarkan Tabel 15 diketahui bahwa pengikatan konsentrasi naringin hingga mencapai 86.50%. Persentase penurunan ini lebih besar dibandingkan dengan perlakuan siklodekstrin yang hanya mencapai 52.24%. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa selulosa asetat memiliki kemampuan untuk mengikat senyawa naringin lebih baik daripada siklodekstrin. Mekanisme pengikatan senyawa naringin pada selulosa asetat seperti halnya pada pengikatan limonin yaitu dengan menyerap molekul-molekul naringin karena selulosa asetat mempunyai afinitas terhadap komponen pahit. Dengan
(29)
xliii
pengadukan saat pencampuran selulosa asetat, menyebabkan luasnya permukaan selulosa asetat dalam menyerap molekul-molekul naringin.
Kekurangan dari penggunaan selulosa asetat ini adalah hilangnya senyawa naringin setelah diadsorb oleh selulosa asetat dari sari jeruk Siam. Dengan demikian manfaat kandungan naringin sebagai senyawa flavonoid yang baik untuk antioksidan dalam mencegah berbagai penyakit berkurang bahkan hilang. Selain itu dengan hilangnya naringin dapat mengurangi atau menghilangkan kekhasan aroma sari jeruk Siam itu.
Pada penggunaan siklodekstrin, senyawa naringin yang diikat lebih sedikit dibandingkan dengan selulosa asetat tetapi senyawa naringin tidak terbuang seperti pada penggunaan selulosa asetat. Kandungan naringin yang merupakan flavonoid yang berguna bagi tubuh masih terkandung pada sari buah.
4.3
Uji Organoleptik
Uji organoleptik yang digunakan adalah uji perbandingan jamak. Uji ini berfungsi untuk mengetahui perbedaan sampel dan untuk mengetahui penerimaan konsumen terhadap sampel. Uji ini dilakukan dengan membandingkan sampel produk konsentrat yang telah didilusi sehingga menghasilkan nilai total padatan terlarut yang sama dengan sari jeruk pada perlakuan ini. Sari buah pembanding merupakan sari buah konsentrat komersil. Pada uji organoleptik ini dilakukan pengujian terhadap sampel terbaik untuk perlakuan dengan siklodekstrin pada konsentrasi 0.1, 0.3 dan 0.5% (b/v) pada suhu pencampuran sebesar 60ºC. Parameter yang diuji terhadap formula produk sari jeruk Siam ada 4 parameter uji yaitu, rasa pahit, warna, aroma, dan kekentalan.
4.3.7
Rasa Pahit
Rasa pahit yang ditimbulkan oleh sari buah ini berasal dari senyawa naringin dan limonin. Kedua senyawa ini merupakan komponen aktif yang terdispersi dalam sari buah yang menimbulkan rasa pahit dilidah ketika diminum. Sulit untuk membedakan limonin dan naringin karena kedua senyawa ini sangat pahit.
Sari buah hasil perlakuan siklodekstrin merupakan sari buah yang belum diberikan bahan tambahan seperti fruktosa atau glukosa, sukrosa atau bahan pemanis lainnya serta tanpa adanya bahan pengawet. Perlakuan untuk mempertahankan daya simpan hanya dilakukan pasteurisasi. Sedangkan untuk sampel pembanding sari buah konsentrat terasa lebih manis karena adanya bahan tambahan pemanis dan lainnya yang tidak disebutkan oleh perusahaan. Cara memperpanjang masa simpannya dengan menghilangkan kadar airnya dengan evaporasi. Oleh karena itu apabila diminum masih terasa kental rasa pahitnya namun dengan uji ini dicari rasa pahit sari jeruk Siam yang masih dapat ditolerir oleh panelis. Panelis yang digunakan sebanyak 30 orang panelis tak terlatih. Hasil pengujian komponen rasa pahit ini dapat dilihat pada Gambar 15.
(30)
xliv
Hasil analisa uji perbandingan jamak pada ketiga perlakuan sari buah dibandingkan dengan sampel pembanding menunjukkan bahwa rata rata memberikan penilaian paling besar pada skala 7 (lebih pahit) untuk sari buah dengan siklodekstrin 0.1 dan 0.3% (b/v) (Gambar 15). Sedangkan untuk sari buah dengan siklodekstrin 0.5% paling besar memberikan penilaian pada skala 6 (agak lebih pahit). Hal ini menunjukkan bahwa pada pemakaian siklodekstrin dengan 0.5% suhu pencampuran 60ºC memberikan pengaruh yang lebih baik untuk mengurangi rasa pahit dibandingkan penambahan siklodekstrin pada konsentrasi 0.1% dan 0.3% dengan suhu pencampuran 60ºC.
Berdasarkan analisis sidik ragam memperlihatkan bahwa perlakuan pada sari jeruk dengan siklodekstrin tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap rasa pahit produk akhir pada selang kepercayaan 95%. Nilai uji perbandingan terhadap rasa pahit oleh panelis dengan ketiga perlakuan tidak berbeda nyata pada p>0.05 seperti pada Lampiran 8 untuk analisis sidik ragam rasa pahit.
Pemilihan penggunaan siklodekstrin untuk pengurangan rasa pahit lebih baik digunakan pada konsentrasi 0.1% pada suhu pencampuran 60ºC dikarenakan pengurangan limonin sudah mencapai dibawah 6 ppm dan pertimbangan uji kualitatif menunjukkan tidak beda nyata terhadap rasa pahit.
4.3.8
Aroma
Analisa aroma diperlukan dalam uji organoleptik ini untuk mengetahui perbedaan aroma pada sari jeruk pembanding dan sari buah hasil perlakuan dengan siklodekstrin. Aroma merupakan faktor yang penting dalam menarik konsumen untuk mengonsumsi sari buah dan sebagai faktor untuk mendeteksi adanya perubahan kimia dalam makanan dan tingkat penyimpangan yang terjadi pada sari buah.
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Siklodekst rin 0.1% 0 0 0 6,67 10 26,6 33,3 13,3 10
Siklodekst rin 0.3% 0 0 0 0 0 23,3 40 33,3 3,33
Siklodekst ri 0.5% 0 0 0 10 3,33 36,6 23,3 10 16,6 0
5 10 15 20 25 30 35 40 45
%
P
a
n
e
li
s
Nilai Uji Pembanding
Uji Organoleptik Rasa Pahit
(1)
67
19 7 7 8 22 162 484
20 3 4 4 11 41 121
21 8 6 7 21 149 441
22 3 4 5 12 50 144
23 6 6 6 18 108 324
24 9 6 6 21 153 441
25 4 4 3 11 41 121
26 4 4 6 14 68 196
27 3 6 4 13 61 169
28 4 6 6 16 88 256
29 4 5 7 16 90 256
30 7 8 6 21 149 441
T
o
ta
l
S
am
p
el Yj 162 166 159 487
yj2 26244 27556 25281 79081 8453
∑jyijβ 990 988 921 2899
Rata-rata 5.4 5.53 5.3
Perhitungan jumlah kuadrat untuk aroma
Lambang Jumlah kuadrat
FK 2635.21
JKT 263.79
JKP 0.82
JKK 182.46
JKG 80.51
Berdasarkan perhitungan menunjukkan bahwa Fhitung<Ftabel. Nilai uji perbandingan jamak terhadap aroma oleh panelis dengan ketiga perlakuan tidak berbeda nyata pada p>0.05, pada selang kepercayaan 95%.
Daftar sidik ragam
Varian db JK KT Fhitung Ftabel
Perlakuan 2 0.82 0.41 0.29 7.08
Kelompok 29 182.46 1.39 3.15
Galat 58 80.51
(2)
68
3.
Analisis sidik ragam warna
P
a
n
e
li
s
Panelis Warna Total Panelis
235 561 732 Yi yij2 ∑iyijβ
1 3 4 5 12 144 50
2 4 4 4 12 144 48
3 6 7 7 20 400 134
4 6 5 6 17 289 97
5 6 6 6 18 324 108
6 8 6 9 23 529 181
7 7 7 7 21 441 147
8 7 5 5 17 289 99
9 5 6 7 18 324 110
10 7 6 5 18 324 110
11 5 4 3 12 144 50
12 6 5 6 17 289 97
13 7 6 5 18 324 110
14 4 5 4 13 169 57
15 7 5 5 17 289 99
16 4 5 4 13 169 57
17 3 4 3 10 100 34
18 6 7 6 19 361 121
19 6 8 7 21 441 149
20 4 4 3 11 121 41
21 6 7 7 20 400 134
22 3 6 7 16 256 94
23 7 6 7 20 400 134
24 9 7 6 22 484 166
25 7 6 6 19 361 121
26 9 3 4 16 256 106
27 8 5 7 20 400 138
28 4 4 5 13 169 57
29 4 4 5 13 169 57
30 4 5 5 14 196 66
T
o
ta
l
S
am
p
el Yj 172 162 166 500
8706
yj2 29584 26244 27556 83384
∑jyijβ 1074 918 980 2972
(3)
69
Perhitungan jumlah kuadrat untuk warna
Lambang JumlahKuadrat
FK 2777.78
JKT 194.22
JKP 1.69
JKK 124.22
JKG 68.31
Daftar sidik ragam
Varian db JK KT Fhitung Ftabel
Perlakuan 2 1.69 0.85 0.72 7.08
Kelompok 29 124.22 1.18 3.15
Galat 58 68.31
Total 89
Berdasarkan perhitungan menunjukkan bahwa Fhitung<Ftabel . Nilai uji perbandingan jamak terhadap warna oleh panelis dengan ketiga perlakuan tidak berbeda nyata pada p>0.05, pada selang kepercayaan 95%.
4. Analisis sidik ragam untuk kekentalan
P
a
n
e
li
s
Panelis Kekentalan Total Panelis
235 561 732 yi (yi)2 ∑iyijβ
1 5 6 5 16 256 86
2 5 4 4 13 169 57
3 4 4 3 11 121 41
4 3 4 6 13 169 61
5 6 4 5 15 225 77
6 3 4 4 11 121 41
7 6 6 6 18 324 108
8 5 4 4 13 169 57
9 5 4 7 16 256 90
10 5 3 3 11 121 43
11 6 5 7 18 324 110
12 6 4 7 17 289 101
13 3 4 5 12 144 50
14 7 6 8 21 441 149
15 4 4 4 12 144 48
16 4 4 5 13 169 57
17 4 3 4 11 121 41
18 7 4 6 17 289 101
19 4 3 7 14 196 74
(4)
70
21 3 3 3 9 81 27
22 4 2 6 12 144 56
23 3 4 3 10 100 34
24 4 3 4 11 121 41
25 6 6 4 16 256 88
26 4 2 3 9 81 29
27 8 5 6 19 361 125
28 7 4 6 17 289 101
29 7 5 5 17 289 99
30 8 7 5 20 400 138
T
o
ta
l
S
am
p
el Yj 153 125 152 430
(Yj)2 23409 15625 23104 62138 6494
∑jYijβ 851 561 832 2244
rata-rata 5.1 4.17 5.07
Perhitungan jumlah kuadrat untuk kekentalan
Berdasarkan perhitungan menunjukkan bahwa Fhitung>Ftabel . Nilai uji perbandingan terhadap kekentalan oleh panelis dengan ketiga perlakuan berbeda nyata pada p>0.01 dan p>0.05 yaitu pada selang kepercayaan 99% dan 95%. Karena analisis sidik ragam berbeda nyata, maka dilanjutkan ke uji Duncan untuk menyatakan samapel yang paling berbeda diantara ketiganya.
Lambang Jumlah kuadrat
FK 2054.44
JKT 189.56
JKP 16.82
JKK 110.22
JKG 62.51
Daftar sidik ragam
Varian db JK KT Fhitung Ftabel
Perlakuan 2 16.82 8.41 7.86 7.08
Kelompok 29 110.22 1.07 3.15
Galat 58 62.51
(5)
71
Uji Duncan Standar error = 0.1889p 2 3 4
Range 2.83 2.98 3.07
Least Significantly Range 0.53 0.59 0.58
Selisih rata-rata sampel yang telah diurutkan x1-x3 = 0.03 <R2
x1-x2 = 0.93>R3 x3-x2 = 0.9>R1 Keterangan :
x2=561=0.1% siklodekstrin x1=235=0.3% siklodekstrin x3=732=0.5% siklodekstrin
Berdasarkan selisih rata-rata sampel maka diketahui bahwa sampel x1dan x3 berbeda secara nyata dikarenakan nilai selisih lebih tinggi dari nilai range. Pada uji Duncan diketahui bahwa sari buah jeruk Siam dengan kekentalan yang berbeda nyata adalah pada sari buah jeruk dengan konsentrasi siklodekstrin 0.3% dan 0.5% pada suhu pencampuran siklodekstrin 60ºC.
(6)
iii
DIAN FAJARIKA. F34062522.
Rekayasa Proses Pengikatan Limonin dan
Naringin oleh Siklodekstrin pada Sari Jeruk Siam.
Di bawah bimbingan Erliza
Noor. 2010.
RINGKASAN
Sari jeruk Siam mempunyai kandungan senyawa limonoid berupa limonin dan flavonoid berupa naringin yang dapat menghasilkan rasa pahit namun baik bagi tubuh sebagai antioksidan dan antikanker. Pada pengolahan sari jeruk hasil pasteurisasi, rasa pahit (bitterness) ini semakin meningkat. Senyawa naringin dan limonin lebih aktif dengan adanya pemanasan. Rasa pahit pada sari buah menjadi masalah bagi konsumen karena kedua senyawa tersebut tidak disukai.
Tujuan penelitian ini adalah menemukan kondisi proses terbaik untuk mengurangi rasa pahit pada sari jeruk dengan penambahan selulosa asetat dan siklodekstrin. Hasil yang diharapkan dengan penambahan siklodekstrin dan selulosa asetat yaitu mengurangi kadar limonin dan naringin hingga dapat diterima konsumen. Pada penelitian ini diharapkan senyawa limonin dan naringin yang merupakan senyawa aromatik dapat berikatan dengan bagian hidrofobik (nonpolar) siklodekstrin yang dapat mengikat limonin dan naringin.
Penelitian ini terdiri dari tiga tahap penelitian, yaitu (1) mempelajari pengaruh suhu dan penambahan siklodekstrin pada konsentrasi 0.1, 0.3 dan 0.5% (b/v) terhadap konsentrasi limonin dan naringin, (2) mempelajari pengaruh penambahan selulosa asetat pada konsentrasi 0.2, 0.4, 0.6% (b/v), dan (3) mempelajari mutu sari jeruk Siam setelah perlakuan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan siklodekstrin dan selulosa asetat mampu menurunkan kandungan senyawa limonin dan naringin dari sari jeruk Siam. Pengurangan kandungan limonin paling baik dengan siklodekstrin pada konsentrasi 0.1% suhu pencampuran 60ºC dengan persentase penurunan 91.57%. Siklodekstrin lebih baik dalam pengurangan limonin dibandingkan naringin, sedangkan perlakuan selulosa asetat lebih baik dalam pengurangan naringin. Persentase penurunan naringin terbaik pada penggunaan konsentrasi selulosa asetat 0.6% dengan 76.69% penurunan. Suhu pencampuran siklodekstrin tidak berpengaruh pada pH, total padatan terlarut, kadar vitamin C, kandungan total asam dan viskositas. Parameter tersebut lebih dipengaruhi oleh konsentrasi siklodekstrin. Hal ini dikarenakan siklodekstrin mempunyai kemampuan untuk mengikat senyawa-senyawa organik pada bagian nonpolar dan memiliki kelarutan yang menambah viskositas sari buah.