Beban Gempa Berdasarkan SNI 1726:2002 Beban Gempa Berdasarkan 1726:2012

7 2 Jenis tanah pada SNI 1726:2002 Pasal 4.6.3 ditetapkan dalam tiga kategori, yakni tanah keras, tanah sedang dan tanah lunak. Berdasarkan sifat-sifat tanah pada situs, maka situs harus diklasifikasi sebagai kelas situs SA, SB, SC, SD, SE, atau SF. 3 Penentuan wilayah gempa disesuaikan dengan lokasidaerah pada Peta Wilayah Gempa Indonesia pada Pasal 4.7.1 SNI 1726:2002. Indonesia ditetapkan terbagi dalam 6 wilayah gempa, wilayah gempa 1 adalah wilayah dengan kegempaan paling rendah dan wilayah 6 dengan kegempaan paling tinggi. Parameter spektrum respons percepatan pada periode pendek S MS dan periode 1 detik S D1 yang sesuai dengan pengaruh klasifikasi situs, harus ditentukan dengan perumusan berikut. S DS = 3 2 F a S s 2.5 S D1 = 3 2 F v S 1 2.6 4 Untuk menentukan pengaruh gempa rencana pada struktur gedung, maka untuk masing-masing wilayah gempa ditetapkan Spektrum Respons Gempa Rencana C-T, dengan bentuk tipikal seperti Gambar 2.1. Gambar 2. 1 Bentuk tipikal spektrum respons gempa rencana Sumber: SNI 1726:2002 Bila spektrum respons desain diperlukan oleh tata cara ini dan prosedur gerak tanah dari spesifik-situs tidak digunakan, maka kurva spektrum respons desain harus dikembangkan dengan mengacu pada Gambar 2.2 sesuai SNI 1726:2012. Gambar 2. 2 Spektrum respons desain Sumber: SNI 1726:2012 8 5 Nilai faktor reduksi gempa ditentukan berdasarkan tingkat daktilitas struktur dan jenis sistem struktur yang digunakan. Nilai maksimum faktor tersebut Rm untuk beberapa sistem struktur diatur pada Tabel 3 SNI 1726:2002. Faktor koefisien modifikasi respon R, pembesaran defleksi Cd, dan faktor kuat lebih sistem Ω o ditentukan berdasarkan Tabel 9 SNI 1726:2012. Faktor-faktor tersebut ditentukan berdasarkan sistem penahan gaya seismik struktur bangunan. 6 Pasal 5.6 SNI 1726:2002 mengatur pembatasan waktu getar alami fundamental untuk mencegah penggunaan struktur gedung yang terlalu fleksibel. Nilai waktu getar alami fundamental T 1 dari struktur gedung harus dibatasi, bergantung pada koefisi en ζ untuk wilayah gempa tempat struktur gedung berada dan jumlah tingkatnya n menurut persamaan: T1 ζ . n 2.8 Keterangan: ζ = koefisein sesuai wilayah gempa Tabel 8 SNI 1726:2002 n = jumlah tingkat Untuk menentukan perioda fundamental struktur T, digunakan perioda fundamental pendekatan Ta. Periode fundamental pendekatan Ta dalam detik, ditentukan dari persamaan berikut: T a = x n t h C 2.7 Keterangan: hn= ketinggian struktur dalam m di atas dasar sampai tingkat tertinggi struktur Koefisien C t dan x ditentukan berdasarkan Tabel 15 SNI 1726:2012. Ta=0,1N 2.9 Keterangan: N = jumlah tingkat 7 Gaya geser dasar dari metode statik ekuivalen dihitung berdasarkan persamaan berikut. V 1 = � .I � Wt 2.10 Keterangan: V 1 = gaya geser dasar nominal C 1 = faktor respons gempa untuk waktu getar fundamental I = faktor keutamaan Persamaan yang digunakan dalam menghitung gaya geser dasar dalam metode statik ekuivalen adalah sebagai berikut: V =Cs. W 2.11 Keterangan: V = gaya geser dasar Cs = koefisien respons seismik W = berat bangunan 9 R = faktor reduksi gempa Wt = berat total struktur C s =       e DS I R S 2.12 Nilai Cs yang dihitung sesuai dengan persamaan tersebut tidak boleh kurang dari persamaan berikut: C s= 0,044S DS I e 0,01 2.13 Sebagai tambahan, untuk struktur yang berlokasi di daerah dengan S 1 sama dengan atau lebih besar dari 0,6 g, maka Cs harus tidak kurang dari persamaan berikut: C s =       e I R S 1 5 , 2.14 8 Beban geser nominal V menurut Pasal 6.1.2 SNI 1726:2002 harus didistribusikan sepanjang tinggi struktur gedung menjadi beban-beban gempa nominal statik ekuivalen Fi yang menangkap pada pusat massa lantai tingkat ke-i menurut persamaan: F i =   n i i i i i z w z w 1 V 2.15 Keterangan: Fi = gaya statik ekuivalen pada lantai ke-i Wi = berat lantai ke-i beban mati dan beban hidup Zi = ketinggian lantai ke-i dari dasar Gaya gempa lateral di tingkat harus ditentukan dari persamaan berikut: F x =C vx V 2.16 Dan, C vx =   n i k i i k x x h w h w 1 2.17 Keterangan: C vx = faktor distribusi vertikal w i dan w x = berat total bangunan pada tingkat i atau x h i dan h x = tinggi dari dasar sampai tingkat i atau x k = eksponen yang terkait dengan perioda struktur Sumber: SNI 03:1726:2002 dan SNI 1726:2012 10

2.4. Perkuatan Struktur

Perkuatan struktur pada gedung eksisting dapat berupa pembeseran dimensi komponen struktur dan penambahan komponen struktur baru. Pembesaran dimensi komponen dapat dilakukan dengan jacketing, sementara penambahan komponen struktur baru dapat berupa penambahan breising atau dinding geser dinding penahan geser. Dari Gambar 2.1 dapat dilihat beberapa jenis perkuatan yang sudah sering dilakukan. Dari gambar tersebut jenis perkuatan post-cast shear walls dan steel braced frames, merupakan perkutan yang paling efektif. Dalam penelitian ini akan ditinjau perkuatan struktur berupa Concrete Bloks Gambar 2.3 juga menjelaskan tentang kekakuan dan daktilitas dari masing- masing jenis perkuatan. Gambar 2.3 Efektifitas Perkuatan Struktur Sumber: Sugano 1989, CEB 1997

2.5. Dinding Pengisi

2.5.1 Definisi

Dinding pengisi yang umumnya difungsikan sebagai penyekat, dinding eksterior, dan dinding yang terdapat pada sekeliling tangga dan elevator secara struktural memberikan pengaruh memperkaku rangka terhadap beban horizontal. Dinding pengisi umumnya digunakan untuk meningkatkan kekakuan dan kekuatan struktur beton bertulang dan umumnya dianggap sebagai elemen non- struktural. 11

2.5.2 Rangka dengan Dinding Pengisi

RDP infilled frame adalah struktur yang terdiri atas kolom dan balok berbahan baja atau beton bertulang dengan dinding pengisi berbahan batu-bata ataupun batako seperti terlihat pada Gambar 2.4. Gambar 2.4 Rangka dengan Dinding Pengisi Perilaku struktur rangka akibat adanya dinding pengisi tentu berbeda dengan struktur rangka tanpa dinding pengisi. Perilaku seperti deformasi dan gaya-gaya dalam pada struktur akan diterima pula oleh dinding pengisi yang berarti dinding pengisi akan mendistribusikan gaya-gaya yang ada pada struktur sampai pada batas kemampuannya. Adanya kontak antara dinding dan struktur yang mengelilinginya dan perilaku struktur ketika mendapat beban lateral mengakibatkan dinding pengisi mengalami pola keruntuhan tertentu. Keruntuhan yang terjadi pada dinding salah satunya terjadi pada bagian sudut-sudutnya. Ketika menerima beban lateral, struktur rangka akan menekan dinding bagian ujung, sementara dinding akan menahan gaya tersebut. Konsep inilah yang menjadi dasar untuk memodelkan dinding pengisi sebagai sebuah strat diagonal.

2.6. Pemodelan Dinding Pengisi dengan Strat Diagonal

Dinding pengisi yang dimodel sebagai strat diagonal sudah lama diterapkan dan sudah banyak pula referensi terkait hal tersebut. Dinding pengisi diasumsikan menerima gaya dari struktur rangka di sekelilingnya yang telah menerima gaya lateral sehingga dinding mengalami gaya tekan. Gaya yang diberikan oleh struktur rangka tersebut akan ditahan oleh dinding secara diagonal. Perumpamaan tersebut yang menjadi dasar untuk memodel dinding pengisi sebagai strat. Strat dalam desainnya juga hanya mampu menerima gaya aksial tekan atau tidak menerima gaya tarik. Asumsinya bahwa dinding pengisi tersusun 12 atas material yang tidak homogen sehingga kuat tarik yang dimiliki material ini diabaikan. Perumusan untuk lebar strat pun sudah banyak berkembang. Salah satu rumus 2.18 yang cukup banyak digunakan termasuk dalam peraturan FEMA-356 terkait analisis dinding pengisi seperti dijelaskan pada Gambar 2.5. Gambar 2.5 Model Dinding Pengisi Sebagai Strat Diagonal � = . � ℎ � − . � 2.18 dimana λ 1 adalah: � = [ � � sin θ � � � ℎ ] 2.19 dengan a adalah lebar strat diagonal, r inf adalah panjang strat, E me adalah modulus elastisitas dinding pengisi, E fe I col adalah modulus elastisitas dan momen inersia kolom, t inf adalah tebal dinding dan tebal strat, h col adalah tinggi kolom di antara as balok, h inf adalah tinggi dinding pengisi, dan θ adalah sudut yang dibentuk oleh strat diagonal. Berdasarkan cara diatas, pemodelan dinding pengisi sebagai strat diagonal tidak akan mampu meninjau adanya bukaan atau lubang pada dinding. Maka dari itu, Asteris, et al. 2012 mengusulkan adanya faktor reduksi terhadap dimensi strat diagonal akibat adanya lubang. Faktor reduksi ini dapat dirumuskan pada persamaan 2.20 berikut. � = − � � . + � � . 2.20 dengan α w adalah persentase lubang luas lubang dibagi luas dinding. h kolom r a ? h dinding θ