Faktor Penyebab Munculnya Sengketa Tanah Kuburan

16 Dengan telah terselesaikannya sebanyak 36 konflik dari 56 kasus yang ada, maka situasi dan kondisi daerah Kabupaten Gianyar sampai akhir tahun 2011 cukup kondusif. Terwujudnya penyelesaian konflik tersebut berkat kerjasama yang baik antar pemimpin daerah, instansi terkait yang ada di Kabupaten Gianyar dan juga berkat partisipasi masyarakat Kabupaten Gianyar. 20

B. Faktor Penyebab Munculnya Sengketa Tanah Kuburan

Munculnya sengketa tanah kuburan berawal dari pemotongan 3 tiga pohon kelapa dan 1 satu pohon blalu oleh warga Banjar Adat Semana di lokasi kuburan pada tanggal 31 Mei 2007. Menurut warga Banjar Adat Semana, kayu tersebut rencananya akan digunakan untuk pembangunan di Pura Prajapati setempat yang digunakan secara bersama-sama, namun tindakan tersebut dilarang oleh warga Banjar Adat Ambengan. 21 Adapun luas obyek sengketa seluas 5,2 are yang letaknya di sebelah barat jalan dengan batas pohon celagi. Sengketa tanah kuburan antara kedua belah pihak terus berkembang yang menyebabkan hubungan kedua banjar adat semakin tegang yang berlanjut dengan pelarangan penggunaan kuburan bagi warga Banjar Adat Semana sesuai hasil pesamuan Banjar Adat Ambengan tanggal 01 Juni 2007, dalam kaitannya dengan hal tersebut maka pada tanggal 04 Juli 2007, ada Warga dari Banjar Adat Semana meninggal dunia yang penguburannya dilarang menggunakan kuburan di Banjar Adat Ambengan. 20 Ibid , hal.13. 21 Kesbang Pol dan Linmas, 2012, Laporan Kasus AdatTapal Batas Desa Yang Masih Berkembang Yang Perlu Diwaspadai Untuk Tahun 2012 Di Wilayah Kabupaten Gianyar , tanpa halaman. 17 Dengan pelarangan penggunaan kuburan oleh Banjar Adat Ambengan, maka sengketa tanah kuburan semakin berkembang dan hampir terjadi bertrok fisik antara kedua belah pihak. Untuk mengatasi persoalan tersebut, pihak Pemda Gianyar telah berjanji memberikan tanah bekas timbunan pasir yang akan dijadikan tanah kuburan dan bangunan perlengkapan lainnya seperti bangunan Pura Prajapati. Atas terjadinya larangan penguburan tersebut, Pemda Gianyar mengadakan pertemuan dengan kedua belah pihak, antara lain membicarakan tentang keinginan pemerintah memberikan tanah seluas 5 are, akan tetapi ditolak oleh warga Banjar Adat Semana karena tidak sesuai dengan tuntutannya untuk diberikan tanah timbunan pasir yang akan dijadikan tanah kuburan. Dan warga Banjar Adat Semana tetap meminta kembali menggunakan kuburan lama. Pihak Banjar Ambengan menolahnya. Ketika diadakan pertemuan berikutnya yang difasilitasi Pemda Gianyar. Pemda Gianyar tetap menawarkan akan memberikan tanah seluas 5 are ditambah tanah bekas timbunan pasir kepada warga Banjar Adat Semana, tetapi warga Banjar Adat Semana tetap tidak mau dan bagi mereka keinginan kembali ke kuburan lama adalah “harga mati” dan tidak perlu lagi tanah kuburan baru berapun luasnya. Situasi tolak menolak antara kedua belah pihak menyebabkan sengketa ini berlangsung lama tidak kunjung selesai Disusun berdasarkan dokumen Kesbang Pol dan Limas Kabupaten Gianyar. 22 Namun berkat kesigapan aparat situasi dapat dikendalikan dan untuk mencarikan jalan keluar, maka aparat terkait mulai dari tingkat desa, kecamatan dan Pemda Gianyar telah mengambil langkah-langkah yaitu kedua belah pihak menandatangani kesepakatan bahwa tanah kuburan dibagi dua, sebagian 22 TIP.Astiti,et.al I, Op.Cit , hal.16. 18 dipergunakan oleh warga Banjar Adat Semana dan sebagian lagi dipergunakan oleh warga Banjar Adat Ambengan. Adanya sikap ewuh pakewuh tidak tegas pejabat di tingkat banjardusun dalam menyelesaiakan perkara, sehingga tidak ada usaha maksimal untuk menyelesaiakan perkara secara tuntas, melainkan tergesa- gesa diwaba ke jenjang lebih tinggi, yaitu bendesa atau kepala desa. Sikap ini sering menimbulkan penyelesaian berlarut-larut karena pejabat ditingkat desa kadang-kadang mengembalikan kembali kepada pihak yang berperkara karena pihak yang bersangkutan dianggap lebih tahu pokok permasalahannya. 23 Dalam perkembangannya proses industrialisasi, reformasi dan globalisasi, telah banyak menimbulkan perubahan pada masyarakat Bali, antara lain, dalam hal mata pencaharian, gaya hidup, pandangan hidup dan juga karakter orang Bali. Perubahan karakter orang Bali yang sebelumnya ramah tamah dan santun dalam bergaul, kini cenderung beringas dan suka berkonflik. Selain itu, terjadi perubahan dalam fungsi kelembagaan, antara lain, dapat dilihat dari fungsi banjar dan desa adat yang sebelumnya dibanggakan, sebagai lembaga tradisional yang bersifat sosial religius yang berfungsi mengayomi warganya sehingga warganya dapat hidup tenang dan damai, kini lembaga ini sering menjadi arena konflik untuk memperjuangkan berbagai kepentingan politik, ekonomi, sosial pribadi dan kelompok. 24 Berdasarkan pemaparan di atas, senada apa yang dikemukakan Nader dan Todd bahwa konflik sebagai bagian dari proses sengketa. Proses sengketa berawal dari pra konflik pre conflict stage, situasi konflik conflict stage dan 23 I Nyoman Wita, et.al, 2008, Format Hubungan Antara Desa DinasKelurahan Dengan Prajuru Adat Dalam Penyelesaian Perkara di Luar Pengadilan , Laporan Penelitian Kerjasama Pappeda Kabupaten Klungkung dengan Lembaga Penelitian Universitas Udayana Denpasar, Semarapura, hal.87-88. 24 Astiti.TIP II, Op.Cit, hal.52-53. 19 sengketa dispute stage yaitu berawal dari pemotongan pohon yang dilakukan oleh warga Banjar Adat Semana, sehingga perselisihan meningkat menjadi sengketa dan konfrontasi dengan warga Banjar Adat Ambengan. Konfliksengketa tersebut sudah dibawa ke ranah publik masyarakat, terbukti dalam penyelesaian sengketa tanah kuburan di mediatori oleh Pemda Gianyar.

C. Penyelesaian Sengketa Tanah Kuburan Dalam Penerapkan Azas Rukun,