Analisis Data Uji toksisitas logam berat Cr6+ (Kromium heksavalen) terhadap histopatologi hati dan insang ikan nila (Oreochromis niloticus) siti badriyah

METODE PENELITIAN A. Alat Akurium ukuran 64 liter, aerator, timbangan digital, jaring ikan, kotak paraffin, botol flakon, dissecting kit , gelas benda, gelas penutup, oven, mikrotom, hot plate , pipet tetes, gelas beker, staining jar , spatula, bak paraffin, kertas label, kapas dan mikroskop.

B. Bahan

Kalium permanganat, ikan nila berat ±45 -50 gr, umur ±1-2 bulan, panjang ±13-15 cm, kromium heksavalen dari senyawa kalium dikromat, pellet terapung, organ hati dan insang ikan nila, larutan bouin, garam fisiologis, alkohol bertingkat 30, 50, 60, 70, 80, 90, 96, absolut, akuades, toluol, xylol, paraffin, albumin meyer, hematoxylin, eosin, enthelan, dan gliserin.

C. Cara Kerja Persiapan Wadah dan Ikan Uji

Akuarium disterilisasi dengan menggunakan Kalium Permanganat dengan dosis 25 ppm dan dibilas dengan menggunakan air bersih sebagai media hidup. Akuarium kemudian diisi dengan air hingga 36 liter dan dipasang aerator. Setiap akuariumdiisi 10 ekor ikan uji. Masa pemeliharaan diawali dengan mengadaptasikan ikan terhadap lingkungan yang baru selama 3 hari. Ikan uji diberi pakan buatan berupa pellet terapung secara ad libitum yaitu ±2-3 berat tubuh ikan. Setiap pukul 08.00 WIB dan pukul 15.30 WIB. Uji Toksisitas Letal Tahap ini bertujuan untuk mengetahui toksisitas kromium heksavalen yang berasal dari senyawa kalium dikromat K 2 Cr 2 O 7 terhadap hatidan insang ikan nila Oreochromis niloticus . Pemaparan kromium dilakukan selama 96 jam. Kosentrasi yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada penelitian yang telah dilakukan oleh Wirespathi dkk. 2012 yaitu, 0 ppm kontrol, 57,69 ppm, 59,94 ppm, dan 83,20 ppm. Pembuatan Preparat Histologis Hati, dan Insang Pengamatan biota ikan yang terkena bahan pencemar, dilakukan pengamatan dengan menggunakan metode mikroteknik, yaitu dengan cara membuat preparat histologis. Preparat histologis yang dibuat adalah hati, dan insang ikan. Proses pembuatan preparat histologis meliputi proses fiksasi, dehidrasi, clearing , infiltrasi, embedding, sectioning , affixing , deparafinasi, staining atau pewarnaan dan mounting Kiernan, 1990 dalam Setyowati dkk., 2010. Pengamatan Pengamatan preparat dilakukan menggunakan mikroskop dengan perbesaran 4x10, 10x10, dan 40x10.

D. Analisis Data

Data hasil pengamatan adalah preparat histologi hati, dan insang ikan nila Oreochromis niloticus . Penelitian ini menggunakan 4 faktor konsentrasi dengan masing-masing konsentrasi memiliki 10 kali ulangan. Konsentrasi yang digunakan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Wirespathi dkk. 2012 yaitu, 0 ppm kontrol, 57,69 ppm, 59,94 ppm, dan 83,20 ppm. Data hasil gambaran organ insang dan hati yang terkontaminasi logam berat kromium heksavalen Cr 6+ dianalisis secara deskriptif kualitatif, yaitu membandingkan struktur mikroatomi insang dan hati ikan nila Oreochromis niloticus antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan, untuk mengetahui gambaran histopatologinya. Preparat yang telah dibuat diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 4x10, 10x10, dan 40x10 untuk mengetahui seberapa besar kerusakannya, kemudian dilakukan penilaian kerusakan hati dan insang dengan mengacu pada metode Tandjung 1982, Ressang 1986 dan Sudiono 2003 serta Darmono 2005 dalam Wikiandy dkk. 2013. Menurut metode tersebut, adanya melano macrophages center MMC, edema, hiperplasia dan degenerasi digolongkan tingkat kerusakan ringan. Kongesti dan hemoragi digolongkan pada tingkat kerusakan sedang, sedangkan nekrosis, antropi, dan fusi lamela digolongkan pada tingkat kerusakan berat. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Suhu dan pH Hasil pengukuran suhu menunjukkan bahwa suhu semakin tinggi apabila konsentrasi kromium semakin besar. Suhu pada konsentrasi kromium 0 ppm; 57,69 ppm; 59,94 ppm 0 83,20 ppm berturut-turut yaitu 26,8 ° C; 27,2 ° C; 27,5 ° C dan 28,3 ° C. pH yang diperoleh dari konsentrasi 0 ppm; 57,69 ppm; 59,94 ppm dan 83,20 ppm berturut-turut adalah 8,06; 7,89; 7,81 dan 7,74. pH semakin rendah apabila konsentrasi kromium semakin besar. Dari data tersebut, suhu air mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya konsentrasi kromium heksavalen. Peningkatan suhu tersebut mempengaruhi aktivitas ikan nila, karena pengaruh suhu mengakibatkan berubahnya kecepatan metabolisme dan mekanisme pengangkutan ion pada permukaan membran tubuh ikan Fujaya, 2008. Suhu air yang meningkat akan mengakibatkan derajat kelangsungan hidup ikan menurun karena dengan naiknya suhu air akan menurunkan DO pada air dan meningkatkan kecepatan reaksi kimia Kristanto, 2002. Penurunan jumlah oksigen terlarut DO mengakibatkan bahan organik dalam air menurun dan mengakibatkan bahan anorganik meningkat. Bahan anorganik pada penelitian ini adalah kromium heksavalen, sehingga pengaruh naiknya suhu air juga mengakibatkan ikan kekurangan oksigen, metabolisme terganggu karena kromium heksavalen yang diberikan akan mudah diabsorbsi oleh tubuh baik kontak langsung dengan insang maupun melalui saluran pencernaan Wirespathi et al., 2012. Sehingga pada konsentrasi 83,20 ppm aktivitas hidup ikan serta penyerapan kromium heksavalen lebih aktif karena suhu meningkat menjadi 28°C. Pada penelitian ini nilai pH mengalami penurunan. Pada konsentrasi 0 ppmkontrol nilai pH 8,06 sedangkan pada konsentrasi tertinggi 83,20 ppm nilai pH sebesar 7,74. Akan tetapi nilai pH tersebut masih dalam kisaran normal, karena menurut PP Nomor 82 Tahun 2001 menyatakan bahwa pH normal berkisar antara nilai 6-9. Hal ini sesuai denga pernyataan Yefrida 2007 Kromium heksavalen pada senyawa kalium dikromat K 2 Cr 2 O 7 merupakan senyawa yang bersifat asam, maka nilai pH pun turun menuju pH asam sesuai pertambahan kromium heksavalen. Tabel 1. Suhudan pH air setelah terpapar kromium heksavalen 96 jam Konsentrasi ppm Suhu C pH 26,833±0,2887 7,9900±0,2646 57,69 27,167±0,2887 7,8900±0,07810 59,94 27,500±0,500 7,8133±0,03215 83,20 28,333±0,5774 7,7400±0,4359 Meningkatnya suhu air yang mengakibatkan dekomposisi bahan organik dan respirasi dalam perairan yang dapat menurunkan kandunganoksigen terlarut DO serta menaikkan kandungan CO 2 yang berpengaruh pada penurunan nilai pH Erlangga, 2007. Proses penguraian terjadi secara aerobik sehingga membutuhkan DO. DO dipakai oleh bakteri untuk mendekomposisi atau mendegradasi bahan-bahan organik sehingga menyebabkan berkurangnya kadar oksigen terlarut dalam air. Nilai pH air yang semakin lama semakin menurun seperti pada penelitian ini dikarenakanbertambahnya bahan-bahan organik yang mengalami dekomposisi dan membebaskan CO 2 , sehingga semakin asam nilai pH maka aktivitas hidup ikan semakin terganggu karena sulit untuk mendapatkan oksigen dalam air Effendi, 2003. pH yang asam dapat pula memudahkan reaksi kimia pada logam berat untuk terurai menjadi ion-ion. Ion-ion tersebut akan lebih mudah terserap tubuh pada kondisi pH rendah yang memiliki kandungan bahan organik yang rendah Fardiaz, 1992, dikarenakan ion logam berat atau logam non essensial akan lebih mudah masuk ke dalam sel karena ion logam nonessensial terurai menjadi seperti ion essensial Darmono, 2005. Ketika pada saat interaksi toksikan kromium heksavalen dalam senyawa K 2 Cr 2 O 7 yang memiliki ion Cr 6+ ion kromat pada media air dengan ikan nila. Ion kromat dapat masuk ke dalam sel untuk menggantikan posisi ion essensial, maka ion kromat tersebut terurai menjadi ion Cr 3+ yang bersifat stabil dan merupakan ion yang essensial bagi metabolisme sel seperti meningkatkan kadar glukosa darah, ekskresi NH 3 -N, dan meningkatkan pertumbuhan Setyo, 2006. Proses reduksi yang terjadi atas senyawa Cr 6+ menjadi Cr 3+ dapat berlangsung bila media perairan berada pada lingkungan yang bersifat sangat asam. Jika tidak dalam keadaan yang sangat asam, ion Cr 6+ akan berikatan dengan ligand binding agar menjadi bentuk yang lebih mudah terdifusi untuk masuk ke dalam jaringan Palar, 2008. Pada kondisi suhu air tertinggi dan nilai pH terendah, maka pada perlakuan tersebutlah aktivitas metabolisme ikan terganggu Erlangga, 2007. Pada penelitian ini, pemaparan kromium heksavalen 96 jam, mengacu pada penelitian yang telah dilakukan oleh Wirespathi et al. 2012. Data tingkat kelangsungan hidup ikan nila menurun sesuai naiknya konsentrasi kromium heksavalen. Pada konsentrasi 0 ppmkontrol tingkat kelangsungan hidup ikan sebesar 100, konsentrasi 57,69 ppm sebesar 70, konsentrasi 59,69 ppm sebesar 50, dan pada konsentrasi 83,20 ppm sebesar 0.Semakin besar konsentrasi logam berat yang dipaparkan pada media pemeliharaan akan berbanding lurus dengan derajat kelangsungan hidup organisme akuatik yang berada di dalamnya Lu, 1995. Paparan kromium heksavalen, dapat menyebabkan ikan menjadi stress. Di dalam upaya pemulihan diri dari keadaan stress, ikan akan memproduksi hormon kortisol. Namun untuk jangka panjang kadar kortisol yang tinggi akan berdampak negatif terhadap kesehatan ikan Yuniar, 2009. Jika kesehatan ikan menurun maka ikan mengalami stress berkepanjangan sehingga menurunkan kemampuannya untuk mempertahankan diri dari serangan penyakit. Stress dapat mengganggu sistem imunitas yang berdampak negatif terhadap kelangsungan hidup. Senyawa K 2 Cr 2 O 7 yang dilarutkan dalam media air akan mengubah kondisi fisika-kimia air dari kondisi normal. Ion-ion kromium heksavalen terurai karena reaksi kimia yang terjadi akibat adanya perbedaan kepekatan cairan dalam tubuh ikan nila dengan media air. Cr yang masuk ke dalam tubuh akan ikut dalam proses fisiologis atau metabolisme tubuh. Interaksi yang terjadi antara Cr dengan unsur biologis tubuh menyebabkan terganggunya fungsi tertentu yang bekerja dalam proses metabolisme karena ion Cr 6+ yang telah masuk ke dalam sel seterusnya larut dalam darah Palar, 2008. Logam yang dapat terkakumulasi dalam beberapa jangka waktu menunjukkan bahwa ion-ion logam telah masuk ke dalam sel, berinteraksi secara kimia, dan dapat menyebabkan terganggunya fungsi tertentu yang bekerja dalam proses metabolisme tubuh Palar, 2008. Kromium heksavalen melewati membran sel melalui empat mekanisme yaitu, difusi pasif lewat membran, filtrasi lewat pori-pori membran, transport dengan perantaraan carrier, dan pencaplokan oleh sel pinositosis Lu, 1995. Kromium heksavalen yang masuk melalui saluran pernafasan insang dapat mudah menembus membran sel karena insang langsung bersentuhan dengan air karena Cr heksavalen adalah senyawa yang mudah menembus membran sel melalui sistem transportasi anion dan memiliki kemampuan meminjam atau mengurangi elektron pada Cr III. Cr VI lebih aktif hingga 1000 kali dibanding Cr III terhadap sel hidup Yilmaz, 2010. Sehingga Cr VI lebih aktif masuk menembus membran sel kemudian merusak sel tersebut. Kemudian Cr VI menembus sel epitel endothelial kapiler darah dan masuk dalam aliran darah hingga akhirnya ikut dalam proses metabolisme Connel, 1995.

B. Pengamatan Histopatologi Hati dan Insang Ikan Nila