ANALISIS PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA PELAKU PENGGELAPAN SERTIFIKAT TANAH (Studi Kasus Perkara 659/Pid. B/2011/PN. TK)

(1)

ABSTRAK

ANALISIS PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA PELAKU PENGGELAPAN SERTIFIKAT TANAH

(Studi Kasus Perkara 659/Pid. B/2011/PN. TK) OLEH

INDRA

Sertifikat merupakan bukti hak milik atas tanah dan barang yang berbentuk dokumen atau surat, Sertifikat banyak dimafaatkan untuk mendapatkan keuntungan dengan melawan hukum seperti menggelapkan atau memperjual belikan sertifikat tanpa izin pemilikya seperti yang dilakukan Triani atas sertifikat tanah yang dikuasaiya dengan melawan hukum serta memperjual belikan sertifikat tersebut tanpa seizin pemilik sah atas tanah tersebut yaitu Ahmad Guntur Setiawan,Giati Nur Widiahening,Gresia Niken Rezeki dan Siti Nurlaila yang merupakan ahli waris dari Ahmad Husin yang merupakan suami siri terdakwa yang meninggal dunia pada tanggal 14 juli1998 dan tanpa sepengetahuan ahli waris terdakwa memiliki sertifikat sertifikat dengan melawan hukum yang seharusnya dikembalikan kepada Siti Nurlaila dan Anak anakya yang merupakan istri sah menurut Kua. Sesuai dengan putusan Pengadilan Negeri Nomor Register Perkara 659/Pid. B/2011/PN. TK,Triani Binti Ketut Suwirno divonis dengan mengingat Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terdakwa bersalah melakukan tindak pidana penggelapan dengan penjara satu tahun tiga bulan oleh hakim Pengadilan Negeri. Namun yang menjadi permasalahannya, bagaimanakah pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana penggelapan sertifikat tanah, dan bagaimanakah dasar pertimbangan hakim menjatuhkan vonis lebih ringan dari tuntutan jaksa terhadap pelaku tindak pidana penggelapan sertifikat tanah.

Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Dalam penelitian ini responden yang diambil yaitu hakim pengadilan negeri Tanjung Karang, Jaksa dari Kejaksaan Negeri Bandar Lampung, Dosen bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung, kabidpengkajian, penanganan sengketa dan konflik pertanahan Badan pertanahan Nasional Prov Lampung. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan metode analisis kualitatif, dengan cara menguraikan data-data yang diperoleh dari hasil penelitian dalam bentuk kalimat-kalimat yang disusun secara sistematis, sehingga diperoleh gambaran yang jelas tentang jawaban dari permasalahan.


(2)

penuntutan adalah penuntut umum seharusya lebih teliti lagi dalam menentukan pasal pasal yang kenakan terdakwa karna menngigat terdakwa merupakan pernah dihukum, sehingga dengan menggunakan Pasal tersebut terdakwa tidak leas dari hukum darituntutan pidana. Dasar pertimbangan Hakim dalam menentukan berat ringannya pidana yang akan dijatuhkan hakim wajib memperhatikan sifat baik atau sifat jahat dari terdakwa sehingga putusan yang dijatuhkanadil sesuai dengan kesalahannya. Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang yang memeriksa dan mengadilinya berkesimpulan bahwa seluruh unsur-unsur Pasal yang didakwakan oleh jaksa Penuntut Umum telah terpenuhi dan karena itu Hakim telah memperoleh keyakinan akan kesalahan terdakwa yang bernama Triani Binti Ketut Suwino umur 39 Tahun dengan nomor putusan 659/Pid.B/2011/PN. TK bersalah telah melakukan tindak pidana penggelapan yang telah terbukti secara sah dan meyakinkan dan selanjutnya dijatuhkan putusan berupa pemidanaan dengan jenis penjara selama 1 (Satu) Tahun 3 (Tiga) bulan. Pertanggungjawaban Pidana pelaku Penggelapan telah sesuai dengan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan, keterangan saksi dan pengakuan terdakwa, terdakwa dengan sengaja melakukan perbuatannya tersebut dalam keadaan sehat jasmani dan rohani sehingga tidak ada nya dasar peniadaan pidana atau alasan pemaaf bagi terdakwa. Oleh karena itu pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku penggelapan sertifikat tanahpada perkara No. 659/Pid. B/2011/PN. TK telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Berdasarkan kesimpulan di atas, saran yang dapat dikemukakan penulis bahwa Menentukan Pasal yang dikenakan kepada terdakwa harus sesuai dengan perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa. Serta dalam menjatuhkan vonis dengan mengingat terdakwa sebelumnya pernah melakukan tindak pidana dan terdakwa merupakan istri dari A.Husin Alm walaupun tidak sah secara hukum hal itudapatmenjadi pertimbangan hakim untuk memberatkan hukuman kepada terdakwa, agar tidak merugikan secara materil dan moril keluarga ahli waris dan dalam pembuktian dalam persidangan unsur-unsur kesalahan terdakwa harus sangat diperhatikan agar putusan tersebut memenuhi unsur keadilan dan adanya kepastian hukum bagi terdakwa.


(3)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hukum merupakan seperangkat norma atau kaidah, dan kaidah itu bermacam-macam, tetapi tetap sebagai suatu kesatuan. Karena kaidah itu berisi perintah maupun larangan maka sudah selayaknya kaidah yang merupakan petunjuk hidup tersebut mempunyai sifat memaksa yang merupakan ciri dari kaidah hukum. didalam masyarakat terdapat berbagai macam kepentingan dimana kepentingan bersama mengharuskan adanya ketertiban dalam kehidupan bermasyarakat dan juga di dalam kehidupan bermasyarakat yang teratur dan maju tidak dapat berlangsung tanpa adanya jaminan akan kepastian hukum serta penegakan hukum yang baik demi terwujudnya ketenangan dan kenyamanan dalam melaksanakan aktivitas.

Hukum pidana merupakan sarana yang penting dalam penanggulangan kejahatan atau mungkin sebagai obat dalam memberantas kejahatan yang meresahkan dan merugikan masyarakat pada umunya dan korban pada khususnya. Penanggulangan kejahatan tersebut dapat dilakukan secara preventif (pencegahan) dan refresif (penindakan). Bentuk penanggulangan tersebut dengan diterapkannya sanksi terhadap pelaku tindak pidana, sanksi pidana merupakan alat atau sarana terbaik yang tersedia, yang kita miliki untuk menghadapi


(4)

ancaman-ancaman dari bahaya. Sanksi pidana suatu ketika merupakan penjamin yang utama/terbaik dan suatu etika merupakan pengancaman yang utama dari kebebasan manusia.

Jenis-jenis sanksi dapat dilihat dalam Pasal 10 KUHP yaitu :

1. Hukumam pokok antara lain : hukuman mati, hukuman pidana, hukuman kurungan dan hukuman denda;

2. Hukuman-hukuman tambahan antara lain : pencabutan beberapa hak tertentu, perampasan barang yang tertentu, pengumuman keputusan hakim.

Tindak pidana merupakan pengertian dasar hukum pidana (yuridis normatif). Kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara yuridis atau kriminologis. Kejahatan atau perbuatan jahat dalam arti yuridis normatif adalah seperti yang terwujud in-abstracto dalam peraturan pidana. sedangkan kejahatan dalam arti kriminologis adalah perbuatan manusia yang menyalahi norma yang hidup dimasyarakat secara konkret (Tri Andrisman, 2009: 69).

Kejahatan yang sering terjadi dalam masyarakat merupakan hal yang harus diperhatikan, sehingga mengundang pemerintah (negara) sebagai pelayan, pelindung masyarakat untuk menanggulangi meluasnya dan bertambahnya kejahatan yang melanggar nilai-nilai maupun norma-norma yang hidup dan berlaku didalam suatu masyarakat sehingga kejahatan tersebut oleh negara dijadikan sebagai perbuatan pidana untuk tindak pidana.

Aksi kejahatan sepertinya selalu menemukan modus-modus baru untuk melancarkan aksinya yang mana tingkat aksi kejahatan yang sudah sampai pada tingkat mengkhawatirkan berdasarkan hasil pra riset pada tanggal 14 mei 2012 di Pengadilan negeri Tanjung Karang yang telah dilakukan oleh penulis di


(5)

3

pengadilan negeri Tanjung Karang bahwa Sertifikat hak milik merupakan salah satu sarana bukti untuk hak atas benda/barang meupakan menjadi salah satu modus kejahatan. menguasai hak milik/sertifikat orang lain merupakan tindak pidana maka timbul suatu modus kejahatan penggelapan atas sertifikat orang lain yang dilakukan oleh TRIANI BINTI KETUTSUWIRNO yang merupakan terdakwa penggelapan atas sertifikat tanah orang lain yang nyatanya bahwa sertifikat yang dikuasai TRIANI bukan hak milik TRIANI melainkan ahli waris dari Alm Ahmad Husin yang merupakan suami sirih dari terdakwa yaitu Ahmad guntur setiawan,Giati nur widiahening,dan Gresia niken reseki. Sesuai dengan putusan pengadilan negeri nomor register.659/PID.B/2011/PN.TK.

Atas perbuatan yang TRIANI lakukan maka TRIANI divonis dengan menginggat Pasal 372 kitab undang undang hukum pidana (KUHP) Terdakwa melakukan tindak pidana penggelapan dengan penjara satu tahun tiga bulan oleh hakim pengadilan negeri. permasalahannya perbuatan terdakwa menguasai sertifikat sertifikat tanah yang dimaksud bukan karna kejahatan melainkan Alm ahmad husin membawa sertifikat itu disaat Triani dan Alm Ahmad husin hidup bersama yang tidak terdaftar di KUA atau nikah siri.

Pada tanggal 4 juli 1998 Ahmad husin meninggal dunia,namun surat bukti yang diperoleh semasa hidupya bersama dengan Siti nurlaila oleh terdakwa tidak diserahkan kepada ahli warisnya siti nurlaila dan ketiga anakya yang merupakan istri yang sah menurut KUA sebelum bercerai tetapi melainkan mengambil surat surat bukti milik korban untuk dijual dan dimiliki secara melawan hukum dan tanpa sepengetahuan ahli waris Almarhum Ahmad husin. yang menjadi


(6)

permasalahan apakah terdakwa pantas dikenakan vonis tentang tindak pidana penggelapan dengan penjara 1 tahun 3 bulan, mengingat jabatan terdakwa merupakan istri siri dari almarhum Ahmad husin sebagai pemilik sertifikat tanah sebelumnya yang seharusnya dikenakan dengan pemberatan yaitu pasal 374 KUHP dan apakah pertimbangan hakim dalam menjatuhkan terdakwa dengan pasal 372 KUHP.

Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan vonis lebih ringan dari pada tuntutan jaksa terhadap pelaku tindak pidana penggelapan sertifikat tanah orang lain dan melakukan perbuatan yang merugikan banyak pihak perlu mendapat perhatian khusus, sebab akibat yang ditimbulkan dari perbuatannya tersebut harus mendapatkan ganjaran yang setimpal. Putusan hakim tersebut harus adil dan sesuai dengan akibat yang ditimbulkan.

Dasar hukum pengaturan mengenai penggelapan sertifikat tanah orang lain serta pasal yang menyangkut didalamnya diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana selanjutnya disingkat (KUHP) yaitu:

Pasal 372 menyatakan:

”Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum mengaku sebagai milik sendiri (zich toeeigenen) barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, diancam, karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak enam puluh Rupiah”.

Pasal 374 menyatakan:

”Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang penguasaannya terhadap barang disebabkan karena ada hubungan kerja atau karena pencairan atau karena mendapat upah untuk itu,diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun”.


(7)

5

Sebagai aparat penegak hukum memiliki tugas untuk menindak tegas dan menegakkan hukum terhadap pelaku sertifikat tanah orang lain, khususnya hakim yang bertugas dalam menjatuhkan vonis pidana terhadap pelaku tindak pidana penggelapan sertifikat tanah orang lain sesuai dengan perbuatan pidana serta kerugian akibat perbuatannya tersebut. berdasarkan atas uraian diatas, maka penulis tertarik untuk mengangkatnya dalam sebuah penelitian guna penyusunan skripsi yang diberi judul Analisis pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku penggelapan sertifikat tanah orang lain .

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup 1. Permasalahan

Dalam skripsi ini akan dibahas beberapa masalah sebagai berikut:

a. Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku penggelapan sertifikat tanah?

b. Bagaimanakah dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi terhadap pelaku penggelapan sertifikat tanah?

2. Ruang Lingkup

Penulis untuk mempermudah dan memfokuskan penulisan skripsi ini maka pada tanggal 22 september 2012 penulis melakukan penelitian-penelitian di lokasi Pengadilan Negeri Tanjung Karang Kelas 1A dan Kejaksaan Negeri Bandar Lampung, serta badan pertanahan nasional provinsi lampung untuk mencari data dan wawancara responden-responden agar permasalahan-permasalahan dalam skripsi ini menjadi terjawab. sedangkan yang menjadi pokok pembahasannya


(8)

hanya terbatas pada permasalahan yang mengenai, pertanggungjawaban pidana sertifikat tanah orang lain dan pertimbangan hakim didalam putusan Nomor 659/Pid. B/2011/PN. TK, di Bandar Lampung.

C. Tujuan dan Kegunaan Penulisan 1. Tujuan Penulisan

Berdasarkan permasalahan dan ruang lingkup permasalahan di atas maka penulisan skripsi bertujuan untuk mengetahui:

a. Untuk mengetahui pertanggungjwaban pidana pelaku tindak pidana penggelapan sertifikat tanah.

b. Untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim dalam penjatuhan vonis Perkara tindak pidana penggelapan sertifikat tanah.

2. Kegunaan Penulisan a. Kegunaan Teoritis

Kegunaan teoritis dari hasil penelitian ini untuk memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu pengetahuan Hukum Pidana yang menyangkut masalah Pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana penggelapan sertifikat tanah.

b. Kegunaan Praktis

Kegunaan praktis dari penelitian ini adalah sebagai acuan dan referensi bagi pendidikan dan penelitian hukum, sumber bacaan bidang hukum khususnya tentang tindak pidana penggelapan.


(9)

7

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual 1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis adalah konsep yang sebenarnya merupakan abstraksi dari hasil-hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi yang dianggap relevan oleh peneliti (Soerjono Soekanto, 1986: 125).

Membahas permasalahan pertama, penulis menggunakan teori pertanggungjawaban pidana, Pertanggungjawaban adalah suatu perbuatan yang tercela oleh masyarakat dan itu dipertanggungjawabkan pada si pembuatnya. Untuk adanya pertanggungjawaban pidana, harus jelas terlebih dahulu siapa yang dapat dipertanggungjawabkan. Ini berarti harus dipastikan dahulu yang dinyatakan sebagai pembuat suatu tindak pidana (Roeslan Saleh, 1999 : 80).

Dipidananya seseorang tidak cukup jika seseorang telah memenuhi unsur tindak pidana saja. Meskipun telah melakukan perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana dan bersifat melawan hukum (formil, materiil), serta tidak ada alasan pembenar, hal tersebut belum memenuhi syarat bahwa orang yang melakukan tindak pidana harus mempunyai kesalahan (Chairul huda, 2006 : 74). Untuk kesalahan yang mengakibatkan dipidananya terdakwa, maka terdakwa haruslah antara lain :

a. Melakukan perbuatan pidana b. Mampu bertanggung jawab

c. Dengan sengaja atau kealpaan, dan d. Tidak ada alasan pemaaf


(10)

Pertanggungjawaban adalah suatu yang harus dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang telah dilakukan. Pertanggungjawaban adalah suatu perbuatan yang tercela oleh masyarakat dan itu dipertanggungjawabkan pada si pembuatnya. Untuk adanya pertanggungjawaban pidana, harus jelas terlebih dahulu siapa yang dapat dipertanggungjawabkan. Ini berarti harus dipastikan dahulu yang dinyatakan sebagai pembuat suatu tindak pidana (Roeslan Saleh, 1999 : 80).

Teori yang digunakan penulis untuk membahas permasalahan kedua adalah teori pertimbangan hakim. Seperti yang tertera dalam Pasal 8, Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim wajib memperhatikan pula sifat yang baik dan jahat dari terdakwa. berdasarkan ketentuan ini maka dalam menentukan berat ringannya pidana yang akan dijatuhkan hakim wajib memperhatikan sifat baik atau sifat jahat dari terdakwa sehingga putusan yang dijatuhkan setimpal dan adil sesuai dengan kesalahannya. Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana penggelapan yang melakukan perbuatan yang merugikan banyak pihak perlu mendapat perhatian khusus, sebab akibat yang ditimbulkan dari perbuatannya tersebut harus mendapatkan ganjaran yang setimpal. Putusan hakim tersebut harus adil dan sesuai dengan akibat yang ditimbulkan.

Menurut Sudarto sebelum hakim menentukan perkara, terlebih dahulu ada serangkaian pertimbangan yang harus dilakukan yaitu sebagai berikut:

a. Keputusan mengenai perkaranya, ialah apakah terdakwa telah melakukan perbuatan yang dituduhkan kepadanya.

b. Keputusan mengenai hukumnya, ialah apakah perbuatan yang dilakukan terdakwa itu merupakan tindak pidana dan apakah terdakwa tersebut bersalah dan dapat dipidana.

c. Keputusan mengenai pidananya apabila terdakwa memang dapat dipidana. (Sudarto, 1986:74)


(11)

9

Menurut M.Rusli untuk menjatukan putusan terhadap pelaku tindak pidana hakim membuat pertimbangan-pertimbanganyang bersifat yuridis yaitu sebagai berikut:

a. Dakwaan jaksa penuntut umun b. Keterangan saksi

c. Keterangan terdakwa d. Barang barang bukti

e. Pasal pasal dalam Undang undang tindak pidana (Rusli Muhammad 2006:125)

Menurut Pasal 183 dan 184 ,hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila sekurang kurangya dua alat bukti yang sah memeperoleh kenyakinan bahwa tindak pidana benar benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukanya. Alat alat bukti yang sah adalah:

a) Keterangan saksi adalah alat bukti yang mendatangkan saksi di sidang pengadilan.

b) Keterangan ahli adalah seorang ahli yang dapat membuktikan atau menyatakan kebenaran perkara disidang pengadilan .

c) Surat adalah dokumen atau lainya dalam bentuk resmi yang memuat keterangan tentang kejadian keadaan yang didengar,dilihat atau yang dialami sendiri ,disertai alasan yang tegas dan jelas tentang keterangan tersebut.

d) Petunjuk adalah perbuatan ,kejadian atau keadaan,yang karena penyesuaianya,baik antara yang satu dengan yang lain ,maupun dengan tindak pidana itu sendiri,menandahkan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.

e) Keterangan terdakwa adalah terdakwa menyatakan dipersidangan tentang perbuatan yang dilakukan atau yang diketahui sendiri atau dialami sendiri.

2. Konseptual

Kerangka konseptual merupakan kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti-arti yang berkaitan dengan istilah yang diinginkan atau diteliti (Soerjono Soekato, 1986: 32).


(12)

Konsep ini didalamnya dijelaskan tentang pengertian pokok yang dijadikan konsep dalam penulisan, sehingga mempunyai batasan yang jelas dan tepat dalam penafsiran beberapa istilah, hal ini untuk menghindari kesalahpahaman dalam penulisan. Adapun pengertian istilah yang digunakan sebagai berikut:

1. Analisis adalah Suatu uraian mengenai suatu persoalan yang memperbandingkan antara fakta-fakta dengan teori, dengan menggunakan metode argumentatif sehingga menghasilkan suatu kejelasan mengenai persoalan yang dibahas (Soerjono Soekanto, 1986: 31).

2. Pertanggungjawaban pidana adalah seseorang itu dapat dipidana atau tidaknya karena kemampuan dalam mempertanggungjawabkan perbuatannya. Dalam bahasa asing dikenal dengan Toerekeningsvatbaarheid dan terdakwa akan dibebaskan dari tanggung jawab jika itu tidak melanggar hukum (E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, 1999 : 250)

3. Tindak pidana merupakan pengertian dasar hukum pidana (yuridis normatif). Kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara yuridis atau kriminologis. Kejahatan atau perbuatan jahat dalam arti yuridis normatif adalah seperti yang terwujud in-abstracto dalam peraturan pidana. sedangkan kejahatan dalam arti kriminologis adalah perbuatan manusia yang menyalahi norma yang hidup dimasyarakat secara konkrit (Tri Andrisman, 2009: 69);

4. Penggelapan adalah Tindak Pidana yang dengan sengaja dan melawan hukum mengaku sebagai milik sendiri (zich toeeigenen) barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan,(Pasal 372 KUHP);


(13)

11

5. Kamus Bahasa Indonesia populer yang ditulis Bambang Marhijanto tahun 1996, dimana sertifikat diartikan sebagai ‘surat keterangan yang menguatkan kedudukan sesuatu (menurut hukum yang sah), surat tanda bukti. Maksudnya, ialah dengan sertifikat itu seseorang dapat membuktikan kedudukannya, posisinya, pembuktian mana dikuatkan oleh apa yang tersurat didalam sertifikat itu. (Bambang Marhijanto, 1996)

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan adalah urutan-urutan tertentu dari unsur-unsur yang merupakan suatu kebulatan dari penulisan dengan tujuan utuk memberikan gambaran secara menyeluruh dari hasil penelitian di dalam penulisan Skripsi.

I. PENDAHULUAN

Menguraikan tentang latar belakang penulisan Skripsi ini, kemudian menarik pemasalahan-permasalahan yang dianggap penting dan membatasi ruang lingkup penulisan, juga memuat tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teoritis dan konseptual serta sistematika penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Berisikan tentang pengertian-pengertian pembuktian masalah dan dasar hukum dalam membahas hasil penelitian yang terdiri dari putusan Hakim, perbuatan pidana, pelaku pidana, penggelapan dan pertanggungjawaban pidana.


(14)

III. METODE PENELITIAN

Bab ini akan dibahas mengenai langkah-langkah atau cara-cara yang dapat dipakai dalam penelitian yang dimulai dengan pendekatan masalah untuk kemudian dapat ditentukan sumber datanya baik itu berupa data primer maupun data sekunder, kemudian dalam bab tiga ini diuraikan juga tentang prosedur pengumpulan data dan pengolahan data, dan analisis apa yang dipakai dalam mengolah data yang ada, menyangkut Analisis Pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku penggelapan sertifikat tanah orang lain.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisikan tentang hasil pembahasan terhadap permasalahan Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penggelapan sertifikat tanah orang lain.

V. PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan dari hasil pembahasan dan penelitian sesuai dengan teori dan praktek di lapangan serta memberikan sumbangan pikiran berupa saran yang berkaitan dengan hasil dari penelitian tentang Analisis pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku penggelapan sertifikat tanah orang lain.


(15)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana

Di pidananya seseorang tidak cukup jika seseorang telah memenuhi unsur tindak pidana saja. Meskipun telah melakukan perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana dan bersifat melawan hukum (formil, materil), serta tidak ada alasan pembenar, hal tersebut belum memenuhi syarat bahwa orang yang melakukan tindak pidana harus mempunyai kesalahan (Chairul huda, 2006 : 74).

Untuk adanya kesalahan yang mengakibatkan dipidananya terdakwa, maka terdakwa haruslah :

a. Melakukan perbuatan pidana b. Mampu bertanggung jawab

c. Dengan sengaja atau kealpaan, dan d. Tidak ada alasan pemaaf

(Roeslan Saleh, 1999 : 79).

Pertanggungjawaban adalah suatu yang harus dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang telah dilakukan.

Pertanggungjawaban adalah suatu perbuatan yang tercela oleh masyarakat dan itu dipertanggungjawabkan pada si pembuatnya. Untuk adanya pertanggungjawaban pidana, harus jelas terlebih dahulu siapa yang dapat dipertanggungjawabkan. Ini berarti harus dipastikan dahulu yang dinyatakan sebagai pembuat suatu tindak pidana (Roeslan Saleh, 1999 : 80).


(16)

Pertanggungjawaban itu diminta atau tidak, adalah persoalan kedua, tergantung kebijakan pihak yang berkepentingan untuk memutuskan apakah dirasa perlu atau tidak untuk menuntut pertanggungjawaban tersebut. Masalah ini menyangkut subjek tindak pidana yang umumnya telah dirumuskan oleh pembuat undang-undang. Kenyataannya memastikan siapakah yang bersalah sesuai dengan proses sistem peradilan pidana.

Perbuatan melawan hukum belum cukup untuk menjatuhkan hukuman. Harus ada pembuat (dader) yang bertanggung jawab atas perbuatannya. Pembuat harus ada unsur kesalahan dan bersalah itu adalah pertanggungjawaban yang harus memenuhi unsur :

a. Perbuatan yang melawan hukum.

b. Pembuat atau pelaku dianggap mampu bertanggung jawab atas perbuatannya (unsur kesalahan).

Pertanggungjawaban pidana adalah seseorang itu dapat dipidana atau tidaknya karena kemampuan dalam mempertanggungjawabkan perbuatannya. Dalam bahasa asing dikenal dengan Toerekeningsvatbaarheid dan terdakwa akan dibebaskan dari tanggung jawab jika itu tidak melanggar hukum.

(E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, 1999 : 250).

Pertanggungjawaban dalam hukum pidana adalah pertanggungjawaban menurut hukum pidana. Setiap orang bertanggung jawab atas segala perbuatannya, hanya kelakuannya yang menyebabkan hakim menjatuhkan hukuman yang


(17)

15

dipertanggungjawabkan pada pelakunya. Pertanggungjawaban ini adalah pertanggungjawaban pidana.

Pertanggungjawaban pidana atau kesalahan dalam arti luas mempunyai tiga bidang, yaitu :

1. Kemampuan bertanggung jawab orang yang melakukan perbuatan

2. Hubungan batin (sikap psikis) orang yang melakukan perbuatan dengan perbuatannya :

a. Perbuatan yang ada kesengajaan, atau

b. Perbuatan yang ada alpa, lalai, kurang hati-hati

3. Tidak ada alasan penghapus pertanggungjawaban pidana bagi pembuat. (Sudarto, 1997 : 91)

Terdapat tiga doktrin pertanggungjawaban, yaitu :

1. Pertanggungjawaban identifikasi, doktrin ini dipakai di Negara Anglo Saxon dan sering disebut pertanggungjawaban pidana langsung.

2. Pertanggungjawaban Vicarious Liability, yaitu seseorang bertanggung jawab atas perbuatan orang lain atau disebut pertanggungjawaban pengganti atau pertanggungjawaban tidak langsung.

3. Pertanggungjawaban Strict Liability, yaitu pertanggungjawaban yang ketat menurut undang-undang yang ditekankan pada unsur kesalahan, pertanggungjawaban ini sering disebut pertanggungjawaban mutlak.

Pengertian perbuatan pidana tidak termasuk hal pertanggungjawaban. Perbuatan pidana hanya menunjuk pada dilarangnya perbuatan. Apakah orang yang melakukan perbuatan itu mempunyai kesalahan atau tidak. Apabila orang yang melakukan perbuatan itu memang melakukan kesalahan, maka ia akan dipidana. Berarti orang yang melakukan tindak pidana akan dikenakan pidana atas


(18)

perbuatannya. Seseorang harus bertanggung jawab terhadap sesuatu yang dilakukan sendiri atau bersama orang lain, karena kesengajaan atau kelalaian secara aktif atau pasif, dilakukan dalam wujud perbuatan melawan hukum, baik dalam tahap pelaksanaan maupun tahap percobaan. (Roeslan Saleh, 1999 : 82).

Asas legalitas menyatakan bahwa seseorang baru dapat dikatakan melakukan perbuatan pidana apabila perbuatannya tersebut telah sesuai dengan rumusan dalam undang-undang hukum pidana. Meskipun demikian, orang tersebut belum tentu dapat dijatuhi pidana, karena masih harus dibuktikan kesalahannya, apakah dapat dipertanggungjawabkan perbuatannya tersebut. Agar seseorang dapat dijatuhi pidana, harus memenuhi unsur-unsur perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana.

Pertanggungjawaban menurut hukum pidana adalah kemampuan bertanggung jawab seseorang terhadap kesalahan. Seseorang telah melakukan atau tidak melakukan perbuatan yang dilarang undang-undang dan tidak dibenarkan oleh masyarakat atau tidak patut menurut pandangan masyarakat. Melawan hukum dan kesalahan adalah unsur-unsur peristiwa pidana atau perbuatan pidana (delik) yang mempunyai hubungan erat. Tanggung jawab itu selalu ada, meskipun belum pasti dituntut oleh pihak yang berkepentingan. Jika pelaksanaan peranan yang telah berjalan itu ternyata tidak mencapai tujuan yang diinginkan. Demikian pula dengan masalah terjadinya perbuatan pidana dengan segala faktor-faktor yang menjadi pertimbangan melakukan pertanggungjawaban dalam hukum pidana. Atas faktor-faktor itulah tanggung jawab dapat lahir dalam hukum pidana.


(19)

17

Tanggung jawab pidana dapat diartikan sebagai akibat lebih lanjut yang harus ditanggung oleh orang yang telah bersikap tindak, baik bersikap tindak yang selaras dengan hukum maupun yang bertentangan dengan hukum. Tanggung jawab pidana adalah akibat lebih lanjut yang harus diterima/dibayar/ditanggung oleh seseorang yang melakukan tindak pidana secara langsung atau tidak langsung. Untuk dapat dipidana, maka perbuatannya harus memenuhi unsur-unsur tindak pidana. Apabila perbuatannya memenuhi unsur-unsur tindak pidana, maka kepada yang bersangkutan dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana secara yuridis.

Teori hukum pidana Indonesia kesengajaan itu ada tiga macam, yaitu : 1. Kesengajaan yang bersifat tujuan

Bahwa dengan kesengajaan yang bersifat tujuan, si pelaku dapat dipertanggung jawabkan dan mudah dapat dimengerti oleh khalayak ramai. Apabila kesengajaan seperti ini ada pada suatu tindak pidana, si pelaku pantas dikenakan hukuman pidana. Karena dengan adanya kesengajaan yang bersifat tujuan ini, berarti si pelaku benar-benar menghendaki mencapai suatu akibat yang menjadi pokok alasan diadakannya ancaman hukuman ini (Wirjono Prodjodikoro, 2003; 66).

2. Kesengajaan Secara Keinsyafan Kepastian

Kesengajaan ini ada apabila si pelaku, dengan perbuatannya tidak bertujuan untuk mencapai akibat yang menjadi dasar dari delik, tetapi ia tahu benar bahwa akibat itu pasti akan mengikuti perbuatan itu (Wirjono Prodjodikoro. 2003; 67-68).


(20)

3. Kesengajaan secara keinsyafan kemungkinan

Kesengajaan ini yang terang-terang tidak disertai bayangan suatu kepastian akan terjadi akibat yang bersangkutan, melainkan hanya dibayangkan suatu kemungkinan belaka akan akibat itu (Wirjono Prodjodikoro, 2003; 69). Selanjutnya mengenai kealpaan karena merupakan bentuk dari kesalahan yang menghasilkan dapat dimintai pertanggung jawaban atas perbuatan seseorang yang dilakukannya, seperti yang tercantum dalam Pasal 359 KUHP yang menyatakan sebagai berikut : “Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurangan paling lama satu tahun.”

Kealpaan mengandung dua syarat, yaitu :

1. Tidak mengadakan penduga-duga sebagaimana diharuskan hukum 2. Tidak mengadakan penghati-hati sebagaimana diharuskan hukum

Ketentuan diatas, dapat diikuti dua jalan, yaitu pertama memperhatikan syarat tidak mengadakan penduga-duga menurut semestinya.Dan yang kedua memperhatikan syarat tidak mengadakan penghati-hati guna menentukan adanya kealpaan. Siapa saja yang melakukan perbuatan tidak mengadakan penghati-hati yang semestinya, ia juga tidak mengadakan menduga-duga akan terjadi akibat dari kelakuannya.

Selanjutnya ada kealpaan yang disadari dan kealpaan yang tidak disadari. Dengan demikian tidak mengadakan penduga-duga yang perlu menurut hukum terdiri atas dua kemungkinan yaitu:


(21)

19

a. Terdakwa tidak mempunyai pikiran bahwa akibat yang dilarang mungkin timbul karena perbuatannya.

b. Terdakwa berpikir bahwa akibat tidak akan terjadi ternyata tidak benar.

Syarat yang ketiga dari pertanggungjawaban pidana yaitu tidak ada alasan pembenar atau alasan yang menghapuskan pertanggung jawaban pidana bagi si pembuat. Dalam masalah dasar penghapusan pidana, ada pembagian antara “dasar pembenar” (permisibilry) dan “dasar pemaaf” (ilegal execuse). Dengan adanya salah satu dasar penghapusan pidana berupa dasar pembenar maka suatu perbuatan kehilangan sifat melawan hukumnya, sehingga menjadi legal/boleh, pembuatanya tidak dapat disebut sebagai pelaku tindak pidana. Namun jika yang ada adalah dasar penghapus berupa dasar pemaaf maka suatu tindakan tetap melawan hukum, namun si pembuat dimaafkan, jadi tidak dijatuhi pidana.

Dasar penghapus pidana atau juga bisa disebut alasan-alasan menghilangkan sifat tindak pidana ini termuat di dalam Buku I KUHP, selain itu ada pula dasar penghapus diluar KUHP yaitu : Hak mendidik orang tua wali terhadap anaknya/guru terhadap muridnya dan Hak jabatan atau pekerjaan.

B. Pengertian Hukum Pidana dan Tindak Pidana 1. Pengertian Hukum Pidana

Hukum pidana adalah hukum yang mengatur tentang pelanggaran dan kejahatan terhadap kepentingan umum. Pelanggaran dan kejahatan tersebut diancam dengan hukuman yang merupakan penderitaan atau siksaaan bagi yang bersangkutan.


(22)

a. Pelanggaran

Pelanggaran adalah perbuatan pidana yang ringan. Ancaman hukumannya berupa denda atau kurungan. Semua perbuatan pidana yang tergolong pelanggaran diatur dalam Buku ke III KUHP.

(Yulies Tiena Masriani, 2004; 60) b. Kejahatan

Kejahatan adalah perbuatan pidana yang berat. Ancaman hukumannya dapat berupa hukuman denda, hukuman penjara, hukuman mati, dan kadangkala masih ditambah dengan hukuman penyitaan barang-barang tertentu, pencabutan hak tertentu, serta pengumuman keputusan hakim.

(Yulies Tiena Masriani, 2004; 60)

2. Pengertian Tindak Pidana

Tindak pidana merupakan pengertian dasar hukum pidana (yuridis normatif). Kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara yuridis atau kriminologis. Kejahatan atau perbuatan jahat dalam arti yuridis normatif adalah seperti yang terwujud in-abstracto dalam peraturan pidana. sedangkan kejahatan dalam arti kriminologis adalah perbuatan manusia yang menyalahi norma yang hidup dimasyarakat secara konkret (Tri Andrisman, 2009; 69).

Istilah “tindak pidana” telah digunakan oleh masing-masing penerjemah atau yang menggunakan dan telah memberikan sandaran perumusan dari istilah Strafbaar feit tersebut. Istilah het strabare feit sendiri telah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia sebagai:

a. Delik (delict);


(23)

21

c. Perbuatan pidana, (Moeljatno)

d. Perbuatan yang dapat/boleh dihukum; e. hal yang diancam dengan hukum;

f. Perbuatan-perbuatan yang diancam dengan hukum;

g. Tindak pidana, (Sudarto an diikuti oleh pembentuk UU sampai sekarang).

Lebih lanjut, Pembentuk undang-undang kita telah menggunakan istilahstrafbaar feit untuk menyebut tindak pidana. Oleh karena itu, timbul pertanyaan istilah manakah yang paling tepat?

Untuk menjawabnya, perlu diuraikan beberapa pendapat ahli Hukum Pidana sebagai berikut:

a. Simon menerangkan strafbaar feit adalah kelakuan yang diancam dengan pidana, yang bersifat melawan hukum, yang berhubungan dengan kesalahan yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab;

b. Van Hamel merumuskan sebagi berikut: Perbuatan pidana adalah “kelakuan orang yang dirumuskan dalam undang-undang, yang bersifat melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan kesalahan”;

c. Moeljatno, perbuatan pidana adalah “perbuatan yang dilarang oleh suatu atura hukum, yang mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut”

(Moeljatno, 1987: 54);

d. Pompe, memberikan pengertian tindak pidana menjadi dua definisi, yaitu: a) Definisi menurut teori adalah suatu pelanggaran terhadap norma, yang


(24)

untuk mempertahankan tata hukum dan menyelamatkan kesejahteraan umum;

b) Definisi menurut hukum positif adalah suatu kejadian atau feit yang oleh peraturan undang-undang dirumuskan sebagai perbuatan yang dapat dihukum. (Tri Andrisman, 2006 : 53-54).

Berdasarkan beberapa pendapat ahli tersebut, dapat dibuatkan suatu kesimpulan mengenai tindak pidana, yaitu sebagai berikut :

1. Suatu perbuatan yang melawan hukum;

2. Orang yang dikenai sanksi harus mempunyai kesalahan (asas tiada pidana tanpa kesalahan). Kesalahan sendiri terdiri dari kesalahan yang disebabkan secara sengaja dan yang disebabkan secara sengaja dan yang disebabkan karena kelalaian;

3. Subjek atau pelaku baru dapat dipidana jika ia dapat bertanggung jawab dalam artian berfikiran waras;

Pada hakikatnya perbuatan pidana harus terdiri dari unsur-unsur lahir oleh karena perbuatan, yang mengandung kelakuan dan akibatnya yang ditimbulkan. karenanya, perbuatan pidana adalah suatu kejadian dalam alam lahir. Adapun unsur-unsur tindak pidana yang dikemukakan oleh para pakar itu pun terdapat perbedaan pandangan, baik dari Pandangan atau aliran Monistis dan Pandangan atau aliranDualistis. Menurut aliran Monistis, apabila ada orang yang melakukan tindak pidana maka sudah dapat dipidana. Sedangkan aliran Dualistis dalam memberikan pengertian tindak pidana memisahkan antara perbuatan pidana dan


(25)

23

pertanggungjawaban pidana. Sehingga berpengaruh dalam merumuskan unsur-unsur tindak pidana.

Menurut pakar hukum Simon, seorang penganut aliran Monistis dalam merumuskan unsur-unsur tindak pidana sebagai berikut:

1. Perbuatan manusia (positif atau negatif; berbuat atau tidak berbuat atau membiarkan);

2. Diancam dengan pidana; 3. Melawan hukum;

4. Dilakukan dengan kesalahan;

5. Orang yang mampu bertanggung jawab. (Sudarto, 1990: 40).

Sedangkan menurut pakar hukum Moeljatno, seorang penganut Aliran Dualistis merumuskan unsur-unsur perbuatan pidana/tindak pidana sebagai berikut:

1. Perbuatan (manusia);

2. Memenuhi rumusan dalam undang-undang (syarat formil; Sebagai konskuensi adanya asas legalitas);

3. bersifat melawan hukum (syarat materil; perbuatan harus betul-betul dirasakan oleh masyarakat sebagai perbuatan yang tidak boleh atau tidak patut dilakukan karena bertentangan dengan tata pergaulan di masyarakat. 4. Kesalahan dan kemampuan bertanggung jawab tidak masuk sebagai unsur

perbuatan pidana karena unsur perbuatan ini terletak pada orang yang berbuat (Triandrisman, 2009: 81)

Perlu diperhatikan menurut Sudarto mengenai unsur-unsur tindak pidana yang dikemukakan diatas. Meski berbeda pandangan dalam merumuskan hal tersebut antara yang satu dengan yang lainnya, namun hendaknya memegang pendirian itu secara konsekuen, agar tidak terjadi kekacauan pengertian dan pasti bagi orang lain. (Tri Andrisman, 2006: 53-54).


(26)

Perbuatan pidana adalah suatu aturan hukum yang dilarang dan diancam pidana. Dimana larangan ditujukan kepada perbuatan yang ditimbulkan oleh kelakuan orang, sedangkan ancaman pidana ditujukan kepada orang yang menimbulkan kejadian itu. Oleh karena itu antara kejadian dan orang yang menimbulkan kejadian memiliki hubungan erat satu sama lain yang tidak dapat dipisahkan.

C. Pengertian Pelaku Tindak Pidana

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia, pelaku (pleger) merupakan arti pembuat (dader) dalam pandangan yang sempit. Pembuat itu sendiri merupakan bagian dari penyertaan menurut ajaran “equivalente” setiap syarat bagi suatu akibat yang diperlukan dalam penyertaan, maka pengertian pelaku atau pembuat akan diperluas dengan:

1. Pelaku (pleger)

adalah orang yang melakukan sendiri perbuatan yang memenuhi rumusan delik, yang melakukan perbuatan adalah pelaku sempurna yaitu yang melakukan sesuatu perbuatan yang memenuhi unsur-unsur yang dirumuskan dalam suatu tindak pidana atau yang melakukan perbuatan yang memenuhi perumusan tindak pidana. Menurut H.R tanggal 19 Desember 1910 (Moch.Anwar, 1981: 13) pelaku menurut undang-undang adalah seseorang yang memiliki kemampuan untuk menghentikan situasi terlarang, sedangkan peradilan Indonesia memandang pelaku adalah orang yang menurut maksud pembuat undang-undang harus dipandang bertanggungjawab.


(27)

25

adalah orang yang melakukan perbuatan dengan perantaraan orang lain sedang itu hanya diumpamakan alat. Dengan demikian doenpleger ada dua pihak yaitu pembuat langsung dan pembuat tidak langsung, padadoenpleger terdapat unsur-unsur:

a. Alat yang dipakai adalah manusia;

b. Alat yang dipakai itu berbuat (bukan alat yang mati); c. Alat yang dipakai itu tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Perbuatan menyuruh melakukan adalah suatu penyertaan, dalam hal ini orang yang telah benar-benar melakukan dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya sedangkan orang lain dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang nyata oleh orang yang disuruh melakukan. Menurut MvT (Moch. Anwar, 1981: 14) perbuatan menyuruh melakukan terdapat dalam hal tindak pidana itu terjadi dengan perantaraan seorang manusia lain:

a. Yang dipergunakan sebagai alat dalam tangan pelaku;

b. Yang karena tanpa sepengetahuannnya terbawa dalam suatu keadaan atau terbawa dalam suatu kekeliruan atau karena kekerasan, sehingga ia menyerah untuk bertindak tanpa maksud ataupun kesalahan maupun tanpa dapat diperhitungkan sebelumnya.

3. Yang turut serta (medepleger)

adalah orang yang dengan sengaja turut berbuat atau turut mengerjakan terjadinya sesuatu. Turut mengerjakan terjadinya sesuatu tindak pidana ada tiga kemungkinan:


(28)

b. Salah seorang memenuhi semua unsur delik;

c. Tidak seorangpun memenuhi unsur delik, tetapi mereka bersama-sama mewujudkan delik itu.

Syarat untuk adanyamedeplegeryaitu adanya kerjasama secara sadar dan ada pelaksanaan bersama secara fisik. Noyon (Moch. Anwar, 1981: 23) berpendapat bahwa turut serta melakukan bukanlah turut melakukan, juga bukan bentuk pemberian bantuan, tetapi merupakan bentuk penyertaan yang berdiri sendiri yang terletak diantara perbuatan melakukan dan perbuatan pemberian bantuan.

4. Penganjur (uitlokker)

adalah orang yang menggerakan orang lain untuk melakukan suatu tindak pidana dengan menggunakan sarana-sarana yang ditentukan oleh undang-undang. Perbedaan antara penganjur dengan menyuruh melakukan yaitu: a. Pada penganjuran orang yang digerakkannyadengan menggunakan sarana

untuk menggerakkannya tidak ditentukan;

b. Pada penganjuran pembuat materil dapat dipertanggungjawabkan sedangkan pada menyuruh melakukan pembuat materil tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Termasuk dasar Pembenar Bela paksa Pasal 49 ayat 1 KUHP, keadaan darurat, pelaksanaan peraturan perundang-undangan Pasal 50, pemerintah jabatan-jabatan Pasal 51 ayat 1 Dalam dasar pemaaf atau fait d’excuse ini semua unsur tindak pidana, termasuk sifat melawan hukum dari suatu tindak pidana tetap ada, tetapi hal-hal khusus yang menjadikan si pelaku tidak dapat dipertanggung jawabkan,


(29)

27

atau dengan kata lain menghapuskan kesalahannya. Yang termasuk dasar pemaaf adalah: kekurangan atau penyakit dalam daya berpikir, daya paksa (overmacht), bela paksa, lampau batas (noodweerexes), perintah jabatan yang tidak sah (Wirjono Prodjodikoro, 2003; 70).

C. Dasar Hukum Penggelapan sertifikat tanah orang lain

Sesuai dengan Pasal 1 butir 20 Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah bahwa :

Sertifikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat 2 huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun, dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan.

Sertifikat berdasarkan Pasal 32 ayat (1) PP No. 24 tahun 1997 yaitu surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan.

Pemasalahan penggelapan sertifikat tanah orang lain yang dalam hal ini jabatan pelaku merupakan istri sirih dari pemilik sebelumnya sertifikat tanah tersebut diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yaitu:

Pasal 372 menyatakan:

”Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum mengaku sebagai milik sendiri (zich toeeigenen) barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, diancam, karena penggelapan,


(30)

dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak enam puluh Rupiah”.

Pasal 374 menyatakan:

”Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang penguasaannya terhadap barang disebabkan karena ada hubungan kerja atau karena pencairan atau karena mendapat upah untuk itu,diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun”.

D. Dasar Hukum Pertimbangan Hakim

Menurut Sudarto sebelum hakim menentukan perkara, terlebih dahulu ada serangkaian pertimbangan yang harus dilakukan yaitu sebagai berikut:

a) Keputusan mengenai perkaranya, ialah apakah terdakwa telah melakukan perbuatan yang dituduhkan kepadanya.

b) Keputusan mengenai hukumnya, ialah apakah perbuatan yang dilakukan terdakwa itu merupakan tindak pidana dan apakah terdakwa tersebut bersalah dan dapat dipidana.

c) Keputusan mengenai pidananya apabila terdakwa memang dapat dipidana. (Sudarto, 1986:74)

Menurut M.Rusli untuk menjatukan putusan terhadap pelaku tindak pidana hakim membuat pertimbangan-pertimbangan yang bersifat yuridis yaitu pertimbangan yang didasarkan pada fakator faktor yang terungkap didalam persidangan dan undang undang yang ditetapkan sebagai berikut:

a. Dakwaan jaksa penuntut umun b. Keterangan saksi

c. Keterangan terdakwa d. Barang barang bukti

e. Pasal pasal dalam Undang undang tindak pidana (Rusli Muhammad 2006:125)

Pertimbangan hakim seperti yang tertera dalam Pasal 8, Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim wajib memperhatikan pula sifat yang baik dan jahat dari terdakwa. Berdasarkan ketentuan ini maka dalam menentukan berat ringannya pidana yang akan dijatuhkan hakim wajib memperhatikan sifat baik atau sifat jahat dari terdakwa sehingga putusan yang dijatuhkan setimpal dan adil sesuai dengan kesalahannya. Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap


(31)

29

pelaku tindak pidana penggelapan dalam jabatan sertifikat tanah orang lain yang melakukan perbuatan yang merugikan banyak pihak perlu mendapat perhatian khusus, sebab akibat yang ditimbulkan dari perbuatannya tersebut harus mendapatkan ganjaran yang setimpal. Putusan hakim tersebut harus adil dan sesuai dengan akibat yang ditimbulkan.

Menurut Pasal 183 dan 184 ,hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila sekurang kurangya dua alat bukti yang sah memeperoleh kenyakinan bahwa tindak pidana benar benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukanya. Alat alat bukti yang sah adalah:

a) Keterangan saksi adalah alat bukti yang mendatangkan saksi di sidang pengadilan.

b) Keterangan ahli adalah seorang ahli yang dapat membuktikan atau menyatakan kebenaran perkara disidang pengadilan .

c) Surat adalah dokumen atau lainya dalam bentuk resmi yang memuat keterangan tentang kejadian keadaan yang didengar,dilihat atau yang dialami sendiri ,disertai alasan yang tegas dan jelas tentang keterangan tersebut.

d) Petunjuk adalah perbuatan ,kejadian atau keadaan,yang karena penyesuaianya,baik antara yang satu dengan yang lain ,maupun dengan tindak pidana itu sendiri,menandahkan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.

e) Keterangan terdakwa adalah terdakwa menyatakan dipersidangan tentang perbuatan yang dilakukan atau yang diketahui sendiri atau dialami sendiri.


(32)

III. METODE PENELITIAN

Guna mendapatkan data yang penulis harapkan dalam melaksanakan penelitian ini, maka metode yang digunakan dalam melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut:

A. Pendekatan Masalah

Membahas permasalahan yang penulis ajukan dalam penelitian ini, terdapat dua pendekatan yang dilakukan, yaitu pendekatan secara yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris.

1. Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan, penelitian kepustakaan untuk memperoleh data sekunder dengan cara menguhubungkan peraturan-peraturan tertulis atau buku-buku hukum yang erat hubungannya dengan masalah yang diteliti (Soerjono Soekanto, 1986 : 51)

2. Pendekatan yuridis empiris adalah pendekatan yang digunakan untuk memperoleh data primer yang dilakukan dengan wawancara dengan responden yaitu petugas yang berwenang dalam masalah yang diteliti (Soerjono soekanto, 1986 : 51).


(33)

31

B. Jenis dan Sumber Data

Sumber data yang akan digunakan dalam penulisan skrisi ini terdiri atas data primer dan data sekunder.

1. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari penelitian di lapangan atau dengan mengadakan wawancara dengan pihak-pihak yang terkait dengan masalah Tindak Pidana Penggelapan Dalam Jabatan Sertifikat Tanah Milik Orang Lain.

2. Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui studi kepustakaan yang berupa:

a. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Serta Kitab Undang Undang Hukum pidana.

b. Bahan hukum sekunder yang meliputi :

a) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan Kitab Undang Undang Hukum Pidana;

b) Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M.14.PW.07.03 Tahun 1983;

c) Putusan Pengadilan Negeri Nomor Reg 659/Pid. B/2011/PN. TK ; c. Bahan hukum tersier yaitu antara lain meliputi buku-buku dan karya

ilmiah yang berkaitan dengan permasalahan serta surat kabar, kamus bahasa dan kamus hukum.


(34)

C. Penentuan Populasi dan Sampel

Populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisis yang ciri-cirinya akan diduga (Masri Singaribuan, 1989 : 156). Dalam penelitian ini, maka yang menjadi populasi adalah Hakim di Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang dan Jaksa Kejaksaan Negeri Bandar Lampung sebagai pihak yang terkait dengan Tindak Pidana Penggelapan Sertifikat Tanah Milik Orang Lain.

Menentukan sample dari populasi, maka digunakan metode purposive sampling yaitu memilih sample disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai dan dianggap telah mewakili populasi terhadap masalah yang hendak digambarkan dan dicapai (Soemitro, Ronni Hanitiji,1988 : 15).

Responden yang akan dijadikan sample dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Hakim Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang : 1 orang 2. Jaksa Kejaksaan Negeri Bandar Lampung : 2 orang 3. Badan pertanahan nasional : 1 orang 4. Dosen Bagian Hukum pidana Fakultas Hukum

Universitas Lampung : 1 orang +


(35)

33

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data 1. Prosedur Pengumpulan Data

Langkah-langkah yang ditempuh dalam pengumpulan data penyusunan skripsi ini adalah sebagai berikut:

a. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan yaitu studi pengumpulan data dari bahan pustaka untuk memperoleh data sekunder. Cara yang dilakukan adalah dengan membaca, memahami, memperoleh, mengutip data yang dianggap perlu dari beberapa peraturan perundang-undangan, literatur dan bahan tertulis lainnya.

b. Studi Lapangan

Studi lapangan dilakukan dengan cara wawancara sebagai usaha pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan kepada responden. Wawancara dilakukan secara mendalam dengan sistem jawaban untuk mendapatkan jawaban utuh.

2. Pengolahan Data

Setelah data-data tersebut diperoleh maka langkah berikut adalah pengumpulan data dengan tujuan untuk memperoleh data yang baik yang selanjutnya akan dianalisis. Langkah-langkah yang dilakukan dalam mengolah data adalah :

a. Editing Data, yaitu memeriksa data ynag diperoleh untuk segera mengetahui apakah data yang diperoleh itu telah relevan dan sesuai dengan bahasan. Selanjutnya apabila ada data yang salah akan dilakukan


(36)

perbaikan dan terhadap data yang kurang lengkap akan diadakan penambahan;

b. Klasifikasi Data, yaitu dilakukan dengan cara mengelompokan data sesuai dengan pokok yang dianalisis;

c. Sistematisi Data, yaitu penyusunan data secara sistematis yaitu sesuai dengan pokok bahasan sehingga memudahkan analisis data.

E. Analisis Data

Setelah data diperoleh maka tahap selanjutnya adalah menganalisis data tersebut sehingga akan diperoleh suatu keterangan-keterangan guna menjawab permasalahan-permasalahan dalm penelitian ini, dengan menggunakan metode Analisis Kualitatif maksudnya menyajikan atau menerangkan dan menguraikan data secara sistematis dalam bentuk kalimat-kalimat, sehingga akan diperoleh gambaran secara umum jawaban permasalahan yang diteliti (Soerjono Soekanto, 1986 : 250). Selanjutnya ditarik suatu kesimpulan dari hasil analisis dilakukan dengan cara berpikir yang didasarkan atas fakta-fakta atau data yang terdapat dalam penelitian yang bersifat khusus, kemudian diambil kesimpulan secara umum, selanjutnya dengan beberapa kesimpulan tersebut dapat diajukan saran.


(37)

52

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang diuraikan, maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana penggelapan sertifikat tanah, berdasarkan fakta-fakta yang telah terungkap di Persidangan dan terdakwa dalam keadaan sehat jasmani dan rohani, Hakim memutuskan bahwa terdakwa bernama Triani Binti Ketut Suwirno umur 39 Tahun dengan nomor putusan 659/Pid.B/2011/PN. TK bersalah telah melakukan tindak pidana penggelapan dan menghukum terdakwa penjara 1 (satu) Tahun 3 (Tiga) bulan. pertanggungjawaban pidana adalah seseorang itu dapat dipidana atau tidaknya karena kemampuan dalam mempertanggungjawabkan perbuatannya. Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan, keterangan saksi dan pengakuan terdakwa, terdakwa dengan sengaja melakukan perbuatannya tersebut dalam keadaan sehat jasmani dan rohani sehingga tidak ada nya dasar peniadaan pidana atau alasan pemaaf bagi terdakwa. Oleh karena itu pertanggungawaban pidana terhadap pelaku yang divonis Pasal Penggelapan pada perkara No. 659/Pid. B/2011/PN. TK telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.


(38)

2. Menurut Pasal 183 KUHAP dan 184 KUHAP ,hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila sekurang kurangya dua alat bukti yang sah memeperoleh kenyakinan bahwa tindak pidana benar benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukanya. Alat alat bukti yang sah adalah:

a) Keterangan saksi adalah alat bukti yang mendatangkan saksi di sidang pengadilan.

b) Keterangan ahli adalah seorang ahli yang dapat membuktikan atau menyatakan kebenaran perkara disidang pengadilan .

c) Surat adalah dokumen atau lainya dalam bentuk resmi yang memuat keterangan tentang kejadian keadaan yang didengar,dilihat atau yang dialami sendiri ,disertai alasan yang tegas dan jelas tentang keterangan tersebut.

d) Petunjuk adalah perbuatan ,kejadian atau keadaan,yang karena penyesuaianya,baik antara yang satu dengan yang lain ,maupun dengan tindak pidana itu sendiri,menandahkan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.

e) Keterangan terdakwa adalah terdakwa menyatakan dipersidangan tentang perbuatan yang dilakukan atau yang diketahui sendiri atau dialami sendiri.

Dasar Pertimbangan oleh Hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana penggelapan sertifikat tanah yaitu terdakwa bernama Triani Binti KetutSuwirno umur 39 Tahun dengan nomor putusan 659/Pid.B/2011/PN. TK, dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku


(39)

54

penggelapan berdasarkan teori pertimbangan Hakim, Hakim telah memperoleh keyakinan akan kesalahan terdakwa yang telah terbukti secara sah dan meyakinkan dan selanjutnya dijatuhkan putusan berupa pemidanaan dengan jenis penjara selama 1 (Satu) Tahun 3 (Tiga) bulan. Hal ini dilihat dari sikap pelaku dimuka persidangan, akibat perbuatan pelaku yang menggelapkan apa yang belum bukan milik nya, terdapatnya barang bukti, adanya alat bukti, fakta-fakta yang terungkap dipersidangan dimana terdakwa terbukti secara sah melanggar Pasal 372 KUHP. Hakim dalam menjatuhkan pidana tersebut dengan menggunakan pasal yang teringan dari dakwaan Jaksa, dengan menimbang hal-hal yang meringankan yaitu terdakwa berterus terang mengakui perbuatannya dan berlaku sopan dalam persidangan.

B. Saran

Pasal 263 KUHP(Pemalsuan Surat) seharusnya dicantumkan oleh Penuntut Umum sehingga menjadi pertimbangan Hakim dalam memutuskan perkara dan terdakwa pernah dihukum yang seharusya memberatkan dalam menjatuhkan hukuman kepada terdakwa.

1. hukuman merupakan suatu tindakan yang dapat dipertanggungjawabkan dan bermanfaat tidak hanya bagi si pelaku tetapi juga harus bermanfaat bagi masyarakat. Pada akhirnya hakim harus memutuskan perkara yang diadilinya semata-mata berdasarkan hukum, kebenaran, dan keadilan serta yang tidak membeda-bedakan individu, tentunya dengan berbagai resiko yang akan dihadapinya. Hakim wajib memperhatikan pula sifat yang baik dan jahat dari


(40)

terdakwa.Untuk itu Hakim dalam menjatuhkan vonis dengan mengingat terdakwa pernah menjadi narapidana untuk pertimbangan hakim dalam memvonis terdakwa lebih berat lagi.

2. Meskipun telah melakukan perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana dan bersifat melawan hukum (formil, materiil), serta tidak ada alasan pembenar, hal tersebut belum memenuhi syarat bahwa orang yang melakukan tindak pidana harus mempunyai kesalahan, Untuk adanya kesalahan yang mengakibatkan dipidananya terdakwa, maka terdakwa haruslah mampu bertanggung jawab, sehingga dalam pengungkapan perkara dalam persidangan Hakim sebaiknya lebih memperhatikan unsur-unsur kesalahan terdakwa dan melihat hal-hal yang meringankan serta memberat kan dalam pengambilan keputusan pidana, agar putusan tersebut memenuhi unsur keadilan dan adanya kepastian hukum bagi terdakwa.


(41)

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU PENGGELAPAN SERTIFIKAT TANAH

(Studi Kasus Perkara 659/Pid. B/2011/PN. TK)

Oleh Indra Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(42)

(Skripsi)

Oleh INDRA NPM 0852011108

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(43)

DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ………...……… 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ………... 5

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ………... 6

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ………... 7

E. Sistematika Penulisan………... 11

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana ……….... 13

B. Pengertian Hukum Pidana dan Tindak Pidana ……… 19

C. Pengertian Pelaku Tindak Pidana ……….... 24

D. Dasar Hukum Penggelapan Sertifikat Tanah ……… 27

E. Dasar Hukum Pertimbangan Hakim ……….. 28

III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah ... 30

B. Jenis dan Sumber Data ... 31

C. Penentuan Populasi dan Sample ... 32

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 33

E. Analisis Data ... 34 DAFTAR PUSTAKA


(44)

A. Karakteristik Responden ... 35 B. Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana

Penggelapan Sertifikat Tanah ... ... 37 C. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Sanksi Pidana

Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penggelapan

Sertifikat Tanah ... 40

DAFTAR PUSTAKA V. PENUTUP

A. Kesimpulan ... 48 B. Saran ... 49

LAMPIRAN


(45)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Firganefi, S.H., M.H. ...

Sekretaris/Anggota : Tri Andrisman, S.H., M.H. ...

Penguji Utama : Diah Gustiniati, S.H., M.H. ...

2. Dekan fakultas Hukum

Dr. Heryandi, S.H., M.S. NIP 196211091987031003


(46)

1. Tim Penguji

Ketua : Firganefi, S.H., M.H. ...

Sekretaris/Anggota : Tri Andrisman, S.H., M.H. ...

Penguji Utama : Diah Gustiniati, S.H., M.H. ...

2. Dekan fakultas Hukum

Dr. Heryandi, S.H., M.S. NIP 196211091987031003


(47)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada:

Tuhanku, ALLAH SWT yang telah memberikanku kesehatan, rizki,keluarga yang mencintaiku serta Junjunganku, Muhammad SAW yang telah member petunjuk

dalam hidupku.

Mama Nuryati minarni .

Seorang wanita yang telah melahirkanku kedunia ini, merawatku hingga tumbuh besar, menyayangiku dengan tulus, terimah kasih atas segala hal yang

tak ternilai yang telah kau berikan dan ajarkan dalam hidupku ..

Papa Hajaruddin .

yang selalu menantikan setiap langkah keberhasilanku

Dan menjadi semangatku untuk menggapai impian impianku kelak dan terima kasih atas doa, pengorbanan dan semangatya

Kakakku Surya andika .

Terimah kasih atas semangat dan inspirasi dalam menjalani hidup serta menjadi contoh yang baik dalam menjalani hidup ini

Adik-Adikku ..

Kiky Harmitha dan Muhammad Zacky

Yang telah menjadi semangatku agar selalu memberikan yang terbaik dan menjadi contoh dan teladan pada keberhasilan yang akan datang .

Kekasihku Faiza Riani S.H

Yang selalu sabar menemani dan mendukung penulis untuk menyelesaikan study serta memberikan semangat dan memberikan pelajaran baru dalam


(48)

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT, karena atas rahmat dan anugerah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan dengan judul Analisis Pertanggungjawaban pidana pelaku Penggelapan sertifikat tanah (Studi Kasus Perkara 659/Pid. B/2011/PN. TK) adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di FakultasHukumUniversitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S selaku Pejabat Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung;

2. Ibu Diah Gustiniati, S.H., M.H selaku Ketua Bagian Hukum Pidana Universitas Lampung dan selaku Pembahas Iyang senantiasa memberikan masukan kepada penulis

3. Ibu firganefi, S.H., M.H selaku Pembimbing I atas kesediaanya memberikan saran dan kritik dalam setiap perbaikan sehingga skipsi ini dapat diselesaikan 4. Bapak Tri Andrisman, S.H., M.H selaku Pembimbing II atas kesediaanya

memberikan bimbingan, waktu, tenaga dan pikiranya dalam membantu Penulis untuk menyelesaikan skripsi ini;

5. Ibu Rini Fathonah, S.H., M.H selaku Pembahas II yang telah meluangkan waktunya, dan senantiasa memberikan saran dan kritiknya;


(49)

6. Prof. Dr. I Gede Arya Bagus Wiranata, S.H., M.H selaku Pembimbing Akademik;

7. Seluruh dosen pengajar dan karyawan Akademik Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah membantu memberikan pemikiran dan ilmu pengetahuan selama penulis menyelesaikan studinya;

8. Bapak Itong Isnaeni Hidayat, S.H., M.H. (Hakim Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang), Ibu Eka Septiana Sari, S.H. Dan Taufiq Ibnu Groho, S.H (Jaksa Kejaksaan Negeri Bandar Lampung) Serta Ibu Ica Hastia Dewi, S.H.,M.H (Badan Pertanahan Nasional prov.Lampung) terimakasih atas bantuan dan masukkannya dalam penyelesaian skripsi ini;

9. Keluarga besarku Ujang Ansori dan A.Yani Alm yang sudah membantu secara materil maupun moril, aku bangga hadir dalam keluarga besar ini;

10. Angkatan Lintas badai 26, Chandra Okstrawan (Kimung), Noviyana (Arum), Febri Trinata S.H (Buluk) , Imron Suhada S.H (Ganggas) ,Andi Ashadik adly S.H (Gibran) , Widia Dara S.H (Gendis), Regi Aska (Golek), Jevry (GemburTelor), Mawar Sejati S.H (BontetDe’sah) yang menemaniku dalam mengarungi segala tantangan dan penggalaman selama ini makasih atas kehangatan yang kalian ciptakan;

11. Keluarga Besar Mahusa Unila yang mengajarkanku keberanian dalam menjalani kerasya hidup dan memberikan ilmu tentang persaudaraan yang tak mungkinku dapatkan di perkuliahanatau pun di bangku sekolah ;

12. Warung Bambu Community, Bang hendy, Pangeran, Mb Marta, Mb Ani, Band Udin, Bang Bobby dan Bunda Mbk Marta Terimakasih atas dukungan, motivasi dan kehangatan selama ini serta menjadi inspirasi penulis ;


(50)

14. Abe , Ome , Omah , Opah makasih atas Doa dan dukungan serta pelajaran agama yang tak ternilai harganya;

15. ABENK, Doni, Dino, Darwin, Iman,Ilham, Nicko, Ongky,Iqbal, yang selalu menemaniku dari masa putih biru hingga sekarang;

16. Himpunan Mahasiswa Martapura (HIMAPURA),Doni 151 ,Pepen, Risky, Riki, Chandra, Mega, Ira, ObrinS.ip,DavidS.Kom Dan banyak yang lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu terimakasih atas kebersamaannya selama ini;

17. Untuk Senior Dan Juniorku Di MAHUSA yang tidak bisa disebutkan satu persatu dari angkatan pertama sampai dengan sekarang, Salam LESTARI…..!!!! MAHUSA JAYA....! ;

18. Nisa, Adon, Rara, kywong, makasih atas semangat dan menemani penulis dalam mengerjakan skripsi ini;

19. Onong- Onong dan Sadoci makasih atas dukungan dan telah menyemangati penulis untuk menyelesaikan skripsi ini;

20. Oli dan Oceng kucing kucing yang menghibur penulis dan menghilangkan suasana pusing dalam mengerjakan skripsi ini serta tingkah lucuya yang menghibur semua orang.

21. Teman-Teman Fakultas Hukum Angkatan 2008 Neri, Bayu, Hengky, Nicky, Deni, Jaya, Ari, Bang Indra, Dian, dan banyak lagi yang tidak bisa disebutkan satu persatu semoga kerja keras kita mendapatkan hasil yang memuaskan;


(51)

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, Desember2012 Penulis


(52)

(53)

Judul Skripsi :ANALISIS PERTANGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU PENGGELAPAN SERTIFIKAT TANAH (STUDY KASUS PERKARA.659/Pid. B/2011/PN. TK) Nama Mahasiswa : INDRA

No.Pokok Mahasiswa : 0852011108

Bagian : Hukum Pidana

Fakultas : Hukum

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Firganefi , S.H.,M.H. Tri Andrisman, S.H.,M.H.

NIP 19620817 198703 2 003 NIP 196112311989031023

2.Ketua Bagian Hukum Pidana

Diah Gustiniati, S.H.,M.H. NIP 19620817 198703 2 003


(54)

Penulis dilahirkan di desa Kota baru kecamatan Martapura kabupaten Oku Timur pada tanggal 25-03-1990 sebagai Anak kedua dari 4 Saudara dari pasangan Hajaruddin dan Nuryati Minarni.

Penulis memulai dunia pendidikan di TK Islami di Martapura Tahun 1996 dan dilanjutkan di Sekolah Dasar Negeri 04 Martapura dan diselesaikan pada Tahun 2002 dan dilanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Martapura dan selesai Tahun 2005 dan Penulis Bersekolah di Sekolah Menenggah Umum Negeri 1Waytuba dan LuLus pada Tahun 2008.

Pada tahun 2008 penulis terdaftar sebagai Mahasiswa di Fakultas Hukum Universitas Lampung dan pada Bulan Januari dan Februari Tahun 2011 penulis mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Kota Karang, Teluk Betung Barat.

Selama menempuh Pendidikan di Fakultas Hukum, penulis aktif dalam kegiatan dan Organisasi diantaranya; penulis bergabung dengan Organisasi Mahasiswa Fakultas


(55)

Hukum Sayangi Alam (Mahusa) Tahun 2008 dan menjadi anggota tetap pada Tahun 2009 hingga sekarang dan penulis merupakan anggota dari organisasi Himpunan Mahasiswa Martapura (Himapura) serta penulis merupakan anggota pencak silat Margaluyu 151 Jogjakarta.


(1)

13. Ibu Widya Krulinasari., S.H.,MH makasihya mbak atas pelajaran dan dukungan moril maupun materil;

14. Abe , Ome , Omah , Opah makasih atas Doa dan dukungan serta pelajaran agama yang tak ternilai harganya;

15. ABENK, Doni, Dino, Darwin, Iman,Ilham, Nicko, Ongky,Iqbal, yang selalu menemaniku dari masa putih biru hingga sekarang;

16. Himpunan Mahasiswa Martapura (HIMAPURA),Doni 151 ,Pepen, Risky, Riki, Chandra, Mega, Ira, ObrinS.ip,DavidS.Kom Dan banyak yang lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu terimakasih atas kebersamaannya selama ini;

17. Untuk Senior Dan Juniorku Di MAHUSA yang tidak bisa disebutkan satu persatu dari angkatan pertama sampai dengan sekarang, Salam LESTARI…..!!!! MAHUSA JAYA....! ;

18. Nisa, Adon, Rara, kywong, makasih atas semangat dan menemani penulis dalam mengerjakan skripsi ini;

19. Onong- Onong dan Sadoci makasih atas dukungan dan telah menyemangati penulis untuk menyelesaikan skripsi ini;

20. Oli dan Oceng kucing kucing yang menghibur penulis dan menghilangkan suasana pusing dalam mengerjakan skripsi ini serta tingkah lucuya yang menghibur semua orang.

21. Teman-Teman Fakultas Hukum Angkatan 2008 Neri, Bayu, Hengky, Nicky, Deni, Jaya, Ari, Bang Indra, Dian, dan banyak lagi yang tidak bisa disebutkan satu persatu semoga kerja keras kita mendapatkan hasil yang memuaskan;


(2)

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, Desember2012 Penulis


(3)

(4)

Judul Skripsi :ANALISIS PERTANGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU PENGGELAPAN SERTIFIKAT TANAH (STUDY KASUS PERKARA.659/Pid. B/2011/PN. TK) Nama Mahasiswa : INDRA

No.Pokok Mahasiswa : 0852011108

Bagian : Hukum Pidana

Fakultas : Hukum

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Firganefi , S.H.,M.H. Tri Andrisman, S.H.,M.H.

NIP 19620817 198703 2 003 NIP 196112311989031023

2.Ketua Bagian Hukum Pidana

Diah Gustiniati, S.H.,M.H. NIP 19620817 198703 2 003


(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di desa Kota baru kecamatan Martapura kabupaten Oku Timur pada tanggal 25-03-1990 sebagai Anak kedua dari 4 Saudara dari pasangan Hajaruddin dan Nuryati Minarni.

Penulis memulai dunia pendidikan di TK Islami di Martapura Tahun 1996 dan dilanjutkan di Sekolah Dasar Negeri 04 Martapura dan diselesaikan pada Tahun 2002 dan dilanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Martapura dan selesai Tahun 2005 dan Penulis Bersekolah di Sekolah Menenggah Umum Negeri 1Waytuba dan LuLus pada Tahun 2008.

Pada tahun 2008 penulis terdaftar sebagai Mahasiswa di Fakultas Hukum Universitas Lampung dan pada Bulan Januari dan Februari Tahun 2011 penulis mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Kota Karang, Teluk Betung Barat.

Selama menempuh Pendidikan di Fakultas Hukum, penulis aktif dalam kegiatan dan Organisasi diantaranya; penulis bergabung dengan Organisasi Mahasiswa Fakultas


(6)

Hukum Sayangi Alam (Mahusa) Tahun 2008 dan menjadi anggota tetap pada Tahun 2009 hingga sekarang dan penulis merupakan anggota dari organisasi Himpunan Mahasiswa Martapura (Himapura) serta penulis merupakan anggota pencak silat Margaluyu 151 Jogjakarta.


Dokumen yang terkait

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENGGELAPAN UANG PERUSAHAAN (Studi Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Perkara Nomor: 167/Pid.B/2011/PN.TK)

4 14 77

ANALISIS PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA PELAKU PENGGELAPAN SERTIFIKAT TANAH (Studi Kasus Perkara 659/Pid. B/2011/PN. TK)

1 26 55

PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU PENYALAHGUNAAN DANA BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH(BOS) DI LAMPUNG UTARA (Studi kasus:No.71/Pid.B/Krp/2011/PN.Ktb)

5 28 44

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENGGELAPAN SERTIFIKAT JUAL BELI TANAH (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri No 659/PIDB/2011)

0 9 55

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENIPUAN TERHADAP CALON JEMAAH UMRAH (Studi Kasus Perkara Nomor: 758/Pid.B/2011/PN.TK)

2 8 45

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP ANGGOTA KEPOLISIAN SEBAGAI PENYEBAB MATINYA PELAKU TINDAK PIDANA (Studi Perkara Nomor 166/Pid./2012/PT TK)

1 17 51

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENGGELAPAN ( Studi Putusan Perkara Penggelapan No : 380/Pid.B/2010/PN.TK)

0 9 43

ANALISIS PERTANGGUNG JAWABAN ORANG TUA SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP ANAK (Studi Kasus Perkara Nomor : 841/PID.SUS/2014/PN,TJK)

0 3 62

TINJAUAN YURIDIS PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENERBITAN FAKTUR PAJAK FIKTIF SECARA BERLANJUT (Studi Putusan Nomor 143/Pid.B/2012/PN.TK)

0 8 55

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN (Studi Kasus Perkara Nomor 137/Pid.B/2014/PN.BU)

0 4 53