PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENGGELAPAN UANG PERUSAHAAN (Studi Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Perkara Nomor: 167/Pid.B/2011/PN.TK)

(1)

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU

TINDAK PIDANA PENGGELAPAN UANG PERUSAHAAN

(Studi Putusan No.167/PID/B/2011/Pn.TNK)

OLEH

MARTA MUTIARA PUTRI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2012


(2)

Judul Skripsi : PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENGGELAPAN UANG PERUSAHAAN

(Studi Putusan No.167/Pid.B/2011/PN.TK) Nama Mahasiswa : Marta Mutiara Putri

No. Pokok Mahasiswa : 0742011228

Bagian : Hukum Pidana

Fakultas : Hukum

Mengetahui 1. Komisi Pembimbing

FIRGANEFI, S.H.,M.H. NIP. 19631217 198803 2003

RINALDY AMRULLAH, S.H.,M.H. NIP. 19801118 200801 1008

2. Ketua Bagian Hukum Pidana

DIAH GUSTINIATI, S.H.,M.H. NIP. 19620817 198703 2003


(3)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : FIRGANEFI, S.H.,M.H. ...

Sekretaris / Anggota : RINALDY AMRULLAH, S.H.,M.H. ...

Penguji Utama : GUNAWAN JATMIKO, S.H.,M.H. ...

2. Dekan Fakultas Hukum

Dr. HERYANDI, S.H.,M.S. NIP. 19621109 198703 1003


(4)

ABSTRAK

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENGGELAPAN UANG PERUSAHAAN

(Studi Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Perkara Nomor: 167/Pid.B/2011/PN.TK)

Oleh

MARTA MUTIARA PUTRI

Perkara terhadap karyawan PT.Wahana Ottomitra Tbk. bernama Novi Kurniawan bin M. Sadli yang dituduh menggelapkan uang sebesar Dua Juta Tujuh Ratus Sembilan Puluh Tiga Ribu Rupiah, telah diputuskan oleh Hakim Pengadilan Negeri Tanjungkarang Kota Bandar Lampung dengan Perkara Nomor: 167/PID.B/2011/PN.TK. tentang Penggelapan Dalam Jabatan dengan hukuman pidana selama sepuluh bulan penjara. Disini majelis hakim tidak menjatuhkan putusan sesuai dengan tuntutan jaksa penuntut umum selama 5 tahun penjara. Permasalahan yang dibahas adalah pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana penggelapan uang perusahaan dan dasar pertimbangan hakim dalam pertanggungjawaban tindak pidana penggelapan uang perusahaan.

Pendekatan masalah yang digunakan yaitu pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris yang dimaksudkan untuk memperoleh jawaban dan gambaran yang jelas terhadap permasalahan dalam skripsi ini. Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder dengan metode pengambilan sampel secara purposive sampling. Populasi dalam penelitian ini adalah dua orang Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang, dua orang Jaksa pada Kejaksaan Negeri Bandar Lampung, dan dua orang dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan: Pertama pertanggungjawaban pidana bahwa pelaku terbukti melanggar pasal 374 KUHP maka majelis hakim menjatuhkan pidana penjara selama 10 bulan terhadap pelaku. Putusan hakim tersebut telah melalui pertimbangan hal-hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa. Pertimbangan yang memberatkan adalah: a) Perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat. b) Perbuatan terdakwa telah merugikan PT.WOM FINANCE sebesar Rp.2.793.000,- (dua juta tujuh ratus sembilan puluh tiga ribu rupiah) dan c) Terdakwa telah menikmati hasil penggelapannya. Pertimbangan yang meringankan adalah: a) Terdakwa mengakui terus terang segala perbuatannya dan menyesali perbuatannya, dan b) Terdakwa belum pernah di hukum di muka pengadilan.


(5)

Kedua, dasar pertimbangan hakim melihat dari: 1) Latar belakang dan motivasi dilakukannya tindak pidana dan motif penggelapan yang dilakukan, 2) Pengaruh pidana yang dijatuhkan terhadap pelaku sudah cukup membuat pelaku jera. 3) Sikap pelaku setelah melakukan tindak pidana, dan 4) Pelaku bersikap baik selama persidangan berlangsung. Selain itu, pertimbangan hakim berdasarkan 3 (tiga) hal yaitu: a) Aspek yuridis (kepastian hukum), b) Aspek sosiologis (kemanfaatan), dan c) Aspek filosofis (keadilan),

Terakhir disarankan kepada pimpinan perusahaan agar memberikan kebijakan yang mengarah kepada kesejahteraan karyawan/pegawai misalnya jaminan keselamatan, tunjangan hari raya, penambahan jam lembur, dan bonus bagi karyawan yang berprestasi.


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Marta Mutiara Putri, dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 13 Agustus 1989, anak pertama dari 3 bersaudara pasangan Bapak Mualim Umar, S.Sos. dan Nita A Zen, S.Pd.

Pendidikan taman kanak-kanak Sari Teladan Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 1995, Sekolah Dasar Negeri 1 Beringin Raya diselesaikan pada tahun 2001, kemudian melanjutkan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri 2 Bandar Lampung, diselesaikan pada tahun 2004, kemudian melanjutkan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA 7 Bandar Lampung dan diselesaikan pada tahun 2007.

Pada tahun 2007, Penulis terdaftar sebagai mahasiswa di Fakultas Hukum Universitas Lampung.


(7)

MOTTO

Tataplah ke depan, karena kesuksesan hanya ada di depan. Teruslah melangkah dan berusaha karena kesuksesan akan dapat teraih dengan kemauan yang kuat dan semangat yang tinggi. (Penulis)


(8)

PERSEMBAHAN

Syukur alhamdulillah ku panjatkan kepada Allah SWT karena kasih, karunia, dan kebesaran dari-Nya lah aku dapat menjadi seperti ini. Dengan niat

yang tulus dan segala kerendahan hati serta mengucap Bismillahirrohmanirrohim, skripsi ini kupersembahkan kepada :

Ayah dan ibu tercinta, yang telah membesarkan dan mendidik ku dengan penuh kasih sayang, serta selalu mendoakan aku di setiap langkah hidupku.

Adik-adikku Nisa dan Wahyudi, makasih ya atas doa dan dukungannya.

Buat seluruh keluarga dan teman-teman yang telah memberikan doa dan semangat Semangat kalian terbawa dalam mpenyelesaian skripsi ini.

Dosen-dosen yang telah memberikan ilmu pengetahuan tentang hukum yang sangat bermanfaat.


(9)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul : “Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Tindak Pidana Penggelapan Uang Perusahaan (Studi Putusan No.167/PID/B/2011/Pn.TNK).

Dalam menyusun dan menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan, petunjuk, bimbingan, saran dan kritik dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat :

1. Bapak Dr. Heryandi, SH., MS., selaku PJ. Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung.

2. Ibu Diah Gustiniati, SH., MH., selaku Ketua Jurusan Hukum Pidana Universitas Lampung.

3. Ibu Firganefi, SH., MH., selaku Sekretaris Jurusan Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung dan sebagai Pembimbing I yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini.

4. Bapak Gunawan Jatmiko, SH., M.Hum, sebagai Pembahas I yang telah memberikan saran dan kritik dalam penulisan skripsi ini.


(10)

5. Bapak A. Irzal F, SH., MH., sebagai Pembahas II yang telah memberikan saran dan pendapat yang berharga dalam penulisan skripsi ini.

6. Bapak Rinaldy Amrullah, SH., MH., selaku Pembimbing II yang telah sabar meluangkan waktu dan memberikan saran serta kritik dalam penulisan skripsi ini.,

7. Bapak Yusdiyanto, SH.,MH., selaku Pembimbing Akademik yang telah sabar memberikan bantuan saran dan kritik dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Seluruh dosen, staf, dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah memberikan bantuan dalam penulisan skripsi ini.

9. Mama dan Papa tercinta dan adik-adikku Nisa dan Wahyudi, terima kasih banyak atas kasih sayang, doa, dukungan, perhatian, kesabaran dan semua yang telah diberikan selama ini, tanpa kalian aku bukan apa-apa.

10. Keluarga besarku yang telah memberikan spirit dan motivasi sehingga aku bisa menyelesaikan perkuliahan dengan baik.

11. Seluruh staf PT. Wismamas Cita Raya, terima kasih untuk dukungan dan semangatnya.

12. Seluruh staf PT. KSB Real Estate, Kampoeng Eldorado, terimakasih telah memberikan izin, motivasi, semangatnya dalam menyelesaikan penelitian ini. 13. My Sexy 8 : Vhi Vhi, Muti, Osy, Nisa, Yoga, Risa, you always be my best

friend.

14. Sahabat sekaligus teman seperjuanganku Devi Mayasari, Arivina Tiastri, Caroline Mariposa, terimakasih untuk dukungan bantuan dan keceriaan yang selalu diberikan. Kita harus sukses!!!

15. Terima kasih untuk Kak Vita, Kak Ami, sibul, yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bantuan, saran, masukan dan kritik dalam penulisan skripsi ini.


(11)

16. Teman-temanku satu almamater serta semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

Akhir kata, “Tidak ada usaha yang tidak berhasil dengan baik selagi ada kemauan untuk mewujudkannya.” Dan diharapkan skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan keilmuan pada umumnya Ilmu Hukum Khususnya Hukum Pidana.

Bandar Lampung, 30 April 2012 Penulis


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup... 6

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 7

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual... 8

E. Sistematika penulisan... 16

DAFTAR PUSTAKA II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Jenis-Jenis Pidana... 18

1. Pengertian pidana ... 18

2. Jenis–Jenis Pidana... 21

B. Pengertian dan Jenis-Jenis Tindak Pidana ... 24

1. Pengertian Tindak Pidana ... 24

2. Jenis-jenis pidana ... 25

C. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana ... 28

D. Dasar Hukum Tindak PidanaPenggelapan Uang Perusahaan….. 33 DAFTAR PUSTAKA


(13)

III METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah... 36

B. Sumber dan Jenis Data ... 36

C. Penentuan populasi dan Sampel... 38

D. Metode Pengumpulan dan Pengolahan data ... 39

E. Analisis Data ... 40

DAFTAR PUSTAKA IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden... 41

B. Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penggelapan Uang Perusahaan ... 42

C. Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Sanksi Pidana Kepada Pelaku Tindak Pidana Penggelapan Uang Perusahaan ... 54

DAFTAR PUSTAKA V PENUTUP A. Kesimpulan ... 61

B. Saran ... 63 DAFTAR PUSTAKA


(14)

ABSTRAK

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENGGELAPAN UANG PERUSAHAAN

(Studi Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Perkara Nomor: 167/Pid.B/2011/PN.TK)

Oleh

MARTA MUTIARA PUTRI

Perkara terhadap karyawan PT.Wahana Ottomitra Tbk. bernama Novi Kurniawan bin M. Sadli yang dituduh menggelapkan uang sebesar Dua Juta Tujuh Ratus Sembilan Puluh Tiga Ribu Rupiah, telah diputuskan oleh Hakim Pengadilan Negeri Tanjungkarang Kota Bandar Lampung dengan Perkara Nomor: 167/PID.B/2011/PN.TK. tentang Penggelapan Dalam Jabatan dengan hukuman pidana selama sepuluh bulan penjara. Disini majelis hakim tidak menjatuhkan putusan sesuai dengan tuntutan jaksa penuntut umum selama 5 tahun penjara. Permasalahan yang dibahas adalah pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana penggelapan uang perusahaan dan dasar pertimbangan hakim dalam pertanggungjawaban tindak pidana penggelapan uang perusahaan.

Pendekatan masalah yang digunakan yaitu pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris yang dimaksudkan untuk memperoleh jawaban dan gambaran yang jelas terhadap permasalahan dalam skripsi ini. Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder dengan metode pengambilan sampel secara purposive sampling. Populasi dalam penelitian ini adalah dua orang Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang, dua orang Jaksa pada Kejaksaan Negeri Bandar Lampung, dan dua orang dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan: Pertama pertanggungjawaban pidana bahwa pelaku terbukti melanggar pasal 374 KUHP maka majelis hakim menjatuhkan pidana penjara selama 10 bulan terhadap pelaku. Putusan hakim tersebut telah melalui pertimbangan hal-hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa. Pertimbangan yang memberatkan adalah: a) Perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat. b) Perbuatan terdakwa telah merugikan PT.WOM FINANCE sebesar Rp.2.793.000,- (dua juta tujuh ratus sembilan puluh tiga ribu rupiah) dan c) Terdakwa telah menikmati hasil penggelapannya. Pertimbangan yang meringankan adalah: a) Terdakwa mengakui terus terang segala perbuatannya dan menyesali perbuatannya, dan b) Terdakwa belum pernah di hukum di muka pengadilan.

Kedua, dasar pertimbangan hakim melihat dari: 1) Latar belakang dan motivasi dilakukannya tindak pidana dan motif penggelapan yang dilakukan, 2) Pengaruh pidana yang dijatuhkan terhadap pelaku sudah cukup membuat pelaku jera. 3) Sikap pelaku setelah melakukan tindak pidana, dan 4) Pelaku bersikap baik selama persidangan berlangsung. Selain itu, pertimbangan hakim berdasarkan 3 (tiga) hal yaitu: a) Aspek yuridis (kepastian hukum), b) Aspek sosiologis (kemanfaatan), dan c) Aspek filosofis (keadilan),


(15)

Terakhir disarankan kepada pimpinan perusahaan agar memberikan kebijakan yang mengarah kepada kesejahteraan karyawan/pegawai misalnya jaminan keselamatan, tunjangan hari raya, penambahan jam lembur, dan bonus bagi karyawan yang berprestasi.


(16)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kemajuan di era globalisasi dan transformasi yang bermula dari perkembangan ekonomi dan industri yang semakin cepat menimbulkan dampak yang semakin kompleks bagi pertumbuhan ekonomi khususnya di Indonesia. Kegiatan ekonomi secara teoritis bertujuan mencari keuntungan yang sebesar-besarnya dengan modal yang sekecil-kecilnya, hal ini tidak menutup kemungkinan terjadi suatu bentuk tindak pidana khususnya kejahatan yang dilakukan guna pencapaian tujuan, yaitu salah satunya adalah tindak pidana penggelapan uang perusahaan.

Pada permasalahan hukum bisnis terlihat dari perkembangan bisnis yang multikompleks dan pada akhirnya akan berkaitan dengan aspek hukum perusahaan mulai dari peraturan perundang undangan sampai implementasi dari perundang-undangan dan ketekaitannya hukum perusahaan dengan bidang hukum lainya, seperti hukum pidana.

Secara filosofis pembangunan perekonomian di Indonesia diselenggarakan berdasarkan demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi yang berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian serta menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

Peningkatan pembangunan perekonomian nasional dan sekaligus memberikan landasan yang kokoh bagi dunia usaha dalam menghadapi perkembangan perekonomian dunia dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi diera globalisasi pada masa mendatang, perlu didukung oleh suatu undang-undang yang mengatur tentang perseroan terbatas yang dapat menjamin terselenggaranya iklim dunia usaha yang kondusif.


(17)

Selaras dengan pandangan tersebut, menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang dimaksud Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang undang ini serta peraturan pelaksanaannya. Definisi Perseroan tersebut menjelaskan bahwa hakekat Perseroan Terbatas sebagai salah satu pilar pembangunan perekonomian nasional perlu diberikan landasan hukum untuk lebih memacu pembangunan nasional yang disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas-asas kekeluargaan.

Keberadaan perusahaan sebagai pilar pembangunan, tentu berkaitan dengan ketenagakerjaan dalam mensukseskan tujuan pendirian perusahaan. Pasal 1 ayat (6) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mendefinisikan Perusahaan adalah:

a. Setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak milik orang perseorangan, milik persekutuan atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang memperkerjakan pekerja buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain; b. Usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempuyai pengurus dan memperkerjakan

orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.

Pasal ini memberikan rumusan adanya hubungan sinergi antara perusahaan dan tenaga kerja. Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja. Selanjutnya Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, menyatakan Tenaga Kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Rumusan kedua pasal tersebut sangat jelas menyampaikan pesan bahwa keberadaan perusahaan tidak terlepas dari


(18)

keberadaan tenaga kerja yang turut sukses menjalankan dan mengembangkan perusahaan tersebut.

Hubungan antara perusahaan dan tenaga kerja menuntut adanya kebutuhan peningkatan finance yang cukup besar, hal ini akan menyebabkan semakin besar pula kemungkinan peluang timbulnya bentuk-bentuk kejahatan di bidang finansial dan administrasi perusahaan yang pada akhirnya akan merugikan pihak-pihak terkait khususnya perusahaan (pengusaha).

Kerugian finansial yang terjadi berupa pengusaha atau pemilik perusahaan mengalami kerugian keuangan salah satunya penggelapan uang perusahaan oleh karyawan. Penggelapan menurut Kitab Undang Hukum Pidana (KUHP) adalah sebagai tindak pidana yang dapat di tuntut di muka pengadilan.

Penjelasan Pasal 372 KUHP mengatakan Penggelapan adalah kejahatan yang hampir sama dengan pencurian bedanya adalah pada pencurian barang yang dimiliki itu masih belum berada ditangan pencuri dan masih harus diambilnya sedangkan pada penggelapan waktu dimilikinya barang itu sudah ada ditangan sipembuat, tidak dengan jalan kejahatan (R. Soesilo, 258 : 2005). Pengelapan berasal dari kata menggelapkan adalah kata kerja atau kata sifat dari penggelapan (KBBI, 1999 : 122).

Bila dikaitkan dengan pidana sebagai bentuk khusus dari pelaku tindak pidana penggelapan. Sebagaimana Pasal 374 KUHP yang mengatakan: Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang memegang barang itu berhubung dengan pekerjaannya atau jabatannya atau karena ia mendapat upah uang dihukum penjara selama-lamanya lima tahun.


(19)

Penggelapan uang perusahaan dapat dilakukan seseorang dengan menggunakan kekuasaan jabatan, dimana seseorang yang memegang barang itu berhubungan langsung dengan pekerjaanya sehingga apabila ia akan melakukan segala macam perbuatan terhadap benda itu ia dapat segera melakukannya secara langsung tanpa terlebih dulu harus melakukan perbuatan yang lain.

Menyoal putusan tindak pidana pertanggungjawaban dalam kasus penggelapan uang perusahaan yang telah diputuskan oleh Pengadilan Negeri Tanjungkarang Kota Bandar Lampung Nomor :167/PID.B/2011/PN.TK. tentang Penggelapan dalam Jabatan, sangat menarik untuk ditelaah dan dikaji antara teori dan praktik dalam hukum pidana.

Secara umum kasus ini, bermula dari seorang Karyawan PT. Wahana Ottomitra Tbk. (Wom Finance) di pidana dengan Pasal 374 KUHP sebagaimana dakwaan penuntut umum dengan hukuman penjara selama sepuluh tahun dengan Terdakwa bernama: Novi Kurniawan bin M. Sadli (Umur 25 Tahun) warga jalan Hanau Berak, Kec. Padang Cermin, Kabupaten Pesawaran, dituduh menggelapkan uang PT.Wahana Ottomitra Tbk. sebesar Rp 2.793.000,- (dua juta tujuh ratus sembilan puluh tiga ribu rupiah) penuntut umum mendakwa terdakwa menggelapkan uang perusahaan sesuai dengan Pasal 374 KUHP yaitu tuntutan 5 (lima) tahun penjara.

Peristiwa penggelapan itu terjadi sejak bulan Mei 2010 hingga Agustus 2010, ketika itu terdakwa Novi Kurniawan yang bekerja sebagai kolektor bagian penagihan di WOM Finance (Kredit Sepeda Motor) diberikan tugas untuk melakukan penagihan terhadap konsumen yang mengambil kredit diperusahaan mereka. Ternyata uang hasil penagihan sebesar Rp. 2.793.000,- tidak disetorkan ke perusahaan, tapi digelapkan terdakwa untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.


(20)

Berdasarkan hasil pemeriksaan di pengadilan, dengan menggunakan Pasal 374 KUHP terdakwa diputus hukuman penjara oleh Hakim Ketua Agus Hariyadi, S.H., M.H. dan Hakim Anggota Sri Suharini, S.H. dan Ronald.S.Bya, S.H.,M.H., hukuman sejumlah sepuluh bulan penjara.

Pada hal menurut pasal 374 KUHP dijelaskan penggelapan yang dilakukan oleh orang yang penguasaanya terhadap barang disebabkan karena ada hubungan kerja atau karena mendapat upah untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.

Membaca hasil putusan hakim, tuntutan jaksa dan ketentuan hukum pidana yang ada maka ada perbedaan yang sangat signifikan antara hukuman sepuluh bulan penjara dan ketentuan hukum pidana 5 (lima) tahun.

Keluarnya putusan hakim terhadap pelaku sejumlah sepuluh bulan penjara sangatlah ringan, apalagi terdakwa sudah menjalani hukuman ketika mulai dari pemeriksaan di tingkat penyelidikan sampai pengadilan. Dengan demikian, terdakwa dapat langsung bebas tanpa menjalani hukuman pidana yang diperintahkan oleh hakim .

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis sangat tertarik membahas mengenai Dasar Pertimbangan Hakim dan Pertanggungjawaban Pelaku Tindak Pidana Pelaku Penggelapan Uang Perusahaan. Dengan mengangkat judul skripsi tentang Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Tindak Penggelapan Uang Perusahaan (Studi Kasus No: 167/PID.B/2011/PN.TK).

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian


(21)

Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut di atas, permasalahan dalam skripsi ini adalah :

a. Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana penggelapan uang perusahaan?

b. Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana penggelapan uang perusahaan?

2. Ruang Lingkup Penelitian

Penulis membatasi penulisan skripsi ini pada putusan serta wilayah kerja pelaku terhadap tindak pidana yang dilakukan berdasarkan permasalahan yang diangkat, maka ruang lingkup pembahasan skripsi berkenaan dengan tinjauan pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana penggelapan uang perusahaan dan pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Kegiatan penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui:

a. Pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana penggelapan uang perusahaan. b. Dasar pertimbangan hakim dalam pertanggungjawaban tindak pidana penggelapan uang

perusahaan.

2. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari dilakukannya penelitian ini yaitu terdiri dari kegunaan teoritis dan kegunaan praktis.


(22)

Secara teoritis diharapkan hasil penelitian ini dapat memperluas ilmu pengetahuan khususnya Hukum Pidana, serta memberikan penjelasan tentang tindak pidana penggelapan uang perusahaan.

b. Kegunaan Praktis.

Secara Praktis dari penelitian ini diharapkan :

1) Sebagai sumber informasi dan referensi bagi peneliti yang akan datang.

2) Dapat memberikan sumbangan pemikiran dan wawasan dalam rangka penegakan hukum yang dilakukan oleh aparat penegak hukum terhadap tindak pidana penggelapan uang perusahaan.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual 1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis adalah konsep yang merupakan abstraksi dari hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan indentifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti (Soerjono soekanto,1987:125).

Tindak pidana itu secara teoritis dapat dirumuskan sebagai suatu pelanggaran norma yang dengan sengaja maupun tidak sengaja telah dilakukan oleh seseorang pelaku,dimana penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum. (Lamintang, 1987 ; 182).

Dapat dijelaskan bahwa sifat dari tindak pidana itu merupakan pelanggaran terhadap norma yang merupakan suatu perilaku yang telah dengan sengaja atau tidak dengan sengaja dilakukan oleh seorang pelaku yang merupakan suatu yang bertentangan dengan hukum.


(23)

Teori tentang pemidanaan disebutkan bahwa hukuman sebaiknya didasarkan pada tujuan pembalasan dan mempertahankan ketertiban masyarakat,yang diterapkan dengan menggabungkan salah satu unsur tanpa memberatkan unsur lain sehingga tujuan hukum untuk mewujudkan kepastian hukum dan keadilan hukum tercapai (Rein Kartosapoetra,1988:55).

Perbuatan yang memenuhi rumusan suatu delik diancam pidana. Pengenaan pidana dilakukan dalam suatu proses sistem peradilan pidana. Sanksi pidana yaitu suatu penderitaan atau nestapa atas perbuatannya. Sanksi pidana juga mengandung aspek prevensi hukum yaitu adanya paksaan psikis agar pelaku tidak melakukan tindak pidana lagi dan bagi masyarakat umum timbul perasan takut untuk melakukan perbuatan perbuatan yang diancam pidana (Sudarto,1986:25).

Mengenai sistem penegakan hukum menjelaskan bahwa kegiatan menyerasikan hubungan nilai nilai yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah atau pandangan-pandangan menilai yang mantap dan mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan fungsi hukum sebagai social engineering, memelihara dan mempertahankan, sebagaisocial controlkedamaian pergaulan hidup.(Soerjono Soekanto,1983:13)

Sehubungan dengan tujuan pemidanaan J.E Sahetapy berpendapat bahwa pemidanaan bertujuan untuk pemedinaan bertujuan untuk pembebasan dan makna pembebasan menghendaki agar si pelaku bukan saja harus dibebaskan dari alam pikiran yang jahat dan keliru, melainkan harus dibebaskan juga dari kenyataan sosial ,dimana pelaku terbelenggu (Siswanto Sunarso, 2004:17)

Kesalahan dan pertanggungjawaban pidana dalam pengertian hukum pidana dapat disebut ciri atau unsur kesalahan dalam arti yang luas (Andi Hamzah,1991:130) yaitu:


(24)

b. Adanya kaitan psikis antara pembuat dan perbuatan, yaitu adanya sengaja atau kesalahan dalam arti sempit(culpa);dan

c. Tidak adanya dasar peniadaan pidana yang mengahapus dapatnya dipertanggungjawabkan sesuatu perbuatan kepada pembuat.

Seperti telah diketahui KUHP sekarang belum memberikan rincian secara jelas mengenai pedoman hakim dalam menjatuhkan pidana, melainkan hanya merupakan aturan pemberian pidana yang dapat dijadikan pedoman bagi hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana. Kedudukan hakim sebagai pelaksana keadilan ditunjang dari pengetahuan yang cukup tentang pemidanaan terutama untuk mencapai pertimbangan-pertimbangan yang matang sebelum hakim menjatuhkan hukuman pada pelaku tindak pidana berkenaan dengan penjatuhan pidana.

Adapun pedoman penjatuhan sanksi pidana oleh hakim dicantumkan dalam konsep Rancangan KUHP 2008 Pasal 55 Ayat(1) yaitu sebagai berikut:

Pemidanaan wajib dipertimbangkan: a. Kesalahan pembuat tindak pidana;

b. Motif dan tujuan melakukan tindak pidana; c. Sikap batin pembuat tindak pidana;

d. Apakah tindak pidana dilakukan dengan berencana; e. Cara melakukan tindak pidana;

f. Sikap dan tindakan pembuat sesudah melakukan tindak pidana; g. Riwayat hidup dan keadaan sosial ekonomi pembuat tindak pidana; h. Pengaruh pidana terhadap masa depan pembuat tindak pidana; i. Pengaruh tindak pidana terhadap korban atau keluarga korban; j. Pemaafan dari korban dan atau keluargannya.


(25)

Peranan hakim ditinjau dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 dalam proses peradilan pidana sebagai pihak yang memberikan pemidanaan dengan tidak mengabaikan hukum atau norma serta peraturan yang hidup dalam masyarakat, sebagaimana diatur dalam pasal 8 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009:

1) Setiap orang yang disangka, ditangkap,ditahan,dituntut atau dihadapkan dipengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan

2) Dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana,hakim wajib memperhatikan pula sifat yang baik dan jahat dari terdakwa .

Hakim mempuyai kebebasan untuk memiliki berat ringannya hukuman yang dijatuhkan berdasarkan adanya pedoman penjatuhan pidana tersebut, sebab di dalam undang-undang hanya menetapakn hukuman minimum dan maksimum saja.Namun kebebasan hakim tersebut bukanlah merupakan kebebasan tanpa batas, melainkan kebebasan yang sesuai dengan rasa keadilan dalam masyarakat.

2. Konseptual

Soerjono Soekanto (1986:124) mengatakan konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep–konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti-arti yang berkaitan dengan istilah yang ingin atau akan diteliti.

a. Pengertian Pertangungjawaban Pidana

Roeslan Saleh (1982:34), mengatakan bertanggung jawab atas sesuatu perbuatan pidana berarti yang bersangkutan secara syah dapat dikenai pidana karena perbuatan itu. Lebih lanjut dikemukakan, pidana itu dapat dikenakan secara syah berarti untuk tindakan itu telah ada aturan


(26)

dalam suatu system hukum tertentu, dan system hukum itu atas perbuatan tersebut. Atau dengan kata lain, tindakan ini dibenarkan oleh system hukum tersebut.

Pertanggungjawaban pidana adalah suatu perbuatan yang tercela oleh masyarakat dan itu harus dipertanggungjawabkan kepada si pembuat pidananya atas perbuatan yang telah dilakukannya. Pertanggungjawaban atas tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang adalah untuk menentukan kesalahan dari tindak pidana yang ia lakukan itu (Roeslan saleh,1981:80)

Pertanggungjawaban pidana menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti suatu perbuatan kejahatan yang harus dipertanggungjawabkan oleh suatu putusan hukum yang berlaku, (KBBI, 1999: 122).

Pertanggung jawaban dalam hukum pidana(Criminal Responsibiliti)artinya:

“Orang yang telah melakukansuatu tindak pidana disitu belum berarti ia Harus dipidana, ia harus mempertanggungjawabkan atas perbuatannya

Yang telah dilakukan’’ (R.M.Suharto,1996:106).

Jadi pertanggungjawaban menurut hukum pidana adalah kemampuan bertanggung jawab seseorang terhadap kesalahan. Seseorang telah melakukan atau tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh undang-undang dan tidak dibenarkan oleh masyarakat. Untuk adanya pertanggungjawaban pidana harus jelas terlebih dahulu siapa yang dapat dipertanggungjawabkan, ini berarti harus dipastikan dahulu yang dinyatakan sebagai pembuat suatu tindak pidana, perbuatan yang telah memenuhi rumusan delik/tindak pidana dalam undang-undang, belum tentu dapat dipidana, karena harus dulu si orang/pelaku tindak pidana tersebut (Tri Andrisman, 2006:103).


(27)

Dari keterangan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian pertanggung jawaban pidana yaitu kemampuan seseorang untuk menerima resiko dari perbuatan yang diperbuatnya sesuai dengan undang-undang.

b. Pengertian Pelaku

Pelaku adalah orang yang melakukan tindak pidana yang bersangkutan, dalam arti orang yang dengan suatu kesengajaan atau suatu ketidaksengajaan seperti yang diisyaratkan oleh undang undang telah menimbulkan suatu akibat yang tidak dikehendaki oleh undang-undang atau telah melakukan tindakan yang terlarang atau mengapalkan tindakan yang diwajibkan oleh undang-undang atau dengan perkataan lain ia adalah orang yang memenuhi semua unsur suatu delik seperti yang telah ditentukan didalam undang undang, baik itu merupakan unsur-unsur subjektif maupun unsur-unsur objektif, tanpa memandang apakah keputusan untuk melakukan tindak pidana tersebut timbul dari dirinya sendiri atau timbul karena digerakkan oleh pihak ketiga, pelaku adalah orang yang melakukan suatu perbuatan yang memenuhi semua rumusan delik (Barda Nawawi arif 1984:37).

Melihat batasan dan uraian diatas, dapat dikatakan bahwa orang yang dapat dinyatakan sebagai pelaku tindak pidana dapat dikelompokkan kedalam beberapa macam yaitu:

1. Orang yang melakukan(dader plegen)

Orang ini bertindak sendiri untuk mewujudkan segala maksud analir tindak pidana. 2. Orang yang menyuruh melakukan(doen plegen)

Dalam tindak pidana ini pelaku paling sedikit dua orang, yakni yang menyuruh melakukan dan yang disuruh melakukan, jadi bukan pelaku utama yang melakukan tindak pidana, tetapi dengan bantuan orang lain yang hanya merupakan alat saja.


(28)

Turut melakukan artinya disini ialah yang melakukan bersama-sama .Dalam tindak pidana ini pelakunya paling sedikit harus ada dua orang yaitu melakukan(deder plegen)dan orang yang turut melaksanakan(mede plegen).

4. Orang yang dengan pemberian upah, perjanjian, penyalahgunaan kekuasaan atau martabat, memakai paksaan atau orang dengan sengaja membujuk orang melakukan perbuatan (uitloker).

5. Orang dimaksud harus dengan sengaja menghasut orang lain, sedang hasutannya memakai cara-cara dengan memberikan upah, perjanjian, penyalahgunaan kekuasaan atau martabat dan lain sebagainya.

Setiap kejahatan yang dilakukan seseorang akan menimbulkan suatu akibat yakni pelanggaran terhadap ketetapan hukum dan peraturan pemerintah. Akibat dari tindak pelanggaran tersebut maka pelaku kriminal akan diberikan sanksi hukum atau akibat berupa pidana atau pemidanaan. Sanksi tersebut merupakan pembalasan (pengimbalan) terhadap si pembuat.

c. Pengertian Tindak Pidana

Tindak pidana merupakan perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dengan melakukan suatu kejahatan atau pelanggaran pidana yang merugikan kepentingan orang lain atau merugikan kepentingan umum. Beberapa sarjana hukum pidana di Indonesia menggunakan istilah yang berbeda-beda menyebutkan kata “pidana” ada beberapa sarjana yang menyebutkan tindak pidana, perbuatan pidana atau delik.

Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) istilah umum yang dipakai adalah tindak pidana karena bersifat netral, dan pengertian tersebut meliputi perbuatan pasif dan aktif. Jadi dapat dikatakan bahwa pengertian tindak pidana mempunyai arti perbuatan melawan hukum atau tidak melakukan sesuatu yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana.


(29)

Pengertian tindak pidana menurut beberapa pendapat sarjana, antara lain: 1. D. Simon, tindak pidana mempuyai unsur-unsur sabagai berikut:

a. Perbuatan manusia; b. Diancam dengan pidana; c. Melawan hukum;

d. Dilakukan dengan sengaja;

e. Oleh orang yang mampu bertanggung jawab (Bambang Poernomo, 1981:86). 2. J.E.Jonkers, tindak pidana mempuyai dua arti, yaitu :

a. Suatu kejadian yang dapat diancam oleh undang–undang ;

b. Suatu kelakuan yang melawan hukum, dilakukan dengan sengaja,atau oleh orang yang mampu bertanggung jawab (Bambang Poernomo,1981:86).

3. Moeljatno, tindak pidana adalah perbuatan pidana sebagai perbuatan yang diancam dengan pidana yang unsur-unsurnya adalah :

a. Perbuatan manis;

b. Yang memenuhi rumusan undang undang; c. Bersifat melawan hukum (Moeljatno,1987:54)

4. Wirjono Prodjodikoro, tindak pidana adalah suatu perbuatan yang pelakunya dapat dipidana (Wirjono Prodjodikoro, 2003:59).

Dari uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa tindak pidana adalah suatu tindakan yang dapat merugikan orang lain atau tindakan yang melawan hukum tersebut tindak pidana. Tindak pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana dan pelaku ini dapat dikatakan merupakan subjek tindak pidana serta tindak pidana merupakan pelanggaran terhadap norma atau kaidah sosial yang telah ada dalam masyarakat.

d. Penggelapan Uang Perusahaan

Penggelapan adalah kejahatan yang hampir sama dengan pencurian, hanya bedanya jika pencurian barang yang dimiliki itu masih belum berada ditangan pencuri dan masih harus


(30)

diambilnya sedang pada penggelapan waktu dimiliki barang itu sudah ada ditangan si pembuat tidak dengan jalan kejahatan.

Uang perusahaan adalah dana segar yang disediakan untuk meningkatkan kegiatan bisnis sehingga dapat mencetak lebih banyak keuntungan,di dalam KUHP telah dijelaskan bahwa tindak pidana penggelapan yaitu diatur dalam Bab XXIV tentang Penggelapan. Tindak pidana penggelapan yang dimaksud yaitu diatur dalam Pasal 372 sampai dengan Pasal 377 KUHP.

E. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pemahaman terhadap skripsi ini, maka disajikan penulisan sebagai berikut:

I. Pendahuluan,

Merupakan bab yang membahas tentang latar belakang masalah, permasalahan dan ruang lingkup penelitian, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka konsepsional, serta sistematika penulisan.

II. Tinjauan Pustaka,

Merupakan bab yang membahas tentang pengertian dan jenis-jenis pidana, pengertian dan jenis-jenis tindak pidana, pengertian pertanggungjawaban pidana, serta dasar hukum tindak pidana penggelapan uang perusahaan.


(31)

Merupakan bab yang membahasa tentang metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini yang meliputi pendekatan masalah, sumber dan jenis data, populasi dan sampel, prosedur pengumpulan dan pengolahan data serta analisis data.

IV. Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Tindak Pidana Penggelapan Uang Perusahaan Merupakan bab yang membahas tentang faktor-faktor penyebab terjadinya tindak pidana penggelapan uang perusahaan, pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana penggelapan uang perusahaan serta upaya penanggulangan terhadap tindak pidana penggelapan uang perusahaan.

V. Penutup

Merupakan bab yang berisikan kesimpulan dan saran-saran dari penulis terhadap permasalahan yang dibahas.

Daftar Pustaka Lampiran-Lampiran

DAFTAR PUSTAKA

Andrismin, Tri. 2006. Asas-asas dan Dasar Aturan Umum Hukum Pidana Indonesia. Fakultas Hukum Unila. Bandar Lampung.

Arief, Barda Nawawi. 2001. Masalah Penegakan hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan. Citra Aditya Bakti. Bandung.

Kartosapoetra, Rein.1988. Pengantar Ilmu Hukum Lengkap. Bina Aksara, Jakarta. Lamintang, 1987. Dasar-dasar hukum Pidana Indonesia, Citra Aditya Bhakti.

Moeljatno, 1987. Perbuatan Pidana dan Pertanggungan Dalam Hukum Pidana. Seksi Kepidanaan Fakultas Hukum UGM. Yogyakarta.


(32)

………. 1993. Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Cipta. Jakarta.

Poernomo Bambang, 1982. Asas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Seksi Kepidanaan Fakultas Hukum UGM. Yogyakarta.

Prodjodikiro, Wirjono. 2008. Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia. Penerbit Reflika Aditama.

Saleh, Roeslan.1981. Perbuatan Pidana dan Pertanggung Jawab Pidana. Aksara Baru. Jakarta. Soekanto, Soerjono. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. UI Pres. Jakarta

……….. 1987. Sosiologi Suatu Pengantar. Rajawali Pers. Jakarta. Sudarto, 1986. Hukum Pidana Jilid IA.FH Undip Semarang.

Suharto RM, SH. 1996, Hukum-Hukum Pidana Materiil Unsur-Unsur Obyektif Sebagai dasr Dakwaan Edisi Kedua, Sinar Grafika, Jakarta.


(33)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian dan Jenis-Jenis Pidana

1. Pengertian Pidana

Hukum Pidana adalah peraturan hukum mengenai pidana. Kata “pidana” berarti hal yang “dipidanakan”, yaitu oleh instansi yang berkuasa dilimpahkan kepada seorang oknum sebagai hal yang tidak enak dirasakannya dan juga hal yang tidak sehari-hari dilimpahkan.

Menurut Muladi dan Barda Nawawi Arief, Pidana adalah penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Sedangkan Roeslan Saleh menegaskan bahwa pidana merupakan reaksi atas delik, dan ini berwujud suatu nestapa yang dengan sengaja ditimpahkan negara pada pembuat delik itu. (Muladi dan Barda Nawawi,1998:2).

Pidana sendiri selalu mengandung unsur-unsur atau ciri-ciri sebagai berikut:

a. Pidana itu pada hakekatnya merupakan suatu pengenaan penderitaan atau nestapa akibat-akibat lain yang tidak menyenangkan.

b. Pidana itu diberikan dengan sengaja oleh orang atau badan yang mempunyai kekuasaan (oleh yang berwenang) .

c. Pidana itu dikenakan kepada seseorang yang telah melakukan tindak pidana menurut undang-undang.


(34)

Pemidanaan adalah hukuman. Menurut Moeljatno dalam Pipin Syarifin, hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara yang mengadakan dasar dan aturan-aturan untuk:

a. Perbuatan-perbuatan yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman sanksi pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.

b. Menentukan kapan dan dalam hal apa kepada mereka yang melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.

c. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila orang disangka telah melanggar larangan tersebut.

(Pipin Syarifin, 2000:13)

Pidana pada hakikatnya merupakan pengenaan penderitaan terhadap pembuat delik dimana pidana tersebut diharapkan mempunyai pengaruh terhadap orang yang dikenai pidana tersebut. Pidana ini baru dapat dirasakan secara nyata oleh terpidana ketika putusan hakim dilaksanakan secara efektif. Pemidanaan disini diharapkan agar terpidana tidak melakukan tindak pidana lagi. Dengan adanya pemidanaan, maka tujuan pemidanaan baru dapat tercapai.

Adapun teori-teori tentang pidana dapat dibagi ke dalam 3 (tiga) kelompok teori sebagai berikut : a. Teori Absolut (Retributif)

Manurut teori ini, pidana merupakan akibat mutlak yang harus ada sebagai salah satu pembalasan kepada orang yang melakukan kejahatan (quia peccatum set), dimana dasar pembenaran dari pidana terletak pada adanya atau terjadinya kejahatan. Menurut Johanes Andenaes, tujuan utama (primair) dari pidana menurut teori absolut adalah untuk memuaskan tuntutan keadilan (to satisfy the claims of justice) sedangkan pengaruh yang menguntungkan adalah sekunder. (Pipin syarifin,2000;13)


(35)

Menurut teori ini pidana bukan sekedar melakukan pembalasan atau pengimbalan kepada orang yang telah melakukan suatu tindakan pidana.

tetapi mempunyai tujuan-tujuan tertentu yang bermanfaat dimana dasar pembenarannya adanya pidana menurut teori ini adalah terletak pada tujuannya. Pidana dijatuhkan bukan “quia peccatum est” (orang yang membuat kejahatan), melainkan “nee peccetur” (supaya orang tidak melakukan kejahatan), oleh karena itu menurut J. Andeneas, teori dapat disebut sebagai teori perlindungan masyarakat (the theory of social defence).

Mengenai tujuan pidana, untuk mencegah kejahatan dibedakan antara istilah prevensi umum dan prevensi khusus dimana prevensi umum dimaksudkan agar pengaruh pidana terhadap masyarakat umum untuk tidak melakukan tindak pidana, sedangkan prevensi khusus dimaksudkan agar pengaruh pidana terhadap terpidana itu sendiri. Ini berarti pidana bertujuan agar si terpidana berubah menjadi orang yang lebih baik dan berguna bagi masyarakat(rehabilitation theory).

Selain prevensi umum dan prevensi khusus, van Bemmelen memasukkan juga “daya untuk mengamankan” (debeveileigende werking) ke dalam teori ini. Dijelaskan bahwa merupakan kenyataan, khusunya pidana pencabutan kemerdekan, lebih mengamankan masyarakat terhadap kejahatan selama penjahat tersebut berada di dalam penjara dari pada kalau ia berada dalam penjara.

c. Teori Gabungan(verenignings theorieen).

Menurut teori ini, tujuan pemidanaan bersifat plural karena menghubungkan prinsip tujuan dan prinsip pembalasan dalam satu kesatuan. Dalam hal ini pidana dan pemidanaan terdiri dari proses kegiatan terhadap pelaku tindak pidana, yang dengan suatu cara tertentu


(36)

diharapkan dapat mengasimilasikan kembali narapidana ke masyarakat. Secara serentak, masyarakat menuntut agar kita memperlakukan individu tersebut juga dapat memuaskan permintaan atau kebutuhan pembalasan. Selanjutnya diharapkan bahwa perlakuan tersebut dapat menunjang tujuan-tujuan. (Pipin syarifin,2000;17)

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat dianalisa bahwa di dalam pidana mengandung unsur-unsur yaitu pidana itu pada hakekatnya merupakan suatu pengenaan penderitaan atau nestapa akibat-akibat lain yang tidak menyenangkan, pidana itu diberikan dengan sengaja oleh orang atau badan yang mempunyai kekuasaan (oleh yang berwenang) serta pidana itu dikenakan kepada seseorang yang telah melakukan tindak pidana, di mana tindak pidana atau perbuatan tersebut bertentangan atau dilarang oleh undang-undang.

2. Jenis-Jenis Pidana

Menurut hukum Pidana positif (KUHP) dan diluar KUHP, jenis pidana menurut KUHP seperti terdapat dalam Pasal 10 KUHP, di bagi dalam dua jenis:

a. Pidana pokok, yaitu : 1) Pindana mati 2) Pidana penjara 3) Pidana kurungan 4) Pidana denda

5) Pidana tutupan (ditambah berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1946) b. Pidana tambahan

1) Pencabutan hak-hak tertentu 2) Perampasan barang-barang tertentu 3) Pengumuman putusan hakim


(37)

Disamping jenis sanksi yang berupa pidana dalam hukum pidana positif dikenal juga jenis-jenis yang berupa tindakan, misalnya:

a. Penempatan di rumah sakit jiwa bagi orang yang tidak dapat dipertanggungjawabkan karena jiwanya cacat dalam tumbuhnya atau terganggu karena penyakit. (Lihat dan sebagaimana diatur dalam Pasal 44 ayat (2) KUHP).

b. Bagi anak yang sebelum umur 16 tahun melakukan tindak pidana. Hakim dapat mengenakan tindakan berupa (Lihat Pasal 45 KUHP namun telah dicabut semenjak adanya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak) :

1) Mengembalikan kepada orang tuanya, walinya atau pemeliharanya; atau 2) Memerintahkan agar anak tersebut diserahkan kepada pemerintah.

Dalam hal yang ke (2) anak tersebut dimasukkan dalam rumah pendidikan negara yang penyelenggaraannya diatur dalam Peraturan Pendidikan paksa.

c. Penempatan di tempat bekerja negara bagi penganggur yang malas bekerja dan tidak mempunyai mata pencaharian serta menggangu ketertiban umum dengan melakukan pengemisan, bergelandangan atau perbuatan asosial.

d. Tindakan tata tertib dalam hal Tindak Pidana Ekonomi (Pasal 8 Undang-Undang Nomor 7 Drt/1995) dapat berupa :

1) Penempatan perusahaan si terhukum di bawah pengampuan untuk selama waktu tertentu (3 tahun untuk kejahatan TPE dan 2 tahun untuk pelanggaran TPE).

2) Pembayaran uang jaminan selama waktu tertentu.

3) Pembayaran sejumlah uang sebagai pencabutan keuntungan menurut taksiran yang diperoleh.


(38)

4) Kewajiban mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hak, meniadakan apa yang dilakukan tanpa hak dan melakukan jasa-jasa untuk memperbaiki akibat-akibat satu sama lain, semua atas biaya terhukum sekedar hakim tidak menentukan lain.

Dalam kaitan jenis-jenis pidana ini, pemerintah berkali-kali merumuskan atau penyempurnaan melalu perancangan Versi Konsep revisi KUHP Tahun 1972, Konsep Usul rancangan KUHP Buku I tahun 1982/1983 yang disusun oleh Tim Kajian hukum BPHN, Dan Rancangan KUHP tahun 2000 yang diketuai oleh Muladi. (Muladi dan Barda Nawawi Arief,2005:48)

Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa berkenaan dengan jeis-jenis pidana dalam konsep perkembangan terakhir pidana pokok menjadi pidana penjara, pidana titipan, pidana pengawasan, pidana denda, dan juga pidana kerja sosial.

B. Pengertian dan Jenis-Jenis Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana

Tindak pidana merupakan perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dengan melakukan suatu kejahatan atau pelanggaran pidana yang merugikan kepentingan orang lain atau merugikan kepentingan umum. Beberapa sarjana hukum pidana di Indonesia menggunakan istilah yang berbeda-beda menyebutkan kata “pidana” ada beberapa sarjana yang menyebutkan tindak pidana, perbuatan pidana atau delik.

Untuk mengetahui pengertian tindak pidana maka akan diuraikan pendapat sarjana yang lain baik pengertian perbuatan pidana, tindak pidana ataupun “strafbaar feit”. Pengertian dari strafbaar feitmenurut Pompe diberikan :


(39)

a. Definisi menurut teori memberikan pengertian “strafbaar feit” adalah suatu pelanggaran terhadap norma, yang dilakukan karena kesalahan si pelanggar dan diancam dengan pidana untu mempertahankan tata hukum dan menyelamatkan kesejahteraan umum.

b. Definisi menurut hukum positif, merumuskan “strafbaar feit” adalah suatu kejadian yang oleh peraturan perundang-undangan dirumuskan sebagai perbuatan yang dapat di hukum. (Bambang Poernomo,1982:38).

Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) istilah umum yang dipakai adalah tindak pidana karena bersifat netral, dan pengertian tersebut meliputi perbuatan pasif dan aktif. Jadi dapat dikatakan bahwa pengertian tindak pidana mempunyai arti perbuatan melawan hukum atau tidak melakukan sesuatu yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana.

Selain pendapat-pendapat tersebut di atas, beberapa pendapat lain yang dikemukakan oleh para sarjana tentang pengetian tindak pidana atau perbuatan pidana antara lain:

a. Moeljiatno

Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh aturan hukum, larangan mana yang disertai dengan ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi siapa saja yang melanggar larangan tersebut. Menentukan kapan dan hal apa mereka yang telah melanggar larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagai mana yang diancamkan. (Moeljatno,1993:38).

b. Menurut Van Hammel dirumuskan bahwa:

Strafbaar feit adalah kelakuan orang yang dirumuskan dalam wet yang bersifat melawan hukum yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan. Sedangkan Menurut pendapat Simons Srafbaar feit adalah kelakuan (handeling) yang diancam dengan pidana yang bersifat melawan hukum yang berhubungan dengan masalah kesalahan serta dilakukan oleh orang-orang yang mampu bertanggung jawab. (Moeljatno, 1993:38).


(40)

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas jelaslah bahwa di dalam perbuatan tindak pidana tersebut didapatkan adanya suatu kejadian tertentu, serta adanya orang-orang yang berbuat guna menimbulkan suatu akibat karena melanggar peraturan perundang-undang yang ada yang disertai dengan ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi siapa saja yang melanggar peraturan perundang-undangan tersebut.

2. Jenis-Jenis Tindak Pidana

1. Kejahatan

Kejahatan adalah perbuatan yang melanggar dan bertentangan dengan apa yang ditentukan dalam kaidah. Dengan kata lain, yaitu perbuatan yang melanggar larangan yang ditetapkan dalam kaidah hukum dan tidak memenuhi atau melawan perintah yang telah ditetapkan dalam kaidah hukum yang berlaku dalam masyarakat.

Berkaitan dengan hal tersebut, pelaku tindak pidana kejahatan dapat dikatakan telah mempunyai latar belakang yang ikut mendukung terjadinya kriminalitas tersebut, sebagai contoh seorang yang hidup di lingkungan yang rawan akan tindak kriminal, maka secara sosiologis jiwanya akan terpengaruh oleh keadaan tempat tinggalnya. Selanjutnya menurut Sue Titus Reidbagi suatu perumusan tentang kejahatan maka yang diperhatikan adalah : 1) Kejahatan adalah suatu tindakan sengaja (omissi). Dalam pengertian ini seseorang tidak

dapat dihukum karena pikirannya, melainkan harus ada suatu tindakan atau kealpaan dalam bertindak. Kegagalan untuk bertindak dapat juga merupakan kejahatan. Jika terdapat suatu kewajiban hukum untuk bertindak dalam kasus tertentu, di samping itu ada niat jahat(“criminal insert”, “mens rea”).

2) Merupakan pelanggaran hukum pidana.

3) Dilakukan tanpa adanya suatu pembelaan atau pembenaran yang diakui secara hukum. 4) Diberi sanksi oleh negara sebagai suatu kejahatan atau pelanggaran.


(41)

(Soerjono Soekanto, 1984:44)

Berdasarkan beberapa definisi di atas, pada dasarnya kejahatan adalah suatu bentuk perbuatan dan tingkah laku yang melanggar hukum dan perundang- undangan lain serta melanggar norma sosial sehingga masyarakat menentangnya. KUHP tidak memberikan definisi secara tegas tentang pengertian kejahatan. Namun dalam kaitannya dengan kejahatan dapat disimpulkan bahwa semua perbuatan yang disebut dalam Buku ke-II Pasal 104 – 488 KUHP adalah kejahatan dna perbuatan lain secara tegas dinyatakan sebagai kejahatan dalam undang-undang tertentu di luar KUHP.

2. Pelanggaran

KUHP mengatur tentang pelanggaran adalah Pasal 489-569/BAB I– IX. Pelanggaran adalah “Wetsdelichten” yaitu perbuatan-perbuatan yang sifat hukumnya baru dapat diketahui setelah adawetyang menentukan demikian.

Maka pembunuhan, pencurian, penganiayaan dan peristiwa-peristiwa semacam itu merupakan kejahatan (Rechtsdelicten) karena terpisah dari aturan pidana yang tegas, dirasakan sebagai perbuatan yang tidak adil. Sedangkan peristiwa seperti bersepeda diatas jalan yang dilarang, berkendara tanpa lampu atau kejurusan yang dilarang merupakan kejahatan undang-undang/ pelanggaran (Wetsdelicten), Karena kesadaran hukum kita tidak menganggap bahwa hal-hal itu dengan sendirinya dapat dipidana, tetapi baru dirasakan sebagai demikian, karena oleh undang-undang diancam dengan pidana.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dianalisa bahwa perbedaan antara kejahatan dan pelanggaran adalah sebagai berikut:


(42)

a. Kejahatan adalah criminal onrecht dan pelanggaran adalah politie onrecht. Criminal onrecht adalah perbuatan hukum sedangkan politie onrecht merupakan perbuatan yang tidak menaati larangan atau keharusan yang ditentukan oleh penguasa negara. Adapula pendapat lain yang mengatakan arti criminal onrecht sebagai perbuatan yang bertentangan dengan norma-norma menurut kebudayaan atau keadilan yang ditentukan oleh Tuhan atau membahayakan kepentingan hukum, sedangkan arti politie onrecht sebagai perbuatan yang pada umumnya menitikberatkan pada perbuatan yang dilarang oleh peraturan penguasa atau negara.

b. Kejahatan adalah memperkosa suatu kepentingan hukum seperti: pembunuhan, pencurian dan sebagainya atau juga membahayakan suatu kepentingan hukum dalam arti abstrak misalnya penghasutan dan sumpah palsu, namun kadang-kadang dapat pula dikatakan bahwa sumpah palsu juga termasuk sebagai suatu kejahatan.

c. Kejahatan dan pelanggaran itu dibedakan karena sifat dan hakekatnya berbeda, tetapi ada perbedaan kejahatan dan pelanggan didasarkan atas ukuran pelanggaran itu dipandang dari sudut kriminologi tidaklah berat apabila dibandingkan dengan kejahatan.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa suatu perbuatan dikatakan termasuk pelanggaran atau keharusan yang ditentukan oleh penguasa negara karena antara kejahatan dan pelanggaran itu berbeda baik dari sifat, hakekat, maupun ukuran dari tindak pidana yang dilakukan.

C. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana

Pertanggungjawaban pidana menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti suatu perbuatan kejahatan yang harus dipertanggungjawabkan oleh suatu putusan hukum yang berlaku. (KBBI,1999:122)

Van Hammel menyatakan pertanggungjawaban yaitu soal keadaan normal dan kematangan psikis yang membawa 3 (tiga) macam kemampuan untuk:


(43)

a. Memahami arti dan akibat perbuatannya sendiri

b. Memahami bahwa perbuatannya itu tidak dibenarkan atau dilarang oleh masyarakat

c. Menetapkan kemampuan terhadap perbuatan-perbuatan itu sehingga dapat disimpulkan bahwa pertanggungjawaban(teorekensvatbaarhee)mengandung pengertian kemampuan atau kecakapan. (Lamintang, 1997:108).

Sedangkan menurut Moeljatno menyatakan bahwa pertanggungjawaban pidana tidak cukup dengan dilakukannya perbuatan pidana saja, akan tetapi di samping itu harus ada kesalahan, atau sikap batin yang dapat dicela, ternyata pula dalam asas hukum yang tidak tertulis tidak dipidana jika tidak ada kesalahan (green straf zonder schuld, ohne schuld keine strafe). (Moeljatno, 1993:73).

Selanjutnya dalam hukum pidana tidak semua orang yang telah melakukan tindak pidana dapat dipidana, hal ini terkait dengan alasan pemaaf dan alasan pembenar. Alasan pemaaf yaitu suatu alasan tidak dapat dipidananya seseorang dikarenakan keadaan orang tersebut secara hukum dimaafkan. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 44, 48 dan 49 atay (2) KUHP.

Selain hal di atas, juga alasan pembenar yaitu tidak dapat dipidananya seseorang yang telah melakukan tindak pidana dikarenakan ada undang-undang yang mengatur bahwa perbuatan tersebut sebenarnya. Hal ini dpat dilihat dalam Pasal 48, 49 ayat (1), 50 dan 51 KUHP.

Pasal 44 KUHP :

a. Barangsiapa yang melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana. b. Jika tenyata perbuatannya itu tidak dapat dipertanggungkan kepada pelakunya karena

pertumbuhan jiwanya cacat atau terganggu karena penyakit, maka hakim dapat memerintahkan supaya orang itu dimasukkan ke rumah sakit jiwa, paling lama satu tahun sebagai masa percobaan.


(44)

c. Ketentuan dalam ayat (2) berlaku hanya bagi Mahkamah Agung, Pengadilan tinggi, dan Pengadilan Negeri.

Pasal 48 KUHP:

Barangsiapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa, tidak dipidana.

Pasal 49 ayat (1) KUHP:

a. Tidak dipidana, barangsiapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu yang melawan hukum. b. Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan oleh keguncangan

jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak boleh dipidana.

Pasal 50 KUHP:

Barangsiapa yang melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang undang, tidak boleh dipidana.

Pasal 51 KUHP:

a. Barangsiapa yang melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana.

b. Perintah jabatan tanpa wewenang, tidak menyebabkan hapusnya pidana, kecuali jika yang diperintah diberikan dengan wewenang dan pelaksanaannya termasuk dalam lingkungan pekerjaannya.

Menurut Van Hamel, pada detik-detik yang oleh Undang-Undang telah disyaratkan bahwa delik-delik itu harus dilakukan dengan sengaja,opzetitu hanya dapat ditujukan kepada:

a. Tindakan-tindakan, baik tindakan untuk melakukan sesuatu maupun tindakan untuk tidak melakukan sesuatu.

b. Tindakan untuk menimbulkan suatu akibat yang dilarang oleh undang-undang. c. Dipenuhi unsur-unsur selebihnya dari delik yang bersangkutan.


(45)

(Lamintang,1987:284).

Tindakan kesengajaan sudah pasti harus dipertanggungjawabkan oleh pelaku karena pelaku telah melakukan kesalahan yang menurut aturan dasar hukum pidana “tidak ada pidana tanpa kesalahan”.

Dalam hukum pidana, kesalahan ada 2 (dua) macam, yaitu \: a. Kesengajaan (opzet/dolus)

Menurut jenisnya kesengajaan mempunyai 3 (tiga) bentuk/corak, yaitu : sengaja dengan maksud, dengaja dengan kepastian dan sengaja dengan tujuan.

1) Sengaja dengan maksud (dolus directus)

Sengaja dengan maksud adalah bentuk yang paling sederhana karena dalam pengertiannya memang pelaku menghendak perbuatan tersebut, baik kelakuan maupun akibat/keadaan yang menyertainya.

Menurut VOS yang dinyatakan sengaja dengan maksud, apabila pembuat mengehendaki akibat perbuatannya. Ia tidak pernah melakukan perbuatannya apabila pembuat mengetahui bahwa akibat perbuatannya tidak akan terjadi. (Lamintang,1987:116).

Dalam prakteknya bentuk sengaja dengan maksud inilah yang sangat mudah untuk dibuktikan dengan melihat kenyataan-kenyataan yang terjadi seperti sengaja melakukan pembakaran atau sengaja melakukan tindakan secara melawan hukum untuk mendapatkan ganti rugi melalui pihak asuransi.


(46)

Sengaja dengan kepastian atau sengaja dengan kesadaran tentang kepastian (opzet met bewust theid van zekerheid of noodzakelijkheid) perkataan “zeker” atau “pasti”, sedangkan “bewust” atau “sadar” berarti sadar akan kepastian. Jadi dapat dijelaskan apa yang dilakukannya (tersangka) dilandasi dengan kesadaran akan timbulnya akibat lain dari pada akibat yang memang diinginkannya.

3) Sengaja dengan kemungkinan (dolus eventualis)

Sengaja dengan kesadaran kemungkinan sekali terjadi (opzet met waarschijnlij kjeidsbeustzijn) dapat diberikan bahwa di pelaku mengetahui dampak dari perbuatan atau mengetahui dari perbuatannya.

Menurut Hazewinkel–Suringa :

Terjadi jika pembuat tetap melakukan yang dikehendakinya walaupun ada kemungkinan akibat lain yang sama sekali tidak diinginkannya terjadi. Jika walaupun akibat (yang sama sekali tidak diinginkannya), itu diinginkan daripada mengehentikan perbuatannya, maka terjadi kesengajaan.

(Lamintang,1987:120)

b. Kurang hari-hati/kealpaan (culpa)

Arti dari culpa ialah kesalahan pada umumnya, tetapi dlaam ilmu pengetahuan hukum mempunyai arti teknis, yaitu suatu macam kesalahan di pelaku tindak pidana yang tidak seberat seperti kesengajaan, yaitu kurang berhati-hati, sehingga akibat yang tidak disengaja terjadi.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diketahui bahwa untuk dapat dipertanggungjawabkan secara pidana, tidak ada alasan pemaaf sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44, 48 dan 49 (2)


(47)

KUHP dan tidak ada alasan pembenar sebagaimana dimaksud pada Pasal 48, 49 (1), 50, dan 51 KUHP.

Pembagian tindak pidana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) meliputi kejahatan dan pelanggaran. Kejahatan diatur dalam Buku Kedua dan pelanggaran dalam Buku Ketiga. Pembagian kedua jenis tindak pidana tersebut menurut Memori van Teolichting (MvT) berdasarkan adanya perbedaan delik hukum (recht delict) dan Undang-Undang (Et delict).

Konsepsi Recht Delict adalah sesuatu perbuatan merupakan delik hukum apabila perbuatan tersebut bertentangan dengan asas-asas hukum yang ada dalam kesadaran hukum masyarakat, terlepas apakah asas tersebut tercantum atau tidak dengan kesadaran hukum masyarakat. (Moeljatno,1993:71)

Berdasarkan pengertian di atas dapat dijelaskan bahwa dalam penegasan tentang pertanggungjawaban adalah suatu hubungan antara kenyataan –kenyataan yang menjadi syarat dan akibat hukum yang diisyaratkan. Sehingga hubungan keduanya diadakan oleh aturan hukum, jadi pertanggungjawaban tersebut adalah peryataan dari suatu keputusan hukum.

D. Dasar Hukum Tindak Pidana Penggelapan Uang Perusahaan

Di dalam KUHP telah dijelaskan bahwa tindak pidana penggelapan yaitu diatur dalam Bab XXIV tentang Penggelapan.Tindak pidana penggelapan yang dimaksud yaitu Pasal 372 sampai dengan pasal 377 KUHP, sebagai berikut:


(48)

Barangsiapa dengan sengaja memiliki barang kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.

Pasal 373 KUHP:

Perbuatan yang dijelaskan dalam pasal 372 apabila yang digelapkan bukan ternak dan harganya tidak lebih dari dua ratus lima puluh rupiah, Diancam sebagai penggelapan ringan dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak dua ratus lima puluh rupiah.

Pasal 374 KUHP:

Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang penguasaannya terhadap barang disebabkan karena ada hubungan kerja atau karena mendapat upah untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.

Pasal 375 KUHP:

Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang terpaksa disuruh menyimpan barang itu, dan barang tersebut berada ditangannya, karena jabatannya dihukum penjara selama-lamanya enam tahun.

Pasal 376 KUHP:

Menurut pasal ini seperti halnya dengan pencurian, maka penggelapan apabila dilakukan dalam kalangan kekeluargaan, berlaku pula pada peraturan dalam pasal 376.


(49)

(1) Pada waktu menjatuhkan hukuman karena salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 372, 374, dan 375, maka hakim dapat memerintahkan supaya keputusannya diumumkan dan menjatuhkan hukuman pencabutan hak yang tersebut dalam pasal 35 No.1-4

(2) Jika si tersalah melakukan kejahatan itu dalam jabatannya, ia dapat dipecat dari jabatannya itu.

Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat diketahui bahwa sehubungan dengan topik permasalahan dalam penelitian ini, maka tindak pidana penggelapan uang perusahaan merupakan perbuatan curang yang didahului upaya mengelabuhi dan/atau membohongi pemimpin perusahaan atau badan hukum untuk dapat memiliki seluruh atau sebagian harta milik orang lain. Dengan demikian, perbuatan tersangka tindak pidana penggelapan uang perusahaan tersebut telah diancam dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.


(50)

DAFTAR PUSTAKA

Bambang Poernomo, Asas hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Seksi Kepidanaan Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta.1982

Bambang Waluyo. Pidana dan Pemidanaan, Sinar Grafika, Jakarta, 2004

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahsa Indonesia. Balai Pustaka, 1999. Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung. 1987.

Moeljanto, Asas-asas Hukum Pidana, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 1993

Mr.J.E.Jonkers, Buku Pedoman Pidana Hindia Belanda, Bina Aksara, Jakarta. 1987.

Muladi dan Barda Nawawi Arief, 2005. Teori-teori dan Kebijakan Pidana, Alumni. Bandung.1988.

Ninik Widiyanti, Perkembangan Kejahatan dan Masalahnya Ditinjau Dari Segi Kriminologi dan Sosial, Paradnya Paramita, Jakarta. 1987.

Pipin Syarifin, Hukum Pidana di Indonesia, Pustaka Setia, Bandung, 2000. Soerjono Soekonto, Penanggulangan Kejahatan, Rajawali Pers. Jakarta.1884.

Warjono Prodjodokoro. Asas-asas hukum Pidana di Indonesia, Edisi Ketiga, Refika Adkoma, Bandung. 2003.

Sunarso, Siswanto, 2004. Penegakan Hukum Psikotropika. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka. 1999. Perundang-undangan :

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Ketenagakerjaan. Lembar. Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, tambahan lembaran Negara


(51)

Republik Indonesia.

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106, tambahan Lembar Negara Republik Indonesia Nomor 4576.


(52)

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Penelitian ini merupakan, penelitian yuridis normatif dan yuridis empiris: 1. Pendekatan yuridis normatif

Pendekatan yuridis normatif yaitu pendekatan dalam arti menelaah kaidah- kaidah atau norma-norma dan aturan-aturan yang berhubungan dengan tindak pidana kesusilaan dengan cara studi kepustakaan (library research), yaitu dengan membaca, mengutip, menyalin, dan menelaah terhadap teori-teori yang berkaitan erat dengan permasalahan studi lapangan. 2. Pendekatan yuridis empiris

Pendekatan yuridis empiris yaitu pendekatan yang dilakukan dengan langsung pada obyek penelitian yang hendak diteliti guna mendapatkan data informasi yang diperoleh dari studi lapangan.

B. Sumber dan Jenis Data

Sumber data penelitian ini berasal dari data lapangan dan data kepustakaan meliputi:

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari objek penelitian di lapangan dengan melakukan wawancara langsung (Soerjono Soekanto, 1985 : 28). Terkait dengan penelitian ini, maka penulis akan mengambil data dari objek lapangan yang berhubungan dengan pokok permasalahan pada penelitian ini.

2. Data Sekunder

Data sekunder dapat diperoleh tanpa terikat atau dibatasi waktu dan tempat. (Soerjono Soekanto, 1985 : 28).


(53)

Jenis data sekunder yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri dari :

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum bersifat mengikat. Dalam penulisan ini, bahan hukum primer yang digunakan adalah :

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Ketenagakerjaan. 4. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer seperti buku-buku literatur dan karya ilmiah yang berkaitan dengan permasalahan penelitian yaitu Putusan Hakim No: 167/PID.B/2011/PN.TK) wilayah Bandar Lampung.

c. Bahan Hukum Tersir

Bahan hukum tersir adalah bahan-bahan hukum yang memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum sekunder antara lain Kamus Bahasa Indonesia, Kamus Bahasa Inggris, serta Kamus Hukum.

C. Penentuan Populasi dan Sampel

1. Penentuan Populasi

Populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisis yang ciri-cirinya akan diduga (Masri Singarimbun, 1987 : 152). Sedangkan menurut Hadari Nawawi, (1987 : 141), Populasi adalah


(54)

jumlah keseluruhan objek penelitian yang terdiri dari manusia, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala, nilai test atau peristiwa-peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakteristik di dalam suatu penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah hakim pada Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang, Polisi pada Polresta Kota Bandar Lampung, dan Dosen pada Fakultas Hukum Bandar Lampung.

2. Penentuan Sampel

Sampel adalah sebagian yang diambil dari populasi dengan menggunakan cara-cara tertentu (Hadari Nawawi, 1987 : 141).

Penentuan sampel dari populasi yang akan diteliti digunakan metode Proporsional Purposive Sampling, yang berarti menentukan sampel disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai. Adapun responden yang dijadikan sampel adalah :

2. Hakim pada Pengadilan Negeri Kelas I A Tanjung Karang : 2 orang 3. Jaksa pada Kejaksaan negeri Bandar Lampung : 2 orang 4. Dosen hukum pidana Fakultas Hukum Bandar Lampung : 2 orang

Jumlah Responden : 6 orang

D. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data 1. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan melalui inventarisasi perundang-undangan jurisprudensi (dalam hal ini Keputusan Hakim Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang), studi pustaka melalui bahan berupa buku, karya tulis di bidang hukum, dan studi catatan hukum lainnya.


(55)

Kegiatan yang dilakukan dengan mengikuti tahap-tahap sebagai berikut :

b. Penentuan data sekunder, berupa perundang-undangan, jurisprudensi, dokumen hukum, catatan hukum, dan literatur bidang ilmu pengetahuan hukum.

c. Inventarisasi data sekunder yang diperlukan, yaitu proses mencari dan mengenal bahan hukum berupa ketentuan pasal-pasal perundang-undangan, pengutipan dan pencatatan segala bahan hukum lain yang relevan dengan rumusan masalah.

d. Pengkajian dan pembahasan data yang terkumpul guna menentukan relevansinya dengan kebutuhan dan rumusan masalah.

e. Wawancara, pengumpulan data dengan mengadakan wawancara langsung dengan responden digunakan untuk pendapat hukum yang bersangkutan dengan kebutuhan dan rumusan masalah.

1. Metode Pengolahan Data

Data yang terkumpul selanjutnya diolah dengan langkah-langkah sebagai berikut : a. Identifikasi data, yaitu mengidentifikasi dan memeriksa data yang akan digunakan.

b. Seleksi data, yaitu pemeriksaan terhadap kebenaran, kelengkapan, dan ketepatan data yang digunakan dalam penelitian.

c. Klasifikasi data, yaitu menempatkan data menurut kelompok-kelompok yang telah ditentukan.

d. Sistemasi data, yaitu penyusunan data berdasarkan urutan yang disusun secara sistematis sesuai dengan pokok bahasan.


(56)

Data yang sudah terkumpul dilakukan analisis normatif yaitu dengan cara inventarisasi dan sinkronisasi data. Dilakukan baik secara vertikal maupun horizontal. Analisis data dan pembahasan dilakukan secara kualitatif, artinya menguraikan data dalam bentuk kalimat yang teratur, runtun, logis, tidak tumpang tindih, efektif, sehingga memudahkan mendeskripsikan dan menjelaskan hasil analisis. Kemudian, dari hasil analisis tersebut dapat ditarik kesimpulan secara induktif yaitu suatu cara berpikir dalam mengambil kesimpulan secara umum yang didasarkan atas fakta-fakta yang bersifat khusus dan selanjutnya dari beberapa kesimpulan tersebut dapat diajukan rekomendasi yang diperoleh dari hasil penelitian.


(57)

DAFTAR PUSTAKA

Muhammad, Abdulkadir. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Penerbit PT. Citra Aditya. Bandung.

Nawawi, Hadari. 1987. Administrasi Pendidikan. Haji Masagung. Jakarta.

Saleh, Roeslan. 1981. Perbuatan Pidana dan Pertanggung jawab Pidana. Aksara Baru. Jakarta. Singaribun, Masri. 1987. Kependudukan Liku-Liku Penurunan Kelahiran. LP3ES. Yogyakarta. Soedjono, D. 1981. Pertanggungjawaban Dalam Hukum Pidana. Alumni. Bandung.

Soekanto, Soerjono. 1986. Pengantar Penilitian Hukum. UI Pres. Jakarta.

Universitas Lampung. 2006. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung. Penerbit Universitas Lampung. Bandar Lampung.


(58)

1

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang diuraikan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Pertanggungjawaban pidana pelaku terhadap tindak pidana penggelapan uang perusahaan dalam perkara Nomor:167/Pid.B/2011/PN.TK yang dijatuhkan Majelis Hakim sudah sesuai dengan perbuatan pelaku. Sesuai kronologi dan fakta persidangan pelaku dengan sengaja tidak menyetorkan uang kepada perusahaan secara berulang, dengan melakukan penggelapan uang angsuran pembayaran kredit atas nama Umi dan Zaidir Johansyah. Pola yang dilakukan dengan cara memberikan kwitansi warna putih kepada konsumen dan kwitansi warna merah dan kuning kepada konsumen dalam mengangsur kredit sepada motor. Jumlah uang yang digelapkan sebesar Rp.2.793.000,-. Perbuatan demikian merupakan tindakan melawan hukum yaitu perbuatan pidana penggelapan uang perusahaan. Maka terdakwa diminta pertanggungjawaban oleh majelis hakim dengan menjatuhkan pidana selama 10 (sepuluh) bulan penjara.

Putusan Hakim Perkara Nomor:167/Pid.B/2011/PN.TK telah melalui pertimbangan hal-hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa. Adapun pertimbangan yang memberatkan adalah: a) Perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat. b) Perbuatan terdakwa telah merugikan PT.WOM FINANCE sebesar Rp.2.793.000,- (dua juta tujuh ratus sembilan puluh tiga ribu rupiah) dan c) Terdakwa telah menikmati hasil penggelapannya. Dan pertimbangan


(59)

2

yang meringankan adalah: a) Terdakwa mengakui terus terang segala perbuatannya dan menyesali perbuatannya, dan b) Terdakwa belum pernah di hukum di muka pengadilan. Atas dasar tersebut sesuai dakwaan Jaksa, terdakwa Novi Kurniawan bin M.Sadli terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Penggelapan dalam Jabatan.

2. Dasar-dasar pertimbangan Hakim dalam Perkara nomor:167/Pid.B/2011 /PN.TK yaitu: 1) Latar belakang dan motivasi dilakukannya tindak pidana dan motif penggelapan yang dilakukan, 2) Pengaruh pidana yang dijatuhkan terhadap pelaku sudah cukup membuat pelaku jera. 3) Sikap pelaku setelah melakukan tindak pidana, dan 4) Pelaku bersikap baik selama persidangan berlangsung. Selain itu, pertimbangan hakim berdasarkan 3 (tiga) hal yaitu: a. Aspek yuridis (kepastian hukum), majelis hakim menimbang bahwa

pelaku melanggar pasal 374 KUHP karena pelaku melakukan perbuatan penggelapan terhadap barang karena adanya hubungan kerja dan menimbulkan kerugian serta meresahkan masyarakat.

b. Aspek sosiologis (kemanfaatan), majelis hakim mengharapkan bahwa pelaksanaan hukum harus memberi manfaat dan memberikan efek jera terhadap pelaku karena perbuatan pelaku telah merugikan PT. WOM FINANCE sebesar Rp.2.793.000,- (dua juta tujuh ratus sembilan puluh tiga rupiah).

c. Aspek filosofis (keadilan), tujuan dilaksanakannya hukum yaitu untuk mencapai keadilan. Pelaku merasa hukuman yang dijatuhkan majelis hakim sudah sesuai dengan perbuatan pelaku, dan menurut pandangan masyarakat hukuman yang dijatuhkan majelis hakim sudah sesuai dengan


(60)

3

perbuatan pelaku yang telah merugikan PT. WOM FINANCE dan meresahkan masyarakat.

B. Saran

Adapun saran yang dapat dikemukakan sebagai alternatif penyelesaian permasalahan di masa yang akan datang adalah sebagai berikut:

1. Hendaknya setiap perusahaan menerapkan sistem manajemen keuangan yang lebih terkontrol yaitu dengan menggunakan sistem komputerisasi yang terhubung antara satu divisi ke divisi yang lainnya dengan demikian, pimpinan mampu melakukan pengecekan secara rutin dan cepat.

2. Apabila dilihat penyebab penggelapan uang perusahaan adalah faktor ekonomi maka hendaknya pimpinan perusahaan memberikan kebijakan yang mengarah kepada kesejahteraan karyawan/pegawai misalnya jaminan keselamatan, tunjangan hari raya, penambahan jam lembur, bonus bagi yang berprestasi. Hal ini akan mendorong dan memotivasi karyawan untuk bekerja lebih giat dan sudah tentu akan mencegah karyawan berbuat curang .


(61)

✁✂✄☎ ✆✝✝ ✞✆✝ ✟☎ ✠☎ ✡☎✆ ☛☞☎✆☎ ✁✌☎ ✍✞

✄☛✆☞☎✍ ☛☞ ☎ ✆☎ ✁✆✝ ✝ ✁✌☎ ☎✆✞☎✆✝ ✁✂✞✎☎✏☎ ☎✆

(✑ ✒✓✔✕✖ ✓✒✓✗✘✙✚✛✜ ✢✣ ✤ ✥✖ ✦ ✧ ✥★ ✥✩ ✪ ✢ ✢✥✖✙ ✜✫ ✚✬)

✭ ✮✯ ✰

✱☎✂✄☎✱✞ ✄☛☎ ✂☎ ✞✄✂☛

✑✲ ✳✕✴✗✕

✑✵✶✘✷✘ ✕✗✘✸✘✹✗ ✘✒✓✗✺✘✳✘✒✓✙ ✒✓✲✻✵✙✼✘✴✘✕✷✵ ✸✘✳ ✑✽✾ ✿✽ ✚✽✰❀ ✬❀❁

✖ ✘ ✔✘

★✘✷✕ ✘✙✰✓✲✓✻✖ ✕ ✔✘✙ ✘

❂ ✘✲✓✸✒✘✗✰✓✲✓✻❀✙ ✕❃✵ ✳✗✕ ✒✘✗✮ ✘✻✴✓✙✷

❄❅❆❇❈❉❅❊❋❇ ❆❇●

❇❍■ ❏❑ ▲❊■❉❅❊❈ ❅●▼❇❍◆


(62)

(63)

DAFTAR ISI

Halaman

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup... 6

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 7

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual... 8

E. Sistematika penulisan... 16

DAFTAR PUSTAKA II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Jenis-Jenis Pidana... 18

1. Pengertian pidana ... 18

2. Jenis–Jenis Pidana... 21

B. Pengertian dan Jenis-Jenis Tindak Pidana ... 24

1. Pengertian Tindak Pidana ... 24

2. Jenis-jenis pidana ... 25

C. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana ... 28

D. Dasar Hukum Tindak PidanaPenggelapan Uang Perusahaan….. 33

DAFTAR PUSTAKA III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah... 36


(64)

B. Sumber dan Jenis Data ... 36

C. Penentuan populasi dan Sampel... 38

D. Metode Pengumpulan dan Pengolahan data ... 39

E. Analisis Data ... 40

DAFTAR PUSTAKA IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden... 41

B. Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penggelapan Uang Perusahaan ... 42

C. Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Sanksi Pidana Kepada Pelaku Tindak Pidana Penggelapan Uang Perusahaan ... 54

DAFTAR PUSTAKA V PENUTUP A. Kesimpulan ... 61

B. Saran ... 63 DAFTAR PUSTAKA


(65)

MOTTO

Tataplah ke depan, karena kesuksesan hanya ada di depan. Teruslah melangkah dan berusaha karena kesuksesan akan dapat teraih dengan kemauan yang kuat dan semangat yang tinggi. (Penulis)


(66)

(67)

Judul Skripsi : PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENGGELAPAN UANG PERUSAHAAN

(Studi Putusan No.167/Pid.B/2011/PN.TK)

Nama Mahasiswa : Marta Mutiara Putri

No. Pokok Mahasiswa : 0742011228

Bagian : Hukum Pidana

Fakultas : Hukum

Mengetahui 1. Komisi Pembimbing

FIRGANEFI, S.H.,M.H.

NIP. 19631217 198803 2003

RINALDY AMRULLAH, S.H.,M.H.

NIP. 19801118 200801 1008

2. Ketua Bagian Hukum Pidana

DIAH GUSTINIATI, S.H.,M.H.


(68)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : FIRGANEFI, S.H.,M.H. ...

Sekretaris / Anggota : RINALDY AMRULLAH, S.H.,M.H. ...

Penguji Utama : GUNAWAN JATMIKO, S.H.,M.H. ...

2. Dekan Fakultas Hukum

Dr. HERYANDI, S.H.,M.S.

NIP. 19621109 198703 1003


(69)

(70)

PERSEMBAHAN

Syukur alhamdulillah ku panjatkan kepada Allah SWT karena kasih, karunia, dan kebesaran dari-Nya lah aku dapat menjadi seperti ini. Dengan niat

yang tulus dan segala kerendahan hati serta mengucap Bismillahirrohmanirrohim, skripsi ini kupersembahkan kepada :

Ayah dan ibu tercinta, yang telah membesarkan dan mendidik ku dengan penuh kasih sayang, serta selalu mendoakan aku di setiap langkah hidupku.

Adik-adikku Nisa dan Wahyudi, makasih ya atas doa dan dukungannya.

Buat seluruh keluarga dan teman-teman yang telah memberikan doa dan semangat Semangat kalian terbawa dalam mpenyelesaian skripsi ini.

Dosen-dosen yang telah memberikan ilmu pengetahuan tentang hukum yang sangat bermanfaat.


(71)

PERSEMBAHAN

Syukur alhamdulillah ku panjatkan kepada Allah SWT karena kasih, karunia, dan kebesaran dari-Nya lah aku dapat menjadi seperti ini. Dengan niat

yang tulus dan segala kerendahan hati serta mengucap Bismillahirrohmanirrohim, skripsi ini kupersembahkan kepada :

Ayah dan ibu tercinta, yang telah membesarkan dan mendidik ku dengan penuh kasih sayang, serta selalu mendoakan aku di setiap langkah hidupku.

Adik-adikku Nisa dan Wahyudi, makasih ya atas doa dan dukungannya.

Buat seluruh keluarga dan teman-teman yang telah memberikan doa dan semangat Semangat kalian terbawa dalam mpenyelesaian skripsi ini.

Dosen-dosen yang telah memberikan ilmu pengetahuan tentang hukum yang sangat bermanfaat.


(1)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Marta Mutiara Putri, dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 13 Agustus 1989, anak pertama dari 3 bersaudara pasangan Bapak Mualim Umar, S.Sos. dan Nita A Zen, S.Pd.

Pendidikan taman kanak-kanak Sari Teladan Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 1995, Sekolah Dasar Negeri 1 Beringin Raya diselesaikan pada tahun 2001, kemudian melanjutkan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri 2 Bandar Lampung, diselesaikan pada tahun 2004, kemudian melanjutkan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA 7 Bandar Lampung dan diselesaikan pada tahun 2007.


(2)

(3)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul : “Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Tindak Pidana Penggelapan Uang Perusahaan (Studi Putusan No.167/PID/B/2011/Pn.TNK).

Dalam menyusun dan menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan, petunjuk, bimbingan, saran dan kritik dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat :

1. Bapak Dr. Heryandi, SH., MS., selaku PJ. Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung. 2. Ibu Diah Gustiniati, SH., MH., selaku Ketua Jurusan Hukum Pidana Universitas Lampung. 3. Ibu Firganefi, SH., MH., selaku Sekretaris Jurusan Hukum Pidana Fakultas Hukum

Universitas Lampung dan sebagai Pembimbing I yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini.

4. Bapak Gunawan Jatmiko, SH., M.Hum, sebagai Pembahas I yang telah memberikan saran dan kritik dalam penulisan skripsi ini.

5. Bapak A. Irzal F, SH., MH., sebagai Pembahas II yang telah memberikan saran dan pendapat yang berharga dalam penulisan skripsi ini.

6. Bapak Rinaldy Amrullah, SH., MH., selaku Pembimbing II yang telah sabar meluangkan waktu dan memberikan saran serta kritik dalam penulisan skripsi ini.,


(4)

7. Bapak Yusdiyanto, SH.,MH., selaku Pembimbing Akademik yang telah sabar memberikan bantuan saran dan kritik dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Seluruh dosen, staf, dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah memberikan bantuan dalam penulisan skripsi ini.

9. Mama dan Papa tercinta dan adik-adikku Nisa dan Wahyudi, terima kasih banyak atas kasih sayang, doa, dukungan, perhatian, kesabaran dan semua yang telah diberikan selama ini, tanpa kalian aku bukan apa-apa.

10. Keluarga besarku yang telah memberikan spirit dan motivasi sehingga aku bisa menyelesaikan perkuliahan dengan baik.

11. Seluruh staf PT. Wismamas Cita Raya, terima kasih untuk dukungan dan semangatnya. 12. Seluruh staf PT. KSB Real Estate, Kampoeng Eldorado, terimakasih telah memberikan izin,

motivasi, semangatnya dalam menyelesaikan penelitian ini.

13. My Sexy 8 : Vhi Vhi, Muti, Osy, Nisa, Yoga, Risa, you always be my best friend.

14. Sahabat sekaligus teman seperjuanganku Devi Mayasari, Arivina Tiastri, Caroline Mariposa, terimakasih untuk dukungan bantuan dan keceriaan yang selalu diberikan. Kita harus sukses!!!

15. Terima kasih untuk Kak Vita, Kak Ami, sibul, yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bantuan, saran, masukan dan kritik dalam penulisan skripsi ini.

16. Teman-temanku satu almamater serta semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

Akhir kata, “Tidak ada usaha yang tidak berhasil dengan baik selagi ada kemauan untuk mewujudkannya.” Dan diharapkan skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan

keilmuan pada umumnya Ilmu Hukum Khususnya Hukum Pidana.


(5)

Penulis


(6)

Dokumen yang terkait

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI (Studi Putusan Nomor: 31/Pid.B/TPK/2010/PN. JKT. PST.)

0 9 69

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DENGAN RENCANA (Studi Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang No.95/Pid/B/2010/PN.TK)

1 5 34

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENGGELAPAN UANG PERUSAHAAN (Studi Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Perkara Nomor: 167/Pid.B/2011/PN.TK)

4 14 77

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA (Studi Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang No. 508/ PID/B 2011/PN.TK)

3 17 55

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENGGELAPAN SERTIFIKAT JUAL BELI TANAH (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri No 659/PIDB/2011)

0 9 55

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri No.06/PID.TPK/2011/PN.TK )

0 9 60

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP JAKSA SEBAGAI PELAKU PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA (Studi Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor 154/Pid.B/2012/PN.TK)

0 8 37

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENGGELAPAN ( Studi Putusan Perkara Penggelapan No : 380/Pid.B/2010/PN.TK)

0 9 43

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PERBANKAN (Studi Putusan Nomor: 483/Pid.Sus./2013/PN.TK)

4 44 70

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA MENYIMPAN UANG RUPIAH PALSU (Studi Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor: 1071/Pid.B/2014/PN.Tjk).

1 15 55