Aktivitas antibakteri ekstrak tunggal Bawang Putih (Allium sativum Linn.) dan Rimpang Kunyit (Curcuma domestica Val.) terhadap Salmonella typhimurium
AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK TUNGGAL
BAWANG PUTIH (
Allium sativum
Linn.) DAN RIMPANG
KUNYIT (
Curcuma domestica
Val.) TERHADAP
Salmonella
typhimurium
SUNANTI
PROGRAM STUDI BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007
(2)
ABSTRAK
SUNANTI. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Tunggal Bawang Putih (Allium sativum
Linn.) dan Rimpang Kunyit terhadap Salmonella typhimurium. Dibimbing oleh
MEGA SAFITHRI dan SURYANI.
Bawang putih dan kunyit memiliki aktivitas antibakteri. Penelitian ini
menentukan daya hambat minimum bawang putih dan kunyit terhadap Salmonella
thypimurium, waktu simpan yang baik untuk bawang putih, serta penentuan
senyawa metabolit sekunder pada kunyit.
Bawang putih diambil filtratnya, sedangkan kunyit diektraksi dengan
metode maserasi menggunakan metanol 70 %. Metode difusi agar berlubang
digunakan untuk menentukan aktivitas antibakterinya. Konsentrasi yang
digunakan 1 % sampai 100 %. Bawang putih disimpan selama 3 dan 7 hari pada
suhu 10 ºC dan 27 ºC dan diuji aktivitas antibakterinya. Tetrasiklin 10 %
digunakan sebagai pembanding. Uji kualitatif fitokimia untuk mengetahui
metabolit sekunder pada ekstrak kunyit.
Rendemen ekstrak kunyit sebesar 7.31 %. Semakin tinggi konsentrasi
bawang putih dan ekstrak kunyit, maka semakin tinggi zona hambat yang
dihasilkan. Bawang putih memiliki aktivitas antibakteri yang lebih tinggi
dibandingkan dengan ekstrak kunyit. Konsentrasi Hambat Tumbuh minimum
bawang putih dan ekstrak kunyit sebesar 2 % dengan zona hambat masing-masing
2.58 mm dan 0.52 mm. Zona hambat tetrasiklin 10 % sebesar 11.69 mm.
Efektivitas bawang putih 10 % (4.54 mm) dan ekstrak kunyit 10 % (3.38 mm)
hanya 38.84 % dan 28.91 % jika dibandingkan dengan tetrasiklin 10 %. Masa
simpan bawang putih optimum pada hari ke-3 suhu 10 ºC.
(3)
ABSTRACT
SUNANTI. Antibacterial Activity of Single Extract of Garlic and Curcuma to
Salmonella typhimurium. Under the supervisor MEGA SAFITHRI dan
SURYANI.
Garlic and curcuma have antibactery. The aim of this research determine
in minimum inhibitory zone of garlic and curcuma against to Salmonella
typhimurium, life storange of garlic, and secondary metabolite compound in
curcuma.
Garlic extract was obtained by grinding (filtrate) and curcuma was
extracted by maceration methode by methanol 70 %. Diffusion agar methode was
carried out to determinate antibacterial activity. With concentrate variation 1 % up
to 100 %. Garlic was stored for 3 and 7 days at temperature 10 ºC and 27 ºC and
antibacterial activity was examined. Tetracycline was used as comparison with
concentration 10 %. Fitochemistry assay was done in order to find secondary
metabolite in curcuma extract.
Curcuma extraction produced 7.31 % yield. The increasing garlic and
curcuma extract concentration resulted the increasing of inhibition zone. Garlic
has higher antibacterial activity than curcuma extract. Minimum Inhibitory
Concentration of garlic and curcuma extract is 2 % resulted inhibiton zone 2.58
mm and 0.52 mm sequently. Inhibition zone of tetracycline 10 % is 11.69 mm.
The efectivity of 10 % of garlic (4.54 mm) and 10 % of curcuma extract (3.38
mm) shower only 38.84 % and 28.91 % compered with 10 % of tetracycline. Life
storange og garlic at third day at temperature 10 ºC.
(4)
AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK TUNGGAL
BAWANG PUTIH (
Allium sativum
Linn.) DAN RIMPANG
KUNYIT (
Curcuma domestica
Val.) TERHADAP
Salmnonella typhimurium
SUNANTI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Program Studi Biokimia
PROGRAM STUDI BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007
(5)
5
Judul : Aktivitas Antibakteri Ekstrak Tunggal Bawang Putih (Allium
sativum Linn.) dan Rimpang Kunyit (Curcuma domestica Val.)
terhadap Salmonella typhimurium
Nama
: Sunanti
NIM
: G44103033
Disetujui
Komisi Pembimbing
Mega Safithri, M.Si.
Dr. Suryani
Ketua Anggota
Diketahui
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, M.S.
NIP 131 473 999
(6)
6
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya dalam menyelasaikan karya ilmiah ini. Karya ilmiah ini
merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains pada Program Studi
Biokimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Penelitian ini
dilaksanakan dari bulan November 2006 sampai April 2007 dengan judul
Aktivitas Antibakteri Bawang Putih (Allium sativum Linn.) dan Ekstrak Tunggal
Rimpang Kunyit (Curcuma domestica Val.) terhadap Salmonella typhimurium
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Mega Safithri, M. Si. dan Ibu Dr.
Suryani selaku pembimbing atas segala kesabarannya dan pengarahannya selama
penelitian dan penulisan skripsi. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada
Ibu Iis, Ibu Mery, Pak Arya, Pak Yadi, serta seluruh staf Laboratorium Biokimia
atas fasilitas dan kemudahan yang diberikan dan teman-teman penelitian Solina,
Ka Novan, Nuri, Nican, dan Adi atas bantuannya selama penelitian. Ucapan
terima kasih juga penulis sampaikan kepada Mba Leni, Mba Ros, dan
teman-teman satu kos yang telah membantu dan memberi semangat dalam penulisan
karya ilmiah ini. Tak lupa ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada kedua
orang tua tercinta, kakak, adik, dan seluruh keluarga atas segala materi, dukungan,
perhatian, kasih sayang, dan doanya.
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna karena
keterbatasan pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan saran dan kritik yang sekiranya dapat digunakan untuk
perbaikan. Semoga karya ilmiah ini dapat berguna bagi pihak yang membutuhkan.
Amin.
Bogor, Mei 2007
(7)
7
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Cirebon pada tanggal 18 Juli 1985 dari pasangan
Abdurahim dan Sadiyah. Penulis merupakan putri kedua dari tiga bersaudara.
Tahun 2003 penulis berhasil menyelesaikan sekolah di SMU Negeri 1
Lemahabang dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Program Studi Biokimia,
Jurusan Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Tahun 2006, penulis melaksanakan Praktek Lapangan di Balai Besar
Industri Agro (BBIA), Bogor. Tema yang diambil adalah “Pengujian Kebutuhan
Oksigen Kimiawi (KOK) Pada Contoh Limbah Cair Secara Refluks Terbuka”.
Tahun 2006/2007 penulis menjadi guru privat di Lembaga Bimbingan Belajar
Nurul Ilmi sebagai guru Matematika. Selama kuliah, penulis aktif di Himpro
Crebs periode 2005/2006.
(8)
8
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR . ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
PENDAHULUAN . ... 1
TINJAUAN PUSTAKA
Kandungan Senyawa Kunyit (Curcuma domestica Val.) ... 2
Kandungan Senyawa Bawang Putih (Allium sativum Linn.) . ... 3
Antibakteri ... 3
Mekanisme Kerja Antibakteri ... 4
Salmonella typhimurim ... 4
Tetrasiklin ... 5
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat ... 5
Metode Penelitian ... 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian Pendahuluan ... 7
Ekstraksi Rimpang Kunyit ... 8
Analisis Fitokimia ... 8
Efektivitas Penghambatan Filtrat Bawang Putih dan Ekstrak Metanol
Rimpang Kunyit Terhadap Tetrasiklin 10 % ... 9
Penentuan Konsentrasi Hambat Tumbuh Minimum (KHTM) ... 10
Pengujian Aktivitas Antibakteri Bawang Putih Selama Penyimpanan ... 12
SIMPULAN DAN SARAN ... 13
Simpulan ... 13
Saran ... 13
DAFTAR PUSTAKA ... 14
(9)
9
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Rimpang kunyit... 2
2 Bawang putih. ... 3
3 Salmonella typhimurium. ... 5
4 Struktur kimia golongan tetrasiklin ... 5
5 Aktivitas antibakteri berbagai ekstrak rimpang kunyit ... 8
6 Perbandingan daya hambat filtrat bawang putih dan ekstrak metanol rimpang
kunyit terhadap tetrasiklin 0.1mg/mL ... 10
7 Konsentrasi hambat tumbuh minimum S. typhimurium ... 11
8 Aktivitas antibakteri bawang putih selama penyimpanan ... 13
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Bagan alir penelitian ... 18
2 Bagan alir pembuatan filtrat bawang putih ... 18
3 Bagan alir pembuatan ekstrak rimpang kunyit ... 19
4 Uji aktivitas antibakteri metode perforasi ... 20
5 Nilai rendemen ekstrak metanol rimpang kunyit ... 21
6 Diameter zona hambat filtrat bawang putih ... 21
7 Diameter zona hambat ekstrak metanol rimpang kunyit ... 22
8 Diameter zona hambat filtrat bawang putih selama penyimpanan ... 23
9 Diameter zona hambat tetrasiklin 0.1 mg/mL. ... 23
10 Foto zona hambat ekstrak kunyit dengan berbagai pelarut ... 23
11 Foto zona hambat filtrat bawang putih ... 23
12 Foto zona hambat ekstrak metanol rimpang kunyit ... 23
13 Foto zona hambat tetrasiklin dan filtrat bawang putih
selama penyimpanan ... 24
(10)
10
15 Analisis tukey diameter zona hambat ... 25
16 ANOVA diameter zona hambat filtrat bawang putih selama penyimpanan 26
17 Analisis tukey diameter zona hambat filtrat bawang putih selama
penyimpanan ... 26
18 Foto analisis fitokimia ... 27
(11)
AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK TUNGGAL
BAWANG PUTIH (
Allium sativum
Linn.) DAN RIMPANG
KUNYIT (
Curcuma domestica
Val.) TERHADAP
Salmonella
typhimurium
SUNANTI
PROGRAM STUDI BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007
(12)
ABSTRAK
SUNANTI. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Tunggal Bawang Putih (Allium sativum
Linn.) dan Rimpang Kunyit terhadap Salmonella typhimurium. Dibimbing oleh
MEGA SAFITHRI dan SURYANI.
Bawang putih dan kunyit memiliki aktivitas antibakteri. Penelitian ini
menentukan daya hambat minimum bawang putih dan kunyit terhadap Salmonella
thypimurium, waktu simpan yang baik untuk bawang putih, serta penentuan
senyawa metabolit sekunder pada kunyit.
Bawang putih diambil filtratnya, sedangkan kunyit diektraksi dengan
metode maserasi menggunakan metanol 70 %. Metode difusi agar berlubang
digunakan untuk menentukan aktivitas antibakterinya. Konsentrasi yang
digunakan 1 % sampai 100 %. Bawang putih disimpan selama 3 dan 7 hari pada
suhu 10 ºC dan 27 ºC dan diuji aktivitas antibakterinya. Tetrasiklin 10 %
digunakan sebagai pembanding. Uji kualitatif fitokimia untuk mengetahui
metabolit sekunder pada ekstrak kunyit.
Rendemen ekstrak kunyit sebesar 7.31 %. Semakin tinggi konsentrasi
bawang putih dan ekstrak kunyit, maka semakin tinggi zona hambat yang
dihasilkan. Bawang putih memiliki aktivitas antibakteri yang lebih tinggi
dibandingkan dengan ekstrak kunyit. Konsentrasi Hambat Tumbuh minimum
bawang putih dan ekstrak kunyit sebesar 2 % dengan zona hambat masing-masing
2.58 mm dan 0.52 mm. Zona hambat tetrasiklin 10 % sebesar 11.69 mm.
Efektivitas bawang putih 10 % (4.54 mm) dan ekstrak kunyit 10 % (3.38 mm)
hanya 38.84 % dan 28.91 % jika dibandingkan dengan tetrasiklin 10 %. Masa
simpan bawang putih optimum pada hari ke-3 suhu 10 ºC.
(13)
ABSTRACT
SUNANTI. Antibacterial Activity of Single Extract of Garlic and Curcuma to
Salmonella typhimurium. Under the supervisor MEGA SAFITHRI dan
SURYANI.
Garlic and curcuma have antibactery. The aim of this research determine
in minimum inhibitory zone of garlic and curcuma against to Salmonella
typhimurium, life storange of garlic, and secondary metabolite compound in
curcuma.
Garlic extract was obtained by grinding (filtrate) and curcuma was
extracted by maceration methode by methanol 70 %. Diffusion agar methode was
carried out to determinate antibacterial activity. With concentrate variation 1 % up
to 100 %. Garlic was stored for 3 and 7 days at temperature 10 ºC and 27 ºC and
antibacterial activity was examined. Tetracycline was used as comparison with
concentration 10 %. Fitochemistry assay was done in order to find secondary
metabolite in curcuma extract.
Curcuma extraction produced 7.31 % yield. The increasing garlic and
curcuma extract concentration resulted the increasing of inhibition zone. Garlic
has higher antibacterial activity than curcuma extract. Minimum Inhibitory
Concentration of garlic and curcuma extract is 2 % resulted inhibiton zone 2.58
mm and 0.52 mm sequently. Inhibition zone of tetracycline 10 % is 11.69 mm.
The efectivity of 10 % of garlic (4.54 mm) and 10 % of curcuma extract (3.38
mm) shower only 38.84 % and 28.91 % compered with 10 % of tetracycline. Life
storange og garlic at third day at temperature 10 ºC.
(14)
AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK TUNGGAL
BAWANG PUTIH (
Allium sativum
Linn.) DAN RIMPANG
KUNYIT (
Curcuma domestica
Val.) TERHADAP
Salmnonella typhimurium
SUNANTI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Program Studi Biokimia
PROGRAM STUDI BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007
(15)
5
Judul : Aktivitas Antibakteri Ekstrak Tunggal Bawang Putih (Allium
sativum Linn.) dan Rimpang Kunyit (Curcuma domestica Val.)
terhadap Salmonella typhimurium
Nama
: Sunanti
NIM
: G44103033
Disetujui
Komisi Pembimbing
Mega Safithri, M.Si.
Dr. Suryani
Ketua Anggota
Diketahui
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, M.S.
NIP 131 473 999
(16)
6
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya dalam menyelasaikan karya ilmiah ini. Karya ilmiah ini
merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains pada Program Studi
Biokimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Penelitian ini
dilaksanakan dari bulan November 2006 sampai April 2007 dengan judul
Aktivitas Antibakteri Bawang Putih (Allium sativum Linn.) dan Ekstrak Tunggal
Rimpang Kunyit (Curcuma domestica Val.) terhadap Salmonella typhimurium
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Mega Safithri, M. Si. dan Ibu Dr.
Suryani selaku pembimbing atas segala kesabarannya dan pengarahannya selama
penelitian dan penulisan skripsi. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada
Ibu Iis, Ibu Mery, Pak Arya, Pak Yadi, serta seluruh staf Laboratorium Biokimia
atas fasilitas dan kemudahan yang diberikan dan teman-teman penelitian Solina,
Ka Novan, Nuri, Nican, dan Adi atas bantuannya selama penelitian. Ucapan
terima kasih juga penulis sampaikan kepada Mba Leni, Mba Ros, dan
teman-teman satu kos yang telah membantu dan memberi semangat dalam penulisan
karya ilmiah ini. Tak lupa ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada kedua
orang tua tercinta, kakak, adik, dan seluruh keluarga atas segala materi, dukungan,
perhatian, kasih sayang, dan doanya.
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna karena
keterbatasan pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan saran dan kritik yang sekiranya dapat digunakan untuk
perbaikan. Semoga karya ilmiah ini dapat berguna bagi pihak yang membutuhkan.
Amin.
Bogor, Mei 2007
(17)
7
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Cirebon pada tanggal 18 Juli 1985 dari pasangan
Abdurahim dan Sadiyah. Penulis merupakan putri kedua dari tiga bersaudara.
Tahun 2003 penulis berhasil menyelesaikan sekolah di SMU Negeri 1
Lemahabang dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Program Studi Biokimia,
Jurusan Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Tahun 2006, penulis melaksanakan Praktek Lapangan di Balai Besar
Industri Agro (BBIA), Bogor. Tema yang diambil adalah “Pengujian Kebutuhan
Oksigen Kimiawi (KOK) Pada Contoh Limbah Cair Secara Refluks Terbuka”.
Tahun 2006/2007 penulis menjadi guru privat di Lembaga Bimbingan Belajar
Nurul Ilmi sebagai guru Matematika. Selama kuliah, penulis aktif di Himpro
Crebs periode 2005/2006.
(18)
8
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR . ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
PENDAHULUAN . ... 1
TINJAUAN PUSTAKA
Kandungan Senyawa Kunyit (Curcuma domestica Val.) ... 2
Kandungan Senyawa Bawang Putih (Allium sativum Linn.) . ... 3
Antibakteri ... 3
Mekanisme Kerja Antibakteri ... 4
Salmonella typhimurim ... 4
Tetrasiklin ... 5
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat ... 5
Metode Penelitian ... 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian Pendahuluan ... 7
Ekstraksi Rimpang Kunyit ... 8
Analisis Fitokimia ... 8
Efektivitas Penghambatan Filtrat Bawang Putih dan Ekstrak Metanol
Rimpang Kunyit Terhadap Tetrasiklin 10 % ... 9
Penentuan Konsentrasi Hambat Tumbuh Minimum (KHTM) ... 10
Pengujian Aktivitas Antibakteri Bawang Putih Selama Penyimpanan ... 12
SIMPULAN DAN SARAN ... 13
Simpulan ... 13
Saran ... 13
DAFTAR PUSTAKA ... 14
(19)
9
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Rimpang kunyit... 2
2 Bawang putih. ... 3
3 Salmonella typhimurium. ... 5
4 Struktur kimia golongan tetrasiklin ... 5
5 Aktivitas antibakteri berbagai ekstrak rimpang kunyit ... 8
6 Perbandingan daya hambat filtrat bawang putih dan ekstrak metanol rimpang
kunyit terhadap tetrasiklin 0.1mg/mL ... 10
7 Konsentrasi hambat tumbuh minimum S. typhimurium ... 11
8 Aktivitas antibakteri bawang putih selama penyimpanan ... 13
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Bagan alir penelitian ... 18
2 Bagan alir pembuatan filtrat bawang putih ... 18
3 Bagan alir pembuatan ekstrak rimpang kunyit ... 19
4 Uji aktivitas antibakteri metode perforasi ... 20
5 Nilai rendemen ekstrak metanol rimpang kunyit ... 21
6 Diameter zona hambat filtrat bawang putih ... 21
7 Diameter zona hambat ekstrak metanol rimpang kunyit ... 22
8 Diameter zona hambat filtrat bawang putih selama penyimpanan ... 23
9 Diameter zona hambat tetrasiklin 0.1 mg/mL. ... 23
10 Foto zona hambat ekstrak kunyit dengan berbagai pelarut ... 23
11 Foto zona hambat filtrat bawang putih ... 23
12 Foto zona hambat ekstrak metanol rimpang kunyit ... 23
13 Foto zona hambat tetrasiklin dan filtrat bawang putih
selama penyimpanan ... 24
(20)
10
15 Analisis tukey diameter zona hambat ... 25
16 ANOVA diameter zona hambat filtrat bawang putih selama penyimpanan 26
17 Analisis tukey diameter zona hambat filtrat bawang putih selama
penyimpanan ... 26
18 Foto analisis fitokimia ... 27
(21)
1
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara yang sangat kaya akan flora dan fauna. Bahkan kekayaan alam Indonesia menjadi salah satu yang terbesar di dunia. Di antara kekayaan flora (tumbuh-tumbuhan) tersebut, banyak di antaranya yang termasuk kategori tanaman obat dan ini sudah dimanfaatkan oleh nenek moyang kita sejak berabad-abad lalu. Pemanfaatan tanaman untuk mengobati suatu penyakit sudah bukan menjadi rahasia lagi. Ramuan tradisional, termasuk jamu adalah salah satu bukti konkritnya, selain itu banyak ramuan tradisional yang sudah dihasilkan dan dimanfaatkan.
Penggunaan obat tradisional sudah semakin meningkat dan bukan lagi menjadi obat alternatif. Saat ini telah diketahui bahwa tumbuh-tumbuhan yang berkhasiat obat tersebut mengandung zat-zat kimia aktif yang memiliki potensi besar, salah satunya adalah untuk menghambat aktivitas bakteri. Namun, produksi obat-obatan tradisional, memiliki beberapa kelemahan salah satunya adalah belum banyaknya pengetahuan dan penelitian mengenai kandungan kimia dan senyawa yang bertanggung jawab terhadap aktivitas biologisnya. Oleh karena itu, hal tersebut membutuhkan pengetahuan dan penelitian lebih mendalam. Seperti contohnya, tata cara pengolahan yang tepat, proses dan mekanisme untuk dapat menghasilkan produk yang lebih berkualitas tinggi. Hal tersebut membutuhkan banyak kajian tentang pengolahan simplisia menjadi obat tradisional yang bermutu tinggi. Pengembangan yang lebih lanjut dilakukan agar dapat dihasilkan suatu produk fitofarmaka. Salah satu tanaman obat yang dapat dimanfaatkan untuk pengobatan salmonellosis adalah bawang putih dan rimpang kunyit. Salmonellosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri salmonella. Salmonellosis menimbulkan berbagai dampak yang merugikan. Pada peternakan ayam, salmonellosis menyebabkan penurunan produktivitas ayam dan kematian. Salmonellosis juga sangat merugikan ditinjau dari kesehatan masyarakat, karena salmonellosis bersifat zoonosis yang dapat menimbulkan penyakit pada manusia, sehingga pengendalian salmonellosis perlu dilakukan (Dirjen Peternakan 1982).
Bawang putih (Allium sativum Linn.) mengandung senyawa antimikrob yang telah banyak digunakan oleh masyarat. Bawang putih memiliki kandungan kimia seperti karbohidrat, protein, sterol, saponin, alkaloid,
flavonoid, dan triterpenoid (Safithri 2004). Menurut Lawson et al. (1990), bawang putih mengandung komponen alisin yang berfungsi sebagai antibakteri. Rustama dkk.(2005) telah membuktikan bahwa bawang putih sangat potensial sebagai antibakteri baik terhadap bakteri Gram positif maupun bakteri Gram negatif. Penelitian lain menemukan bahwa filtrat bawang putih dengan konsentrasi 10% memiliki aktivitas antibakteri terhadap S. typhimurium yang lebih besar daripada antibiotik tetrasiklin 100 μg/mL (Suharti 2004).
Sifat antibakteri dalam rimpang kunyit disebabkan oleh kandungan kimia utamanya, yaitu kurkuminoid dan minyak atsiri. Kurkuminoid berkhasiat menetralkan racun, menghilangkan rasa nyeri sendi, menurunkan kadar kolesterol dan triasilgliseril darah, antibakteri, dan sebagai antioksidan penangkal senyawa-senyawa radikal bebas yang berbahaya. Minyak atsiri pada rimpang kunyit berkhasiat sebagai cholagogum, yaitu bahan yang dapat merangsang pengeluaran cairan empedu yang berfungsi sebagai penambah nafsu makan dan anti spasmodicum, yaitu menenangkan dan mengembalikan kekejangan otot (Liang et al. 1985).
Dalam penelitian ini akan dipelajari aktivitas antibakteri dari filtrat bawang putih (Allium sativum Linn.) dan ekstrak rimpang kunyit (Curcuma domestica Val.) terhadap
Salmonella typhimurium. Penelitian ini bertujuan untuk menentukkan daya hambat minimum dan maksimum filtrat bawang putih dan rimpang kunyit terhadap S. typhimurium. Selain itu juga untuk mendapatkan waktu simpan yang baik dari filtrat bawang putih dan menentukan senyawa metabolit sekunder yang terdapat dalam filtrat bawang putih dan ekstrak rimpang kunyit.
Hipotesis penelitian ini adalah filtrat bawang putih dan ekstrak rimpang kunyit mampu menghambat kerja bakteri S. typhimurium. Selain itu, aktivitas filtrat bawang putih dapat bertahan selama satu minggu. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai aktivitas antibakteri filtrat bawang putih dan ekstrak rimpang kunyit S. typhimurium, sehingga dapat meningkatkan nilai guna bagi tanaman tersebut dan dapat mengganti antibiotik yang selama ini dipakai peternak. Selain itu diharapkan dapat memberikan informasi penyimpanan maksimum dari filtrat bawang putih.
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan November 2006 sampai April 2007. Penelitian
(22)
2
dilaksanakan di Laboratorium Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
TINJAUAN PUSTAKA
Kandungan Senyawa Kunyit (Curcuma domestica Val.)
Tanaman kunyit pada mulanya diperkenalkan ke dunia ilmu pengetahuan dengan nama Curcuma longo koen. Valenton (1918) mengusulkan nama baru, yaitu
Curcuma domestica, karena ternyata nama tersebut telah digunakan untuk jenis rempah lainnya. Awalnya tanaman kunyit berasal dari India kemudian kunyit diperkenalkan ke negara Asia lainnya seperti Asia Tenggara dan Selatan. Tanaman ini juga menyebar dengan cepat dari Asia Tenggara ke wilayah-wilayah lain, seperti Cina, Kepulauan Salomon, Haiti, Pakistan, Taiwan, dan Jamaika. Di Indonesia sendiri tanaman kunyit menyebar secara merata diseluruh wilayah. Karena itu, kunyit dikenal dengan nama yang berbeda disetiap daerah, seperti: kunyet (Aceh); kunyit (Melayu); kunir, kunir bentis, temukuning (Jawa); kunyir, koneng, konengtemen (Sunda); dan kunit, janar (Kalimantan) (Winarto 2003).
Kunyit (Gambar 1) diklasifikasikan ke dalam kingdom Plantae (tumbuh-tumbuhan), divisi (divisio) Spermatophyta (tumbuhan berbiji), anak divisi (sub-divisio)
Angiospermae (berbiji tertutup), kelas (class)
Monocotyledonae (biji berkeping satu), bangsa (ordo) Zingiberales, suku (family)
Zingiberaceae (temu-temua), marga (genus)
Curcuma, dan jenis (species) Curcuma domestica Val (Winarto 2003). Bagian terpenting dalam pemanfaatan kunyit adalah rimpangnya. Senyawa aktif yang terkandung dalam rimpang kunyit adalah Curcuminoid
(zat pewarna kuning). Curcuminoid dalam kunyit adalah curcumin (75%),
demethoxycurcumin (15-20%) dan
bisdemethoxycurcumin (±3%). Curcumin
merupakan senyawa fenolik yang dapat mengubah permeabilitas membran sitoplasma yang menyebabkan kebocoran nutrisi dari sel sehingga sel bakteri mati atau terhambat pertumbuhannya (Marwati dkk. 1996).
Kunyit merupakan jenis temu-temuan yang mengandung senyawa kimia yang memiliki aktivitas fisioiogi yaitu minyak atsiri (mengandung senyawa-senyawa kimia seskuiterpen alcohol, turmeron, dan
Gambar 1 Rimpang kunyit
zingiberen) dan kurkuminoid (mengandung senyawa kurkumin dan turunnya berwarna kuning yang meliputi desmetoksikurkumin dan bisdesmetoksikurkumin). Rimpang kunyit mengandung pati atau amilum, gom dan getah. Minyak atsiri juga memberi aroma harum dan rasa khas pada umbinya. Kunyit mengandung curcumin (zat berwarna kuning), turmeron, zingiberen, minyak volatil, turmerol (minyak turmerin, yang menyebabkan rasa aromatis dan wangi kunyit), fellandren, kamfer, curcumon, lemak, pati, damar-damaran. Berdasarkan percobaan telah ditemukan bahwa minyak volatilnya mengurangi kematian tikus besar yang telah diinfeksi dengan virus influensa (Achyad dan Rasyidah 2000). Kemampuan minyak atsiri sebagai antibakteri juga diperkuat oleh hasil penelitian Rahayu dkk (1996) yang menyatakan bahwa minyak atsiri mampu menghambat pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus, Salmonella typosa, Streptococcus, Staphylococcus epidermidis, E. coli, dan Klebseilla.
Berdasarkan percobaan Wahjoedi dkk.
(2003) telah ditemukan bahwa perasan kunyit dapat menurunkan suhu tubuh tikus yang didemamkan dengan vaksin kotipa buatan Kimia Farma. Kunyit juga dipakai sebagai anti gatal dan anti kejang dan sebagai obat ginvitis (pembengkakan selaput lendir mulut). Berdasarkan Farmakope Cina, rimpang kunyit dipakai sebagai obat sakit dada dan perut, sakit pada haid, luka-luka, dan borok (Achyad dan Rasyidah 2000). Selain sebagai anti bakteri, kunyit juga dapat digunakan untuk menghambat pertumbuhan cendawan. Dharmaputra dkk. (1999) melaporkan ekstrak aseton dan ekstrak air kunyit mampu menghambat pertumbuhan Aspergillus candidus, A. flavus, dan Penicillium citinum. Selain itu, dilaporkan bahwa penambahan tepung kunyit pada ransum ayam dapat menambah berat badan ayam (Retnaningati 2003).
(23)
3
Kandungan Senyawa Bawang putih (Allium sativum Linn.)
Bawang putih adalah herba semusim berumpun yang memiliki ketinggian sekitar 60 cm. Bawang putih diduga berasal dari Asia Tenggara, diantaranya Cina dan Jepang, namun bawang putih sudah tergambar jelas di piramida Mesir sejak 2780-2100 SM dan di India digunakan sebagai bahan pengobatan hipertensi (Yamaguchi 1983). Bawang putih menyebar keseluruh daerah di Lautan Tengah dan oleh pedagang Cina dibawa ke Indonesia (Wibowo 1988).
Bawang putih (Gambar 2) mempunyai nama yang berbeda-beda di setiap daerah seperti bawang putih (Melayu), lasun (Aceh), dasun (Minangkabau), lasuna (Batak), bacong landak (Lampung), bawang bodas (Sunda), bawang (Jawa), babang pole (Madura), bawang kasihong (Dayak), lasuna kebo (Makasar), lasuna pote (Bugis), pia moputi (Gorontalo), incuna (Nusa Tenggara). Berdasarkan Tjitrosoepoemo (1994), bawang putih diklasifikasikan ke dalam kingdom
plantea, divisi (divisio) spermatophyta, anak divisi (sub-divisio) Angiospermae, kelas (class) Monocotyledonae, bangsa (ordo)
Liliflorae, suku (family) Liliceae, marga (genus) Allium, dan jenis (species) Allium sativum Linn.
Bawang putih mengandung munyak atsiri, alliin, kalium, saltivine, diallylsulfide (PDII LIPI 2007). Bawang putih mempunyai aktivitas sebagai antibakteri dan antifungi. Kemampuan bawang putih sebagai antibakteri didukung penelitian Rustama dkk. (2005) yang menyatakan bahwa bawang putih mampu menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif dan Gram negatif. Kemampuan bawang putih ini berasal dari zat kimia yang terkandung di dalam umbi. Zat kimia tersebut adalah alil sulfida (biasa disebut alisin) yang diduga merusak dinding sel dan menghambat sintesis protein. Berdasarkan penelitian Bidura (1999), adanya alil sulfida sebagai antibakteri akan dapat menekan pertumbuhan bakteri coliform atau bakteri yang merugikan, dan hal ini akan memberikan peluang pertumbuhan mikroorganisme yang menguntungkan di dalam saluran pencernaan itik, sehingga pemanfaatan zat-zat makanan untuk pertumbuhan dapat maksimum. Alisin tidak terbentuk pada tanaman utuh bawang putih, karena pada bawang putih utuh mengandung aliin dan enzim alinase. Apabila bawang putih diiris atau dihancurkan, maka aliin akan bereaksi dengan enzim alinase membentuk alisin (Ankri & Mirelman 1999).
Berdasarkan penelitian Suharti dkk.
(2005), penambahan bawang putih pada ransum ayam broiler selain sebagai antibakteri juga mampu meningkatkan pertambahan bobot badan ayam yang terinfeksi S. typhimurium. Ekstrak bawang putih juga dapat menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella enteritidis, Staphylococcos aureus, dan
Salmonella typosa (Poeloengan 2001). Selain itu, bawang putih juga dapat menurunkan gejala aflotoksin (Maryam dkk. 2003).
Gambar 2 Bawang putih
Antibakteri
Mikroorganisme dapat menyebabkan banyak bahaya dan kerusakan. Hal ini nampak dari kemampuannya menginfeksi manusia, hewan, serta tanaman, menimbulkan penyakit yang berkisar dari infeksi ringan sampai kepada kematian. Mikroorganisme dapat disingkirkan, dihambat atau dibunuh secara fisik maupun kimia. Bahan antimikrob merupakan salah satu penghambatan mikroorganisme secara kimia yang mengganggu pertumbuhan dan metabolisme mikrob. Antimikrob meliputi antibakteri, antiprotozoa, antifungal, dan antivirus. Antibakteri termasuk ke dalam antimikrob yang digunakan untuk menghambat pertumbuhan bakteri (Schunack et al 1990).
Antibakteri adalah zat yang menghambat pertumbuhan bakteri dan digunakan secara khusus untuk mengobati infeksi (Pelczar & Chan 1988). Berdasarkan cara kerjanya antibakteri dibedakan menjadi bakteriostatik dan bakterisidik (Schunack et al 1990). Antibakteri bakteriostatik bekerja dengan cara menghambat pertumbuhan bakteri, sedangkan antibakteri bakterisidik bekerja dengan cara mematikan bentuk-bentuk vegetatif bakteri. Bakteristatik dapat bertindak sebagai bakterisidik dalam konsentrasi tinggi (Pelczar & Chan 1988).
Kerja antibakteri dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: konsentrasi atau intensitas zat antibakteri, jumlah mikroorganisme, suhu, spesies mikroorganisme, adanya bahan organik, dan
(24)
4
keasaman atau kebasaan (pH). Senyawa kimia utama yang memiliki sifat antibakteri adalah fenol dan persenyawaan fenolat, alkohol, halogen, logam berat, deterjen, dan aldehida. Fenol bekerja terutama dengan cara mendenaturasi protein sel dan merusak membran sel. Persenyawaan fenolat dapat bersifat bakterisidik atau bakteriostatik tergantung kepada konsentrasi yang digunakan. Alkohol bekerja dengan cara mendenaturasi protein sel, selain itu alkohol merupakan pelarut lipid sehingga dapat juga merusak membran sel (Pelczar & Chan 1988).
Kadar minimun yang dibutuhkan untuk menghambat pertumbuhan bakteri atau membunuhnya, masing-masing dikenal sebagai Kadar Hambat Tumbuh Minimal (KHTM) dan Kadar Bunuh Minimal (KBM). Sifat antibakteri dapat berbeda satu dengan yang lainnya, berdasarkan perbedaan sifat ini antibakteri dibagi menjadi dua kelompok, yaitu berspektrum sempit dan berspektrum luas (Ganiswarna 1995). Menurut Dwijoseputro (1990), antibakteri berspektrum luas efektif terhadap berbagai jenis mikroba, sedangkan antibakteri berspektrum sempit, hanya efektif terhadap mikroorganisme tertentu.
Mekanisme Kerja Antibakteri
Menurut Pelczar & Chan (1988) mekanisme kerja antibakteri dapat terjadi melalui lima cara, yaitu hambatatan sintesis dinding sel, perubahan permeabilitas sel, perubahan molekul dan asam nukleat, penghambatan kerja enzim, dan penghambatan sintesis asam nukleat dan protein.
Hambatan sintesis dinding sel. Struktur dinding sel dirusak dengan cara menghambat pembentukannya atau mengubahnya setelah selesai terbentuk.
Perubahan permeabilitas sel. Membran sitoplasma mempertahankan bahan-bahan tertentu di dalam sel serta mengatur aliran keluar-masuknya bahan-bahan lain. Membran memelihara integritas komponen-komponen selular. Kerusakan pada membran ini akan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan sel atau matinya sel.
Perubahan molekul dan asam nukleat. Hidupnya suatu sel bergantung pada terpeliharanya molekul-molekul protein dan asam nukleat dalam keadaan alamiahnya. Suatu kondisi atau substansi yang mengubah keadaan ini, yaitu mendenaturasi protein dan asam-asam nukleat dapat merusak sel tanpa dapat diperbaiki kembali. Suhu tinggi dan
konsentrasi pekat beberapa zat kimia dapat mengakibatkan koagulasi (denaturasi)
ireversibel (tak dapat balik) komponen-komponen selular yang vital ini.
Penghambatan kerja enzim. Setiap enzim dari beratus-ratus enzim berbeda-beda yang ada di dalam sel merupakan sasaran potensial bagi bekerjanya suatu penghambat. Banyak zat kimia telah diketahui dapat mengganggu reaksi biokimia. Penghambatan ini dapat mengakibatkan terganggunya metabolisme atau matinya sel.
Penghambatan sintesis asam nukleat dan protein. DNA, RNA, dan protein memegang peranan yang sangat penting di dalam proses kehidupan normal sel. Hal ini berarti bahwa gangguan apapun yang terjadi pada pembentukan atau pada fungsi zat-zat tersebut dapat mengakibatkan kerusakan total pada sel.
Salmonella typhimurium
Pada penelitian ini digunakan bakteri uji
Salmonella typhimurium (Gambar 3). Mikroba Salmonella termasuk ke dalam kelompok enterobakteriaceae. S. typhimurium
dikalsifikasikan ke dalam kingdom Plant Kingdom, divisi (divisio) Protophyta, kelas (class) Schizomycetes, bangsa (ordo)
Eubacteriales, suku (family)
Enterobacteriaceae, marga (genus)
Salmonella, dan jenis (species) S. typhimurium.
Bakteri Salmonella merupakan bakteri berbentuk batang pendek dengan ukuran 0.5 µm x 3.0 µm, bersifat Gram negatif, anaerob fakultatif, oksidase negatif, katalase positif, tidak berspora, fermentatif dan motil (Lay dan Hastowo 1992). Umumnya Salmonella dapat hidup pada kisaran suhu antara 5ºC-47ºC dengan suhu optimum untuk pertumbuhan 35ºC-37ºC. Kisaran pH untuk pertumbuhan
Salmonella antara 4.5-9.0 dengan pH optimum sekitar 6.5-7.5 dan dapat mati dalam kondisi ekstrim (Doyle 1989, dalam
Kardiyanto 2003).
(25)
5
Banyak tipe Salmonella yang hidup dalam usus hewan dan burung dan menularkan ke manusia dari makanan yang terkontaminasi oleh hewan. Menurut Nugroho (2006), Salmonella tidak hanya mencemari pada tingkat peternak saja tetapi dapat juga mencemari telur ayam. Cemaran Salmonella
pada tingkat peternak sebesar 11.40% dan pada tingkat telur sebesar 1.40%.
Tetrasiklin
Tetrasiklin adalah golongan antibiotik yang secara kimia berkerabat dekat. Anggota yang pertama, klortetrasiklin yang diisolasi dari Streptomyces aureofaciens
(Actinomycete) (Schunack et al 1990). Kemudian ditemukan oksitetrasiklin dari
Streptomyces rimosus. Tetrasiklin dapat dibuat secara semisintetik dari klortertrasiklin, tetapi juga dapat diperoleh dari spesies
Streptomyces lainnya. Tetrasiklin merupakan basa yang sukar larut dalam air, tetapi bentuk garam natrium atau garam HCl-nya mudah larut. Dalam keadaan kering, bentuk basa dan garam HCl tetrasiklin bersifat relatif stabil, tetapi dalam larutan kebanyakan tetrasiklin sangat labil jadi cepat berkurang potensinya (Ganiswarna 1995). Struktur kimia golongan tetrasiklin dapat dilihat pada gambar 4.
Dalam sel bakteri, tetrasiklin bekerja dengan menghambat biosintesis protein (translasi) pada ribosom. Proses translasi yang berlangsung di ribosom ini dapat digolongkan menjadi pengawalan pembentukan rantai (intiation), pemanjangan rantai (elongation), dan penutupan rantai (termination). Pada fase pemanjangan terjadi pemasukan asam amino satu persatu secara berurutan ke dalam rantai yang tengah tumbuh. Asam amino yang terikat pada transfer t-RNA yang sesuai (aminoasil-tRNA), mula-mula terikat pada tempat akseptor ribosom dan kemudian direalisasi pada rantai. Tetrasiklin bekerja secara bakteriostatik karena penimbunan aminoasil-tRNA pada tempat akseptor dihambat. Namun, untuk ini sebenarnya diperlukan konsentrasi yang lebih tinggi (Schunack et al 1990).
Gambar 4 Struktur kimia golongan tetrasiklin
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian untuk ekstraksi adalah rimpang kunyit yang berasal dari pasar Jambu Dua, heksana 70 %, dan es, sedangkan bahan-bahan yang digunakan untuk uji aktivitas antibakteri adalah filtrat bawang putih, ekstrak metanol rimpang kunyit, ekstrak etanol rimpang kunyit, bakteri Salmonella typhimurium, nutrient agar, nutrient broth, etanol 70%, spirtus, air destilasta. Bahan-bahan yang digunakan untuk uji fitokimia adalah ekstrak metanol rimpang kunyit, kloroform, amoniak, H2SO4 2M, pereaksi Dragendorf, Wagner,
Meyer, metanol 30 %, pereaksi Liebermen Burchard, FeCl3 1%, dan akuades.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian untuk ekstraksi adalah Erlenemeyer 500 mL, labu bulat, corong, kertas saring, pengaduk, vaccum rotary evaporator, neraca analitik, inkubator bergoyang. Alat-alat yang digunakan untuk uji aktivitas antibakteri adalah laminar air flow, spektrofotometer, magnetic strirrer, oven, inkubator bergoyang, otoklaf, pemanas, lemari es, pH meter, cawan petri, jarum ose, pembakar spirtus, autopipet, neraca analitik, aluminium foil, kapas, mortar, dan peralatan gelas, sedangkan alat-alat yang digunakan untuk uji fitokimia adalah Erlenmeyer, tabung reaksi, pipet Morh, dan papan uji.
Metode Penelitian
Pembuatan Media
Nutrient Broth (NB). Sebanyak 13 gram
nutrient broth dilarutkan dalam 1 liter akuades dan dipanaskan sambil diaduk sampai homogen. Kemudian dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer sebanyak 10 mL dan ditutup dengan kapas dan aluminium foil. Kemudian disterilisasi dengan menggunakan autoklaf dengan suhu 121 ºC pada tekanan 2 atm selama 15 menit.
Nutrient Agar (NA). Sebanyak 28 gram
nutrient agar dilarutkan dalam 1 liter akuades dan dipanaskan sambil diaduk sampai homogen. Kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 20 mL dan ditutup dengan kapas dan aluminium foil. Kemudian disterilisasi dengan menggunakan autoklaf dengan suhu 121 ºC pada tekanan 2 atm selama 15 menit.
Persiapan Sampel
Bawang putih. Bawang putih dikupas, kemudian ditimbang sebanyak X gram, lalu
OH O
HO CH3
O OH OH C OH O NH2
H N(CH3)2
R4 R1
1 2 4 4a 3 5 5a 6 7 8 9 10 11 11a 12a 12
(26)
6
dipotong kecil-kecil dan dihaluskan dengan mortar kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring.
Ekstraksi Kunyit. Metode ekstraksi yang digunakan pada penelitian ini adalah metode Harborne (1987) yang dimodifikasi. Ekstraksi dilakukan secara maserasi dengan pelarut metanol. Rimpang kunyit dikupas dan dibersihkan kemudian dipotong kecil-kecil dan dihaluskan. Kemudian sebanyak kurang lebih 200 gram dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan direndam dalam pelarut etanol, metanol, dan heksana dengan masing-masing rasio bahan: pelarut 1: 2, ditutup dengan alumunium foil dan disimpan pada suhu ruang dalam shaker bergoyang selama 24 jam. Kemudian filtrat dipisahkan.
Ekstrak yang diperoleh dievaporasi menggunakan rotavapor vakum pada suhu 40 °C untuk menguapkan dan memekatkan ekstrak. Ekstrak pekat ditimbang dan didapatkan rendemennya. Rendemen ekstrak yang didapat selanjutnya diuji kandungan bahan kimianya dengan analisis kualitatif fitokimia dan aktivvitas antibakterinya. Rendemen ekstrak dihitung dengan cara sebagai berikut: bahan bobot (gram) ekstrak bobot b/b) (%
Rendemen = X 100%
Analisis Fitokimia (Harbone 1987)
Analisis fitokimia yang dilakukan dalam penelitian ini hanya dilakukan secara kualitatif, analisis ini dilakukan untuk mengetahui senyawa-senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak kunyit. Analisis dilakukan berdasarkan metode Harborne (1987). Senyawa yang diidentifikasi adalah alkaloid, saponin, flavonoid, steroid dan triterpenoid, minyak atsiri, dan tanin.
Uji Akaloid. Sebanyak 0.1 gram ekstrak sampel kunyit ditambahkan 5 mL kloroform dan 3 tetes amoniak. Fraksi kloroform dipisahkan dan diasamkan dengan 2 tetes H2SO4 2M. Fraksi Asam dibagi menjadi tiga
tabung kemudian masing-masing ditambahkan pereaksi Dradedorf, Meyer dan Wagner. Adanya alkaloid ditandai dengan terbentuknya endapan putih ada pereaksi Meyer, endapan merah pada perekasi Dragendorf, dan endapan coklat pada pereaksi Wagner.
Uji Saponin. Sebanyak 0.1 gram ekstrak sampel kunyit ditambahkan 5 mL akuades lalu dipanaskan selama 5 menit. Kemudian dikocok selama 5 menit. Busa yang terbentuk setinggi kurang lebih 1 cm dan tetep stabil setelah didiamkan selama 15 menit menunjukkan adanya saponin.
Uji Flavonoid. Sebanyak 0.1 gram ekstrak sampel ditambahkan dengan 5 metanol 30% kemudian dipanaskan selama 5 menit. Filtrat ditambahkan dengan H2SO4,
terbentuknya warna merah karena penambahan H2SO4 menunjukkan adanya
senyawa falvonoid.
Uji Triterpenoid dan Steroid. Sebanyak 0.1 gram ekstrak sampel kunyit ditambahkan 5 mL etanol 30% lalu selama 5 menit dipanaskan dan disaring. Filtratnya diuapkan kemudian ditambahkan dengan eter. Lapisan eter ditambahkan dengan pereaksi Liebermen Burchard (3 tetes asetat anhidrida dan 1 tetes H2SO4 pekat). Warna merah atau ungu yang
terbentuk menunjukkan adanya triterprnoid dan warna hijau menunujukkan adanya steroid.
Uji Minyak Atsiri. Sampel kunyit dilarutkan dalam alkohol lalu diuapkan hingga kering. Jika berbau aromatis yang spesifik, maka sampel mengandung minyak atsiri.
Uji Tanin. Sebanyak 0.1 gram ekstrak sampel kunyit ditambahkan 5 mL akuades kemudian dididihkan selama 5 menit. Kemudian disaring dan filtratnya ditambahkan dengan 5 tetes FeCl3 1% (b/v). Warna biru tua
atau hitam kehijauan yang terbentuk menunjukkan adanya tanin.
Uji Aktivitas Antibakteri
Uji aktivitas antibakteri menggunakan metode metode perforasi atau difusi sumur metode Bintang (1993). Kontrol positif yang digunakan tetrasiklin tablet 500 mg dengan konsentrasi 10 %.
Regenerasi Bakteri Uji. Sebelum digunakan, bakteri yang akan dipakai harus diregenasi terlebih dahulu. Bakteri yang berasal dari kultur primer, mula-mula dibiakkan ke dalam agar miring. Sebanyak satu ose bakteri digoreskan ke dalam agar miring lalu diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam. Biakan ini merupakan aktivitas awal stok bakteri yang disimpan pada suhu 4-5°C.
Penentuan Panjang Gelombang Maksimum. Sebanyak satu ose bakteri dari stok biakan diambil lalu diinkubasi di dalam media cair (NB) selama 18-24 jam pada suhu 27 °C dan sambil dikocok menggunakan inkubator bergoyang. Setelah itu biakan bakteri diukur absorbansi dengan menggunakan spektrofotometer pada panjng gelombang 600-660 nm dengan interval 10 nm. Absorbansi terbesar menunjukkan panjang gelombang maksimum dan ini yang akan digunakan untuk mengukur OD bakteri selanjutnya.
(27)
7
Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kunyit. Uji awal aktivitas antibakteri dilakukan dengan difusi sumur. Sebanyak satu ose dari stok biakan diambil lalu diinkubasi ke dalam media cair (NB) selama 18-24 jam pada suhu 27 °C sambil dikocok menggunakan inkubator bergoyang. Setelah itu biakan bakteri diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum. Jika OD yang didapat lebih kecil dari satu, biakan yang diambil sebanyak 100 μL, tetapi jika OD yang didapat lebih besar dari satu, biakan bakteri yang diambil sebanyak 50 μL. Kemudian dimasukkan ke dalam cawan petri yang sudah steril, lalu dituang 20 mL media padat (NA) bersuhu ±40 °C, kemudian cawan digoyangkan agar bakteri tersebar rata. Selanjutnya didiamkan pada suhu kamar sampai media agar memadat. Setelah padat, agar dilubangi dengan diameter ± 6 mm. Ke dalam lubang tersebut dimasukkan ekstrak kunyit pada berbagai pelarut sebanyak 50 μL lalu diinkubasi pada suhu 27 °C selama 24 jam. Zona bening yang terlihat disekeliling lubang, menandakan adanya aktivitas antibakteri pada ekstrak kunyit. Setelah diketahui bahwa ekstrak kunyit mempunyai aktivitas antibakteri, hasil yang menunjukkan zona hambat terbesar dari ketiga ekstrak kunyit tersebut yang akan digunakan dalam uji selanjutnya.
Penentuan Konsentrasi Hambat Tumbuh Minimun (KHTM)
Setelah diketahui ekstrak kunyit mempunyai aktivitas antibakteri, selanjutnya ekstrak kunyit dan bawang putih ditentukan Konsentrasi Hambat Tumbuh Minimum dan Maksimumnya terhadap bakteri uji. KHTM digunakan untuk mengetahui konsentrasi minimum dari suatu larutan antimikrob terhadap pertumbuhan mikroba tertentu. Variasi konsentrasi yang digunakan untuk menentukan KHTM pada penelitian ini yaitu 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80, 90, dan 100 % b/v. Sebanyak 50 μL dari masing-masing konsentrasi diuji dengan memasukkan ke lubang media NA yang telah diinokulasi dengan S. typhimurium. Setelah itu diinkubasi pada suhu 27 °C selama 24 jam. Aktivitas antibakterinya diperoleh dengan mengukur zona bening disekeliling lubang sampel.
Pengujian Aktivitas Antibakteri Selama Penyimpanan
Bawang putih dikupas, kemudian ditimbang sebanyak Y gram, lalu dipotong
kecil-kecil dan dihaluskan dengan mortar lalu disaring dengan menggunakan kertas saring. Kemudian aktivitas antibakterinya diuji lagi pada hari ke-0, ke-3, dan ke-7.
Analisis Statistik
Analisis statistik yang digunakan adalah rancangan percobaan dua faktor dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL). Model rancangannya:
Yij = µ + τi + εij
Yij = Pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
µ = Pengaruh rataan umum
τ = Pengaruh perlakuan ke-i
ε = Pengaruh acak pada perlakuan ke-i ulangan ke-j
Rancangan ini digunakan pada uji antibakteri penentuan KHTM dan uji antibakteri terhadap penyimpanan menggunakan cara perforasi metode Bintang (1993). Data yang diperoleh dianalisis dengan ANOVA (analysis of variance) pada tingkat kepercayaan 95% dan taraf α 0.05. Uji lanjut yang digunakan adalah uji Tukey. Semua data dianalisis dengan program SPSS 14.0
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian Pendahuluan
Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah bawang putih dan rimpang kunyit. Bawang putih yang digunakan pada penelitian ini yaitu filtratnya, sedangkan rimpang kunyit yang digunakan adalah ekstrak metanol. Bawang putih pada penelitian ini tidak diekstrak karena berdasarkan penelitian Rustama (2005) bahwa ekstrak murni (filtrat bawang putih) memiliki daya hambat paling besar dibandingkan dengan ekstrak air atau ekstrak etanol baik terhadap bakteri Gram positif maupun negatif. Hal ini disebabkan karena pada ekstrak murni bawang putih mengandung senyawa lengkap yaitu senyawa yang polar dan non-polar. Pada ekstrak murni semua jenis senyawa yang terlarut ada di dalamnya. Akan tetapi, pada ekstrak air dan etanol, senyawa yang terekstraksi terbatas pada senyawa yang terekstrak oleh pelarut yang digunakan saja.
Rimpang kunyit diekstrak dengan menggunakan tiga pelarut yang berbeda, yaitu etanol 95 %, heksana 70 %, dan metanol 70 %. Ekstrak etanol yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan dua metode, yang pertama yaitu ekstraksi dengan menggunakan
(28)
8
metode yang sama dengan ekstrak heksana dan ekstrak metanol, yang kedua ekstrak etanol pertama dilarutkan lagi dengan etanol kemusian didiamkan sampai mengendap dan di saring. Setelah itu dipekatkan kembali dengan menggunakan rotapavour.
Berdasarkan Gambar 5 ekstrak etanol dengan satu kali ekstraksi dan ekstrak heksana konsentrasi 100 % tidak memiliki aktivitas antibakteri. Akan tetapi, ekstrak etanol dengan dua kali ekstraksi dan ekstrak heksana dengan konsentrasi 50 % memiliki zona hambat sebesar 6.75 mm dan 7.25 mm. Ekstrak metanol memiliki zona hambat sebesar 10.00 mm. Karena dari ketiga ekstrak tersebut zona hambat terbesar dimiliki oleh ekstrak metanol, maka untuk penelitian selanjutnya digunakan ekstrak metanol.
Rimpang kunyit yang digunakan untuk ekstrak yaitu rimpang kunyit segar (tanpa pengeringan), karena berdasakan penelitian Sukraso dkk. (2000), pengeringan dapat menurunkan kadar minyak atsiri, sedangkan minyak atsiri sangat berpotensi untuk menghambat pertumbuhan bakteri. Selain itu, pengeringan juga dapat menyebabkan perubahan komposisi minyak atsiri yang disebabkan oleh oksidasi.
Gambar 5 Aktivitas antibakteri berbagai ekstrak rimpang kunyit
Ekstraksi Rimpang Kunyit
Metode yang digunakan untuk mengekstrak rimpang kunyit adalah secara maserasi dengan metode Harborne (1987) yang dimodifikasi. Maserasi merupakan teknik ekstraksi yang dilakukan untuk bahan yang tidak tahan panas dengan cara perendaman di dalam pelarut tertentu selama waktu tertentu. Ekstraksi menggunakan teknik ini karena sederhana tapi menghasilkan produk yang baik, selain itu dengan teknik ini zat-zat yang tidak tahan panas tidak akan rusak. Banyak penelitian tentang isolasi bahan
aktif dari tanaman untuk uji antibakteri menggunakan teknik ini.
Pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi pada penelitian ini adalah metanol. Pemilihan pelarut didasarkan karena ekstrak yang dihasilkan memiliki zona hambat terbesar bila dibandingan dengan ekstrak etanol dan heksana. Selain itu, ekstrak metanol memiliki rendemen yang paling tinggi yaitu 7.31 %, sedangkan ekstrak etanol 4.91 %, dan heksana 1 %.
Berdasarkan Lampiran 5, rendemen yang dihasilkan dari ketiga ekstrak metanol berbeda-beda. Hal ini mungkin disebabkan pada ekstrak kedua dan ketiga senyawa polar lebih sedikit dibandingkan dengan ekstrak pertama. Karena prinsip ekstraksi yaitu like disolve like yaitu pelarut polar akan melarutkan senyawa polar dan sebaliknya senyawa nonpolar akan melarutkan senyawa nonpolar (Khopkar 1990). Metanol merupakan pelarut yang cukup polar, dengan kepolaran 0.73 (Moyler 1995).
Analisis Fitokimia
Analisis fitokimia dilakukan untuk mengidentifikasi secara kualitatif golongan senyawa aktif yang terdapat pada suatu tanaman. Analisis fitokimia dilakukan pada ekstrak metanol rimpang kunyit (Curcuma domestica Val.), sedangkan analisis fitokimia filtrat bawang putih tidak dilakukan pada penelitian ini, karena sudah banyak yang melakukan analisis fitokimia filtrat bawang putih, sehingga pada penelitian ini data untuk analisis fitokimia filtrat bawang putih menggunakan data yang sudah ada.
Berdasarkan hasil penelitian Rustama
dkk. (2005) bawang putih mengandung senyawa alkaloid, saponin, dan tanin, sedangkan berdasarkan penelitian Safithri (2004), bawang putih mengandung karbohidrat, protein, sterol, alkaloid, flavonoid, fenol hidroquinon, dan saponin. Rustama dkk. tidak melakukan analisis terhadap karbohidrat, protein, sterol, fenol hidroquinon, dan triterpenoid, sedangkan Safithri hanya tanin yang tidak dianalisis.
Bawang putih yang digunakan oleh Rustama dkk. untuk analisis fitokimia adalah filtratnya, sedangkan bawang putih yang digunakan oleh Safithri adalah bawang putih yang telah diekstrak dengan air. Analisis fitokimia yang dihasilkan oleh Rustama dkk.
dan Safithri terdapat perbedaan yaitu pada hasil penelitian Rustama filtrat bawang putih tidak mengandung flavonoid, sedangkan pada penelitian Safithri ekstrak air bawang putih
(29)
9
mengandung flavonoid. Hal ini diduga karena flavonoid berupa senyawa yang larut dalam air. Flavonoid dapat diekstraksi dengan etanol 70 % dan tetap ada dalam lapisan air setelah ekstrak ini dikocok dengan eter minyak bumi. Oleh sebab itu, pada penelitian Rustama dkk.
tidak ditemukan senyawa flavonoid, karena untuk menghasilkan senyawa flavonoid dibutuhkan suatu pelarut. Selain itu juga karena flavonoid jarang terdapat tunggal dalam tumbuhan (Harborne 1987).
Analisis fitokimia yang dilakukan pada ekstrak metanol rimpang kunyit yaitu analisis senyawa alkaloid, saponin, flavonoid, sterol/triterpenoid, minyak atsiri, dan tanin. Hasil analisis fitokimia dapat dilihat pada Tabel 1. Hasil analisis menunjukkan bahwa ekstrak metanol rimpang kunyit mengandung alkaloid, flavonoid, steroid/triterpenoid, minyak atsiri, dan tanin. Pelczar & Chan (1988) mengatakan bahwa senyawa yang bersifat sebagai antimikrob antara lain alkohol, senyawa fenolik, klor, iodium, dan etilen oksida. Flavonoid dan tanin termasuk golongan senyawa fenolik, sehingga kedua senyawa ini diduga sebagai senyawa antibakteri pada ekstrak metanol rimpang kunyit, sedangkan pada filtrat bawang putih, selain alisin juga terdapat tanin yang bersifat sebagai senyawa antibakteri. Flavonoid sebagai antibakteri juga didukung oleh penelitian Kosalec et al. (2005) bahwa flavonoid dapat menghambat pertumbuhan B. subtilis, S. aureus, P. Pyogenes, E. faecalis, dan C. albicans.
Harborne (1987) menyatakan bahwa flavonoid berperan sebagai faktor pertahanan alam, sedangkan tanin merupakan senyawa yang berasa sepat dan banyak terdapat pada tanaman hijau. Keberadaan tanin dalam sel mengganggu penyerapan protein oleh cairan tubuh karena menghambat proteolitik menguraikan protein menjadi asam amino (Harborne 1987). Selain senyawa fenolik, sterol dan alkaloid juga diduga berpotensi sebagai antibakteri. Menurut Harborne (1987), alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder terbesar dan seringkali beracun sehingga sering digunakan secara luas dalam bidang pengobatan. Jouvenaz et al. (1972) dan Karou et al. (2006) mengatakan bahwa steroid dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif dan negatif, namun mekanisme penghambatan senyawa alkaloid terhadap bakteri belum jelas.
Terpenoid terdiri atas beberapa macam senyawa, yaitu minyak atsiri yang mudah
menguap, triterpenoid, dan sterol serta pigmen karetenoid yang sukar menguap. Bagian utama minyak atsiri adalah terpenoid. Zat ini menyebabkan wangi, harum, atau bau yang khas (Harborne 1987). Menurut Darwis et al. (1991) minyak atsiri yang terdapat dalam kunyit mempunyai daya hambat terhadap pertumbuhan mikroorganisme penyebab radang kantung empedu.
Tabel 1 Hasil analisis fitokimia ekstrak metanol rimpang kunyit
Senyawa Hasil Alkaloid Saponin Flavonoid Sterol/triterpenoid Minyak atsiri Tanin + - + + + +
Efektivitas Penghambatan Filtrat Bawang putih dan Ekstrak Metanol Rimpang
Kunyit Terhadap Tetrasiklin 10 % Sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu filtrat bawang putih dan ekstrak metanol rimpang kunyit, karena filtrat bawang putih dan ekstrak metanol rimpang kunyit menunjukkan hasil positif terhadap penghambatan bakteri S. typhimurium. Pembanding yang digunakan dalam uji ini adalah tetrasiklin dengan konsentrasi 10 %. Daya hambat tetrasiklin terhadap S. typhimurium sebesar 11.69 mm. Tetrasiklin merupakan antibiotik yang bekerja menghambat sintesis protein bakteri pada ribosomnya. Paling sedikit terjadi 2 proses dalam masuknya antibiotik ke dalam ribosom bakteri Gram negatif, pertama difusi pasif melalui kanal hidrofilik dan kedua sistem transport aktif. Setelah antibiotik masuk, maka antibiotik berikatan dengan ribosom 30S dan menghalangi masuknya kompleks tRNA-asam amino pada lokasi asam amino (Ganiswara 1995).
Perbandingan penghambatan filtrat bawang putih dan ekstrak metanol rimpang kunyit dengan tetrasiklin 10 % dapat dilihat pada Gambar 6. Hasil penelitian menunjukkan bahwa filtrat bawang putih dengan konsentrasi 2 % sampai 10 % memiliki aktivitas antibakteri lemah dengan zona hambat sekitar 2.58 mm sampai 4.87 mm, sedangkan pada konsentrasi 20 % dan 30 % filtrat bawang putih mempunyai akivitas antibakteri sedang dengan zona hambat 7.54 mm dan
(30)
10
0 2 4 6 8 10 12 14 Zona ha m b a t ( m m )1 3 5 7 9 20 40 60 80 100
Konsentrasi (%)
Filtrat bawang putih Ekstrak metanol rimpang kunyit Tetrasiklin 10 %
Gambar 6 Perbandingan daya hambat filtrat bawang putih dan ekstrak metanol rimpang kunyit terhadap tetrasiklin 10 %
8.75 mm dan pada konsentrasi 40 % sampai 100 %, aktivitas antibakteri filtrat bawang putih tergolong kuat dengan zona hambat sekitar 10.08 mm sampai 12.13 mm. Ekstrak metanol rimpang kunyit dengan konsentrasi 2 % sampai 20 % memiliki aktivitas antibakteri yang lemah dengan zona hambat sekitar 0.48 mm sampai 4.67 mm, sedangkan konsentrasi 30 % sampai 100 % ekstrak metanol rimpang kunyit memiliki aktivits antibakteri yang tergolong sedang dengan zona hambat sekitar 5.81 mm sampai 7.77 mm. Tetrasilkin memiliki aktivitas antibakteri yang tergolong kuat dengan zona hambat sebesar 11.69 mm.
Efektivitas filtrat bawang putih 10 (4.54 mm) dan ekstrak metanol rimpang kunyit 10 % (3.38 mm) hanya 38.84 % dan 28.91 % jika dibandingkan dengan tetrasiklin 10 %. Uji statistik (P<0.05) menunjukkan bahwa tetrasiklin 0.01 mg/mL dengan filtrat bawang putih konsentrasi 50 % sampai 100 % menghasilkan zona hambat yang tidak berbeda, artinya filtrat bawang putih dengan konsentrasi 50 % sampai 100 % setara dengan tetrasiklin 10 %. Akan tetapi, ekstrak metanol rimpang kunyit sampai konsentrasi 100 % menghasilkan zona hambat yang berbeda dengan tetrasiklin 10 %. Analisis statistik dapat dilihat pada Lampiran 14.
Penentuan Konsentrasi Hambat Tumbuh Minimum (KHTM)
Penentuan konsentrasi hambat tumbuh minimum dan maksimum dilakukan untuk mengetahui konsentrasi terendah dan tertinggi dari filtrat bawang putih dan ekstrak metanol
rimpang kunyit yang masih dapat menghambat pertumbuhan bakteri uji. Konsentrasi yang digunakan bervariasi antara 1 sampai 100 %. Hasil pengamatan zona bening dapat dilihat pada Gambar 7. Pada gambar 7 dapat dilihat bahwa KHTM yang dihasilkan oleh filtrat bawang putih dan ekstrak metanol rimpang kunyit berbeda. Perbedaan ini kemungkinan disebabkan oleh kandungan senyawa aktif yang terdapat pada filtrat bawang putih dan ekstrak metanol rimpang kunyit berbeda.
Secara umum diameter zona hambat zat antibakteri filtrat bawang putih lebih besar bila dibandingkan dengan ekstrak metanol rimpang kunyit, hal ini dapat dilihat dari tinggi diagram pada Gambar 7, sehingga dapat disimpulkan bahwa S. typhimurium lebih peka terhadap filtrat bawang putih dibandingan ekstrak metanol rimpang kunyit. Gambar 7 juga memperlihatkan bahwa pada konsentrasi 1 % dari filtrat bawang putih dan ekstrak metanol rimpang kunyit mempunyai daya hambat sebesar 0 mm. Hal ini menunjukkan bahwa baik filtrat bawang putih maupun ekstrak metanol rimpang kunyit tidak mempunyai aktivitas antibakteri terhadap S. typhimurium.
Filtrat bawang putih dengan konsentrasi 2 % sampai 10 % memiliki aktivitas antibakteri yang tergolong lemah dengan zona hambat sekitar 2.58 mm sampai 4.87 mm, sedangkan pada konsentrasi 20 % dan 30 %, filtrat bawang putih mempunyai aktivitas antibakteri yang sedang dengan zona hambat 7.54 mm dan 8.75 mm dan pada konsentrasi 40 %
(31)
11
0.0000 2.0000 4.0000 6.0000 8.0000 10.0000 12.0000 14.0000 Z o n a ha m b at ( m m )1 3 5 7 9 20 40 60 80 100
Konsentrasi (%)
filtrat bawang putih ekstrak metanol rimpang kunyit
Gambar 7 Konsentrasi hambat tumbuh minimum dan maksimum S. typhimurium.
sampai 100 %, aktivitas antibakteri filtrat bawang putih tergolong kuat dengan zona hambat sekitar 10.08 mm sampai 12.13 mm.
Berdasarkan Gambar 7 minimum filtrat bawang putih yang masih dapat menghambat pertumbuhan S. typhimurium yaitu sebesar 2 % dengan zona hambat sebesar 2.58 mm. Namun, berdasarkan uji statistik (P<0.05) konsentrasi ini sampai dengan 10 % menunjukkan hasil yang tidak berbeda .
Zona hambat maksimum filtrat bawang putih pada konsentrasi 90 % dengan zona hambat sebesar 12.13 mm. Namun, berdasarkan analisis statistik (P<0.05) konsentrasi maksimum filtrat bawang putih yang dapat menghambat pertumbuhan S. typhimurium yaitu sebesar 30 % dengan zona hambat sebesar 8.75 mm karena pada konsentrasi ini sampai dengan 100 % menunjukkan hasil yang tidak berbeda. Akan tetapi, semakin tinggi konsentrasi filtrat bawang putih, maka aktivitas antibakterinya semakin tinggi. Hasil analisis statistik dapat dilihat pada Lampiran 14.
Penelitian yang dilakukan oleh Suharti (2004) menunjukkan bawang putih dengan konsentrasi 2.5 %, 5 %, 7.5 %, dan 10 % mampu menghambat pertumbuhan bakteri S. typhimurium dengan zona hambat masing-masing sebesar 4.0 mm, 6.0 mm, 7.0 mm, 7.5 mm, dan 8.0 mm. Jika dibandingkan dengan penelitian ini, dengan konsentrasi yang sama menunjukkan zona hambat yang berbeda. Hal ini diduga karena preparasi sampel yang dilakukan berbeda. Bawang putih pada penelitian Suharti dikeringkan dahulu kemudian dibuat bubuk, sedangkan pada penelitian ini bawang putih yang digunakan adalah bawang putih segar, sehingga dengan
konsentrasi yang sama kemungkinan terdapat perbedaan jumlah senyawa. Selan itu, sumber bawang putih mungkin tidak berasal dari daerah yang sama, sehingga senyawa aktif yang terdapat pada bawang putih tidak sama.
Aktivitas antibakteri filtrat bawang putih diduga disebabkan oleh kandungan diallyl thiosulfinate yang biasa disebut alisin. Alisin tidak ditemukan pada tanaman utuh tetapi terbentuk oleh aktivitas enzim allin alkyl-sulfonate-lyase pada komponen asam amino non protein S-allylcysteine S-oxide (alin). Pada tanaman utuh, asam amino dan enzim disimpan terpisah dalam kompartemen seluler. Namun demikian, ketika bahan tersebut diolah secara fisik (dipotong), maka penghalang antara kompartemen ini akan pecah dan allin lyase mengkatalisis eliminasi beta dari alin menghasilkan piruvat, amonia, dan asam
allysulfenik yaitu dua molekul yang secara spontan bereaksi membentuk alisin (Feldberg
et al. 1998). Selain alisin, senyawa lain yang berpotensi sebagai antibakteri dalam bawang putih yaitu flavonoid, alkaloid, sterol, dan saponin, karena semua senyawa ini terdapat dalam bawang putih.
Ekstrak metanol rimpang kunyit dengan konsentrasi 2 % sampai 20 % memiliki aktivitas antibakteri yang tergolong lemah dengan zona hambat sekitar 0.48 mm sampai 4.67 mm, sedangkan pada konsentrasi 30 % sampai 100 % aktivitas antibakteri ekstrak metanol rimpang kunyit tergolong sedang dengan zona hambat sekitar 5.81 mm sampai 7.77 mm. Tidak seperti bawang putih, ekstrak metanol rimpang kunyit tidak memiliki aktivitas antibakteri yang kuat.
Konsentrasi minimum ekstrak metanol rimpang kunyit yang masih dapat
(32)
12
menghambat pertumbuhan S. typhimurium
yaitu sebesar 2 % dengan zona hambat sebesar 0.52 mm. Akan tetapi, berdasarkan uji statistik (P<0.05) konsentrasi ini sampai dengan 10 % menunjukkan hasil yang tidak berbeda.
Zona hambat maksimum ekstrak metanol rimpang kunyit pada konsentrasi 100 % dengan zona hambat 7.77 mm. Akan tetapi, berdasarkan analisis statistik (P<0.05) konsentrasi maksimum ekstrak metanol rimpang kunyit yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri S. typhimurium sebesar 30 % dengan zona hambat 5.81 mm, karena pada konsentrasi ini menunjukkan hasil yang tidak berbeda dengan 100 %. Akan tetapi, dari terlihat semakin tinggi konsentrasi ekstrak metanol rimpang kunyit, maka aktivitas antibakterinya semakin tinggi. Hasil analisis statistik dapat dilihat pada Lampiran 14.
Aktivitas antibakteri ekstrak metanol rimpang kunyit diduga disebabkan oleh minyak atsiri, hal ini sesuai dengan penyataan Sundari dan Winarno (2001) yang menyatakan bahwa minyak atsiri bersifat sebagai antibakteri dan antifungi. Kemampuan minyak atsiri sebagai antibakteri dan antifungi juga didukung oleh penelitian Yuharmen dkk.
(2002) yang membuktikan bahwa minyak atsiri dengan konsentrasi 6 % mampu menghambat pertumbuhan bakteri B. subtilis
dan pada konsentrasi 8 % minyak atsiri mampu menghambat pertumbuhan bakteri B. subtilis dan S. aureus dan jamur Penicillium sp. dan Neurospora sp. sedangkan pada konsentrasi 10 %, minyak atsiri dapat menghambat pertumbuhan bakteri E. coli dan jamur Rhizopus sp. Selain minyak atsiri, senyawa yang bersifat sebagai antibakteri pada rimpang kunyit adalah kurkumin.
Kurkumin merupakan senyawa fenolik, oleh sebab itu diduga mempunyai mekanisme yang sama dengan senyawa fenolik lainnya dalam fungsinya sebagai zat antimikrob. Senyawa ini akan mengubah permeabilitas membran sitoplasma yang menyebabkan kebocoran nutrien dari dalam sel sehingga sel bakteri akan mati atau terhambat pertumbuhannya (Lukman 1984). Selain kurkumin dan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid, sterol/triterpenoid, dan tanin diduga memiliki potensi sebagai antibakteri, karena semua senyawa ini terdapat dalam ekstrak metanol rimpang kunyit.
Selain sebagai antibakteri, ekstrak kunyit pada penelitian lanjutan (secara in vivo) diharapkan dapat menambah nafsu makan ayam, sehingga dapat meningkatkan bobot
badan ayam. Selain itu, penambahan ekstrak metanol rimpang kunyit dapat menetralkan bau dari bawang putih, karena pada penelitian
in vivo, ransum ayam akan dicampur dengan filtrat bawang putih dan ekstrak metanol rimpang kunyit.
Berdasarkan penelitian Rosalyn (2005) bahwa terjadi peningkatan jumlah ransum yang dikonsumsi oleh ayam yang diberi perlakuan kunyit. Akan tetapi, hal ini hanya berlangsung sampai minggu ke-4, menjelang minggu ke-5 sampai minggu ke-6 konsumsi ransum cenderung statis bahkan mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena semakin lama pemeliharaan maka jumlah kunyit yang dikonsumsi semakin banyak, sehingga jumlah senyawa minyak atsiri dan kurkuminoid yang dicerna semakin meningkat. Walaupun pada minggu ke-5 dan ke-6 konsumsi ransum menurun, namun dilaporkan secara numerik bobot badan akhir broiler yang diberi kunyit cenderung lebih besar dibandingkan dengan kontrol. Selain itu, berdasarkan penelitian Gultom (2003), penambahan tepung kunyit pada ransum dapat mengurangi bau feses. Berkurangnya bau amoniak pada feses diduga disebabkan karena kandungan minyak atsiri pada kunyit.
Bawang putih selain sebagai antibakteri juga dapat meningkatkan pertumbuhan, karena selain menghambat pertumbuhan bakteri S. typhimurium juga akan dapat menekan pertumbuhan bakteri coliform atau bakteri yang merugikan, dan hal ini akan memberikan peluang pertumbuhan mikroorganisme yang menguntungkan di dalam saluran pencernaan ayam broiler secara optimum, sehingga pemanfaatan zat-zat makanan untuk pertumbuhan dapat maksimum (Bidura 1999).
Selain itu, karena adanya senyawa bersulfur pada filtrat bawang putih akan mendukung ketersediaan asam-asam amino yang mengandung sulfur, seperti sistin, sistein, dan metionin. Berdasarkan penelitian Wiradisastra (2001), bahwa penambahan metionin dalam ransum ayam broiler dapat meningkatkan berat badan ayam. Hal ini juga diperkuat oleh penelitian Suharti (2004), bahwa penambahan senyawa antibakteri seperti bawang putih sebesar 2.5 % mampu meningkatkan pertambahan bobot badan ayam yang terinfeksi S. typhimurium.
Pengujian Aktivitas Antibakteri bawang Putih Selama Penyimpanan Filtrat bawang putih yang sudah terbukti sebagai senyawa antibakteri kemudian
(33)
13
disimpan dan diuji lagi pada hari ke-3 dan hari ke-7. Hal ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas antibakteri filtrat bawang putih masih dapat bertahan sampai hari ke-7. Ekstrak metanol rimpang kunyit pada penelitian ini tidak dilakukan pengujian selama penyimpanan, hal ini karena hasil ekstrak tidak mungkin langsung diuji aktivitas antibakterinya. Jadi, secara tidak langsung pengujian aktivitas antibakteri ekstrak sudah mengalami penyimpanan dan diduga aktivitas antibakteri dari ekstrak tidak mengalami perubahan.
Filtrat bawang putih yang digunakan untuk analisis ini yaitu filtrat bawang putih dengan konsentrasi 100 %, karena pada konsentrasi ini filtrat tidak ditambahkan air sehingga menghindari terjadinya reaksi kimia yang terjadi antara senyawa yang terdapat pada filtrat bawang putih dengan air. Filtrat bawang putih disimpan dalam dua suhu yang berbeda, yaitu pada suhu 10 °C dan 27 °C.
Hasil uji aktivitas antibakteri terhadap penyimpanan yang tertera pada Gambar 8. Gambar 8 menunjukkan bahwa hari ke-3 pada suhu 10 °C dan 27 °C masih mampu menghambat pertumbuhan bakteri S. typhimurium dengan zona hambat masing-masing sebesar 17.88 mm dan 14.81 mm. Begitu pula hari ke-7 pada suhu 10 °C dan 27 °C masih mampu menghambat pertumbuhan bakteri S. typhimurium dengan zona hambat masing-masing sebesar 14.50 mm dan 6.19 mm. Zona hambat pada hari ke-0 sebesar 16.69 mm. Berdasarkan data di atas penyimpanan pada suhu 10 °C menghasilkan zona hambat yan lebih besar dibandingkan dengan suhu 27 °C dan zona hambat terbesar dimiliki oleh bawang putih dengan waktu penyimpanan 3 hari pada suhu 10 °C. Hasil ini menunjukkan bahwa bawang putih lebih efektif setelah disimpan selama 3 hari dibandingkan dengan digunakan secara langsung. 0.0000 2.0000 4.0000 6.0000 8.0000 10.0000 12.0000 14.0000 16.0000 18.0000 zo n a h a m b a t ( m m)
0 3 (27ºC) 3 (10ºC) 7 (27ºC) 7 (10ºC)
penyimpanan filtrat bawang putih hari ke- (suhu)
Gambar 8 Aktivitas antibakteri filtrat bawang putih selama penyimpanan.
Analisis statistika (P<0.05) menunjukkan bahwa penyimpanan selama 3 hari pada suhu 10 °C memperoleh hasil yang tidak berbeda dengan bawang putih tanpa penyimpanan. Hasil analisis dapat dilihat pada Lampiran 13.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Diameter zona hambat ekstrak metanol rimpang kunyit lebih kecil jika dibandingkan dengan diameter zona hambat filtrat bawang putih. Semakin tinggi konsentrasi filtrat bawang putih dan ekstrak metanol rimpang kunyit, maka semakin tinggi zona hambat yang dihasilkan. Senyawa metabolit sekunder yang terdapat dalam ekstrak metanol rimpang kunyit adalah alkaloid, flavonoid, sterol/triterpenoid, minyak atsiri, dan tanin.
Konsentrasi hambat tumbuh minimum (KHTM) yang dimiliki oleh filtrat bawang putih dan ekstrak metanol rimpang kunyit adalah sebesar 2 % dengan zona hambat 2.58 mm dan 0.52 mm, sedangkan untuk konsentrasi maksimumnya sebesar 30 % dengan zona hambat sebesar 8.75 mm dan 5.81 mm. Berdasarkan analisis statistik (P<0.05) dengan uji lanjut tukey menunjukkan filtrat bawang putih dan ekstrak metanol rimpang kunyit konsentrasi 30 % sampai 100 % memiliki zona hambat yang tidak berbeda.
Efektivitas filtrat bawang putih 10 % (4.54 mm) dan ekstrak metanol rimpang kunyit 10 % (3.38 mm) hanya sebesar 38.84 % dan 28.91 % jika dibandingkan dengan tetrasiklin 10 %. Filtrat bawang putih konsentrasi 50 % sampai 100 % memiliki zona hambat yang tidak berbeda secara statistik (p<0.05) dengan tetrasiklin 10 % (11.69 mm), sedangkan ekstrak metanol rimpang kunyit dari semua konsentrasi memiliki zona hambat yang berbeda dengan tetrasiklin.
Filtrat bawang putih masih mempunyai aktivitas antibakteri selama 1 minggu dengan penyimpanan pada suhu 27 ºC maupun 10 ºC. Penyimpanan selama tiga hari pada suhu 10 ºC memiliki zona hambat paling besar yaitu 17.88 mm. Zona hambat filtrat bawang putih tanpa penyimpanan sebesar 16.69 mm. Berdasarkan analisis statistik (P<0.05) bahwa penyimpanan selama 3 hari pada suhu 10 °C memperoleh hasil yang tidak berbeda dengan filtrat bawang putih tanpa penyimpanan.
Saran
Perlu dilakukan isolasi senyawa yang bersifat sebagai antibakteri pada filtrat
(34)
14
bawang putih dan ekstrak metanol rimpang kunyit, penelitian lanjutan untuk mengetahui mekanisme kerja antibakteri dari filtrat bawang putih dan ekstrak metanol rimpang kunyit. Penelitian aktivitas antibakteri dapat dilakukan secara in vivo.
DAFTAR PUSTAKA
Achyad DE, Rasyidah R. 2000. Kunyit (Curcuma Domestica Val.). [terhubung berkala].
http://www.asiamaya.com/jamu/isi/kun
yit_curcumaedomstica.htm. [12 September 2006].
Ankri S, Mirelman D. 1999. Antimicrobial properties of allicin from garlic.
Microbes and Infection. 1: 25-129. Bidura GNG. 1999. Penggunaan tepung
jerami bawang putih (Allium sativum) dalam ransum terhadap penampilan itik bali. Majalah Ilmiah Peternakan. 2: 48-53.
Bintang M. 1993. Studi Antimikroba dari
Streptococcus lactis BCC 2259 [disertasi]. Bandung: Program Doktor, Institut Teknologi Bandung.
Darwis SN, Hiyah S, Indo ABDM. 1991.
Tumbuhan Obat Famili Zingerberaceae. Bogor: Pusat Pengembangan Tanaman Industri.
Dharmaputra OS, Ina R, Hilman A, Rusliniar MTS. Hambatan pertumbuhan
Aspergillus candidus, A. Flavus, dan
Penicillium citrinum pada ekstrak kunyit dan lada hitam. Hayati. 6: 103-105.
Dwijoseputro. 1990. Dasar-dasar Mikrobiologi. Ed. Ke-2. Jakarta: Djambtan.
Feldberg RS et al. 1988. In vitromechanism of inhibition of bacterial cell growth by allicin. Antimicrob Agents Chemother. 32: 1763-1768.
Ganiswarna S. 1995. Farmakologi dan Terapi. Ed ke-IV. Jakarta: Gaya Baru Pr.
Gultom AM. 2003. Penambahan tepung kunyit (Curcuma domestica Val.) dalam ransum untuk meningkatkan bobot badan tikus putih (Rattus norvegicus) [skripsi]. Bogor: Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia. Ed ke-2. Bandung: ITB.
Hudayanti M. 2004. Aktivitas antibakteri rimpang temulawak (Curcuma xanthorhiza Roxb.). [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Jouvenaz DP, Blum MS, Macconnell JG. 1972. Antibacterial Activity of Venom Alkaloids from the Imported Fire Ant,
Solenopsis invicta Buren. American Society for Microbiology. 2: 291-293. Kardiyanto E. 2003. Jumlah Leukosit pada
ayam boiler yang diinfeksi Salmonella typhimurium setelah pemberian probiotik Bacillus apiarius dan
Bacillus coagulans pada air minum [skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Karou D et al. 2006. Antibacterial activity of
alkaloids from Sida acuta. African J of Biotechnology. 5:195-200.
Khopkar SM. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Saptoraharjo A, penerjemah. Jakarta: UI Pr. Terjemahan dari: Basic Concepts of Analytical Chemistry. Kosalec I, Stjepan P, Marina B, Sanda VK.
2005. Flavonoid analysis and antimicrobial activity of commercially avalaible propolis poduct. Acta pharm.. 55: 423-430.
Lawson LD, De Graves F, Tyler J. 1990. HPLC Analysis of allicin and other thiosulfinates in garlic cloves homogenate. Planta medica.
Lay W, Hastowo S. 1992. Mikrobiologi. Jakarta: Rajawali.
Liang OB, Widjaja Y, Puspa S. 1985. Beberapa aspek isolasi, identifikasi, dan penggunaan komponen-komponen
Curcuma xanthorrhiza Roxb. dan
Curcuma domestica Val. Prosiding simposium nasional temulawak. Bandung: Lembaga Penelitiann Universitas Padjajaran.
Lukman AAS. 1984. Pengaruh bubuk rimpang kunyit (Curcuma domestica) dan bubuk residu ekstraknya terhadap pertumbuhan beberapa basili gram positif [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
(1)
Lampiran 7 Diameter zona hambat ekstrak metanol rimpang kunyit
Zona hambat (mm)Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3
Konsentrasi ekstrak metanol rimpang kunyit (%)
Replikasi 1 Replikasi 2 Replikasi 1 Replikasi 2 Replikasi 1 Replikasi 2
Rerata (mm)
1 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 ± 0.00
2 1.00 2.12 0.00 0.00 0.00 0.00 0.52 ± 0.88
3 1.12 1.75 0.00 0.00 0.00 0.00 0.48 ± 0.77
4 2.25 1.62 0.00 0.00 0.00 0.00 0.65 ± 1.02
5 2.25 2.75 0.00 0.00 0.00 0.00 0.83 ± 1.30
6 3.25 2.25 2.62 2.50 0.00 0.00 1.77 ± 1.41
7 1.75 1.00 2.50 2.25 0.00 0.00 1.25 ± 1.10
8 1.38 1.88 3.00 1.38 0.00 0.00 1.27 ± 1.15
9 1.50 2.38 3.12 2.12 0.00 0.00 1.52 ± 1.29
10 2.75 1.75 3.75 3.38 4.50 4.12 3.38 ± 1.00
20 5.62 3.38 5.38 3.00 6.50 4.12 4.67 ± 1.38
30 6.00 5.38 6.00 6.50 6.38 4.62 5.81 ± 0.70
40 7.25 3.62 5.62 5.38 7.88 5.62 5.90 ± 1.51
50 5.75 5.38 11.62 9.62 5.50 5.50 7.23 ± 2.70
60 9.62 10.75 6.88 8.38 5.00 5.75 7.73 ± 2.24
70 7.25 5.75 5.50 10.00 7.38 6.00 6.98 ± 1.67
80 7.38 7.12 5.62 8.12 7.38 8.50 7.35 ± 1.00
90 7.12 7.88 6.00 8.12 7.75 5.75 7.10 ± 1.01
(2)
Lampiran 8 Diameter zona hambat filtrat bawang putih selama penyimpanan
Zona hambat (mm)Hari ke- Suhu penyimpanan
(ºC) Ulangan 1 Ulangan 2
Rerata (mm)
0 - 16.50 16.88 16.69 ± 0.27
3 10 17.25 18.50 17.88 ± 0.88
3 27 14.25 15.38 14.82 ± 0.80
7 10 14.12 14.88 14.50 ± 0.54
7 27 5.25 7.12 6.19 ± 1.32
Lampiran 9 Diameter zona hambat tetrasiklin 10 %
Zona hambat (mm)Ualangan 1 Ulangan 2
Rerata (mm)
11.38 12.00 11.69 ± 0.44
Lampiran 10 Foto zona hambat ekstrak kunyit dengan berbagai pelarut
Lampiran 11 Foto zona hambat filtrat bawang putih
(3)
Lampiran 12 Foto zona hambat ekstrak metanol rimpang kunyit
Lampiran 13 Foto zona hambat tetrasiklin dan filtrat bawang putih selama
penyimpanan
Keterangan
AQ : Akuades
TR : Tetrasiklin
BP0 : Filtrat bawang putih tanpa penyimpanan BP3 : Filtrat bawang putih hari ke-3 pada suhu 10 ºC BP4 : Filtrat bawang putih hari ke-3 pada suhu 27 ºC BP7 : Filtrat bawang putih hari ke-7 pada suhu 10 ºC BP8 : Filtrat bawang putih haru ke-7 pada suhu 27 ºC
(4)
Lampiran 14 ANOVA diameter zona hambat
ANOVASum of
squares df Mean square F sig Filtrat bawang Between groups
866.599 19 45.610 23.263 .000
Putih Within groups
76.465 39 1.961
total 943.064 58
Between groups
1101.336 19 57.965 32.313 .000
Within groups
172.211 96 1.794 Ekstrak
metanol rimpang kunyit
total 1273.547 115
Lampiran 15 Analisis tukey diameter zona hambat
Filtrat bawang putihSubset for alpha = .05 Konsentrasi (%) N
1 2 3 4 5
1.00 3 0.00
2.00 3 2.58 2.58
3.00 3 2.88 2.88
4.00 3 3.40 3.40
5.00 3 3.75 3.75 3.75
6.00 3 3.75 3.75 3.75
8.00 3 4.46 4.46
10.00 3 4.54 4.54
7.00 3 4.62 4.62
9.00 3 4.87 4.87
20.00 3 7.54 7.54
30.00 3 8.75 8.75
40.00 3 10.08 10.08
70.00 3 10.53 10.53
50.00 3 10.79 10.79
80.00 3 11.42 11.42
60.00 3 11.54
Tetrasiklin 10 % 2 11.69
100.00 3 12.08
(5)
Ekstrak metanol rimpang kunyit Subset for alpha = .05 Konsentrasi (%) N
1 2 3 4 5 6
1.00 6 0.00
3.00 6 0.48
2.00 6 0.52
4.00 6 0.65
5.00 6 0.83 0.83
7.00 6 1.25 1.25
8.00 6 1.27 1.27
9.00 6 1.52 1.52
6.00 6 1.77 1.77
10.00 6 3.38 3.38
20.00 6 4.67 4.67
30.00 6 5.81 5.81 5.81
40.00 6 5.90 5.90 5.90
70.00 6 6.98 6.98
90.00 6 7.10 7.10
50.00 6 7.23 7.23
80.00 6 7.35 7.35
60.00 6 7.73
100.00 6 7.77
Tetrasiklin 10 % 2 11.69
Lampiran 16 ANOVA diameter zona hambat filtrat bawang putih selama
penyimpanan
ANOVA
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 168.366 4 42.091 59.731 .000
Within Groups 3.523 5 .705
Total 171.889 9
Lampiran 17 Analisis tukey diameter zona hambat filtrat bawang putih selama
penyimpanan
Subset for alpha = 0.05
Hari ke- Suhu (ºC) N
1 2 3
7 27 2 6.19
7 10 2 14.50
3 27 2 14.81
0 - 2 16.69 16.69
(6)
Lampiran 18 Foto analisis fitokimia
Alkaloid
Flavonoid
Saponin