21
B. Kewenangan Legislasi Dewan Perwakilan Daerah Berdasarkan Undang-
Undang Dasar, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 dan Undang- Undang Nomor 27 Tahun 2009 Sebelum Putusan Mahkamah Konstitusi
Legislatif mencerminkan suatu fungsi, yaitu legislate, atau membuat Undang-Undang.
37
Pengaturan dalam UUD 1945 sebelum amademen menegaskan bahwa kekuasaan membentuk Undang-Undang berada di tangan Presiden. Hal ini diatur
pada Pasal 5 Ayat 1 UUD 1945 sebelum amandemen, yang menentukan sebagai berikut: “ Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan
persetujuan DPR”. Tetapi dalam pasal 21 Ayat 1 UUD 1945 sebelum amademen, juga menentukan bahwa “Anggota-anggota Dewan Perwakilan
Rakyat berhak mengajukan rancangan undang-undang”. Dari ketentuan dua pasal ini, jelas terlihat bahwa kekuasaan membentuk undang-undang jelas berada di
tangan Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat hanya pada batas memberikan persetujuan. Namun, anggota Dewan Perwakilan Rakyat dapat mengajukan
undang-undang pada Presiden. Badan tersebut mengutamakan unsur “berkumpul” untuk
membicarakan masalah-masalah publik dan merundingkan, mengutamakan keterwakilan anggota-anggotanya. Keputusan-keputusan yang diambil oleh badan
tersebut, baik yang bersifat kebijakan maupun Undang-Undang yang mengikat
seluruh masyarakat
38
Perubahan pertama UUD 1945 disahkan dalam Sidang Umum MPR-RI yang diselenggarakan antara tanggal 12 sampai tanggal 19 Oktober 1999.
37
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta, Gramedia, 2009, hlm 315.
38
Pasal 5 Ayat 1 dan Pasal 21 Ayat 1 UUD Sebelum Amandemen.
22
Pengesahan naskah Perubahan Pertama tepatnya dilakukan pada tanggal 19
Oktober 1999. Pasca amandemen yang pertama, UUD 1945 terjadi perubahan
pada fungsi legislasi Dewan Perwakilan Rakyat. Sebelum amandemen pada UUD 1945, Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai fungsi legislasi yang lemah dalam
proses pembentukan Undang-Undang. Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat terkait dengan fungsi legislasi
tercantum dalam Pasal 20 Ayat 1 sampai dengan Ayat 3 UUD 1945 yaitu: 1 Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang; 2
Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama; 3 Jika rancangan undang-undang
itu tidak mendapat persetujuan bersama, rancangan undang-undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu. Pada Pasal
20A Ayat 1, Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi yaitu fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan. Fungsi legislasi mempertegas kedudukan Dewan
Perwakilan Rakyat sebagai lembaga legislatif yang menjalankan kekuasaan membentuk undang-undang.
39
Pasca Amandemen ketiga lahirlah lembaga baru yang bernama DPD. Kewenangan DPD dimuat dalam Pasal 22D UUD 1945 dimana DPD mempunyai
fungsi, tugas dan kewenangan dalam bidang legislasi, namun cakupan bidang legislasi dari DPD sebatas hanya yang berkaitan dengan daerah. Membaca dari
39
Pasal 20 Ayat 1, 2, 3 dan Pasal 20A Ayat 1 UUD RI 1945.
23
Pasal 22D UUD 1945, lembaga Perwakilan Rakyat pasca amandemen bukan merupakan lembaga perwakilan bikameral.
40
Melihat kewenangan dalam Pasal 22D UUD 1945 ditambah dengan sulitnya menjadi anggota DPD, Stephen Sherlock memberikan penilaian bahwa
menurut peneliti dari Australian National University bahwa DPD merupakan contoh yang tidak lazim dalam praktik lembaga perwakilan rakyat dengan sistem
bikameral karena merupakan kombinasi dari lembaga dengan kewenangan yang amat terbatas dan legitimasi tinggi.
41
Dengan kehadiran DPD dalam sistem perwakilan Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat dapat dukungan dan diperkuat oleh DPD. DPD ini merupakan
lembaga perwakilan penyalur aspirasi rakyat berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan
daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumner daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.
42
DPD juga sebagai kekuatan politik penyeimbang Dewan Perwakilan Rakyat di bidang legislatif. Keberadaan DPD di bidang legislatif sendiri sudah
mempunyai arti penting. Walaupun perannya sebagai kekuatan politik penyeimbang, peran ini tetap bisa dilakukan secara politik. Misalnya saja dengan
mengeluarkan keputusan-keputusan politik yang merespon kebijakan Dewan Perwakilan Rakyat yang terkait dengan isu DPD.
40
Sardi Isra, Pergeseran Fungsi Legislasi. Jakarta. Rajawali Pers, 2013, Hlm. 254.
41
Ibid,
42
Ibid,.
24
Kenyataannya DPD sama sekali tidak diberi kewenangan di bidang legislasi, dapat dikatakan DPD sebagai pemberi saran atau pertimbangan
43
. Fungsi legislasi DPD sangat lemah dibandingkan dengan Dewan Perwakilan Rakyat.
DPD hanya diberikan kewenangan dalam bidang legislasi terkait dengan hal-hal yang bersifat kedaerahan, dan hanya sebatas bisa mengajukan dan ikut membahas
namun tidak ikut pada saat pengambilan keputusan akhir dalam pembicaraan tingkat II. Kehadiran DPD tidak lain adalah untuk memperjuangkan aspirasi
masyarakat daerah. Posisi DPD dalam proses legislasi Rancangan Undang- Undang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, sebagai sebatas berpartisipasi dalam
tahapan pengajuan rancangan undang-undang dan memberikan masukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Tidak ada unsur keharusan dalam partisipasi atau
pemberian masukan dan pengajuan sebuah Rancangan Undang-Undang oleh DPD kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Setiap rancangan yang diajukan oleh Dewan
Perwakilan Rakyat, Presiden, dan DPD terlebih dahulu harus dimasukkan dalam program negislasi Nasional. Sebab pembentukan program legislasi nasional
merupakan perintah Pasal 16 Undang-Undang No.12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan, dimana perencanaan penyusunan
Undang-Undang dilakukan dalam suatu program legislasi nasional.
44
Hubungan Dewan Perakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah di bidang legislasi dalam sistem ketatanegaraan di Republik Indonesia dari sisi
43
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan konstitusionalisme Indonesia. Konstitusi Press. Jakarta. 2005. Hlm 150.
44
Adika Akbarrudin, 2013, “Pelaksanaan Fungsi Legislasi DPR RI dan DPD RI Pasca Amandemen UUD 1945”, Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang, Volume 8 Nomor 1.
Hlm 55.
25
yuridis dapat kita lihat dalam pengaturan UUD 1945. Seiring dengan perjalanan perubahan UUD 1945 eksistensi Dewan Perwakilan Rakyat semakin kuat dalam
sistem katatanegaraan Republik Indonesia dan dalam bidang legislasi, ini dapat dilihat dari perubahan Pasal dalam UUD 1945 yang mengatur tentang ketentuan
Dewan Perwakilan Rakyat.
45
UUD Negara RI Tahun 1945 pasca amandemen menyebutkan bahwa kekuasaan membentuk Undang-Undang sudah berada ditangan Dewan
Perwakilan Rakyat. Presiden hanya diberikan hak mengajukan rancangan undang- undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Pengaturan semacam ini dapat dilhat
dalam Pasal 20 Ayat 1 seperti ditegaskan seagai berikut : “ Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang- undang “. Sedangkan pasal 5
Ayat 1 juga dijelaskan “Presiden berhak mengajukan Rancangan Undang- Undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat”. Berdasarkan pada ketentuan Pasal
ini, jelas tergambar bahwa telah terjadi pergeseran kekuasaan membentuk undang- undang yang semula berada ditangan Presiden beralih kepada Dewan Perwakilan
Rakyat. Dengan demikian amademen UUD Negara RI Tahun 1945 telah terjadi pergeseran kekuasaan membentuk undang-undang dari Presiden kepada Dewan
Perwakilan Rakyat.
46
Perubahan ini berakibat terhadap penguatan dominasi Dewan Perwakilan Rakyat dalam proses legislasi setelah amademen Undang-Undang Dasar Negara
RI Tahun 1945, seperti ditegaskan Pasal 20 Ayat 1 Namun, kekuasaan Presiden
45
Ibid,
46
Ibid,
26
dalam pembentukan undang- undang dibatasi. Presiden hanya diberikan hak untuk mengajukan rancangan undang- undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Pasal 5 Ayat 1 Disamping itu penguatan kekuasaan Dewan Perwakilan Rakyat dalam pembentukan undang-undang, juga terlihat dengan adanya pasal tersendiri
mengenai fungsi Dewan Perwakilan Rakyat dalam UUD 1945 Pasca Amandemen.
47
Dalam hal Pengundangan Undang-Undang yang tidak disahkan oleh Presiden. Jika Rancangan Undang-Undang tidak disahkan oleh Presiden, dalam
tenggang waktu 30 hari setelah mendapat persetujuan bersama antara Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden dalam rapat paripurna Dewan Perwakilan
Rakyat, rancangan Undang-Undang tersebut sah menjadi suatu Undang-Undang dan wajib diundangkan.
48
Sesuai dengan UUD 1945 Pasal 20 Ayat 5 dalam hal Rancangan Undang-Undang yang telah disetujui bersama, apabila tidak disahkan
oleh Presiden dalam waktu 30 hari semenjak Rancangan Undang-Undang disetujui maka Rancangan Undang-Undang tersebut sah menjadi Undang-
Undang.
49
Pengaturan kewengan legislasi daerah pada UUD 1945 diatur lebih lanjut pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 dimana Undang-Undang ini
merupakan Undang-Undang pertama yang mengatur kedudukan DPD, karena Undang-Undang sebelumnya hanya mengatur tentang kedudukan Majelis
47
Ibid,.
48
Sardi Isra, Op. Cit., Hal. 230.
49
Pasal 20 Ayat 5 UUD RI 1945.
27
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1999.
Peran DPD dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 memiliki beberapa kelemahan dalam aturan mengenai kedudukan fungsi legislasi DPD,
yaitu pasal 41 huruf a yang berbunyi “pengajuan usul, ikut dalam pembahasan dan memberikan pertimbangan yang berkaitan dengan bidang legislasi tertentu”.
Frasa “pengajuan usul” dalam pasal 41 huruf a Undang-Undang Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 menjadikan implikasi hukum yang berbeda dalam
kedudukan fungsi legislasi DPD. Kata usul bisa diartikan bahwa usul Rancangan Undang-Undang dari DPD masih perlu dilakukan serangkaian proses atau
mekanisme dalam internal lembaga Dewan Perwakilan Rakyat untuk menjadikannya sebagai Rancangan Undang-Undang. Selain itu dalam Pasal 43
ayat 2 yang berbunyi “DPD diundang oleh DPR untuk melakukan pembahasan rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat 1 bersama
dengan pemerintah pada awal Pembicaraan Tingkat I sesuai Peraturan Tata Tertib DPR”. Menjelaskan bahwa DPD hanya ikut pembahasan hanya sampai
tingkat I.
50
Menurut Saldi Isra bahwa sejumlah kalangan berpendapat Undang- Undang Nomor 22 Tahun 2003 telah membonsai peran DPD dalam proses
pembentukan Undang-Undang. Dan ini pelemahan-pelemahan yang ada pada
50
Pasal 41 huruf a dan Pasal 43 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003.
28
DPD dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 dimuat dalam tabel berikut, yakni
51
:
Tabel 1. pelemahan-pelemahan yang ada pada DPD dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003.
Nomor Aturan
Kelemahan
1
Pasal 41
DPD mempunyai fungsi: a. mengajukan Usul, ikut dalam pembahasan dan
memberikan pertimbangan yang berkaitan dengna bidang legislasi tertentu;
b. Pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang tertentu.
Dewan Perwakilan Daerah dianggap hanya “ikut” dalam
pembahasan dan tidak ikut memutuskan
2
Pasal 42 Ayat 1
Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Rancangan Undang-
Undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan
pemekaran, dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya
serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah
Kata “dapat” membuat Dewan Perwakilan Daerah
tidak mempunyai kekuasaan legislatif yang efektif, Dewan
Perwakilan Daerah tidak menjadi salah satu institusi
yang mengajukan Rancangan Undang-Undang. Ayat
selanjutnya dalam pasal ini membuat wewenang Dewan
Perwakilan Daerah semakin kecil
51
Sardi Isra, Op. Cit, Hal. 260.
29
3
Pasal 42 Ayat 2
Dewan Perwakilan Daerah mengusulkan Rancangan Undang-Undang sebagaimana dimaksuda pada Ayat
1 kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat mengundang Dewan Perwakilan
Daerah untuk membahas sesuai tata tertib Dewan Perwakilan Rakyat
Ketentuan ini memberikan kekuasaan penuh kepada
Dewan Perwakilan Rakyat untuk menentukan kapan
Dewan Perwakilan Daerah bisa diundang dan
menentukan lebih jauh relasi antara Dewan Perwakilan
Rakyat dan Dewan
Perwakilan Daerah di dalam peraturan internah Dewan
Perwakilan Rakyat DPR
4
Pasal 42 Ayat 3
Pembahasan Rancangan Undang-Undang sebagaimana dimaksud pada Ayat 2 dilakukan
sebelum Dewan Perwakilan Rakyat membahas Rancangan Undang-Undang dimaksud pada Ayat 1
dengan Pemerintah Ketentuan ini semakin
mengecilkan efektivitas fungsi legislasi Dewan
Perwakilan Daerah karena Dewan Perwakilan Daerah
hanya dapat diundang sebelum pembahasan
Rancangan Undang-Undang yang sesungguhnya dimulai.
5
Pasal 43 Ayat 1
Dewan Perwakilan Daerah ikut membahas Rancangan Undang-Undang yang berkaitan dengan otonomi
daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah; pengelolaan
sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya Kata ikut memebahas
Rancangan Undang-Undang membuat Dewan Perwakilan
Daerah tidak mempunyai
kekuasaan legislatif yang efektif
30 serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan
pusat dan daerah, yang dilakukan baik oleh Dewan Perwakilan Rakyat maupun oleh Pemerintah
6
Pasal 43 Ayat 2
Dewan Perwakilan Daerah diundang oleh Dewan Perwakilan Rakyat untuk melakukan pembahasan
Rancangan Undang-Undang sebagaimana dimaksudkan pada Ayat 1 bersama dengan
Pemerintah pada awal Pembicaraan Tingkat I sesuai dengan Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan
Rakyat Ketentuan ini semakin
mengecilkan efektivitas fungsi legislasi Dewan
Perwakilan Daerah karena Dewan Perwakilan Daerah
hanya dapat diundang sebelum pembahasan
Rancangan Undang-Undang yang sesungguhnya dimulai.
Ketentuan ini juga memberikan kekuasaan
penuh kepada Dewan
Perwakilan Rakyat untuk
menentukan lebih jauh relasi antara Dewan Perwakilan
Rakyat dengan Dewan
Perwakilan Daerah dengan memuatnya di dalam
peraturan internal Dewan Perwakilan Rakyat.
7
Pasal 43 Ayat 3
Pembicaraan Tingkat I sebagaimana dimaksud pada Ayat 2 dilakukan bersama antara Dewan Perwakilan
Rakyat DPR, Dewan Perwakilan Daerah, dan Ketentuan ini merupakan
elaborasi jauh dari ayat sebelumnya di atas
sehingga semakin
31 Pemerintah dalam hal penyampaian pandangan dan
pendapat Dewan Perwakilan Daerah atas Rancangan Undang-Undang, serta tanggapan atas pandangan dan
pendapat dari masing-masing lembaga mengecilkan efektivitas
fungsi legislasi Dewan Perwakilan Daerah
8
Pasal 43 Ayat 4
Pandangan, pendapat, dan tanggapan sebagaimana dimaksudkan pada Ayat 3 dijadikan sebgai masukan
untuk pembahasan lebih lanjut antara Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah
Ketentuan ini merupakan elaborasi lebih jauh dari ayat
sebelumnya sehingga semakin mengecilkan
efektivitas fungsi legislasi Dewan Perwakilan Daerah
Sumber : Buku Pergeseran Fungsi Legislasi Oleh Saldi Isra Dalam rezim yang sama dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003,
yaitu Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan tidak terlalu membahas mekanisme pembentukan
peraturan perundang-undangan menyangkut DPD secara terperinci. Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2004 masih tidak memberi kejelasan terhadap peran
dari DPD, karena banyak celah-celah kosong yang ada dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004. Pasal 16 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004
mengatakan bahwa Prolegnas hanya disusun oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah melalui alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat bidang legislasi.
Pasal tersebut jelas tidak ada kata “Dewan Perwakilan Daerah” dalam pembuatan
32
Prolegnas. Artinya walaupun prolegnas yang berhubungan dengan kewenangan DPD, lembaga ini tetap tidak dapat menyusun prolegnas.
52
Menjawab berbagai persoalan tersebut, maka lahirlah Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD yang sekaligus
menggantikan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 dan lahir juga Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan P3 yang menggantikan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 . Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, isi
dalam Undang-Undang ini memuat tentang partisipasi DPD dalam proses legislasi, yaitu seperti pada pasal 146 ayat 1 menyatakan bahwa: “Rancangan
Undang-Undang beserta penjelasan atau keterangan dan atau naskah akademik yang berasal dari DPD disampaikan secara tertulis oleh pimpinan DPD kepada
Dewan Perwakilan Rakyat”.
53
Menurut Saldi Isra, seharusnya untuk fungsi legislasi yang terkait dengan kewenangan DPD, pengaturannya bersifat Inter-chamber dan merupakan muatan
peraturan di tingkat Undang-Undang. artinya seharusnya bahwa tata tertib yang terkait dengan fungsi kedua kamar tersebut dibuat bersama-sama oleh kedua
lembaga legislatif tersebut. sehingga memungkinkan untuk menutup celah kewenangan yang tidak sesuai dengan UUD 1945 dan Undang-Undang
organiknya serta memaksimalkan koordinasi kedua lembaga tersebut.
54
52
Akhmad Haris Supriyanto, “Fungsi Legislasi Dewan Perwakilan Daerah Menuju Sistem Ketatanegaraan Demokratis” Artikel Ilmiah Fakultas Hukum, Universitas Brawijaya, 2014, Hal.6.
53
Ibid,
54
Sardi Isra, Op. Cit, Hal. 261.
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang