2.4. Watermarking untuk Pelabelan Hak Cipta HAKI di Indonesia
Masalah Hak Cipta dari dahulu sudah menjadi hal yang utama dalam segala ciptaan manusia, ini digunakan untuk menjaga originalitas atau kreatifitas pembuat akan hasil karyanya. Hak
cipta terhadap data digital sampai saat ini belum terdapat suatu mekanisme atau cara yang handal dan efisien, dikarenakan adanya berbagai faktor-faktor tadi faktor-faktor yang membuat
data digital banyak digunakan. Sejak tanggal 1 Januari 2000 Indonesia dan negara anggota World Trade Organization WTO
telah menerapkan perlindungan Hak Atas Kekayaan Intelektual HAKI. Indonesia juga termasuk salah satu negara penanda tangan persetujuan TRIPs Trade Related Aspects of
Intellectual Property Rights
pada tahun 1994. Namun demikian, di Indonesia tetap saja banyak beredar barang-barang bajakan, berupa
compact disc baik berisi program aplikasi kantor, permainan, lagu, film, dan sebagainya, kaset
audio, dan media elektronik lain. Barang-barang bajakan ini telah banyak digunakan sebagai media pendistribusi yang berisi informasi, khususnya yang diperoleh dari penyadapan saluran
komunikasi data melalui internet menggunakan WWW World wide web. Jika Indonesia mampu memberikan solusi teknik digital watermarking yang dapat diandalkan, maka tentunya
akan dapat memulihkan nama Indonesia yang sudah terkenal sebagai ‘sarang’ barang bajakan. Beberapa cara yang pernah dilakukan oleh orang-orang untuk mengatasi masalah pelabelan hak
cipta pada data digital, antara lain: 1.
Hearder Marking Pencipta memberikan keterangan atau informasi hak cipta pada header dari suatu data digital.
Kelemahan :
Ada beberapa software, seperti Hex Editor dan sejenisnya, yang dapat digunakan untuk membuka dokumen yang berisi data digital tersebut dalam bentuk kode heksadesimal,
kemudian menghapus informasi yang berkaitan dengan hak cipta dan sejenisnya yang terdapat di dalam header dokumen tersebut.
Universitas Sumatera Utara
2. Visible Marking
Pencipta memberikan tanda atau simbol hak cipta pada dokumen digital secara eksplisit terlihat oleh pengamatan manusia.
Kelemahan :
Sama seperti kondisi sebelumnya, dengan tersedianya software untuk image processing, maka dengan sedikit ketrampilan dan kesabaran untuk memanipulasi citra digital, tanda atau simbol
tersebut dapat dihilangkan dari data digitalnya. Gambar 2.2. Penghilangan Label Hak Cipta
3. Encryption
Pencipta mengkodekan data digital ke dalam bentuk representasi lain yang berbeda dengan aslinya, dan untuk mengembalikan ke kondisi semula diperlukan sebuah kunci rahasia tertentu.
Kelemahan :
Kunci rahasia tersebut dapat berupa kunci publik maupun kunci privat. Pemegang kunci publik adalah suatu badan yang dipercaya oleh masyarakat umum Key Distribution System KDS.
Jika informasi yang disimpan oleh KDS bocor, maka penyebaran data digital secara ilegal dapat dengan mudah dilakukan.
4.
Copy Protection Pencipta memberikan proteksi pada dokumen digital miliknya dengan membatasi akses
pengguna sedemikian rupa sehingga data digital tersebut tidak dapat diduplikasi.
Universitas Sumatera Utara
Kelemahan :
Sampai saat ini, proteksi dilakukan secara hardware, namun dengan adanya Internet, proteksi secara hardware menjadi tidak lagi bermanfaat.
Dengan demikian, kita memerlukan suatu cara untuk mengatasi hal yang berkaitan dengan pelanggaran hak cipta ini, yang memiliki sifat-sifat seperti:
1. Invisible atau inaudible; Tidak tampak untuk data digital seperti citra, video, text atau tidak kedengaran untuk jenis audio oleh pihak lain dengan menggunakan panca indera kita dalam
hal ini terutama mata dan telinga manusia. 2. Robustness
; Tidak mudah dihapusdiubah secara langsung oleh pihak yang tidak bertanggung jawab, dan tidak mudah terhapusterubah dengan adanya proses pengolahan sinyal digital,
seperti kompresi, filter, pemotongan dan sebagainya. 3. Trackable
; Tidak menghambat proses penduplikasian tetapi penyebaran data digital tersebut tetap dapat dikendalikan dan diketahui.
Teknik watermarking tampaknya memiliki ketiga sifat-sifat di atas, karena faktor-faktor invisibility
dan robustness dapat kita atur, dan data yang terwatermark dapat diduplikasi seperti layaknya data digital. Watermarking sebagai metode untuk pelabelan hak cipta dituntut
memiliki berbagai kriteria ideal agar memberikan unjuk kerja yang bagus. Label Hak Cipta yang unik mengandung informasi pembuatan, seperti nama, tanggal, dst, atau sebuah kode hak
cipta seperti halnya ISBN International Standard for Book Notation pada buku-buku. Data terlabel tidak dapat diubah atau dihapus robustness secara langsung oleh orang lain atau
dengan menggunakan software pengolahan sinyal sampai tingkatan tertentu. Pelabelan yang lebih dari satu kali dapat merusak data digital aslinya, supaya orang lain tidak dapat melakukan
pelabelan berulang terhadap data yang telah dilabel dari berbagai penelitian yang sudah dilakukan belum ada suatu metoda watermarking ideal yang bisa tahan terhadap semua proses
pengolahan digital yang mungkin. Biasanya masing-masing penelitian menfokuskan pada hal–hal tertentu yang dianggap penting. Penelitian dibidang
Universitas Sumatera Utara
watermarking ini masih terbuka luas dan semakin menarik, salah satunya karena belum ada
suatu standar yang digunakan sebagai alat penanganan masalah hak cipta ini. Sistem watermarking terdapat 3 sub-bagian yang membentuknya yaitu:
1. Penghasil Label Watermark 2. Proses penyembunyian Label
3. Menghasilkan kembali Label Watermark dari data yang terwatermark. Gambar 2.3. Proses
Watermark Dan Menghasilkan Kembali Label Watermark
Pada gambar di atas digunakan untuk mencegah penghapusan secara langsung watermark oleh pihak tak bertanggung jawab, dengan menggunakan metode enkripsi yang sudah ada.
Sedangkan ketahanan terhadap proses-proses pengolahan lainnya, itu tergantung pada metoda watermarking
yang digunakan. Tetapi dari berbagai penelitian yang sudah dilakukan belum ada suatu metode watermarking ideal yang bisa tahan terhadap semua proses pengolahan digital
yang mungkin. Biasanya masing-masing penelitian menfokuskan pada hal-hal tertentu yang dianggap penting.
Terdapat kontraversi antara beberapa penelitian mengenai masalah:
Universitas Sumatera Utara
1. Label Watermark; Label harus panjang atau hanya memberitahu ada tidaknya watermark pada data digital yang terwatermark. Maksudnya bila label yang panjang, maka kita dapat
mendapatkan informasi tambahan dari data yang terwatermark tersebut, sedangkan sebaliknya hanya diperoleh ada tidaknya ada atau tidak saja watermark dalam data terwatermark.
2. Cara menghasilkan kembali ekstrasi atau verifikasi label watermark tersebut apakah diperlukan data digital aslinya, atau tidak. Dari hasil penelitian memberikan hasil bahwa
verifikasi dengan menggunakan data aslinya akan memberikan performansi yang lebih baik dibandingkan dengan cara yang tanpa menggunakan data asli. Dan cara ini dapat digunakan
untuk menangani masalah pengakuan kepemilikan oleh beberapa orang. Label watermark adalah sesuatu datainformasi yang akan kita masukkan ke dalam data digital yang ingin
diwatermark. Ada 2 jenis label yang dapat digunakan :
1. Text biasa; Label watermark dari text biasanya menggunakan nilai-nilai ASCII dari masing-masing karakter dalam text yang kemudian dipecahkan atas bit-per-bit, kelemahan dari
label ini adalah, kesalahan pada satu bit saja akan menghasilkan hasil yang berbeda dengan text sebenarnya.
2. Logo atau Citra atau Suara; Berbeda dengan text, kesalahan pada beberapa bit masih dapat memberikan persepsi yang sama dengan aslinya oleh pendengaran maupun penglihatan kita,
tetapi kerugiannya adalah jumlah data yang cukup besar
2.5. Watermarking pada Citra Digital