Watermarking pada Citra Digital

1. Label Watermark; Label harus panjang atau hanya memberitahu ada tidaknya watermark pada data digital yang terwatermark. Maksudnya bila label yang panjang, maka kita dapat mendapatkan informasi tambahan dari data yang terwatermark tersebut, sedangkan sebaliknya hanya diperoleh ada tidaknya ada atau tidak saja watermark dalam data terwatermark. 2. Cara menghasilkan kembali ekstrasi atau verifikasi label watermark tersebut apakah diperlukan data digital aslinya, atau tidak. Dari hasil penelitian memberikan hasil bahwa verifikasi dengan menggunakan data aslinya akan memberikan performansi yang lebih baik dibandingkan dengan cara yang tanpa menggunakan data asli. Dan cara ini dapat digunakan untuk menangani masalah pengakuan kepemilikan oleh beberapa orang. Label watermark adalah sesuatu datainformasi yang akan kita masukkan ke dalam data digital yang ingin diwatermark. Ada 2 jenis label yang dapat digunakan : 1. Text biasa; Label watermark dari text biasanya menggunakan nilai-nilai ASCII dari masing-masing karakter dalam text yang kemudian dipecahkan atas bit-per-bit, kelemahan dari label ini adalah, kesalahan pada satu bit saja akan menghasilkan hasil yang berbeda dengan text sebenarnya. 2. Logo atau Citra atau Suara; Berbeda dengan text, kesalahan pada beberapa bit masih dapat memberikan persepsi yang sama dengan aslinya oleh pendengaran maupun penglihatan kita, tetapi kerugiannya adalah jumlah data yang cukup besar

2.5. Watermarking pada Citra Digital

Terdapat banyak metode watermarking untuk citra digital yang sudah diteliti. Ada yang bekerja pada domain spasial atau waktu, dan ada yang mengalami transformasi terlebih dahulu seperti DCT, FFT, dsb misalnya ke domain frekuensi. Bahkan ada yang menerapkan teknologi-teknologi lain seperti fraktal, spread spectrum untuk telekomunikasi dan sebagianya. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.4. Proses Watermarking Pada Sebuah Citra Digital [5] Beberapa metode yang pernah diteliti, diantaranya adalah: 1. LSB Least Significant Bit Coding Metoda ini merupakan metoda yang paling sederhana tetapi yang paling tidak tahan terhadap segala proses yang dapat mengubah nilai-nilai intensitas pada citra. Metode ini akan mengubah nilai LSB Least Significant Bit komponen luminansi atau warna menjadi bit yang bersesuai dengan bit label yang akan disembunyikan. Memang metode ini akan menghasilkan citra rekontruksi yang sangat mirip dengan aslinya, karena hanya mengubah nilai bit terakhir dari data. Tetapi sayang tidak tahan terhadap proses-proses yang dapat mengubah data citra terutama kompresi JPEG Joint Picture Exchange Graphics. Metoda ini paling mudah diserang, karena bila orang lain tahu maka tinggal membalikkan nilai dari LSB-nya maka data label akan hilang seluruhnya. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.5. Blok Diagram Dari Sistem Watermarking [11] 2. Secure Spread Spectrum Watermarking for Multimedia Metode yang diperkenalkan oleh Ingemar J. Cox dkk ini didasarkan pada domain frekuensi, dengan menanamkan sejumlah urutan bilangan real sepanjang n pada citra N x N dengan menghitungmentransformasikan terlebih dahulu menjadi koefisien DCT N x N. Bilangan tersebut ditanamkan pada n koefisien DCT yang paling pentingbesar, tidak termasuk komponen DC. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.6.a. Penyisipan Watermark Gambar 2.6.b EncodingDecoding [12] 3. Patchwork Metoda ini diusulkan oleh Bender et al. Metoda ini menanamkan label 1 bit pada citra digital dengan menggunakan pendekatan statistik. Dalam metoda ini, sebanyak n pasang titik a i , b i pada citra dipilih secara acak. Brightness dari a i dinaikkan 1 satu dan brightness dari pasangannya bi diturunkan satu. Nilai harapan dari jumlah perbedaan n pasang titik tersebut adalah 2n. Ketahanan metode ini terhadap kompresi JPEG dengan parameter kualitas 75, maka label tetap dapat dibaca dengan probabilitas kebenaran sebesar 85. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.7. Single Iteration Metode Patchwork Dua patch dipilih secara pseudorandom, yang pertama A, yang kedua B. Data image dalam patch A diterangi sedang data dalam patch B digelapkan. Statistik unik ini menandai adanya ketidakhadiran atau kehadiran suatu tandatangan. Patchwork tidak terikat pada contentisi host image . 4. Pitas Kaskalis Mengusulkan metode yang hampir sama dengan metoda yang diusulkan oleh Bender. Metode ini membagi sebuah citra atas dua bagian subsets sama besar misalnya dengan menggunakan random generator atau dengan sebuah digital signature S yang merupakan pola biner dengan ukuran N x M dimana jumlah biner 1 satu sama dengan jumlah biner 0 nol. Kemudian salah satu subset ditambahkan dengan faktor k bulat positif. Faktor k diperoleh dari perhitungan variansi dari kedua subset. Verifikasi dilakukan dengan menghitung perbedaan rata-rata antara kedua subset. Nilai yang diharapkan adalah k bila ada label yang ditanamkan. Metode ini hanya tahan terhadap kompresi JPEG dengan ratio 4:1 faktor kualitas kira-kira lebih dari 90 5. Caroni Universitas Sumatera Utara Mengusulkan metode penyembunyian sejumlah bit label pada komponen luminansi dari citra dengan membagi atas blok-blok, kemudian setiap pixel dari satu blok akan dinaikan dengan faktor tertentu bila ingin menanamkan bit 1, dan nilai-nilai pixel dari blok akan dibiarkan bila akan menanamkan bit 0. Untuk mendapatkan labelnya kembali, maka brightness setiap titik dari citra yang terlabel akan dikurangkan dengan citra asli. Jika rata-rata dari satu blok pixel melewati suatu nilai threshold tertentu, maka akan dinyatakan sebagai bit 1, bila tidak maka dinyatakan sebagai bit 0. Setelah mengalami kompresi JPEG, metode ini dapat tahan terhadap faktor kualitas sebesar 30. 6. Metoda Cox Menanamkan sejumlah urutan bilangan real sepanjang n pada citra N x N dengan mentransformasikan terlebih dahulu menjadi koefisien DCT Nx N. Bilangan real tersebut ditanamkan pada n koefisien DCT yang paling besar, tidak termasuk komponen DC-nya. Verifikasi menggunakan citra asli dikurangi dengan citra terwatermark. 7. Randomly Sequenced Pulse Position Modulated Code RSPPMC Yang diusulkan oleh Zhao Koch, bekerja pada domain DCT seperti metoda Cox. Berbeda dengan metoda Cox, metoda ini berdasarkan prinsip format citra JPEG, membagi citra menjadi blok-blok 8 x 8 dan kemudian dilakukan transforamsi DCT, kemudian menggunakan prinsip spread spectrum metoda frequency hopped dan RSPPMC Randomly Sequenced Pulse Position Modulated Code , koefisien-koefisien DCT tersebut diubah sedemikian rupa sehingga akan mengandung informasi 1 bit dari label, seperti dipilih tiga koefisien untuk disesuaikan dengan bit label yang ingin ditanamkan. Contohnya untuk menanamkan bit 1 ke dalam suatu blok koefisien DCT 8 x 8, koefisien ketiga dari ketiga koefisien yang terpilih harus diubah sedemikian rupa sehingga lebih kecil dari kedua koefisien lainnya. 8. Improved Spread Spectrum : A new modulation technique for robust watermarking. Universitas Sumatera Utara Metode ini diusulkan oleh Henrique S. Malvar, memperkenalkan teknik yang disebut Improved Spread Spectrum ISS, meningkatkan metode yang telah diperkenalkan oleh Ingemar J. Cox. Dalam prakteknya memindahkan signal yang menjadi sumber inteferensi, untuk menghasilkan peningkatan kualitas dari proses watermarking. Dari hasil yang didapatkan metode ini memiliki karakteristik yang lebih robust dari metode Spread Spectrum yang sudah pernah dilakukan. 9. Data Hiding for Copyright Protection of Still Images Metode ini diusulkan oleh J.R. Hernandez, Signal Host Source Encoder bersesuaian dengan citra yang akan di-watermark. Sumber informasi yang disembunyikan membangkitkan suatu pesan yang mengidentifikasi kedua-duanya issuer dan penerima host data, dan secara bebas pilih informasi tambahan. Pesan ini kemudian dipetakan ke suatu bentuk gelombang yang dimodulasi yang ditambahkan pada citra. Salah satu tujuan dari skema watermark ini adalah untuk membuatya sulit untuk ditebak pemetaan yang tepat antara informasi dan bentuk gelombang yang dimodulasi. Untuk maksud ini proses modulasi mempunyai suatu kunci rahasia K sebagai salah satu parameter. Pada model ini perubahan bentuk oleh citra selama distribusi dan hak pemakaian oleh penerima yang diharapkan, citra yang dikirimkan dapat diinterupsi dan digerakkan oleh suatu agen yang tidak sah atau bahkan oleh penerima yang diharapkan yang menghapus atau merusak watermark dan secara tidak sah mendistribusikan citra tersebut. Dalam rangka untuk menjamin proses watermark yang terjamin, sinyal yang disembunyikan harus tidak dapat dipisahkan dari citra yang asli. Dengan kata lain, harus sukar untuk menaksir citra yang asli dari citra yang diwatermark dengana kunci rahasia yang tidak dikenal. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.8. Model Umum Sistem Penyembunyian Data [10] 10. Multimedia Rights Protection Digital Image Watermarking Techniques Metode yang dibahas oleh James Padgett, mengemukakan suatu cara digital image dapat diwatermark dengan menggunakan citra yang utuh teknik transformasi DCT spread spektrum untuk melindungi hak kepemilikan data multimedia. Variasi dalam faktor skala รก embedding strength dan memberi panjangnya watermark n yang telah diuji dengan algoritma yang mula-mula diusulkan oleh Cox 1995 dan kemudian Cox 1997. Dari hasil pengujian menunjukkan bahwa faktor skala mempunyai efek yang sangat besar pada ketahanan algoritma. Sebagai faktor skala embedding strength meningkatkan ketahanan melawan terhadap serangan. Dalam paper Cox 1997 menyatakan .... watermark yang lebih panjang mungkin digunakan untuk suatu citra yang terutama sensitif pada modifikasi besar dari komponen spektralnya... Pada paper ini statement tersebut telah dibuktikan.

2.6. Jenis-jenis Watemarking