REVALIDASI PENGARUH VARIASI KOMPOSISI MEDIUM KULTUR TERHADAP PRODUKSI ENZIM AMILASE DARI Bacillus sp. STRAIN LTE-6 REVALIDASI EFFECT OF MEDIUM COMPOSITION VARIATIONS OF CULTURE OF PRODUCTION enzyme amylase Bacillus sp. STRAIN LTE-6

(1)

REVALIDASI PENGARUH VARIASI KOMPOSISI MEDIUM KULTUR TERHADAP PRODUKSI ENZIM

AMILASE DARI Bacillus sp. STRAIN LTE-6 (Skripsi)

Oleh:

Okta Riyani

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(2)

MENYETUJUI,

1. Komisi Pembimbing

Mulyono, Ph.D

NIP.197406112000031002

Dian Septiani Pratama, M.Si NIP.198009082009122003

2. Ketua Jurusan Kimia

Andi Setiawan, Ph.D NIP.195809221988111001

Judul Skripsi : REVALIDASI PENGARUH VARIASI

KOMPOSISI MEDIUM KULTUR TERHADAP PRODUKSI ENZIM AMILASE DARI Bacillus sp STRAIN LTE-6

Nama Mahasiswa : Okta Riyani No. Pokok Mahasiswa : 0517011047 Jurusan : Kimia


(3)

ABSTRAK

REVALIDASI EFFECT OF MEDIUM COMPOSITION

VARIATIONS OF CULTURE OF PRODUCTION enzyme

amylase Bacillus sp. STRAIN LTE-6

Oleh Okta Riyani

This study aims to retest studies conducted in previous studies on the effect of variations in the composition of the culture medium on the production of the enzyme amylase. This study uses local isolate amylolytic bacteria LTE-6 that have been isolated from previous studies that the enzyme is an amylase-producing bacteria. Variations in composition are used include: C source (glucose, arabinose, fructose and glucose), variations in N sources (peptone, NaNO3, NH4Cl and yeast extract), metal ions (Fe, Mn, Mg, Zn) and the variation of pH (5, 6, 7 and 8). In previous studies, treatment of the variation of the source N, C, metal ions and pH was found that the optimum conditions for cell growth and enzyme production of LTE-6 isolates the source of N peptone 0.5% (w / v), the source of C sugar 0.5% (w / v), the source of the metal ion Fe 0.5% (w / v) at pH 6.0, with activity units sequentially ie 9.8 U/ml, 10.83 U/ml, 9.5 U/ml, 8.7 U/ml at the age of culture 24, 48, 24, and 24 hours, the cell OD 1.91; 3.75; 3.32; 1.45. At retest study, the optimum conditions for cell growth and the production of the enzyme amylase LTE-6 isolates respectively ie: C source is glucose 0.5% (w / v), N source is peptone 0.5% (w / v ) metal ion is Mg 0.01% (w / v), and at pH 7.0. In each of these conditions, changes in the value obtained amylase enzyme activity unit sequential isolates is 3.7 U/mL; 9.59 U/mL; 9.88 U/mL; 9.9 U/mL, at the age of culture each of the 48 hours, the cells OD 2.45; 4.08; 5.12; 3.58. In other words, research retest this better as unit activity scored higher than previous studies.


(4)

ABSTRAK

REVALIDASI PENGARUH VARIASI KOMPOSISI

MEDIUM KULTUR TERHADAP PRODUKSI ENZIM

AMILASE DARI

Bacillus

sp.

STRAIN

LTE-6

Oleh Okta Riyani

Penelitian ini bertujuan untuk uji ulang penelitian yang telah dilakukan pada penelitian sebelumnya pada pengaruh variasi komposisi medium kultur terhadap produksi enzim amilase. Penelitian ini menggunakan bakteri amilolitik isolat lokal LTE-6 yang telah diisolasi dari penelitian sebelumnya yang merupakan bakteri penghasil enzim amilase. Variasi komposisi yang digunakan antara lain : sumber C (glukosa, arabinosa, fruktosa dan gula), variasi sumber N (pepton, NaNO3, NH4Cl dan ekstrak ragi), ion logam (Fe, Mn, Mg, Zn) dan variasi pH (5, 6, 7 dan 8). Pada penelitian sebelumnya, dari perlakuan pada variasi sumber N, C, ion logam dan pH diperoleh bahwa kondisi yang optimum bagi pertumbuhan sel dan produksi enzim dari isolat LTE-6 sumber N yaitu pepton 0,5% (w/v), sumber C yaitu gula 0,5% (w/v), sumber ion logam yaitu Fe 0,5% (w/v) pada pH 6.0, dengan aktivitas unit secara berurut yaitu 9,8 U/ml, 10,83 U/ml, 9,5 U/ml, 8,7 U/ml pada usia kultur 24, 48, 24, dan 24 jam, dengan OD sel 1.91, 3.75, 3.32, 1.45. Pada penelitian uji ulang ini, kondisi optimum bagi pertumbuhan sel dan produksi enzim amilase dari isolat LTE-6 secara berurutan yakni: sumber C adalah gula 0,5% (w/v), sumber N adalah pepton 0,5% (w/v) ion logam adalah Mg 0,01% (w/v), dan pada pH 7.0. Pada masing-masing kondisi tersebut, diperoleh perubahan nilai aktivitas unit enzim amilase isolat ini secara berurut yaitu 3,7 U/ml; 9,59 U/ml; 9,88 U/ml; 9,9 U/ml, pada usia kultur masing-masing 48 jam, dengan OD sel 2,45; 4,08; 5,12; 3,58. Dengan kata lain, penelitian uji ulang ini lebih baik karena memperoleh nilai aktivitas unit lebih tinggi dari penelitian sebelumnya.


(5)

REVALIDASI PENGARUH VARIASI KOMPOSISI MEDIUM KULTUR TERHADAP PRODUKSI ENZIM

AMILASE DARI Bacillus sp. STRAIN LTE-6

Oleh Okta Riyani

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA SAINS

Pada Jurusan Kimia

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDARLAMPUNG 2012


(6)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Mulyono, Ph.D. …………....

Sekretaris : Dian Septiani Pratama, M.Si …………....

Penguji

Bukan Pembimbing : Andi Setiawan, Ph.D. …………....

2. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Prof. Suharso, Ph.D. NIP 196905301995121001


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Teluk Betung, Bandar Lampung pada tanggal 30 Oktober 1987, sebagai anak bungsu dari lima bersaudara, putri dari Azhar Dairi dan Samiyati.

Jenjang pendidikan diawali dari Sekolah Dasar (SD) di SD Negeri 2 Teluk Betung diselesaikan pada tahun 1999. Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri 3 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2002, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 8 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2005. Tahun 2005, penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Jurusan Kimia FMIPA Unila melalui jalur SPMB ( Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru)

Pada tahun 2011 Penulis melakukan Praktek Kerja Lapangan di Laboratorium Analitik Jurusan Kimia FMIPA Univers Lampung di Bandar Lampung. Selama menjadi mahasiswa penulis pernah menjadi asisten praktikum Kimia Dasar I dan Biokimia I

Penulis mulai aktif mengikuti organisasi sejak SMA yaitu pada organisasi Rohis (Rohani Islam) sebagai Wakil Ketua Umum kepengurusan 2003/2004. Penulis juga aktif di Rois serta Himpunan Mahasiswa Kimia (HIMAKI) FMIPA Unila sebagai anggota Kader Muda kepengurusan 2005/2006, selain itu penulis aktif dan terpilih sebagai Sekretaris bidang Pembinaan pada tahun 2005-2007 kemudian


(8)

menjadi sekretaris Umum Tim Kerja Dakwah Sekolah (TKS) kepengurusan 2008-2010 serta Bendahara umum Tim Kerja Dakwah Sekolah pada periode 2008- 2010-2012.


(9)

اًرسي رسعلا عم نإف

“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Alam Nasyroh: 5)

Jangan pernah lari dari masalah, mereka akan selalu mengikuti kita. Hadapilah itu karena

masalah akan membuat kita menjadi pribadi yang lebih kuat.

Jangan pernah menyerah atas impianmu. Rintangan memang kadang menjatuhkan, namun

anda harus bangkit dan terus melangkah.

Berlarilah mengejar impian dan cita-cita tanpa kenal lelah hingga lelah itu berhenti

mengikutimu

Kesuksesan bermula pada saat kita menjaga pikiran agar tetap FOKUS pada hasil yang kita

inginkan, bukan pada keterbatasan-keterbatasan kita.

Seberapapun kecilnya nilai kesuksesan tersebut, kalau kita menikmati dan merasakannya,

tentu akan membuahkan kebahagiaan dan kepuasan, itulah inti sebenarnya dari


(10)

Dengan segala kerendahan hati serta rasa syukurku kepada Allah SWT pemilik

jiwaku, dan Muhammad SAW sebagai suri teladanku

Kupersembahkan karya kecilku ini untuk orang-orang yang kucintai dan

kusayangi.

Ayahku tercinta A. Dairi dan ibuku tercinta Samiyati yang tak henti-hentinya

selalu memberikan kasih sayang,serta doa dalam perjalanan hidupku

Ayuk mila, Ayuk Fitri, Kak Fredi, dan mbak desti serta seluruh keluarga besarku

tersayang yang selalu menemaniku serta mendoakan keberhasilan untukku

Seseorang yang kelak mendampingi hidupku


(11)

SANWACANA

Assalamu’alaykum Wr. Wb.

Alhamdulilah Puji dan syukur Penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas segala rahmat dan hidayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan.

Skripsi dengan judul “ Revalidasi Pengaruh Variasi Komposisi Medium Kultur Terhadap Produksi Enzim Amilase dari Bacillus sp. Strain LTE-6” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung.

Dalam pelaksanaan dan penulisan skripsi ini tidak lepas dari kesulitan dan rintangan, namun itu semua dapat penulis lalui berkat rahmat dan ridha Allah SWT serta bantuan dan dorongan semangat dari orang-orang di sekitar penulis. Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih setulus-tulusnya kepada:

1. Bapak Mulyono, Ph.D., selaku pembimbing utama yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan, gagasan, bimbingan, bantuan, dukungan, saran dan kritik kepada penulis dalam proses perencanaan dan pelaksanaan penelitian, serta dalam penulisan skripsi ini. 2. Ibu Dian Septiani Pratama, M.Si., selaku pembimbing kedua atas kesediaan memberikan


(12)

3. Bapak Andi Setiawan, Ph.D., selaku pembahas dan Ketua Jurusan yang telah meluangkan waktu, memberikan kritik, saran, dan arahan yang diberikan kepada penulis sehingga skripsi ini terselesaikan dengan baik.

4. Ibu Dra Aspita Laila, M.S., selaku Pembimbing Akademik atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan, bantuan, nasehat, dan informasi yang bermanfaat kepada penulis.

5. Segenap dosen yang telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis selama kuliah.

6. Bapak Suharso, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

7. Kedua orang tuaku yang teramat aku cintai. Ibunda Samiyati dan Azhar Dairi yang telah memberikan kasih sayang dan cintanya untukku, selalu mendoakan demi keberhasilanku, memberikan perhatian dan tauladan terbaik untukku. Semua jasa yang telah diberikan kepadaku takkan bisa ku ganti dengan apapun.

8. Saudara-saudara ku tersayang Mila Andriyani (Ayunda), Fitri Astuti (Ayunda) Desti Yanti (Mbak), Fredi Antoni (Kakak). Kalian yang tak henti-hentinya memberikan motivasi, dukungan dan semangat kepadaku bahwa aku bisa menyelesaikan studi ini. 9. Sahabat-sahabat terbaikku : Riya Adlaila, S.Si., Nelda Susanti S.Pd., Vonny Apriati,S.Si.,

Mira Mustika,S.Si., Hafizah Helma,S.Si., Nuraida terimakasih atas segala dukungan, kasih sayang, rasa kebersamaan, dan keceriaan yang selalu kalian hadirkan disetiap hari-hariku, aku bangga mengenal kalian.


(13)

11. Teman- teman Biochemistry. Adek Purnawati S.Si, M Ramdhan S.Si.,Tyas R., Miftah, Fatma, Fitri, Vivi, M Amin,

12. Tutik, S.Si., Nurjannah Harun, Mustika, S.Si., Reni Astari,S.Pd., yang bersedia menemani ataupun menjemputku di Laboratorium Biokimia tanpa mengenal waktu.Terima Kasih

13. Teman-teman Kimia’04,’05’06,’07, ’08, ’09, ’10,11 FMIPA UNILA terimakasih atas segala dukungannya.

14. terimakasih atas segala semangat, motivasi, perhatian, keceriaan, kesabaran dan cinta kasih yang telah diberikan selama ini.

15. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulis dalam penyusunan skripsi ini.

Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Akan tetapi dengan segala kerendahan dan keikhlasan yang ada dalam hati, penulis berharap semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, 28 Desember 2012 Penulis


(14)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR GAMBAR . ……… iii

I. PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang Penelitian ……….. 1

Tujuan Penelitian……… 2

Manfaat Penelitia……… 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ……….. 5

Enzim……….. 5

Enzim ... .. 5

Prosedur Penelitian……… 5

Mekanisme Kerja Enzim……… 6

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Reaksi Enzim... ... 8

Kinetika Reaksi Enzim……….. 9

Enzim Amilase………. .. 10

Amilum………. 13

Nutrien Mikroba ... 14

Fase Pertumbuhan Bakteri ... 15

Karakterisasi bakteri isolat LTE-6 ... 17

Spektrofotometer ... 18

III. METODE PENELITIAN………. .... 23

Waktu dan Tempat Penelitian... .... 23

Alat dan Bahan………. ... 23

Prosedur Penelitian... 24

Penyiapan Medium dan Pereaksi ... 24

Penyiapan Medium Cair ... 24

Pembuatan Pereaksi Metode Fuwa ... 24

Pembuatan Pereaksi Metode Lowry... 25

Penumbuhan Mikroba ... 25

Penentuan Profil Pertumbuhan ... 26


(15)

ii

Penentuan Kadar Protein Metode Lowry ... 26

Penentuan Aktivitas Enzim Metode Fuwa ... 26

Variasi Komposisi Produksi Enzim Amilase ... 27

Variasi Komposisi Sumber C ... 27

Variasi Komposisi Sumber N ... 27

Variasi Komposisi Ion Logam ... 27

Variasi pH terhadap Pertumbuhan dan Produksi Enzim ... 28

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Peremajaan Isolat LTE-6………. 29

Monitoring Pertumbuhan dan Produksi Enzim Amilase……….. 29

Pengaruh Variasi komposisi Medium Kultur……... 31

SIMPULAN DAN SARAN………. .. 43

Simpulan………... 44

Saran……… . 45

DAFTAR PUSTAKA……….. 46


(16)

iii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Model kunci dan anak kunci ... 6

2 Model induced fit ... 8

Kurva Lineweaver-Burk ... 10

4 Struktur Kimia dari Amilosa dan Amilopektin ... 14

5. Bakteri Isolat LTE-6……… 16

6. Profil pertumbuhan sel dan Aktivitas Unit pada medium pati singkong dengan sumber karbon glukosa……….. 28

7. Profil pertumbuhan sel dan Aktivitas Unit pada medium pati singkong dengan sumber karbon fruktosa……… 28

8. Profil pertumbuhan sel dan Aktivitas Unit pada medium pati singkong dengan sumber karbon Arabinosa………. 28

9. Profil pertumbuhan sel dan Aktivitas Unit pada medium pati singkong dengan sumber karbon gula………... 28

10 Profil pertumbuhan sel dan Aktivitas Unit pada medium pati singkong dengan sumber nitrogen pepton………. 30

11. Profil pertumbuhan sel dan Aktivitas Unit pada medium pati singkong dengan sumber nitrogen NaNO3……… 30

12. Profil pertumbuhan sel dan Aktivitas Unit pada medium pati singkong dengan sumber nitrogen NH4Cl………. 30

13. Profil pertumbuhan sel dan Aktivitas Unit pada medium pati singkong dengan sumber nitrogen Ekstrak Ragi……… 30

14. Profil pertumbuhan sel dan Aktivitas Unit pada medium pati singkong dengan sumber ion logam FeSO4……… 30


(17)

iv

15. Profil pertumbuhan sel dan Aktivitas Unit pada medium pati singkong dengan sumber ion logam MgSO4……… 33 16. Profil pertumbuhan sel dan Aktivitas Unit pada medium pati singkong

dengan sumber ion logam MnSO4……….. 34 17. Profil pertumbuhan sel dan Aktivitas Unit pada medium pati singkong

dengan sumber ion logam ZnSO4………. 34 18. Profil pertumbuhan sel dan Aktivitas Unit pada medium pati singkong

dengan pH 5……… 34 19. Profil pertumbuhan sel dan Aktivitas Unit pada medium pati singkong

dengan pH 6……… 36 20. Profil pertumbuhan sel dan Aktivitas Unit pada medium pati singkong

dengan pH 7………. 36 21. Profil pertumbuhan sel dan Aktivitas Unit pada medium pati singkong


(18)

v

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Pertumbuhan sel dan produksi enzim isolat LTE-6 pada berbagai medium dengan variasi sumber Karbon ……… 33 2. Pertumbuhan sel dan produksi enzim isolat LTE-6 pada berbagai

medium dengan variasi sumber Nitrogen………... 33 3. Pertumbuhan sel dan produksi enzim isolat LTE-6 pada berbagai

medium dengan variasi sumber Ion Logam ……….. 36 4. Pertumbuhan sel dan produksi enzim isolat LTE-6 pada berbagai

medium dengan variasi sumber pH ………... 36 5. Absorbansi Sel (OD600), Aktivitas Unit, Kadar Protein dan

Aktivitas Spesifik enzim amilase dari isolat LTE-6 pada variasi

komposisi sumber karbon………. . 41 6. Absorbansi Sel (OD600), Aktivitas Unit, Kadar Protein dan

Aktivitas Spesifik enzim amilase dari isolat CP-2 pada variasi

komposisi sumber karbon……… .. 42 7. Absorbansi Sel (OD600), Aktivitas Unit, Kadar Protein dan

Aktivitas Spesifik enzim amilase dari isolat LTE-6 ada variasi

komposisi sumber Nitrogen ………. . 43 8. Absorbansi Sel (OD600), Aktivitas Unit, Kadar Protein dan

Aktivitas Spesifik enzim amilase dari isolat CP-2 pada variasi

komposisi sumber Nitrogen……… ... 44 9. Absorbansi Sel (OD600), Aktivitas Unit, Kadar Protein dan

Aktivitas Spesifik enzim amilase dari isolat LTE-6 pada variasi

komposisi sumber Ion Logam……… 45 10. Absorbansi Sel (OD600), Aktivitas Unit, Kadar Protein dan

Aktivitas Spesifik enzim amilase dari isolat CP-2 pada variasi


(19)

vi

11. Absorbansi Sel (OD600), Aktivitas Unit, Kadar Protein dan Aktivitas Spesifik enzim amilase dari isolat LTE-6 pada variasi

komposisi sumber pH……….. .. 47 12. Absorbansi Sel (OD600), Aktivitas Unit, Kadar Protein dan

Aktivitas Spesifik enzim amilase dari isolat LTE-6 pada variasi

komposisi sumber pH……… 48 13. Kurva kalibrasi Larutan Standar Bovine Serum Albumin……… . 49


(20)

I. PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Enzim adalah katalis yang memiliki keunggulan sifat dapat membantu proses-proses kimia kompleks pada kondisi percobaan yang lunak dan lebih ramah lingkungan (Mateo et al., 2007).

Kelebihan enzim sebagai katalisator antara lain enzim memiliki spesifitas tinggi, mempercepat reaksi kimiawi spesifik tanpa pembentukan senyawa samping, produktivitas tinggi, dan umumnya produk akhir yang terbentuk tidak

terkontaminasi sehingga mengurangi biaya purifikasi (Chaplin dan Bucke, 1990).

Produksi dan perdagangan enzim didominasi oleh kelompok enzim hidrolitik seperti amilase, protease, katalase dan lipase. Kebutuhan amilase di dunia sangat tinggi yaitu mencapai 300 ton enzim murni pertahun yang diproduksi oleh

Bacillus lichineformis dan Aspergillus sp (Sivaramkrisnan et al., 2006).

Amilase merupakan enzim yang bekerja menghidrolisis pati yang dapat dihasilkan oleh bakteri, fungi, tumbuhan dan hewan. Amilase yang dihasilkan oleh bakteri banyak dimanfaatkan dalam industri, terutama industri makanan, minuman, tekstil, farmasi, dan detergen. Hal ini karena umumnya amilase asal bakteri mempunyai aktivitas yang tinggi dan bersifat lebih stabil


(21)

2

dibandingkan yang berasal dari tumbuhan dan hewan. Sebagian besar industri, seperti industri makanan dan minuman menggunakan amilase tahan asam

(Whittaker, 1994).

Pada penelitian sebelumnya (Mulatasih, 2010) diperoleh kondisi optimum pada isolat LTE-6 dengan nilai aktivitas unit 5,47 U/mL dan aktivitas spesifik 349,29 U/mg. Kemudian dilakukan variasi komposisi medium kultur terhadap produksi enzim amilase dari isolat LTE-6 (Fandika, 2011) dengan variasi komposisi berupa variasi sumber N, variasi sumber C, variasi Ion Logam, serta variasi pH sehingga diperoleh hasil dengan nilai aktivitas unit berturut-turut 9,8 U/mL; 10,83 U/mL; 9,5 U/mL; 8,7 U/mL serta dengan aktifitas spesifik berturut-turut 130,70 U/mg; 55,00 U/mg; 15,04 U/mg; 20,90 U/mg. Setelah dilakukan variasi komposisi tersebut, pada ion logam dan pH 6 terjadi penurunan nilai aktivitas unit berturut-turut menjadi 9,5 U/mL; 8,7 U/mL. Hal itu dapat terlihat bahwa terjadinya penurunan produksi enzim amilase dari bacillus sp strain LTE-6. Untuk meyakinkan data hasil penelitian tersebut maka perlu dilakukan penelitian kembali.

Pada penelitian ini telah dilakukan variasi komposisi pada medium kultur menggunakan bakteri isolat LTE-6. Sumber karbon yang digunakan adalah pati singkong kering 1% (w/v). Pengukuran dilakukan dengan spektrofotometer untuk mengetahui pertumbuhan sel dan uji aktivitas enzim menggunakan metode fuwa serta menggunakan metode Lowry untuk kadar proteinnya (Lowry, 1951).


(22)

3

I.2 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk uji ulang data hasil penelitian sebelumnya (Fandika, 2012) tentang bagaimana pengaruh variasi komposisi medium kultur terhadap produksi enzim amilase dari Bacillus sp strain LTE-6.

I.3 Manfaat penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan kondisi optimum medium kultur terhadap produksi enzim amilase Bacillus sp strain LTE-6 sehingga dapat diperoleh enzim yang benar-benar murni. `


(23)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Enzim

Enzim merupakan biokatalisator yang diproduksi oleh jaringan makhluk hidup digunakan untuk mengkatalisis reaksi yang terdapat pada makhluk hidup dan dapat meningkatkan laju reaksi yang terdapat pada jaringan. Enzim juga dapat dikaitkan sebagai unit fungsional dari metabolisme sel, bekerja dengan urutan tertentu, mengkatalisis reaksi bertahap yang berjumlah hingga ratusan yang menyimpan dan mentransformasikan energi kimiawi dan membuat makromolekul dari prekursor yang sederhana (Lehninger, 1990).

1. Klasifikasi Enzim

Enzim digolongkan menurut reaksi yang diikutinya, sedangkan masing-masing enzim diberi nama menurut nama substratnya, misalnya urease, arginase dan lain-lain. Di samping itu ada pula beberapa enzim yang dikenal dengan nama lama misalnya pepsin, tripsin dan lain-lain.

International Union of Biochemistry and Molecular Biology (IUBMB)

mengklasifikasi enzim berdasarkan tipe reaksi yang dikatalisisnya. Berdasarkan tipe reaksi yang dikatalisis itu, enzim dibagi menjadi 6 kelas dan masing-masing kelas terbagi lagi menjadi subkelas (4-13 subkelas) dan dari subkelas dibagi lagi menjadi subsubkelas. Adapun keenam kelas enzim antara lain


(24)

5

1. Oksidoreduktase, mengkatalisis oksidasi dan reduksi. Contoh : alkohol dehidrogenase (EC1.1.1.1)

2. Transferase, mengkatalisis pemindahan gugus seperti : Glikosil, Metil, fosforil, aldehid dan keton. Contoh: ATP

(D-heksosa-6-fosfotransferase/heksokinase) (EC2.7.1.1)

3. Hidrolase, mengkatalisis pemutusan hidrolitik dalam ikatan C-C, C-O, C-N dan ikatan lain. Contoh: Beta-Galaktosidase (EC3.2.1.23).

4. Liase, mengkatalisis pemutusan ikatan C-C, C-O, C-N, dan ikatan lain

dengan eliminasi atom yang menghasilkan ikatan rangkap. Contoh : Fumarat hidratase (Fumarase) (EC4.2.1.2).

5. Isomerase, mengkatalisis perubahan geometrik atau struktural di dalam satu molekul. Contoh: triosafosfat isomerase (EC5.3.1.1).

6. Ligase, mengkatalisis penyatuan dua molekul yang dikaitkan dengan hidrolisis ATP.Contoh: Asetil-KoA-karboksilase (EC6.4.1.2).

Dalam mempelajari mengenai enzim, dikenal beberapa istilah diantaranya

holoenzim, apoenzim, kofaktor, gugus prostetik, koenzim, dan substrat. Apoenzim adalah suatu enzim yang seluruhnya terdiri dari protein, sedangkan holoenzim adalah enzim yang mengandung gugus protein dan gugus non protein. Gugus yang bukan protein tadi dikenal dengan istilah kofaktor. Pada kofaktor ada yang terikat kuat pada protein dan sukar terurai dalam larutan yang disebut gugus prostetik dan adapula yang tidak terikat kuat pada protein sehingga mudah terurai yang disebut koenzim. Baik gugus prostetik maupun koenzim, keduanya

merupakan bagian yang memungkinkan enzim bekerja pada substrat. Substrat merupakan zat-zat yang diubah atau direaksikan oleh enzim (Poedjadi, 2006).


(25)

6

Secara disingkat, sifat-sifat enzim tersebut antara lain (Dwidjoseputro, 1992) berfungsi sebagi biokatalisator, merupakan suatu protein, bersifat khusus atau spesifik, merupakan suatu koloid, jumlah yang dibutuhkan tidak terlalu banyak, serta tidak tahan panas.

Fungsi enzim sebagai katalis untuk reaksi kimia dapat terjadi baik didalam maupun di luar sel. Suatu enzim bekerja secara khas terhadap suatu substrat tertentu. Suatu enzim dapat bekerja 108 sampai 1011 kali lebih cepat

dibandingkan laju reaksi tanpa katalis. Enzim bekerja sebagai katalis dengan cara menurunkan energi aktivasi, sehingga laju reaksi meningkat (Poedjadi, 2006).

2. Mekanisme Kerja Enzim

Prinsip kerja enzim berlangsung dalam dua tahap. Pada tahap pertama, enzim (E) bergabung dengan substrat (S) membentuk kompleks enzim substrat (E-S). Tahap kedua, kompleks enzim-substrat terurai menjadi produk dan enzim bebas.

Terdapat dua model yang diusulkan pada kegiatan enzim dalam mempengaruhi substrat sehingga diperoleh zat hasil, yaitu model kunci dan anak kunci, dan model induced fit.


(26)

7

Gambar 1. Model Kunci dan Anak Kunci (Santoso, 2010)

Pada model kunci dan anak kunci (Gambar 1), substrat atau bagian substrat harus mempunyai bentuk yang sangat tepat dengan sisi katalitik enzim. Substrat ditarik oleh sisi katalitik enzim yang cocok untuk substrat tersebut sehingga terbentuk kompleks enzim substrat.

Pada model induced fit (Gambar 2), lokasi aktif beberapa enzim mempunyai konfigurasi yang tidak kaku. Enzim berubah bentuk menyesuaikan diri dengan bentuk substrat setelah terjadi pengikatan. Jadi, tautan yang cocok pada keduanya dapat diinduksi ketika terbentuk kompleks enzim-substrat.


(27)

8

Gambar 2. Model Induced Fit (Santoso, 2010).

3. Faktor faktor yang dapat mempengaruhi enzim

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi fungsi enzim diantaranya adalah (Dwidjoseputro, 1992) :

a. Suhu

Oleh karena reaksi kimia itu dapat dipengaruhi suhu maka reaksi menggunakan katalis enzim dapat dipengaruhi oleh suhu. Di samping itu, karena enzim adalah suatu protein maka kenaikan suhu dapat menyebabkan denaturasi dan bagian aktif enzim akan terganggu sehingga konsentrasi dan kecepatan enzim berkurang. b. pH

Umumnya enzim efektifitas maksimum pada pH optimum, yang lazimnya berkisar antara pH 4,5-8,0. Pada pH yang terlalu tinggi atau terlalu rendah umumnya enzim menjadi non aktif secara irreversibel karena menjadi denaturasi protein.


(28)

9

c. Konsentrasi enzim

Seperti pada katalis lain, kecepatan suatu reaksi yang menggunakan enzim tergantung pada konsentrasi enzim tersebut. Pada suatu konsentrasi substrat tertentu, kecepatan reaksi bertambah dengan bertambahnya konsentrasi enzim. d. Konsentrasi substrat

Hasil eksperimen menunjukkan bahwa dengan konsentrasi substrat akan

menaikkan kecepat reaksi. Akan tetapi, pada batas tertentu tidak terjadi kecepatan reaksi, walaupn konsenrasi substrat diperbesar.

e. Zat-zat penghambat

Hambatan atau inhibisi suatu reaksi akan berpengaruh terhadap penggabungan substrat pada bagian aktif yang mengalami hambatan.

4. Kinetika Reaksi Enzim

Kinetika enzim adalah salah satu cabang enzimologi yang membahas faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi enzimatis. Salah satu faktor yang

mempengaruhi aktivitas enzim adalah konsentrasi substrat. Konsentrasi substrat dapat divariasikan untuk mempelajari mekanisme suatu reaksi enzim, yakni bagaimana tahap-tahap terjadinya pengikatan substrat oleh enzim maupun pelepasan produknya (Suhartono, 1989).

Untuk mempermudah menghitung konsentrasi substrat yang diperlukan dalam mencapai kecepatan maksimum, digunakan tetapan Michaelis-Menten (KM). Berdasarkan pada grafik laju reaksi-konsentrasi substrat diperoleh suatu persamaan yang disebut persamaan Michaelis-Menten. (Page, 1997)


(29)

10

Cara lain untuk menentukan harga Vmaks dan KM adalah membuat grafik antara 1/V dengan 1/S. Persamaan Michaelis-Menten menjadi:

Persamaan tersebut dikenal dengan Lineweaver-Burk yang yang digunakan untuk menentukan Vmaks dan KM (Poedjadi, 1994). Grafik persamaan Lineweaver-Burk dapat dilihat pada gambar berikut (Gambar 3).

Gambar 3. Lineweaver-Burk

B. Amilase

Amilase merupakan enzim pemecah pati, glikogen dan polisakarida lain dengan cara menghidrolisis ikatan glikosidik α-1,4 atau ikatan glikosidik α-1,6. Amilase dibagi menjadi empat golongan, yaitu: α-amilase, -amilase, glukoamilase dan enzim pemutus cabang. Berdasarkan produk akhir hidrolisisnya, enzim amilase dibagi menjadi α-amilase sakarifikasi dan amilase likuifikasi. Golongan pertama


(30)

11

memberikan produk akhir gula bebas sedangkan golongan kedua adalah enzim yang memecah pati tetapi tidak menghasilkan gula bebas, kedua golongan amilase ini dibedakan secara eksperimen (Crueger, 1984).

Enzim α-amilase (α-1,4 glukan-glukanhidrolase), termasuk enzim pemecah dari dalam molekul, bekerja menghidrolisis dengan cepat ikatan α-1,4 glukosida pada pati. Berat molekul α-amilase ± 50 kDa (Suhartono, 1989). Enzim ini banyak digunakan pada industri sirup, sari buah, dan selai. Enzim α-amilase mengandung paling sedikit 1 atom kalsium permolekul dan melekat dengan erat pada molekul enzim. Adanya kalsium tersebut menyebabkan enzim ini disebut “calcim metal

coenzyme” (Judoamidjojo dkk., 1989). Ion kalsium ini penting untuk stabilitas

dan aktivitas enzim. Afinitas ion kalsium pada α-amilase lebih kuat dari kation lain. Masih belum jelas apakah ion kalsium dapat diganti oleh kation-kation lain (Vihinen and Mantsala, 1989).

Mekanisme kerja enzim α-amilase pada amilosa dibagi dalam dua tahap, pertama degradasi secara cepat molekul amilosa menjadi maltosa dan maltotriosa yang terjadi secara acak. Pada tahap ini terjadi penurunan kekentalan dengan cepat. Tahap kedua, degradasi α-amilase pada amilosa menghasilkan glukosa dan maltosa dengan laju lebih lambat dan tidak secara acak (Winarno, 1995). Aktivitas α-amilase dapat diukur berdasarkan penurunan kadar pati yang larut, kadar dekstrin yang terbentuk, dan pengukuran viskositas atau jumlah gula pereduksi yang terbentuk (Judoamidjojo dkk., 1989).

-amilase ( -1,4 glukan maltohidrolase), memutus dari luar molekul dan


(31)

12

Bila tiba pada ikatan α-1,6 glikosida seperti yang dijumpai pada amilopektin atau glikogen, aktivitas enzim ini akan terhenti. Enzim ini bekerja pada ikatan α-1,4 dengan menginversi konfigurasi posisi atom C (1) atau atom C nomor 1 molekul glukosa dari α menjadi . Enzim -amilase memiliki pH optimum antara 5-6 (Judoamidjojo dkk., 1989).

Gamma amilase ( –amilase), EC.3.2.1.3. disebut juga glukan 1,4-α–glukosidase, amiloglukosidase, ekso-1,4-α–glukosidase, lisosomal α-glukosidase,

glukoamilase, 1,4-α-D-glukan glukohidrolase. Merupakan pemutus terakhir ikatan glikosida pada bagi ujung nonreduksi dari amilosa dan amilopektin untuk menghasilkan unit glukosa.

Pullulanase, EC.3.2.1.41. merupakan enzim pemutus cabang, menghidrolisis hanya pada ikatan α-1,6 glikosida, seperti pullulan 6-glukanohydrolase. α -Glukosidase, EC.γ.β.1.β0. Memutus ikatan α-1,4 glikosida dari molekul amilosa ataupun amilopektin menjadi rantai-rantai pendek oligosakarida (Hagihara et al., 2001).

Berdasarkan arah memutusnya ikatan glikosida dari amilum, maka enzim amilase dapat dikategorikan menjadi 2 kelompok (Reddy et al., 2003) yaitu endoamilase dan ektoamilase. Endoamilase melakukan hidrolisis secara acak dari bagian depan molekul amilum sehingga menghasilkan molekul oligosakarida dalam bentuk rantai lurus maupun bercabang dengan panjang rantai yang bervariasi sedangkan ektoamilase melakukan hidrolisis dari ujung nonreduksi dan dengan produk akhir molekul yang pendek.


(32)

13

Komposisi dan konsentrasi media sangat mempengaruhi produksi dari enzim amilase ekstraseluler pada bakteri, yeast, dan Aspergillus sp. Shinke dalam Srivastava (2008) menyatakan bahwa komposisi medium sangat mempengaruhi produksi amilase, seperti halnya sporulasi pada Bacillus cereus. Keberadaan pati akan menginduksi produksi amilase. Keadaan lingkungan dan sumber nitrogen pada media kultur juga akan mempengaruhi pertumbuhan produksi amilase. Disamping karbon dan nitrogen, sodium dan garam potassium, ion metal, dan detergen juga akan mempengaruhi produksi amilase dan pertumbuhan

mikroorganisme (Srivastava, 2008).

Aktivitas enzim α-amilase ditentukan dengan mengukur penurunan kadar pati yang larut dengan menggunakan substrat jenuh. Kejenuhan pati berpengaruh terhadap laju reaksi enzimatis. Apabila larutan pati terlalu jenuh maka enzim sulit terdifusi ke dalam larutan sehingga kerja enzim akan terhambat (Winarno, 1995).

C. Pati atau Amilum

Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin (Winarno, 1984). Struktur amilosa merupakan struktur lurus dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa. Amilopektin terdiri dari struktur bercabang dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa dan titik percabangan amilopektin merupakan ikatan α-(1,6). Berat molekul amilosa dari beberapa ribu hingga 500.000, begitu pula dengan amilopektin (Lehninger, 1982).

Amilopektin, suatu polisakarida yang jauh lebih besar daripada amilosa, mengandung 1000 satuan glukosa atau lebih per molekul. Seperti rantai dalam


(33)

14

amilosa, rantai utama dari amilopektin mengandung 1,4-α-D-glukosa. Tidak seperti amilosa, amilopektin bercabang sehingga terdapat satu glukosa ujung untuk kira-kira tiap 25 satuan glukosa. Ikatan pada titik percabangan adalah 1,6-α-glikosida. Bila amilopektin dihidrolisis lengkap maka akan terbentuk D-glukosa. Hidrolisis tak lengkap menghasilkan suatu campuran disakarida atau campuran oligosakarida. Campuran disakarida hasil hidrolisis berupa maltosa dan isomaltosa sedangkan campuran oligosakarida berupa dekstrin (Fessenden dan Fessenden, 1982).

Gambar 4. Struktur amilosa dan amilocpektin.

Pati termasuk karbohidrat jenis polisakarida. Polisakarida ini banyak terdapat di alam yang sebagian besar terdapat di dalam tumbuhan (Poedjiadi, 1994). Pada


(34)

15

tumbuhan, pati merupakan simpanan karbohidrat yang dihasilkan dari proses fotosintesis. Bagi hewan dan manusia, pati merupakan sumber karbohidrat utama yang banyak dikonsumsi sebagai sumber energi yang penting.

Pati atau amilum bersifat tidak larut dalam air pada suhu kamar, berwujud bubuk putih, tidak berasa dan tidak berbau. Di dalam tumbuhan, pati disimpan dalam sel sebagai granula kecil yang dapat dilihat di bawah mikroskop. Bentuk granula pati berbeda-beda tergantung dari tumbuhan sumber patinya. Pati singkong memiliki granula dengan ukuran 5-35 μm dengan rata-rata ukurannya diatas 17 μm

(Samsuri, 2008).

Pati bereaksi dengan iodium membentuk kompleks berwarna biru kehitaman. Kompleks warna ini terjadi bila molekul iodium masuk ke dalam bagian kosong pada molekul zat pati (amilosa) yang berbentuk spiral. Proses iodinisasi zat pati menghasilkan molekul yang mengabsorbsi semua cahaya, kecuali warna biru. Bila zat pati telah diuraikan menjadi maltose atau glukosa, warna biru tidak terjadi lagi karena tidak adanya bentuk spiral pati (Lay, 1994)

D. Bakteri

Ada tiga bentuk dasar bakteri, yaitu bentuk bulat atau kokus, bentuk batang silindris, bentuk lengkung atau vibri. Bentuk bulat atau kokus dapat dibedakan dalam : mikrokokus, diplokokus, streptokokus, tetrakokus, sarsina dan stafilo kokus. Bakteri berbentuk batang dapat dibedakan ke dalam bentuk batang

panjang dan batang pendek dengan ujung datar atau lengkung. Bakteri berbentuk lengkung dapat dibagi menjadi bentuk koma (vibrio), jika lengkungnya kurang


(35)

16

dari setengah lingkaran. Bentuk bakteri dipengaruhi oleh umur dan syarat pertumbuhan tertentu (Hidayat dkk., 2006).

1. Nutrien untuk Pertumbuhan Bakteri

Kebutuhan nutrien harus meliputi unsur makro esensial dan mikro esensial yang terlibat baik dalam proses metabolisme sel juga untuk mengaktifkan enzim, mensintesis vitamin dan berperan dalam sporulasi. Nutrien dasar bagi

mikroorganisme harus mengandung sumber energi untuk tumbuh seperti unsur karbon, nitrogen, dan logam. Nutrien yang tergolong sumber energi adalah senyawa hasil oksidasi dari lemak, protein, amonium, karbohidrat, dan gula sederhana. Kebutuhan sumber karbon dapat dipenuhi dengan adanya CO2 atau senyawa seperti gula, pati, dan karbohidrat lain. Kebutuhan akan nitrogen dapat dipenuhi oleh NH4+ atau senyawa nitrat organik/anorganik. Untuk pertumbuhan normal mikroorganisme membutuhkan ion logam yang berfungsi sebagai kofaktor (Suhartono, 1989).

Histidin, ditiotreitol dan merkaptoetanol merupakan senyawa yang berperan sebagai kofaktor enzim ini. Selain itu beberapa logam juga dapat berperan sebagai kofaktor antara lain Ca2+, Ba2+, Mn2+, Ag+, dan Fe2+. Sedangkan Hg2+, Cu2+, Mg2+, Rb2+, Fe3+, Al3+, Cd2+ dan Ni2+merupakan inhibitor enzim α-amilase (Schomburg and Salzmann, 1991).

2. Fase Pertumbuhan Bakteri

Suatu mikroorganisme mempunyai siklus pertumbuhan tertentu tergantung produk yang akan dihasilkan. Pertumbuhan mikroorganisme dibagi dalam


(36)

17

dan fase kematian. Fase adaptasi, sel-sel bakteri mulai membesar namun belum mengadakan pembiakan. Pada fase ini bakteri baru menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Fase lag, bakteri mulai membelah diri, tetapi waktu generasinya masih panjang. Fase statisioner, jumlah bakteri yang dihasilkan sama dengan jumlah bakteri yang mati sehingga jumlah sel bakteri yang hidup menjadi konstan. Fase kematian, jumlah bakteri yang mati makin banyak sedangkan kecepatan pembelahannya jadi nol (Irianto, 2006).

3. Karakteritik Bakteri Isolat LTE-6

Hasil penelitian yang telah dilakukan (Mulatasih, 2010) pada isolat LTE-6 di bawah mikroskop, isolat tersebut berbentuk basil dan merupakan bakteri dengan Gram negatif. Bakteri Gram negatif mampu mengikat cat warna utama dengan tidak kuat sehingga dapat dilunturkan oleh peluntur cat dan dapat diwarnai oleh cat lawan. Pada pengamatan mikroskopik sel-sel bakteri ini akan berwarna merah.


(37)

18

Metode yang digunakan Fuwa (1954), Marshall dan Lauda (1975), dan Xiao et al. (β006) dalam mengukur aktivitas enzim α-amilase adalah dengan mengukur warna kompleks iodin dengan pati. Semakin besar aktivitas penghambatan phaseolamin, maka jumlah pati yang terhidrolisis semakin sedikit sehingga komplek iodin dengan pati yang terbentuk semakin banyak dan menghasilkan warna biru. Warna kompleks tersebut dapat dikuantifikasi dengan pengukuran menggunakan spektrofotometer.

f. Spektrofotometer

Spektrofotometri merupakan suatu metode analisis yang didasarkan pada pengukuran serapan sinar makromatis oleh suatu lajur larutan berwarna pada panjang gelombang spesifik dengan menggunakan monokromator prisma atau kisi difraksi dengan fototube atau tabung foton hampa. Alat yang digunakan adalah spektrofotometer, yaitu suatu alat yang di gunakan untuk menentukan suatu senyawa baik secara kuantitatif maupun kualitatif dengan mengukur transmitan atau absorbansi dari suatu cuplikan sebagai fungsi dari konsentrasi. Pada titrasi spektrofotometri, sinar yang digunakan merupakan satu berkas yang panjangnya tidak berbeda banyak antara satu dengan yang lainnya, sedangkan dalam

kalorimetri perbedaan panjang gelombang dapat lebih besar. Dalam hubungan ini dapat disebut juga spektrofotometri adsorbsi atomic (Hardjadi, 1990).

Spektrofotometer menghasilkan sinar dan spectrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau diabsorbsi. Kebetulan spektrofotometer dibandingkan dengan fotometer


(38)

19

adalah panjang gelombang dari sinar putih dapat lebih terseleksi dan ini diperoleh dengan alat pengurai seperti prisma, grating, atau celah optis. Pada fotometer filter dari berbagai warna yang mempunyai spesifikasi melewatkan trayek panjang gelombang tertentu. Pada fotometer filter tidak mungkin diperoleh panjang gelombang 30-40 nm. Sedangkan pada spektrofotometer, panjang gelombang yang benar-benar terseleksi dapat diperoleh dengan bantuan alat pengurai cahaya seperti prisma. Suatu spektrofotometer tersusun dari sumber spektrum tampak yang kontinyu, monokromator, sel pengabsorbsi untuk larutan sampel blanko dan suatu alat untuk mengukur perbedaan absorbsi antara sampel dan blanko ataupun pembanding (Khopkar, 2002).

Sinar yang melewati suatu larutan akan terserap oleh senyawa-senyawa dalam larutan tersebut. Intensitas sinar yang diserap tergantung pada jenis senyawa yang ada, konsentrasi dan tebal atau panjang larutan tersebut. Makin tinggi konsentrasi suatu senyawa dalam larutan, makin banyak sinar yang diserap.

Spektrofotometri terdiri dari beberapa jenis berdasar sumber cahaya yang digunakan. Diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Spektrofotometri Visible

Pada spektrofotometri ini yang digunakan sebagai sumber sinar atau energi adalah cahaya tampak (visible). Cahaya variable termasuk spektrum elektromagnetik yang dapat ditangkap oleh mata manusia. Panjang gelombang sinar tampak adalah 380-750 nm. Sehingga semua sinar yang didapat berwarna putih, merah, biru, hijau, apapun itu, selama ia dapat dilihat oleh mata. Maka sinar tersebut termasuk dalam sinar tampak (visible). Sumber sinar tampak yang umumnya


(39)

20

dipakai pada spektro visible adalah lampu Tungsten. Tungsten yang dikenal juga dengan nama Wolform merupakan unsur kimia dengan simbol W dan nomor atom 74. Tungsten memiliki titik didih yang tinggi (34 22oC) dibanding logam lainnya. Karena sifat inilah maka ia digunakan sebagai sumber lampu. Sampel yang dapat dianalisa dengan metode ini hanya sample yang memiliki warna. Hal ini menjadi kelemahan tersendiri dari metode spektrofotometri visible. Oleh karena itu, untuk sampel yang tidak memiliki warna harus terlebih dahulu dibuat berwarna dengan menggunakan reagen spesifik yang akan menghasilkan senyawa berwarna. Reagen yang digunakan harus benar-benar spesifik hanya bereaksi dengan analat yang akan dianalisa. Selain itu juga produk senyawa berwarna yang dihasilkan harus benar-benar stabil.

2. Spektrofotometri UV (Ultraviolet) Berbeda dengan spektrofotometri visible, pada spektrofotometri UV berdasarkan interaksi sampel dengan sinar UV. Sinar UV memiliki panjang gelombang 190-380 nm. Sebagai sumber sinar dapat digunakan lampu deuterium. Deuterium disebut juga heavy hidrogen. Dia merupakan isotop hidrogen yang stabil yang terdapat berlimpah dilaut dan daratan. Inti atom deuterium mempunyai satu proton dan satu neutron, sementara hidrogen hanya memiliki satu proton dan tidak memiliki neutrron. Nama deuterium diambil dari bahasa Yunani, deuteras yang berarti dua, mengacu pada intinya yang memiliki 2 partikel. Karena sinar UV tidak dapat dideteksi dengan mata kita maka senyawa yang dapat menyerap sinar ini terkadang merupakan senyawa yang tidak memiliki warna, bening dan

transparan. Oleh karena itu, sampel tidak berwarna tidak perlu dibuat berwarna dengan penambahan reagen tertentu. Bahkan sampel dapat langsung dianalisa


(40)

21

meskipun tanpa preparasi. Namun perlu diingat, sampel keruh tetap harus dibuat jernih dengan filtrasi atau sentifungi. Prinsip dasar pada spektrofotometri adalah sampel harus jernih dan larut sempurna. Tidak ada partikel koloid/ suspensi.

3. Spektrofotometri UV Vis

Merupakan alat dengan teknik spektrofotometer pada daerah ultra-violet dan sinar tampak. Alat ini digunakan mengukur serapan sinar ultra violet atau sinar tampak oleh suatu materi dalam bentuk larutan. Konsentrasi larutan yang dianalisis sebanding dengan jumlah sinar yang diserap oleh zat yang terdapat dalam larutan tersebut. Dalam hal ini, hukum Lamber beer dapat menyatakan hubungan antara serapan cahaya dengan konsentrasi zat dalam larutan. Dibawah ini adalah

persamaan Lamber beer:

A = - log T = ε.b.c Dimana :

A = Absorbansi

T = Transmitan ε = absorvitas molar (Lcm-4

. mol-1) c = panjang sel (cm) b = konsentrasi zat (mol/jam)

Pada spektrofotometer UV-Vis, warna yang diserap oleh suatu senyawa atau unsur adalah warna komplementer dari warna yang teramati. Hal tersebut dapat diketahui dari larutan berwarna yang memiliki serapan maksimum pada warna komplementernya. Namun apabila larutan berwarna dilewati radiasi atau cahaya


(41)

22

putih, maka radiasi tersebut pada panjang gelombang tertentu, akan secara selektif sedangkan radiasi yang tidak diserap akan diteruskan (Underwood, 1986)


(42)

23

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 sampai bulan Desember 2012 di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

B. Alat dan Bahan

Alat-alat yang akan digunakan dalam penelitian ini antara lain spektrofotometer UV-Vis, sentrifuga, mikropipet, shaker (orbit environ shaker), laminar air flow, pH meter, pH universal, autoklaf, jarum ose, pembakar spiritus, neraca analitik dan alat-alat gelas laboratorium lainnya.

Bahan-bahan yang akan digunakan adalah pati singkong, glukosa, fruktosa, arabinosa, gula, pepton, Yeast Ekstrak, NH4Cl, NaCl, K2HPO4, KH2PO4,

MgSO4.7H2O, MnSO4.H2O, FeSO4, (NH4)2HPO4,ZnSO4, NaOH, pereaksi iodin, BSA (Bovine Serum Albumin), Na2CO3, Na-K- tartarat, CuSO4.5H2O, reagen folin ciocelteau, alkohol, spiritus, akuades serta isolat LTE-6.


(43)

24

C. Prosedur Penelitian 1. Peremajaan Isolat LTE-6

Peremajaan isolat LTE-6 dilakukan dengan cara memasukan 2,8 gram Nutrien Agar (NA) dalam 100 ml air. Larutan dipanaskan hingga larutan jernih dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 5 mL. kemudian dilakukan

sterilisasi,dimiringkan dan didiamkan pada suhu kamar. Setelah media memadat dilakukan inokulasi bakteri isolat LTE-6 pada media agar miring. Kemudian diinkubasi selama 3 hari dalam inkubator.

2. Penyiapan Medium dan Pereaksi a. Penyiapan Medium Kultur

Medium yang digunakan adalah medium yangdalam setiap 100 ml mengandung 1% (w/v) pati singkong, 0,05% (w/v) K2HPO4, dan 0,05% (w/v) KH2PO4, kemudian medium diatur pada pH 6.0

b. Pembuatan Pereaksi untuk Pengukuran Aktivitas Enzim Amilase Metode Fuwa (Fuwa, 1954)

Pembuatan pereaksi iodin yaitu dengan cara melarutkan 3 g KI dengan sedikit akuades di dalam labu takar 100 mL, lalu ditambahkan 0,3 g I2 dan ditambahkan dengan akuades hingga tanda batas.

Pembuatan larutan pati yaitu dengan cara memasukkan 0,5 gram pati ke dalam labu takar 100 mL kemudian ditambahkan 0,1 M buffer asetat hingga tanda batas, lalu dipanaskan.


(44)

25

c. Pembuatan Pereaksi Lowry untuk Pengukuran Kadar Protein (Lowry et al., 1951).

Pereaksi Lowry terdiri atas 4 macam, yang meliputi pereaksi A,B,C, dan D. Pereaksi A dapat dibuat dengan cara melarutkan 2 g Na2CO3 dengan 100 mL NaOH 0,1N. Pereaksi B dapat dibuat dengan cara menambahkan 5 ml CuSO4.5H2O 1% (w/v) ke dalam 5 mL larutan Na-K-tartarat 1%. Pereaksi C dapat dibuat dengan cara menambahkan 2 mL pereaksi B dengan 100 mL pereaksi A. Pereaksi D dapat dibuat dengan cara mengencerkan reagen folin-ciocelteau dengan akuades 1:1.

3. Pembuatan Medium Nutrien Broth (NB)

Medium NB dibuat dengan komposisi 0,3% (w/v) ekstrak ragi, 0,5% (w/v) pepton dan 0,5 % NaCl, kemudian disterilisasi. Medium NB digunakan sebagai

penyiapan inokulum (starter) dengan cara menginokulasikan 1 ose mikroba dari isolat LTE-6 masing-masing ke dalam erlenmeyer yang telah berisi medium NB cair steril yang telah berusia 3 hari kedalam masing-masing erlenmeyer yang berisi 5 mL medium NB. Setelah diinokulasi, biakan diinkubasi pada shaker dengan kecepatan 95 rpm pada suhu 37oC selama 1 malam (overnight: 16-20 jam).

4. Penentuan Pertumbuhan Sel (OD)

Penentuan Pertumbuhan sel bakteri digunakan untuk mengetahui pertumbuhan dari sel bakteri. Sebanyak 0,3 mL kultur dimasukkan kedalam tabung reaksi kemudian ditambahkan 2,7 mL akuades lalu diukur serapannya menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 600 nm.


(45)

26

5. Penentuan Kadar Protein

Metode Lowry digunakan untuk mengetahui kadar protein (Lowry et al., 1951). Sebanyak 0,1 mL enzim ditambahkan 0,9 mL akuades lalu direaksikan dengan 5 mL pereaksi C. Campuran diaduk secara merata dan dibiarkan selama 10 menit pada suhu kamar. Kemudian ditambahkan dengan cepat 0,5 mL pereaksi D dan diaduk dengan sempurna. Setelah itu didiamkan selama 30 menit pada suhu kamar. Untuk kontrol sama dengan perlakuan pada sampel. Pengukuran serapan dilakukan pada 600 nm. Konsentrasi protein enzim ditentukan dengan

menggunakan kurva standar Bovine Serum Albumin (BSA).

6. Penentuan Aktivitas Enzim

Aktivitas α-amilase ditentukan oleh metode iodin (Fuwa, 1954). Pati soluble 0,5% di dalam buffer asetat 0,1 M sebanyak 300 L ditambahkan dengan enzim sebanyak 100 L dipanaskan pada suhu 55oC selama 10 menit lalu ditambahkan 0,2 M HCl sebanyak 4 mL, ditambahkan larutan iodin 0,5 mL, dan ditambahkan H2O hingga volumenya 10 mL, lalu diukur dengan spektrofotometer UV-Vis pada

max 700 nm. Kontrol dibuat dengan cara memanaskan enzim pada suhu 100oC selama 30 menit. Aktivitas unit dihitung dari jumlah enzim yang mereduksi warna biru 10% permenit.

7. Variasi komposisi a. Sumber Karbon (C)

Sumber C yang digunakan adalah glukosa, fruktosa, arabinosa, dan gula. Masing-masing sumber C sebesar 0,5% (w/v) ditambahkan ke dalam medium standar. Medium kultur dengan komposisi tersebut kemudian diinokulasi dengan starter


(46)

27

dan ditumbuhkan seperti yang dijelaskan pada prosedur 4. Sampling dilakukan pada rentang waktu 12, 24, 36, 48, 60, dan 72 jam. Sampel kultur diukur nilai OD, kadar protein, dan aktivitas enzim seperti pada prosedur 4, 5 dan 6.

b. Sumber Nitrogen (N)

Sumber N yang digunakan adalah pepton, NaNO3, NH4Cl,dan ekstrak ragi. Masing-masing sumber N sebanyak 0,5% (w/v) ditambahkan ke dalam medium tanpa perlakuan Medium kultur dengan komposisi tersebut kemudian diinokulasi dengan starter dan ditumbuhkan seperti yang dijelaskan pada prosedur 4.

Sampling dilakukan pada setiap 12 jam selama 72 jam. Sampel kultur diukur nilai OD, kadar protein, dan aktivitas enzim seperti pada prosedur 4, 5 dan 6.

c. Ion Logam

Sumber ion logam yang digunakan adalah MgSO4, ZnSO4, MnSO4, dan FeSO4. Masing-masing sumber ion logam sebanyak 0,01 % (w/v) ditambahkan ke dalam medium tanpa perlakuan. Medium kultur dengan komposisi tersebut kemudian diinokulasi dengan starter dan ditumbuhkan seperti yang dijelaskan pada prosedur 4. Sampling dilakukan pada rentang waktu 12, 24, 36, 48, 60, dan 72 jam. Sampel kultur diukur nilai OD, kadar protein, dan aktivitas enzim seperti pada prosedur 4, 5 dan 6. Untuk sumber ion logam terbaik kemudian dilakukan uji variasi pH.

d. Variasi pH

Medium yang digunakan untuk menginokulasi bakteri divariasikan pHnya yaitu pH 5, pH 6, pH 7 dan pH 8. Medium kultur dengan komposisi tersebut kemudian diinokulasi dengan starter dan ditumbuhkan seperti yang dijelaskan pada prosedur


(47)

28

4. Sampling dilakukan pada rentang waktu 12, 24, 36, 48, 60, 72 jam. Sampel kultur diukur nilai OD, kadar protein dan aktivitas enzim seperti pada prosedur 3, 5 dan 6.


(48)

SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Kondisi optimum isolat LTE-6 dalam memproduksi enzim amilase berada pada pH 7 dengan nilai aktivitas unit dan spesifik yang dihasilkan secara berurutan yaitu 9,961 U/ml dan 36,11 U/mg

2. Pada medium pati singkong setelah dilakukan variasi komposisi sumber Karbon, Nitrogen, Ion logam dan pH terjadi peningkatan pertumbuhan dan aktivitas unit enzim amilase.

3. Pada sumber variasi sumber Karbon, Nitrogen, ion logam dan pH berturut-turut terbaik terdapat pada gula, pepton, Mg dan pada pH 7.

B. SARAN

Kondisi optimum yang diperoleh pada penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk tahap pemurnian enzim amilase terhadap isolat LTE-6 dalam skala besar.


(49)

DAFTAR PUSTAKA

Crueger, W. and A. Crueger. 1984. Biotechnology A Text Book of Industrial Microbiology. Translated by Caroline Haessly. Science Tech. Madison. De Carvalho, R.V., Correa,T and da Silva, J. 2008. Properties of An Amylase

From Thermophillic Bacillus sp. Brazillian Journal of Microbiology. 39: 102-107.

Chaplin, M.F., and Bucke. 1990. Enzyme Technology. Cambridge University Dwidjoseputro, D. 1992. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan. Jakarta. Fuwa, H. 1954. A New Method For Microdetermination of Amylase Activity by

The Use of Amylose As The Substrate. J Biochem. Tokyo. 41. 583-603. Fandika, K. 2011. Pengaruh Beberapa Faktor pada Medium Kultur Terhadap

Produksi Enzim Amilase dari Bakteri Amilolitik Isolat Lokal. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung

Hagihara, H., Igarashi, K and Hayashi, Y. 2001. Novel α-amylase that is highlyn Resistant to chelating reagents and chemical oxidants from the Alkaliphilic Bacillus Isolate KSM-K38. Applied and Environmental Microbiology. 67:1744–1750.

Hidayat, N., M.C Padaga dan S. Suhartini. 2006. Mikrobiologi Industri. Penerbit ANDI. Yogyakarta.

Judoamidjojo, R. M., Gumbira, Hartoto. L. 1989. Biokonversi. Depdikbud Dirjen Dikti. PAU Bioteknologi IPB. Bogor.

Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Lehninger, A.L. 1990. Dasar-Dasar Biokimia. Penerjemah: Maggy Thenawidjaya. Erlangga. Jakarta.

Lay, B.W. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 168.

Lowry, O.H., N.J., Rosebrough, A.L., Farr, and R.J. Randall. 1951. Protein Measurement With The Folin Phenol Reagent. J. Biol. Chem. 193-265.


(50)

Mateo, C,, JM. Palomo, GF, lorente, J.M. Guisan and R.F. Lafuente, 2007, “ Impovement of Enzyme Activity and Selectivity via Immobilization

Techniquez” Enzym Microb Techmol 40, 1451 – 1463.

Meryandini, A. 2009. Isolasi bakteri selulolitik dan karakterisasi enzimnya. Makara Sains 2009; 13: 33-38.

Mulatasih, E.R. 2010. Penapisan dan Optimasi Bakteri Amilolitik Isolat Lokal dari Pabrik Tapioka untuk degradasi Pati Singkong Segar.Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Page, D.S. 1997. Prinsip-Prinsip Biokimia. Erlangga. Jakarta. 465. Palmer, T. 1985. Understanding Enzyme. Ellishorwood Publisher. Poedjadi, A. 2006. Dasar-Dasar Biokimia. UI Press. Jakarta. Reddy, N.S., Nimmagadda, A. and Rao,K.R. 2003. An Overview of

Themicrobial α-Amylase Family. African Journal of Biotechnology. 2: 645–648.

Schomburg, D and Salzmann, M. 1991. Enzyme Handbook 4. Springer. Verlag Berlin Heidelberg.

Sivaramakrishnan, S. Gangadharan, D. Nampoothiri, K.D. Sossol, C.R. and Pandey, A. 2006. Α-amylase from microbial sources an overview on recent developments. Food. Technol. Biotechnol. 44:173-184.

Reddy, N.S., Nimmagadda, A. and Rao,K.R. 2003. An Overview of

Themicrobial α-Amylase Family. African Journal of Biotechnology. 2: 645–648

Santoso. 2010. Enzimologi. Seri Buku Kuliah Biokimia Kedokteran I. Semarang. Suhartono, M.T. 1989. Enzim dan Bioteknologi. Depdikbud Dirjen Dikti Antar

Universitas Bioteknologi IPB. Bogor.

Underwood, A. L., Day, R. A. 2002. Analisa Kimia Kuantitatif Edisi Kelima. Erlangga. Jakarta.

Vihinen, M. and P. Manstala. 1989. Site-directed Mutagenesis of a

Thermostable α-amylase from Bacillus stearothermophillus: Putative Role of Three Coserved Residues, Crit. Rev. Biochem. Mol. Biol., 24: 329-415. Winarno, F.G. 1995. Enzim Pangan. PT Gramedia Pustaka Umum. Jakarta.

115.

Whittaker, JR. 1994. Principles of Enzymology for the Food Sciences. New York: Marcel Dekker Inc.


(51)

Wirahadikusumah, M. 1989. Biokimia; Protein, Enzim dan Asam Nukleat. Penerbit ITB. Bandung.


(1)

27

dan ditumbuhkan seperti yang dijelaskan pada prosedur 4. Sampling dilakukan pada rentang waktu 12, 24, 36, 48, 60, dan 72 jam. Sampel kultur diukur nilai OD, kadar protein, dan aktivitas enzim seperti pada prosedur 4, 5 dan 6.

b. Sumber Nitrogen (N)

Sumber N yang digunakan adalah pepton, NaNO3, NH4Cl,dan ekstrak ragi. Masing-masing sumber N sebanyak 0,5% (w/v) ditambahkan ke dalam medium tanpa perlakuan Medium kultur dengan komposisi tersebut kemudian diinokulasi dengan starter dan ditumbuhkan seperti yang dijelaskan pada prosedur 4.

Sampling dilakukan pada setiap 12 jam selama 72 jam. Sampel kultur diukur nilai OD, kadar protein, dan aktivitas enzim seperti pada prosedur 4, 5 dan 6.

c. Ion Logam

Sumber ion logam yang digunakan adalah MgSO4, ZnSO4, MnSO4, dan FeSO4. Masing-masing sumber ion logam sebanyak 0,01 % (w/v) ditambahkan ke dalam medium tanpa perlakuan. Medium kultur dengan komposisi tersebut kemudian diinokulasi dengan starter dan ditumbuhkan seperti yang dijelaskan pada prosedur 4. Sampling dilakukan pada rentang waktu 12, 24, 36, 48, 60, dan 72 jam. Sampel kultur diukur nilai OD, kadar protein, dan aktivitas enzim seperti pada prosedur 4, 5 dan 6. Untuk sumber ion logam terbaik kemudian dilakukan uji variasi pH.

d. Variasi pH

Medium yang digunakan untuk menginokulasi bakteri divariasikan pHnya yaitu pH 5, pH 6, pH 7 dan pH 8. Medium kultur dengan komposisi tersebut kemudian diinokulasi dengan starter dan ditumbuhkan seperti yang dijelaskan pada prosedur


(2)

28

4. Sampling dilakukan pada rentang waktu 12, 24, 36, 48, 60, 72 jam. Sampel kultur diukur nilai OD, kadar protein dan aktivitas enzim seperti pada prosedur 3, 5 dan 6.


(3)

SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Kondisi optimum isolat LTE-6 dalam memproduksi enzim amilase berada pada pH 7 dengan nilai aktivitas unit dan spesifik yang dihasilkan secara berurutan yaitu 9,961 U/ml dan 36,11 U/mg

2. Pada medium pati singkong setelah dilakukan variasi komposisi sumber Karbon, Nitrogen, Ion logam dan pH terjadi peningkatan pertumbuhan dan aktivitas unit enzim amilase.

3. Pada sumber variasi sumber Karbon, Nitrogen, ion logam dan pH berturut-turut terbaik terdapat pada gula, pepton, Mg dan pada pH 7.

B. SARAN

Kondisi optimum yang diperoleh pada penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk tahap pemurnian enzim amilase terhadap isolat LTE-6 dalam skala besar.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Crueger, W. and A. Crueger. 1984. Biotechnology A Text Book of Industrial Microbiology. Translated by Caroline Haessly. Science Tech. Madison. De Carvalho, R.V., Correa,T and da Silva, J. 2008. Properties of An Amylase

From Thermophillic Bacillus sp. Brazillian Journal of Microbiology. 39: 102-107.

Chaplin, M.F., and Bucke. 1990. Enzyme Technology. Cambridge University Dwidjoseputro, D. 1992. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan. Jakarta. Fuwa, H. 1954. A New Method For Microdetermination of Amylase Activity by

The Use of Amylose As The Substrate. J Biochem. Tokyo. 41. 583-603. Fandika, K. 2011. Pengaruh Beberapa Faktor pada Medium Kultur Terhadap

Produksi Enzim Amilase dari Bakteri Amilolitik Isolat Lokal. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung

Hagihara, H., Igarashi, K and Hayashi, Y. 2001. Novel α-amylase that is highlyn Resistant to chelating reagents and chemical oxidants from the Alkaliphilic Bacillus Isolate KSM-K38. Applied and Environmental Microbiology. 67:1744–1750.

Hidayat, N., M.C Padaga dan S. Suhartini. 2006. Mikrobiologi Industri. Penerbit ANDI. Yogyakarta.

Judoamidjojo, R. M., Gumbira, Hartoto. L. 1989. Biokonversi. Depdikbud Dirjen Dikti. PAU Bioteknologi IPB. Bogor.

Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Lehninger, A.L. 1990. Dasar-Dasar Biokimia. Penerjemah: Maggy Thenawidjaya. Erlangga. Jakarta.

Lay, B.W. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 168.

Lowry, O.H., N.J., Rosebrough, A.L., Farr, and R.J. Randall. 1951. Protein Measurement With The Folin Phenol Reagent. J. Biol. Chem. 193-265.


(5)

Mateo, C,, JM. Palomo, GF, lorente, J.M. Guisan and R.F. Lafuente, 2007, “ Impovement of Enzyme Activity and Selectivity via Immobilization

Techniquez” Enzym Microb Techmol 40, 1451 – 1463.

Meryandini, A. 2009. Isolasi bakteri selulolitik dan karakterisasi enzimnya. Makara Sains 2009; 13: 33-38.

Mulatasih, E.R. 2010. Penapisan dan Optimasi Bakteri Amilolitik Isolat Lokal dari Pabrik Tapioka untuk degradasi Pati Singkong Segar.Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Page, D.S. 1997. Prinsip-Prinsip Biokimia. Erlangga. Jakarta. 465. Palmer, T. 1985. Understanding Enzyme. Ellishorwood Publisher. Poedjadi, A. 2006. Dasar-Dasar Biokimia. UI Press. Jakarta. Reddy, N.S., Nimmagadda, A. and Rao,K.R. 2003. An Overview of

Themicrobial α-Amylase Family. African Journal of Biotechnology. 2: 645–648.

Schomburg, D and Salzmann, M. 1991. Enzyme Handbook 4. Springer. Verlag Berlin Heidelberg.

Sivaramakrishnan, S. Gangadharan, D. Nampoothiri, K.D. Sossol, C.R. and Pandey, A. 2006. Α-amylase from microbial sources an overview on recent developments. Food. Technol. Biotechnol. 44:173-184.

Reddy, N.S., Nimmagadda, A. and Rao,K.R. 2003. An Overview of

Themicrobial α-Amylase Family. African Journal of Biotechnology. 2: 645–648

Santoso. 2010. Enzimologi. Seri Buku Kuliah Biokimia Kedokteran I. Semarang. Suhartono, M.T. 1989. Enzim dan Bioteknologi. Depdikbud Dirjen Dikti Antar

Universitas Bioteknologi IPB. Bogor.

Underwood, A. L., Day, R. A. 2002. Analisa Kimia Kuantitatif Edisi Kelima. Erlangga. Jakarta.

Vihinen, M. and P. Manstala. 1989. Site-directed Mutagenesis of a

Thermostable α-amylase from Bacillus stearothermophillus: Putative Role

of Three Coserved Residues, Crit. Rev. Biochem. Mol. Biol., 24: 329-415. Winarno, F.G. 1995. Enzim Pangan. PT Gramedia Pustaka Umum. Jakarta.

115.

Whittaker, JR. 1994. Principles of Enzymology for the Food Sciences. New York: Marcel Dekker Inc.


(6)

Wirahadikusumah, M. 1989. Biokimia; Protein, Enzim dan Asam Nukleat. Penerbit ITB. Bandung.