PENGARUH MANAJEMEN LABA TERHADAP NILAI PERUSAHAAN DENGAN MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI PADA PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

(1)

PENGARUH MANAJEMEN LABA TERHADAP NILAI PERUSAHAAN DENGAN MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI PADA PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR

DI BURSA EFEK INDONESIA

Oleh

DEVIA FEBRIANI Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA EKONOMI

Pada

Jurusan Akuntansi

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(2)

PENGARUH MANAJEMEN LABA TERHADAP NILAI PERUSAHAAN DENGAN MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI PADA PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR

DI BURSA EFEK INDONESIA

Devia Febriani Universitas Lampung Email: devia.fb@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pengaruh manajemen laba terhadap nilai perusahaan, praktek good corporate governance terhadap nilai perusahaan dan pengaruh praktek good corporate governance terhadap hubungan antara manajemen laba dan nilai perusahaan. Variabel yang diuji dalam penelitian ini terdiri dari manajemen laba, komisaris independen, kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, kualitas auditor, komite audit dan nilai perusahaan. Sampel penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2009-2011. Penelitian ini menggunakan metode purposive sampling dalam menentukan jumlah sampel yang digunakan dan diperoleh 43 perusahaan yang menjadi sampel. Pengujian hipotesis dilakukan menggunakan analisis regresi berganda.

Hasil penelitian membuktikan bahwa manajemen laba berpengaruh negatif signifikan terhadap nilai perusahaan. Variabel kepemilikan institusional dan komisaris independen memiliki pengaruh positif, sedangkan kepemilikan manajerial dan komite audit berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan. Komisaris independen, kualitas audit dan komite audit merupakan variabel pemoderasi antara manajemen laba dan nilai perusahaan, sedangkan kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional bukan merupakan variabel pemoderasi antara manajemen laba dan nilai perusahaan.

Kata kunci : corporate governance, manajemen laba,nilai perusahaan, kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, komisaris independen, kualitas audit dan komite audit.


(3)

VARIABEL PEMODERASI PADA PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

Devia Febriani Universitas Lampung Email: devia.fb@gmail.com

ABSTRACT

The objective of the empirical study is to examine the role of Corporate Governance Practices as a variable that moderates the effect of Earnings Management to the value of the firm.Tested variables in this study consists of earnings management, independent commissioner, institutional ownership, managerial ownership, audit quality, audit committees and firm value.

The samples of this research are primarily manufacturing companies listed in Indonesia Stock Exchange around the years 2009 - 2011. Samples are gathered using the method of purposive sampling constituting 43 companies. Tested hypothesis use multiple regression.

The result gives the evidence that earnings management have a negative significant impact to firm value. Corporate governance practices that have a positive significant impact to the firm value are independent commissioner and institutional ownership. Meanwhile, managerial ownership and audit committees have a negative significant impact to the firm value. Independent commissioner, audit quality and audit committees as moderating variables of the relationship between earnings management and the value of the firm, but not the managerial ownership and institutional ownership.

Keywords :corporate governance, earnings management, firm value, institutional ownership, managerial ownership, independent commissioner, audit quality and audit committees.


(4)

(5)

(6)

(7)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL

ABSTRAK

HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN

RIWAYAT HIDUP PERSEMBAHAN MOTTO

SANWACANA DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

1.5.1 Manfaat Teoritis ... 5

1.5.2 Manfaat Praktis ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Landasan Teori ... 7

2.1.1. Teori Agensi ... 7

2.1.2. Corporate Governance ... 8


(8)

2.1.2.2. Kepemilikan Manajerial ... 11

2.1.2.3. Kepemilikan Institusional ... 12

2.1.2.4. Kualitas Audit ... 13

2.1.2.5. Komite Audit ... 14

2.1.3. Manajemen Laba ... 14

2.1.4. Nilai Perusahaan ... 19

2.2. Penelitian Terdahulu ... 21

2.3. Model Penelitian ... 23

2.4. Pengembangan Hipotesis ... 23

2.4.1. Manajemen Laba dan Nilai Perusahaan ... 23

2.4.2. Corporate Governanace dan Nilai Perusahaan ... 25

2.4.2.1. Komisaris Independen ... 25

2.4.2.2. Kepemilikan Manajerial ... 25

2.4.2.3. Kepemilikan Institusional ... 26

2.4.2.4. Kualitas Audit ... 27

2.4.2.5. Komite Audit ... 28

2.4.3. Corporate Governance, Manajemen Laba dan Nilai Perusahaan ... 29

2.4.3.1. Komisaris Independen ... 29

2.4.3.2. Kepemilikan Manajerial ... 29

2.4.3.3. Kepemilikan Institusional ... 31

2.4.3.4. Kualitas Audit ... 32

2.4.3.5. Komite Audit ... 33

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Populasi dan Sampel Penelitian ... 35

3.1.1. Populasi Penelitian ... 35

3.1.2. Sampel Penelitian ... 35

3.2. Data Penelitian ... 36

3.2.1. Jenis dan Sumber Data ... 36

3.2.2. Teknik Pengumpulan Data ... 37


(9)

3.3.1. Variabel Independent ... 37

3.3.2. Variabel Dependent ... 39

3.3.3. Variabel Moderating ... 40

3.3.4. Variable Kontrol... 43

3.4. Metode Analisis Data ... 43

3.4.1. Statistik Deskriptif ... 43

3.4.2. Uji Asumsi Klasik ... 44

3.5. Pengujian Hipotesis ... 46

3.5.1. Analisis Regresi Berganda ... 46

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Statistik Deskriptif Variabel Penelitian ... 48

4.2. Hasil Pengujian Asumsi Klasik ... 52

4.2.1. Uji Normalitas ... 52

4.2.2. Uji Multikolinearitas ... 53

4.2.3. Uji Heteroskedasitas... 53

4.2.4. Uji Autokorelasi ... 54

4.3. Hasil Pengujian Hipotesis ... 55

4.4. Pembahasan ... 62

BAB V KESIMPULAN 5.1. Kesimpulan ... 71

5.2. Keterbatasan Penelitian ... 73

5.3. Saran ... 74

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(10)

`

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Tujuan jangka panjang perusahaan adalah untuk mengoptimalkan nilai perusahaan. Tingginya nilai perusahaan dapat menggambarkan kesejahteraan pemilik perusahaan. Suatu perusahaan dikatakan mempunyai nilai yang baik jika kinerja perusahaannya baik. Nilai perusahaan dapat terlihat dari nilai pasar atau nilai buku perusahaan dari ekuitasnya. Harga saham dari suatu perusahaan dapat mencerminkan nilai perusahaan tersebut, jika harga saham perusahaan tinggi maka dapat disimpulkan nilai perusahaan tersebut juga baik.

Laporan keuangan merupakan proses akhir dalam proses akuntansi yang mempunyai peranan penting bagi pengukuran dan penilaian kinerja sebuah perusahaan. Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja perusahaan, serta perubahan posisi keuangan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. Oleh karena itu, laporan yang berkualitas, yang terbebas dari rekayasa dan mengungkapkan informasi sesuai dengan fakta yang sebenarnya menjadi kepentingan banyak pihak. Laporan keuangan merupakan bentuk


(11)

pertanggungjawaban manajemen perusahaan kepada pihak-pihak yang berkepentingan, seperti pemegang saham, investor, kreditor, pemerintah, masyarakat maupun pihak-pihak lainnya.

Bagi pihak investor, laporan keuangan berguna dalam pengambilan keputusan yang nantinya dapat memaksimalkan jumlah investasinya. Bagi pihak kreditor, laporan keuangan digunakan untuk membantu mereka dalam memutuskan pinjaman dan bunga yang harus dibayar. Sedangkan bagi pemerintah, laporan keuangan digunakan untuk mengatur aktivitas perusahaan, menetapkan kebijakan pajak, dan untuk menyusun statistik pendapatan nasional (Ghozali dan Chariri, 2007). Dalam proses penyusunan laporan keuangan, informasi yang disajikan harus mencerminkan kondisi perusahaan yang sebenarnya agar dapat digunakan oleh para pengguna sebagai dasar pengambilan keputusan.

Laporan keuangan seringkali disalahgunakan oleh manajemen dengan melakukan perubahan dalam penggunaan metode akuntansi yang digunakan, sehingga akan mempengaruhi jumlah laba yang ditampilkan dalam laporan keuangan. Hal ini sering dikenal dengan istilah manajemen laba. Manajemen laba merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh pihak manajemen yang dapat mempengaruhi tingkat laba yang ditampilkan. Menurut Ma’ruf (2006) dalam Praditia (2010) menyatakan bahwa manajemen laba dapat mengurangi kredibilitas laporan keuangan apabila digunakan untuk mengambil keputusan, karena manajemen laba merupakan suatu bentuk manipulasi atas laporan keuangan yang menjadi sasaran komunikasi antara manajer dan pihak eksternal perusahaan. Tujuan dari manajemen laba adalah untuk meningkatkan kesejahteraan pihak tertentu walaupun dalam jangka panjang


(12)

3

tidak terdapat perbedaan laba kumulatif perusahaan dengan laba yang dapat diidentifikasikan sebagai suatu keuntungan (Fischer dan Rosenzweirg, 1995)

Manajemen laba merupakan masalah keagenan yang seringkali dipicu oleh adanya pemisahan peran atau perbedaan kepentingan antara pemegang saham dengan manajemen perusahaan (Iqbal, 2007 dalam Praditia, 2010). Kedua pihak tersebut berupaya untuk lebih mengutamakan kepentingannya masing-masing daripada kepentingan perusahaan. Sebagai agen, manajer bertanggung jawab untuk

mengoptimalkan laba para pemilik (prinsipal). Namun dilain pihak, manajer juga mempunyai kepentingan untuk memaksimumkan kesejahteraan mereka.

Manajer yang bertanggung jawab atas pengelolaan perusahaan lebih banyak mengetahui informasi-informasi yang bermanfaat untuk kelangsungan hidup perusahaan, baik informasi internal maupun prospek perusahaan di masa yang akan datang bila dibandingkan dengan pemegang saham, sehingga memungkinkan agen memanipulasi informasi yang dapat menguntungkan agen. Hal tersebut dapat membuat investor kehilangan kepercayaan terhadap investasinya, dan bisa

menyebabkan investor menarik kembali dana yang telah diinvestasikan. Oleh karena itu, diperlukan perlindungan terhadap kepentingan investor dari prilaku menyimpang yang dilakukan oleh pihak perusahaan.

Hal-hal yang mengindikasikan terjadinya manajemen laba seperti kenaikan atau penurunan laba kotor yang besar, defisit yang cukup besar dalam arus kas operasi relatif terhadap laba bersih, perubahan prinsip akuntansi dan estimasi serta perbedaan substansial antara pertumbuhan penjualan dan penerimaan dapat mempengaruhi nilai perusahaan pada suatu periode tertentu sehingga akan


(13)

berpengaruh pula terhadap persepsi pihak-pihak yang berkepentingan dalam mengambil keputusan. Untuk meminimumkan terjadinya tindakan manajemen laba, maka perusahaan perlu menerapkan mekanisme Good Corporate

Governance dalam sistem pengendalian dan pengelolaan perusahaan.

Corporate governance adalah salah satu cara yang dapat digunakan oleh perusahaan untuk meningkatkan kinerja perusahaan sehingga nilai perusahaan juga ikut meningkat. Corporate governance merupakan suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan yang diharapkan dapat meningkatkan nilai perusahaan kepada para pemegang saham. Di Indonesia sendiri, corporate governance mulai mengemuka sejak terjadinya krisis yang berkepanjangan pada tahun 1998. Sejak saat itu baik pemerintah maupun investor mulai memberikan perhatian yang cukup signifikan dalam praktik corporate governance.

Manajemen laba jika dilihat secara prinsip memang tidak menyalahi prinsip akuntansi yang berterima umum, namun manajemen laba dinilai dapat menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan. Dengan semakin menurunnya kepercayaan masyarakat, maka hal ini dapat menurunkan nilai perusahaan karena banyak investor yang akan menarik kembali investasi yang telah mereka tanamkan (Scott, 2006). Praktek manajemen laba dinilai merugikan karena dapat menurunkan nilai laporan keuangan dan memberikan informasi yang tidak relevan bagi investor. Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian ini

berjudul: ”Pengaruh Manajemen Laba TerhadapNilai Perusahaan Dengan Mekanisme Corporate Governance Sebagai Variabel Pemoderasi”.


(14)

5

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah Manajemen Laba berpengaruh positif terhadap Nilai Perusahaan? 2. Apakah praktek Corporate Governance berpengaruh positif terhadap Nilai

Perusahaan?

3. Apakah pengaruh Manajemen Laba terhadap Nilai Perusahaan diperlemah dengan praktek Corporate Governance yang diproksi dengan Komisaris Independen, Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Kualitas Audit dan Komite Audit?

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui secara empiris, tentang : 1. Pengaruh Manajemen Laba terhadap Nilai Perusahaan.

2. Pengaruh praktek Corporate Governance terhadap Nilai Perusahaan. 3. Pengaruh praktek Corporate Governce terhadap hubungan antara

Manajemen Laba dan Nilai Perusahaan.

1.4Manfaat Penelitian 1.4.1Manfaat Teoritis

1. Bagi ilmu pengembangan ilmu pengetahuan, pengembangan ilmu mengenai positif accounting theory khususnya agency theory dan corporate governance theory, sehingga dapat memperoleh permodelan-permodelan praktek Corporate Governance yang secara konseptual


(15)

berpengaruh terhadap manajemen laba serta dampaknya pada nilai perusahaan.

2. Bagi penulis sendiri dapat dijadikan tambahan pengetahuan, khususnya mengenai pengaruh manajemen laba terhadap nilai perusahaan dengan mekanisme corporate governance sebagai variabel pemoderasi.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Bagi para pemakai laporan keuangan dan manajemen perusahaan dalam memahami peranan praktek corporate governance terhadap praktek manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan dalam upaya meningkatkan nilai perusahaan.


(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

2.1Landasan Teori 2.1.1Teori Agensi

Konsep agency theory menurut Anthony dan Govindarajan (2005) yaitu hubungan antara prinsipal dan agen. Prinsipal mempekerjakan agen untuk melakukan tugas untuk kepentingan prinsipal, termasuk pendelegasian otorisasi pengambilan keputusan dari prinsipal kepada agen. Teori keagenan didasarkan pada 3 asumsi yaitu asumsi informasi, asumsi sifat manusia dan asumsi keorganisasian. Asumsi informasi merupakan asumsi yang menekankan bahwa informasi sebagai barang komoditi yang dapat diperjualbelikan. Asumsi sifat manusia menekankan bahwa manusia mempunyai sifat untuk mementingkan diri sendiri, mempunyai

keterbatasan rasional dan tidak menyukai resiko. Dan asumsi keorganisasian menekankan adanya konflik keorganisasian, efisiensi sebagai kriteria efektivitas dan adanya asimetri informasi antara principal dan agen.

Tujuan utama perusahaan adalah meningkatkan kemakmuran pemilik atau pemegang saham, maka manajer yang diangkat oleh pemegang saham harus bertindak untuk kepentingan pemegang saham. Tetapi sering terjadi konflik antara


(17)

manajemen dengan pemegang saham, yang dikarenakan adanya perbedaan kepentingan antara agen dan principal.

Agency problem akan terjadi bila proporsi kepemilikan manajer atas saham perusahaan kurang dari 100% sehingga cenderung bertindak untuk mengejar kepentingan dirinya dan sudah tidak berdasar maksimalisasi nilai dalam

pengambilan keputusan pendanaan. Kondisi di atas merupakan konsekuensi dari pemisahan fungsi pengelola dengan fungsi kepemilikan (Jensen dan Meckling, 1976). Para pemegang saham umumnya melakukan investasi pada portofolio yang sudah terdiversifikasi dengan baik, oleh karena itu mereka hanya peduli terhadap resiko sistematik perusahaan. Sedangkan manajer peduli terhadap resiko

perusahaan secara keseluruhan. Hal ini merupakan salah satu penyebab konflik antara manajer dan pemegang saham yang disebut keputusan pendanaan.

Laporan keuangan yang dibuat dengan angka-angka akuntansi diharapkan dapat meminimalkan konflik diantara pihak-pihak yang berkepentingan (Watt &

Zimmerman, 1986). Dengan laporan keuangan yang dilaporkan oleh agen sebagai pertanggungjawaban kinerjanya, principal dapat menilai, mengukur dan

mengawasi sampai sejauh mana agen tersebut bekerja untuk meningkatkan kesejahteraannya dan serta sebagai dasar pemberian kompensasi kepada agen.

2.1.2Corporate Governance

Istilah Corporate Governance untuk pertama kali diperkenalkan oleh Cadbury Comitte pada tahun 1992 yang menggunakan istilah tersebut dalam laporan mereka yang kemudian dikenal dengan nama Cadbury Report. Laporan ini di


(18)

9

pandang sebagai titik balik (turning point) yang sangat menentukan bagi praktik corporate governance diseluruh dunia (Moeljono,2005 dalam Lestari, 2010).

Pilar-pilar yang melandasi prinsip-prinsip yang dikemukakan oleh OECD adalah : 1. Fairness (Keadilan)

Secara sederhana fairness bisa didefinisikan sebagai suatu perlakuan yang adil dan setara dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul

berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku. Fairness juga mencakup adanya kejelasan hak-hak pemodal, sistem hukum dan penegakkan peraturan untuk melindungi hak-hak investor, khususnya pemegang saham minoritas dari berbagai macam bentuk kecurangan. 2. Transparancy (Keterbukaan informasi)

Transparansi bisa diartikan sebagai keterbukaan informasi, baik dalam proses pengambilan keputusan maupun dalam mengungkapkan informasi yang material dan relevan mengenai perusahaan. Menurut peraturan di pasar modal Indonesia, yang dimaksud informasi material dan relevan ialah informasi yang dapat mempengaruhi naik turunnya harga saham perusahaan tersebut, atau yang mempengaruhi secara signifikan resiko serta prospek usaha perusahaan yang bersangkutan. Dalam mewujudkan transparancy, perusahaan harus menyediakan informasi yang akurat dan tepat waktu kepada berbagai pihak yang berkepentingan dengan

perusahaan tersebut. Selain itu, para investor harus dapat mengakses informasi penting perusahaan dengan mudah pada saat diperlukan.


(19)

3. Accountability

Accountability adalah kejelasan fungsi, struktur, sistem dan

pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif. Beberapa bentuk implementasi lain dari prinsip accountability adalah praktik audit internal yang efektif, serta kejelasan fungsi, hak, kewajiban, wewenang dan tanggung jawab dalam anggaran dasar perusahaan, dan statement of corporate intent (pencapaian target dimasa depan) serta terhindar dari kondisi agency problem.

4. Responsibility (Pertanggungjawaban)

Pertanggungjawaban perusahaan ialah kesesuaian didalam pengelolaan perusahaan didalam prinsip koorporasi yang sehat serta peraturan

perundangan yang berlaku. Peraturan yang berlaku tersebut termasuk yang mengenai masalah pajak, hubungan industrial, perlindungan lingkungan hidup, kesehatan/keselamatan kerja dan standar penggajian dan persaingan yang sehat.

2.1.2.1Komisaris Independen

Pengertian dari komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak terafiliasi dengan direksi, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak semata-mata untuk kepentingan perseroan. Status independen terfokus kepada tanggung jawab untuk melindungi pemegang saham, khususnya pemegang saham independen dari praktik curang atau melakukan tindak kejahatan pasar modal.


(20)

11

Dewan komisaris memegang peran penting dalam mengarahkan strategi dan mengawasi jalannya perusahaan serta memastikan bahwa para manajer benar-benar meningkatkan kinerja perusahaan sebagai bagian dari pencapaian

perusahaan. Meskipun Pedoman Good Corporate Governance tidak menentukan jumlah Komisaris Independen, dalam Peraturan Bapepam-LK, Emiten atau Perusahaan Publik wajib memiliki sekurang-kurangnya satu orang komisaris independen sedangkan Bursa Efek Indonesia mewajibkan sekurang-kurangnya 30% dari Dewan Komisaris adalah Komisaris Independen.

2.1.2.2 Kepemilikan Manajerial

Kepemilikan saham manajerial adalah proporsi saham biasa yang dimiliki oleh para manajemen. Kepemilikan manajerial dapat dilihat dari konsentrasi

kepemilikan atau persentasi saham yang dimiliki oleh komisaris, dewan direksi dan manajemen yang tercantum didalam daftar pemegang saham. Kepemilikan saham manajerial dapat membantu penyatuan kepentingan antara pemegang saham dengan manajer.

Semakin meningkat proporsi kepemilikan saham manajerial maka semakin baik kinerja perusahaan. Pemusatan kepentingan dapat dicapai dengan memberikan kepemilikan saham kepada manajer. Jika manajer memiliki saham perusahaan, mereka akan memiliki kepentingan yang sama dengan pemilik. Jika kepentingan manajer dan pemilik sejajar (aligned) dapat mengurangi konflik keagenan. Jika konflik keagenan dapat dikurangi, manajer termotivasi untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Tetapi tingkat kepemilikan manajerial yang tinggi dapat menimbulkan masalah pertahanan. Artinya jika kepemilikan manajerial tinggi,


(21)

mereka mempunyai posisi yang kuat untuk mengendalikan perusahaan dan pihak eksternal akan mengalami kesulitan untuk mengendalikan tindakan manajer (Siswantaya, 2007 dalam Praditia, 2010).

2.1.2.3 Kepemilikan Institusional

Kepemilikan saham institusional adalah kepemilikan saham suatu perusahaan oleh institusi baik yang bergerak dalam bidang keuangan atau nonkeuangan atau dalam bidang hukum lain. Pengendalian perusahaan tidak hanya terkait pada konsentrasi kepemilikan melainkan juga terkait dengan identitas pemegang saham. Fungsi pengendalian akan semakin efektif apabila pemegang saham memiliki

pengetahuan dan pengalaman yang baik dibidang ekonomi (Gedajlovic, 2003 dalam Wulandari, 2006).

Nilai absolute diskresioner berhubungan negatif dengan kepemilikan institusional. Hasil-hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa ada efek feedback dari

kepemilikan instusional yang dapat mengurangi pengelolaan laba yang dilakukan perusahaan. Jika pengelolaan laba tersebut efisien maka kepemilikan institusional yang tinggi akan meningkatkan pengelolaan laba tetapi jika pengelolaan laba yang dilakukan perusahaan bersifat oportunis maka kepemilikan institusional yang tinggi akan mengurangi earnings management (Jiambavo et al, 1996 dalam Pertiwi, 2010).


(22)

13

2.1.2.4 Kualitas Audit

Audit merupakan suatu proses untuk mengurangi ketidakselarasan informasi yang terdapat pada para manajer dan para pemegang saham dengan menggunakan pihak luar untuk memberikan pengesahan terhadap laporan keuangan (Meutia, 2004). Akuntan publik sebagai auditor eksternal yang relatif lebih independen dari manajemen dibandingkan auditor internal sejauh ini diharapkan dapat

meminimalkan kasus rekayasa laba dan meningkatkan kredibilitas informasi akuntansi dalam laporan keuangan.

Laporan keuangan yang berkualitas, relevan dan dapat dipercaya dihasilkan dari audit yang dilakukan secara efektif oleh auditor yang berkualitas. Pemakai laporan keuangan lebih percaya pada laporan keuangan yang diaudit oleh auditor yang dianggap berkualitas dibandingkan dengan auditor yang kurang berkualitas, karena mereka menganggap bahwa untuk mempertahankan kredibilitasnya auditor akan lebih berhati-hati dalam melakukan proses audit untuk mendeteksi salah saji atau kecurangan. Auditor yang berkualitas akan melakukan audit yang berkualitas pula.

Meutia (2004) menyimpulkan bahwa kantor akuntan publik yang lebih besar, kualitas audit yang dihasilkan juga lebih baik. Perbedaan kualitas jasa yang ditawarkan kantor akuntan publik menunjukkan identitas kantor akuntan publik tersebut. Independensi dan kualitas auditor dapat berdampak pada pendeteksian manajemen laba. Terdapat dugaan bahwa auditor yang bereputasi baik dapat mendeteksi kemungkinan adanya manajemen laba secara lebih dini sehingga


(23)

dapat mengurangi tingkat manajemen laba yang dilakukan oleh manajemen perusahaan.

2.1.2.5 Komite Audit

Keputusan Menteri BUMN Nomor 117/Tahun 2000, dan Undang-undang BUMN Nomor 19/2003, pembentukan komite audit merupakan suatu keharusan. Komite audit merupakan salah satu komite yang memiliki peranan penting dalam

corporate governance. Komite Audit merupakan organ pendukung Dewan Komisaris yang bekerja secara kolektif dan berfungsi membantu Dewan Komisaris dalam melaksanakan tugasnya.

Komite Audit bertindak mandiri baik dalam pelaksanaan tugasnya maupun dalam pelaporan, dan bertanggung jawab langsung kepada Dewan Komisaris. Anggota Komite Audit sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga) orang dengan komposisi 2 (dua) orang anggota Dewan Komisaris dan 1 (satu) orang tenaga ahli yang bukan merupakan pegawai perusahaan yang bersangkutan, dan memiliki keahlian, pengalaman dibidang audit dan kualitas lain yang diperlukan. Anggota Komite Audit yang berasal dari Dewan Komisaris Perseroan bertindak sebagai Ketua Komite Audit.

2.1.3Manajemen Laba

Manajemen laba merupakan tindakan manajemen dalam proses penyusunan laporan keuangan, untuk mempengaruhi tingkat laba yang ditampilkan. Tujuannya adalah meningkatkan kesejahteraan pihak tertentu, walaupun dalam jangka


(24)

15

panjang tidak terdapat perbedaan laba yang dapat diidentifikasi sebagai suatu keuntungan (fischer dan roseinzweig,1995).

Masalah manajemen laba merupakan masalah keagenan yang seringkali dipicu oleh adanya pemisahan peran dan perbedaan kepentingan antara pemilik (principal) dan pengelola perusahaan (agen). Selain itu, manajemen selaku pengelola perusahaan memiliki informasi mengenai perusahaan lebih banyak dan lebih valid daripada pemegang saham, sehingga memungkinkan manajemen melakukan praktik akuntansi yang berorientasi pada angka laba, yang dapat menciptakan kesan (prestasi) tertentu.

Scott (2000) membagi cara pemahaman atas manajemen laba menjadi dua,yaitu: 1. Melihatnya sebagai perilaku opportunistik manajer untuk

memaksimumkan utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi, kontrak utang, dan political costs (opportunistic earnings management). 2. Memandang manajemen laba dari perspektif efficient contracting (efficient

earnings management), dimana manajemen laba memberi manajer suatu fleksibilitas untuk melindungi diri mereka dan perusahaan dalam

mengantisipasi kejadian-kejadian yang tak terduga untuk keuntungan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak. Dengan demikian, manajer dapat mempengaruhi nilai pasar perusahaannya melalui manajemen laba,

misalnya dengan membuat perataan laba (income smoothing) dan pertumbuhan laba sepanjang waktu.


(25)

Scott (1997) dalam Praditia (2010) berpendapat bahwa ada beberapa faktor yang dapat memotivasi manajer melakukan manajemen laba seperti berikut ini:

1. Rencana bonus (Bonus scheme).

Para manajer yang bekerja pada perusahaan yang menerapkan rencana bonus akan berusaha mengatur laba yang dilaporkannya dengan tujuan dapat memaksimalkan jumlah bonus yang akan diterimanya.

2. Kontrak utang jangka panjang (Debt covenant).

Ini menyatakan bahwa semakin dekat suatu perusahaan kepada waktu pelanggaran perjanjian utang maka para manajer akan cenderung untuk memilih metode akuntansi yang dapat memindahkan laba periode mendatang ke periode berjalan dengan harapan dapat mengurangi kemungkinan perusahaan mengalami pelanggaran kontrak utang. 3. Motivasi politik (Political motivation).

Menyatakan bahwa perusahaan-perusahaan dengan skala besar dan industri strategis cenderung untuk menurunkan laba guna mengurangi tingkat visibilitasnya terutama saat periode kemakmuran yang tinggi. Upaya ini dilakukan dengan harapan memperoleh kemudahan serta fasilitas dari pemerintah.

4. Motivasi perpajakan (Taxation motivation).

Ini menyatakan bahwa perpajakan merupakan salah satu motivasi

mengapa perusahaan mengurangi laba yang dilaporkan.Tujuannya adalah dapat meminimalkan jumlah pajak yang harus dibayar.


(26)

17

5. Pergantian CEO (Chic/Executive Officer).

Biasanya CEO yang akan pensiun atau masa kontraknya menjelang berakhir akan melakukan strategi memaksimalkan jumlah pelaporan laba guna meningkatkan jumlah bonus yang akan mereka terima. Hal yang sama akan dilakukan oleh manajer dengan kinerja yang buruk. Tujuannya adalah menghindarkan diri dari pemecatan sehingga mereka cenderung untuk meminimalkan jumlah laba yang dilaporkan.

6. Penawaran saham perdana (Initial public offering).

Menyatakan bahwa pada awal perusahaan menjual sahamnya kepada publik, informasi keuangan yang dipublikasikan dalam prospektus merupakan sumber informasi yang sangat penting. Informasi ini penting karena dapat dimanfaatkan sebagai sinyal kepada investor potensial terkait dengan nilai perusahaan. Guna mempengaruhi keputusan yang dibuat oleh para investor maka manajer akan berusaha untuk menaikkan jumlah laba yang dilaporkan.

Praktik yang dilakukan untuk mempengaruhi angka laba dapat terjadi secara legal maupun tidak legal. Praktik legal dalam manajemen laba berarti usaha untuk mempengaruhi angka laba tidak bertentangan dengan aturan pelaporan keuangan dalam Prinsip-Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU), yaitu dengan cara memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi, melakukan perubahan metode akuntansi, dan menggeser periode pendapatan atau biaya. Adapun

manajemen laba yang dilakukan secara illegal (disebut juga dengan financial fraud), dilakukan dengan cara-cara yang tidak diperbolehkan oleh Pedoman Akuntansi Berterima Umum (PABU), yaitu dengan cara melaporkan


(27)

transaksi-transaksi pendapatan atau biaya secara fiktif dengan cara menambah (mark up) atau mengurangi (mark down) nilai transaksi, atau mungkin dengan tidak melaporkan sejumlah transaksi, sehingga akan menghasilkan laba pada nilai/tingkat tertentu yang dikehendaki (Rama, 2012).

Secara sederhana, laba merupakan selisih lebih antara pendapatan (termasuk keuntungan) dengan beban (termasuk kerugian). Maka, secara umum, teknik untuk merekayasa laba dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu meningkatkan atau menurunkan pendapatan maupun menurunkan atau meningkatkan beban, atau gabungan dari keduanya. Teknik-teknik dalam manajemen laba seperti diuraikan Mulford dan Comiskey (2010) antara lain sebagai berikut:

Tabel 2.1 Teknik Manajemen Laba

No. Teknik Tujuan

1. Menetapkan cadangan piutang tak tertagih

Perusahaan dapat memperkecil biaya piutang tak tertagih untuk menaikkan laba periode berjalan dengan menetapkan cadangan piutang tak tertagih yang kecil. 2. Menetapkan cadangan

kewajiban jaminan garansi

Dengan menetapkan kecil cadangan kewajiban jaminan garansi, perusahaan dapat

memperkecil biaya jaminan garansi untuk menaikkan laba periode berjalan.

3. Mengestimasi tahap

penyelesaian kontrak dengan metode persentase

penyelesaian

Dengan menetapkan persentase penyelesaian yang besar, perusahaan dapat mengakui pendapatan lebih besar untuk menaikkan laba periode berjalan. 4.. Mempertimbangkan jumlah

persediaan yang dihapus

Dengan menurunkan jumlah persediaan yang seharusnya dihapuskan, perusahaan dapat mengurangi beban tahun ini untuk


(28)

19

menaikkan laba periode berjalan. 5. Mengakui pendapatan atas

pengiriman barang ke kantor perwakilan

Dengan mengakui pendapatan atas pengiriman barang ke kantor perwakilan yang sebenarnya belum terjual, perusahaan mengakui pendapatan lebih besar untuk menaikkan laba periode berjalan. 6. Tidak menutup periode

akuntansi

Dengan tetap membuka periode akuntansi, perusahaan masih tetap dapat mencatat penjualan periode berikutnya untuk menaikkan laba periode berjalan. Teknik ini biasanya dilakukan dengan memundurkan tanggal pada komputer.

7. Mengakui seluruh penjualan yang pengirimannya tidak sekaligus

Dengan mengakui penjualan barang yang belum dikirim, perusahaan mengakui pendapatan lebih besar untuk menaikkan laba periode berjalan.

8. Menilai terlalu tinggi persediaan akhir

Dengan menilai terlalu tinggi persediaan, perusahaan dapat mengurangi harga pokok penjualan untuk menaikkan laba periode berjalan.

9. Memalsukan umur piutang Perusahaan dapat mengurangi beban piutang tak tertagih tahun ini untuk menaikkan laba periode berjalan.

2.1.4Nilai Perusahaan

Dalam mengambil keputusan-keputusan yang benar, manajer perlu menentukan tujuan yang ingin di capai. Keputusan yang benar adalah keputusan yang akan membantu mencapai tujuan tersebut. Tujuan keputusan keuangan adalah memaksimumkan nilai perusahaan. Karena dengan memaksimumkan nilai perusahaan maka akan mensejahterakan pemilik perusahaan tersebut. Nilai perusahaan pada dasarnya diukur dari beberapa aspek salah satunya adalah harga


(29)

pasar saham perusahaan, karena harga pasar saham perusahaan mencerminkan penilaian investor atas keseluruhan ekuitas yang dimiliki (Wahyudi dan Pawestri, 2006).

Menurut Rika dan Ishlahuddin (2008), nilai perusahaan didefinisikan sebagai nilai pasar. Alasannya karena nilai perusahaan dapat memberikan kemakmuran atau keuntungan bagi pemegang saham secara maksimum jika harga saham perusahaan meningkat. Semakin tinggi harga saham, maka makin tinggi keuntungan

pemegang saham sehingga keadaan ini akan diminati oleh investor karena dengan permintaan saham yang meningkat menyebabkan nilai perusahaan juga akan meningkat. Nilai perusahaan dapat dicapai dengan maksimum jika para pemegang saham menyerahkan urusan pengelolaan perusahaan kepada orang-orang yang berkompeten dalam bidangnya, seperti manajer maupun komisaris.

Rasio-rasio keuangan digunakan investor untuk mengetahui nilai pasar

perusahaan. Rasio tersebut dapat memberikan indikasi bagi manajemen mengenai penilaian investor terhadap kinerja perusahaan dimasa lampau dan prospeknya dimasa depan. Ada beberapa rasio untuk mengukur nilai pasar perusahaan, salah satunya yaitu menggunakan Tobin’s Q. Rasio ini dikembangkan oleh James Tobin (1967). Rasio ini dinilai bisa memberikan informasi paling baik, karena dalam Tobin’s Q memasukkan semua unsur hutang dan modal saham perusahaan, tidak hanya saham biasa saja dan tidak hanya ekuitas perusahaan yang dimasukkan namun seluruh asset perusahaan. Dengan memasukkan seluruh asset perusahaan berarti perusahaan tidak hanya terfokus pada satu tipe investor saja yaitu investor dalam bentuk saham namun juga untuk kreditur karena sumber pembiayaan


(30)

21

operasional perusahaan bukan hanya dari ekuitasnya saja tetapi juga dari pinjaman yang diberikan oleh kreditur (Sukamulja, 2004).

Rasio ini merupakan konsep yang berharga karena menunjukkan estimasi pasar keuangan saat ini tentang nilai hasil pengembalian dari setiap dolar investasi (Herawaty, 2008). Semakin besar nilai rasio Tobin’s Q menunjukkan bahwa perusahaan memiliki prospek pertumbuhan yang baik. Hal ini dapat terjadi karena semakin besar nilai pasar asset perusahaan, semakin besar kerelaan investor untuk mengeluarkan pengorbanan yang lebih untuk memiliki perusahaan tersebut.

2.2Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian yang telah dilakukan berhubungan dengan corporate governance, manajemen laba dan nilai perusahaan. Penelitian dilakukan oleh Pertiwi, Diah Ayu (2010) yang melakukan penelitian tentang analisis pengaruh earning management terhadap nilai perusahaan dengan peranan praktik corporate governance sebagai moderating variable, hasil dari penelitian ini membuktikan bahwa dari 4 proksi corporate governance (kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, komisaris independen, klasifikasi akuntan publik) variable

kepemilikan institusional dan klasifikasi akuntan public akan meningkatkan nilai perusahaan, sedangkan kepemilikan manajerial dan komisaris independen akan menurunkan nilai perusahaan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan sampel pada perusahaan non keuangan yang telah listing di Bursa Efek Indonesia selama periode 2005-2008.


(31)

Penelitian tentang analisis pengaruh mekanisme corporate governance terhadap manajemen laba dan nilai perusahaan oleh Praditia, Okta Rezika (2010) dimana mekanisme GCG yang digunakan adalah kepemilikan manajemen, kepemilikan institusional, komisaris independen dan kualitas auditor. Populasi yang diambil adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI sejak tahun 2005 hingga 2008. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mekanisme corporate governance tidak berpengaruh terhadap manajemen laba ataupun nilai perusahaan.

Penelitian tentang "Peran Praktek Corporate Governance Sebagai Moderating Variable dari Pengaruh Earning Management Terhadap Nilai Perusahaan" oleh Herawaty, Viola (2008) membuktikan bahwa variabel Corporate Governance mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap nilai perusahaan dengan variabel komisaris independen dan kepemilikan institusional. Kepemilikan manajerial akan menurunkan nilai perusahaan sedangkan klasifikasi akuntan publik akan meningkatkan nilai perusahaan. Dalam penelitian ini mengambil populasi perusahaan-perusahaan non keuangan yang telah listing di BEI tahun 2004-2006. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi berganda.


(32)

23

2.3Model Penelitian

Kerangka Pemikiran Hubungan Antara Variabel

H1

H3

H2

2.4Pengembangan Hipotesis

2.4.1 Manajemen Laba dan Nilai Perusahaan

Manajer sebagai pengelola perusahaan lebih banyak mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibanding pemilik sehingga menimbulkan kesenjangan informasi. Kondisi ini sering disebut dengan asimetri informasi (information asymetric). Dengan adanya asimetri informasi, menyebabkan prinsipal tidak dapat mengetahui kondisi yang sebenarnya, sehingga manajer dapat memanfaatkan fleksibilitas yang diberikan standar akuntansi untuk melakukan manajemen laba. Manajer melakukan manajemen laba untuk

Variabel Kontrol Ukuran Perusahaan Variabel Independent

Manajemen Laba

Variabel Dependent Nilai Perusahaan

Mekanisme Corporate Governance:  Komisaris Independen  Kepemilikan Manajerial  Kepemilikan Institusional  Kualitas udit


(33)

meningkatkan nilai perusahaan pada saat tertentu sehingga dapat menyesatkan pemilik (pemegang saham) mengenai nilai perusahaan sebenarnya.

Ayres (1994) dalam Herawati (2008) menjelaskan alasan dilakukannya manajemen laba yaitu: (1) Manajemen laba dapat meningkatkan kepercayaan pemegang saham terhadap manajer karena manajemen laba berhubungan erat dengan tingkat perolehan laba dan prestasi usaha suatu organisasi, (2) Manajemen laba dapat memperbaiki hubungan dengan pihak kreditor karena dengan

menaikkan pendapatan maupun laba akan memberi posisi bargaining yang relatif baik dalam negosiasi atau penjadwalan ulang utang antara pihak kreditor dan perusahaan, dan (3) Manajemen laba dapat menarik investor untuk menanamkan modalnya terutama pada perusahaan yang go publik. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa earning manajemen dapat meningkatkan nilai perusahaan pada saat tertentu.

Penelitian yang dilakukan oleh Herawaty (2008) menyatakan bahwa manajemen laba berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan jika mempertimbangkan variabel corporate governance. Dalam penelitian ini mengambil populasi

perusahaan-perusahaan non keuangan yang telah listing di BEI tahun 2004-2006. Pertiwi (2010) dalam penelitiannya menyatakan bahwa variable earning

management mempunyai pengaruh positif terhadap nilai perusahaan.

Berdasarkan uraian diatas maka hipotesis dalam penelitian ini adalah: H1 : Manajemen laba berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.


(34)

25

2.4.2 Corporate Governance dan Nilai Perusahaan 2.4.2.1 Komisaris Independen

Fama dan Jensen (1983) dalam Ujiyantho dan Pramuka (2007) menyatakan bahwa non-executive director (komisaris independen) dapat bertindak sebagai penengah dalam perselisihan yang terjadi diantara para manajer internal dan mengawasi kebijakan manajemen serta memberikan nasihat kepada manajemen. Komisaris independen merupakan posisi terbaik untuk melaksanakan fungsi monitoring agar tercipta perusahaan yang good corporate governance.

Siallagan dan Machfoedz (2006) menggunakan proporsi komisaris independen untuk mengetahui pengaruhnya nilai perusahaan yang diukur dengan Tobin’s Q, menemukan bahwa proporsi komisaris berpengaruh secara positif terhadap nilai perusahaan. Besley (1996) dalam Rachmawati dan Triatmoko (2007)

menyimpulkan bahwa komposisi dewan komisaris dari luar lebih dapat untuk mengurangi kecurangan pelaporan keuangan yang dapat meningkatkan nilai perusahaan.

Berdasarkan uraian diatas maka hipotesis dalam penelitian ini adalah: H2a : Komisaris independen berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.

2.4.2.2 Kepemilikan Manajerial

Berdasarkan teori keagenan, hubungan antara manajemen dengan pemegang saham rawan untuk terjadinya masalah keagenan. Untuk mengurangi masalah keagenan tersebut, salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan adanya kepemilikan manajerial dan kebijakan hutang. Dengan kepemilikan tersebut,


(35)

manajemen akan merasakan langsung dampak dari setiap keputusannya termasuk dalam menentukan kebijakan hutang perusahaan (Iqbal, 2007 dalam

Praditia,2010).

Wahyudi dan Pawestri (2006) menyatakan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Penelitian ini membuktikan bahwa proporsi kepemilikan saham yang dikontrol oleh manajer dapat mempengaruhi kebijakan perusahaan. Kepemilikan manajerial akan mensejajarkan kepentingan manajemen dan pemegang saham, sehingga akan memperoleh manfaat langsung dari keputusan yang diambil serta menanggung kerugian sebagai konsekuensi dari pengambilan keputusan yang salah. Semakin besar proporsi kepemilikan

manajemen pada perusahaan, maka manajemen cenderung lebih giat untuk kepentingan pemegang saham yang notabene adalah dirinya sendiri sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan.

Berdasarkan uraian diatas maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:

H2b : Kepemilikan manajerial berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.

2.4.2.3 Kepemilikan Institusional

Pada umumnya investor institusional merupakan pemegang saham yang cukup besar dan sekaligus memiliki pendanaan yang besar. Ada pendapat yang beranggapan bahwa perusahaan yang memiliki pendanaan besar, maka kecil kemungkinan berisiko mengalami kebangkrutan. Sehingga keberadaannya akan meningkatkan kepercayaan publik terhadap perusahaan. Adanya kepemilikan oleh investor institusional seperti asuransi, bank, perusahaan investasi dan kepemilikan oleh institusi lain akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal


(36)

27

terhadap kinerja manajemen dan nilai perusahaan (Haruman, 2007 dalam Praditia,2010).

Investor institusional yang dianggap sebagai sophisticated investor memiliki kemampuan untuk mengendalikan perilaku manajemen dalam melaksanakan kegiatan operasional perusahaan secara efektif, sehingga dengan adanya kepemilikan saham oleh pihak institusi diharapkan dapat meningkatkan nilai perusahaan. Fuerst dan Kang (2000) dalam Praditia (2010) menemukan hubungan yang positif antara kepemilikan institusional dengan nilai pasar setelah

mengendalikan kinerja perusahaan. Nilai perusahaan dapat meningkat jika institusi mampu menjadi alat monitoring yang efektif.

Berdasarkan uraian diatas maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:

H2c : Kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap Nilai perusahaan.

2.4.2.4 Kualitas Audit

Audit merupakan suatu proses untuk mengurangi ketidakselarasan informasi yang terdapat antara manajer dan para pemegang saham dengan menggunkan pihak luar untuk memberikan pengesahan terhadap laporan keuangan. Para pengguna

laporan keuangan terutama para pemegang saham akan mengambil keputusan berdasarkan pada laporan yang telah dibuat oleh auditor mengenai laporan keuangan suatu perusahaan (Meutia, 2004). Hal ini menunjukkan bahwa auditor berperan penting dalam pengesahan laporan keuangan suatu perusahaan. Oleh karena itu, dengan penggunaan auditor yang berkualitas diharapkan dapat meningkatkan kredibilitas laporan keuangan sehingga dapat meningkatkan nilai


(37)

perusahaan. Herawaty (2008) dalam penelitiannya membuktikan bahwa kualitas audit dapat meningkatkan nilai perusahaan.

Berdasarkan uraian diatas maka hipotesis dalam penelitian ini adalah: H2d : Kualitas audit berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan

2.4.2.5 Komite Audit

Dalam rangka penyelenggaraan pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance), Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) mewajibkan perusahaan publik untuk memilki komite audit. Komite audit bertugas untuk memberikan pendapat profesional yang independen kepada dewan komisaris terhadap laporan atau hal-hal yang disampaikan oleh direksi kepada dewan komisaris serta mengidentifikasi hal-hal yang memerlukan perhatian dewan komisaris.

Penelitian Siallagan dan Machfoedz (2006) menguji pengaruh kualitas laba terhadap nilai perusahaan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ pada periode 2000-2004 menyatakan bahwa keberadaan komite audit mempunyai pengaruh positif terhadap kualitas laba dan juga nilai perusahaan yang dihitung dengan Tobin’s Q. Hal ini memberi bukti bahwa keberadaan komite audit dapat meningkatkan efektifitas kinerja perusahaan.

Berdasarkan uraian diatas maka hipotesis dalam penelitian ini adalah: H2e : Komite audit berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.


(38)

29

2.4.3 Corporate Governance, Manajemen Laba dan Nilai Perusahaan 2.4.3.1 Komisaris Independen

Komisaris independen merupakan posisi terbaik untuk melaksanakan fungsi monitoring agar tercipta perusahaaan yang good corporate governance. Komisaris independen mempunyai peran penting dalam aktivitas pengawasan perusahaan. Komisaris independen dapat bertindak sebagai penengah dalam perselisihan yang terjadi diantara para manajer internal, mengawasi kebijakan manajemen serta memberikan nasehat kepada manajemen (Ujiyantho dan Pramuka, 2007).

Klein (2002) dalam Herawaty (2008) membuktikan bahwa besarnya discretionary accrual lebih tinggi untuk perusahaan yang memiliki komite audit yang terdiri dari sedikit komisaris independen dibanding perusahaan yang mempunyai komite audit yang terdiri banyak komisaris independen. Komisaris independen dapat memonitor manajemen dalam rangka menyelaraskan perbedaan kepentingan antara pemilik dan manajemen. Semakin besar proporsi komisaris independen, maka dapat mengurangi aktivitas manajemen laba.

Berdasarkan uraian diatas maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:

H3a : Pengaruh manajemen laba terhadap nilai perusahaan diperlemah dengan adanya komisaris independen.

2.4.3.2 Kepemilikan Manajerial

Jensen dan Meckling (1976) menemukan bahwa kepemilikan manajerial berhasil menjadi mekanisme untuk mengurangi masalah keagenan dari manajer dengan menyelaraskan kepentingan-kepentingan manajer dengan pemegang saham.


(39)

Masalah keagenan dapat diminimalisasi dengan cara memperbesar kepemilikan manajerial sehingga manajemen akan cenderung untuk berusaha meningkatkan kinerjanya untuk kepentingan pemegang saham. Hal itu akan berpengaruh pada kualitas laba yang dihasilkan dan nilai perusahaan. Penelitian mereka menemukan bahwa kepentingan manajer dengan pemegang saham eksternal dapat disatukan jika kepemilikan saham oleh manajer diperbesar sehingga manajer tidak akan memanipulasi laba untuk kepentingannya. Dalam kepemilikan saham yang rendah, maka insentif terhadap kemungkinan terjadinya perilaku oportunistik manajer akan meningkat.

Penelitian yang dilakukan oleh Iqbal (2007) dalam Praditia (2010) membuktikan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh secara signifikan terhadap praktek manajemen laba dengan arah hubungan negatif. Ujiyantho dan Pramuka (2007) menyatakan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh negatif signifikan terhadap manajemen laba. Hal ini menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial mampu menjadi mekanisme corporate governance yang dapat mengurangi ketidakselarasan kepentingan antara manajemen dengan pemilik atau pemegang saham.

Berdasarkan uraian diatas maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:

H3b : Pengaruh manajemen laba terhadap nilai perusahaan diperlemah dengan adanya kepemilikan manajerial.


(40)

31

2.4.3.3 Kepemilikan Institusional

Kepemilikan saham oleh investor institusional berperan untuk memonitor kinerja manajemen perusahaan dengan lebih efektif dan mempengaruhi manajer dalam pengambilan keputusan agar manajemen perusahaan tidak bertindak sesuai keinginannya sendiri (Iqbal, 2007 dalam Praditia, 2010). Investor institusional yang sering disebut sebagai investor yang canggih (sophisticated) sehingga seharusnya lebih dapat menggunakan informasi periode sekarang dalam memprediksi laba masa depan dibanding investor non instusional.

Hasil penelitian Jiambavo dkk (1996) dalam Pertiwi (2010) menemukan bahwa nilai absolut diskresioner berhubungan negatif dengan kepemilikan institusional. Balsam dkk (2002) menemukan hubungan yang negatif antar discretionary accrual yang tidak diekspektasi dengan imbal hasil di sekitar tanggal pengumuman karena investor institusional mempunyai akses atas sumber

informasi yang lebih tepat waktu dan relevan yang dapat mengetahui keberadaan pengelolaan laba lebih cepat dan lebih mudah dibandingkan investor individual. Hasil-hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa ada efek feedback dari

kepemilikan instusional yang dapat mengurangi pengelolaan laba yang dilakukan perusahaan. Jika pengelolaan laba tersebut efisien maka kepemilikan institusional yang tinggi akan meningkatkan pengelolaan laba tetapi jika pengelolaan laba yang dilakukan perusahaan bersifat oportunis maka kepemilikan institusional yang tinggi akan mengurangi Earnings Management.


(41)

Berdasarkan uraian diatas maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:

H3c : Pengaruh manajemen laba terhadap nilai perusahaan diperlemah dengan adanya kepemilikan instutusional.

2.4.3.4 Kualitas Audit

Untuk mengatasi terjadinya konflik kepentingan antara agen dan principal yang terjadi dalam perusahaan termasuk mengurangi manipulasi laba oleh manajemen, maka diperlukan beberapa mekanisme pengawasan dan kontrak. Salah satunya adalah dengan audit atas laporan keuangan. Manajemen perusahaan sebagai agen memerlukan jasa pihak ketiga agar tingkat kepercayaan pihak eksternal

perusahaan terhadap pertanggungjawaban semakin tinggi, begitupula sebaliknya pihak eksternal perusahaan memerlukan jasa pihak ketiga untuk meyakinkan dirinya bahwa laporan keuangan yang disajikan manajemen perusahaan dapat dipercaya sebagai dasar pengambilan keputusan.

Auditor merupakan salah satu mekanisme untuk mengendalikan prilaku manajemen, dengan demikian proses pengauditan memiliki peranan penting dalam mengurangi biaya keagenan dengan membatasi perilaku opportunistic manajemen. Becker (1998) dalam Praditia (2010) menemukan bahwa manajemen laba besar dalam perusahaan dengan kualitas auditor yang lebih rendah daripada perusahaan dengan kualitas auditor yang lebih tinggi. Kualitas audit dalam penelitian ini diukur dengan proksi ukuran KAP, karena diasumsikan akan berpengaruh terhadap hasil audit yang dilakukan oleh auditornya. Auditor yang bekerja di KAP Big Four dianggap lebih berkualitas karena auditor tersebut dibekali oleh serangkaian pelatihan dan prosedur serta memiliki program audit


(42)

33

yang lebih akurat dan efektif dibandingkan dengan auditor dari non KAP Big Four (Isnanta, 2008 dalam Welvin dan Herawaty, 2010).

Berdasarkan uraian diatas maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:

H3d : Pengaruh manajemen laba terhadap nilai perusahaan diperlemah dengan adanya kualitas audit.

2.4.3.5 Komite Audit

Komite audit bertanggung jawab untuk mengawasi laporan keuangan, mengawasi audit eksternal, dan mengawasi sistem pengendalian internal. Keberadaan komite audit diharapkan dapat mengurangi sifat opportunistic manajemen yang

melakukan manajemen laba dengan cara mengawasi laporan keuangan dan melakukan pengawasan pada audit eksternal (Siallagan dan Machfoedz, 2006).

Komite audit meningkatkan integritas dan kredibilitas pelaporan keuangan melalui: (1) pengawasan atas proses pelaporan termasuk sistem pengendalian internal dan penggunaan prinsip akuntansi berterima umum, dan (2) mengawasi proses audit secara keseluruhan. Hasilnya mengindikasikan bahwa adanya komite audit memiliki konsekuensi pada laporan keuangan yaitu: (1) berkurangnya

pengukuran akuntansi yang tidak tepat, (2) berkurangnya pengungkapan akuntansi yang tidak tepat dan (3) berkurangnya tindakan kecurangan manajemen dan tindakan illegal. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa komite audit dapat mengurangi aktivitas earning management yang selanjutnya akan


(43)

Berdasarkan uraian diatas maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:

H3e : Pengaruh manajemen laba terhadap nilai perusahaan diperlemah dengan adanya komite audit.


(44)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Populasi dan Sampel Penelitian 3.1.1 Populasi Penelitian

Populasi adalah sekelompok orang, kejadian atau segala sesuatu yang mempunyai karakteristik tertentu yang di tetapkan peneliti untuk di pelajari, kemudian di tarik kesimpulannya (Indriantoro, 2002). Populasi yang akan menjadi objek dalam penelitian ini adalah Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).

3.1.2 Sampel Penelitian

Sampel dalam penelitian ini adalah Perusahaan Manufaktur untuk periode

pengamatan 2009-2011. Pemilihan sampel penelitian berdasarkan pada purposive sampling dengan tujuan mendapatkan sampel yang representatif sesuai kriteria yang telah ditentukan. Berikut karakteristik pemilihan sampel yang digunakan untuk penelitian ini:

1. Perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Periode penelitian adalah tahun 2009-2011.


(45)

2. Perusahaan yang mempublikasikan laporan keuangan tahunan secara konsisten dari tahun 2008 sampai dengan 2011. Data tahun 2008 dibutuhkan untuk memperoleh data satu tahun sebelum tahun 2009. 3. Perusahaan yang memiliki data mengenai komisaris independen,

kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, kualitas audit dan komite audit.

4. Perusahaan yang termasuk ke dalam kategori perusahaan manufacturing (pemanufakturan).

5. Perusahaan yang menyajikan laporan keuangan dalam bentuk rupiah.

3.2 Data Penelitian

3.2.1 Jenis dan Sumber Data

Berdasarkan cara memperoleh data, jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara. Berdasarkan waktu pengumpulannya, data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data pooled atau panel yaitu data yang dikumpulkan pada beberapa waktu tertentu pada beberapa objek dengan tujuan menggambarkan keadaan. Jenis data panel yang digunakan dalam penelitian ini adalah balanced panel dimana setiap unit cross section memiliki jumlah observasi time series yang sama, dimana unit cross section sebanyak 43 perusahaan dengan time series yang sama yaitu 3 tahun (tahun 2009-2011).

Periode 2009-2011 dipilih karena menggambarkan kondisi yang relatif baru di pasar modal Indonesia. Penggunaan sampel yang relatif baru bertujuan agar hasil


(46)

37

penelitian lebih relevan untuk memahami kondisi yang aktual di Indonesia. Selain itu, tahun 2009-2011 dipilih karena periode ini merupakan tahun terkini yang memungkinkan untuk dijadikan populasi penelitian terkait ketersediaan dan kelengkapan data penelitian.

3.2.2 Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini, dikumpulkan dengan cara : 1 . Studi pustaka

Data dan teori dalam penelitian ini diperoleh dari literatur, artikel, jurnal dan penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian dan landasan teori.

2 . Studi dokumentasi

Dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder yang berupa laporan keuangan perusahaan dari pojok Bursa Efek Indonesia maupun dengan situs resmi Bursa Efek Indonesia dan Indonesian Capital Market Directory (ICMD).

3.3 Operasional Variabel Penelitian 3.3.1 Variabel Independent

Variabel independent adalah tipe variabel yang menjelaskan atau mempengaruhi variabel yang lain (Indriantoro, 2002). Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah manajemen laba. Menurut Surifah (1999) dalam Pertiwi (2010) earnings management dapat mengurangi kredibilitas laporan keuangan apabila digunakan untuk pengambilan keputusan, karena earnings


(47)

management merupakan suatu bentuk manipulasi atas laporan keuangan yang menjadi sarana komunikasi antara manajer dan pihak eksternal perusahaan. Manajemen Laba diproksikan dengan menggunakan discretionary accrual. Pengukuran discretionary accrual menggunakan Model Jones (1991) yang dimodifikasi oleh Dechow, dkk. (1995). Model ini digunakan karena dinilai merupakan model yang paling baik dalam mendeteksi manajemen laba. Untuk mendapatkan nilai discretionary accrual dilakukan dengan langkah-langkah berikut ini:

Menghitung total akrual dengan menggunakan pendekatan aliran kas (cash flow approach), yaitu:

TAit = NIit – CFOit

1. Menentukan koefisien dari regresi total akrual.

Akrual diskresioner merupakan perbedaan antara total akrual dengan akrual nondiskresioner. Langkah awal untuk menentukan akrual nondiskresioner yaitu dengan melakukan regresi sebagai berikut:

( ) (

) (

)

2. Menentukan akrual nondiskresioner.

Regresi yang dilakukan menghasilkan koefisien α1, α2, dan α3. Koefisien α1, α2, dan α3 tersebut kemudian digunakan untuk memprediksi akrual


(48)

39

(

) (

) (

)

3. Selanjutnya, dapat dihitung nilai discretionary accruals sebagai berikut:

Keterangan:

TAit : Total accrual perusahaan i pada periode t NIit : Laba bersih perusahaan i pada tahun t

Ait-1 : Total aset untuk sampel perusahaan i pada tahun t-1. CFO : Arus kas dari kegiatan operasi

NDAit : Non discretionary accrual perusahaan i pada tahun t DAit : Discretionary accrual perusahaan i pada tahun t

∆REVit : Perubahan pendapatan perusahaan i dari tahun t-1 ke tahun t ∆RECit : Perubahan nilai bersih piutang i dari tahun t-1 ke tahun t PPEit : Aktiva tetap perusahaan i pada tahun t

α1, α2, α3 : Koefisien Regresi

e : Error term perusahaan I pada tahun t

3.3.2 Variabel Dependent

Variabel dependen adalah tipe variabel yang dijelaskan atau dipengaruhi oleh variabel independen ( indriantoro, 2002). Variabel dependent yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai perusahaan. Kesejahteraan pemegang saham dapat dilihat dari nilai perusahaan, semakin tinggi nilai perusahaan maka menggambarkan semakin sejahtera pula pemiliknya. Nilai perusahaan dapat


(49)

dilihat melalui nilai pasar atau nilai buku perusahaan dari kepemilikan ekuitasnya. Dalam neraca keuangan, ekuitas menggambarkan total modal perusahaan. Nilai perusahaan dapat diukur dengan menggunakan rumus Tobin’s Q yang di hitung dengan menggunakan rumus:

Q =

Keterangan:

Q : Nilai perusahaan

MVE : Nilai Pasar Ekuitas (Equity Market Value) D : Nilai buku dari total hutang

BVE : Nilai buku dari ekuitas (Equity Book Value)

Market Value Equity (MVE) diperoleh dari hasil perkalian harga saham dan penutupan (closing price) akhir tahun dengan jumlah saham yang beredar pada akhir tahun. Book Value Equity (BVE) diperoleh dari selisih total asset perusahaan dengan total kewajibannya.

3.3.3 Variabel Moderating

Variabel moderating yaitu tipe variabel yang memperkuat atau memperlemah hubungan langsung antara variabel independent dan variabel dependent

(Indriantoro, 2002). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel moderating antara earning management dengan nilai perusahaan adalah corporate governance.


(50)

41

1. Komisaris Independen

Kualitas laba dapat ditingkatkan dengan membatasi tingkat manajemen laba melalui fungsi monitoring atas pelaporan keuangan oleh dewan komisaris independent. Fungsi monitoring yang dilakukan oleh dewan komisaris

dipengaruhi oleh jumlah atau ukuran dewan komisaris. Komisaris independen yang memiliki sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen) dari jumlah seluruh anggota komisaris, berarti telah memenuhi pedoman good corporate governance guna menjaga independensi, pengambilan keputusan yang efektif, tepat dan cepat. Indikator yang digunakan untuk mengukur komisaris independen adalah

persentase jumlah komisaris independen dari seluruh jumlah anggota dewan komisaris yang ada.

2. Kepemilikan Manajerial

Kepemilikan manajerial adalah besarnya jumlah saham yang dimiliki manajemen dari total saham yang beredar. Kepemilikan saham yang besar dari segi nilai ekonomisnya memiliki insentif menyelaraskan kepentingan dengan principals. Prilaku opportunity manajer (earning management) akan menurun apabila kepemilikan saham oleh manajerial meningkat. Apabila ada kepemilikan manajerial dalam perusahaan maka akan dinilai satu jika tidak maka nol, dalam penelitian ini kepemilikan manajerial di ukur dengan dummy variable.

3. Kepemilikan Institusional

Kepemilikan institusional adalah jumlah kepemilikan saham yang dimiliki oleh pihak institusi. Adanya kepemilikan institusional dapat memantau secara profesional perkembangan investasinya maka tingkat pengendalian terhadap


(51)

manajemen sangat tinggi sehingga potensi kecurangan dapat ditekan. Investor institusional mencakup bank, dana pensiun, perusahaan asuransi, dan lembaga keuangan lainnya. Kepemilikan institusional dihitung dengan jumlah lembar saham yang dimiliki oleh investor institusional dibagi dengan total jumlah lembar saham yang beredar.

4. Kualitas Audit

Audit merupakan suatu proses untuk mengurangi ketidakselarasan informasi yang terdapat antara manajer dan para pemegang saham dengan menggunakan pihak luar untuk memberikan pengesahan terhadap laporan keuangan (Meutia, 2004). Kualitas auditor dapat diukur dengan mengklasifikasikan atas audit yang

dilakukan oleh KAP Big Four dan audit yang dilakukan oleh KAP Non-Big Four. Dalam penelitian ini, kualitas audit merupakan variabel dummy. Jika perusahaan diaudit oleh KAP Big Four maka mendapat nilai 1 dan 0 sebaliknya.

5. Komite Audit

Komite audit yang bertanggung jawab untuk mengawasi laporan keuangan, mengawasi audit eksternal, dan mengamati sistem pengendalian internal

(termasuk audit internal) dapat mengurangi sifat opportunistic manajemen yang melakukan manajemen laba (earnings management) dengan cara mengawasi laporan keuangan dan melakukan pengawasan pada audit eksternal. Komite audit diharapkan dapat mengurangi aktivitas manajemen laba yang selanjutnya akan mempengaruhi kualitas laba. Komite audit diukur dengan membagi antara jumlah anggota komite audit independen terhadap total komite audit.


(52)

43

3.3.4Variabel Kontrol

Variabel kontrol atau variabel pelengkap yaitu untuk melengkapi atau mengkontrol hubungan kausalnya supaya lebih baik untuk didapatkan model empiris yang lebih lengkap dan lebih baik. Variabel kontrol ini bukan variabel utama yang akan diteliti dan diuji tetapi lebih ke variabel lain yang mempunyai efek pengaruh (Jogiyanto, 2010 dalam Pertiwi, 2010). Variabel kontrol yang digunakan dalam penelitian ini adalah ukuran perusahaan. Ukuran perusahaan diukur dari natural logaritma nilai pasar ekuitas perusahaan pada akhir, yaitu jumlah saham beredar pada akhir tahun dikalikan dengan harga pasar saham akhir tahun.

3.4Metode Analisis Data

Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan statistik deskriptif dan analisis regresi berganda. Analisis data yang diperoleh dalam penelitian ini akan menggunakan bantuan teknologi komputer yaitu program aplikasi Econometric Views (Eviews) versi 6.

3.4.1 Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum, minimum, sum, range, kurtoses dan skewness (kemencengan distribusi). Analisis statistik deskriptif digunakan untuk mengetahui gamabaran mengenai mekanisme corporate governance, manajemen laba dan nilai perusahaan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.


(53)

3.4.2 Uji Asumsi Klasik

Sebelum dilakukan pengujian regresi linier berganda, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik meliputi uji normalitas, multikolinearitas, autokorelasi dan heteroskedasitas.

3.4.2.1 Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel independent, variabel dependent atau keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau

mendekati normal. Salah satu metode yang banyak digunakan untuk menguji normalitas adalah dengan Uji Jarque-Bera.

Pada program EViews, pengujian normalitas dilakukan dengan Jarque-Bera test. Uji Jarque-Bera mempunyai nilai chi square dengan derajat bebas dua. Jika hasil uji jarque-bera lebih besar dari nilai chi square pada α = 5%, maka hipotesis nol diterima yang berarti data berdistribusi normal. Jika hasil uji jarque-bera lebih kecil dari nilai chi square pada α = 5%, maka hipotesis nol ditolak yang artinya tidak berdisribusi normal.

3.4.2.2 Uji Multikolinearitas

Multikolinearitas adalah adanya suatu hubungan linear yang sempurna (mendekati sempurna) antara beberapa atau semua variable bebas (Kuncoro, 2011). Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variable bebas (independen). Model regresi yang baik


(54)

45

seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. Jika variable independen saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak ortogonal. Variabel ortogonal adalah variabel independen yang nilai korelasi antar sesama variabel independen sama dengan nol. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolonieritas di dalam model regresi adalah sebagai berikut (Ghozali, 2005) :

1. Nilai R2 yang dihasilkan oleh suatu estimasi model regresi empiris

sangat tinggi, tetapi secara individual variabel-variabel independen banyak yang tidak signifikan mempengaruhi variabel dependen.

2. Menganalisis matrik korelasi variabel-variabel independen. Jika antar variabel independen ada korelasi yang cukup tinggi, maka hal ini

merupakan indikasi adanya multikolonieritas. Gujarati (1995) lebih tegas mengatakan “bila korelasi antara dua variabel bebas melebihi 0,8 maka multikolinearitas menjadi masalah yang serius”.

3.4.2.3 Uji Heteroskedasitas

Uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variabel residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap maka disebut homokedastisitas, dan jika berbeda maka disebut heterokedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang mengalami homokedastisitas atau tidak terjadi

heteroskedastisitas (Ghozali, 2005).

Dalam penelitian ini, metode yang digunakan untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas menggunakan uji white. Pengujian ini dilakukan dengan bantuan program Eviews 6 yang akan memperoleh nilai probabilitas


(55)

Obs*R-square yang nantinya akan dibandingkan dengan tingkat signifikansi (alpha). Jika nilai probabilitas signifikansinya di atas 0,05 maka dapat disimpulkan tidak terjadi heteroskedastisitas. Namun sebaliknya, jika nilai probabilitas signifikansinya di bawah 0,05 maka dapat dikatakan telah terjadi heteroskedastisitas.

3.4.2.4 Uji Autokorelasi

Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linear adakorelasi antara kesalahan pengganggu pada periode sebelumnya.Jika terjadi korelasi maka dinamakan ada problem autokorelasi. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. Dalam mendeteksi ada atau tidak nya autokorelasi dapat dilakukan dengan uji Durbin-watson (DW test) dengan syarat du<DW<4-du (Ghozali, 2005).

3.5 Pengujian Hipotesis

3.5.1 Analisis Regresi Berganda

Analisis regresi berganda dimaksudkan untuk menguji pengaruh simultan dari beberapa variabel bebas terhadap satu variabel terikat. Analisis regresi digunakan oleh peneliti apabila peneliti bermaksud meramalkan bagaimana keadaan (naik-turunnya) variabel dependen, dan apabila dua atau lebih variablel independen sebagai prediktor dimanipulasi atau dinaik turunkan nilainya. Analisis regresi dapat memberikan jawaban mengenai besarnya pengaruh setiap variabel independen terhadap variabel dependennya. Pengambilan hipotesis dapat dilakukan dengan melihat nilai probability signifikansi masing-masing variabel yang terdapat pada output hasil analisis regresi yang menggunakan Eviews 6. Jika


(56)

47

angka signifikansi lebih kecil dari α (0,05) maka dapat dikatakan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara variabel bebas terhadap variabel terikat. Dalam penelitian ini model regresi berganda yang akan dikembangkan adalah sebagai berikut :

Qit = α0 + α1 EMit + α2 KomIndit + α3 KepManit + α4 KepInsit + α5 KuAit + α6 KoAit + α7 EM* KomIndit + α8 EM*KepManit + α9 EM*KepInsit + α10 EM*KuAit + α11 EM*KoAit + α12 UPit + e

Keterangan :

EM : Earnings management diproksi dengan akrual abnormal (DA). KomInd : Persentase komisaris independen dibanding total dewan

komisaris.

KepMan : Kepemilikan manajerial = dummy variable dengan nilai 1 jika ada kepemilikan manajerial dan 0 sebaliknya.

KepIns : Kepemilikan institusional = berapa besar presentase Kepemilikan Institusional dalam struktur saham perusahaan.

KuA : Kualitas Audit = dummy variabel dengan nilai 1 jika diaudit oleh KAP Big 4 dan 0 sebaliknya.

KoA : Komite Audit Q : Nilai Perusahaan.

UP : Ukuran perusahaan diproksi dengan log natural nilai pasar ekuitas Perusahaan pada akhir tahun, yaitu jumlah saham beredar pada akhir tahun dikalikan dengan harga pasar saham akhir tahun.


(57)

KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh manajemen laba terhadap nilai perusahaan dengan mekanismecorporate governancesebagai variabel pemoderasi. Selain itu digunakan variabel kontrol yaitu ukuran

perusahaan. dari seluruh hipotesis yang diajukan, hanya lima hipotesis yang diterima dan hipotesis lainnya ditolak. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan kesimpulan sebagai berikut:

1. Tindakan manajemen laba berpengaruh negatif signifikan terhadap nilai perusahaan. Hal ini menjelaskan bahwa manajemen laba dapat

menurunkan nilai perusahaan.

2. Dari kelima variabel corporate governance ada empat variable yang berpengaruh signifikan yaitu dewan komisaris, kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional dan komite audit. Sedangkan variabel kualitas audit tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Dari keempat variable yang berpengaruh signifikan, variable kepemilikan institusional dan komisaris independen memiliki pengaruh positif,


(58)

72

3. Variabel komisaris independen sebagai variabel pemoderasi dari manajemen laba terhadap nilai perusahaan memiliki pengaruh positif signifikan yang dapat mengurangi tindakan manajemen laba. Semakin besar proporsi komisaris independen maka dapat mengurangi aktivitas manajemen laba dan hal itu akan berdampak pada kenaikan nilai

perusahaan. Hal ini membuktikan bahwa komisaris independen merupakan variable pemoderasi antara manajemen laba dan nilai perusahaan.

4. Variabel kepemilikan manajerial sebagai variabel pemoderasi dari manajemen laba terhadap nilai perusahaan tidak memiliki pengaruh yang signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial tidak mampu menjadi mekanismecorporate governanceyang dapat mengurangi ketidakselarasan kepentingan antara manajemen dengan pemilik atau pemegang saham.

5. Variabel kepemilikan institusional sebagai variabel pemoderasi dari manajemen laba terhadap nilai perusahaan tidak memiliki pengaruh yang signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya kepemilikan saham oleh pihak institusi tidak mampu mengurangi terjadinya tindakan

manajemen laba.

6. Variabel kualitas audit sebagai variabel pemoderasi dari manajemen laba terhadap nilai perusahaan memiliki pengaruh positif signifikan.

Penggunaan KAP big 4 dalam penelitian ini mampu mengurangi aktivitas manajemen laba dan hal itu akan berdampak pada kenaikan nilai


(59)

7. Variabel komite audit sebagai variabel pemoderasi dari manajemen laba terhadap nilai perusahaan memiliki pengaruh positif signifikan. Adanya komite audit didalam perusahaan dapat mengurangi aktivitas manajemen laba dan akan berdampak pada kenaikan nilai perusahaan.

5.2 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, yaitu:

1. Corporate governance yang digunakan dalam penelitian ini masih terbatas pada lima variabel yaitu kepemilikan institusional, kepemilikan

manajerial, komisaris independen, komite audit dan kualitas auditor 2. Periode penelitian yang relatif pendek yaitu 2009-2011 dan jumlah sampel

yang hanya 43 perusahaan untuk tiap tahunnya.

3. Variabel kepemilikan institusional hanya berdasarkan total persentase kepemilikan saham institusional saja, tanpa mengelompokkan kepemilikan institusional asing dan domestik.

4. Variabel kepemilikan manajerial hanya menggunakan satu karakteristik, yaitu ada atau tidak adanya kepemilikan manajerial tanpa memasukkan karakteristik lain misalnya jumlah kepemilikan manajerial dalam suatu perusahaan.

5. Penelitian ini hanya menggunakan sampel perusahaan sektor manufaktur, sehingga hasil penelitian ini tidak dapat digunakan untuk menggeneralisasi seluruh sektor industri karena tiap sektor industri memiliki karakteristik yang berbeda.


(60)

74

6. Hasil penelitian ini juga belum memberikan hasil yang seperti

dihipotesiskan. Hal ini dimungkinkan karena penggunaan model untuk menentukan manajemen laba.

5.3 Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan sebelumnya dapat ditarik beberapa saran sebagai berikut:

1. Penelitian selanjutnya perlu mengidentifikasi mekanismecorporate governancelain untuk mengetahui bagaimana pengaruhnya terhadap manajemen laba dan nilai perusahaan, seperti sistem insentif untuk manajemen, dewan direksi, pertemuan RUPS dan lain sebagainya. 2. Untuk penelitian selanjutnya hendaknya menambah periode penelitian,

sehingga mungkin dapat dirasakan efek dari praktekcorporate governance.

3. Menggunakan model lain yang lebih tepat dalam menghitung

discretionary accrual yang lebih sesuai untuk diterapkan di Indonesia. 4. Menggunakan sampel perusahaan yang tidak hanya pada perusahaan

manufaktur saja, tetapi dapat dikembangkan dengan menggunakan sampel dari kelompok perusahaan lain yanglisteddi Bursa Efek Indonesia.


(61)

DAFTAR PUSTAKA

Anthony, Robert N dan Vijay Govindarajan. 2005. “Management Control System Buku 2”. Jakarta: Salemba Empat.

Balsam, Bartov and C. Marquardt.2002. Accrual Management, Investor

Sophisticated, and Equity Valuation: Evidence from 10-Q Fillings. Journal of Accounting Research.Vol.40 No.4, p.987-1012.

Chariri, Anis dan Imam Ghozali. 2007. “Teori Akuntansi”. Semarang. Badan Penerbit UNDIP

Dechow, P. 1995.“Accounting Earnings and Cash flow as Measures of Firm Performance: The Role of Accounting Accruals”. Journal of Accounting and Economics. 18: p. 2-42.

Dechow, P., R.G. Sloan, and A.P. Sweeney. 1996. “Causes and Consequences of Earnings Manipulation: An Analysis of Firms Subject to Enforcement Actions by SEC”.Contemporary Accounting Research. Vol. 13 No.1, p.1-36.

Fischer, Marly dan Kenneth Rozenzweigg. 1995. “Attitude of Student Practitiones Concerting the Ethical Acceptability of Earnings Management”.Journal of Business Ethic.

Ghozali, Imam. 2005. “AplikasiAnalisis Multivariate dengan Program SPSS”. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Gujarati, Damodar N. 1995. Basic Econometric. New York: McGraw Hill Inc. Guna, Welvin dan Herawaty, Arleen. 2010. ”Pengaruh Mekanisme GCG,

Independensi Auditor, Kualitas Audit dan Faktor Lainnya Terhadap

manajemen Laba”. Jurnal Bisnis dan Akuntansi Vol.12, No.1. Jakarta.

Herawaty, Vinola. 2008. ”Peran Praktek Corporate Governance Sebagai Moderating Variable Dari Pengaruh Earnings Management Terhadap Nilai Perusahaan”. Simposium Nasional Akuntansi.


(1)

72

3. Variabel komisaris independen sebagai variabel pemoderasi dari manajemen laba terhadap nilai perusahaan memiliki pengaruh positif signifikan yang dapat mengurangi tindakan manajemen laba. Semakin besar proporsi komisaris independen maka dapat mengurangi aktivitas manajemen laba dan hal itu akan berdampak pada kenaikan nilai

perusahaan. Hal ini membuktikan bahwa komisaris independen merupakan variable pemoderasi antara manajemen laba dan nilai perusahaan.

4. Variabel kepemilikan manajerial sebagai variabel pemoderasi dari manajemen laba terhadap nilai perusahaan tidak memiliki pengaruh yang signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial tidak mampu menjadi mekanismecorporate governanceyang dapat mengurangi ketidakselarasan kepentingan antara manajemen dengan pemilik atau pemegang saham.

5. Variabel kepemilikan institusional sebagai variabel pemoderasi dari manajemen laba terhadap nilai perusahaan tidak memiliki pengaruh yang signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya kepemilikan saham oleh pihak institusi tidak mampu mengurangi terjadinya tindakan

manajemen laba.

6. Variabel kualitas audit sebagai variabel pemoderasi dari manajemen laba terhadap nilai perusahaan memiliki pengaruh positif signifikan.

Penggunaan KAP big 4 dalam penelitian ini mampu mengurangi aktivitas manajemen laba dan hal itu akan berdampak pada kenaikan nilai


(2)

73

7. Variabel komite audit sebagai variabel pemoderasi dari manajemen laba terhadap nilai perusahaan memiliki pengaruh positif signifikan. Adanya komite audit didalam perusahaan dapat mengurangi aktivitas manajemen laba dan akan berdampak pada kenaikan nilai perusahaan.

5.2 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, yaitu:

1. Corporate governance yang digunakan dalam penelitian ini masih terbatas pada lima variabel yaitu kepemilikan institusional, kepemilikan

manajerial, komisaris independen, komite audit dan kualitas auditor 2. Periode penelitian yang relatif pendek yaitu 2009-2011 dan jumlah sampel

yang hanya 43 perusahaan untuk tiap tahunnya.

3. Variabel kepemilikan institusional hanya berdasarkan total persentase kepemilikan saham institusional saja, tanpa mengelompokkan kepemilikan institusional asing dan domestik.

4. Variabel kepemilikan manajerial hanya menggunakan satu karakteristik, yaitu ada atau tidak adanya kepemilikan manajerial tanpa memasukkan karakteristik lain misalnya jumlah kepemilikan manajerial dalam suatu perusahaan.

5. Penelitian ini hanya menggunakan sampel perusahaan sektor manufaktur, sehingga hasil penelitian ini tidak dapat digunakan untuk menggeneralisasi seluruh sektor industri karena tiap sektor industri memiliki karakteristik yang berbeda.


(3)

74

6. Hasil penelitian ini juga belum memberikan hasil yang seperti

dihipotesiskan. Hal ini dimungkinkan karena penggunaan model untuk menentukan manajemen laba.

5.3 Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan sebelumnya dapat ditarik beberapa saran sebagai berikut:

1. Penelitian selanjutnya perlu mengidentifikasi mekanismecorporate governancelain untuk mengetahui bagaimana pengaruhnya terhadap manajemen laba dan nilai perusahaan, seperti sistem insentif untuk manajemen, dewan direksi, pertemuan RUPS dan lain sebagainya. 2. Untuk penelitian selanjutnya hendaknya menambah periode penelitian,

sehingga mungkin dapat dirasakan efek dari praktekcorporate governance.

3. Menggunakan model lain yang lebih tepat dalam menghitung

discretionary accrual yang lebih sesuai untuk diterapkan di Indonesia. 4. Menggunakan sampel perusahaan yang tidak hanya pada perusahaan

manufaktur saja, tetapi dapat dikembangkan dengan menggunakan sampel dari kelompok perusahaan lain yanglisteddi Bursa Efek Indonesia.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Anthony, Robert N dan Vijay Govindarajan. 2005. “Management Control System Buku 2”. Jakarta: Salemba Empat.

Balsam, Bartov and C. Marquardt.2002. Accrual Management, Investor

Sophisticated, and Equity Valuation: Evidence from 10-Q Fillings. Journal of Accounting Research.Vol.40 No.4, p.987-1012.

Chariri, Anis dan Imam Ghozali. 2007. “Teori Akuntansi”. Semarang. Badan Penerbit UNDIP

Dechow, P. 1995.“Accounting Earnings and Cash flow as Measures of Firm Performance: The Role of Accounting Accruals”. Journal of Accounting and Economics. 18: p. 2-42.

Dechow, P., R.G. Sloan, and A.P. Sweeney. 1996. “Causes and Consequences of Earnings Manipulation: An Analysis of Firms Subject to Enforcement Actions by SEC”.Contemporary Accounting Research. Vol. 13 No.1, p.1-36.

Fischer, Marly dan Kenneth Rozenzweigg. 1995. “Attitude of Student Practitiones Concerting the Ethical Acceptability of Earnings Management”.Journal of Business Ethic.

Ghozali, Imam. 2005. “AplikasiAnalisis Multivariate dengan Program SPSS”. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Gujarati, Damodar N. 1995. Basic Econometric. New York: McGraw Hill Inc. Guna, Welvin dan Herawaty, Arleen. 2010. ”Pengaruh Mekanisme GCG,

Independensi Auditor, Kualitas Audit dan Faktor Lainnya Terhadap manajemen Laba”. Jurnal Bisnis dan Akuntansi Vol.12, No.1. Jakarta. Herawaty, Vinola. 2008. ”Peran Praktek Corporate Governance Sebagai

Moderating Variable Dari Pengaruh Earnings Management Terhadap Nilai Perusahaan”. Simposium Nasional Akuntansi.


(5)

Indriantoro, Nur & Supomo, Bambang.2002.”Metode Penelitian Bisnis”. Yogyakarta: BPFE.

Jensen, M. and Meckling, W. 1976. ”Theory of the firm: managerial behavior, agency costs and ownership structure”. Journal of Financial Economics, Vol. 3, pp. 305-60.

Jones, Jennifer J. 1991. “Earnings Management During Import Relief Investigations”. Journal of Accounting Research. Vol. 29 No. 2

Lestari, Dwi Anita. 2010. “Pengaruh Pengungkapan GCG Dan Manajemen Laba Terhadap Asimetri Informasi Pada Perusahaan Manufatur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia”. Skripsi Mahasiswa Akuntansi S1. Jakarta. Meutia, Intan. 2004. “Pegaruh Independensi Terhadap Manajemen Laba Untuk

KAP Big 5 Dan Non Big 5”. Jurnal Riset Akutasi Indonesia. Vol. 7 No. 3, September, 2004.

Mulford, Charles and Eugene Comiskey. 2002. The Financial Numbers Game Detecting Creative Accounting Theory. New York: John Wiley and Sons, Inc.

Nurlela, Rika dan Ishlahuddin. 2008. “Pengaruh Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai Perusahaan dengan Presentase Kepemilikan Manajemen sebagai Variabel Moderating”. Simposium Nasional Akuntansi XI. Pontianak.

Pertiwi, Diah Ayu. 2010. “Analisis Pengaruh Earning Management Terhadap Nilai Perusahaan Dengan Peranan Praktik Corporate Governance Sebagai Moderating Variabel Pada Perusahaan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2005-2008”. Skripsi Mahasiswa Akuntansi S1. Semarang.

Praditia, Okta Rezika. 2010. “Analisis Pengaruh Mekanisme Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba Dan Nilai Perusahaan Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (BEI) Pada Tahun 2005-2008”. Skripsi Mahasiswa Akuntansi S1. Semarang. Rachmawati, Andri dan Triatmoko. 2007. “Analisis Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Kualitas Laba dan Nilai Perusahaan”. Simposium Nasional Akuntansi X. Makasar, 26-28 Juli

Rama, Radian Sri. 2012. Manajemen Laba (Earning Management) Dalam Perspektif Etika Hedonisme. Skripsi. Malang: Universitas Brawijaya. Scott, William R. 2006. “Financial Accounting theory. Second Edition”. Canada:


(6)

Scott, William R. 2006. “Financial Accounting theory. 4th Edition”. Canada Inc: Person Education.

Siallagan, Hamonangan dan Machfoedz, Mas’ud. 2006.”Mekanisme Corporate Governance, Kualitas Laba dan Nilai Perusahaan”.Simposium Nasional Akuntansi IX. Padang, 23-26 Agustus 2006.

Sukamulja, Sukmawati. 2004. ”Good Corporate Governance di Sektor Keuangan: Dampak GCG Terhadap Kinerja Perusahaan (Kasus di Bursa Efek

Jakarta)”. BENEFIT, Vol.8, No. 1, h. 1-25.

Susanti, Angraheni Niken. 2010. “Analisis Pengaruh Mekanisme Corporate Governance Terhadap Nilai Perusahaan Dengan Kualitas Laba Sebagai Variabel Intervening Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2004-2007”. Simposium Nasional Keuangan. Surakarta.

Tarjo. 2008. “Pengaruh Konsentrasi Kepemilikan Institusional dan Leverage Terhadap Manajemen Laba, Nilai Pemegang saham serta Cost of Equity Capital”. Simposium Nasional Akuntansi XI. Pontianak.

Ujiyantho, Arif Muh. dan B.A. Pramuka. 2007. “Mekanisme Corporate Governance, Manajemen Laba dan Kinerja Keuangan”. Simposium Nasional Akuntansi X, Makasar, 26-28 Juli

Wahyudi, Untung dan Prasetyaning, Hartini Pawestri. 2006. Implikasi Struktur Kepemilikan Terhadap Nilai Perusahaan :Dengan Keputusan Keuangan Sebagai Variabel Intervening”. Simposium Nasional Akuntansi IX. Padang 23-26 Agustus.

Watts R. and J.L. Zimmerman. 1986. “Positive Accounting Theory”. New York: Prentice Hall.

Wulandari, Ndaruningpuri. 2006. “Pengaruh Indikator Mekanisme Corporate Governance Terhadap Kinerja Perusahaan Publik Di Indonesia”. Fokus Ekonomi Vol. 1 No. 2. Semarang.

http://ilmuakuntansi.web.id/motivasi-manajemen-laba/ Diakses pada 09:32 WIB, 21 Mei 2013


Dokumen yang terkait

ANALISIS PENGARUH MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP NILAI PERUSAHAAN DENGAN KUALITAS LABA SEBAGAI VARIABEL INTERVENING PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2004 2007

0 4 91

Pengaruh Kualitas Auditor, Komite Audit Terhadap Manajemen Laba dengan Good Corporate Governance sebagai Variabel Pemoderasi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 12 111

ANALISIS PENGARUH MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP NILAI PERUSAHAAN DENGAN KUALITAS LABA SEBAGAI VARIABEL INTERVENING PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIO

0 2 26

PENGARUH MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP MANAJEMEN LABA PADA PERUSAHAAN PERBANKAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA.

0 1 7

PENGARUH MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP MANAJEMEN LABA PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG PENGARUH MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP MANAJEMEN LABA PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA.

0 0 14

PENDAHULUAN PENGARUH MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP MANAJEMEN LABA PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA.

0 0 7

PENGARUH MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP NILAI PERUSAHAAN DENGAN KUALITAS LABA SEBAGAI VARIABEL INTERVENING PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2004-2007.

0 1 96

Pengaruh Kualitas Auditor, Komite Audit Terhadap Manajemen Laba dengan Good Corporate Governance sebagai Variabel Pemoderasi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 11

Pengaruh Kualitas Auditor, Komite Audit Terhadap Manajemen Laba dengan Good Corporate Governance sebagai Variabel Pemoderasi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 2

Pengaruh Kualitas Auditor, Komite Audit Terhadap Manajemen Laba dengan Good Corporate Governance sebagai Variabel Pemoderasi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 10