FARMING DEVELOPMENT OF GOLDFISH WITH FISH FLOATING NET CAGES HOUSEHOLD AND WELFARE OF FARMERS (Pekurun Village In the Middle District of Abung Pekurun) PENGEMBANGAN BUDIDAYA IKAN MAS DENGAN KERAMBA JARING APUNG DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PETAN

(1)

FARMING DEVELOPMENT OF GOLDFISH WITH FISH FLOATING NET CAGES HOUSEHOLD AND WELFARE OF FARMERS

(Pekurun Village In the Middle District of Abung Pekurun) By

Adi Mulyawan1, Wan Abbas Zakaria2, Dyah Aring H.L.2 Abstract

This study aims to : 1) Determine the financial feasibility of business KJA in the Pekurun Village, 2) Analyze the sensitivity of the financial feasibility of the business KJA in the village of Central Pekurun, and 3) To analyze the prospects for business development KJA in the village of Central Pekurun.

This research was conducted in the Pekurun village, District Pekurun, North Lampung. This research was conducted in Jan-May 2013. Data used in the form of primary data drawn from interviews with respondents farmers and secondary data drawn from relevant agencies. Data analysis methods used in the sampling method in this study is the census. Analysis of the data used to process the data in this study is a financial analysis and sensitivity analysis in floating net cages effort and welfare analysis.

The results of the study are: 1) The Net Present Value floating net cages of Rp 9,658,032.00 for small-scale, medium-scale Rp 61,247,160.00, and Rp 119,166,438.00 to large-scale. Floating net IRR of 23% for small-scale, 25% for medium-scale and 26% for the large-scale. Gross B/C business floating net cages 1.02 for small-scale, medium-scale and large-scale 1.02 and 1.03. Payback Period businesses floating net cages for small-scale 2 years 9 months 7 days, the medium-scale was for 1 year 7 months 5 days and large-scale for 2 years 9 months 7 days. 2) Based on the sensitivity analysis shows that the enlargement effort on KJA carp are sensitive to price increases of 3% of production inputs and sensitive to the decline in carp production by 50%. If there is a 3% increase in input prices, it will cause KJA effort is not feasible. If there is a decrease in 50% yield, it will cause the business KJA infeasible. 3) According to the criteria Sajogyo welfare, household farming in floating cages Pekurun Village Central District of Abung Pekurun small, medium, and large are in decent category.


(2)

PENGEMBANGAN BUDIDAYA IKAN MAS DENGAN KERAMBA JARING APUNG DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN

RUMAH TANGGA PETANI

(Di Desa Pekurun Tengah Kecamatan Abung Pekurun) Oleh

Adi Mulyawan1, Wan Abbas Zakaria2, Dyah Aring H.L.2

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk : 1) Mengetahui kelayakan finansial usaha Keramba Jaring Apung (KJA) di Desa Pekurun Tengah, 2) Menganalisis sensitivitas kelayakan finansial usaha Keramba Jaring Apung (KJA) di Desa Pekurun Tengah, dan 3) Menganalisis prospek pengembangan usaha Keramba Jaring Apung (KJA) di Desa Pekurun Tengah.

Penelitian ini dilakukan di Kampung Pekurun, Kecamatan Pekurun, Kabupaten Lampung Utara. Penelitian ini dilakukan pada Bulan Jan-Mei 2013. Data yang digunakan berupa data primer yang diambil dari hasil wawancara dengan petani responden dan data sekunder yang diambil dari instansi-instansi terkait. Metode analisis data yang digunakan dalam pengambilan sampling dalam penelitian ini adalah metode sensus. Analisis data yang digunakan untuk mengolah data pada penelitian ini adalah analisis finansial dan analisis sensitivitas pada usaha keramba jaring apung serta analisis kesejahteraan.

Hasil dari penelitian yaitu : 1) Net Present Value keramba jaring apung sebesar Rp 29.658.032,00 untuk skala kecil, Rp 61.247.160,00 untuk skala sedang, dan Rp 119.166.438,00 untuk skala besar. IRR keramba jaring apung sebesar 23% untuk skala kecil, 25% untuk skala sedang dan 26% untuk skala besar. Gross B/C usaha keramba jaring apung untuk skala kecil 1,02, skala sedang 1,03 dan skala besar 1,02. Payback Period usaha keramba jaring apung untuk skala kecil 2 tahun 9 bulan 7 hari, skala sedang selama 1 tahun 7 bulan 5 hari dan skala besar selama 2 tahun 9 bulan 7 hari. 2) Berdasarkan analisis sensitivitas menunjukkan bahwa usaha pembesaran ikan mas pada KJA sensitif terhadap kenaikan harga input produksi sebesar 3% dan sensitif terhadap penurunan produksi ikan mas sebesar 50%. Jika terjadi kenaikan harga input 3%, maka akan menyebabkan usaha KJA menjadi tidak layak. Jika terjadi penurunan hasil produksi 50%, maka akan menyebabkan usaha KJA menjadi tidak layak. 3) Menurut kriteria kesejahteraan Sajogyo, rumah tangga usaha budidaya keramba jaring apung di Desa Pekurun Tengah Kecamatan Abung Pekurun ukuran kecil, sedang, dan besar berada dalam kategori layak.

Kata kunci : Finansial, keramba jaring apung, dan kesejahteraan


(3)

PENGEMBANGAN BUDIDAYA IKAN MAS DENGAN

KERAMBA JARING APUNG DAN TINGKAT

KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PETANI

(Di Desa Pekurun Tengah Kecamatan Abung Pekurun)

Oleh

ADI MULYAWAN

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar MAGISTER SAIN (M.Si)

pada

Program Studi Magister Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Lampung

MAGISTER EKONOMI PERTANIAN/AGRIBISNIS

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2014


(4)

(5)

(6)

(7)

SANWACANA

Alhamdullilahirobbil ‘alamin, segala puji hanya kepada Allah SWT yang telah memberikan cahaya dan hikmah sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah memberikan teladan dalam setiap kehidupan baik kepada keluarga, sahabat, dan penerus-penerus risalahnya hingga akhir zaman. Tesis dengan judul Pengembangan Budidaya Ikan Mas dengan Keramba Jaring Apung dan Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Petani (Di Desa Pekurun Tengah Kecamatan Abung Pekurunadalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Agribisnis di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung sekaligus Pembimbing Utama atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan dan saran dalam proses penyelesaian tesis ini;

2. Ibu Dr. Ir. Dyah Aring H.L., M.Si., selaku Pembimbing ke dua atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan dan saran dalam proses penyelesaian tesis ini;

3. Bapak Dr. Ir. Zainal Abidin, M.E.S., selaku Penguji Utama pada tesis ini. Terima kasih atas masukan, saran, dan nasehatnya;


(8)

4. Bapak Prof. Dr. Ir. Ali Ibrahim Hasyim, M.S., selaku Ketua Program Pascasarjana Magister Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung;

5. Bapak Dr. Ir. Agus Hudoyo, M.Sc., selaku Dosen Pembimbing Akademik atas bantuan dan sarannya;

6. Karyawan-karyawan di Program Pascasarjana Magister Agribisnis, Ibu Maria Ayi, Ibu Iin Kuntari, Bapak Bochari, dan Bapak Ibrahim atas bantuannya; 7. Istri dan anakku tercinta, Marge Karya Pertiwi, S.Pd., dan Ananda Ahmad

Rivai dan Nurkholis, yang telah memberikan perhatian, motivasi, kasih sayang dan do’a tak henti-hentinya;

8. Teman-teman angkatan 2011, yang senantiasa memberikan dukungan, saran, masukan, nasehat, dan motivasi dalam menyelesaikan tesis ini serta kebersamaan dan keceriaaan yang kita lalui bersama;

9. Teman-teman spesial : Yansen 11, Yuliana Saleh 11, Sinta 11, dan Wike 11, yang senantiasa memberikan dukungan, saran, arahan dan motivasi;

10.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga Allah SWT memberikan balasan terbaik atas segala bantuan yang telah diberikan. Semoga karya kecil yang masih jauh dari kesempurnaan ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Akhirnya, penulis meminta maaf jika ada kesalahan dan kepada Allah SWT penulis mohon ampun.

Bandar Lampung, Mei 2014 Penulis,


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ……… xii

DAFTAR GAMBAR ……….. xv

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Kegunaan Penelitian ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 10

A. Tinjauan Pustaka ... 10

1. Perkembangan Perikanan Air Tawar pada KJA ... 10

2. Budidaya Ikan Mas pada KJA ... 11

3. Aspek-aspek Studi Kelayakan Proyek ... 13

4. Analisis Sensitivitas ... 25

5. Tingkat Kesejahteraan ... 27

B. Penelitian Terdahulu ... ... 29

C. Kerangka Pemikiran ... 35

III. METODE PENELITIAN ... 38

A. Definisi dan Batasan Operasional ... 38

B. Lokasi, Waktu Penelitian, dan Responden ... 42

C. Sumber Data ... ... 43

E. Metode Analisis ... 43

1. Analisis Biaya ... 44

2. Analisis Penerimaan ... ... 44

3. Analisis Pendapatan ... ... 44

4. Analisis Finansial ... 45

5. Analisis Sensitivitas ... 48

6. Analisis Kesejahteraan ... . 50


(10)

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN ... 52

A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian ... 55

B. Demografi Daerah Penelitian ... 54

C. Gambaran Waduk Way Rarem ... ... 56

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 59

A. Keadaan Umum Responden ... 59

1. Umur Petani Responden ... 61

2. Tingkat Pendidikan ... 60

3. Pengalaman Responden ……….. 61

4. Jumlah dan Luas Keramba ... 61

B. Budidaya Keramba Jaring Apung ... 62

C. Analisis Kelayakan Usaha Budidaya KJA ... 70

D. Analisis Sensitivitas Usaha Budidaya KJA ... 74

E. Analisis Kesejahteraan ... 77

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ……….. 86

A. Kesimpulan ... 86

B. Saran ... 87

DAFTAR PUSTAKA ... 88

LAMPIRAN ... 92


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman 1. Produksi perikanan tangkap dan budidaya di Lampung

Tahun 2008-2012 ... 2 2. Perkembangan luas lahan budidaya ikan di Provinsi Lampung

Tahun 2008-2012 ... 3 3. Volume produksi perikanan budidaya air tawar

di Propinsi Lampung Tahun 2006-2010 ... .... 4 4. Potensi dan pemanfaatan perikanan budidaya di Kabupaten

Lampung Utara Tahun 2011 ... 7 5. Kriteria kemiskinan menurut Sayogyo ... 28 6. Penelitian terdahulu ... 30 7. Sebaran luas wilayah dirinci menurut penggunaan lahan tiap

desa, tahun 2012 ... .... 53 8. Sebaran luas wilayah dirinci menurut penggunaan lahan kering

tiap desa Tahun 2012 ... ... 54 9. Rincian luas wilayah dan jumlah penduduk tiap-tiap desa

di Kecamatan Abung Pekurun Tahun 2012 ... 55 10. Penduduk berumur 15 tahun ke atas menurut wilayah dan

lapangan usaha utama Kecamatan Abung Pekurun

berdasarkan mata pencaharian Tahun 2012 ... .... 55 11. Sebaran petani responden berdasarkan kelompok umur ... .... 59 12. Jumlah dan luas KJA setiap keluarga petani responden ... .... 62 .

13. Perhitungan biaya investasi usaha Keramba Jaring Apung (KJA)

di Kecamatan Abung Pekurun ... 66


(12)

14. Perhitungan biaya variabel usaha Keramba Jaring Apung

(KJA) di Kecamatan Abung Pekurun ... .... 67 15. Jumlah penggunaan tenaga kerja pada usaha Keramba Jaring

Apung di Kecamatan Abung Pekurun Kabupaten Lampung

Utara ... .... 68 16. Jumlah produksi dan total penerimaan per tahun usaha

Keramba Jaring Apung (KJA) tahun 2012 ... .... 69 17. Analisis finansial usaha Keramba Jaring Apung pada tingkat

suku bunga 12 % (df = 12 %) ... .... 71 18. Analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga pakan 3 % ... ... 75 19. Analisis sensitivitas terhadap penurunan produksi 50 % ... 76 20. Pendapatan Keramba Jaring Apung di Kecamatan Abung

Pekurun Kab. Lampung Utara per responden tahun 2012 ... 77 21. Pendapatan budidaya KJA dari kegiatan usahatani karet di Desa

Pekurun Tengah per responden tahun 2012... 79 22. Pendapatan rumah tangga petani Keramba Jaring Apung

Tahun 2012 di Desa Pekurun Tengah ... ... 80 23. Pengeluaran rumah tangga petani budidaya KJA

tahun 2012 di Desa Pekurun Tengah ... ... 82 24. Tingkat kesejahteraan rumah tangga petani budidaya di Desa

Pekurun dengan pendekatan pengeluaran perkapita per tahun

dengan kriteria Sajogyo (1997)... 85 25. Identitas Responden Usaha Keramba Jaring Apung ... 93 26. Biaya investasi Keramba Jaring Apung ... 94 27. Biaya operasional (sarana produksi) usaha Keramba Jaring Apung.. 97 28. Biaya operasional (tenaga kerja) usaha Keramba Jaring Apung .... 98 29. Perhitungan cash flow usaha Keramba Jaring Apung ... 104 30. Analisis finansial usaha Keramba Jaring Apung (kecil) ... 107 31. Analisis finansial usaha Keramba Jaring Apung (sedang)... 108


(13)

pakan naik 3%) (kecil)... 110 34. Analisis sensitivitas usaha Keramba Jaring Apung (biaya input

pakan naik 3%) (sedang)………... 111 35. Analisis sensitivitas usaha Keramba Jaring Apung (biaya input

pakan naik 3%) (besar)………... 112 36. Analisis sensitivitas usaha Keramba Jaring Apung (produksi

turun 50 %) (kecil)... ... 113 37. Analisis sensitivitas usaha Keramba Jaring Apung (produksi

turun 50 %) (sedang)... ... 114 38. Analisis sensitivitas usaha Keramba Jaring Apung (produksi

turun 50%) (besar) ... 115 39. Pendapatan total rumah tangga dari usaha Keramba Jaring

Apung ... 116 40. Pengeluaran pangan rumah tangga usaha Keramba Jaring

Apung ... 117 41. Pengeluaran non pangan rumah tangga usaha Keramba Jaring

Apung ... 117 42. Kesejahteraan rumah tangga usaha Keramba Jaring Apung

... 118 43. BI Rate dan Suku Bunga Kredit Rupiah tahun 2012 –2013……... 119


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka pemikiran pengembangan budidaya ikan mas dengan keramba jaring apung dan tingkat kesejahteraan

rumah tangga petani ... 37 2. Peta waduk dan bendungan Way Rarem ... 58

3. Lokasi Usaha KJA ... 120


(15)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia sebagai negara agraris dan maritim memiliki potensi besar dalam produksi komoditi yang bersumber dari kekayaan alam terutama dalam sektor pertanian. Besarnya potensi hasil komoditi pertanian Indonesia ditunjukkan dengan keberhasilan pemerintah dalam mewujudkan swasembada beras di tahun 1984. Namun, keberhasilan tersebut belum diiringi oleh adanya swasembada pangan lainnya terutama hasil komoditi perikanan yaitu ikan. Oleh karena itu, di era Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) periode 2010-2014, semangat bahari ditransformasikan ke dalam tindakan dan kegiatan ekonomi melalui revolusi biru.

Revolusi biru merupakan perubahan mendasar cara berpikir dari daratan ke maritim dengan konsep pembangunan berkelanjutan. Program minapolitan merupakan salah satu program pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan produksi, produktivitas, dan kualitas perikanan (Sunoto, 2010). Berdasarkan sumber data Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam kurun waktu 2009-2014 kontribusi produksi dari sektor perikanan ditargetkan meningkat hingga 353 persen dari perikanan budidaya dan 6 persen dari perikanan tangkap. Peningkatan produksi ini akan diimplementasikan di 197 lokasi kabupaten/kota yang tersebar


(16)

2

di 33 provinsi, diantaranya 114 berbasis perikanan budidaya dan 87 perikanan tangkap. Salah satu lokasi yang dipilih adalah Provinsi Lampung.

Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung (2012), menyebutkan realisasi produksi perikanan tangkap di Lampung pada tahun 2012 mengalami penurunan sebesar 12,84 persen atau 22.235 ton dari tahun 2011 yaitu sebesar 173.084 juta ton. Produksi perikanan budidaya di Lampung dengan periode yang sama juga mengalami penurunan sebesar 8,33 persen atau 8.916 ton dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 106.990 ton. Perkembangan produksi perikanan tangkap dan budidaya di Lampung tahun 2008-2012 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Perkembangan produksi perikanan tangkap dan budidaya di Lampung Tahun 2008-2012

Tahun Volume Produksi (Ton)

Perikanan Tangkap

Perkembangan (∆) Perikanan Budidaya

Perkembangan (∆)

(%) (%)

2008 144.066 - 175.845 -

2009 148.809 3,29 189.980 8,03

2010 159.575 7,23 186.158 -2,01

2011 173.084 8,46 106.990 -42,50

2012 150.849 -12,80 98.074 -8,30

Jumlah 776.383 6,18 757.047 -44,78

Rata-rata 155.277 1,55 151.409 -11,20

Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung, 2012

Tabel 1 menunjukkan bahwa selama kurun waktu lima tahun terakhir perkembangan produksi perikanan tangkap maupun budidaya di Lampung berfluktuasi. Hal ini sangat dipengaruhi oleh ketersediaan ikan di perairan umum (tidak dibudidayakan) ataupun yang dibudidayakan. Volume produksi perikanan


(17)

tangkap mengalami penurunan pada tahun 2012 sebesar 12,87 persen akibat berkurangnya jumlah perikanan budidaya yang mencapai 8.919 ton. Penurunan volume produksi perikanan tangkap jauh lebih baik dibandingkan dengan volume produksi perikanan budidaya. Volume produksi perikanan budidaya hanya

mengalami peningkatan pada tahun 2008 ke 2009, sedangkan tiga tahun

berikutnya mengalami penurunan. Penurunan volume produksi terbesar terjadi pada tahun 2010 ke 2011 sebesar 79.168 ton akibat gagal panen yang dialami petambak ikan.yang mengalami penurunan produksi. Penurunan volume produksi secara keseluruhan terjadi meskipun lahan yang dipergunakan untuk budidaya rata-rata mengalami peningkatan setiap tahunnya. Perkembangan luas lahan budidaya ikan di Provinsi Lampung Tahun 2008-2012 dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Perkembangan luas lahan budidaya ikan di Provinsi Lampung Tahun Luas Lahan Budidaya (Ha)

Tambak ∆ Sawah ∆ Jaring Apung

∆ Keramba ∆

(%) (%) (%) (%)

2008 50.181 - 2.561 - 85.760 - 37.020 - 2009 50.249 0,13 1.575 -38,00 131.460 53,20 86.880 134,60 2010 50.162 -0,17 1.752 11,20 123.100 -6,35 55.590 -36,00 2011 35.304 -29,60 1.553 -11,30 231.290 87,80 42.800 -23,00 2012 35.158 -0,41 1.238 -20,00 296.180 28,00 981.800 129,00 Jumlah 221.054 -30,05 8.679 -58,10 867.790 162,65 1.204.090 204,60 Rata-rata 44.211 -7,51 1.736 -14,53 173.558 40,66 240.818 51,15 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung, 2012

Tabel 2 menunjukkan bahwa selama lima tahun terakhir pemerintah terus

mengupayakan untuk melakukan ekstensifikasi lahan untuk perikanan budidaya. Luas lahan yang mengalami peningkatan sangat pesat dalam satu tahun terakhir adalah jaring apung dan keramba. Menurut Mantau (2010), jaring apung dan


(18)

4

keramba merupakan teknologi budidaya yang handal dalam rangka optimasi pemanfaatan perairan danau dan waduk. Waduk merupakan perairan umum yang sangat potensial dikembangkan untuk budidaya ikan air tawar. Dengan demikian, dengan memanfaatkan perairan umum (danau dan waduk) tersebut diharapkan target pemerintah untuk meningkatkan produksi perikanan hingga 3,53 persen dari perikanan budidaya dapat tercapai. Volume produksi perikanan budidaya air tawar Tahun 2008-2012 di Provinsi Lampung dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Volume produksi perikanan budidaya air tawar di Provinsi Lampung Tahun 2006-2010

Tahun Volume Produksi (Ton)

Nila ∆ Mas ∆ Patin ∆ Lele ∆ Gurame ∆

(%) (%) (%) (%) (%)

2008 2.691 - 4.629 - 3.333 - 3.702 - 1.477 - 2009 4.635 72,20 7.132 54,00 2.538 -23,80 5.580 50,70 2.312 56,50 2010 4.470 -3,50 8.922 25,09 2.943 15,90 7.105 27,30 2.786 20,50 2011 4.329 -3,10 7.769 -12,90 3.364 14,30 5.572 -21,50 3.453 23,90 2012 5.727 32,20 7.692 -0,90 4.782 42,10 7.096 27,30 4.098 18,60 Jumlah 21.852 97,80 36.144 65,29 16.960 48,50 29.055 83,80 14.126 119,50 Rata-rata 4.370 24,45 7.229 16,32 3.392 12,13 5.811 20,95 2.825 29,88 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung, 2012

Tabel 3 menunjukkan bahwa ikan air tawar yang menjadi primadona masyarakat untuk dibudidayakan adalah ikan mas. Hal tersebut didukung dengan nilai volume produksi ikan mas yang tertinggi dibandingkan volume ikan tawar lainnya. Tingginya volume produksi ikan mas dikarenakan cara budidaya ikan mas yang relatif mudah dan waktu panen yang relatif lebih cepat dibandingkan dengan budidaya ikan air tawar lainnya. Selain itu, ikan mas sangat cocok dikembangkan di daerah yang memiliki kelimpahan sumber air tawar. Dengan


(19)

demikian, petani dapat memanfaatkan potensi perairan tawar di Lampung yang masih luas untuk melakukan budidaya ikan mas.

Faktor lain yang mendorong peningkatan volume produksi ikan mas adalah nilai jualnya yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan nilai jual ikan tawar lainnya yang memiliki tingkat permintaan pasar tinggi (seperti lele) yaitu berkisar Rp 18.000,00 – Rp 20.000,00/kg. Harga jual ikan mas akan mempengaruhi tingkat penerimaan petani pembudidaya. Tujuan utama petani melakukan usaha budidaya untuk memperoleh pendapatan yang maksimal sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan hidup keluarga mereka. Semakin tinggi harga jual ikan mas dan terlebih lagi harga tersebut memiliki kestabilan, maka akan lebih memacu petani untuk meningkatkan pembudidayaan ikan tersebut. Harga jual ikan mas sangat dipengaruhi oleh tingkat penawaran dan permintaannya di pasaran. Tingkat permintaan ikan nasional mencapai 1,3 juta ton per tahun. Angka tersebut masih dipenuhi dari produksi dalam dan luar negeri. Dengan demikian, untuk

mencukupi kebutuhan konsumsi perikanan maka peluang petani untuk melakukan budidaya perikanan dengan memanfaatkan potensi perairan yang ada masih terbuka lebar.

Salah satu daerah yang memiliki potensi besar untuk dijadikan produksi ikan air tawar adalah di Desa Pekurun Tengah Kecamatan Abung Pekurun Kabupaten Lampung Utara Provinsi Lampung. Di daerah tersebut memiliki luasan waduk yang diperbolehkan untuk dilakukan kegiatan produksi ikan tawar adalah sebesar 30 ha, namun luasan waduk yang telah dijadikan keramba jaring apung untuk memproduksi ikan air tawar baru sekitar 2,5 ha. Hal ini berarti bahwa di daerah


(20)

6

tersebut masih memiliki potensi luasan untuk dijadikan keramba jaring apung untuk produksi ikan air tawar masih sebanyak 27,5 ha. Hal ini berarti bahwa waduk di Desa Pekurun Tengah Kecamatan Abung Pekurun Kabupaten Lampung Utara masih dapat dikembangkan usaha keramba jaring apung untuk produksi ikan air tawar.

B. Perumusan Masalah

Ikan mas merupakan ikan konsumsi air tawar yang cukup berkembang di Indonesia. Permintaan terhadap produk ikan mas segar cukup besar dan menjadikan ikan mas sebagai salah satu ikan favorit masyarakat. Dengan demikian, ikan mas banyak dibudidayakan oleh masyarakat. Dalam

pembudidayaannya, ikan mas cocok dibudidayakan dalam air deras atau memiliki ombak kecil. Dengan demikian, ikan mas dapat dibudidayakan di perairan tawar yang memiliki ombak kecil seperti waduk, danau, dan sungai.

Kabupaten Lampung Utara merupakan daerah pengembangan budidaya perikanan air tawar yang memiliki daerah aliran-aliran hulu sungai dan memiliki banyak jaringan-jaringan irigasi teknis seperti bendungan Way Rarem, Way Tulung Mas, Way Abung, Tirta Shinta, dan Way Tebabeng yang memiliki potensi sumberdaya perikanan yang sangat besar, baik potensi wilayah maupun sumberdaya alam. Selain pada perairan umum, potensi perikanan budidaya di Kabupaten Lampung Utara terdapat pada potensi lahan dengan jenis usaha kolam, tanah, kolam pekarangan, kolam air deras, keramba, jaring apung, dan mina padi. Dari


(21)

ikan yang paling banyak dibudidayakan oleh masyarakat setempat. Berdasarkan data dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Utara (2012),

jumlah produksi ikan mas pada tahun 2011 mencapai 2016,60 ton. Adapun luasan potensi lahan, pemanfaatan lahan, dan peluang lahan yang masih bisa diusahakan di Kabupaten Lampung Utara dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Potensi dan pemanfaatan perikanan budidaya di Kabupaten Lampung Utara Tahun 2011

Jenis Usaha

Potensi Lahan (Ha)

Pemanfaatan Lahan (Ha)

Peluang (Ha)

Kolam Tanah 3.515 1.933,4 1.581,6

Kolam Pekarangan 845 506,6 338,4

Kolam Air Deras 3 0,5 2,5

Keramba 225 0,12 224,88

Keramba Jaring Apung 2.670 42,91 2.627,09

Mina Padi 980 476,3 503,7

Jumlah 8.238 2.959,83 5.278,17

Sumber : Dinas Perikanan Kabupaten Lampung Utara, 2012

Tabel 4 menunjukkan bahwa Kabupaten Lampung Utara memiliki peluang yang sangat besar untuk mengusahakan perikanan budidaya dengan memanfaatkan lahan seluas 5.278,17 ha. Dari total luasan lahan yang belum dimanfaatkan tersebut, 50 persennya merupakan luasan lahan dengan jenis usaha keramba jaring apung. Jenis usaha keramba jaring apung tersebut banyak diusahakan masyarakat setempat dengan memanfaatkan perairan umum yaitu waduk. Salah satu lokasi di dalam Waduk Way Rarem yang diusahakan untuk budidaya keramba jaring apung terletak di Desa Pekurun Tengah Kecamatan Abung Pekurun. Terdapat 32 unit usaha keramba jaring apung yang dimulai sejak tahun 2010 perkembangannya belum dimanfaatkan secara maksimal. Dengan demikian, petani masih memiliki


(22)

8

peluang besar untuk memanfaatkan waduk untuk mengembangkan budidaya keramba jaring apung (KJA). Dengan memanfaatkan potensi waduk tersebut, maka diharapkan terjadi peningkatan produksi, pendapatan, konsumsi hasil perikanan, dan peningkatan taraf hidup masyarakat.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat diidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah usaha keramba jaring apung di Desa Pekurun Tengah Kecamatan Abung Pekurun Kabupaten Lampung Utara secara finansial layak untuk dikembangkan?

2. Apakah kelayakan finansial usaha keramba jaring apung di Desa Pekurun Tengah Kecamatan Abung Pekurun Kabupaten Lampung Utara sensitif terhadap perubahan biaya produksi dan hasil produksi ikan mas?

3. Bagaimana kesejahteraan rumah tangga petani usaha keramba jaring apung di Desa Pekurun Tengah Kecamatan Abung Pekurun Kabupaten Lampung Utara?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menganalisis kelayakan finansial usaha keramba jaring apung di Desa Pekurun Tengah Kecamatan Abung Pekurun Kabupaten Lampung Utara. 2. Menganalisis sensitivitas kelayakan finansial usaha keramba jaring apung

akibat kenaikan biaya produksi dan menurunnya hasil produksi di Desa Pekurun Tengah Kecamatan Abung Pekurun Kabupaten Lampung Utara.


(23)

3. Menganalisis kesejahteraan rumah tangga petani usaha keramba jaring apung di Desa Pekurun Tengah Kecamatan Abung Pekurun Kabupaten Lampung Utara.

D. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi :

1. Dinas/Instansi terkait, sebagai bahan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan, serta memberikan penyuluhan terkait teknik dan cara budidaya perikanan air tawar serta pemanfaatan potensi waduk di Kabupaten Lampung Utara guna merealisasikan program pemerintah berkaitan dengan usaha peningkatan produksi perikanan ait tawar serta meningkatkan kesejahteraan masyakatnya.

2. Petani, sebagai masukan dalam mengambil keputusan dan penggunaan faktor-faktor produksi dalam pengelolaan usaha keramba jaring apung di Desa Pekurun Tengah Kecamatan Abung Pekurun Kabupaten Lampung Utara.

3. Peneliti lain, sebagai tambahan informasi dan pembanding bagi penelitian selanjutnya.


(24)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

A. Tinjauan Pustaka

1. Perkembangan Perikanan Air Tawar pada Keramba Jaring Apung (KJA)

Menurut Rochdianto (2000), usaha ke arah pembudidayaan ikan di perairan umum kian hari memang terasa kian mendesak. Hal ini perlu dimaklumi karena jumlah permintaan ikan sebagai salah satu sumber protein hewani terus mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Selain itu, usaha penangkapan ikan yang tidak

diimbangi dengan usaha budidaya dan penebaran ikan (restocking), lambat laun akan mengganggu kelestarian sumber daya perairan umum.

Menurut Jangkara (2000), perairan umum yang banyak dimanfaatkan sebagai tempat budidaya ikan adalah waduk. Waduk adalah wilayah yang digenangi badan air sepanjang tahun serta dibentuk atau dibangun atas rekayasa manusia. Waduk dibangun dengan cara membendung aliran sungai sehingga air sungai tertahan sementara dan menggenangi bagian daerah aliran sungai atau water shed yang rendah. Salah satu teknologi budidaya yang handal dalam rangka optimasi pemanfaatan perairan waduk adalah budidaya ikan dalam Keramba Jaring Apung (KJA).


(25)

Budidaya ikan di Keramba Jaring Apung (KJA) sudah dilakukan sejak tahun 1978 di perairan Situ Lido Bogor, dikembangkan oleh Balai Penelitian Perikanan Darat yang sekarang menjadi Balai Riset Perikanan Air Tawar. Kemudian teknologi ini pada tahun 1982 diterapkan di Waduk Jatiluhur, Kelapa Dua dan Cibubur Jakarta, tahun 1984 di Danau Tondano Sulawesi Utara, Cekdam Guna Sari Jawa Barat, pada tahun 1986 di Riam Kanan Kalimantan selatan serta Danau Toba Sumatera Utara. Hasil uji coba tersebut menunjukkan bahwa budidaya ikan di KJA memiliki prospek cerah (Rochdianto, 2000).

2. Budidaya Ikan Mas pada Keramba Jaring Apung (KJA)

Penerapan budidaya ikan air tawar dalam Keramba Jaring Apung (KJA) akan memberikan keuntungan yang lebih jika dibandingkan dengan memanfaatkan lahan sebagai kolam. Keuntungan tersebut yaitu berupa ongkos produksi untuk penyediaan tanah (untuk membangun kolam) berkurang, dapat mengatasi berkurangnya lahan budidaya ikan akibat terdesak oleh kegiatan pertanian, industri serta pembangunan perumahan. Secara teknis keuntungan yang diperoleh antara lain adalah intensifikasi produksi ikan dan optimasi penggunaan pakan dapat diterapkan, pesaing dan pemangsa ikan mudah dikendalikan serta pengelolaan dan pemanenan tidak terlalu rumit (Rochdianto, 2000).

Ikan mas merupakan salah satu sumber protein hewani yang sangat mudah didapatkan dan mudah untuk dikembangbiakan. Permintaan pasar ikan


(26)

12

mas tidak pernah surut, bahkan menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun, kondisi ini bisa dilihat dari ketersediaannya di pasaran.

Meningkatnya jumlah permintaan pasar terhadap ikan mas, secara tidak langsung harus dibarengi dengan peningkatan pasokan. Kondisi ini bisa iartikan bahwa peluang untuk mengembangkan usaha ikan mas masih terbuka sehingga perlu adanya budidaya ikan mas secara terus menerus (Khairuman, 2002)

Ikan mas (Cyprinus carpio, L) merupakan jenis ikan yang sangat mudah ditemui di pasar. Di antara jenis ikan air tawar, ikan mas merupakan ikan yang termasuk paling digemari oleh para konsumen. Hal tersebut

dikarenakan hasil olahan ikan mas memiliki rasa yang gurih dan harga yang relatif tinggi dibandingkaan dengan harga jual ikan air tawar lainnya.

Budidaya ikan mas telah berkembang pesat di kolam biasa, di sawah, waduk, sungai air deras, bahkan ada yang dipelihara dalam keramba di perairan umum. Adapun sentra produksi ikan mas adalah dari daerah Pulau Jawa yang meliputi Ciamis, Sukabumi, Tasikmalaya, Bogor, Garut, Bandung, Cianjur, dan Purwakarta. Namun, ikan yang memiliki manfaat selain sebagai sumber protein hewani juga sebagai ikan hias ini semakin banyak dibudidayakan di daerah-daerah di luar Pulau Jawa dengan menerapkan teknologi budidaya sistem Keramba Jaring Apung (KJA). Keramba Jaring Apung (KJA) biasa digunakan untuk menamai wadah pemeliharaan ikan dari jaring yang dibentuk segi empat atau silindris dan diapungkan dalam air permukaan menggunakan pelampung dan kerangka


(27)

kayu, bambu atau besi serta pemberian jangkar di setiap sudutnya. Ukuran kantong keramba jaring disesuaikan dengan jenis, ukuran dan kepadatan ikan yang akan dipelihara (Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, 2005).

Jaring yang digunakan untuk pembesaran ikan mas adalah jaring yang memiliki mata jaring 1 inci (2,5 cm). Bahan yang digunakan harus

memenuhi beberapa syarat yang layak seperti simpul kuat dan halus/tanpa simpul, tidak melukai ikan, dapat melindungi ikan dari predator, mudah dipotong dan dirajut serta mudah dibersihkan. Bahan jaring biasanya dibuat dari bahan polietilen. Budidaya ikan pada KJA terdiri dari sistem jaring tunggal (monokultur) dan sistem jaring kolor (polikultur).

3. Aspek-aspek Studi Kelayakan Proyek

Terdapat beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam melakukan studi kelayakan bisnis,masing-masing aspek saling berkaitan dan tidak berdiri sendiri (Kasmir dan Jakfar, 2009). Aspek yang perlu diperhatikan terbagi dalam dua kelompok, yaitu aspek finansial (keuangan) dan non finansial. Untuk melakukan studi kelayakan, terlebih dahulu harus ditentukan aspek-aspek apa yang akan dipelajari. Walaupun belum ada kesepakatan tentang aspek apa saja yang perlu diteliti, tetapi umumnya penelitian akan

dilakukan terhadap aspek-aspek pasar, teknis, keuangan, hukum dan ekonomi negara. Tergantung pada besar kecilnya dana yang tertanam


(28)

14

dalam investasi tersebut, maka terkadang juga ditambahkan studi tentang dampak sosial (Husnan dan Muhamad, 2000).

a. Aspek Pasar

Aspek pasar dan pemasaran terdiri dari permintaan, penawaran, harga, program pemasaran dan perkiraan penjualan (Kasmir, 2012) :

1) Permintaan, baik secara total ataupun diperinci menurut daerah, jenis konsumen, perusahaan besar pemakai dan proyeksi permintaan. 2) Penawaran, baik yang berasal dari dalam negeri maupun juga yang

berasal dari impor. Bagaimana perkembangannya di masa lalu dan bagaimana perkiraan di masa yang akan datang. Faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran, seperti jenis barang yang bisa menyaingi, perlindungan dari pemerintah dan sebagainya.

3) Harga, dilakukan perbandingan dengan barang-barang impor, produksi dalam negeri lainnya. Apakah ada kecenderungan perubahan harga dan bagaimana polanya.

4) Program pemasaran, mencakup strategi pemasaran yang akan dipergunakan dan bauran pemasaran (marketing mix). Identifikasi siklus kehidupan produk dan pada tahap apa produk akan dibuat. 5) Perkiraan penjualan yang bisa dicapai perusahaan dan market share

yang bisa dikuasai perusahaan.

6) Struktur Pasar terdiri dari pasar persaingan sempurna, monopoli, oligopoli dan monopolistik.


(29)

7) Faktor persaingan perlu diperhatikan dari perusahaan sejenis terutama terhadap usaha yang telah ada dan kemungkinan tentang berdirinya usaha sejenis lainnya di masa yang akan datang.

b. Aspek Teknis

Menurut Gittinger (1986), analisis secara teknis berhubungan dengan input proyek (penyediaan) dan output (produksi) berupa barang-barang nyata dan jasa-jasa. Aspek teknis merupakan suatu aspek yang berkenaan dengan proses pembangunan proyek secara teknis dan pengoperasiannya setelah proyek tersebut selesai dibangun. Berdasarkan analisa ini dapat diketahui rancangan awal penaksiran biaya investasi termasuk biaya eksploitasinya. Aspek teknis membahas tentang lokasi proyek, luas produksi, lay out

pabrik dan pemilahan jenis teknologi dan equipment (Husnan dan Muhamad, 2000).

1) Lokasi proyek mencakup dua pengertian yakni lokasi dan lahan pabrik serta lokasi untuk bukan pabrik. Pengertian kedua menunjuk pada lokasi untuk kegiatan yang secara langsung tidak berkaitan dengan proses produksi, yakni meliputi bangunan administrasi perkantoran dan pemasaran. Pemilihan lokasi pabrik harus memperhatikan variabel-variabel utama dan bukan utama.

2) Luas produksi dan rencana produksi merupakan jumlah produk yang akan diproduksi untuk mencapai keuntungan yang optimal. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam penentuan luas produksi adalah batasan permintaan, tersedianya kapasitas mesin-mesin, jumlah dan


(30)

16

kemampuan tenaga kerja pengelola proses produksi, kemampuan finansial dan manajemen, kemungkinan adanya perubahan teknologi produksi di masa yang akan datang. Perencanaan produksi tergantung pada pangsa pasar dari produk yang dihasilkan.

3) Lay out merupakan keseluruhan proses penentuan bentuk dan penempatan fasilitas yang dimiliki oleh perusahaan. Pengertian lay out mencakup lay out site (lay out lahan lokasi proyek), lay out pabrik,

lay out bangunan bukan pabrik dan fasilitasnya. Lay out pabrik terdiri dari dua tipe utama yaitu lay out fungsional (lay out process) dan lay out produk (lay out garis). Dalam lay out fungsional mesin-mesin dan peralatan yang mempunyai fungsi yang sama dikelompokkan dan ditempatkan dalam suatu ruang/tempat tertentu. Pada lay out produk, mesin dan peralatan disusun berdasarkan urutan dari opersi pembuatan produk.

4) Pemilihan jenis teknologi dan equipment. Patokan umum yang dapat digunakan dalam pemilihan jenis teknologi adalah seberapa jauh derajat mekanisasi yang diinginkan dan manfaat ekonomi yang diharapkan. Pemilihan equipment dipengaruhi oleh proses produksi yang dipilih, derajat mekanisasi dan luas produksi yang ditetapkan. 5) Penggunaan input yang dibutuhkan bagi produksi suatu komoditi.

Input atau faktor produksi atau sumber-sumber daya produktif secara sederhana dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yakni modal

(capital) dan tenaga kerja (labor). Klasifikasi lebih jauh terbagi menjadi dua golongan input, yakni input tetap (fixed input) dan input


(31)

yang berubah-ubah atau input variabel (variable input). Berdasarkan klasifikasi ini, maka modal dianggap sebagai biaya tetap, sedangkan tenaga kerja dianggap sebagai biaya variabel.

c. Aspek Manajemen

Menurut Husnan dan Muhammad (2000), aspek manajemen mempelajari tentang manajemen dalam masa pembangunan proyek yang meliputi pelaksana proyek, jadwal penyelesaian proyek, siapa yang melakukan studi masing-masing aspek pemasaran, teknis dan sebagainya. Manajemen dalam operasi meliputi bentuk

organisasi/badan usaha yang dipilih, struktur organisasi (deskripsi jabatan dan spesifikasi jabatan), anggota direksi dan tenaga-tenaga kunci.

Umar (2005) menambahkan bahwa struktur manajemen antar

perusahaan ada kemungkinan terdapat perbedaan. Hal ini disesuaikan dengan skala usaha, strategi perusahaan serta keadaan karyawan perusahaan yang bersangkutan. Jika perusahaan masih dalam skala mikro, maka tidak diperlukan direktur utama.

d. Aspek Hukum

Aspek hukum mempelajari tentang badan usaha yang dipergunakan, jaminan-jaminan yang bisa disediakan jika akan menggunakan sumber


(32)

18

dana yang berupa pinjaman, dan berbagai izin, akta, sertifikat yang diperlukan untuk kegiatan usaha (Husnan dan Muhamad, 2000).

e. Aspek Lingkungan

Aspek ini mempelajari bagaimana pengaruh usaha tersebut terhadap lingkungan, apakah dengan adanya usaha menciptakan lingkungan semakin baik atau semakin rusak. Pertimbangan tentang sistem alami dan kualitas lingkungan dalam analisis suatu usaha justru akan menunjang kelangsungan suatu usaha itu sendiri, sebab tidak ada usaha yang akan bertahan lama apabila tidak bersahabat dengan lingkungan (Nurmalina, 2009).

Dengan kata lain, pada aspek lingkungan suatu bisnis akan berjalan lama jika usaha yang dijalankan tersebut tidak memberikan dampak buruk terhadap lingkungan sekitar seperti polusi udara, suara, air dan sebagainya. Jika hal tersebut mungkin terjadi dan tidak dapat

dihindari, maka tindakan seperti apa yang perlu dilakukan perusahaan untuk mengatasi hal tersebut.

f. Aspek Keuangan/Finansial

Aspek keuangan/finansial menyangkut masalah pengeluaran dan penerimaan dari pelaksanaan proyek, menyangkut masalah-masalah kemampuan proyek dalam pengembalian dana-dana proyek, lebih jauh lagi apakah proyek itu akan berkembang sehingga secara finansial


(33)

dapat berdiri sendiri. Analisis finansial menitikberatkan kepada pendekatan individu yaitu analisis yang melihat suatu hasil kegiatan proyek dilihat dari segi individu dalam hal ini bisa perorangan, perseroan, CV ataupun kelompok usaha lainnya yang berhubungan langsung dengan proyek. Proyek-proyek yang akan dilakukan swasta pada umumnya cukup hanya dianalisis secara analisis finansial saja, sedangkan proyek-proyek pemerintah pada umumnya dianalisis secara analisis finansial dan ekonomi (Choliq dan Hasan, 1999).

Menurut Choliq dan Hasan (1999), unsur-unsur yang perlu diperhatikan dalam perhitungan kelayakan suatu proyek yaitu: 1) Harga, analisis finansial menggunakan harga yang berlaku

setempat atau market price atau harga yang diterima oleh pengusaha.

2) Subsidi, besarnya subsidi dalam analisis finansial merupakan keringanan karena mengurangi biaya. Adanya subsidi akan menambah benefit, dengan perkataan lain subsidi tidak diperhitungkan dalam biaya proyek

3) Pajak, besarnya pajak dalam analisis finansial diperhitungkan dalam biaya proyek.

4) Upah, upah yang digunakan dalam analisis finansial baik untuk tenaga kerja ahli, menengah maupun kasar adalah upah yang berlaku setempat.


(34)

20

5) Bunga modal, besarnya bunga modal dalam analisis finansial dibedakan atas bunga yang dibayarkan kreditur, dianggap biaya dan untuk bunga atas modal proyek tidak dianggap biaya.

Menurut Kadariah (1999), proyek merupakan suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan kemanfaatan (benefit) atau suatu aktivitas yang mengeluarkan uang dengan harapan untuk mendapatkan hasil (return) di waktu yang akan datang, yang dapat direncanakan, dibiayai, dan dilaksanakan sebagai satu unit. Aktivitas suatu proyek dilakukan untuk mencapai suatu tujuan. Tujuan dilakukan analisis proyek adalah untuk memperbaiki penilaian investasi. Sebelum proyek dilaksanakan, perlu dilakukan pemilihan sumberdaya yang tepat. Jika terjadi kesalahan pemilihan, sumber-sumber yang tersedia akan terbatas dan mengakibatkan pengorbanan sumberdaya yang langka.

Investasi yang dilakukan baik pada industri maupun di bidang lain, pada dasarnya merupakan usaha menanamkan faktor-faktor produksi langka dalam suatu proyek tertentu. Proyek itu sendiri dapat bersifat baru sama sekali, atau perluasan proyek yang ada.

Menurut Ibrahim (2003), dalam evaluasi proyek ada beberapa aspek yang perlu dievaluasi antara lain : aspek teknis, aspek manajerial, aspek administratif, aspek organisasi, aspek komersial, aspek finansial, dan aspek ekonomis. Akan tetapi, dalam evaluasi proyek biasanya hanya ditekankan dua macam analisis, yaitu :


(35)

1) Analisis finansial, dimana proyek dilihat dari sudut badan-badan atau orang-orang yang menanam modalnya dalam proyek atau yang berkepentingan langsung dalam proyek.

2) Analisis ekonomi, dimana proyek dilihat dari sudut perekonomian secara keseluruhan.

Menurut Gittinger (1986), tujuan utama analisis finansial dalam pertanian yaitu untuk menentukan berapa banyak petani mendapatkan keuntungan dari usaha pertanian. Para petani harus bertanggung jawab terhadap proyek yang sedang dijalankan. Hal tersebut tentunya untuk mengetahui berapa besar penerimaan dan pengeluaran yang akan diterima petani tersebut di masa yang akan datang.

Perhitungan finansial dalam penelitian ini menggunakan metode

Compound dan Discount atas dasar tingkat suku bunga yang berlaku. Metode compounding bertujuan untuk mengetahui berapa manfaat dan perolehan dari unit usaha, jika dinilai dengan uang sekarang dari investasi yang sudah ditanam. Metode discount bertujuan untuk mengetahui berapa manfaat dan perolehan dari unit usaha, jika dinilai dengan uang sekarang karena pengaruh laju inflasi yang besarnya diduga dengan pengurangan (Suratiyah, 2009). Hal ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar tingkat keuntungan dan nilai uang yang digunakan pada usaha tersebut.

Analisis finansial merupakan bagian dari analisis proyek. Menurut Djamin (1992), maksud dari analisis proyek adalah :


(36)

22

1) Analisis digunakan sebagai alat perencanaan dalam pengambilan keputusan, baik dalam pendanaan tenaga kerja seperti tanggung jawab pimpinan, bawahan, dan hubungan dengan lembaga lain. 2) Analisis digunakan sebagai pedoman di dalam pengawasan. 3) Analisis digunakan sebagai anggaran dalam memperhitungkan

biaya-biaya proyek.

Tujuan dari analisis atau evaluasi proyek adalah:

1) Mengetahui tingkat keuntungan yang dapat dicapai dalam investasi suatu proyek.

2) Menghindari pemborosan sumber-sumber yang terbatas dengan jalan menghindari pelaksanaan proyek yang tidak menguntungkan. 3) Mengadakan penilaian terhadap kesempatan investasi yang ada

sehingga dapat memilih alternatif proyek yang baik.

Tujuan yang ingin dicapai dengan dilakukannya analisis finansial antara lain adalah untuk menilai kelayakan suatu proyek atau dengan kata lain untuk menghindari keterlanjutan penanaman modal yang

besar untuk kegiatan yang tidak menguntungkan.

Menurut Kadariah dkk (1999), untuk mengetahui kriteria kelayakan atau keuntungan suatu proyek maka dapat digunakan beberapa metode, antara lain :

1) Net Present Value (NPV)

Adalah nilai arus bersih dikurangi modal investasi. Metode ini menghitung selisih antara manfaat atau penerimaan dengan biaya


(37)

atau pengeluaran. Perhitungan ini diukur dengan nilai sekarang dengan kriteria penilaian sebagai berikut :

a) Bila NPV > 0, maka proyek dikatakan menguntungkan

b) Bila NPV = 0, maka proyek dikatakan pada keadaan break event point

c) Bila NPV < 0, maka proyek dikatakan tidak menguntungkan.

2) Gross B/C Ratio

Adalah perbandingan antara present value penerimaan dari suatu investasi dengan present value biaya yang telah dikeluarkan. Kriteria penilaian adalah sebagai berikut :

a) Bila Gross B/C > 1, maka proyek layak untuk dijalankan b) Bila Gross B/C = 1, maka proyek dalam keadaan break event

point

c) Bila Gross B/C < 1, maka proyek tidak layak untuk dijalankan.

3) Internal Rate of Return (IRR)

Menurut Ibrahim (2003), tingkat suku bunga menunjukkan jumlah bersih sekarang (NPV) sama dengan nilai awal investasi. Tingkat suku bunga merupakan tingkat suku bunga maksimum yang dapat dibayar oleh faktor produksi yang digunakan. Kriteria penilaian adalah bila IRR lebih besar dari suku bunga yang berlaku masa usaha maka proyek dikatakan menguntungkan.


(38)

24

4) Payback Period (Pp)

Menurut Ibrahim (2003), mengukur seberapa cepat investasi bisa kembali. Karena itu, satuan hasilnya bukan presentasi, tetapi satuan waktu. Apabila periode payback lebih pendek daripada yang disyaratkan, maka proyek dikatakan menguntungkan,

sedangkan jika lebih lama maka proyek ditolak.Kelemahan metode ini adalah sulitnya menentukan periode payback maksimum yang disyaratkan untuk digunakan sebagai angka pembanding. Secara normatif, memang tidak ada pedoman yang bisa dipakai untuk menentukan payback maksimum ini.

Dalam prakteknya, yang dipergunakan adalah payback yang umumnya dari perusahaan-perusahan sejenis. Kelemahan lainnya yaitu diabaikannya nilai waktu uang (time value of money). Kelemahan ini diatasi dengan penggunaan discounted payback,

dimana aliran kas operasional tersebut dan juga terminal cash flow

di-discounted-kan dengan tingkat bunga yang relevan. Terdapat satu lagi kelemahan yang tidak dapat dihindari yaitu diabaikannya aliran kas setelah periode payback.

Kelemahan-kelemahan tersebut pada kenyataannya tetap tidak membuat metode ini tidak terpakai. Metode ini masih digunakan sebagai pelengkap penilaian investasi. Cara ini terutama digunakan untuk perusahaan-perusahaan yang mengalami problem likuiditas atau kelancaran keuangan jangka pendek.


(39)

4. Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas (sensitivity analysis) adalah meneliti suatu analisa untuk dapat melihat pengaruh-pengaruh yang akan terjadi akibat keadaan yang berubah-ubah (Gittinger, 1986). Analisis kepekaan (Sensitivity Analysis)

membantu menemukan unsur yang sangat menentukan hasil proyek. Analisis tersebut dapat membantu mengarahkan perhatian pada variabel-variabel yang penting untuk memperbaiki perkiraan-perkiraan dan memperkecil

ketidakpastian. Pada penelitian ini, analisis tersebut digunakan dengan mengubah besarnya variabel-variabel yang penting dengan suatu persentase dan menentukan berapa pekanya hasil perhitungan tersebut terhadap

perubahan-perubahan tersebut (Kadariah, 2001).

Analisis sensitivitas dilakukan untuk meneliti kembali suatu analisis kelayakan usaha, agar dapat melihat pengaruh yang akan terjadi akibat adanya keadaan yang berubah-ubah atau jika ada kesalahan dalam dasar perhitungan biaya dan manfaat. Hal ini dikarenakan dalam menganalisis kelayakan suatu usaha, biasanya didasarkan pada proyeksi – proyeksi yang mengandung banyak ketidakpastian dan perubahan yang akan terjadi di masa yang akan datang. Perubahan - perubahan yang terjadi dalam dasar

perhitungan biaya produksi ataupun manfaat memiliki kemungkinan antara lain :

a. Kenaikan dalam biaya produksi ataupun peralatan yang digunakan, b. Perubahan dalam harga jual hasil produksi, misalnya karena harga


(40)

26

c. Terjadinya kesalahan perhitungan dalam hasil per satuan luas, d. Keterlambatan dalam proses pelaksanaan proyek, dan

e. Adanya perubahan dalam volume hasil produksi, dan lain-lain.

Variabel harga jual dan biaya dalam analisis finansial diasumsikan tetap setiap tahunnya. Analisis finansial menggunakan harga produk dan biaya pada tahun pertama analisis sebagai nilai tetap, walaupun dalam keadaan nyata kedua variabel tersebut dapat berubah-ubah sejalan dengan

pertambahan waktu. Dengan demikian, analisis kepekaan dilakukan untuk melihat sampai berapa persen penurunan harga atau kenaikan biaya yang terjadi dapat mengakibatkan perubahan dalam kriteria investasi, yaitu dari layak menjadi tidak layak untuk dilaksanakan (Kasmir, 2003).

Husnan dan Muhammad (2000) menyatakan bahwa terdapat dua kelemahan dalam metode analisis sensitivitas, yakni :

a. Setiap orang bisa saja mempunyai taksiran yang berbeda dalam

menentukan taksiran pesimistis dan optimistis. Taksiran pesimistis adalah probabilitas untuk mencapai angka penjualan tertentu (dalam kasus penjualan). Taksiran optimistis adalah probabilitas untuk mencapai angka penjualan yang diharapkan dapat memberikan keuntungan.

b. Sangat mungkin antara variabel-variabel tersebut ternyata berkaitan. Dengan demikian, penggunaan asumsi bahwa suatu varibel berada dalam nilai pesimis, sedangkan lainnya berada dalam keadaan yang diharapkan mungkin sekali tidak tepat. Sebagai misal apabila market size ternyata


(41)

melebihi apa yang diharapkan, boleh jadi permintaan akan produk tersebut menguat, sehingga harga jual mungkin lebih besar dari yang diharapkan.

5. Tingkat Kesejahteraan

Kesejahteraan menggambarkan kepuasan seseorang karena kegiatan

konsumsi dari pendapatan yang diperoleh. Kepuasan yang diperoleh bersifat relatif tergantung jumlah pendapatan yang diperoleh. Kesejahteraan ekonomi merupakan kesejahteraan yang bersifat lahiriah sehingga bersifat nyata (tangible) dan dapat diukur (measurable). Pengukuran dapat dilakukan terhadap kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan pangan, sandang, papan dan kebutuhan yang bersifat kebendaan lainnya (Sawidak,1985)

Metode analisis yang digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan petani usaha KJA di Kecamatan Abung Pekurun Kabupaten Lampung Utara adalah analisis kuantitatif. Analisis ini menggunakan tingkat pendapatan per kapita per tahun yang diperuntukkan untuk mengetahui tingkat pendapatan petani. Pendapatan yang dimaksud yaitu total pendapatan keluarga dari usaha Keramba Jaring Apung (KJA) dan non usaha KJA dalam satu tahun dibagi jumlah tanggungan rumah tangga.

Sayogyo (1979) membuat klasifikasi tingkat kemiskinan berdasarkan besarnya pengeluaran per kapita per tahun yang diukur dengan nilai setara beras setempat. Tingkat kesejahteraan rumah tangga dapat dilihat dari persentase pengeluaran rumah tangganya baik pengeluaran untuk kebutuhan pangan maupun kebutuhan non pangan dimana persentase pengeluaran untuk


(42)

28

pangan cenderung akan semakin kecil. Tingkat pengeluaran rumah tangga akan berbeda satu dengan lainnya berdasarkan pada golongan tingkat pendapatan, jumlah anggota keluarga, status sosial dan prinsip pangan. Hal yang paling penting dari kesejahteraan adalah pendapatan rumah tangga sebab beberapa aspek dari kesejahteraan rumah tangga tergantung pada tingkat pendapatan (Mosher,1987).

Pengeluaran tersebut kemudian dikonversikan ke dalam ukur setara beras dalam satuan kilogram dengan tujuan untuk melihat tingkat kemiskinan. Secara matematis, dapat dituliskan sebagai berikut:

Berdasarkan perhitungan secara matematis tersebut, kriteria kesejahteraan/ kemiskinan rumah tangga dapat digolongkan menjadi paling miskin, miskin sekali, dan miskin. Kriteria kemiskinan menurut Sayogyo (1979) dapat dilihat dalam Tabel 5.

Tabel 5. Kriteria Kemiskinan di perdesaan

No Kriteria Tingkat Kemiskinan Patokan Setara Beras 1 Paling Miskin < 180 Kg setara beras/tahun 2 Miskin Sekali < 240 Kg setara beras/tahun

3 Miskin < 320 Kg setara beras/tahun

4 Layak > 320 Kg setara beras/tahun


(43)

B. Penelitian Terdahulu

Adapun tinjauan penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 6.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah penelitian ini dilakukan di Provinsi Lampung tepatnya di Desa Pekurun Tengah Kecamatan Abung Pekurun Kabupaten Lampung Utara yang berada di Waduk Way Rarem. Selain itu meneliti mengenai kelayakan finansial dan sensitivitasnya akibat kenaikan biaya produksi dan penurunan produksi, juga dianalisis tingkat kesejahteraan rumah tangga petani keramba jaring apung menurut kriteria Sayogyo (1979).


(44)

Tabel 6. Penelitian terdahulu

No Nama Peneliti Tahun Judul Metode Penelitian Hasil Penelitian

1 Mungky 2001 Desain Investasi Usaha Pembesaran Ikan Kolam Jaring Apung Sistem Tunggal (Monokultur) Dengan Studi Kasus Pada KJA Batuhapur, Waduk Cirata, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.

Analisis yang dilakukan terdiri dari analisis keuntungan usaha, kelayakan finansial dan analisis sensitivitas. Analisis dilakukan selama satu tahun dengan tiga kali musim tanam.

Luas kolam 1.568 m2 (32 unit kolam) dengan produksi total ikan mas 48.000 kg/tahun. Produktivitas lahan sebesar 10,20 kg/m2. Harga ikan mas di tingkat petani senilai Rp

5.000,00/kg. Penerimaan total pertahun sebesar Rp 240.000.000,00 dengan biaya total sebesar Rp 215.976.960,00 per tahun. Pendapatan pertahun sebesar Rp 24.023.000,00 Analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C Ratio) sebesar 1,1. Nilai NPV sebesar Rp

98.952.800,00 dengan tingkat diskonto 16 persen. Nilai IRR sebesar 34 persen yang berarti usaha memberikan pendapatan sebesar 34 persen/tahun dari modal yang diinvestasikan. Nilai Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) sebesar 1,93.

2 Gultom 2002 Prospek

Pengembangan Usaha Budidaya Ikan Mas Dalam Jaring Apung Sistem Tunggal

(Monokultur) di Danau

Analisis yang dilakukan meliputi analisis usaha, finansial dan

sensitivitas. Analisis dilakukan selama setahun dengan dua kali

Produksi rata-rata ikan mas 19.914 kg/tahun. Harga ikan mas di tingkat petani senilai Rp 9.000,00/kg. Penerimaan rata-rata pertahun sebesar Rp 179.229.600,00 dengan biaya rata-rata sebesar Rp 141.047.800/tahun. Jumlah rata-rata pendapatan pertahun sebesar Rp


(45)

Toba Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara

musim tanam. Luas usaha 24 m2/kolam, namun tidak diketahui jumlah unit kolam yang diteliti.

38.181.700,00 Nilai R/C Ratio sebesar 1,27. Nilai NPV sebesar Rp 55.495.600,00 dengan tingkat diskonto 18 persen. Nilai IRR sebesar 57,39 persen yang berarti usaha memberikan penerimaan sebesar 57,39 persen/tahun dari modal yang diinvestasikan. Nilai Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) sebesar 2,5.

3 Maulana 2003 Kelayakan Usahatani Pembesaran Dan Pemasaran Ikan Nila Gift Budidaya

Keramba Jaring Apung di Desa Cikidang Bayabang, Kecamatan Mande, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat

Penelitian meliputi analisis usahatani (penerimaan, biaya dan pendapatan usahatani), analisis kelayakan investasi (aspek pasar, aspek teknik dan teknologi, aspek lingkungan dan aspek finansial) dan analisis pemasaran. Perhitungan dilakukan selama setahun dengan tiga kali musim tanam.

Luas usaha KJA monokultur 196 m2 (empat unit kolam). Produksi rata-rata usahatani KJA monokultur 14.400 kg/tahun. Produktivitas lahan sebesar 73,47 kg/m2. Harga ikan nila di tingkat petani senilai Rp 3.800,00/kg.

Penerimaan rata-rata pertahun usahatani KJA monokultur sebesar Rp 54.720.000,00 dengan biaya rata-rata sebesar Rp 42.180.642,85/tahun. Jumlah pendapatan pertahun sebesar Rp

12.539.357,15. Nilai R/C Ratio sebesar 1,297. Nilai NPV sebesar Rp 53.856.359,94 dengan tingkat diskonto 12 persen. Nilai IRR sebesar 1,79 persen. Nilai Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) sebesar 7,59.

4 Perdana 2008 Analisis Kelayakan Finansial Usaha Pembesaran Ikan Mas dan Nila pada

Keramba Jaring Apung

Analisis yang dilakukan terdiri dari analisis keuntungan usaha, kelayakan finansial dan analisis sensitivitas.

Jumlah produksi ikan mas sebanyak 13,43 ton/musim tanam dan ikan nila sebanyak 1,70 ton/musim tanam. NPV sebesar 15.578.956,00 dengan tingkat diskonto 13 persen Net B/C sebesar 1,206 IRR menghasilkan nilai sebesar


(46)

32

No Nama Peneliti Tahun Judul Metode Penelitian Hasil Penelitian

(KJA) Sistem Jaring Kolor di KJA Waduk Cikoncang Kecamatan Wanasalam Kabupaten Lebak Banten

37,14 persen. Ukuran ikan mas yang dijual antara 125-250 gram per ekor, sedangkan ikan nila sekitar 320-500 gram per ekor mas

sebanyak 13,43 ton/musim tanam dan ikan nila sebanyak 1,70 ton/musim tanam.

5 Hendrik 2009 Usaha dan Potensi Pengembangan

Keramba Jaring Apung di Desa Sikakap

Kabupaten Kepulauan Mentawai Sumatera Barat

Analisis yang dilakukan meliputi analis finansial seperti pendapatan bersih, BCR, PPC, dan FRR. Unit usaha yang dianalisa terdiri dari satu unit keramba yang terdiri dari empat kantong dimana tiga kantong untuk usaha pembesaran dan satu kantong untuk persiapan. Ukuran masing-masing kantong 3 x 4 x 3 m lama nya panen selama 8 bulan.

Hasil KJA berkisar antara 0,8 kg/ekor= 1.080 kg. Harga jual per kilogram = Rp 110.000, jadi total pendapatan dari KJA sebesar Rp

118.800.000,. Hasil tangkapan bersih rata-rata per bulan 200 kg dijual seharga Rp 7.500,00/kg jadi total pendapatan kotor untuk hasil

tangkapan adalah 8 x Rp 1.500.000,00 = Rp 12.000.000,00. Total pendapatan kotor KJA dan usaha penangkapan menjadi Rp

130.800.000,00. Total penerimaan Rp. 130.800.000,00. Total biaya Rp.

82.691.000,00. Pendapatan bersih (1-2) Rp. 44.109.000,00. Investasi Rp. 118.275.000,00. BCR 1,58 FRR 0,377. Paybcak Periode 2,68 atau 1,79 tahun.


(47)

No Nama Peneliti Tahun Judul Metode Penelitian Hasil Penelitian 6 Saputra 2011 Produktivitas dan

Kelayakan Usaha Tuna Longliner di Kab. Cilacap Jateng

Analisis yang dilakukan terdiri dari analisis keuntungan usaha dan kelayakan finansial

Produktivitas tuna longliner di Kabupaten Cilacap relative rendah (0,045 ton/GT/Tahun). Rendahnya produktivitas dikarenkan telah terjadinya pemanfaatan yang fully-exploited, hal ini ternyata mengakibatkan usaha penangkapan ikan mengunakan tuna longliner di Kabupaten Cilacap sudah tidak layak berdasarkan indikator NPV, IRR dan Payback Period.

7 Yulinda 2012 Analisis Finansial Usaha Pembebihan Ikan Lele Dumbo (Clarios Gariepinus) Kelurahan Lembah Sari Kecamatan Rumbai Pesisir Kota Pekanbaru Provinsi Riau

Analisis yang dilakukan meliputi analis finansial seperti pendapatan bersih, TR, RCR, dan ROI.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata berat induk jantan yaitu 1,38 kg dan rata-rata berat induk betina 1,53 kg, rata-rata total penerimaan (TR) yang diperoleh petani yaitu sebesar Rp 5.150.000,00 per panen dengan rata-rata pendapatan (Pd) sebesar Rp 1.745.194,00 per panen dan rata-rata RCR pada usaha pembenihan ini sebesar 1,55. Jika dilihat dari nilai RCR tersebut (RCR>1) maka rata-rata usaha pembenihan ikan lele dumbo di kelurahan lembah sari layak untuk dilanjutkan. Nilai rata-rata ROI pada usaha pembenihan ikan lele dumbo yaitu 55,81 % per panen.

8 Sumawidjaja 2002 Pembesaran Ikan Bandeng, Chanos Chanos, dalam

Penelitian ini

menggunakan analisis ragam

Analisis ragam padat penebaran ikan bandeng dari 75 hingga 225 ekor /m3 atau dari 1,33 hingga 3,98 kg/m3 tidak mempengaruhi laju Tabel 6. Lanjutan


(48)

34

No Nama Peneliti Tahun Judul Metode Penelitian Hasil Penelitian

Keramba Jaring Apung di Laut pada Berbagai Padat Penebaran

pertumbuhan, kelangsungan hidup, efisiensi pemberian pakan serta panjang dan berat ikan akhir masing-masing dengan rata-rata 2,32 %, 81,8 %, 63,8 %, 185,2 mm dan 64 gram

biomassa akhir (Y) meningkat dari 3,66 hingga 12,05 kg/m2 dengan meningkatnya padat pembesaran (X) dengan persamaan Y= 0,056x – 0,45 (P<0,05).

9 Wardhani 2012 Analisis Usaha Alat Tangkap Cantrang (Boat Seine) di Pelabuhan Perikanan Pantai Tawang Kabupaten Kendal Penelitian ini menggunakan analisis Discounted Criterion.

Nilai rata-rata NPV sebesar Rp 13.504.227,58 (NPV bernilai positif), nilai rata-rata B/C ratio sebesar 1,02 (B/C >1) dan rata-rata IRR sebesar 23,74 %, yang artinya usaha perikanan cantrang di pelabuhan perikanan Pantai Tawang dapat dikatakan layak dilanjutkan.

10 Utami 2012 Analisis Bioekonomi Penangkapan Ikan Layur (Trichirus sp) di Perairan Paragi

Kabupaten Ciamis

Penelitian ini

menggunakan analisis MSY dan MEY.

Tingkat produksi maksimum lestari (MSY) ikan layur sebesar Rp. 198.548,00 kg per tahun. Hasil ekonomi maksimum lestari (MEY) ikan layur sebesar 184.487 kg per tahun. Jumlah penangkapan untuk mencapai tingkat produksi maksimum lestari (MSY) adalah sebesar 18.140 trip per tahun sedangkan keuntungan hasil ekonomi maksimum lestari (MEY) akan dicapai saat dilakukan upaya penangkapan 13.312 trip per tahun, analisis R/C menunjukkan bahwa investasi layak untuk dilanjutkan.


(49)

Usaha Keramba Jaring Apung di Desa Pekurun Tengah Kecamatan Abung Pekurun merupakan usaha yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan sebagai sumber pemenuhan kebutuhan konsumsi perikanan di Lampung, sehingga perlu diperhitungkan biaya yang telah dikorbankan dan pendapatan yang diperoleh. Untuk memperoleh informasi usaha yang dijalankan petani di Waduk Way Rarem menguntungkan atau tidak, maka dilakukan suatu analisis yang diukur dari besarnya penerimaan dan biaya bagi usaha Keramba Jaring Apung (KJA).

Tolak ukur keberhasilan usahatani dilihat dari besarnya pendapatan yang diterima petani dari usahataninya. Pendapatan merupakan keuntungan yang diperoleh dari selisih besarnya jumlah penerimaan dan biaya produksi yang dikeluarkan dalam kegiatan usahatani. Besarnya penerimaan ditentukan oleh jumlah produksi yang dihasilkan dan tingkat harga output yang diterima oleh petani. Sedangkan besarnya biaya produksi yang dikeluarkan adalah seluruh korbanan yang dikeluarkan petani untuk mendapatkan hasil produksi yang tinggi. Jumlah biaya produksi dipengaruhi oleh banyaknya input yang digunakan dan harga input itu sendiri. Untuk mengetahui tingkat pendapatan menggunakan analisis finansial yaitu NPV, B/C ratio, IRR, Payback Period,

dan sensitivitas.

Pengeluaran rumah tangga merupakan salah satu indikator yang dapat memberikan gambaran keadaan kesejahteraan penduduk. Berdasarkan pendapatan rumah tangga petani, maka dapat menggambarkan tingkat


(50)

36

kesejahteraan petani. Kesejahteraan merupakan suatu kondisi dimana seluruh kebutuhan jasmani dan rohani dari rumah tangga tersebut dapat dipenuhi sesuai dengan tingkat hidup. Dari adanya indikator tersebut akan dapat diperoleh tingkat kesejahteraan petani. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.


(51)

Gambar 1. Kerangka pemikiran pengembangan budidaya ikan mas dengan keramba jaring apung dan tingkat kesejahteraan rumah tangga petani.

Potensi Perairan Umum (Waduk Way Rarem)

Usaha Keramba Jaring Apung (KJA)

- Benih - Pakan - Minyak

Tanah - Oksigen - TK - Obat-

obatan - Peralatan Input Harga Output Harga

Total Biaya Produksi Penerimaan

Pendapatan Utama (On Farm) Analisis Finansial - NPV

- Gross B/C - IRR - Pp

Pendapatan On Farm

Bukan Utama

Pendapatan Rumah Tangga

Indikator Kesejahteraan

Layak Miskin

Pengeluaran Rumah Tangga

Pangan Non Pangan Tidak Layak Layak Analisis Sensitivitas


(52)

III. METODE PENELITIAN

A. Definisi Operasional

Untuk memperjelas dan menghindari kesalahpamaham mengenai pengertian tentang istilah-istilah dalam penelitian ini, maka dibuat definisi operasional sebagai berikut:

Keramba jaring apung (KJA) adalah sistem pemeliharaan ikan mas dengan menggunakan jaring dengan rakit bambu/kayu yang diapungkan dengan drum plastik.

Analisis kelayakan finansial adalah suatu studi yang bertujuan untuk menilai apakah suatu kegiatan investasi yang dijalankan tersebut layak atau tidak untuk dijalankan.

Layak adalah kemungkinan dari usaha yang akan dilaksanakan memberikan manfaat, baik manfaat finansial maupun manfaat sosial.

Tidak layak adalah kemungkinan dari usaha yang akan dilaksanakan tidak memberikan manfaat, baik manfaat finansial maupun manfaat sosial.


(53)

Produksi adalah output atau jumlah ikan mas yang dihasilkan dari usaha Keramba Jaring Apung (KJA), diukur dalam kilogram per periode produksi (kg/periode produksi).

Harga jual adalah sejumlah biaya yang harus dikeluarkan oleh seseorang untuk memperoleh ikan mas, diukur dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/kg).

Periode produksi adalah waktu yang digunakan untuk produksi ikan mas dari usaha Keramba Jaring Apung (KJA), diukur dalam satuan 3 bulan 1 kali produksi.

Penerimaan adalah jumlah ikan mas yang dihasilkan dari usaha Keramba Jaring Apung (KJA) dikalikan dengan harga jual, diukur dalam rupiah per periode (Rp/periode).

Benih adalah banyaknya benih ikan mas yang dipakai pada usaha Keramba Jaring Apung (KJA) ukuran 5-8 cm, yang diukur dalam satuan kilogram per periode (kg/periode).

Pakan adalah banyaknya makanan yang diberikan pada ikan mas Keramba Jaring Apung (KJA), diukur dalam satuan kilogram per periode (kg/periode).

Tenaga kerja adalah banyaknya tenaga kerja yang dicurahkan dalam proses kegiatan produksi sampai penanganan pascapanen untuk usaha Keramba Jaring Apung (KJA). Tenaga kerja yang dicurahkan adalah tenaga kerja pria yang diukur dalam satuan Hari Kerja Orang per periode (HOK/periode).


(54)

40

Obat-obatan adalah obat yang digunakan untuk mengatasi penyakit yang menyerang budidaya ikan mas yang diukur dalam satuan liter per periode (Ltr/periode).

Peralatan adalah peralatan yang digunakan dalam budidaya ikan mas di Keramba Jaring Apung (KJA) yang diukur dalam satuan rupiah per periode (Rp/periode).

Net Present Value (NPV) adalah menghitung selisih antara manfaat atau penerimaan dengan biaya atau pengeluaran. Perhitungan ini diukur dengan nilai sekarang.

Gross B/C adalah perbandingan antara jumlah present value dari benefit kotor dengan jumlah present value dari biaya kotor.

Internal Rate of Return (IRR) adalah tingkat bunga dimana NPV sama dengan jumlah seluruh investasi.

Payback Period (Pp) adalah perbandingan antara investasi awal dengan benefit bersih yang diperoleh pada setiap periode.

Biaya investasi adalah biaya yang digunakan dalam waktu relatif lama (lebih dari satu tahun). Investasi terdiri dari rumah jaga, tabung oksigen, perahu besar, perahu kecil, bak plastik, drum plastik, bambu, bahan jaring, paku, tali ris, tali nilon, jangkar, serok, ember, baskom dan kerangka besi.

Biaya operasional adalah biaya yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam suatu proses produksi yang sifatnya habis dipakai


(55)

dalam waktu relatif singkat (kurang dari satu tahun). Biaya operasional terdiri dari biaya operasional sarana produksi dan biaya operasional tenaga kerja. Biaya operasional sarana produksi terdiri dari benih ikan, pakan, tenaga kerja, minyak tanah, oksigen, dan obat-obatan.

Tingkat suku bunga adalah suku bunga yang berlaku pada saat ini yang dapat digunakan untuk mengetahui nilai uang di masa akan datang. Suku bunga yang dijadikan dasar dalam perhitungan analisis kelayakan adalah suku bunga pinjaman sebesar 12 % untuk usaha skala kecil yang merupakan suku bunga pinjaman berdasarkan Bank Indonesia (BI).

Discount factor (df) adalah suatu bilangan yang lebih kecil dari satu yang dapat dipakai untuk mengurangi suatu jumlah di waktu yang akan datang sehingga dapat diketahui berapa nilainya saat ini, diukur satuan persen (%).

Compounding factor (cf) adalah suatu bilangan yang lebih besar dari satu (1,0) yang dapat dipakai untuk menghitung nilai uang yang lalu, dihitung pada saat sekarang ini, diukur satuan persen (%).

Umur ekonomis alat adalah jumlah tahun peralatan investasi selama

digunakan seperti serok, baskom, bambu batang, paku, tali ris, tali jahit nilon, drum plastik, ember dan kerangka besi, terhitung sejak tahun pembelian sampai alat tersebut tidak dapat digunakan lagi, diukur dalam satuan tahun.

Skenario sensitivitas yakni kenaikan harga input pakan sebesar 3%.

Sedangkan penurunan produksi sebesar 50 % diasumsikan terserang penyakit


(56)

42

Kesejahteraan adalah suatu kondisi dimana seluruh kebutuhan jasmani dan rohani dari rumah tangga petani KJA dipenuhi sesuai dengan tingkat hidup.

Pengukuran tingkat kesejahteraan/kemiskinan berdasarkan pada Sayogyo (1979) yaitu dilihat dari pengeluaran rumah tangga petani KJA per kapita per tahun yang diukur dengan nilai setara beras setempat.

Pendapatan keramba jaring apung (on farm utama) adalah penerimaan

usahatani KJA dikurangi biaya KJA yang dikeluarkan selama proses produksi dalam satu kali periode produksi diukur dalam satuan rupiah (Rp/periode).

Pendapatan karet (on farm bukan utama) adalah penerimaan usahatani karet dikurangi biaya usahatani karet yang dikeluarkan selama proses produksi dalam satu tahun, diukur dalam satuan rupiah (Rp/tahun).

Pendapatan rumah tangga adalah total pendapatan dari keramba jaring apung (on farm utama), karet (non farm bukan utama) dan non keramba jaring apung (non farm) dalam satu tahun yang diukur dalam satuan rupiah (Rp/tahun).

B. Lokasi, Waktu Penelitian, dan Responden

Penelitian dilakukan pada lokasi pembesaran ikan mas di Desa Pekurun Tengah Kecamatan Abung Pekurun Kabupaten Lampung Utara. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Desa Pekurun Tengah Kecamatan Abung Pekurun Kabupaten


(57)

air tawar dengan memanfaatkan perairan umum berupa waduk. Pengambilan data dilaksanakan pada bulan Januari-Mei 2013.

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara sensus yaitu semua populasi dijadikan responden dalan penelitian. Menurut Arikunto (2002), apabila subjek penelitian kurang dari 100 unit (orang), maka lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Responden dalam penelitian ini terdapat di Desa Pekurun Tengah Kecamatan Abung Pekurun berjumlah 5 responden yang melakukan pembesaran ikan dengan sistem Keramba Jaring Apung (KJA).

D. Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui survei dengan melakukan wawancara dan pengamatan langsung dengan para petani ikan mas,

menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner). Data sekunder diperoleh dari instansi terkait, seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Utara serta literatur - literatur yang terkait dengan penelitian ini.

C. Metode Analisis

Untuk mengetahui kelayakan usaha digunakan analisis finansial seperti : analisis biaya, penerimaan, pendapatan, NPV, Gross B/C, IRR, Pp, dan analisis sensitivitas. Metode pengolahan data dilakukan dengan metode


(58)

44

tabulasi dan komputerisasi. Adapun analisis yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Analisis Biaya

Untuk menentukan biaya total yang dikeluarkan petani ikan mas, secara matematis dapat dihitung dengan rumus:

TC = FC + VC Keterangan:

TC = Total Cost (Rp) FC = Fixed Cost (Rp) VC = Variable Cost (Rp)

2. Analisis Penerimaan

Penerimaan ikan mas diperoleh dengan mengalikan besarnya volume produksi ikan mas dengan harga jualnya pada saat penelitian. Secara matematis dirumuskan sebagai berikut:

TR = P X Q Keterangan:

TR = Total Revenue (Rp)

P = Price/harga jual ikan mas (Rp)

Q = Quantity/volume produksi ikan mas (Kg)

3. Analisis Pendapatan

Pendapatan merupakan selisih antara penerimaan total dengan biaya total. Secara matematis dirumuskan sebagai berikut :

π = TR – TC Keterangan :

π = keuntungan/pendapatan (Rp) TR = total penerimaan (Rp) T = total biaya (Rp)


(59)

Pendapatan KJA (on farm) = MT 1 (Januari – Maret) + MT 2 (Mei – Juli) + MT3 (September –November)

Pendapatan Rumah Tangga = Pendapatan KJA (on farm utama)+Pendapatan Karet (on farm bkn utama) + Pendapatan non KJA (non farm)

4. Analisis Finansial

Untuk mengukur dan menentukan kelayakan usaha tani suatu komoditi yang diproduksi di suatu daerah dan diperdagangkan. Alat analisis yang digunakan dalam evaluasi proyek dijabarkan sebagai berikut :

a. Net Present Value (NPV)

Menurut Ibrahim (2003), NPV adalah kriteria investasi yang banyak digunakan untuk mengukur apakah suatu proyek feasible atau tidak. Formula:

di mana:

NB = Net Benefit = BenefitCost

C = Biaya investasi +biaya operasi = Benefit yang telah di-discount

= Cost yang telah di-discount i = Discount factor

n = Tahun (waktu)

Kriteria:

Apabila hasil perhitungan net present value lebih besar dari 0 (nol), dikatakan usaha/proyek tersebut feasible (go) untuk dilaksanakan dan jika lebih kecil dari 0 (nol), maka tidak layak untuk dilaksanakan.


(60)

46

b. Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C Ratio)

Gross Benefit Cost Ratio merupakan perbandingan antara jumlah present value dari benefit kotor dengan jumlah present value dari biaya kotor. Menurut Kadariah dkk (1999), secara matematis Gross B/C dapat dirumuskan sebagai berikut :

     n t t n t t i Ct i Bt C GrossB 0 0 1 1 / Keterangan:

Bt = Penerimaan (benefit) pada tahun ke-i Ct = Biaya (Cost) pada tahun ke-i

i = Suku bunga (%) n = Umur proyek (tahun)

Kriteria pada pengukuran ini adalah :

1) Jika Gross B/C > 1, maka kegiatan usaha layak untuk dilaksanakan. 2) Jika Gross B/C < 1, maka kegiatan usaha tidak layak untuk

dilaksanakan

3) Jika Gross B/C = 1, maka kegiatan usaha dalam keadaan break event point.

c. Internal Rate of Return (IRR)

Menurut Choliq, Wirasasmita, dan Hasan (1999), Internal Rate of Return

(IRR) merupakan suatu tingkat bunga yang menunjukan nilai bersih


(1)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan disimpulkan sebagai berikut: 1. Usaha budidaya keramba jaring apung di Desa Pekurun Tengah

Kecamatan Abung Pekurun secara finansial menguntungkan dan layak dijalankan baik untuk skala kecil, sedang, maupun besar. Net Present

Value keramba jaring apung sebesar Rp 29.658.032,00 untuk skala kecil,

Rp 61.247.160,00 untuk skala sedang, dan Rp 119.166.438,00 untuk skala besar. IRR keramba jaring apung sebesar 23% untuk skala kecil, 25% untuk skala sedang dan 26% untuk skala besar. Gross B/C usaha keramba jaring apung untuk skala kecil 1,02, skala sedang 1,03 dan skala besar 1,02. Payback Period usaha keramba jaring apung untuk skala kecil 2 tahun 9 bulan 7 hari, skala sedang selama 1 tahun 7 bulan 5 hari dan skala besar selama 2 tahun 9 bulan 7 hari.

2. Berdasarkan analisis sensitivitasmenunjukkan bahwa usaha pembesaran ikan mas pada KJA sensitif terhadap kenaikan harga input produksi sebesar 3% dan sensitif terhadap penurunan produksi ikan mas sebesar 50%. Jika terjadi kenaikan harga input 3%, maka akan menyebabkan usaha KJA menjadi tidak layak. Jika terjadi penurunan hasil produksi 50%, maka akan menyebabkan usaha KJA menjadi tidak layak.


(2)

3. Menurut kriteria kesejahteraan Sajogyo, rumah tangga usaha budidaya keramba jaring apung di Desa Pekurun Tengah Kecamatan Abung Pekurun ukuran kecil, sedang, dan besar berada dalam kategori layak.

B. Saran

Saran yang dapat diajukan berdasarkan hasil penelitian ini yaitu : 1. Dinas Perikanan Lampung Utara untuk mengembangkan usaha KJA

dengan memanfaatkan potensi yang ada disarankan penyediaan bibit melalui Balai Benih Rakyat (BBI) lebih ditingkatkan lagi, dan disediakan penyuluhan dan pembinaan yang diperlukan terutama dalam teknis

budidaya KJA, pengobatan penyakit, pembersihan jaring dan pemberian pakan.

2. Dalam rangka mencapai hasil produksi yang optimal, petani ataupun pengusaha Keramba Jaring Apung hendaknya memperhatikan teknik pengelolaan yang baik terutama dalam padat tebar benih, sehingga penggunaan benih dan pakan tidak berlebihan.

3. Peneliti lain dapat meneliti lebih dalam terkait analisis dampak lingkungan dari adanya usaha budidaya keramba jaring apung di Desa Pekurun Tengah Kecamatan Abung Pekurun.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, S.D. 2002. Budidaya Nila Gift Secara Intensif. Yogyakarta: Penerbit Kansisius.

Affan, J.M. 2012. Identifikasi Lokasi Untuk Pengembangan Budidaya Keramba Jaring Apung (KJA) Berdasarkan Faktor Lingkungan Dan Kualitas Air di

Perairan Pantai Timur Bangka Tengah. Unsyiah.

http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/depik/article/view/30/25

Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Pendek. Jakarta : Rineka Cipta.

Badan Pusat Statistik. 2013. Kecamatan Abung Pekurun Dalam Angka. Lampung Utara.

Badan Pusat Statistik. 2013. Lampung Utara Dalam Angka. Lampung Utara. Bank Indonesia. 2014. Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia. Jakarta. Choliq, H.R.A.R. Wirasasmita, S. Hasan. 1999. Evaluasi Proyek (Suatu

Pengantar). Bandung : Pionir Jaya.

David, F.R. 2006. Manajemen Strategi (Terjemahan). Jakarta : PT. Prenhallindo. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Utara. 2012. Potensi dan

Pemanfaatan Perikanan Budidaya. Dinas Kelautan dan Perikanan

Kabupaten Lampung Utara.

Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung. 2012. Produksi perikanan

tangkap dan budidaya di Lampung. Dinas Perikanan Provinsi Lampung.

Direktorat Jendral Prasarana dan Sarana Pertanian. 2010. Budidaya Ikan Mas. Jakarta.

.


(4)

Gittinger, J. P. 1986. Analisa Ekonomi Proyek PertanianEdisi Dua. Jakarta : UI-Press.

---. 1993. Analisis Proyek-Proyek Pertanian; Edisi II. Diterjemahkan oleh P. Sutomo dan K. Magin. Jakarta : Universitas Indonesia Press.

Gultom. 2002. ProspekPengembangan usaha Budidaya Ikan Mas Dalam Jaring

Apung Di Danau Toba Desa Pangururan Kabupaten Toba Samosir.

fisheriesmarinescience.wordpress.com/category/.../8/ gultom

Gumilar, I. 2002. Manfaat-Biaya Usaha Budidaya Perikanan Jaring Apung di

Waduk Saguling, Jawa Barat. Tesis. Program Pascasarjana. IPB. Bogor.

Hendrik. 2009. Analisis Usaha dan Potensi Pengembangan Keramba Jaring Apung di Desa Sikakap Kabupaten Kepulauan Mentawai Sumatera

Barat. Universitas Riau. Jurnal Pertanian-Unri. Vol 37, No 1 (2009).

Husnan dan Muhammad. 2000. Studi Kelayakan Proyek. Yogyakarta : UPP AMP YKPN.

Ibrahim, M.Y. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. Jakarta : Rineka Cipta. Jangkara, J. 2000. Pembesaran Ikan Air Tawar Di Berbagai Lingkungan

Pemeliharaan. Jakarta : Penebar Swadaya.

Kadariah, L. Karlina dan C. Gray. 1999. Pengantar Evaluasi Proyek. Jakarta : Lembaga Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Kadariah. 2001. Evaluasi Proyek Analisis Ekonomi. Jakarta : Universitas Indonesia.

Kasmir. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. Jakarta : Prenada Media.

Kasmir. 2012. Studi Kelayakan Bisnis. Edisi Revisi. Jakarta : Kencana. Khairuman, 2002. Budidaya Patin Secara Intensif. Jakarta : PT. Agro Media

Pustaka.

Mantau, Z. 2010. Analisis Kelayakan Investasi Usaha Budidaya Ikan Mas Dan Nila Dalam Keramba Jaring Apung Ganda Di Pesisir Danau Tondano

Provinsi Sulawesi Utara. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Provinsi

Sulawesi Utara.

Mantau, Z., Tutud, V., Rawung, J.B.M., Latulola, M.T., Sudarty. 2004. Budidaya Ikan Mas dan Nila dalam Keramba Jaring Apung Ganda di Desa Telap

pada Pesisir Danau Tondano. Prosiding. Seminar Nasional Badan Litbang


(5)

Maulana, A. B. 2003. Analisis Kelayakan Usahatani Pembesaran dan Pemasaran Ikan Nila Gift Budidaya Keramba Jaring Apung, Desa Cikidang

Bayabang, Kecamatan Mande, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Tesis.

Fakultas Pertanian IPB Bogor.

Miller, Roger LeRoy dan Roger E. Meiners. 2000. Teori Ekonomi Intermediat. . Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Mosher, A.T. 1987. Menggerakkan dan Membangun Pertanian : Syarat-syarat

Pokok Pembangunan Dan Modernisasi. CV. Yasaguna.

Mungky, HGPL. 2001. Analisis Kelayakan Finansial Usaha Pembesaran Ikan pada Kolam Jaring Apung, KJA Batuhapur, Waduk Cirata, Kabupaten

Cianjur, Jawa Barat. Fakultas Pertanian IPB.

Bogor.

Nurmalina. 2009. Studi Kelayakan Bisnis. Bogor: Buit Design dan Printing. Nursandi, J. 2011. PeningkatanOksigen Terlarut Dengan Metode “Aerasi

Hipolimnion” di daerah Kerambah Jaring Apung Danau Lido Bogor.

Universitas Muhammadiah. Jurnal Pertanian-UM. Vol. 1, No. 1, Hal : 5-12.

http://www.journal.ipb.ac.id/index.php/jai

Pearce, A. dan Robinson. 2008. Manajemen Strategis -Formulasi, Implementasi,

dan Pengendalian Edisi 10. Jakarta : Salemba Empat.

Perdana, H. 2008. Analisis Kelayakan Finansial Usaha Pembesaran Ikan mas dan Nila Pada Keramba Jaring Apung Sistem Jaring Kolor Di Waduk

Cikoncang Kecamatan Wanasalam Kabupaten Lebak Banten. Tesis.

Rangkuti, F. 2006. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis, Jakarta : Gramedia.

Rochdianto, A. 2000. Budidaya Ikan di Jaring Apung. Jakarta : Penebar Swadaya. Saputra, S. W. 2011. Produktivitas dan Kelayakan Usaha Tuna Longliner di Kab.

Cilacap Jateng. Undip. Jurnal Saintek Perikanan Vol 6, No 2, 84-91.

http://www.ejournal.undip.ac.id/index.php/saintek/article/download/2721/ 2410.

Sawidak, M.A. 1985. Analisa Tingkat Kesejahteraan Ekonomi Petani

Transmigran Di Delta Upang, Propinsi Sumatera Selatan. Tesis. Institut

Pertanian Bogor. Bogor.

Sayogyo. 1979. Garis Kemiskinan Sajogyo. Jakarta : Kompas.

Sekretariat Jendral Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2012. Statistik Perikanan Tangkap, Perikanan Budidaya, dan Ekspor-Impor Setiap


(6)

Siagian, M. 2010. Strategi Pengembangan Keramba Jaring Apung Berkelanjutan

di Waduk PLTA Koto Panjang Kampar Riau. Universitas Riau. Riau.

http://www.ejournal.unri.ac.id/index.php/JPK/article/.../34

Sumawidjaja, K. 2002. Pembesaran Ikan Bandeng, Chanos Charios, dalam

Kerambah Jaring Apung di Laut Pada Berbagai Padat Penebaran. Jurnal

Akuakutur Indonesia, 1(2) http://www.journal.ipb.ac.id/index.php/jai Sunoto, 2010. Arah Kebijakan Pengembangan konsep minapolitan.Bulletin,

peñataruang.net/Indek.asp?mod=293

Suratiyah, K. 2009. Ilmu Usaha Tani. Jakarta : Penebar Swadaya.

Umar, H. 2005. Studi Kelayakan Bisnis Edisi 3. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Utami, D.P. 2012. Analisis Bioekonomi Penangkapan Ikan Layur (Trichirus sp) di

Perairan Parigi Kabupaten Ciamis. Universitas Padjajaran. Jurnal

Perikanan dan Kelautan ISSN : 2088-3137, vol. 3, no. 3, Hal : 137-144. http://www. jurnal.unpad.ac.id/jpk/article/download/1423/1421

Utomo, N.B.P. 2005. Pengaruh Cara Pemberian Pakan Yang Berbeda Terhadap Konversi Pakan dan Pertumbuhan Ikan Mas (Cyprius Carpio) di Keramba

Jaring Apung. Jurnal Akuaktur Indonesia, 4(2) : 49-52.

http://www.journal.ipb.ac.id/index.php/jai

Yulinda, E. 2012. Analisis Finansial Unsur Pembenihan Ikan Lele Dumbo (Clarios Geriepius) Kelurahan Lembah Sari Kecamatan Rumbai Pesisir

Kota Pekanbaru Riau. Universitas Riau. Jurnal Perikanan dan Kelautan

Vol. 17, hal : 38-55. http://www.ejournal.unri.ac.id/index.php/JPK/article/ download/62/57

Wardhani, R. K. 2012. Analisis Usaha Alat Tangkap Cantrang (Boat Seine) di

Pelabuhan Perikanan Pantai Tawang Kab. Kandal. Universitas

Padjajaran. Jurnal of fisheries Resources Ufilization Management and technologi Vol. 1, No. 1, hal : 67-76. http://www.