Implikasi Yuridis Putusan MK No 46PUU-VIII2010 Terhadap Anak Luar

b Tidak ada saling mewaris dengan ayahnya, karena hubungan keluarga merupakan salah satu penyebab kerwarisan. c Ayah tidak dapat menjadi wali bagi anak diluar kawin. Apabila anak diluar kawin itu kebetulan seorang perempuan dan sudah dewasa lalu akan menikah, maka ia tidak berhak dinikahkan oleh ayah biologisnya.

C. Analisis

1.1 Implikasi Yuridis Putusan MK No 46PUU-VIII2010 Terhadap Anak Luar

Kawin Putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan tehnologi danatau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah temasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya” menimbulkan kontroversi baik dari kalangan ahli hukum maupun ahli agama. Sebelum adanya putusan Mahkamah Konstitusi No. 46PUU-VIII2010, anak-anak yang dilahirkan diluar perkawinan hanya punya hubungan hukum dengan ibunya dan keluarga ibunya, sebagaimana tersebut oleh Pasal 43 ayat 1 UU Perkawinan. Hal ini membawa konsekuensi, anak yang lahir diluar perkawinan secara hukum negara tidak mempunyai hubungan hukum dengan ayahnya. Mahkamah Konstitusi melalui putusan Mahkamah Konstitusi No.46PUU- VIII2010 tentang pengujian Pasal 43 ayat 1 UU Perkawinan menyatakan bahwa Pasal 43 ayat 1 UU Perkawinan harus dibaca bahwa anak yang lahir di luar perkawinan mempunyai hubungan hukum dengan ayah dan keluarga ayahnya, tidak lagi hanya kepada ibu dan keluarga ibu sepanjang terbukti bahwa anak luar kawin tersebut adalah anak biologis dari ayahnya. Dengan demikian tanpa adanya pengakuan dari seorang ayah kepada anak luar kawin secara normatif sudah mempunyai hubungan keuarga dengan ayah maupun keluarga ayah, sepanjang terbukti adanya hubungan biologis ini. Oleh karena itu lembaga pengakuan anak tidak lagi berfungsi, karena secara normatif akan terjadi hubungan keperdataan antara ayah dengan anak luar kawinnya. Hal ini berbeda dengan pengaturan sebelum Putusan Mahkamah Konstitusi No 46PUU-VIII2010, anak luar kawin akan mempunyai hubungan kekeluargaan dengan ayah jika ayah melakukan pengakuan terhadap anak luar kawin yang bersangkutan. Dengan demikian anak luar kawin yang diakui dengan sah mempunyai hubungan keluarga dari orang yang mengakuinya. Adanya hubungan keluarga, adalah dengan adanya pengakuan anak yang telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan, menetapkan adanya hubungan keluarga antara anak yang diakui dengan orang yang mengakuinya. Menurut Pasal 283 KUHPerdata, tidak setiap anak yang lahir diluar perkawinan dapat dilakukan pengakuan. Dalam KUHPerdata dikenal anak luar kawin yaitu : a Anak alami Ialah anak yang lahir di luar perkawinan, dimana kedua orang tuanya tidak ada halangan untuk melangsungkan perkawinan. b Anak sumbang Ialah anak yang lahir di luar perkawinan, dimana kedua orang tuanya ada hubungan darah yang dekat. c Anak zina Ialah anak yang dilahirkan di luar perkawinan, dimana kedua orang tuanya ada hubungan untuk melangsungkan perkawinan karena salah satu atau kedua orang tuanya dalam ikatan perkawinan yang sah dengan orang lain. Dari tiga jenis anak luar kawin tersebut, menurut Pasal 272 KUHPerdata hanya anak alami saja yang dapat disahkan maupun diakui dengan pengecualian Pasal 273 KUHPerdata. Sedangkan KUHPerdata menyaratkan pula bahwa anak luar kawin selain anak zina atau sumbang kecuali jika anak sumbang telah memperoleh dispensasi dari Presiden , akan mempunyai hubungan keluarga dengan ayah biologisnya jika dilakukan pengakuan. Undang-Undang Perkawinan tidak membedakan tiga kriteria anak tersebut. Pasal 43 ayat 1 Undang-Undang Perkawinan tidak memberikan pengertian tentang apa yang dimaksud dengan anak luar kawin. Dengan berpegang pada rumusan Pasal 42 Undang-Undang Perkawinan, maka dapat dirumuskan bahwa yang termasuk anak luar kawin adalah anak yang tidak memenuhi kriteria sebagai anak sah. Kompilasi Hukum Islam tidak menentukan secara khusus dan pasti tentang pengelompokan jenis anak, sebagaimana pengelompokan yang terdapat dalam Hukum Perdata Umum. Dalam Kompilasi Hukum Islam dijelaskan tentang kriteria anak sah, sebagaimana yang dicantumkan dalam Pasal 99 Kompilasi Hukum Islam, yang berbunyi bahwa anak yang sah adalah : 1. Anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang sah. 2. Hasil pembuahan suami isteri yang diluar rahim dan dilahirkan oleh isteri tersebut Berdasarkan pemahaman tersebut, maka kriteria anak luar kawin adalah : 1 Anak yang dibenihkan dan dilahirkan diluar perkawinan yang sah 2 Hasil pembuahan sperma dan ovum dari laki-laki dan perempuan diluar rahim dimana keduanya tidak dalam ikatan perkawinan yang sah, atau 3 Hasil pembuahan suami istri yang sah diluar rahim dan dilahirkan oleh wanita bukan istri tersebut. Menurut Pasal 43 ayat 1 Undang-Undang Perkawinan, anak luar kawin ini hanya akan mempunyai hubungan hukum dengan ibu dan keluarga ibu. Dengan demikian sebagaimana telah dipaparkan diatas bahwa tidak secara otomatis anak luar kawin akan mempunyai hubungan dengan ayah biologisnya. Agar supaya hubungan kekeluargaan tercipta, maka diperlukan pengakuan anak oleh ayah biologisnya. Pengakuan anak akan dapat terealisir jika ibu menyetujuinya. Oleh karena itu tidak secara otomatis anak luar kawin akan menjadi ahli waris dari ayah biologisnya. Namun pasca Putusan Mahkamah Konsttusi No 46PUU-VIII2010, hubungan perdata antara anak luar kawin dengan ibu dan ayah serta keluarga ibu dan ayah tercipta secara otomatis dalam pengertian tanpa diperlukan pengakuan dari ayahnya sepanjang terbukti ada hubungan biologis, maka implikasinya adalah anak luar kawin dapat menjadi pewaris baik dari ibu dan keluarga ibu serta ayah dan keluarga ayah. Selain itu, supaya ada hubungan keluarga dengan ayah dan keluarga ayah harus dibuktikan secara biologis bahwa anak tersebut adalah anak dari ayah yang bersangkutan. Tidak menjadi masalah jika ayah mau membuktikan adanya hubungan biologis tersebut. Misalnya dengan tes DNA, ayah mau melakukan tes DNA tidak akan menjadi masalah sehingga jika terbukti, akan dapat dipakai sebagai lampiran untuk membuktikan bahwa ada hubungan biologis antara keduanya, sehingga memenuhi syarat yang di tetapkan dalam Putusan MK No 46PUU-VIII2010. Jika ayah tidak mau membuktikan dengan tes DNA tersebut, ini yang menjadi masalah, karena ibu harus mengumpulkan banyak bukti untuk membuktikan bahwa anak tersebut merupakan anak dari ayah yang bersangkutan dengan cara mengumpulkan bukti-bukti diantaranya dari berbagai saksi dan ibu itu harus berani bersumpah didepan hakim Pengadilan Agama bahwa anak tersebut benar-benar anak dari hasil hubungan dengan laki-laki yang bersangkutan, sehingga keyakinan hakim berdasarkan bukti yang telah didapat dalam memutuskan suatu perkara dengan berbagai kebijakan merupakan suatu hal yang penting dalam sebuah proses persidangan di pengadilan dan dapat memaksa ayah yang bersangkutan untuk bertanggung jawab terhadap pemenuhan kebutuhan hidup si anak mulai dari pendidikan, pemeliharaan maupun pewarisan. Sekalipun anak luar kawin sebagai implikasi dari Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut kemungkinan menjadi ahli waris ibu dan ayah serta keluarga ibu dan ayah, tentu saja bagian yang diterima anak luar kawin akan berbeda dengan bagian yang diterima anak anak sah. Ketentuan bagian waris anak luar kawin sebagaimana yang diatur dalam Pasal 863 KUHPerdata dapat diberlakukan bagi mereka yang tunduk pada KUHPerdata : 1. Jika yang meninggal meninggalkan keturunan yang sah atau seorang suami atau istri, maka anak-anak luar kawin mewarisi 13 bagian dari bagian yang seharusnya mereka terima jika mereka sebagai anak-anak yang sah. 2. Jika yang meninggal tidak meninggalkan keturunan maupun suami atau istri, tetapi meninggalkan keluarga sedarah, dalam garis ke atas ibu, bapak, nenek, dst. atau saudara laki-laki dan perempuan atau keturunannya, maka anak-anak yang diakui tersebut mewaris 12 dari warisan. Namun, jika hanya terdapat saudara dalam derajat yang lebih jauh, maka anak-anak yang diakui tersebut mendapat 34. Berdasarkan uraian diatas, maka pasca putusan Mahkamah Konstitusi No 46PUU-VIII2010 setiap anak luar kawin yang memenuhi persyaratan yang dituntut Mahkamah Konstitusi ada hubungan biologis anak luar kawin dengan ayah biologisnya, maka otomatis akan menjadi ahli waris kedua orang tua biologisnya bahkan kedua keluarga orangtua biologisnya. Menurut Pasal 866 : “ Jika sorang anak luar kawin meninggal dunia lebih dahulu, maka sekalian anak dan keturunannya yang sah, berhak menuntut bagian yang diberikan kepada mereka menurut Pasal 863 dan Pasal 865. Apabila anak luar kawin yang meninggal dunia tidak mempunyai keturunan maupun suami atau istri, maka warisan itu untuk orang tua yang telah mengakuinya, hal ini terdapat di didalam Pasal 870 KUHPerdata. Putusan Mahkamah Konstitusi No 46PUU-VIII2010 tidak memberikan kedudukan yang sama antara anak luar kawin dengan anak sah, yakni sebagai ahli waris dari kedua orang tuanya dan keluarga orang tuanya, namun ada perbedaan bagian yang diterimanya sebagaimana tersebut dalam Pasal 863 KUHPerdata. Menurut hukum adat waris Jawa, anak yang lahir diluar perkawinan itu hanya menjadi waris terhadap harta peninggalan ibunya saja serta didalam harta peninggalan kerabat atau famili dari pihak ibu. Menurut hukum adat Jawa yang bersifat parental bahwa kewajiban untuk membiayai penghidupan dan pendidikan seorang anak luar kawin yang diakui ayahnya dan anak tersebut belum dewasa juga dibebankan pada ayah anak itu. Pembagian warisan anak luar kawin terhadap harta kekayaan ayah biologisnya menurut hukum waris adat Jawa biasanya diselesaikan dengan cara kemanusiaan yaitu pemberian secara kerelaan atau atas dasar belas kasihan parimirma. 4 Dalam Hukum Islam yang tertuang dalam Pasal 186 KHI, dinyatakan bahwa anak luar kawin hanya mempunyai hubungan saling mewaris dengan ibu dan keluarga ibu. Ini berarti bahwa menurut KHI, anak luar kawin tidak mungkin 4 Dwi Anti Faulina, Kedudukan Anak Luar Kawin Menurut Hukum Waris Adat Jawa, www. repository.unej.ac.idhandle123456789925, diunduh 1 Maret 2014 menjadi ahli waris dari ayah maupun keluarga ayah. Sedangkan apabila ayahnya ingin memberikan warisan kepadanya maka dengan cara wasiat, dimana dalam ketentuan wasiat berlaku yaitu wasiat tidak boleh melebihi 13 harta warisan. Menurut pendapat penulis dengan adanya Putusan MK No 46PUU-VIII2010 tersebut memberikan perlindungan terhadap anak luar kawin untuk mendapat pengakuan dari ayah biologis dan keluarga ayah biologis serta dapat tercukupi kebutuhan hidup, dan dapat menjadi ahli waris dari pihak ayah biologis maupun keluarga ayahnya. Tetapi dengan Putusan MK tersebut jangan beranggapan bahwa putusan itu melegalkan perzinaan maupun perkawinan yang tidak dicatatkan dalam KUA, melainkan putusan tersebut tidak menyetujui adanya hal seperti itu melainkan memberikan perlindungan kepada anak luar kawin supaya dalam kehidupan masyarakat dapat diakui sama halnya dengan anak sah tanpa adanya perbedaan status, karena disini anak bukan penyebab utama dari persoalan yang ditimbulkan oleh kedua orang tuanya, sehingga anak luar kawin berhak mewaris dari harta kedua orang tuanya.

1.2 Tindakan Yang Dilakukan Oleh Negara Sehubungan dengan adanya Putusan