Relevansi Pesan-pesan Al-Qur’an dengan Sila Pertama Dan Ke dua Pancasila

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id kebebasan beribadat dan kebebasan beragama seluruh penduduknya, tanpa memandang atau mengistimewakan sala satu agama tertentu. Sila Ke Dua Sila ke dua berbicara tentang aspek kemanusiaan sebagai landasan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Sila ini mengandung cita-cita kemanusiaan yang lengkap, yang bersumber pada hakikat manusia. Menurut Kaelan, kata ‘kemanusiaan’ berasal dari akar kata ‘manusia’ sehingga manusia menjadi subjek inti dalam kajian ini. 6 Pada hakikatnya, manusia terdiri dari susunan unsur. Raga, yakni badan atau tubuh manusia yang bersifat kebendaan, dapat diraba, bersifat real. Jiwa, yaitu unsur-unsur hakikat manusia yang bersifat kerohanian, tidak bersifat empiris, tidak kongkrit, tidak berwujud, tidak dapat diraba dan tidak dapat ditangkap oleh indra manusia. 7 Manusia merupakan diantara makhluk ciptaan Allah Swt yang paling lengkap, karena tidak hanya memiliki fisik atau wujud terbaik, manusia memperoleh dua anugerah sekaligus, yakni akal dan nafsu. Berbeda dengan malaikat yang hanya diberikan anugerah akal dan hewan yang hanya memiliki nafsu. Dari semua itu maka tidak heran, bahwa manusia dianggap makhluk paling sempurna. Karena kesempurnaan akal tersebut sehingga sudah selayaknya manusia memuliakan manusia yang lain, juga makhluk-makhluk lain sebagai wujud syukur kepada Allah Swt. 6 Kaelan, Negara Kebangsaan Pancasila: Kultural, Historis, Filosofis, Yuridis, dan Aktualisasinya, Yogyakarta: Paradigma 2013, 233. 7 Kaelan, Negara Kebangsaan Pancasila: Kultural, Historis, Filosofis, Yuridis, dan Aktualisasinya, 234-235. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Selanjutnya dalam memaknai manusia, yang adil dan beradab terdapat beberapa hal yang perlu dikemukakan di sini. Yang pertama makna adil itu sendiri. Menurut Kaelan, Adil dalam kaitannya dengan kemanusiaan yaitu adil terhadap dirinya sendiri, terhadap sesama manusia dan juga adil terhadap Tuhannya. Sedangkan, makna beradab adalah terlaksanannya semua unsur-unsur hakikat manusia yaitu jiwa, akal, raga, makhluk individu, makhluk sosial, makhluk pribadi berdiri sendiri, makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Manusia yang beradab yaitu manusia yang melaksanakan kemanusiaannya dan melaksanakan hakikatnya sebagai manusia secara optimal. 8 Pendapat Kaelan tersebut setidaknya bisa kita fahami, bahwa manusia yang sempurna adalah ia yang melaksanakan semua sisi kemanusiaannya. Ia melaksanakan semua kewajiban-kewajibannya sebagai manusia, juga kewajibannya sebagai warga negara. Dengan demikian ia sudah selayaknya mendapatkan hak-haknya baik sebagai manusia juga sebagai warga negara. Sila ini juga menjadi dasar akan Hak Asasi Manusia HAM, bahwa setiap manusia juga mempunyai hak yang harus diperolehnya. Ia tidak boleh diganggu tanpa alasan yang dibenarkan. Dari penjelasan yang telah penulis kemukakan setidaknya ada beberapa poin penting dari sila ke dua. Pertama: sila ke dua memuat hal-hal yang berhubungan dengan aspek kemanusiaan, baik dari sisi ontologi, epistemologi maupun aksisologi. Selain itu juga menekankan aspek humanisme atau kemanusiaan yang harus dijadikan dasar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kedua: sila ini sebagai dasar akan 8 Ibid., 239. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Hak Asasi Manusia. Negara harus menjamin hak-hak setiap warganya, berkeadilan, berkeadaban dan tidak boleh melakukan diskriminasi dalam bentuk apapun. Di mata hukum, semua sama tanpa membedakan strata sosial, agama dan pendidikan. Dalam al- Qur’an, manusia diungkapkan dengan tiga term, diantaranya ‘al- in san’ terulang sebanyak 56 kali 9 , ‘al-nas’ terulang 241 kali, 10 ‘bashar’ terulang 26 kali. 11 Menurut Masdar, kemanusian adalah sesuatu yang terkait dengan hakikat manusia apa dan siapanya. Yang hendak ditegaskan dengan prinsip kemanusiaan ini atau sila ke dua ini adalah bahwa hakikat dan martabat yang dijadikan acuan moral dalam merumuskan dan menjalankan kebijakan-kebijakan berbangsa dan bernegara Indonesia. Pertanyaan awal yang perlu dijawab adalah siapakah manusia? dalam hadis Nabi SAW dinyatakan bahwa, Allah menciptakan manusia atas gambarnya Bukhari-Muslim. Dilain pihak secara material jasmaniah manusia tercipta dari tanah sementara spiritual batiniah dari ruh yang ditiupkan oleh Allah dari-Nya. Dalam al- Qur’an disebutkan: 9 Muhammad Fuad Abd al-Baqi, al- Mu’jam al-Mufahras Li alfadz Al-Qur’an Al-Karim, Beirut: Dar al- Ma’rifah, 2010, 240. 10 Muhammad Fuad Abd al-Baqi, al- Mu’jam al-Mufahras Li alfadz Al-Qur’an Al-Karim, 906. 11 Ibid., 288. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id                                       Yang membuat segala sesuatu yang dia ciptakan sebaik-baiknya dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina. Kemudian dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh ciptaan-Nya dan dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; tetapi kamu sedikit sekali bersyukur. 12 Karena itulah Allah Swt menegaskan status mulia manusia yang mengatasi makhluk makhluk lainnya:                   Dan Sesungguhnya Telah kami muliakan anak-anak Adam, kami angkut mereka di daratan dan di lautan, kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang Sempurna atas kebanyakan makhluk yang Telah kami ciptakan. 13 Dengan demikian, memuliakan manusia pada hakikatnya adalah memuliakan Allah, Tuhan Yang Maha Esa, dan pula sebaliknya, menghinakan manusia dan kemanusiaan adalah penghinaan terhadap Allah Swt. 14 12 Al- Qur’an dan Terjemahnya, 32:7-9. 13 Al- Qur’an dan Terjemahnya, 17:70. 14 Masdar Farid Masudi, Islam Nusantara: Dari Usul Fiqih Hingga Faham Kebangsaan, Bandung: Mizan 2015, 302-303. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

B. Aplikasi Tafsir Maqas}idi Atas Sila Pertama Dan Ke Dua

Pada Bab ini, penulis akan mencoba menjelaskan konsep Tauhid, dan Ke- Manusiaan dalam perspektif al- Qur’an, yakni dua pesan fundamental yang ada dalam sila pertama dan ke dua. Metode yang akan digunakan dalam memahami ayat adalah metode maudu’i tematik yang sistematika penafsirannya telah penulis jelaskan pada bab terdahulu. Untuk memperoleh penjelasan yang lebih komprehensif, yang sesuai dengan judul penelitian tafsir maqas}idi, penulis akan menyertakan beberapa penafsiran dari para mufassir yang juga merupakan pakar maqas}id, seperti Ibn Ashur, Quraish Shihab dan lain-lain.

1. Tauhid dalam perspektif al-Qur’an

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Tauhid diartikan ‘ke-Esaan Allah’. Jika disandarkan pada epistemologi keilmuan, maka ilmu tauhid adalah ilmu yang mengajarkan tentang ke-Esaan Allah. Men-Tauhidkan berarti menyatukan, menganggap satu atau meng-Esakan. 15 Kalimat tersebut terambil dari akar kata ‘دحو’ wahada yang berarti sendiri, bersendirian. 16 Menurut Ragib al-Asfahani, kata itu juga bisa diartikan sesuatu yang tunggal yang tidak mempunyai juz atau bagian apapun. Kalimat ini pada tahap selanjutnya mengalami penambahan tashdid pada ‘ain fiil- nya, yang berimplikasi penambahan makna dengan penambahan ‘me-kan’, menjadi ‘men-satukan, menjadikan satu, meng-Esakan’. 15 Tim Pustaka Phoenix, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Media Pustaka, 2012, 847. 16 Ahmad Warson al-Munawir, Kamus al-Munawir, Surabaya: Pustaka Progressif 1997, 1542-1543. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Term-term tauhid dalam al- Qur’an Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, bahwa Tauhid adalah sebuah pandangan dan keyakinan untuk meng-Esakan Allah Swt, sebagai satu-satunya Tuhan yang boleh disembah. Dalam akidah Islam, Tuhan hanyalah Allah. Berbeda dengan konsep dalam agama lain yang menganggap ada Tuhan selain Allah. Tidak hanya sebagai akidah, Tauhid merupakan ibadah yang paling prinsip dalam Islam. Kita kemudian berkesimpulan bahwa terdapat korelasi atau hubungan timbal balik dalam konsep ini, yakni antara pandangan terhadap ke-Esaan-Allah sebagai Tuhan dan Tauhid sebagai prinsip ibadah itu sendiri. Oleh karena itu, dalam melacak term-term tentang prinsip Tauhid dalam al- Qur’an, penulis lebih menggunakan analisis korelatif mengenai tiga hal tersebut sebagai sebuah hal yang saling berhubungan, yakni tiga terma ديح ت - ه - دابع . Ahad دحا Dalam al- Qur’an, kalimat yang menunjukkan arti satu diungkapkan dengan beberapa term. Pertama: دحاو wahid yang terulang 25 kali, [2:61, 2:163, 4:11, 4:12, 4:171, 5:73, 6:19, 12:39, 12:67, 13:4, 13:16, 14:48, 14:52, 16:22, 16:51, 18:110, 21:108, 22:34, 24:2, 29:46, 37:4, 38:65, 39:4, 40:16]. Kedua: ادحاو wahidan terulang 5 kali [2:133, 9:31, 25:14, 38:5, 54:24]. Ketiga: دحاو wahidah terulang sebanyak 31 kali [2:213, 4:1, 4:3, 4:11, 4:102, 5:48, 6:98, 7:189, 10:19, 11:118,12:31, 16:93, digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 21:92, 23:52, 25:32, 31:28, 34:46, 36:29, 36:49, 36:53, 37:19, 38:15, 38:23, 39:6, 42:8, 43:33, 54:31, 54:50, 69:13, 69:14, 79:13]. 17 Ke-empat: دحا ahad terulang sebanyak 33 kali, [2:102, 2:102, 2:136, 2:285, 3:73, 3:84, 3:153, 4:43, 4:152, 5:6, 7:80, 9:6, 9:84, 9:127, 11:81, 12:4, 15:65, 19:98, 24:21, 29:28, 33:32, 33:40, 35:41, 38:35, 69:47, 72:22, 89:25, 89:26, 90:5, 90:7, 92:19, 112:1, 112:4]. Sebenarnya masih cukup banyak term-term yang berasal dari akar kata yang sama, seperti ادحا ahadan yang terulang sebanyak 20 kali, ا هادحا دحا masing-masing terulang 5 kali, كدحا ahadukum terulang 7 kali ا هدحا ahaduhuma terulang 5 kali dan beberapa term lain. 18 Penulis menggarisbawahi, walaupun secara bahasa sama dan terambil dari kata yang sama, kalimat-kalimat di atas tidak semuanya berbicara tentang konsep ke-Tuhanan. Seperti pada surat 2:61 yang berbicara tentang jumlah makanan yang diberikan Nabi Musa kepada Bani Israil. Surat 5:48 yang berbicara tentang konteks ke-umatan dan beberapa makna lain yang berbeda-beda. Allah, Ilahun, Rabb ه ر .هلا , Dalam al- Qur’an, konsepsi ke-Tuhanan diungkapkan dengan beberapa term yang berbeda, ada yang amm umum seperti هلا, ada yang khass khusus semisal ر, ada yang lebih khusus dengan memakai redaksi ma’rifat ه. 17 Muhammad Fuad Abd al-Baqi, al- Mu’jam al-Mufahras Li alfadz al-Qur’an al-Karim, Beirut: Dar al- Ma’rifah, 2010, 947-948. 18 Muhammad Fuad Abd al-Baqi, al- Mu’jam al-Mufahras Li alfadz al-Qur’an al-Karim, 60- 63. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Pertama: kalimat هلا ilahun terulang sebanyak 80 kali [2:133, 2:163, 2:163, 2:225, 3:2, 3:6, 3:18, 3:18, 3:62, 4:87, 4:171, 5:73, 5:73, 6:19, 6:46 dan seterusnya]. 19 Ke-dua: ر rabb yang terulang sebanyak 84 kali. [1:2, 2:131, 5:28, 6:45, 6:71, 6:162, 6:164, 7:54, 7:61, 7:67, 7:104, 7:121, 7:122, 9:129, 10:10, 10:37, 13:16, 17:102, 18:14, 19:65, 20:70, 21:22, 21:56, 23:86, 23:86, 23:116, 26:16, 26:23, 26:24, 26:26, 26:28, 26:47, 26:48, 26:77, 26:98, 26:109, 26:127, 26:145, 26:164, 26:180, 26:192, 27:8, 27:26, 27:44, 27:91, 28:30, 32:2, 34:15, 36:58, 37:5, 37:5, 37:87, 37:126, 37:180, 37:182, 38:66, 39:75, 40:64, 40:65, 40:66, 41:9, 43:46, 43:82, 44:7, 44:8, 45:36, 45:36, 45:36, 51:23, 53:49, 55:17, 55:17, 56:80, 59:16, 69:43, 70:40, 73:9, 78:37, 81:29, 83:6, 106:3, 113:1, 114:1]. Sedangkan term yang sama yang ditambahkan Ya mutakallim mahdhuf terbuang terulang sebanyak 67, dan waqi’ mukhattab adalah paling banyak, dengan 242 pengulangan. Yang ditambahkan nun mutakallim terulang 110 kali, ha’ dhamir dengan jenis yang berbeda 76 kali, 9 kali dan 125 kali, ya mutakallim terulang101 kali. 20 Term ke-tiga: Allah ه adalah paling banyak dalam al- Qur’an dengan terulang sebanyak 980 kali, sedangkan kalimat Allah dengan digunakan dalam konteks doa لا terulang sebanyak 5 kali. 21 19 Lihat selengkapnya, Fuad Abd al-Baqi, al- Mu’jam al-Mufahras, 214-2015. 20 Ibid., 525-547. 21 Ibid., 157-213. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Ibadah د ع - د ع Terdapat redaksi yang berbeda-beda dalam al- Qur’an yang berasal dari kata yang sama. Kata دبع abada terulang 1 kali [5:60], 22 kata دابع - ibadi terulang 4 kali [39:10, 39:16, 39:17, 43:68,], kata ا دابع ibaduna terulang 12 kali [12:24, 18:65, 19:63, 35:32, 37:81, 37:111, 37:122, 37:132, 37:171, 38:45, 42:52, 66:10]. Sedangkan yang bersamaan dengan ha’ dhamir terulang 34 kali, dan ya’ mutakallim terulang 17 kali. Kata ادبعدبع abdunabdan terulang 16 kali. Redaksi yang sama dalam bentuk fiil mudhari’ terulang sebanyak 13 kali [6:56, 10:104, 10:104, 13:36, 27:91, 36:22, 39:11, 39:14, 39:64, 40:66, 109:2, 109:3, 109:5]. Sedangkan redaksi fi’il amr dengan berbagai jenisnya terulang sebanyak 33 kali. 23 Demikian beberapa data yang bisa penulis kemukakan berkaitan dengan term- term yang berhubungan dengan konsepsi tauhid dalam al- Qur’an. Dalam mencoba membahas tentang konsep tersebut dari sudut pandang tafsir, mengingat keterbatasan waktu penelitian, penulis hanya akan membahas tiga ayat dari banyak ayat yang telah disebutkan dimuka. 22 Ibid., 670. 23 Ibid., 131-132.