PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP DAYA INFEKSI DAN EFEKTIVITAS FUNGI MIKORIZA ARBUSKULAR Gigaspora sp. PADA TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.)

(1)

Lita Andryyani

ABSTRAK

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP DAYA INFEKSI DAN EFEKTIVITAS FUNGI MIKORIZA ARBUSKULAR Gigaspora sp.

PADA TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.)

Oleh Lita Andryyani

Gigaspora sp. merupakan salah satu jenis fungi mikoriza arbuskular yang telah banyak digunakan sebagai agen pupuk hayati pada tanaman jagung. Mutu pupuk hayati dipengaruhi oleh lama penyimpanan pupuk. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah lama penyimpanan FMA Gigaspora sp. berpengaruh terhadap daya infeksi fungi pada akar tanaman jagung dan menentukan lama penyimpanan FMA Gigaspora sp. yang masih memiliki daya infeksi ≥ 50% dan efektif

meningkatkan pertumbuhan tanaman jagung.

Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca dan Laboratorium Produksi

Perkebunan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dari bulan Febuari hingga April 2015. Penelitian ini dilakukan dengan dua sub penelitian yaitu penelitian daya infeksi dan penelitian efektivitas yang disusun menggunakan rancangan perlakuan tunggal tidak terstruktur dan pemisah nilai tengah diuji dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf nyata  5%. Penelitian daya infeksi


(2)

Lita Andryyani Perlakuan terdiri dari waktu simpan FMA 0 bulan (g1), 6 bulan (g2), dan 22 bulan (g3). Kesamaan ragam antar perlakuan diuji dengan uji Barlett. Sedangkan, penelitian efektivitas menggunakan 5 perlakuan dengan 5 kelompok dalam rancangan acak kelompok. Perlakuan terdiri dari tanpa FMA (g0), waktu simpan FMA 0 bulan (g1), 6 bulan (g2), 12 bulan (g3), dan 22 bulan (g4). Kesamaan ragam antar perlakuan diuji dengan uji Barlett dan kemenambahan data diuji dengan uji Tukey.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) lama penyimpanan FMA Gigaspora sp. yang diuji tidak mempengaruhi daya infeksi FMA pada akar tanaman jagung. Tanaman memiliki infeksi ≥ 50% setelah minggu ke 3 dan diakhir penelitian sudah mencapai ≥ 90%. dan (2) semua waktu simpan FMA Gigaspora sp.yang disimpan 0, 6, 12, dan 22 bulan memiliki daya infeksi ≥ 50% dan efektif meningkatkan pertumbuhan tanaman jagung melalui peningkatan bobot segar tajuk dan bobot kering tajuk.


(3)

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP DAYA INFEKSI DAN EFEKTIVITAS FUNGI MIKORIZA ARBUSKULAR Gigaspora sp.

PADA TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.)

Oleh

Lita Andryyani

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mancapai Gelar

SARJANA PERTANIAN

Pada

Jurusan Agroteknologi

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2015


(4)

Judul Skripsi

Nama Mahasiswa

Nomor Pokok Mahasiswa Jurusan

Fakultas

Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Daya Infeksi dan Efektivitas Fungi Mikoriza

Arbuskular Gigaspora sp. pada Tanaman Jagung {Zea maysL.)

Lita Andryyani

ltr4t2tt2l

Agroteknologi Pertanian

MENYETUruI,

1. Komisi Pembimbing

Dr.Ir. Maria Viva Rini, M.Sc. NIP 19660304 199012 2 001

2. Kettla Jurusan Agroteknologi

Dr. Ir. Kuswanta Futas Hidayat, M.P. N I P 1 9 6 4 1 1 1 8 1 9 8 9 0 2 1 0 0 2

Ir. M. A. Syamsul Arif, M.Sc., Ph.D. NrP 19610419 198503 I 004


(5)

1 . Tim Penguji Ketua

Sekretaris

MENGESAHKAN

: Dr. Ir. Maria Viva Rini, M.Sc.

: Ir. M. A. Syamsul Arif, M

Penguji

Bukan Pembimbing : Ir. Sugiatno, M.S.

2. Dekan Fakultas Pertanian

Abbas Zaknrir, M.S. 98702 I 001

ffi

I Prot]$IFIr. \1

otfEF;lS,


(6)

ST]RAT PER}TYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul "Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Daya Infeksi dan Efektivitas Fungi Mikoriza Arbuskular Gigaspora sp. pada Tanaman Jagung (Zea mays L.)" merupakan hasil karya saya sendiri dan bukan hasil karya orang lain.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini, saya kutip dari hasil karya orang lain, dan telah saya tuliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan kaidah, nonn4 dan etika penulisan karya ilmiah Universitas Lampung.

Apabila dikemudian hari ditemukan bahwa skripsi ini seluruhnya ataupun

sebagian bukan hasil karya saya sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, maka saya bersedia menerima sanksi dengan ketentuan akademik yang berlaku.

Bandar Lampung, 01 Oktober 2015 Pembuat pernyataan

Lita Andryyani

NPM rtt4tztr2l


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada 17 Juli 1993 di Desa Yukum Jaya, Terbanggi Besar, Lampung Tengah. Penulis adalah anak kedua dari 5 bersaudara pasangan bapak Agus Dwinarno dan Ibu Titik Suryani. Pada tahun 1999 penulis memasuki pendidikan Taman Kanak-kanak di TK PERIP Terbanggi Besar sebelum

melanjutkan pendidikan dasar di SD Negeri 1 Terbanggi Besar pada tahun 2000 dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan

pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 1 Terbanggi Besar dan diselesaikan pada tahun 2008, kemudian dilanjutkan ke SMA Negeri 1 Terbanggi Besar dan lulus pada tahun 2011.

Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampungpada tahun 2011. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam kegiatan akademik dan non-akademik. Penulis pernah terdaftar sebagai anggota Korps Muda BEM (KMB) Unila, anggota bidang kementrian komunikasi dan informatika BEM U KBM Unila dan anggota bidang pengabdian masyarakat di Perhimpunan Mahasiswa Agroteknologi (PERMA AGT). Selain itu, penulis juga pernah menjadi asisten dosen untuk mata kuliah Produksi Tanaman

Perkebunan, Produksi Tanaman Getah dan Bahan Penyegar, dan Aneka Tanaman Perkebunan.


(8)

Pada bulan Januari sampai Februari 2014 penulis melaksanakan program Kuliah Kerja Nyata Tematik Universitas Lampung di Kecamatan Way Serdang, Mesuji.

Pada bulan Juli 2014, penulis melaksanakan kegiatan Praktik Umum (PU) yang merupakan kegiatan wajib pada semua jurusan di Fakultas Pertanian di PT Great Giant Pineapple Terbanggi Besar.


(9)

Karya ini kupersembahkan untuk kedua orangtuaku, Ibu Titik Suryani dan Bapak Agus Dwinarno, sebagai wujud kasih sayang dan baktiku.


(10)

Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. (Q.S Al Insyirah :5-6)

Di antara akhlak seorang mukmin adalah baik dalam berbicara, tekun bila mendengarkan, berwajah ceria, dan menepati janji.


(11)

ii SANWACANA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmad dan hidayah serta nikmat kepada penulis sehingga penulis dapat

menyelesaikan proses penelitian dan penulisan skripsi ini dengan lancar tanpa terhalang suatu apapun. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Maria Viva Rini, M.Sc. dan Ir. M. A. Syamsul Arif, M.Sc., Ph.D., selaku pembimbing I dan pembimbing II atas bimbingan, saran, dan arahan selama pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini.

2. Ir. Sugiatno, M.S., selaku penguji atas sarannya dalam penulisan skripsi ini. 3. Prof. Dr. Ir. K. E. S Manik, M.S., selaku dosen pembimbing akademik atas

bantuan dan bimbingannya dalam perencanaan studi.

4. Dr. Ir. Kuswanta F. Hidayat, M.P., selaku ketua jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

5. Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian. 6. PT Malaysian Agri Hi-Tech (MAH) selaku pihak yang memberikan dana

penelitian kepada penulis.

7. Myco Family: Mbak A. D. Puspitasari, S.P., Mbak N. D. Damayanti, S.P., dan Mbak Retta Ramadina, S.P.


(12)

ii 8. Orang tua penulis ayahanda Agus Dwinarno dan ibunda Titik Suryani, serta

kakak Andi Mukti Kurniawan, S.T., dan adik-adik tersayang penulis Lana Bimantara, Lingga Wahyu Saputra, dan Mustofa Kemal Basya yang telah memberikan dorongan moril, material, semangat, dan doa.

9. Teman satu perjuangan Mei Faria, Rahmat Saputra, Anggun Fiolita, Desna Herawati, Usnaqul Efriyani, dan Lugito atas kebersamaan, kerjasama, dan suka cita selama penelitian.

10. Sahabat penulis Malida Rahmawati, Dwi Kurnia Besari, Risa Nurfaizah, Lilis Ratnawati, Wiwit Arif Putranto, Rahmat Firdaus, Fitri Mulria Putri, Nikmatul Amaliya, dan Defika Dwi Pratiwi, atas persahabatan, persaudaraan,

kebersamaan, keceriahan, bantuan, dan motivasi kepada penulis.

11. Teman-teman penulis, Retno dwi Sundari, Nia Yulianti, Ayu Astuti, Fitria Magfiroh, Peni Yulianti, M. Cahyonyo, Via Febiana, Citra Nindya, dan Mustajab atas bantuannya saat penelitian.

Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan mereka dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Bandar Lampung, 01 Oktober 2015


(13)

iv DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... ix

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang dan Masalah ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 3

1.3 Landasan Teori ... 4

1.4 Kerangka Pemikiran ... 8

1.5 Hipotesis ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1 Tanaman Jagung ... 10

2.2 Syarat Tumbuh Jagung ... 11

2.3 Pengertian Fungi Mikoriza Arbuskular ... 11

2.4 Manfaat Fungi Mikoriza Arbuskular bagi Tanaman ... 12

2.5 Morfologi FMA Gigaspora sp. ... 13

2.6 Pengaruh Lama Penyimpanan FMA terhadap Daya Infeksi .... 14

2.7 Pengaruh Lama Penyimpanan FMA terhadap Efektivitas ... 15

III. BAHAN DAN METODE ... 16

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 16

3.2 Bahan dan Alat ... 16

3.3 Pelaksanaan Penelitian Daya Infeksi FMA Gigaspora sp. ... 18

3.3.1 Rancangan Percobaan dan Analisis Data ... 18

3.3.2 Persiapan Media Tanam ... 18


(14)

iv

3.3.4 Pemeliharaan Tanaman ... 20

3.3.5 Pengamatan Daya Infeksi FMA Gigaspora sp. ... 21

3.4 Pelaksanaan Penelitian Efektivitas FMA Gigaspora sp. ... 23

3.4.1 Rancangan Percobaan dan Analisis Data ... 23

3.4.2 Persiapan Media Tanam ... 23

3.4.3 Penyiapan Tanaman Inang dan Aplikasi FMA ... 24

3.4.4 Pemeliharaan Tanaman ... 26

3.4.5 Pengamatan Efektivitas FMA Gigaspora sp. ... 26

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29

4.1 Penelitian Daya Infeksi ... 29

4.1.1 Hasil Penelitian Daya Infeksi ... 29

4.1.1.1 Persen infeksi akar jagung ... 30

4.1.2 Pembahasan Penelitian Daya Infeksi ... 31

4.2 Penelitian Efektivitas ... 33

4.2.1 Hasil Penelitian Efektivitas ... 33

4.2.1.1 Tinggi tanaman ... 34

4.2.1.2 Jumlah daun ... 34

4.2.1.3 Diameter batang ... 35

4.2.1.4 Bobot segar tajuk ... 36

4.2.1.5 Bobot kering tajuk ... 36

4.2.1.6 Bobot segar akar ... 37

4.2.1.7 Bobot kering akar ... 38

4.2.1.8 Persen infeksi Akar ... 38

4.2.2 Pembahasan Penelitian Efektivitas ... 39

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 45

5.1 Kesimpulan ... 45

5.2 Saran ... 45

PUSTAKA ACUAN ... 46 LAMPIRAN ... 49-67


(15)

v DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Deskripsi inokulum FMA Gigaspora sp. isolat MV 17. ... 17 2. Takaran dan waktu pemberian pupuk Urea, SP 36, dan KCL pada

tanaman jagung. ... 26 3. Rekapitulasi kesimpulan analisis ragam pengaruh perlakuan waktu

simpan FMA Gigaspora sp. pada variabel pengamatan persen infeksi

akar jagung. ... 29 4. Pengaruh waktu simpan FMA Gigaspora sp. terhadap persen infeksi

akar jagung umur 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 minggu setelah aplikasi. ... 30 5. Rekapitulasi kesimpulan analisi ragam pengaruh perlakuan waktu

simpan FMA Gigaspora sp. pada berbagai variabel. ... 33 6. Pengaruh waktu simpan FMA Gigaspora sp. terhadap tinggi tanaman

jagung umur 2, 4, 6, dan 8 minggu setelah aplikasi. ... 34 7. Pengaruh waktu simpan FMA Gigaspora sp. terhadap jumlah daun

tanaman jagung umur 2, 4, 6, dan 8 minggu setelah aplikasi. ... 35 8. Pengaruh waktu penyimpanan FMA Gigaspora sp. terhadap diameter

batang tanaman jagung umur 8 minggu setelah aplikasi. ... 35 9. Pengaruh waktu penyimpanan FMA Gigaspora sp. terhadap bobot

segar tajuk tanaman jagung umur 8 minggu setelah aplikasi. ... 36 10. Pengaruh waktu simpan FMA Gigaspora sp. terhadap bobot kering

tajuk tanaman jagung umur 8 minggu setelah aplikasi. ... 37 11. Pengaruh waktu penyimpanan FMA Gigaspora sp. terhadap bobot

segar akar tanaman jagung umur 8 minggu setelah aplikasi. ... 37 12. Pengaruh waktu penyimpanan FMA Gigaspora sp. terhadap bobot


(16)

vi 13. Pengaruh waktu simpan FMA Gigaspora sp. terhadap persen infeksi

akar tanaman jagung umur 8 minggu setelah aplikasi. ... 39 14. Rekapitulasi kesimpulan uji homogenitas persen infeksi akar jagung

pada umur 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 minggu setelah aplikasi FMA Gigaspora

sp. ... 50 15. Persen infeksi akar jagung pada umur 1 minggu setelah aplikasi FMA

Gigaspora sp. ... 50 16. Analisis ragam untuk persen infeksi akar jagung umur 1 minggu setelah

aplikasi FMA Gigaspora sp. ... 50 17. Persen infeksi akar jagung pada umur 2 minggu setelah aplikasi FMA

Gigaspora sp. ... 51 18. Analisis ragam untuk persen infeksi akar jagung umur 2 minggu setelah

aplikasi FMA Gigaspora sp. ... 51 19. Persen infeksi akar jagung pada umur 3 minggu setelah aplikasi FMA

Gigaspora sp. ... 51 20. Analisis ragam untuk persen infeksi akar jagung umur 3 minggu setelah

aplikasi FMA Gigaspora sp. ... 52 21. Persen infeksi akar jagung pada umur 4 minggu setelah aplikasi FMA

Gigaspora sp. ... 52 22. Analisis ragam untuk persen infeksi akar jagung umur 4 minggu setelah

aplikasi FMA Gigaspora sp. ... 52 23. Persen infeksi akar jagung pada umur 5 minggu setelah aplikasi FMA

Gigaspora sp. ... 53 24. Analisis ragam untuk persen infeksi akar jagung umur 5 minggu setelah

aplikasi FMA Gigaspora sp. ... 53 25. Persen infeksi akar jagung pada umur 6 minggu setelah aplikasi FMA

Gigaspora sp. ... 53 26. Analisis ragam untuk persen infeksi akar jagung umur 6 minggu setelah

aplikasi FMA Gigaspora sp. ... 54 27. Rekapitulasi Uji homogenitas antar perlakuan pada 2, 4, 6, dan 8

minggu setelah aplikasi FMA Gigaspora sp. ... 54 28. Tinggi tanaman jagung pada umur 2 minggu setelah aplikasi FMA


(17)

vii 29. Analisis ragam untuk tinggi tanaman jagung pada umur 2 minggu

setelah aplikasi FMA Gigaspora sp. ... 55 30. Tinggi tanaman jagung pada umur 4 minggu setelah aplikasi FMA

Gigaspora sp. ... 56 31. Analisis ragam untuk tinggi tanaman jagung pada umur 4 minggu

setelah aplikasi FMA Gigaspora sp. ... 56 32. Tinggi tanaman jagung pada umur 6 minggu setelah aplikasi FMA

Gigaspora sp. ... 57 33. Analisis ragam untuk tinggi tanaman jagung pada umur 6 minggu

setelah aplikasi FMA Gigaspora sp. ... 57 34. Tinggi tanaman jagung pada umur 8 minggu setelah aplikasi FMA

Gigaspora sp. ... 58 35. Analisis ragam untuk tinggi tanaman jagung pada umur 8 minggu

setelah aplikasi FMA Gigaspora sp. ... 58 36. Jumlah daun tanaman jagung pada umur 2 minggu setelah aplikasi

FMA Gigaspora sp. ... 59 37. Jumlah daun tanaman jagung pada umur 4 minggu setelah aplikasi

FMA Gigaspora sp. ... 59 38. Analisis ragam untuk jumlah daun jagung pada umur 4 minggu setelah

aplikasi FMA Gigaspora sp. ... 60 39. Jumlah daun tanaman jagung pada umur 6 minggu setelah aplikasi

FMA Gigaspora sp. ... 60 40. Analisis ragam untuk jumlah daun tanaman jagung pada umur 6

minggu setelah aplikasi FMA Gigaspora sp. ... 61 41. Jumlah daun tanaman jagung pada umur 8 minggu setelah aplikasi

FMA Gigaspora sp. ... 61 42. Analisis ragam untuk jumlah daun tanaman jagung pada umur 8

minggu setelah aplikasi FMA Gigaspora sp. ... 62 43. Diameter batang jagung pada umur 8 minggu setelah aplikasi FMA

Gigaspora sp. ... 62 44. Analisis ragam untuk diameter batang jagung pada umur 8 minggu


(18)

viii 45. Bobot segar tajuk jagung pada umur 8 minggu setelah aplikasi FMA

Gigaspora sp. ... 63 46. Analisis ragam bobot segar tajuk untuk jagung pada umur 8 minggu

setelah aplikasi FMA Gigaspora sp. ... 64 47. Bobot kering tajuk jagung pada umur 8 minggu setelah aplikasi FMA

Gigaspora sp. ... 64 48. Analisis ragam untuk bobot kering tajuk jagung pada umur 8 minggu

setelah aplikasi FMA Gigaspora sp. ... 65 49. Bobot segar akar jagung pada umur 8 minggu setelah aplikasi FMA

Gigaspora sp. ... 65 50. Analisis ragam untuk bobot segar akar jagung pada umur 8 minggu

setelah aplikasi FMA Gigaspora sp. ... 66 51. Bobot kering akar jagung pada umur 8 minggu setelah aplikasi FMA

Gigaspora sp. ... 66 52. Analisis ragam untuk bobot kering akar jagung pada umur 8 minggu

setelah aplikasi FMA Gigaspora sp. ... 67 53. Persen infeksi akar jagung pada umur 8 minggu setelah aplikasi FMA


(19)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Proses perkembangan spora Gigaspora sp. (INVAM, 2014). ... 14 2. Tata letak penelitian daya infeksi FMA Gigaspora sp. di rumah kaca

Fakultas Pertanian Universitas Lampung. ... 19 3. Aplikasi FMA Gigaspora sp. pada kecambah jagung di pot. ... 20 4. Aplikasi FMA Gigaspora sp. pada kecambah jagung di polybag. ... 24 5. Tata letak penelitian daya infeksi FMA Gigaspora sp. di rumah kaca

Fakultas Pertanian Universitas Lampung. ... 25 6. Tanaman jagung berumur 8 minggu tanpa inokulasi FMA (a), diberi

FMA yang sudah disimpan 0 bulan (b), 6 bulan (c), 12 bulan (d), dan


(20)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Mikoriza merupakan suatu bentuk asoasiasi mutualisme antara cendawan (myces) dan perakaran (rhiza) tumbuhan tingkat tinggi. Simbiosis mikoriza melibatkan pertukaran fotosintat dengan hara tanah melalui sistem perakaran dan mikoriza. Mikoriza membantu tanaman dalam meningkatkan ketahanan terhadap kekeringan dan membantu penyerapan hara dan air melalui jaringan miselium dalam tanah (Smith dan Read, 2008). Mikoriza juga dapat melindungi tanaman dari cekaman hayati dan nir-hayati (Gianinazzi et al., 2010).

Mikoriza dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu endomikoriza dan ektomikoriza (Kabirun, 1994). Namun, berdasarkan struktur dan cara fungi menginfeksi akar, mikoriza dikelompokkan ke dalam tiga tipe, yaitu: ektomikoriza,

ektendomikoriza, dan endomikoriza. Fungi mikoriza arbuskular (FMA) merupakan salah satu jenis endomikoriza yang memiliki tingkat penyebaran tinggi, karena kemampuannya bersimbiosis dengan hampir 90% jenis tanaman (Cruz, Ishii, dan Kadoya, 2000 ).

Pengembangan FMA sebagai agen pupuk hayati yang mulai dipasarkan secara komersial dewasa ini semakin meningkat. Pupuk hayati ini memiliki keunggulan


(21)

2 yaitu, tidak menimbulakan efek residu pada lingkungan, perbanyakan dan

penggunaanya yang mudah, serta meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman di lahan kritis. Namun, masih perlu dilakukan penelitian untuk

mengetahui masa simpan dari inokulum FMA yang mengandung propagul yang berbeda.

Simanungkalit et al. (2006) menyatakan bahwa mutu produk pupuk hayati

ditentukan oleh beberapa hal yaitu, jumlah populasi mikroba, efektivitas mikroba, bahan pembawa, dan masa kadaluwarsa (umur inokulan). Karakteristik pupuk hayati yang baik adalah apabila inokulan mikroba yang terkandung dalam pupuk hayati tersebut dapat memberi pengaruh positif terhadap tanaman yang

diinokulasikan. Selain itu, pupuk tersebut dapat menyediakan jumlah populasi dan mempertahankan viabilitas mikoriza dengan bertambahnya waktu

penyimpanan. Waktu penyimpanan menyangkut umur inokulan apakah masih dapat digunakan. Bila masa kadaluwarsa ini lewat, mutu (keefektifan) inokulan tidak dijamin lagi, karena jumlah mikroba sudah tidak memenuhi syarat minimal lagi.

Spora-spora endomikoriza mampu bertahan di dalam tanah tanpa tanaman inang sampai 6 bulan, beberapa spesies seperti Scutelospora sp. dan Gigaspora sp. dapat bertahan satu sampai dua tahun (Brundrett et al., 2008). Namun, kemampuannya bertahan di dalam tanah tanpa tanaman inang belum tentu memiliki daya infeksi yang tinggi dan efektif meningkatkan pertumbuhan tanaman. Melati et al. (2011) menyatakan bahwa tingginya derajat infeksi akar tanaman inang oleh FMA tidak berarti efektif meningkatkan pertumbuhan dan produksinya akan lebih baik. Oleh


(22)

3 sebab itu, perlu dilakukannya penelitian mengenai pengaruh lama penyimpanan FMA terhadap daya infeksi dan efektivitasnya dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman.

Pada penelitian ini digunakan Gigaspora sp. sebagai salah satu jenis FMA yang banyak digunakan pada beberapa tanaman komersial. Tanaman inang yang digunakan adalah tanaman jagung sebagai salah satu jenis tanaman inang FMA Gigaspora sp. yang terinfeksi hebat oleh mikoriza (Rahmawati, 2003), sehingga baik digunakan untuk melihat daya infeksi dan efektivitasnya.

Berdasarkan latar belakang dan masalah tersebut, perlu dilaksanakan suatu penelitian untuk menjawab beberapa permasalahan yang dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut:

1. Apakah lama penyimpanan berpengaruh terhadap daya infeksi FMA Gigaspora sp. pada tanaman jagung.

2. Berapakah lama penyimpanan spora FMA Gigaspora sp. yang masih memiliki daya infeksi ≥ 50% dan efektif meningkatkan pertumbuhan tanaman jagung.

1.2 Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian dirumuskan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui apakah lama penyimpanan FMA Gigaspora sp. berpengaruh terhadap daya infeksi pada akar tanaman jagung.


(23)

4 2. Untuk menentukan berapa lamakah penyimpanan spora FMA Gigaspora sp.

yang masih memiliki daya infeksi ≥ 50% dan efektif meningkatkan pertumbuhan tanaman jagung.

1.3 Landasan Teori

Dalam rangka menyusun penjelasan teoretis terhadap pertanyaan yang telah dikemukakan, penulis menggunakan landasan teori sebagai berikut:

Tanaman yang diberikan FMA akan bersimbiosis mutualisme dengan FMA yang mengakibatkan pertumbuhan dan hasilnya meningkat. FMA akan membantu tanaman menyerap air, mineral, dan unsur hara terutaman hara fosfor.

Fosfor merupakan salah satu unsur hara essensial bagi tanaman. Fosfor berfungsi sebagai katalis reaksi-reaksi biokimia penting dalam tanaman. Tanaman

menyerap P dari tanah dalam bentuk ion fosfat, terutama H2PO4- dan HPO42- yang terdapat dalam larutan tanah. P dapat berasal dari pelapukan batuan induk dari proses mineralisasi (P anorganik). Bentuk P anorganik ini sebagian besar berkombinasi dengan Al, Fe, Ca, dan juga berikatan dengan liat membentuk komplek fosfat liat tidak larut, sedangkan P organik di dalam tanah sekitar 1% terdapat dalam mikroorganisme sehingga banyak tidak tersedia bagi tanaman. Tetapi hal ini dapat diatasi salah satunya dengan pemberian FMA. FMA memiliki enzim fosfatase yang dapat meningkatkan ketersediaan P bagi tanaman (Hanafiah, 2007 dan Novriani, 2010).

Menurut Smith dan Read (2008), terdapat tiga mekanisme FMA dalam


(24)

5 yaitu (1) FMA memodifikasi kimia akar tanaman karena FMA dapat

mengeluarkan enzim fosfatase dan asam-asam organik. Enzim fosfatase merupakan suatu enzim yang dapat memacu proses mineralisasi P anorganik dengan mengkatalis pelepasan P dari kompleks anorganik; (2) FMA memiliki hifa eksternal yang berfungsi sebagai perluasan akar dan memperpendek jarak difusi ion-ion fosfat sehingga proses difusi menjadi lebih cepat; dan (3) hifa FMA memiliki kemampuan untuk tumbuh melampaui zona deplesi dan

mendistribusikan P ke akar tanaman.

Efektivitas FMA dipengaruhi oleh kesesuaian jenis genotip tanaman, suhu, media tanam, lama penyimpanan, dan daya kecambah. Lama penyimpanan akan

menurunkan viabilitas spora FMA. Spora merupakan propagul yang mampu bertahan hidup lebih lama dibandingkan dengan hifa yang ada di dalam akar ataupun di dalam tanah. Spora terdapat pada ujung hifa eksternal dan dapat hidup selama berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Perkecambahan spora bergantung pada lingkungan, seperti pH, temperatur, dan kelembaban tanah serta kadar bahan organik (Smith dan Read, 2008).

Seperti halnya benih tanaman, semakin lama spora disimpan akan menurun viabilitasnya (Widodo, 1991). Hal ini terjadi karena tingkat vigor benih tidak dapat dipertahankan. Vigor benih adalah kemampuan benih menumbuhkan tanaman normal pada kondisi sub optimum di lapang, atau sesudah disimpan dalam kondisi simpan yang sub optimum dan ditanam dalam kondisi lapang yang optimum. Proses penuaan atau mundurnya vigor benih dapat dicirikan dengan menurunnya daya berkecambah, meningkatnya jumlah kecambah abnormal,


(25)

6 penurunan perkecambahan di lapangan, terhambatnya pertumbuhan dan

perkembangan, meningkatnya kepekaan terhadap lingkungan yang ekstrim sehingga menurunkan produktivitas di lapangan (Kuswanto, 1997). Penelitian Hariyanto, Wagiyana, dan Suharto (2010) tentang spora Beauveria bassiana memperlihatkan bahwa semakin lama disimpan dalam bubuk kering, spora mengalami penurunan daya kecambah. Viabilitas spora sangat mempengaruhi pertumbuhan berikutnya. Semakin banyak konidia berkecambah, semakin cepat pertumbuhan jamur tersebut (Prayogo et al., 2005). Sehingga dapat disimpulkan bahwa spora FMA, apabila disimpan terlalu lama dapat menurunkan viabilitas yang berpengaruh terhadap keefektifannya pada tanaman inang.

Dengan tingginya viabilitas spora FMA akan meningkatkan daya infeksi dan efektivitasnya. Daya infeksi merupakan kemampuan hifa FMA dalam tumbuh dan berkembang dengan akar tanaman inang. Sedangkan, Efektivitas adalah kemampuan FMA dalam menginfeksi akar dan meningkatkan pertumbuhan serta hasil tanaman (Simanungkalit et al, 2006).

Proses terjadinya infeksi mikoriza pada akar tanaman melalui beberapa tahap, (1) Pra infeksi: spora mikoriza berkecambah membentuk appressoria, (2) Infeksi: dengan alat apressoria melakukan penetrasi ke dalam akar tanaman, (3) Pasca infeksi: setelah penetrasi pada akar, maka hifa akan tumbuh secara interselluler, arbuskular terbentuk didalam sel setelah penetrasi. Arbuskular percabangannya lebih kuat dari hifa setelah penetrasi pada dinding sel. Arbuskular hidup hanya 4-15 hari, kemudian mengalami degenerasi dan pemendekan pada sel inang. Pada saat pembentukan arbuskula, beberapa FMA membentuk vesikel pada bagian


(26)

7 interselluler. Vesikel merupakan pembengkakan pada bagian apikal atau

interkalar hifa, (4) Perluasan infeksi fungi mikoriza dalam akar yang terdiri dari tiga fase yaitu fase awal dimana saat infeksi primer; fase exponential dimana penyebaran, dan pertumbuhannya dalam akar lebih cepat; fase saat pertumbuhan akar dan mikoriza sama, dan (5) setelah terjadi infeksi primer dan fase awal, pertumbuhan hifa keluar dari akar dan di dalam rhizosfer tanah. Pada bagian ini struktur fungi disebut hifa eksternal yang berfungsi dalam penyerapan larutan nutrisi dalam tanah, sebagai alat transportasi nutrisi ke akar, dan melindungi akar tanaman dari patogen. Hifa eksternal tidak bersepta dan membentuk percabangan dikotom (Talanca, 2005).

Daya infeksi dan daya kecambah spora FMA dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu, jenis kemasan yang dipakai untuk menyimpan inokulum, suhu, media tanam, jenis tanaman inang, jenis FMA, dan lama penyimpanan inokulum (Astiko, 2008). Setiap jenis FMA memiliki daya simpan yang berbeda-beda. Berdasarkan penelitian Astiko (2008), setelah 4 bulan lama penyimpanan inokulum FMA jenis Glomus clarum sudah menampakkan gejala penurunan viabilitasnya, ini terutama terlihat dengan semakin menurunnya derajat infeksi dan potensi inokulum FMA. Daya infeksi akan mempengaruhi efektivitasnya pada tanaman inang.

Menurut Abbott dan Robson (1984) dalam Delvian (2006), setiap spesies FMA mempunyai innate effectiveness atau kemampuan spesifik. Keefektifan diartikan sebagai kemampuan FMA dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman pada kondisi tanah yang kurang menguntungkan. Setidaknya ada empat faktor yang


(27)

8 berhubungan dengan keefektifan dari suatu spesies FMA, yaitu kemampuan FMA untuk membentuk hifa yang ekstensif dan penyebaran hifa yang baik di dalam tanah, kemampuan FMA untuk membentuk infeksi yang ektensif pada seluruh sistem perakaran yang berkembang dari suatu tanaman, kemampuan FMA untuk menyerap fosfor dari larutan tanah, dan umur dari mekanisme transpor sepanjang hifa ke dalam akar tanaman.

1.4 Kerangka Pemikiran

Berdasarkan landasan teori yang telah dikemukakan, berikut ini disusun kerangka pemikiran untuk memberikan penjelasan teoretis terhadap rumusan masalah.

Tanaman jagung memiliki sistem perakaran serabut yang banyak dan merupakan tanaman inang FMA, sehingga efektif untuk melihat perkembangan FMA. Fungi mikoriza arbuskular dalam berasosiasi dengan tanaman inang dipengaruhi oleh lama penyimpanan. Lama penyimpanan berpengaruh terhadap viabilitas spora FMA. Viabilitas spora akan mengalami penurunan apabila disimpan terlalu lama. Semakin lama dilakukan penyimpanan akan semakin menurun nilai viabilitas spora FMA Gigaspora sp.

Viabilitas spora akan berpengaruh terhadap jumlah spora yang aktif menginfeksi akar tanaman. Semakin tinggi viabilitas spora maka hifa yang terbentuk semakin banyak, sehingga meningkatkan daya infeksinya. Daya infeksi merupakan kemampuan hifa FMA dalam tumbuh dan berkembang dengan akar tanaman inang. Hifa tersebut akan memanfaatkan eksudat akar yang dikeluarkan tanaman untuk membentuk apresorium (untuk menempel pada sel bagian luar epidermis


(28)

9 akar), kemudian menembus sel epidermis akar dan di jaringan kortek akan

berkembang secara interseluler (dalam sel). Hifa akan keluar dari akar untuk perluasan akar tanaman dalam menyerap air dan unsur hara. Hifa ini disebut hifa eksternal.

Perluasan akar tanaman dalam menyerap air dan unsur hara serta melindungi serangan patogen oleh hifa FMA akan berpengaruh terhadap efektivitasnya. Efektivitas FMA merupakan kemampuan FMA dalam meningkatkan

pertumbuhan dan perkembangan tanaman inang pada kondisi yang kurang baik. Jika pertumbuhan dan perkembangan tanaman baik, maka produksivitasnya pun akan maksimal. Oleh sebab itu, lama penyimpanan berpengaruh terhadap viabilitas spora FMA yang mempengaruhi daya infeksinya dan berdampak pada efektivitasnya dalam meningkatkan hasil produksi tanaman inang.

1.5 Hipotesis

Dari landasan teori dan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan, maka hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut:

1. Lama penyimpanan berpengaruh terhadap daya infeksi FMA Gigaspora sp. pada tanaman jagung.


(29)

10

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Jagung

Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga rumput-rumputan yang berasal dari Amerika dan tersebar ke Asia dan Afrika melalui kegiatan bisnis orang-orang Eropa ke Amerika. Sekitar abad ke-16 orang Portugal menyebarluaskannya ke Asia termasuk Indonesia. Orang Belanda menamakannya mais dan orang Inggris menamakannya corn (Tim Karya Tani Mandiri, 2012).

Botani tanaman jagung adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan) Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji) Sub Divisi : Angiospermae (berbiji tertutup) Kelas : Monocotyledone (berkeping satu) Ordo : Graminae (rumput-rumputan) Famili : Graminaceae

Genus : Zea


(30)

11 Di Indonesia, jagung merupakan tanaman pangan kedua terpenting setelah padi. Di Madura, jagung merupakan makanan pokok masyarakatnya.

2.2 Syarat Tumbuh Jagung

Tanaman jagung dapat tumbuh pada berbagai macam tanah bahkan pada kondisi tanah yang agak kering, asalkan aerasi dan ketersediaan air dalam kondisi baik. Pertumbuhan tanaman jagung sangat membutuhkan sinar matahari. Apabila ternaungi, pertumbuhannya akan terhambat dan memberikan hasil biji yang kurang baik bahkan tidak dapat membentuk buah. Suhu yang dikehendaki tanaman jagung antara 21-34 0C. Keasaman tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman jagung adalah pH antara 5,6-7,5. Kemiringan tanah kurang dari 8%. Ketinggian tempat optimum untuk pertumbuhan jagung antara 0-600 m dpl (Tim Karya Tani Mandiri, 2012).

2.3 Pengertian Fungi Mikoriza Arbuskular

Mikoriza adalah suatu bentuk asosiasi simbiotik antara akar tumbuhan tingkat tinggi dan miselium fungi tertentu (Smith dan Read, 2008). Menurut Kabirun (1994), ada tiga bentuk atau tipe mikoriza yaitu Ektomikoriza, Endomikoriza, dan Ektendomikoriza. Ektomikoriza mempunyai sifat antara lain akar yang terinfeksi membesar bercabang, rambut-rambut akar tidak ada, hifa menjorok ke luar dan berfungsi sebagai alat yang efektif dalam menyerap unsur hara dan air, hifa tidak masuk masuk ke dalam sel tetapi hanya berkembang diantara dinding-dinding sel jaringan korteks. Ektendomikoriza merupakan bentuk antara (intermediet) kedua mikoriza yang lain. Ciri-cirinya antara lain adanya selubung akar yang tipis


(31)

12 berupa jaringan Hartig, hifa dapat menginfeksi dinding sel korteks dan juga sel-sel korteknya. Endomikoriza mempunyai sifat-sifat antara lain akar yang terinfeksi tidak membesar, lapisan hifa pada permukaan akar tipis, hifa masuk ke dalam individu sel jaringan korteks, adanya bentukan khusus yang berbentuk oval yang disebut vesikel dan sistem percabangan hifa yang dichotomous disebut arbuskul. Salah satu jenis endomikoriza yang banyak diteliti adalah fungi mikoriza

arbuskular (FMA).

2.4 Manfaat Fungi Mikoriza Arbuskular bagi Tanaman

Fungi mikoriza arbuskular memiliki hubungan simbiosis mutualisme dengan tanaman, yaitu tanaman memberikan sebagian fotosintat kepada akar sebagai sumber makanan untuk fungi dan fungi memberi peningkatan kemampuan penyerapan fosfat, mineral, air, dan nutrisi lainnya bagi tanaman. Jaringan hifa eksternal FMA akan memperluas bidang serapan air dan unsur hara. Disamping itu ukuran hifa yang lebih halus dari bulu-bulu akar memungkinkan hifa bisa menyusup ke pori-pori tanah yang paling kecil (mikro) sehingga hifa bisa menyerap air pada kondisi kadar air tanah yang sangat rendah (Killham, 1994 dalam Dewi, 2007).

Fungi mikoriza arbuskular mengadakan asosiasi dengan akar tanaman dengan menginfeksi bagian korteks akar. Di dalam sel korteks akar, FMA membentuk arbuskular dan vesikel. Arbuskul merupakan hifa bercabang halus yang dapat meningkatkan 2 – 3 kali luas permukaan plasmolema akar, dan dapat digunakan untuk memindahkan nutrien antara fungi dan tanaman. Arbuskul dapat terbentuk 2 – 3 hari setelah infeksi. Di dalam akar juga terbentuk vesikel yang merupakan


(32)

13 organ penyimpan. Jika korteks sobek, vesikel dibebaskan ke dalam tanah, dan selanjutnya dapat berkecambah yang merupakan propagul yang efektif. Bagian penting pada FMA ialah hifa eksternal yang dibentuk di luar akar tanaman. Hifa ini membantu untuk memperluas daerah penyerapan akar tanaman. Panjang miselium eksternal dapat mencapai 80 cm per cm panjang akar (Smith dan Read, 2008).

Akar tanaman yang bermikoriza mampu menghambat infeksi patogen melalui mekanisme mikoriza menciptakan lingkungan yang tidak menguntungkan bagi pertumbuhan patogen dengan jalan menggunakan karbohidrat dan eksudat akar yang lebih.

2.5 Morfologi FMA Gigaspora sp.

Jenis mikoriza yang ada di alam tergantung pada media tanam yang digunakan. Tanah yang didominasi oleh fraksi lempung (clay) merupakan kondisi yang diduga sesuai untuk perkembangan spora Glomus, dan tanah berpasir genus Gigaspora ditemukan dalam jumlah tinggi. Genus Gigaspora tidak membentuk struktur vesikula didalam akar melainkan membentuk arbuskula dan hifa (INVAM, 2014).

Spora berkembang secara blastik dari ujung hifa yang membengkak dan menjadi

“sel sporogenous”. Setelah sel sporogenous mencapai ukuran penuh (biasanya

sekitar 25-50 µm di sebagian besar spesies), spora mulai berkembang di ujung sel sporogenous (Gambar 1). Lapisan luar dan lapisan laminasi berkembang secara bersamaan, dan sering tidak dapat dibedakan dalam spora muda tanpa bantuan


(33)

14 pewarna Melzer (INVAM, 2014). Spora Gigaspora sp. dapat bertahan satu sampai dua tahun (Brundrett et al., 2008).

Gambar 1. Proses perkembangan spora Gigaspora sp. (INVAM, 2014)

2.6 Pengaruh Lama Penyimpanan FMA terhadap Daya Infeksi

FMA dapat berasosiasi dengan tanaman secara baik maka dibuatlah pupuk hayati yang berbahan baku mikoriza. Dalam pengembangan pupuk tersebut perlu memperhatikan mutu pupuk. Mutu pupuk dikatakan baik jika dapat menyediakan jumlah populasi dan mempertahankan viabilitas FMA dengan bertambahnya waktu penyimpanan. Jika jumlah populasi mikroba berkurang akan menurunkan efektivitas pupuk hayati tersebut.

Daya infeksi dan daya kecambah spora fungi mikoriza arbuskular (FMA) dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu, kesesuaian jenis kemasan, suhu, jenis FMA dan lama penyimpanan inokulum (Astiko, 2008). Setiap jenis FMA memiliki daya simpan yang berbeda-beda. Astiko (2008) melaporkan bahwa setelah 4 bulan lama penyimpanan inokulum FMA jenis Glomus clarum sudah menampakkan gejala menurun viabilitasnya, ini terutama terlihat dengan semakin menurunnya derajat infeksi dan potensi inokulum jamur FMA. Sedangkan, hasil penelitian Syah, Jumjunidang, dan Herizal (2006) menunjukkan bahwa spora FMA memiliki daya infeksi yang cukup baik sampai penyimpanan selama 18


(34)

15 bulan. Selain itu, Suyanto (2010) menyatakan bahwa data warna, bau, kerapatan spora dan jumlah spora utuh produk pupuk hayati tahun produksi 2008, 2009 dan 2010 setelah periode penyimpanan 1, 2, 3, dan 4 bulan setelah simpan, dapat dilihat bahwa kualitas fisik produk pupuk hayati yang dengan bahan pembawa zeolite tidak mengalami perubahan dari segi warna dan bentuknya.

2.7 Pengaruh Lama Penyimpanan FMA terhadap Efektivitas

Menurut Abbott dan Robson (1984) dalam Delvian (2006), setiap spesies FMA mempunyai innate effectiveness atau kemampuan spesifik. Keefektifan diartikan sebagai kemampuan FMA dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman pada kondisi tanah yang kurang menguntungkan. Setidaknya ada empat faktor yang berhubungan dengan keefektifan dari suatu spesies FMA, yaitu: kemampuan FMA untuk membentuk hifa yang ekstensif dan penyebaran hifa yang baik di dalam tanah, kemampuan FMA untuk membentuk infeksi yang ektensif pada seluruh sistem perakaran yang berkembang dari suatu tanaman, kemampuan FMA untuk menyerap fosfor dari larutan tanah, dan umur dari mekanisme transpor sepanjang hifa ke dalam akar tanaman. Oleh sebab itu, semakin lama disimpan keefektifan FMA akan menurun yang sebelumnya dipengaruhi oleh daya kecambah dan daya infeksinya.


(35)

16

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Produksi Perkebunan dan rumah kaca Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari Febuari hingga April 2015.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih jagung, larutan KOH 10%, HCl 1%, glycerol, trypan blue, pupuk majemuk, pasir, zeolit, air, akuades dan inokulum FMA Gigaspora sp. isolat MV 17 yang diperoleh dari

Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian Lampung. Deskripsi dari inokulum FMA Gigaspora sp. isolat MV 17 terdapat pada Tabel 1.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah, autoklaf, blade, oven, mikroskop majemuk, mikroskop stereo, saringan (ukuran 500 µm, 250 µm, dan 45 µm), botol film, water bath, cutter, nampan, spatula, tissue, cawan petri, plastik, timbangan, bak, pinset, pot, polibag, kamera, dan alat tulis.


(36)

17 Tabel 1. Deskripsi inokulum FMA Gigaspora sp. isolat MV 17.

No Rincian Keterangan

1 Spesies Gigaspora sp.3

2 Bentuk Bulat-tidak beraturan

3 Ukuran Besar, > 350 µm

4 Warna Kuning

5 Sporocarp (S) dan Sporiferous saccule (SS)

S: Tidak ada; SS: Tidak ada

6 Spora di dalam/di luar akar atau keduanya

Di luar akar 7 Cara subtending hifa melekat

ke dinding spora

Bersekat 8 Bulbose suspensor (BS) dan

Auxiliary cells (AC)

BS: Ada; AC: Ada

9 Germination Shield Tidak ada 10 Reaksi terhadap Melzer Positif

11 Media Perbanyakan Pasir dan zeolit 12 Tanaman inang Setaria dan Jagung

13 Asal Glundengan Jember, Jawa Timur

14 Gambar spora dalam PVLG dan Melzer

PVLG Melzer Sumber: Laporan akhir penelitian (Rini, 2012).


(37)

18 3.3 Pelaksanaan Penelitian Daya Infeksi Gigaspora sp.

Penelitian daya infeksi bertujuan untuk mengetahui pengaruh penyimpanan FMA Gigaspora sp. terhadap daya infeksinya pada akar tanaman jagung.

3.3.1 Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Penelitian ini dilakukan menggunakan rancangan perlakuan tunggal tidak

terstruktur yang terdiri dari 3 perlakuan dengan 3 ulangan. Perlakuan terdiri dari waktu simpan FMA 0 bulan (g1), 6 bulan (g2), dan 22 bulan (g3). Perlakuan diterapkan pada petak percobaan dalam rancangan acak lengkap (RAL). Tanaman disampling secara destruktif pada 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 minggu setelah aplikasi FMA Gigaspora sp., dan dilakukan pengamatan. Pada perlakuan waktu simpan FMA 0 bulan hanya dilakukan sampling sampai minggu ke 4 dengan 2 ulangan karena terkendala jumlah inokulum. Total satuan percobaan setiap minggunya ada 8 tanaman kecuali minggu ke 5 dan 6.

Data yang dihasilkan diuji homogenitasnya dengan uji Bartllet, selanjutnya dianalisis dengan sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji BNT pada taraf 5%.

3.3.2 Persiapan Media Tanam

Media tanam yang digunakan adalah pasir dan zeolit. Sterilisasi pasir dilakukan menggunakan autoklaf dengan suhu 1210C pada 1 atm selama 60 menit sebanyak dua kali. Media tanam zeolit cukup dicuci untuk menghilangkan serbuknya. Pasir dan zeolit dicampurkan dengan perbandingan 2:1 berdasarkan volume.


(38)

19 Kemudian, media tanam dimasukkan kedalam pot berukuran 450 ml. Pot tersebut diletakkan di rumah kaca dengan tata letak seperti pada Gambar 2.

Gambar 2. Tata letak penelitian daya infeksi FMA Gigaspora sp. di rumah kaca Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

Keterangan:

g1 = Waktu simpan 0 bulan ux= Ulangan ke- g2 = Waktu simpan 6 bulan mx= Minggu ke- g3 = Waktu simpan 22 bulan

3.3.3 Penyiapan Tanaman Inang dan Aplikasi FMA

Penyemaian tanaman inang bertujuan untuk mempersiapkan akar tanaman sebagai inang mikoriza agar mikoriza dapat langsung menginfeksi akar setelah

diaplikasikan. Penyemaian tanaman inang menggunakan nampan yang dialas dengan kertas merang yang sudah dilembabkan dengan air. Benih jagung disusun di atas kertas merang dan dibiarkan selama 3 hari hingga berkecambah.


(39)

20 Pengaplikasian FMA dilakukan bersamaan dengan penanaman tanaman inang yang ditanam pada pot 450 ml yang diletakkan di rumah kaca. Pengaplikasian dilakukan dengan cara memberikan inokulum FMA yang mengandung 300 spora dengan cara meletakkan inokulum ± 3 cm dibawah kecambah jagung (Gambar 3).

Inokulum FMA Pot 450 ml Media tanam

Akar tanaman jagung

12 cm Inokulum FMA

5 cm

Gambar 3. Aplikasi mikoriza Gigaspora sp. pada kecambah jagung di pot.

3.3.4 Pemeliharaan Tanaman

Pemeliharaan tanaman bertujuan agar tanaman dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Kegiatan pemeliharaan tanaman mencakup penyiraman,

pemupukan, pengendalian gulma, serta pengendalian hama dan penyakit tanaman.

1. Penyiraman

Penyiraman dilakukan pada pagi hari dengan 50 ml air/pot.

2. Pemupukan

Aplikasi pupuk dilakukan dua kali yaitu pupuk urea dan pupuk NPK. Aplikasi urea dilakukan pada 7 dan 14 hari setelah tanam dengan konsentrasi 2 g/l yang diberikan secara merata untuk setiap tanaman sebanyak 10 ml/pot. Aplikasi NPK


(40)

21 dilakukan 30 hari setelah tanam dengan konsentrasi 2 g/500ml yang diberikan secara merata pada setiap tanaman sebanyak 42 ml/pot.

3. Pengendalian gulma

Pengendalian gulma dilakukan secara manual dengan mencabut gulma yang tumbuh di permukaan media tanam pada pot.

4. Pengendalian hama dan penyakit tanaman

Pengendalian hama dan penyakit tanaman dilakukan secara manual pada tanaman yang terserang. Penyakit yang menyerang tanaman jagung adalah hawar daun. Hawar daun ini dikendalikan dengan membersihkan daun jagung yang terserang jamur dengan alkohol 10%.

3.3.5 Pengamatan Daya Infeksi FMA Gigaspora sp.

Pengamatan dilakukan dengan teknik destruktif yakni tanaman dibongkar pada 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 minggu setelah aplikasi (msa) FMA. Pengamatan bertujuan untuk menjawab rumusan masalah dan menguji hipotesis, yaitu dengan dilakukan

pengamatan persen infeksi akar oleh FMA.

1. Persen infeksi akar oleh FMA

Pengamatan persen infeksi dilakukan dengan cara pembongkaran media tanam untuk mengambil akar tanaman jagung (inang), diproses, dan diamati

menggunakan mikroskop di laboratorium.

Untuk melihat infeksi akar oleh FMA dilakukan dengan metode pewarnaan akar. Seluruh akar tanaman jagung dicuci sampai bersih. Akar-akar tersebut dipotong


(41)

22 sepanjang 2 cm, kemudian dimasukkan ke dalam botol film. Botol yang telah terisi sampel akar diisi dengan larutan KOH 10% sampai seluruh akar terendam dan dikukus dalam water bath dengan suhu ± 80 0C selama 15 menit untuk membersihkan sel dari sitoplasma, kemudian larutan KOH dibuang dan akar dicuci kembali dengan air. Selanjutnya, akar dikukus dalam larutan HCl 1% selama ± 5 menit. larutan HCl dibuang dan akar siap untuk diwarnai dengan merendamnya dalam larutan trypan blue 0,05% (0,5 g trypan blue+ 450 ml glycerol+ 500 ml aquades + 50 ml HCl 1%) dan dikukus selama 5 menit. Setelah akar diwarnai, akar disusun di atas kaca preparat secara teratur. Sampel akar diamati menggunakan mikroskop majemuk dengan perbesaran 100 kali. Pada jaringan akar akan terlihat adanya tanda infeksi mikoriza dengan struktur pembentuknya (hifa dan arbuskular). Persen infeksi akar oleh FMA dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Infeksi akar (%) = X 100%

Tingkat infeksi pada akar diklasifikasikan menurut The Instate of Mycorrhizal Research and Development,USDA Forest Service, Athena, Georgia (Setiadi, 1992)sebagai berikut :

1. Kelas 1 bila infeksi FMA sebesar 0% – 5% tergolong sangat rendah 2. Kelas 2 bila infeksi FMA sebesar 6% – 25% tergolong rendah 3. Kelas 3 bila infeksi FMA sebesar 26% – 50% tergolong sedang 4. Kelas 4 bila infeksi FMA sebesar 51% – 75% tergolong tinggi


(42)

23 3.4 Pelaksanaan Penelitian Efektivitas FMA Gigaspora sp.

Penelitian efektivitas bertujuan untuk mengetahui pengaruh penyimpanan FMA Gigaspora sp. terhadap efektivitasnya, serta menentukan lama penyimpanan yang masih memiliki daya infeksi ≥ 50% dan masih efektif meningkatkan pertumbuhan tanaman jagung.

3.4.1 Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Penelitian ini dilakukan menggunakan rancangan perlakuan tunggal tidak terstruktur yang terdiri dari 5 perlakuan dengan 5 kelompok. Perlakuan terdiri dari tanpa FMA (g0), waktu simpan FMA 0 bulan (g1), 6 bulan (g2), 12 bulan (g3), dan 22 bulan (g4). Setiap perlakuan diwakili oleh dua tanaman.

Perlakuan diterapkan pada satuan percobaan dalam rancangan acak kelompok (RAK). Kesamaan ragam antar perlakuan diuji dengan uji Barlett dan

kemenambahan data diuji dengan uji Tukey. Jika asumsi terpenuhi (ragam homogen dan data bersifat menambah), data dianalisis ragam dan dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5%.

3.4.2 Persiapan Media Tanam

Persiapan media tanam sama seperti penelitian daya infeksi FMA Gigaspora sp. (halaman 22), hanya saja media tanam dimasukkan ke dalam polybag berukuran 8 kg/polybag (Gambar 4). Polybag tersebut diletakkan dirumah kaca dengan tata letak seperti pada Gambar 5.


(43)

24 Inokulum FMA

Polybag 8 kg Media tanam

30 cm Akar tanaman jagung

30 cm

Gambar 4. Aplikasi mikoriza Gigaspora sp. pada kecambah jagung di polybag.

3.4.3 Penyiapan Tanaman Inang dan Aplikasi FMA

Penyemaian tanaman inang dan aplikasi FMA sama seperti pada penelitian daya infeksi pada bagian 3.3.3 (halaman 18).


(44)

25 Gambar 5. Tata letak penelitian efektivitas FMA Gigaspora sp. di rumah kaca Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

Keterangan:

g1 = Waktu simpan 0 bulan g2 = Waktu simpan 6 bulan g3 = Waktu simpan 12 bulan g4 = Waktu simpan 22 bulan


(45)

26 3.4.4 Pemeliharaan Tanaman

Pemeliharaan tanaman sama seperti penelitian daya infeksi FMA Gigaspora sp. pada bagian 3.3.4 (halaman 25), hanya saja penyiraman dilakukan secara bertahap yaitu pada 2 minggu pertama air disiramkan sebanyak 250 ml, pada minggu ke 3 sampai 4 setelah aplikasi sebanyak 500 ml, dan pada minggu ke 5 sampai 6 setelah aplikasi air disiramkan sebanyak 800 ml. Pupuk yang diberikan menggunakan pupuk tunggal dengan takaran seperti tertera pada Tabel 2.

Tabel 2. Takaran dan waktu pemberian pupuk Urea, SP36, dan KCI pada tanaman jagung.

Waktu Pemberian (hari setelah tanam)

Urea (g/polybag)

SP36 (g/polybag)

KCI (g/polybag)

0 – 7 1 2 1,2

30 – 35 1 - -

45 – 50 1 - -

3.4.5 Pengamatan Efektivitas FMA Gigaspora sp.

Pengamatan dilakukan setelah fase vegetatif berhenti yang dicirikan dengan munculnya bunga jantan, kecuali untuk tinggi tanaman dan jumlah daun. Untuk menjawab rumusan masalah dan menguji hipotesis, maka dilakukan pengamatan pada variabel sebagai berikut:

1. Tinggi Tanaman.

Pengamatan tinggi tanaman dilakukan pada 2, 4, 6 dan 8 minggu setelah aplikasi (MSA). Pengamatan dilakukan dengan mengukur tinggi tanaman dari pangkal batang hingga daun terpanjang.


(46)

27 2. Jumlah Daun Tanaman.

Pengamatan jumlah daun tanaman dilakukan pada 2, 4, 6 dan 8 minggu setelah aplikasi (MSA). Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah daun tanaman.

3. Diameter Batang.

Pengukuran dilakukan pada bagian batang tanaman jagung yang berjarak 10 cm dari pangkal batang. Diameter batang diukur dengan jangka sorong dalam satuan cm.

4. Bobot Segar Akar.

Pengamatan bobot segar akar dilakukan setelah bunga jantan muncul.

Pengamatan bobot segar akar dilakukan dengan cara membongkar media dalam polybag. Seluruh akar tanaman jagung kemudian dipisahkan dari media untuk diukur beratnya menggunakan timbangan digital dengan satuan gram.

5. Bobot Kering Akar.

Seluruh akar tanaman jagung dipisahkan dari tajuk kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 80 ⁰C sampai bobotnya konstan (1 minggu). Setelah bobot akar konstan, akar ditimbang dengan timbangan digital dengan satuan gram.

6. Bobot Segar Tajuk.

Pengamatan bobot segar tajuk dilakukan dengan memotong pangkal batang tanaman. Tajuk tanaman ditimbang menggunakan timbangan digital dengan satuan gram.


(47)

28 7. Bobot Kering Tajuk.

Pengamatan ini dilakukan dengan cara menimbang tajuk yang sudah kering oven (80 0C) dengan menggunakan timbangan digital dengan satuan gram.

8. Persen infeksi akar oleh FMA Gigaspora sp.

Metode yang digunakan untuk mengamatai infeksi sama dengan penelitian daya infeksi (halaman, 22). Namun, pada penelitian efektivitas menggunakan sampel akar. Sampel akar diambil secara acak ± 1 g sampel-1.


(48)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Hasil penelitian untuk melihat pengaruh waktu simpan FMA Gigaspora sp. yang dilakukan penyimpanan dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. FMA Gigaspora sp. yang disimpan 0, 6 dan 22 bulan tidak mempengaruhi daya infeksi FMA pada akar tanaman jagung. Tanaman memiliki infeksi ≥ 50% setelah minggu ke 3 dan diakhir penelitian sudah mencapai ≥ 90%. 2. Semua FMA Gigaspora sp.yang disimpan 0, 6, 12, dan 22 bulan masih

memiliki daya infeksi ≥ 50% dan efektif meningkatkan pertumbuhan tanaman melalui peningkatan diameter batang, bobot segar tajuk, bobot kering tajuk, namun tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, bobot segar akar, dan bobot kering akar tanaman jagung.

5.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, disarankan untuk penelitian selanjutnya sebaiknya dilakukan pengujian ulang menggunakan inokulum yang disimpan lebih lama dan pada penyimanan suhu ruang.


(49)

46

PUSTAKA ACUAN

Abbot, L.K. and A.D. Robson. 1984. The Effect of Mycorrhizae on Plant Growth. CRC. Press. Inc. Boca Raton. Florida. dalam Delvian. 2006. Pengaruh Cendawan Mikoriza Arbuskula dan Naungan terhadap Pertumbuhan Bibit Kayu Manis. Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian USU.

Astiko, W. 2008. Kesesuaian Jenis Kemasaman, Suhu, dan Lama Penyimpanan Inokulum Komersial Jamur Mikoriza Tanah Vertisol Lombok. J. Crop Agro. 1(2): 144-150.

Brundrett, M., N. Bougher, B. Del, T. Ove, and N. Malajczuk. 2008. Working with Mycorrhizas in Forestry and Agriculture. ACIAR Monograph 32. Australian Centre for International Agricultural Research. Canberra. 374 pp

Cruz, A.F., T. Ishii., and K. Kadoya. 2000. Effect of arbuscular mycorrhizal fungi on tree growth, leaf water potential, and levels of 1

aminocyclopropane-1-carboxylic acid and ethylene in the roots of papaya under water-stress conditions. J. Mycorrhiza. 10(3): 121-123.

Damayanti, N.D. 2014. Respon Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) terhadap Pemberian Lima Isolat Fungi Mikoriza

Arbuskular dan Dua Taraf Dosis Pupuk NPK. [Skripsi]. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung

Daniels, B.A. and Graham, S.O. 1976. Effects of nutrition and soil extracts on germination of Glomus mosseae spores. Mycologia. 68: 108–116

Gianinazzi, S., A. Gollote, M.N. Binet, D. Van Tuinen, D. Redecker, and D. Wipf. 2010. Agroecology: the key role of arbuscular mycorrhizas in ecosystem services. Mycorrhiza. 20: 519-530.

Hanafiah, K.A. 2007. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Grafindo Persada. Jakarta. Harjadi, S.S. 1988. Pengantar Agronomi. PT Gramedia. Jakarta. 198 hlm.


(50)

47 Haryanto, S., Wagiyana, dan Suharto. 2010. Pemanfaatan cendawan Beauveria

Bassiana sebagai Pengendalian Hama Cabai Thrips parvispinus dalam Upaya Mengurangi Penggunaan Insektisida Sintesis. Laporan Hasil Penelitian Hibah Bersaing. Universitas Jember. Jember

INVAM. 2014. http://invam.wvu.edu/the-fungi/classification. Diakses tanggal 25 November 2014

Jumin, H.S. 2012. Dasar-dasar Agronomi. Rajawali Press. Jakarta. 243 hlm. Kabirun, S. 1994. Response of soybean own on acid soil to inoculation of

vesicular-arbuscular mycorrhizal fungi. Biotrop Spec. Publ. 56: 131-137 Killham, K. 1994. Soil Ecology. Cambridge University Press. Melbourne. dalam

Dewi, I. 2007. Peran, Prospek dan Kendala dalam Pemanfaatan Endomikoriza. Makalah Universitas Padjajaran. Bandung. Kuswanto, H. 1997. Analisis Benih. Kanisius. Yogjakarta.140 hlm.

Lakitan, B. 1996. Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Maia, L. C. and J.W. Kimbrough.1998. Ultrastructural studies of spores and hypha of a Glomus species. Int J Plant Sci. 159:581–589

Melati, M., Iskandar M.P, Bambang S.P, Hariyadi, dan Sri W. 2011. Morfosiologi dan Hasil berbagai Provenan Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) dan

Asosiasinya dengan Fungi Mikoriza Arbuskular di Lapangan. Prosiding Seminar Nasional. Mikoriza: Pupuk dan Pestisida Hayati Pendukung Pertanian Berkelanjutan yang Ramah Lingkungan. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 9: 99-113

Nasution, R.M., T. Sabrina, dan Fauzi. 2014. Pemanfaatan Jamur Pelarut Fosfat dan Mikoriza untuk Meningkatkan Ketersediaan dan Sserapan P tanaman Jagung pada Tanah Alkalin. Jurnal online Agroteknologi.

2(3): 1003-1010

Novriani. 2010. Alternatif pengelolaan unsur hara P(fosfor) pada budidaya jagung. Jurnal Agronobis. 2(3): 42-49

Nurmasyitah, Syafruddin, dan M. Sayuthi. 2013. Pengaruh Jenis Tanah dan Dosis Fungi Mikoriza Arbuskular pada Tanaman Kedelai terhadap Sifat Kimia Tanah. Jurnal Agrista. 17(3): 104-110.

Prayogo, Y., W. Tengkano, dan Marwoto. 2005. Prospek Cendawan

Entomopatogen Metarhizium anisoplie untuk Mengendalikan Ulat Grayak Spodoptera litura pada Kedelai. J. Litbang. Pertanian. 24: 19-26


(51)

48 Purwaningsih, E. 2011. Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA) sebagai pupuk

hayati. www.widyamandala.ac.id. Diakses 5 Oktober 2015.

Rahmawati. 2003. Isolasi dan Karakteristik Mikoriza Vesikular-Arbuskular di Lahan Kering Masam Lampung Tengah. Berk. Penel. Hayati. 12: 199-106 Rini, M. V. 2012. Isolation and Production of Arbuscular Mycorrhiza Fungi

Starter Inokulum. Laporan Akhir Penelitian. Laboratorium Produksi Perkebunan.

Samahudi, Muhamad, I.W., dan Muji, R. 2014. Pengaruh Pemberian Mikoriza dan Pupuk Organik terhadap Pertumbuhan Bawang Putih. Jurnal Ilmu Ilmu Pertanian. 29(1): 35-45

Simanungkalit, R. D. M., Suriadikarta, D.A., Rasti, S., Diah, S., dan Wiwik, H. 2006. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor.

Smith, S.E. and D.J. Read. 2008. Mycorrhizal Symbiosis. Academic Press. New York. 614 pp.

Sundram, S. 2010. Growth effects by arbuscular mychorrhiza fungi on oil palm (Elaeis guineensis Jacq.) seedlings. Journal of oil palm Research. 22: 796-802.

Suyanto. 2010. Pengembangan Teknik Uji Cepat Masa Kedaluwarsa (Expired Date) Pupuk dan Pestisida Hayati. Laporan Akhir Program Intensif Riset Terapan. 45 hlm.

Syah, A., M.J. Jumjunidang, dan Y. Herizal. 2006. Penyimpanan Kapsul

Cendawan Mikoriza Arbuskular untuk Mempertahankan Daya Multiplikasi dan Infektivitas. J. Hort. 16(2): 129-133

Talanca, A.H, dan A. M Adnan. 2005. Mikoriza dan Manfaatnya pada Tanaman. Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PBJ dan PFJ XVJ. Sumatra Selatan. 311-315 hlm.

Tim Karya Tani Mandiri. 2012. Pedoman Bertanam Jagung. Nuansa Aulia. Yogyakarta. 216 hlm.

Widiastuti, H., N. Sukarno, L.K. Darusman, D.H. Goenadi, S. Smith, dan E. Guhardi. 2003. Arsitektur Akar Bibit Kelapa Sawit yang diinokulasi Beberapa Cendawan Mikoriza Arbuskula. Menara Perkebunan. 71(1): 28-43.

Widodo, W. 1991. Pemilihan Wadah Simpan dan Bahan Pencampur pada Penyimpanan Benih Mahoni. Balai Teknologi Perbenihan. Bogor


(1)

2. Jumlah Daun Tanaman.

Pengamatan jumlah daun tanaman dilakukan pada 2, 4, 6 dan 8 minggu setelah aplikasi (MSA). Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah daun tanaman.

3. Diameter Batang.

Pengukuran dilakukan pada bagian batang tanaman jagung yang berjarak 10 cm dari pangkal batang. Diameter batang diukur dengan jangka sorong dalam satuan cm.

4. Bobot Segar Akar.

Pengamatan bobot segar akar dilakukan setelah bunga jantan muncul.

Pengamatan bobot segar akar dilakukan dengan cara membongkar media dalam polybag. Seluruh akar tanaman jagung kemudian dipisahkan dari media untuk diukur beratnya menggunakan timbangan digital dengan satuan gram.

5. Bobot Kering Akar.

Seluruh akar tanaman jagung dipisahkan dari tajuk kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 80 ⁰C sampai bobotnya konstan (1 minggu). Setelah bobot akar konstan, akar ditimbang dengan timbangan digital dengan satuan gram.

6. Bobot Segar Tajuk.

Pengamatan bobot segar tajuk dilakukan dengan memotong pangkal batang tanaman. Tajuk tanaman ditimbang menggunakan timbangan digital dengan satuan gram.


(2)

28 7. Bobot Kering Tajuk.

Pengamatan ini dilakukan dengan cara menimbang tajuk yang sudah kering oven (80 0C) dengan menggunakan timbangan digital dengan satuan gram.

8. Persen infeksi akar oleh FMA Gigaspora sp.

Metode yang digunakan untuk mengamatai infeksi sama dengan penelitian daya infeksi (halaman, 22). Namun, pada penelitian efektivitas menggunakan sampel akar. Sampel akar diambil secara acak ± 1 g sampel-1.


(3)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Hasil penelitian untuk melihat pengaruh waktu simpan FMA Gigaspora sp. yang dilakukan penyimpanan dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. FMA Gigaspora sp. yang disimpan 0, 6 dan 22 bulan tidak mempengaruhi

daya infeksi FMA pada akar tanaman jagung. Tanaman memiliki infeksi ≥ 50% setelah minggu ke 3 dan diakhir penelitian sudah mencapai ≥ 90%. 2. Semua FMA Gigaspora sp.yang disimpan 0, 6, 12, dan 22 bulan masih

memiliki daya infeksi ≥ 50% dan efektif meningkatkan pertumbuhan tanaman melalui peningkatan diameter batang, bobot segar tajuk, bobot kering tajuk, namun tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, bobot segar akar, dan bobot kering akar tanaman jagung.

5.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, disarankan untuk penelitian selanjutnya sebaiknya dilakukan pengujian ulang menggunakan inokulum yang disimpan lebih lama dan pada penyimanan suhu ruang.


(4)

46

PUSTAKA ACUAN

Abbot, L.K. and A.D. Robson. 1984. The Effect of Mycorrhizae on Plant Growth. CRC. Press. Inc. Boca Raton. Florida. dalam Delvian. 2006. Pengaruh Cendawan Mikoriza Arbuskula dan Naungan terhadap Pertumbuhan Bibit

Kayu Manis. Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian USU.

Astiko, W. 2008. Kesesuaian Jenis Kemasaman, Suhu, dan Lama Penyimpanan

Inokulum Komersial Jamur Mikoriza Tanah Vertisol Lombok. J. Crop

Agro. 1(2): 144-150.

Brundrett, M., N. Bougher, B. Del, T. Ove, and N. Malajczuk. 2008. Working

with Mycorrhizas in Forestry and Agriculture. ACIAR Monograph 32.

Australian Centre for International Agricultural Research. Canberra. 374 pp

Cruz, A.F., T. Ishii., and K. Kadoya. 2000. Effect of arbuscular mycorrhizal fungi on tree growth, leaf water potential, and levels of 1

aminocyclopropane-1-carboxylic acid and ethylene in the roots of papaya

under water-stress conditions. J.Mycorrhiza. 10(3): 121-123.

Damayanti, N.D. 2014. Respon Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) terhadap Pemberian Lima Isolat Fungi Mikoriza

Arbuskular dan Dua Taraf Dosis Pupuk NPK. [Skripsi]. Fakultas Pertanian

Universitas Lampung. Bandar Lampung

Daniels, B.A. and Graham, S.O. 1976. Effects of nutrition and soil extracts on

germination of Glomus mosseae spores. Mycologia. 68: 108–116

Gianinazzi, S., A. Gollote, M.N. Binet, D. Van Tuinen, D. Redecker, and D. Wipf. 2010. Agroecology: the key role of arbuscular mycorrhizas in

ecosystem services. Mycorrhiza. 20: 519-530.

Hanafiah, K.A. 2007. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Grafindo Persada. Jakarta. Harjadi, S.S. 1988. Pengantar Agronomi. PT Gramedia. Jakarta. 198 hlm.


(5)

Haryanto, S., Wagiyana, dan Suharto. 2010. Pemanfaatan cendawan Beauveria Bassiana sebagai Pengendalian Hama Cabai Thrips parvispinus dalam

Upaya Mengurangi Penggunaan Insektisida Sintesis. Laporan Hasil

Penelitian Hibah Bersaing. Universitas Jember. Jember

INVAM. 2014. http://invam.wvu.edu/the-fungi/classification. Diakses tanggal 25 November 2014

Jumin, H.S. 2012. Dasar-dasar Agronomi. Rajawali Press. Jakarta. 243 hlm. Kabirun, S. 1994. Response of soybean own on acid soil to inoculation of

vesicular-arbuscular mycorrhizal fungi. Biotrop Spec. Publ. 56: 131-137

Killham, K. 1994. Soil Ecology. Cambridge University Press. Melbourne. dalam Dewi, I. 2007. Peran, Prospek dan Kendala dalam Pemanfaatan

Endomikoriza. Makalah Universitas Padjajaran. Bandung.

Kuswanto, H. 1997. Analisis Benih. Kanisius. Yogjakarta.140 hlm.

Lakitan, B. 1996. Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Maia, L. C. and J.W. Kimbrough.1998. Ultrastructural studies of spores and

hypha of a Glomus species. Int J Plant Sci. 159:581–589

Melati, M., Iskandar M.P, Bambang S.P, Hariyadi, dan Sri W. 2011. Morfosiologi dan Hasil berbagai Provenan Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) dan

Asosiasinya dengan Fungi Mikoriza Arbuskular di Lapangan. Prosiding

Seminar Nasional. Mikoriza: Pupuk dan Pestisida Hayati Pendukung

Pertanian Berkelanjutan yang Ramah Lingkungan. Universitas Lampung.

Bandar Lampung. 9: 99-113

Nasution, R.M., T. Sabrina, dan Fauzi. 2014. Pemanfaatan Jamur Pelarut Fosfat dan Mikoriza untuk Meningkatkan Ketersediaan dan Sserapan P tanaman

Jagung pada Tanah Alkalin. Jurnal online Agroteknologi.

2(3): 1003-1010

Novriani. 2010. Alternatif pengelolaan unsur hara P(fosfor) pada budidaya

jagung.Jurnal Agronobis. 2(3): 42-49

Nurmasyitah, Syafruddin, dan M. Sayuthi. 2013. Pengaruh Jenis Tanah dan Dosis Fungi Mikoriza Arbuskular pada Tanaman Kedelai terhadap Sifat

Kimia Tanah. Jurnal Agrista. 17(3): 104-110.

Prayogo, Y., W. Tengkano, dan Marwoto. 2005. Prospek Cendawan

Entomopatogen Metarhizium anisoplie untuk Mengendalikan Ulat Grayak


(6)

48 Purwaningsih, E. 2011. Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA) sebagai pupuk

hayati. www.widyamandala.ac.id. Diakses 5 Oktober 2015.

Rahmawati. 2003. Isolasi dan Karakteristik Mikoriza Vesikular-Arbuskular di

Lahan Kering Masam Lampung Tengah. Berk. Penel. Hayati. 12: 199-106

Rini, M. V. 2012. Isolation and Production of Arbuscular Mycorrhiza Fungi

Starter Inokulum. Laporan Akhir Penelitian. Laboratorium Produksi

Perkebunan.

Samahudi, Muhamad, I.W., dan Muji, R. 2014. Pengaruh Pemberian Mikoriza

dan Pupuk Organik terhadap Pertumbuhan Bawang Putih. Jurnal Ilmu

Ilmu Pertanian. 29(1): 35-45

Simanungkalit, R. D. M., Suriadikarta, D.A., Rasti, S., Diah, S., dan Wiwik, H. 2006. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor.

Smith, S.E. and D.J. Read. 2008. Mycorrhizal Symbiosis. Academic Press. New York. 614 pp.

Sundram, S. 2010. Growth effects by arbuscular mychorrhiza fungi on oil palm

(Elaeis guineensis Jacq.) seedlings. Journal of oil palm Research. 22:

796-802.

Suyanto. 2010. Pengembangan Teknik Uji Cepat Masa Kedaluwarsa (Expired

Date) Pupuk dan Pestisida Hayati. Laporan Akhir Program Intensif Riset

Terapan. 45 hlm.

Syah, A., M.J. Jumjunidang, dan Y. Herizal. 2006. Penyimpanan Kapsul

Cendawan Mikoriza Arbuskular untuk Mempertahankan Daya Multiplikasi

dan Infektivitas. J. Hort. 16(2): 129-133

Talanca, A.H, dan A. M Adnan. 2005. Mikoriza dan Manfaatnya pada Tanaman.

Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PBJ dan PFJ XVJ.

Sumatra Selatan. 311-315 hlm.

Tim Karya Tani Mandiri. 2012. Pedoman Bertanam Jagung. Nuansa Aulia. Yogyakarta. 216 hlm.

Widiastuti, H., N. Sukarno, L.K. Darusman, D.H. Goenadi, S. Smith, dan E. Guhardi. 2003. Arsitektur Akar Bibit Kelapa Sawit yang diinokulasi

Beberapa Cendawan Mikoriza Arbuskula. Menara Perkebunan.

71(1): 28-43.

Widodo, W. 1991. Pemilihan Wadah Simpan dan Bahan Pencampur pada