Machine FAKTOR PENYEBAB KETIDAKTEPATA N KODE DIAGNOSIS DI PUSKESMAS MOJOLABAN SUKOHARJO JAWA TENGAH | Saputro | Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia 71 242 1 PB

61 Niko Tesni Saputro Kegiatan meng-entry-kan kode diagnosis ke dalam SIMPUS secara fleksibel berpengaruh terhadap kualitas data dan informasi pelayanan kesehatan yang dihasilkan. Kualitas data dan informasi pelayanan kesehatan membutuh-kan keakuratan dan kekonsistenan data yang dikode Skurka 2003 Sedangkan menurut Abdelhak 2010, kualitas data pengkodean harus dapat dipertanggungjawabkan, valid, lengkap, dan tepat waktu.

2. Money

Menurut Arifin 2012 , money atau uang merupakan salah satu unsur yang tidak dapat diabaikan. Uang merupakan alat tukar dan alat pengukur nilai. Besar-kecilnya hasil kegiatan dapat diukur dari jumlah uang yang beredar dalam perusahaan. Oleh karena itu, uang merupakan alat tools yang penting untuk mencapai tujuan karena segala sesuatu harus diperhitungkan secara rasional. Hal ini akan berhubungan dengan berapa uang yang harus disediakan untuk membiayai gaji tenaga kerja, alat-alat yang dibutuhkan dan harus dibeli serta berapa hasil yang akan dicapai dari suatu organisasi. Berdasarkan Maghfiroh 2013, sumber pem- biayaan Puskesmas Mojolaban Sukoharjo Jawa Tengah adalah APBD II, Jamkesmas dan Jamkesda, dan Bantuan Operasional bidang Kesehatan. Tidak terdapat permasalahan terkait money dalam pengkodean diagnosis di Puskesmas Mojolaban Sukoharjo Jawa Tengah. Tidak terdapat permasalahan yang berhubungan dengan pembiayaan yang harus disediakan untuk membiayai gaji tenaga kerja, alat-alat yang dibutuhkan dan harus dibeli serta berapa hasil yang akan dicapai dari suatu organisasi.

3. Material

Material pengkodean berupa diagnosis. Menurut Dorland 2012, diagnosis merupakan penentuan sifat penyakit atau membedakan satu penyakit dengan yang lainnya. Diagnosis dibagi juga menjadi: diagnosis klinis yaitu diagnosis yang berdasarkan tanda, gejala dan pemeriksaan laboratorium selama kehidupan; diagnosis diferensial yaitu penentuan satu dari beberapa penyakit yang mungkin menyebabkan timbulnya gejala-gejala; dan diagnosis fisik yaitu diagnosis berdasarkan informasi yang didapat dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Di Puskesmas Mojolaban Sukoharjo Jawa Tengah, diagnosis ditegakkan setelah melalui beberapa tahapan, yaitu anamnesis, pemeriksaan fisik, uji laboratorium jika dibutuhkan, dan pemberian tindakan jika dibutuhkan. Diagnosis ditegakkan dengan menuliskannya diberkas rekam medis pasien. Setelah diagnosis ditegakkan, barulah petugas pengkodean mengkode diagnosis tersebut. Kemudianmeng- entry-kan kode diagnosis tersebutke dalam SIMPUS menggunakan komputer yang terdapat di masing-masing BP. Kode diagnosis tersebut di-entry-kan pada kolom isian “Diagnosis ICPC” dan “Diagnosis ICDX” di SIMPUS. Tidak terdapat permasalahan terkait material dari pengkodean berupa diagnosis di Puskesmas Mojolaban Sukoharjo Jawa Tengah.

4. Machine

Machine atau alat yang digunakan terkait pengkodean diagnosis di Puskesmas Mojolaban Sukoharjo Jawa Tengah meliputi berkas rekam medis dan SIMPUS. Berikut ini adalah gambar berkas rekam medis yang digunakan di Puskesmas Mojolaban Sukoharjo Jawa Tengah. Gambar 1.rekam medis yang digunakan di Puskesmas Mojolaban Sukoharjo Jawa Tengah 62 Berkas rekam medis berbahan kertas karton berukuran 21,5 cm x 16,5 cm. Terdiri atas satu lembar dengan 2 halaman yaitu halaman muka dan belakang. Kode yang ditentukan atas diagnosis yang ditegakkan ditulispada kolom isian “Anamnese” di berkas rekam medis tersebut menggunakan ballpoint. Kode yang ditentukan meliputi kode ICD-10 dan ICPC.Berkas rekam medis digunakan sebagai tempat menuliskan diagnosis yang telah ditegakkan beserta kodenya. Tidak terdapat permasalahan terkait machine dari pengkodean yang berupa berkas rekam medis di Puskesmas Mojolaban Sukoharjo Jawa Tengah. Selain berkas rekam medis, yang termasuk machine dari pengkodean di Puskesmas Mojolaban Sukoharjo Jawa Tengah berupa SIMPUS. SIMPUS digunakan untuk meng- entry-kan kode diagnosis ICD-10 dan ICPC yang telah dituliskan di berkas rekam medis. SIMPUS dioperasikan mengguna-kan perangkat komputer yang terdapat di masing-masing BP. Namun, tidak semua perangkat komputer tersebut dapat digunakan dengan semestinya. Seperangkat komputer yang terdapat di BP Gigi tidak dapat digunakan karena rusak. Sehingga, petugas peng-kodean di BP Gigimenumpang di kedua BP lainnya BP Umum dan BP KIA. Hal tersebut sesuai dengan hasil observasi atau pengamatan peneliti yang disajikan dalam tabel Check list Observasi berikut ini. tabel 1 Check List observasi No Item observasi Y t 1 Petugas pengkode-anmeng-entry-kan kode diagnosis ke SIMPUS. P 2 Terdapat seperang-kat komputer yang dapat digunakan untuk meng-entry- kan kode diagnosis ke dalam SIMPUS. P 3 Semua perangkat komputer dapat di- gunakan untuk meng-entry-kan kode diagnosis ke dalam SIMPUS. P Penggunaan SIMPUS dalam pelaksanaan pengkodean diagnosis tersebut telah sesuai dengan Menkes 2008 tentang kebijakan dasar pusat kesehatan masyarakat, bahwa puskesmas menggunakan konsep wilayah dan sistem informasi manajemen puskesmas SIMPUS untuk kodefikasi. Namun, masih terdapat beberapa permasalahan terkait penggunaan SIMPUS sebagai alat untuk meng-entry-kan kode diagnosis. Beberapa permasalahan tersebut meliputi, kurang lengkapnya kode baik kode ICD-10 maupun ICPC yang tersedia dan istilah atau terminologi yang digunakan dalam database SIMPUS belum sesuai dengan istilah diagnosis atau istilah medis. Berdasar hasil studi dokumentasi, kode ICD- 10 belum tersedia untuk diagnosis amubiasis, artritis, filariasis, flu burung, frambusia, gagal jantung, gangguan neurotik, gigitan ular, gout, hepatitis virus, infeksi post-partum, keputihan, botulismus, keracunan organo-fosfat, luka bakar, migren, penyakit paru obstruktif kronik, serumen, sirosis hati, skizofrenia dan gangguan psikotik kronik lain, servicitis karena chlamydia. Kode ICPC belum tersedia untuk diagnosis abortus yang diinduksi, takut terserang HIv AIDS, takut terserang penyakit menular seksual pada perempuan, takut terserang penyakit menular seksual pada laki-laki, nyeri di jantung, dada rasa tertekanberat, infark miokard akut, arthritis reumatoid, sindrom leher, epilepsi, infeksi teng-gorokan, penyakit jantung iskemik, fobia, keadaan cemas, depresi, reaksi stres akut, trauma. Sedangkan istilah yang belum sesuai dengan istilah diagnosis atau istilah medis “pusing”, “deman”, “kecelakaan”, “batuk”, “asma”, “kencing manis”, dan sebagainya. Hal ini menyebabkan petugas pengkodean menjadi kurang tepat dalam menentukan kode diagnosis yang akandi-entry-kan. Jika petugas pengkodeantidak menemukan kode yang sesuai dengan data diagnosis, maka akan memilih kode yang hampir serupa untuk mengkode data diagnosis tersebut atau mencari padanan istilah untuk data diagnosis tertentu agar sesuai dengan istilah dalam database SIMPUS. Masalah lainnya adalah kemampuan mengkonversi kode ICD-10 dan ICPC secara otomatis dengan hanya sekali meng-entry-kan diagnosis yang belum dimiliki oleh SIMPUS. Hal ini menyebabkan petugas pengkodean masih harus meng-entry-kan kode diagnosis pada masing-masing kolom isian “Diagnosis ICPC” dan “Diagnosis ICDX”. Akibatnya kode yang di-entry-kan pada kolom isian “Diagnosis 63 Niko Tesni Saputro ICPC” terkadang belum setarasesuai dengan yang di-entry-kan pada kolom isian “Diagnosis ICDX”.

5. Method

Dokumen yang terkait

KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS PENYAKIT BERDASARKAN ICD- 10 DI PUSKESMAS GONDOKUSUMAN II KOTA YOGYAKARTA | Pramono | Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia 58 194 1 PB

1 2 20

EVALUASI KETEPATAN KODE DIAGNOSIS PENYEBAB DASAR KEMATIAN BERDASARKAN ICD-10 DI RS PANTI RAPIH YOGYAKARTA | Nuryati | Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia 41 126 1 PB

0 0 8

HUBUNGAN KELENGKAPAN INFORMASI DENGAN KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS DAN TINDAKAN PADA DOKUMEN REKAM MEDIS RAWAT INAP | Pujihastuti | Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia 25 65 1 PB

0 0 5

PENGARUH PENULISAN DIANOSIS DAN PENGETAHUAN PETUGAS REKAM MEDIS TENTANG TERMINOLOGI MEDIS TERHADAP KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS | Sudra | Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia 99 348 1 PB

0 4 6

TINJAUAN KETEPATAN KODE DIAGNOSIS CEDERA DAN PENYEBAB LUAR CEDERA (EXTERNAL CAUSES) PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT ISLAM “SITI HAJAR” MATARAM | - | Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia 132 436 1 PB

0 1 9

KAJIAN PENULISAN DIAGNOSIS DOKTER DALAM PENENTUAN KODE DIAGNOSIS LEMBAR RINGKASAN MASUK DAN KELUAR DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN WONOGIRI | Mariyati | Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia 63 214 1 PB

1 1 8

ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KELENGKAPAN KODE EXTERNAL CAUSE DI RSUD KABUPATEN BREBES | Pratiwi | Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia 172 575 1 PB

0 0 7

PDF ini PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN PUSKESMAS BERBASIS ELEKTRONIK DI PUSKESMAS AMBAL II KABUPATEN KEBUMEN | Santoso | Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia 1 PB

0 0 4

PDF ini KELENGKAPAN SERTIFIKAT MEDIS PENYEBAB KEMATIAN DAN AKURASI PENYEBAB DASAR KEMATIAN | Wahyuni | Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia 1 PB

0 1 5

PDF ini STRATEGI KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS BERDASARKAN METODE SWOT | . | Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia 1 PB

0 1 5