61 Niko Tesni Saputro
Kegiatan meng-entry-kan kode diagnosis ke dalam SIMPUS secara fleksibel berpengaruh
terhadap kualitas data dan informasi pelayanan kesehatan yang dihasilkan.
Kualitas data dan informasi pelayanan kesehatan membutuh-kan keakuratan dan
kekonsistenan data yang dikode Skurka 2003 Sedangkan menurut Abdelhak
2010, kualitas data pengkodean harus dapat dipertanggungjawabkan, valid, lengkap, dan
tepat waktu.
2. Money
Menurut Arifin 2012 , money atau uang merupakan salah satu unsur yang tidak dapat
diabaikan. Uang merupakan alat tukar dan alat pengukur nilai. Besar-kecilnya hasil kegiatan
dapat diukur dari jumlah uang yang beredar dalam perusahaan. Oleh karena itu, uang
merupakan alat tools yang penting untuk mencapai tujuan karena segala sesuatu harus
diperhitungkan secara rasional. Hal ini akan berhubungan dengan berapa uang yang harus
disediakan untuk membiayai gaji tenaga kerja, alat-alat yang dibutuhkan dan harus dibeli
serta berapa hasil yang akan dicapai dari suatu organisasi.
Berdasarkan Maghfiroh 2013, sumber pem- biayaan Puskesmas Mojolaban Sukoharjo
Jawa Tengah adalah APBD II, Jamkesmas dan Jamkesda, dan Bantuan Operasional bidang
Kesehatan.
Tidak terdapat permasalahan terkait money dalam pengkodean diagnosis di Puskesmas
Mojolaban Sukoharjo Jawa Tengah. Tidak terdapat permasalahan yang berhubungan
dengan pembiayaan yang harus disediakan untuk membiayai gaji tenaga kerja, alat-alat
yang dibutuhkan dan harus dibeli serta berapa hasil yang akan dicapai dari suatu organisasi.
3. Material
Material pengkodean berupa diagnosis. Menurut Dorland 2012, diagnosis merupakan
penentuan sifat penyakit atau membedakan satu penyakit dengan yang lainnya. Diagnosis
dibagi juga menjadi: diagnosis klinis yaitu diagnosis yang berdasarkan tanda, gejala dan
pemeriksaan laboratorium selama kehidupan; diagnosis diferensial yaitu penentuan satu dari
beberapa penyakit yang mungkin menyebabkan timbulnya gejala-gejala; dan diagnosis fisik
yaitu diagnosis berdasarkan informasi yang didapat dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan
auskultasi.
Di Puskesmas Mojolaban Sukoharjo Jawa Tengah, diagnosis ditegakkan setelah melalui
beberapa tahapan, yaitu anamnesis, pemeriksaan fisik, uji laboratorium jika dibutuhkan, dan
pemberian tindakan jika dibutuhkan.
Diagnosis ditegakkan dengan menuliskannya diberkas rekam medis pasien. Setelah diagnosis
ditegakkan, barulah petugas pengkodean mengkode diagnosis tersebut. Kemudianmeng-
entry-kan kode diagnosis tersebutke dalam SIMPUS menggunakan komputer yang terdapat
di masing-masing BP. Kode diagnosis tersebut di-entry-kan pada kolom isian “Diagnosis
ICPC” dan “Diagnosis ICDX” di SIMPUS.
Tidak terdapat permasalahan terkait material dari pengkodean berupa diagnosis di Puskesmas
Mojolaban Sukoharjo Jawa Tengah.
4. Machine
Machine atau alat yang digunakan terkait pengkodean diagnosis di Puskesmas Mojolaban
Sukoharjo Jawa Tengah meliputi berkas rekam medis dan SIMPUS.
Berikut ini adalah gambar berkas rekam medis yang digunakan di Puskesmas Mojolaban
Sukoharjo Jawa Tengah.
Gambar 1.rekam medis yang digunakan di Puskesmas Mojolaban Sukoharjo Jawa Tengah
62 Berkas rekam medis berbahan kertas karton
berukuran 21,5 cm x 16,5 cm. Terdiri atas satu lembar dengan 2 halaman yaitu halaman muka
dan belakang.
Kode yang ditentukan atas diagnosis yang ditegakkan ditulispada kolom isian “Anamnese”
di berkas rekam medis tersebut menggunakan ballpoint. Kode yang ditentukan meliputi
kode ICD-10 dan ICPC.Berkas rekam medis digunakan sebagai tempat menuliskan diagnosis
yang telah ditegakkan beserta kodenya.
Tidak terdapat permasalahan terkait machine dari pengkodean yang berupa berkas rekam medis di
Puskesmas Mojolaban Sukoharjo Jawa Tengah.
Selain berkas rekam medis, yang termasuk machine dari pengkodean di Puskesmas
Mojolaban Sukoharjo Jawa Tengah berupa SIMPUS. SIMPUS digunakan untuk meng-
entry-kan kode diagnosis ICD-10 dan ICPC yang telah dituliskan di berkas rekam medis.
SIMPUS dioperasikan mengguna-kan perangkat komputer yang terdapat di masing-masing BP.
Namun, tidak semua perangkat komputer tersebut dapat digunakan dengan semestinya.
Seperangkat komputer yang terdapat di BP Gigi tidak dapat digunakan karena rusak. Sehingga,
petugas peng-kodean di BP Gigimenumpang di kedua BP lainnya BP Umum dan BP KIA.
Hal tersebut sesuai dengan hasil observasi atau pengamatan peneliti yang disajikan dalam tabel
Check list Observasi berikut ini.
tabel 1 Check List observasi
No Item observasi
Y t
1 Petugas pengkode-anmeng-entry-kan
kode diagnosis ke SIMPUS. P
2 Terdapat seperang-kat komputer yang
dapat digunakan untuk meng-entry- kan kode diagnosis ke dalam SIMPUS.
P 3
Semua perangkat komputer dapat di- gunakan untuk meng-entry-kan kode
diagnosis ke dalam SIMPUS. P
Penggunaan SIMPUS dalam pelaksanaan pengkodean diagnosis tersebut telah sesuai
dengan Menkes 2008 tentang kebijakan dasar pusat kesehatan masyarakat, bahwa puskesmas
menggunakan konsep wilayah dan sistem informasi manajemen puskesmas SIMPUS
untuk kodefikasi. Namun, masih terdapat beberapa permasalahan
terkait penggunaan SIMPUS sebagai alat untuk meng-entry-kan kode diagnosis. Beberapa
permasalahan tersebut meliputi, kurang lengkapnya kode baik kode ICD-10 maupun
ICPC yang tersedia dan istilah atau terminologi yang digunakan dalam database SIMPUS
belum sesuai dengan istilah diagnosis atau istilah medis.
Berdasar hasil studi dokumentasi, kode ICD- 10 belum tersedia untuk diagnosis amubiasis,
artritis, filariasis, flu burung, frambusia, gagal jantung, gangguan neurotik, gigitan ular, gout,
hepatitis virus, infeksi post-partum, keputihan, botulismus, keracunan organo-fosfat, luka
bakar, migren, penyakit paru obstruktif kronik, serumen, sirosis hati, skizofrenia dan gangguan
psikotik kronik lain, servicitis karena chlamydia. Kode ICPC belum tersedia untuk diagnosis
abortus yang diinduksi, takut terserang HIv AIDS, takut terserang penyakit menular seksual
pada perempuan, takut terserang penyakit menular seksual pada laki-laki, nyeri di jantung,
dada rasa tertekanberat, infark miokard akut, arthritis reumatoid, sindrom leher, epilepsi,
infeksi teng-gorokan, penyakit jantung iskemik, fobia, keadaan cemas, depresi, reaksi stres akut,
trauma. Sedangkan istilah yang belum sesuai dengan istilah diagnosis atau istilah medis
“pusing”, “deman”, “kecelakaan”, “batuk”, “asma”, “kencing manis”, dan sebagainya.
Hal ini menyebabkan petugas pengkodean menjadi kurang tepat dalam menentukan kode
diagnosis yang akandi-entry-kan. Jika petugas pengkodeantidak menemukan kode yang sesuai
dengan data diagnosis, maka akan memilih kode yang hampir serupa untuk mengkode data
diagnosis tersebut atau mencari padanan istilah untuk data diagnosis tertentu agar sesuai dengan
istilah dalam database SIMPUS.
Masalah lainnya adalah kemampuan mengkonversi kode ICD-10 dan ICPC secara
otomatis dengan hanya sekali meng-entry-kan diagnosis yang belum dimiliki oleh SIMPUS.
Hal ini menyebabkan petugas pengkodean masih harus meng-entry-kan kode diagnosis
pada masing-masing kolom isian “Diagnosis ICPC” dan “Diagnosis ICDX”. Akibatnya kode
yang di-entry-kan pada kolom isian “Diagnosis
63 Niko Tesni Saputro
ICPC” terkadang belum setarasesuai dengan yang di-entry-kan pada kolom isian “Diagnosis
ICDX”.
5. Method