81 a.
Sekretariat Umum : Muso, Maruto Darusman, Tan Lie Djie, Ngadiman. b.
Sekretariat Urusan Buruh : A. Tjokronegoro, D.N.Aidit, Sutisno. c.
Sekretariat Urusan Pemuda : Suripno, Wikana. d.
Sekretariat Pertahanan : Amir Syariffudin. e.
Sekretariat Propaganda : Alimin, Lukman, Sardjono. f.
Sekretariat Urusan Organisasi : Sudisman. g.
Sekretariat Urusan Luar Negeri : Suripno. h.
Sekretariat Perwakilan : Njoto. i.
Sekretariat Kader : dipegang oleh Sekretariat Umum. j.
Sekretariat Keuangan : Ruskak.
56
Alasan ditunjuknya Amir Syariffudin sebagai sekretariat pertahanan adalah karena Amir Syariffudin mempunyai pendukung yang kuat di kalangan
tentara. Pada waktu Amir Syariffudin menjadi menteri pertahanan ia telah membangun pendukung Partai Sosialis dalam kalangan tentara dan kini Muso
hendak mempergunakan pendukung Amir Syariffudin guna tujuan PKI.
2. Amir Syariffudin dalam Peristiwa Madiun sampai Akhir Hayatnya
Sesudah peleburan Partai Sosialis ke dalam PKI maka Amir Syariffudin bersama-sama Muso dan pimpinan PKI lainnya menjalankan aksi propaganda
didepan para pemuda, buruh dan petani. Muso menyatakan bahwa Rusia adalah pemimpin revolusi dunia dan Indonesia harus berada di bawah Soviet. Kalau di
56
A.H. Nasution, op.cit., hlm. 131.
82 pihak Rusia kita adalah benar.
57
PKI juga sangat bertentangan dengan Masyumi serta PNI.
Di daerah Solo terdapat bermacam-macam pasukan, mulai dari laskar pro- sayap kiri Pesindo dan pasukan yang pro-Tan Malaka Barisan Banteng,
Pasukan TLRI Tentara Laut Republik Indonesia di bawah Letkol Jandau, pasukan Divisi IV Panembahan Senopati, sampai pasukan Tentara Pelajar TP di
bawah kepemimpinan Achmadi. Selain itu, sejak Februari 1948 datang pasukan- pasukan Siliwangi yang hijrah dari Jawa Barat.
58
Keadaan kota Solo menjadi sangat kacau, terjadilah saling culik menculik dan tuduh menuduh antara PKI dengan Gerakan Rakyat Revolusi GRR. Masing-
masing pihak mengumumkan orang-orangnya hilang dan menuduh pihak yang lainnya yang menculik. Pertentangan itu menjalar menjadi pertentangan antara
Divisi Senopati dengan Divisi Siliwangi. Peristiwa pertentangan antara Divisi Senopati dengan Divisi Siliwangi dimulai pada tanggal 11 September, Letkol
Suadi menuduh batalyon Siliwanginya Sadikin telah menculik para perwira PKI yang hilang itu, dan menuntut agar mereka dikembalikan pada tanggal 13
September menjelang pukul 14.00 WIB. Pada tanggal dan jam yang sudah ditentukan dan para korban penculikan tersebut belum dikembalikan, Suadi
menyuruh orang-orangnya dari kesatuan TNI untuk menyerang barak-barak Siliwangi.
59
57
Ibid, hlm. 209.
58
Soe Hok Gie, op.cit., hlm. 233.
59
George M. C Kahin, op.cit., hlm. 366.
83 Keadaan genting Solo menyebabkan Kolonel Gatot Subroto diangkat
menjadi gubernur militer di Solo pada tanggal 16 September 1948. Kolonel Gatot Subroto tiba di Solo pada tanggal 18 September dan ia segera mengeluarkan
intruksi bahwa pada pukul 12.00 tanggal 21 September, semua komandan satuan- satuan yang sedang bermusuhan harus melaporkan diri. Komandan yang tidak
melaporkan diri dianggap sebagai pemberontakan.
60
Malamnya, Presiden Soekarno berpidato melalui radio Yogyakarta kepada seluruh rakyat, terutama
rakyat Solo. Beliau mengatakan bahwa pemerintah akan mengambil tindakan- tindakan keras di Surakarta dan berharap bahwa segalanya diselesaikan dengan
baik.
61
Sementara ketegangan di Solo berlangsung, para pemimpin PKI seperti Muso, Amir Syariffudin, Wikana, Harjoono, Setiadjit mengadakan perjalananan
keliling untuk propaganda partai di seluruh Jawa Tengah dan beberapa kota di Jawa Timur.
Namun selanjutnya terjadi sebuah peristiwa yang tidak diduga oleh para pemimpin PKI telah terjadi di Madiun. Pada tanggal 18 September 1948, pada
pagi hari pemberontakan PKI di Madiun dicetuskan oleh Sumarsono dan Djokosujono.
62
PKI berhasil merebut Madiun dari tangan pemerintah dan mengajak agar PKI di daerah lain mengikuti jejak yang telah diambil oleh PKI di
Madiun. Muso dan Amir Syariffudin yang mendengar berita pemberontakan tersebut segera berangkat dari Purwodadi menuju Madiun. Mereka kini tidak
60
A.H. Nasution, op.cit., hlm. 207.
61
Soe Hok Gie, op.cit., hlm. 240.
62
Frederick D. Wellem, op.cit., hlm. 192.
84 dapat berbuat lain kecuali mendukung dan meneruskan pemberontakan yang telah
dimulai tersebut. Berita pemberontakan di Madiun baru diketahui oleh pemerintah di
Yogyakarta pada tanggal 18 September 1948 sore harinya. Presiden Soekarno atas persetujuan kabinet memberikan kekuasaan kepada Panglima Besar Sudirman
untuk menyelamatkan kehidupan negara. TNI segera mengadakan penangkapan terhadap para pemimpin PKI di Yogyakarta seperi Tan Ling Djie, Abdul Madjid,
Maruto Darusman, dan Ngadiman. Malam harinya Nyonya Amir Syariffudin juga ditangkap. Penangkapan tokoh PKI di kota lainnya segera dilaksanakan. Koran-
koran pro-FDR ditutup, SOBSI yang sedang bersidang di Tugu dengan mudah disergap. Esok harinya Panglima Besar Sudirman melaporkan kepada pemerintah
bahwa kota Yogyakarta telah diamankan.
63
Pada tanggal 19 September 1948 Presiden Soekarno mengucapkan pidato radionya. Soekarno menjelaskan kepada rakyat akan pentingnya persatuan dan
kesatuan menghadapi ancaman Belanda dan pengacau dalam negeri. Ia juga menguraikan tentang kerusuhan yang terjadi di Solo dan akhirnya tentang PKI
Muso yang telah mengadakan pemberontakan terhadap pemerintahan yang sah. Pidato tersebut diikuti oleh pidato Sultan Hamengkubuwono IX, Sultan
menyerukan agar rakyat membantu Presiden dan Wakil Presiden. Dengan demikian kedudukan pemerintah amat kokoh dalam menghadapi pemberontakan
karena TNI secara tegas kepada mereka.
64
63
A.H. Nasution, op.cit., hlm. 208-209.
64
Ibid, hlm. 246-247.
85 Selanjutnya rencana-rencana operasi dipersiapkan oleh Markas Besar
Angkatan Perang Republik Indonesia, dan pada tanggal 30 September 1948 kota Madiun dapat diduduki kembali oleh TNI. Kekuatan PKI melarikan diri ke luar
kota, dan TNI terus mengadakan pengejaran. Pada tanggal 30 Oktober 1948 Muso tertembak karena mengadakan perlawanan di Ponorogo. Pada tanggal 29
November 1948 Djokosujono, Maruto Darusman, Sajogo berhasil ditangkap di Priangan, Purwodadi. Djokosujono memberitahukan bahwa Amir Syariffudin dan
Suripno juga berada di Purwodadi. Pada hari itu juga jam 20.00 WIB, Amir Syariffudin dan Suripno ditangkap di desa Klambu, 20 kilometer barat daya
Purwodadi. Dengan ditangkapnya Amir Syariffudin dan Suripno maka semua
pemimpin pemberontakan telah tertangkap atau tertembak dalam pertempuran kecuali D.N. Aidit yang berhasil melarikan diri ke luar negeri. Dalam
keterangannya Amir Syariffudin tidak bermaksud melarikan diri ke daerah yang diduduki oleh Belanda tetapi hendak kembali ke Solo dan terus ke Yogyakarta
dengan menyamar sebagai pedagang.
65
Amir Syariffudin dan Suripno dibawa ke Kudus dan seterusnya diangkut menggunakan kereta api khusus ke Yogyakarta. Amir Syariffudin meminta
kepada perwira yang mengurusnya, Kapten Soeharto, untuk memberikan buku. Kebetulan satu-satunya buku yang dimiliki Kapten Soeharto ialah novel Romeo
dan Juliet. Selanjutnya Amir Syariffudin membaca buku tersebut sambil menantikan kedatangannya di Yogyakarta. Amir Syariffudin duduk sendiri di
65
Ibid, hlm. 370.
86 kereta api yang sengaja dikosongkan untuknya. Ketika sampai di stasiun
Yogyakarta, rakyat tampak berjejal-jejal untuk dapat melihat wajah Amir Syariffudin yang merupakan mantan Perdana Menteri sekaligus Menteri
Pertahanan Republik Indonesia.
66
Di Yogyakarta mereka ditahan di Benteng, depan gedung Agung Yogyakarta. Namun jaksa agung berpendapat bahwa itu adalah kewajiban TNI
untuk memeriksa mereka. Oleh karena itu mereka dikirim kembali kepada gubernur militer di Solo untuk diperiksa, sebelum diserahkan kepada jaksa agung.
Ketika Amir Syariffudin ditahan di Yogyakarta, maka Ds. F.K.N Harahap berusaha untuk menyelamatkan Amir Syariffudin dengan mencoba menghubungi
Soekarno dan Hatta. Namun usaha itu gagal karena Amir Syariffudin sendiri tidak menyetujui usaha tersebut.
67
Pada tanggal 18 Desember 1948 diadakan rapat kabinet untuk membicarakan tindakan apa yang dapat ditempuh kepada para pemimpin-
pemimpin PKI jikalau Belanda mengadakan agresi militernya lagi. Dari 12 orang menteri yang datang maka sebanyak empat orang menghendaki agar Amir
Syariffudin dan kawan-kawan ditembak mati saja, empat orang lagi berpendapat supaya dipenjarakan namun tidak ditembak mati sedangkan empat orang sisanya
tidak memberikan suara. Selanjutnya Presiden Soekarno mengeluarkan vetonya bahwa Amir Syariffudin dan kawan-kawannya tidak boleh ditembak mati juga.
68
66
Soe Hok Gie, op.cit., hlm. 269-270.
67
A.H. Nasution, op.cit., hlm. 531.
68
Frederick D. Wellem, op.cit., hlm. 198.
87 Seorang letnan menjelaskan adanya surat perintah Gubernur Militer
Kolonel Gatot Subroto untuk menembak mati Amir Syariffudin beserta pimpinan- pimpinan PKI yang lainnya yang sedang ditahan di Solo. Keputusan ini diambil
karena dikawatirkan Amir Syariffudin beserta pimpinan-pimpinan PKI lainnya akan ikut melakukan pemberontakan atau menyeberang membantu Belanda. Amir
Syariffudin sebelum ditembak mati meminta agar semua tawanan diberi kesempatan untuk berjanji sebentar. Semua tawanan menulis surat satu per satu
dan diserahkan kepada letnan tadi. Sebelum ditembak mati, mereka menyanyikan lagu Indonesia Raya dan lagu internasional.
69
Jenazah Amir Syariffudin dan dikuburkan secara massal di daerah Ngalian, sebelah timur kota Solo pada hari Minggu pagi tanggal 19 Desember
1948.
70
Pemerintah RI belum dapat menyerahkan jenazah-jenazah tersebut kepada keluarganya masing-masing karena Belanda telah menyerang Indonesia dan
berhasil menawan para pemimpin Indonesia. Barulah pada tahun 1950 setelah situasi dirasa memungkinkan maka pemerintah menyetujui penggalian kembali
jenazah para pemimpin pemberontakan itu dan menyerahkan kepada keluarga masing-masing.
69
Soe Hok Gie, op.cit., hlm. 273.
70
Frederick D. Wellem, op.cit., hlm. 199.
35
BAB III KIPRAH POLITIK AMIR SYARIFFUDIN PADA
ORGANISASI DAN PARTAI POLITIK A.
Kiprah Politik di Organisasi Kedaerahan
Keterlibatan Amir Syariffudin dalam pergerakan kemerdekaan dimulai ketika menjadi mahasiswa RHS. Di sanalah Amir Syariffudin bersama dengan sahabat-
sahabatnya mendiskusikan masalah politik dan tugas mereka dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Sebelum kongres pemuda II, banyak organisasi pemuda
kedaerahan yang berusaha memajukan dan memperhatikan daerahnya masing- masing. Amir Syariffudin sendiri tergabung dengan organisasi kedaerahan yaitu Jong
Sumatranen Bond pada tahun 1927.
1
Amir Syariffudin bersama dengan Muhammad Yamin, Bahtir Johan, dan Abu Hanifah menjadi pemimpin yang terkemuka dari Jong
Sumatranen Bond. Selain menjadi pemimpin Jong Sumatranen Bond, Amir Syariffudin juga terkenal sebagai pemimpin Jong Batak Bond. Jong Batak Bond ini
bidang gerakannya lebih sempit dibandingkan dengan Jong Sumatranen Bond, tujuannya adalah untuk mempererat persatuan dan persaudaraan diantara pemuda asal
Batak serta mempertahankan dan memajukan kebudayaan asal Batak. Keberhasilan Amir Syariffudin untuk menempatkan diri sebagai pemimpin
atas dua organisasi pemuda kedaerahan itu menunjukan bahwa ia adalah seorang organisator yang ulung. Dari kedua organisasi kedaerahan inilah karir politik Amir
Syariffudin dimulai. Meskipun organisasi pemuda ini pada awalnya hanya bergerak
1
Gerry Van Klinken, Lima Penggerak Bangsa Yang Terlupa, Nasionalisme Minoritas Kristen, Yogyakarta: LKIS, 2010, hlm. 173.