Farmers Competency Development to Manage the Seaweed Cultivation in Polyculture at Coastal Area of Java

(1)

PENGEMBANGAN KOMPETENSI PEMBUDIDAYA

RUMPUT LAUT SECARA POLIKULTUR DI PANTAI

UTARA JAWA : KASUS DI BEKASI JAWA BARAT DAN

BREBES JAWA TENGAH

TANTI KUSTIARI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Pengembangan Kompetensi Pembudidaya Rumput Laut Secara Polikultur di Pantai Utara Jawa : Kasus Di Bekasi Jawa Barat dan Brebes Jawa Tengah adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan oleh penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka pada bagian akhir disertasi ini.

Bogor, 20 Nopember 2012

Tanti Kustiari I.361080011


(4)

(5)

ABSTRACT

TANTI KUSTIARI. Farmers Competency Development to Manage the Seaweed Cultivation in Polyculture at Coastal Area of Java. Supervised by: SUMARDJO, MARGONO SLAMET, PRABOWO TJITROPRANOTO.

Seaweed is easily cultivated in polyculture, it needs less capital, small risk, the market is open but there are many challenges and obstacles for farmers successfully produce seaweed. The competence of farmers in improving productivity and income and the factors influenced them were the questions of study. The objectives of this study are : (1) to explore competence of farmer in increasing productivity and income and to identify faktors influence them, and (2) to formulate an extension strategies. Research locations were carried out in Bekasi (West Java) and Brebes (Central Java). The data were collected from July 2010 to October 2010, 200 farmers involved from 457 population with sensus sampling. Data analyzed by using descriptively and structural equations model (SEM). Saveral methods of collecting data were questionnaire, interview, observation and reviewing secondary data and related documents. The research results show that : (1) the competence of farmers at a medium category and influenced by the effectiveness of extension, individual characteristics, and the learning process, (2) Low competence affected productivity, (3) Low productivity was influenced by the institutional support, competence and effectiveness of extension, and (4) Low productivity affected low income. Strategy implemented for developing farmers competence model can be achieved by (a) increasing the effectiveness of extension, (b) increasing learning process, and (c) increasing the institutional support.


(6)

(7)

RINGKASAN

TANTI KUSTIARI. Pengembangan Kompetensi Pembudidaya Rumput Laut Secara Polikultur di Pantai Utara Jawa : Kasus di Bekasi Jawa Barat dan Brebes Jawa Tengah. Dibimbing oleh SUMARDJO sebagai Ketua, dan MARGONO SLAMET, serta PRABOWO TJITROPRANOTO sebagai Anggota.

Rumput laut Gracillaria sp mudah tumbuh di tambak. Pembudidaya Kabupaten Bekasi dan Brebes membudidayakan rumput laut secara polikultur dengan ikan bandeng dan udang. Dua Kabupaten merupakan sentra produksi Gracillaria sp terbesar di perairan pulau Jawa (Data Statistik Perikanan Budidaya 2012).

Semakin tinggi minat pembudidaya membudidayakan rumput laut secara polikultur dilatarbelakangi adanya penurunan produktivitas tambak dan penurunan pendapatan. Rumput laut jenis Gracillaria merupakan solusi dan alternative komoditas yang mampu tumbuh dan mampu memperbaiki lingkungan ekosistem tambak sehingga komoditas ini dapat merevitalisasi tambak dan menghidupkan kembali tambak-tambak yang terbengkalai (Ditjend Perikanan Budidaya 2009).

Beberapa manfaat membudidayakan rumput laut adalah : (1) menyediakan bahan baku bagi industri besar, (2) menambah pendapatan, (3) memperbaiki lingkungan ekosistem tambak, dan (4) bahan baku home industry. Manfaat lainnya adalah usaha rumput laut membutuhkan sedikit modal, mudah dibudidayakan, resiko kecil dan dapat dipasarkan.

Sejak Tahun 2002 pengembangan budidaya rumput laut telah dirintis dan dikembangkan oleh pemerintah melalui program INBUDKAN (Intensifikasi Budidaya Perikanan) menyelenggarakan kegiatan seminar, temu usaha, pelatihan teknis dalam rangka meningkatkan jumlah rumah tangga produksi rumput laut.

Kini, rumput laut telah banyak dibudidayakan oleh masyarakat Bekasi dan Brebes, namun pembudidaya tidak selalu berhasil meningkatkan produktivitas dan meraih keuntungan yang besar disebabkan kendala : (1) internal yaitu belum maksimalnya kuantitas dan kualitas produk, (2) eksternal yaitu sulitnya menghadapi tekanan faktor alam dan (3) kelembagaan yaitu rendahnya akses penyuluhan dan sarana prasarana. Kendala lainnya seperti hama, pencemaran lingkungan yang berpotensi menurunkan mutu dan jumlah produksi bahkan pada kematian.

Budidaya rumput laut diyakini masyarakat sangat mudah dibudidayakan, namun masyarakat masih menghadapi banyak kendala sehingga masih merasakan kesulitan. Lemahnya kompetensi pembudidaya berdampak pada rendahnya mutu produksi, rendahnya nilai jual produk, tidak punya bargaining position, tidak mampu mempertahankan kemampuan produksi, dan tidak kompetitif. Kondisi demikian menunjukkan pembudidaya membutuhkan pembinaan, pendidikan yang berkelanjutan, bantuan konsultasi, akses IPTEKS yang perlu didukung oleh jumlah dan keseriusan tenaga lapangan yang memadai.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah : (1) Sejauhmana tingkat kompetensi pembudidaya rumput laut dalam meningkatkan produktivitas dan pendapatan beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya, (2) Bagaimana strategi


(8)

penyuluhan yang efektif untuk meningkatkan kompetensi pembudidaya rumput laut dalam meningkatkan produktivitas dan pendapatan pembudidaya rumput laut.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) menganalisis kompetensi pembudidaya beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya, dan (2) merumuskan strategi peningkatan produktivitas dan pendapatan rumput laut. Dua kabupaten lokasi penelitian ditetapkan dengan pertimbangan: (1) kabupaten yang menjadi sentra produksi rumput laut di perairan pantai utara Pulau Jawa, dan (2) penghasil produk rumput laut terbesar di Pulau Jawa, (3) memiliki pengalaman berusaha rumput laut secara polikultur dengan rentang waktu diatas enam bulan hingga 10 tahun. Atas dasar pertimbangan tersebut, maka kedua kabupaten, yaitu Bekasi dan Brebes ditetapkan sebagai lokasi penelitian. Populasi penelitian adalah pembudidaya rumput laut Gracillaria sp di kedua kabupaten tersebut, yaitu 457 orang dengan kriteria telah memproduksi rumput laut minimal enam bulan. Sampel adalah sensus sampling. Jumlah sampel sebanyak 200 yang masing-masing Kabupaten sebanyak 100 orang. Metode pengumpulan data menggunakan kuesionair, wawancara, observasi, dan pencatatan data yang tersedia dan dokumen. Data hasil penelitian diolah dengan menggunakan descriptive statistic untuk memperoleh gambaran sejumlah variabel yang diamati. Untuk mengetahui hubungan antar peubah penelitian dan menemukan model empiris digunakan analisis SEM (Structural Equation Model) dengan program LISREL.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) kompetensi pembudidaya dipengaruhi secara nyata oleh efektivitas penyuluhan, karakteristik, dan proses belajar, dengan koefisien dari yang paling terbesar adalah 0,54, 0,49 dan 0,35. Pengaruh ketiga variabel secara bersama-sama sebesar (R²)=66%, pada α = 0,05. Efektivitas penyuluhan ditentukan oleh peran penyuluh, model komunikasi dan keberfungsian penyuluhan. Karakteristik pembudidaya ditentukan oleh pendidikan formal dan pendidikan non formal. Proses belajar ditentukan oleh fasilitas belajar, interaksi sumber informasi dan akses sumber informasi. Kompetensi pembudidaya mengelola usaha rumput laut ditentukan oleh kemampuan memecahkan masalah, motif berusaha, ketrampilan teknis dan pengetahuan teknis; (2) produktivitas rumput laut dipengaruhi secara nyata oleh dukungan kelembagaan, kompetensi, efektivitas penyuluhan dengan besaran koefisien dari yang paling besar adalah 0.59, 0.41, 0.37. Pengaruh secara bersama-sama ketiga variabel tersebut sebesar (R²)=64.5%, pada α = 0,05. Dukungan kelembagaan ditentukan oleh kebijakan dan pemasaran. Kompetensi ditentukan oleh pemecahan masalah, motif berusaha, ketrampilan teknis dan pengetahuan teknis. Efektivitas penyuluhan ditentukan oleh peran penyuluhan, komunikasi, keberfungsian penyuluhan dan orientasi penyuluhan. Produktivitas ditentukan oleh jumlah produksi dan mutu produk. (3) Dampak produktivitas rumput laut pada pendapatan adalah sebesar 35%, dengan koefisien pengaruh sebesar 0,59 pada α = 0,05. Artinya peningkatan satu satuan produktivitas rumput laut berdampak pada kenaikan pendapatan kearah yang lebih baik sebesar 0,59 satuan, Kontribusi pengaruh produktivitas rumput laut pada peningkatan pendapatan sebesar 35%, sisanya 65% merupakan pengaruh faktor-faktor lain yang tidak termasuk dalam penelitian ini.


(9)

Kesimpulan penelitian ini sebagai berikut: (1) Tingkat kompetensi pembudidaya yang meliputi pengetahuan teknis, ketrampilan teknis, motif berusaha dan pemecahan masalah, berada dalam kategori sedang (skor 61). Hal ini disebabkan oleh efektivitas penyuluhan, karakteristik pembudidaya dan proses belajar yang belum maksimal; (2) Tingkat produksi rumput laut tergolong rendah yaitu sebesar 755 kg kering/ha/panen. Rata-rata pendapatan rumput laut sebesar Rp. 1,500,000,00 /hektar/bulan. Rendahnya produktivitas rumput laut disebabkan oleh tidak maksimalnya dukungan kelembagaan budidaya rumput laut, kompetensi pembudidaya dan efektivitas penyuluhan; (3) Tidak maksimalnya tingkat kompetensi pembudidaya menyebabkan rendahnya produktivitas rumput laut. Rendahnya tingkat produktivitas rumput laut menyebabkan rendahnya pendapatan rumput laut; dan (4) Strategi meningkatkan kompetensi pembudidaya dilakukan dengan cara mengefektifkan penyuluhan, penguatan proses belajar, penguatan dukungan kelembagaan yang dilandasi pendekatan partisipatif, penyuluhan yang berorientasi masa depan dan berkelanjutan.


(10)

(11)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah

b. pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(12)

(13)

PENGEMBANGAN KOMPETENSI PEMBUDIDAYA

RUMPUT LAUT SECARA POLIKULTUR DI PANTAI

UTARA JAWA : KASUS DI BEKASI JAWA BARAT DAN

BREBES JAWA TENGAH

TANTI KUSTIARI

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(14)

Penguji Luar Komisi Penguji Ujian Tertutup :

(1) Prof. Dr. Ign. Djoko Susanto. (2) Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc Penguji Ujian Terbuka :

(1) Dr. Ir. Pamuji Lestari, M.Sc (2) Dr. Basita Ginting Sugihen


(15)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Alloh SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya telah telah memberi kekuatan, dan kemampuan sehingga penulis dapat menyelesaikan naskah penelitian disertasi dengan judul “Pengembangan Kompetensi Pembudidaya Rumput Laut Secara Polikultur di Pantai Utara Jawa : Kasus di Bekasi Jawa Barat dan Brebes Jawa Tengah” .

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Sumardjo, M.S, selaku Ketua Komisi Pembimbing, Prof. Dr. R. Margono Slamet, M.Sc dan Dr. Prabowo Tjitropranoto, M.Sc selaku anggota komisi pembimbing yang telah telah tulus ikhlas mencurahkan waktu, pemikirannya, membantu dan membimbing sehingga disertasi ini dapat diselesaikan. ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ign. Djoko Susanto, SKM. dan Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc selaku penguji pada ujian tertutup, serta Ibu Dr. Ir. Pamuji Lestari, M.Sc dan Dr. Basita Ginting Sugihen selaku penguji pada ujian terbuka.

Penulis juga mengucapkan banyak terimakasih kepada Bapak Direktur Politeknik Negeri Jember yang telah memberi kesempatan kepada Penulis untuk mengikuti tugas belajar ini. Kepada bapak Muhammad, H. Tabrani, H. Buchori, Mardani, Muhamad yang telah sangat membantu dalam proses pengambilan data dilapangan, penulis mengucapkan banyak terimakasih.

Penulis juga menyampaikan rasa hormat dan terimakasih kepada orang tua dan semua keluarga, saudara dan sahabat, terutama teman-teman seperjuangan di PPN. Semoga karya ilmiah ini ada manfaatnya khususnya untuk kemajuan para petambak polikultur.

Bogor, 202Nopember 2012 Tanti Kustiari


(16)

(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 13 September 1970 sebagai anak ketiga dari pasangan H. Tarmudi Sandikarto (Alm) dan Hj. Siti Watini. Pendidikan sarjana ditempuh pada Jurusan Ilmu Sosial dan Politik, Fakultas Sosiologi Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, lulus pada tahun 1995. Pada tahun 1999, penulis diterima di Program Studi Penyuluhan Pembangunan pada Program Sekolah Pascasarjana di Institut Pertanian Bogor dan selesai pada akhir tahun 2002. Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor dengan beasiswa BPPS Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Sejak tahun 2005, penulis bertugas sebagai pengajar pada Jurusan Manajemen Agribisnis di Politeknik Negeri Jember, Jawa Timur.


(18)

(19)

xiii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ……….... DAFTAR GAMBAR ………

DAFTAR LAMPIRAN ……….

xv xix xxi

PENDAHULUAN ………,…..

Latar Belakang ……….. … Masalah Penelitian ……….. …. Tujuan Penelitian .……….. …. Manfaat penelitian ………..

1 1 11 14 14 TINJAUAN PUSTAKA

Budidaya Rumput Laut di Tambak Secara Polikultur .……

Kompetensi .………

Penyuluhan ……….……….

Orientasi Penyuluhan Masa Depan dalam Meningkatkan

Kompetensi Pembudidaya ………

Proses Belajar pembudidaya ..………..

16 20 25

41 43 Kelembagaan Pengembangan Budidaya Rumput Laut ... 50 Produktifitas dan Pendapatan .………

Produktivitas .………

Pendapatan ..………

54 54 57 Hasil Penelitian Terdahulu Terkait dengan Pengelolaan Usaha

Budidaya Rumput Laut

57

KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN ……….

Kerangka berfikir .……… …... Hipotesis Penelitian ……….. …...

62 62 65

METODE PENELITIAN ………

Lokasi Penelitian .……….

Desain Penelitian .………

Populasi dan Sampel Penelitian ………. Analisis Data ………...

Data dan Instrumentasi ………..

Definisi Operasional dan Pengukuran Peubah .……….

75 75 75 76 77 80 83


(20)

xiv

HASIL DAN PEMBAHASAN ……… Gambaran Umum Lokasi Penelitian ………... Kabupaten Bekasi Provinsi Jawa Barat ………... Kabupaten Brebes Provinsi Jawa Tengah ……… Kelembagaan Penyuluhan ……….. Kelembagaan Pembudidaya Rumput Laut ………. Pengertian Penyuluhan yang Digunakan dalam Penelitian …. Deskripsi Variabel Penelitian ……… Pengembangan Kompetensi Pembudidaya dalam Mengelola Usaha Budidaya Rumput Laut Polikultur ……… Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kompetensi Pembudidaya dalam Mengelola Usaha Budidaya Rumput Laut Polikultur… Strategi Pengembangan Kompetensi Pembudidaya ………...

97 97 97 98 99 111 115 117

178

182 209 KESIMPULAN DAN SARAN ………..

Kesimpulan ……… Saran ………..

221 221 222 DAFTAR PUSTAKA ……… 223 LAMPIRAN ………. 233


(21)

xv

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Ekspor Produk Rumput Laut Indonesia di Pasar Internasional Tahun

2008 ……… 17

2 Produksi Ruput Laut Budidaya Tambak dan Potenti Luas Tambak

Menurut Propinsi Tahun 2008 ………

18

3 Teknis Budidaya Rumput Laut System Tebar di Tambak ……….…. 19 4 Pengertian Kompetensi menurut Para Ahli ……….…… 24

5 Macam-Macam Model Penyuluhan ……….…... 32

6 Komponen Belajar berdasarkan Aspek-|Aspeknya ……….…... 48 7 Arah Kebijakan Kelautan dan Perikanan dan Program Pengembangan

Budidaya Rumput Laut ……….…….. 53

8 Perbedaaan Konsep Non Produktivitas dan Produktivitas ……… 53 9 Hasil-Hasil Penelitian Terdaulu yang terkait dan Kebaruan Penelitian 60 10 Paradigma Hipotetik Penyuluhan Partisipatif dan Non Partisipatif

tentang Pengelolaan Usaha Budidaya Rumput Laut ……… 67 11 Paradigma Proses Belajar Pembudidaya secara Partisipatif dan Non

Partisipatif ……… 69

12 Kekuatan dan Kelemahan Dukungan Kelembagaan Budidaya Rumput

Laut ………...……… 70

13 Kompetensi Pembudidaya Mengelola Usaha Rumput laut ……… 72 14 Paradigma tentang Produktivitas ……….. 73 15 Jumlah Populasi dan Sample Berdasarkan Wilayah Penelitian 76 16 Notasi Peubah dan Indikator Penelitian ………...……. 79 17 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian……….. 82 18 Indikator, Parameter dan Pengukuran Karakteristik Pribadi

Pembudi-daya Rumput Laut ………..…… 84

19 Indikator, Parameter dan Pengukuran Peubah Tingkat Efektivitas

Penyuluhan ………..

85

20 Indikator, Parameter, Pengukuran Peubah Proses Belajar Pembudidaya 88 21 Indikator, Parameter dan Pengukuran Peubah Dukungan Kelembagaan

Budidaya Rumput Laut ……….. 22 Parameter dan Pengukuran Indikator Pengetahuan Teknik Mengelola


(22)

xvi

89 23 Parameter dan Pengukuran Indikator Pengembangan Usaha Budidaya

Rumput Laut ………..… 91

24 Parameter dan Pengukuran Indikator Ketrampilan Mengelola Usaha

Budidaya Rumput Laut ……….. 92 25 Parameter dan Pengukuran Indikator Ketrampilan Non Teknis

Mengelola Usaha Budidaya Rumput Laut ……… 93

26 Parameter dan Pengukuran Indikator Motif Mengelola Usaha Budidaya Rumput Laut ………...………. 94 27 Parameter dan Pengukuran Indikator Pemecahan Masalah ……...……

94 28 Parameter dan Pengukuran Indikator Adaptasi Lingkungan ……...…... 95 29 Indikator, Parameter dan Pengukuran Peubah Produktivitas Rumput

Laut ………..….

95

30 Indikator Peubah dan Parameter Peubah Pendapatan Usaha Rumput Laut ………..…….. 96 31 Produksi dan Nilai Produksi Rumput Laut Gracilaria ………

96 32 Karakteristik Pembudidaya Rumput Laut Gracillaria Kabupaten Bekasi

dan Brebes ……….

106

33 Status Lahan Tambak Pembudidaya Rumput Laut di Bekasi dan Brebes

117 34 Efektivitas Penyuluhan Budidaya Rumput Laut Gracillaria di Kabupaten

Bekasi dan Brebes ……… 124 35 Proses Belajar Pembudidaya Rumput Laut Gracillaria Kabupaten Bekasi

dan Brebes ……… 127 36 Dukungan Kelembagaan Budidaya Rumput Laut Gracillaria sp di

Kabupaten Bekasi dan Brebes ……… 137 37 Status Penerima Program Bantuan Sarana Produksi Tambak di Bekasi

dan Brebes ………. 144 38 Kompetensi Pembudidaya Rumput Laut Gracillaria sp di Kabupaten

Bekasi dan Brebes ……….. 152 39 Perbedaan Kondisi Mutu Produk Rumput Laut Gracillaria sp di Bekasi

154 40 Perbedaan Loyalitas Pembudidaya Bekasi dan Brebes Tahun 2012…… 164


(23)

xvii

41 Produktivitas dan Pendapatan Budidaya Rumput Laut Gracillaria sp

Kabupaten Bekasi dan Brebes ……… 166 42 Dekomposisi antar Peubah Pengembangan Kompetensi Pembudidaya

dalam Mengelola Usaha Rumput Laut Polikultur .……… 171 181


(24)

(25)

xix

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Model Alir Sebab Akibat Kemampuan ……….……… 21

2 Kompetensi Dan Faktor Yang Melingkupi ……….….…... 23 3 Diversifikasi Fungsi Dan Peran Jasa Konsultasi ……….….….. 39 4 Derajat Kontinum Implementasi Fungsi Penyuluhan ……..….. 41 5 Kerangka Berpikir Konseptual Penelitian ……… 64 6 Hubungan antar Variabel yang Terkait dengan Pengembangan

Kompetensi Budidaya Rumput Laut ……….……. 65

7 Diagram Jalur Model Hipotetik Persamaan Struktural Pengembangan Kompetensi Pembudidaya dalam Mengelola

Usaha Rumput Laut ………..……..….. 78

8 Jalur Distribusi Pemasaran Rumput laut di Daerah Penelitian…. 150 9 Diagram Lintasan Model Pengembangan Kompetensi

Pembudidaya dalam Mengelola Usaha Rumput Laut Polikultur... 179 10 Strategi Pengembangan Kompetensi Pembudidaya dalam


(26)

(27)

xxi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Hasil Uji Beda t-test ………….. ………. 233 2 Output Lisrel Parameter Model Struktural Pengembangan

Kompetensi pembudidaya dalam mengelola usaha Rumput laut


(28)

(29)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia memiliki jumlah pembudidaya tambak yang potensial yaitu 586.495 orang (Kementrian Kelautan dan Perikanan/KKP 2012). Didukung luas lahan tambak sebanyak 749.220 hektar merupakan potensi tambak yang potensial untuk dikembangkan dengan usaha perikanan secara polikultur atau tumpangsari. Provinsi Jawa Barat merupakan daerah produksi rumput laut Gracilaria sp (rumput laut untuk dibudidayakan di tambak) tertinggi kedua (12.627 ton kering) setelah Sulawesi Selatan (186.936 ton kering), dengan luas tambak Jabar mencapai 51.829 hektar. Provinsi Jawa Tengah adalah daerah produksi tertinggi ketiga dengan produksi 5.123 ton kering (Statistik Perikanan Budidaya Indonesia 2009). Data menunjukkan Provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah merupakan daerah potensial di Pulau Jawa tepat untuk dikembangkan menjadi salah satu penyokong produk rumput laut Nasional.

Usaha perikanan polikultur merupakan upaya mengelola tambak secara diversifikatif (beragam) yaitu membudidayakan lebih dari satu macam komoditas dalam satu tambak. Komoditas yang diusahakan seperti ikan, udang, dan rumput laut, mujaer, nila dan lain-lainnya. Komoditas rumput laut jenis Gracilaria sp adalah salah satu jenis rumput laut yang cocok diusahakan secara polikultur di tambak. Manfaat adanya pembudidayaan rumput laut antara lain : (1) penyedia bahan baku bagi industri, (2) secara ekonomis dapat memberikan sumber pendapatan baru yang berguna meningkatkan kesejahteraan keluarga dan masyarakat, (3) memperbaiki lingkungan ekosistem tambak, (4) menjadi alternatif usaha industri rumah tangga. Manfaat lainnya adalah usaha rumput laut membutuhkan sedikit modal, mudah dibudidayakan, resiko kecil dan dapat dipasarkan Manfaat yang besar ini akan terkelola secara baik apabila didukung dengan kualitas dan kompetensi sumberdaya manusia yang baik (Ghufran 2010; Anggadiredja et al. 2010; Yusuf et al. 2006).

Kualitas dan kompetensi sumberdaya manusia memungkinkan akan mampu memberikan kontribusi bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi Jawa Barat


(30)

2

dan Provinsi Jawa Tengah apabila mampu mengelola secara baik seluruh potensi tambak budidaya Jawa Barat seluas 103.362 hektar dan Jawa Tengah seluas 110.383 hektar. Kini kemampuan pembudidaya Jawa Barat memanfaatkan potensi tambak sebesar 52 persen dan Jawa Tengah sebesar 36 persen (Pusat Data Statistik dan Informasi KKP 2011). Hal ini penting diperhatikan oleh pemerintah daerah untuk lebih lanjut membangun dan mengembangkan potensi sumberdaya alam yang ada. Menurut Soesilo dan Budiman, Indonesia memiliki areal budidaya rumput laut yang sangat luas namun nilai produksi ekspor hanya dua persen dari negara Filiphina. Padahal pabrik-pabrik di Filiphina bahan baku rumput laut diimpor dari Indonesia (Soesilo dan Budiman 2002). Selain itu, dunia membutuhkan rumput laut Indonesia sejak tahun 2005 – 2008 dengan kenaikan rata-rata per tahun 18.35 persen, meskipun tahun 2009 terjadi penurunan sebesar 25 persen (KKP 2011). Dengan demikian produk rumput laut dalam negeri maupun luar negeri memiliki prosfek bisnis yang menguntungkan, namun untuk tetap menguasai pasar di masa yang akan datang maka penting untuk mengembangkan kuantitas dan kualitas sumberdaya manusia agar usaha rumput laut tetap eksis dan kompetitif diantara perubahan pasar dalam negeri maupun internasional.

Prospek mengusahakan perikanan polikultur dengan rumput laut sudah tidak diragukan lagi. Berdasarkan hasil Penelitian Mustafa dan Rainawati (2005) terbukti bahwa penerapan polikultur (penebaran nener bandeng dan rumput laut) menghasilkan produksi bandeng jauh lebih tinggi dibandingkan secara monokultur bandeng Hal ini diperkuat hasil penelitian Pantjara et al. (2009) hasil dari penebaran rumput laut 2 ton/ha secara polikultur dengan udang windu 10.000 ekor/ha menunjukkan produksi rumput laut 7.893 kg dan udang 104,6 kg lebih tinggi bila dibandingkan dengan hanya produksi udang windu secara monokultur yang hanya menghasilkan 20,26 kg. Sesuai hasil kajian, budidaya rumput laut terbukti layak untuk dikembangkan masyarakat.

Kemampuan petambak mengelola usaha perikanan polikultur dengan rumput laut ternyata masih sulit meraih keuntungan besar. Pembudidaya tidak selalu berhasil meningkatkan produksi rumput laut. Banyak kendala-kendala baik internal, eksternal maupun kelembagaan. Beberapa sumber informasi (Soesilo dan Budiman 2002; Anggadiredja et al. 2010; Dinas Perikanan Jawa Barat 2010; KKP


(31)

3

2010; Dahuri 2011) diperoleh informasi kendala yang dihadapi para pembudidaya, dari sudut internal seperti (1) jumlah produksi belum maksimal, (2) belum mampu menghasilkan kualitas produk yang berstandar karena masih banyak tercampur pasir dan kandungan unsur lainnya, (3) panen tidak tepat waktu, dan (4) banyak yang menjual dengan kondisi masih segar karena belum memiliki orientasi dan kemampuan menambah nilai tambah produk, dan belum mampu menentukan harga produk. Dari segi eksternal kendala yang dihadapi adalah (1) faktor alam seperti ombak yang besar, abrasi, (2) kurangnya tenaga penyuluhan, (3) sulitnya mengakses sarana dan prasarana, dan (4) tidak mampu menjaga keberlanjutan mensuplai produk kepada industri.

Kendala-kendala tersebut telah menyulitkan pembudidaya rumput laut dalam meningkatkan produksi secara kuantitas maupun kualitas. Pembudidaya membutuhkan penguasaan pengetahuan-pengetahuan baru, inovasi baru dan penguasaan ketrampilan-ketrampilan membudidayakan rumput laut yang efektif. Tujuannya adalah meraih produktivitas dan pendapatan yang tinggi. Dengan demikian, dibutuhkan upaya peningkatan kemampuan pembudidaya rumput laut untuk mencapai ketangguhan usaha yaitu berkompeten mengelola usaha budidaya rumput laut secara baik sesuai perkembangan situasi/permintaan pasar.

Program-program pemberdayaan telah banyak dilakukan untuk mengembangkan masyarakat pesisir. Namun demikian, belum optimal dalam meningkatkan kemampuan masyarakat khususnya masyarakat marjinal dalam memanfaatkan dan mengelola potensi sumberdaya alam secara mandiri. Masyarakat pesisir menunjukkan perilaku yang tergantung yaitu menempatkan diri pada posisi menunggu kebijakan dan peran dari pemerintah. Masyarakat belum mampu menolong dirinya sendiri meraih kehidupan sosial ekonomi yang lebih baik. Hal ini menuntut pemerintah daerah untuk berperan dan memperbaiki kebijakan program pemberdayaan dari pola-pola lama menuju pembangunan paradigma baru yaitu menyelenggarakan berbagai program pendidikan masyarakat berdaya sesuai dengan Undang-Undang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (UU SP3K) Nomor 16 Tahun 2006. Pemerintah Daerah perlu melakukan kegiatan penyuluhan yang intensif untuk mengembangkan potensi budidaya perikanan dan kelautan serta mengembangkan potensi sumberdaya


(32)

4

manusia yang kompeten mengelola usaha dan mampu meningkatkan penghasilan bagi keluarga, masyarakat sekitar, industri, dan daerah setempat.

Pemerintah telah melakukan program pemberdayaan masyarakat pesisir khususnya pembudidaya rumput laut. Pemerintah melalui lembaga Ditjend Perikanan Budidaya telah merintis pengembangan dan pembinaan sumberdaya manusia melalui kegiatan-kegiatan seminar-seminar nasional usaha rumput laut, temu usaha rumput laut dan pelatihan teknis budidaya rumput laut. Pada tahun 2002 mulai dilaksanakan program INBUDKAN (Intensifikasi Budidaya Perikanan) untuk meningkatkan jumlah rumah tangga produksi rumput laut. (Ditjend Perikanan Budidaya 2005).

Pengembangan potensi dan program pemberdayaan masyarakat telah dilakukan di wilayah perairan Pantai Utara Provinsi Jawa Barat sejak tahun 2001. Sebagian petambak mengembangkan rumput laut di Kabupaten Bekasi seluas 300 ha, kemudian menyusul di Kabupaten Karawang dan Subang sebesar 90 ha, dan dilanjutkan di Kabupaten Indramayu dan Cirebon (Kompas 2008). Seiring perkembangan waktu, para petambak ikan, dan udang mulai tertarik melakukan diversifikasi dengan komoditas rumput laut di tambak-tambak mereka. Di sejumlah daerah, jumlah pembudidaya rumput laut polikultur kian bertambah seiring dengan bertambahnya pengetahuan mereka atas keuntungan dan prospek budidaya rumput laut. Pada awal Tahun 2001 di Bekasi dan Tahun 2004 hanya beberapa orang pembudidaya, namun kini baik di desa sentra rumput laut Desa Huripjaya, Samuderajaya, Pantai Sederhana dan Pantai Mekar Kabupaten Bekasi dan desa Randusanga Wetan dan Randusanga Kulon Kabupaten Brebes mayoritas petani tambaknya adalah membudidayakan rumput laut.

Semakin tinggi minat pembudidaya pada rumput laut dilatarbelakangi terjadinya penurunan produktivitas tambak dan pendapatan. Rumput laut Gracillaria dapat tumbuh dan dapat memperbaiki lingkungan ekosistem tambak sehingga komoditas ini mampu merevitalisasi tambak serta menghidupkan kembali tambak-tambak yang terbengkalai (Ditjend Perikanan Budidaya 2009).

Pembudidaya rumput laut berhasil meraih keuntungan besar manakala usaha budidaya rumput laut memberikan hasil positif pada komoditas lain yang diusahakan. Menurut Loekito (2007) budidaya rumput laut polikultur dapat


(33)

5

disinergikan dengan komoditas ikan atau udang sehingga hasilnya dapat berlipat ganda dalam waktu dan di tambak yang sama. Namun demikian, masih banyak pembudidaya rumput laut yang belum mampu mengelola secara optimal sehingga hasilnya belum dicapai maksimal. Masih ditemukan pembudidaya yang tidak dapat mengembangbiakan, tidak dapat memanen rumput laut (mati atau terserang hama), produknya membusuk sebelum dijual, dan produktivitasnya rendah. Ada beberapa kemungkinan penyebabnya seperti pembudidaya : (1) belum mendapatkan pengetahuan dan ketrampilan teknis budidaya rumput laut dari sejak pemilihan bibit, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, hingga pengolahan, (2) belum terampil mengelola lokasi tambak sesuai persyaratan tumbuh rumput laut jenis Gracilaria sp, (3) belum cukup pengetahuan dan kemampuan dalam menguasai pasar, dan (4) belum termotivasi mengedepankan usaha polikultur rumput laut.

Dengan demikian kegiatan penyuluhan budidaya rumput laut Gracillaria sp dibutuhkan untuk mengembangkan kompetensi pembudidaya membudidayakan rumput laut polikultur. Penyuluhan dapat menyelenggarakan proses belajar bagi pembudidaya untuk memahami dan menguasai cara-cara baru membudidayakan rumput laut yang tepat. Pembudidaya membutuhkan kegiatan penyuluhan yang diselenggarakan secara partisipatif dimana pembudidaya rumput laut diberi kesempatan belajar berperan menjadi perencana, pelaksana dan pengevaluasi keberhasilan atas usaha yang dikelolanya.

Penyuluhan merupakan unsur penting yang memiliki kekuatan untuk menggerakkan pembudidaya baik secara individual maupun kelompok agar aktif dan mandiri mengembangkan kemampuan diri melalui kegiatan berkelompok. Kegiatan penyuluhan tidak cukup dengan hanya menyediakan informasi teknologi budidaya diversifikasi namun perlu melengkapi dengan berbagai hal seperti informasi pasar, pengembangan kapasitas, penumbuhan dan pengembangan jiwa kewirausahaan, pengorganisasian dinamika kelompok, dan memperhatikan faktor-faktor sosial lainnya. Swanson (2008) dan Terblance (2007) mengatakan bahwa penyuluhan di masa depan sebaiknya petani didorong menjadi petani bisnis, di mana orientasi pasar menjadi penting yang akan menentukan keberhasilan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan.


(34)

6

Perkembangan sosial ekonomi bangsa sekarang ini maka penyuluh menghadapi tantangan kemiskinan masyarakat baik di wilayah pedesaan maupun di perkotaan (Syafari 2010). Hal ini menambah beban persoalan. Hasil penelitian menunjukkan penyelenggaraan kegiatan penyuluhan belum maksimal. Kinerja penyuluh pada umumnya masih rendah (Utama 2010; Fatchiya 2010; Anwas 2009). Di Negara berkembang pada umumnya, Swanson (2008) melihat adanya keterbatasan sumberdaya manusia penyuluh seperti terbatasnya jumlah penyuluh, penyuluh kurang terlatih, tidak memadainya program dan sumberdaya yang tersedia. Selain itu, keterbatasan sarana dan prasarana yang dihadapi seperti sulitnya menjangkau area penyuluhan, sedikitnya biaya operasional, tidak adanya sarana transportasi yang mendukung. Beban kerja yang berat seperti dituntut memiliki standar kompetensi masing-masing penyuluh baik di bidang keahlian pertanian, perikanan maupun kehutanan. Penyuluh seringkali tidak dapat mengikuti perkembangan kompetensi pembudidaya karena latarbelakang dan penguasaan bidang keahlian yang dimiliki tidak sesuai dengan kebutuhkan dan harapan masyarakat perikanan polikultur. Medan tempuh lokasi wilayah binaan yang luas tidak sebanding dengan insentif biaya operasional yang diperoleh. Penyuluh disibukkan banyak hal berkaitan tugas administratif, tugas pelaporan-pelaporan yang terkadang menyita banyak waktu kerja penyuluh.

Penyuluhan menjadi lebih sulit mengatasi persoalan kemiskinan masyarakat karena adanya beberapa keterbatasan dalam penyuluhan, ketidakpaduan program pemberdayaan antara swasta dan pemerintah, jalannya kegiatan penyuluhan lebih parsial, kurang multidimensional. Pendapat Uma Lele yang diacu Rintuh dan Miar (2005), rendahnya mutu jasa penyuluhan terletak pada persoalan sedikitnya petugas penyuluh dan terpencar-pencar jauh, dibayar rendah, tidak terlatih baik, tidak dilengkapi dengan paket teknis yang baik, seringkali petani jauh lebih mengetahui kekurangan inovasi baru dibandingkan penyuluh, penyuluh seringkali tidak melakukan apa yang dianjurkan sendiri.

Keterbatasan lembaga penyuluhan berdampak pada keterbatasan kemampuan masyarakat dalam mengatasi berbagai persoalan budidaya perikanan dan kelautan. Namun demikian, perlu disadari bahwa munculnya sosok pembudidaya yang tangguh dan professional adalah hasil dari peran pendidikan non


(35)

7

formal maupun informal para tenaga professional dan terlatih. Oleh karena itu peran penyuluh memiliki peran penting dan perlu didukung oleh peran-peran penyuluh dari unsur swadaya dan swasta untuk memperkuat upaya pengembangan kompetensi pembudidaya rumput laut. Hal ini merupakan upaya menuju penguatan kelembagaan penyuluhan perikanan sesuai revitalisasi jasa penyuluhan perikanan yang telah dicanangkan pada Tahun 2005, untuk disusun panduan dan rumusan model penyuluhan yang jelas untuk mengembangkan kemampuan masyarakat pesisir khususnya pembudidaya rumput laut polikultur.

Berdasarkan persoalan di atas, maka akan dilakukan kajian-kajian mendalam untuk ditemukan suatu model penyuluhan mengembangkan kompetensi pembudidaya rumput laut sebagai sumbangan pemikiran alternatif. Disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat dan tuntutan perkembangan globalisasi maka strategi pemberdayaan perlu meninggalkan pendekatan lama penyuluhan non partisipatif menuju pengembangan paradigma baru yaitu penyuluhan partisipatif. Hal ini diperkuat dengan pemikiran Satria (2009), bahwa lembaga perikanan dan kelautan perlu me-reinventing yaitu menemukan jati diri kembali diantaranya adalah penguatan peran masyarakat untuk mengimbangi peran pemerintah. Masyarakat diberi peran sebagai aktor pengelola dan pemanfaat sumberdaya pesisir. Eksistensi masyarakat perlu mendapat pengakuan karena pada dasarnya mereka mampu untuk mengelola potensi sumberdaya perikanan dan kelautan. Pengelolaan sumberdaya pesisir dimasa yang akan datang harus dilandasi dengan prinsip keadilan pengakuan (justice of recognition).

Pengembangan penyuluhan yang diperlu diperhatikan pada masa yang akan datang adalah keberfihakan pada masyarakat miskin yang termarjinalkan dan memberikan kesempatan yang luas pada masyarakat untuk berpartisipasi pada kegiatan penyuluhan. Persoalan kemiskinan tidak hanya menjadi tugas pokok pihak pemerintah saja, akan tetapi menjadi tanggung jawab bersama dengan swasta dan masyarakat. Oleh karena itu pemerintah perlu melibatkan dan berkoordinasi dengan pihak-pihak lain untuk berkontribusi saling melengkapi dan membantu terlaksananya penyuluhan masyarakat. Sejalan dengan pendapat Swanson, Blum menyatakan bahwa pendekatan penyuluhan pluralistik relevan diterapkan dalam kegiatan penyuluhan (Swanson 2008; Blum 2007). Pendekatan penyuluhan


(36)

8

pluralistic mengupayakan keterlibatan dan kerjasama yang baik antara pemerintah, swasta dan masyarakat dalam mengembangkan masyarakat pembudidaya rumput laut. Peluang-peluang munculnya dampak/efek negatif dari program pemberdayaan dimungkinkan mudah diperkecil dan lebih mudah untuk diatasi.

Penyuluhan memiliki beberapa tugas, disamping tugas memperbaiki kekurangan diri, mengatasi keterbatasan, juga bertugas menuju penyuluhan masa depan yang ideal yaitu penyuluhan partisipatif. Penyuluhan partisipatif merupakan pendekatan ideal untuk mempersiapkan sumberdaya manusia memiliki kompetensi sebagai pembudidaya tangguh dan professional dengan cara membantu menyediakan informasi dan memberi kesempatan belajar dengan pengalaman menguasai ketrampilan teknis dan non teknis budidaya rumput laut. Sosok pembudidaya tangguh dan professional adalah sosok yang mandiri dalam memperluas pengetahuan sikap, meningkatkan ketrampilan diri, mempertinggi kemampuan enterpreuner (jiwa kewirausahaan) yang ditunjukkan dengan kemampuan memproduksi rumput laut dalam jumlah dan kualitas yang baik, harga kompetitif, diversifikatif, marketabel.

Selanjutnya, pendekatan penyuluhan partisipatif yang ideal memiliki focus pada proses pembelajaran partisipatif. Kegiatan belajar yang diselenggarakan mampu memenuhi selera dan minat pembudidaya. Pembelajaran idealnya disediakan dukungan sarana dan prasarana pembelajaran sesuai kebutuhan belajar pembudidaya. Kegiatan belajar yang tepat untuk orang-orang yang sudah dewasa adalah suasana belajar yang terbuka, dalam suasana kesetaraan, humanis, egaliter. Penyuluh harus mampu mengganti pendekatan kegiatan belajar lama yang searah, memaksa, top down, semi top down, tidak komunikatif dan insidental. Selain itu, perlu mampu memperbaiki hubungan kerjasama antar pemerintah, pelaku usaha (swasata), swadaya masyarakat yang tidak terkoordinasi, parsial menuju hubungan yang saling melengkapi. Penyelenggaraan perbaikan penyuluhan di masa depan adalah memenuhi kebutuhan belajar petani. Kegiatan belajar yang disukai/diminati warga belajar, seperti : (1) metode belajar farmer to farmer learning yaitu belajar dari sesama pembudidaya. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Hariadi (2006) menunjukkan bahwa petani lebih cenderung menyukai belajar dari sesama petani. Oleh karenanya para pelaku penyuluhan dapat memanfaatkan media belajar dari


(37)

9

petani ke petani ini secara kolaboratif dengan pendekatan kegiatan belajar partisipatif lainnya yang sesuai dengan perubahan dan tuntutan masyarakat pengguna; (2) metode belajar mentoring. Haines (2003) mengatakan kesuksesan belajar bisnis, professional, pendidikan tinggi pada kalangan orang dewasa belajar adalah melalui belajar mentoring. Dorongan, pendidikan, nasehat, pengalaman kesuksesan mentor dapat membantu pembelajar mengenali potensi diri, mampu mengembangkan dirinya sendiri secara mumpuni dan mandiri.

Pendekatan penyuluhan partisipatif memiliki perhatian pada pendayagunaan dan pemanfaatan potensi lingkungan masyarakat untuk sebesar-besarnya keuntungan masyarakat. Penyuluh menginventarisir potensi pasar industri lokal maupun internasional kemudian dikoordinasikan dengan pembudidaya penyedia bahan baku rumput laut. Penyuluh ke depan tidak saja hanya memberikan informasi dan teknologi bagi pembudidaya namun menginformasikan perubahan pasar yang cepat. Penyuluh berperan membantu dalam bidang pemasaran produk, mempertahankan kekontinyuitasan pendistribusian bahan baku, membantu tersedianya kecukupan bahan baku bagi industri lokal, membantu mewujudkan produk sesuai standar kualitas yang dibutuhkan pasar/industri. Dengan kata lain penyuluh mengambil peran sebagai fasilitator bidang pemasaran produk rumput laut baik dalam sekala internasional maupun nasional.

Penyuluhan yang ideal memiliki tanggung jawab atas tersedianya sarana prasarana dan kelembagaan perikanan dan kelautan sesuai kebutuhan dan minat masyarakat. Mewujudkan masyarakat maju dan sejahtera tidaklah mudah dan instan karena untuk memfasilitasinya membutuhkan waktu, anggaran, kebijakan/peraturan untuk mencapai keterpaduan program pemberdayaan yang berkelanjutan.

Gambaran peran penyuluhan partisipatif diatas merupakan suatu gambaran sekilas model penyuluhan ideal yang memungkinkan berhasilnya mencapai target pembangunan partisipatif, yaitu terbangunnya manusia pembangunan seutuhnya yang mampu menolong dirinya sendiri, keluarga dan lingkungan masyarakatnya. Landasan utama penyuluhan partisipatif adalah menempatkan manusia sebagai subyek atau pelaku utama dalam pembangunan sejalan dengan kebijakan otonomi pembangunan daerah dan harapan bangsa Indonesia. Tujuannya tidak lain adalah


(38)

10

agar setiap kegiatan penyuluhan akan mampu mendorong perilaku masyarakat lebih dinamis memperbaiki kehidupan sosial ekonomi yang lebih baik.

Penyuluhan partisipatif yang berhasil tidak hanya mampu menyiapkan pembudidaya meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi namun mampu mewujudkan pembudidaya yang berkompeten, tangguh, kompetitif, mampu mempertahankan kestabilan usaha, mampu menghadapi perubahan lingkungan pasar. Pembudidaya yang tekun mengelola usaha adalah mampu menghadapi kemungkinan gejolak persaingan yang tinggi atas munculnya pembudidaya-pembudidaya baru yang dapat menyaingi. Pembudidaya yang tangguh mampu menempatkan posisi diri di tengah pergerakan pasar sehingga terhindar kerugian apabila terjadinya over produksi. Hal ini akan mempertegas pendapat Sumardjo (1999) dan Swanson (2008) bahwa di masa mendatang penyuluhan masyarakat ditujukan untuk mengembangkan keberhasilan para petani/petambak bukan dengan transfer teknologi akan tetapi dengan mengembangkan kemampuannya dalam mendiversifikasi komoditas usaha sesuai kondisi dan kebutuhan pasar.

Dampak jangka panjang dan jangka pendek pengembangan pembudidaya rumput laut yang diharapkan adalah (1) Mengembangkan perilaku pembudidaya yang konsisten berkelanjutan mengelola rumput laut. Mengelola usaha rumput laut bukan sekedar pekerjaan insidental pada saat program pemberdayaan masih berlangsung, ataupun pada saat pembudidaya banyak membudidayakan rumput laut; (2) Kemampuan pembudidaya memperoleh tambahan pendapatan ganda. Pendapatan dapat diperoleh dari semua komoditas (ikan, udang, rumput laut) yang diusahakan secara polikultur. Manfaat sosial lainnya adalah (3) memperbaiki dan melajukan tingkat kualitas hidup pembudidaya rumput laut sebagai bagian kecil dari pengukuran kualitas hidup HDI Indonesia bidang pendidikan, kesehatan dan daya beli di masa mendatang. Tambahan pendapatan yang diperoleh bermanfaat bagi perbaikan kondisi kesehatan dan pendidikan keluarga; dan (4) memberi kontribusi mewujudkan program nasional RPJPM (Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah) dalam upaya meningkatkan pendapatan, menyerap tenaga kerja dan meningkatkan pertumbuhan daerah maupun nasional.


(39)

11

Masalah Penelitian

Penelitian ini mencari jawaban dan strategi penyuluhan untuk mengembangkan kompetensi pembudidaya yang berorientasi pada azas manfaat dan kebutuhan, serta bertujuan meningkatkan kemampuan pembudidaya untuk selalu survive dalam jangka waktu yang relative permanendan mampu mendapatkan pasar untuk produknya. Dengan kata lain bukan menjadi pembudidaya rumput laut sesaat (incidential) dimana mereka mengelola usaha rumput laut hanya saat memperoleh limpahan kegiatan/program dari luar, atau hanya pada saat ramai-ramai menanam rumput laut saja.

Minat pembudidaya mengusahakan rumput laut berfluktuasi, kadang-kadang naik dan kadang-kadang-kadang-kadang menurun. Pada musim sekarang ini (hasil pengamatan penulis pada bulan Januari 2011) khususnya di beberapa wilayah di Bekasi terjadi musim masyarakat ramai-ramai tertarik memperbaiki tambak yang rusak, memanfaatkan tambak yang kosong untuk dibudidayakan rumput laut secara polikultur dengan ikan bandeng. Rumput laut menjadi komoditas utama. Kini, rumput laut diyakini masyarakat dapat tumbuh subur bila dikombinasikan dengan ikan bandeng. Dua komoditas tersebut menjadi ciri baru berbudidaya rumput laut. Keadaan ini merupakan perkembangan baru yang positif dan jauh berbeda dengan keadaan awal baru dikenalnya rumput laut sekitar Tahun 2002. Pada waktu itu, rumput laut berfungsi sebagai komoditas sampingan.

Tiap pembudidaya beragam dalam menggunakan teknik dan dalam keseriusan membudidaya rumput laut sehingga berdampak pada keragaman kuantitas dan kualitas produk yang dihasilkan. Keragaman hasil dari tiap hektar diperoleh 2 kwintal hingga 2 ton rumput laut basah. Keuntungan yang diperoleh pun beragam dari Rp. 1.500.000,- hingga Rp. 5 juta per bulan. Harga rumput laut yang berkualitas pada Tahun 2010 hingga 2011 sebesar Rp. 4.000,00/kg kering atau meningkat Rp. 1.000,00/kg (satu ribu rupiah) dibandingkan harga pada tahun sebelumnya. Pembudidaya tambak meraih harga produk tersebut setara dengan usaha para petani padi. Tinggi harga produk menjadi daya tarik banyak pembudidaya untuk menambah jumlah tambak, dan ada juga yang baru memulai mencoba mengusahakan budidaya rumput laut polikultur.


(40)

12

Pembudidaya rumput laut tidak selamanya memperoleh hasil yang menguntungkan. Pada kasus dan musim tertentu, peminat budidaya rumput laut justru mengalami kegagalan. Pembudidaya tidak mampu meraih keuntungan/hasil yang maksimal dan justru mengakibatkan kemunduran atau bahkan berakhirnya usaha yang dikelola. Kompetensi seorang menguasai aspek teknis belum cukup mengantarkan menjadi pembudidaya yang tangguh, eksis di tengah pergerakan dan perubahan pasar. Penguasaan kompetensi non teknis seperti penguasaan menjalin hubungan bisnis dengan para pedagang/industri, penguasaan informasi harga pasar, informasi daya beli industri/pedagang, informasi potensi supply produksi, informasi peluang pasar baru, informasi teknik baru dalam pengolahan, dan lain-lain penting dimiliki dan kuasai para pembudidaya rumput laut yang professional agar mampu mempertahankan eksistensi keberlangsungan usaha.

Program pengembangan kompetensi budidaya rumput laut di berbagai provinsi tidak selalu berhasil meningkatkan jumlah pembudidaya. Rumput laut tidak selalu sukses diujicobakan oleh pembudidaya. Pada saat berhasil membudidayakan rumput laut dan produksi melimpah, namun pembudidaya rumput laut mengalami kesulitan dalam memasarkan. Selanjutnya pembudidaya kurang berminat memelihara rumput laut. Beberapa waktu kemudian, pada saat pasar rumput laut membaik, rumput laut mulai diminati kembali. Pembudidaya kembali menanam rumput laut. Banyak pembudidaya mencari informasi dan belajar tentang budidaya rumput laut. Kondisi pasar rumput laut dapat berpotensi menaikkan dan menurunkan minat dan semangat menekuni usaha rumput laut.

Keputusan pembudidaya mengelola usaha budidaya rumput laut jenis Gracillaria sp yang resisten atau tangguh adalah didorong semangat untuk memanfaatkan sifat kekhususan rumput laut tersebut. Keberadaan rumput laut justru dapat mempertahankan keberhasilan produk perikanan lainnya seperti udang, bandeng karena persyaratan kualitas air untuk tumbuh ikan dan udang mampu dipertahankan oleh rumput laut. Disini rumput laut menjadi faktor penyelamat usaha perikanan. Jika usaha rumput laut dirasakan merugi namun sebenarnya pembudidaya tidak menyadari bahwa rumput laut mereka sedang memperbaiki produksi komoditas perikanan lain yang diusahakan. Selain itu, pembudidaya yang tangguh didorong oleh adanya semangat memanfaatkan potensi pasar yang masih


(41)

13

dapat menyerap produk mereka. Kemampuan menjalin hubungan bisnis dengan para pedagang, pengusaha rumput laut yang tepat sangat dimungkinkan pembudidaya mampu menjual produk rumput laut sesuai dengan karakteristik kualitas dan kuantitas yang telah dicapai. Hal ini dimungkinkan karena kini banyak bermunculan profesi pedagang-pedagang rumput laut baru yang masing-masing memiliki perbedaan standard dan aturan main dalam perdagangan. Kini, kualitas produk rumput laut yang sangat jelek pun masih dapat diserap pasar. Harga Rp. 1.500/kg rumput laut basah. Produk rumput laut yang rusak dipergunakan sebagai bahan baku pembuatan pupuk organik, dan pakan ternak.

Besar dan kecil pendapatan yang sanggup diperoleh pembudidaya, tentunya berkait dengan ragamnya kompetensi budidaya dalam rentang perbedaan mencolok. Kondisi tersebut menggambarkan betapa mereka sebenarnya membutuhkan pembinaan dan pendidikan yang berkelanjutan, konsultasi, bantuan/fasilitasi pengadaan ataupun perbaikan sarana dan prasarana yang menunjang. Ini merupakan ladang tugas penyuluhan pembangunan untuk berkontribusi pemikiran dan kontribusi praktis mengembangkan sumberdaya manusia agar dapat mencapai cita-cita bangsa seperti yang dicanangkan Pemerintah pada bulan Juni 2005 tentang RPPK revitalisasi perikanan yaitu pengembangan perikanan melalui pengembangan salah satu komoditas utama yang diunggulkan oleh Departemen Kelautan dan Perikanan yaitu komoditas rumput laut.

Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan suatu strategi pengembangan kompetensi pembudidaya rumput laut melalui implementasi penyuluhan. Para penyuluh di masa yang akan datang diharapkan mampu mengimplementasikan hasil penelitian dengan penyelenggaraan penyuluhan yang mempertimbangkan berbagai aspek agar mampu mengembangkan kompetensi pembudidaya rumput laut yang berkelanjutan.

Beberapa permasalahan yang menarik untuk diangkat dalam penelitian ini adalah : (1) Sejauhmana tingkat kompetensi pembudidaya rumput laut dalam upaya

meningkatkan produktivitas dan pendapatan.

(2) Sejauhmana faktor-faktor dominan berpengaruh terhadap tingkat kompetensi pembudidaya dalam meningkatkan produktivitas dan pendapatan ?


(42)

14

(3) Bagaimana strategi mengembangkan kompetensi pembudidaya rumput laut dalam meningkatkan produktivitas dan pendapatan melalui penyuluhan yang tepat ?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan penelitian di atas, maka tujuan penelitian ini adalah : (1) Menganalisis tingkat kompetensi pembudidaya rumput laut dalam

meningkatkan produktivitas dan pendapatan.

(2) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kompetensi pembudidaya rumput laut dalam meningkatkan produktivitas dan pendapatan. (3) Merumuskan strategi mengembangkan kompetensi pembudidaya dalam

meningkatkan kompetensi, produktivitas dan pendapatan melalui penyuluhan yang tepat.

Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan untuk dapat memberikan sumbangan teoritik dan praktis. Beberapa manfaat penelitian yang diharapkan adalah :

(1) Memberikan referensi data, informasi dan masukan pada pihak pengambil kebijakan pemerintah pusat dan pemerintahan daerah dalam meningkatkan kompetensi pembudidaya agar memiliki daya saing dan tetap dalam keberlanjutan usaha rumput laut secara polikultur dengan budidaya komoditas perikanan lainya.

(2) Memberikan referensi bagi para praktisi penyuluhan atau para pengembang masyarakat baik swasta/dunia industri maupun masyarakat dalam meningkatkan kompetensi pembudidaya rumput laut melalui kontribusi alternatif peningkatan kompetensi budidaya rumput laut secara teknis maupun non teknis.


(43)

15

(3) Memberikan referensi bagi para pengambil kebijakan penyuluh dalam merancang peningkatan penyuluhan partisipatif yang kondusif bagi tumbuhnya kompetensi pembudidaya yang tangguh dan berdayasaing tinggi.

(4) Secara akademis untuk menambah khasanah keilmuan dalam bidang penyuluhan pembangunan terutama tentang strategi pemberdayaan bagi kompetensi masyarakat pembudidaya rumput laut polikultur di areal pertambakan.


(44)

16

TINJAUAN PUSTAKA

Budidaya Rumput Laut di Tambak Secara Polikultur

Polikultur berasal dari kata poli yang artinya banyak dan kultur artinya budaya, dalam konteks pertanian polikultur dapat diartikan sebagai pola pertanian dengan banyak jenis tanaman pada satu bidang lahan (Bitra Indonesia 2009). Polikultur budidaya rumput laut merupakan upaya mendayagunakan potensi usaha dengan berbagai macam jenis komoditas yang sesuai dengan daya dukung tambak serta berbagai komoditas tersebut satu sama lainnya tidak saling merugikan sehingga dapat meningkatkan produktivitas. Menurut Supratno, et al. (2007), produk polikultur terdiri dari bandeng, udang dan rumput laut.

Rumput laut adalah jenis ganggang laut (Algae) yang hidup di perairan Indonesia sangat beragam jenis sekitar 782 jenis terdiri dari 196 algae hijau, 134 algae coklat dan 452 algae merah. Ada beberapa jenis rumput laut yang bernilai ekonomis, salah satunya adalah jenis Gracilaria (Gracilaria gigas dan Gracilaria verrucosa). sejak 1983 mulai dikenal (Anggadiredja et al. 2010). Gracilaria dimanfaatkan sebagai bahan pembuat agar-agar. Produksi ekstraksi dimanfaatkan sebagai : (1) bahan makanan di rumah tangga, (2) bahan tambahan atau bahan bantu dalam industri makanan, farmasi, kosmetik, tekstil, kertas, cat dan lain-lain, (3) dapat dimakan utuh, (4) dapat digunakan sebagai pupuk, dan (5) menjadi komponen pakan ternak atau ikan (Badan Penelitian dan Pengembangan Perikanan/BP3 1990).

Tahun 1985 budidaya rumput laut mulai banyak dilakukan para petani/nelayan, swasta dengan perkembangan yang cukup menggembirakan dengan kenaikan 124 persen per tahun (BP3 1990). BP3 mengeluarkan petunjuk teknis sebagai panduan berbagai pihak yang berkepentingan dengan pertimbangan bahwa kuantitas dan kualitas produk ditentukan oleh proses produksi agar diperoleh hasil produk bahan mentah sesuai tuntutan pengguna dengan spesifikasi mutu yang meliputi kemurnian, kekeringan, warna dan bau, kandungan bahan pokok polisakharida serta bebas dari bahan-bahan pencemar.


(45)

17

Berdasarkan data statistik Kementerian Kelautan dan Perikanan menunjukkan bahwa total produksi rumput laut Indonesia tahun 2008 sekitar 2.145.060 ton. Didukung sector Industri pengolahan rumput laut saat ini mencapai 23 perusahaan baik dalam bentuk produk agar maupun karaginan. Volume dan nilai ekspor rumput laut pada tahun 2008 sebesar 102.415,93 ton dengan nilai US$ 124,36 juta secara rinci perkembangan ekspor per produk terlihat pada Tabel 1. Tabel 1. Ekspor Produk Rumput Laut Indonesia di Pasar Internasional Tahun 2008

Benua Produk Volume (ton) Nilai (ribu US$)

Asia Rumput laut

Alga lainnya Agar-agar Total 36.280,00 48.552,47 1.153,03 85.985,50 33.603,83 49.729,17 4.979,99 88.312,99

Eropa Rumput laut

Alga lainnya Agar-agar Total 6.786,89 1.843,94 744,68 9.375,51 5.117,37 11.120,98 5.000,03 21.238,38

Amerika Rumput laut

Alga lainnya Agar-agar Total 3.872,50 2.156,10 244,44 6.273,04 4.938,01 4.816,27 2.063,47 11.817,75

Australia Rumput laut

Alga lainnya Agar-agar Total 128,61 85,07 289,41 503,09 94,25 466,74 2.152,83 2.713,82

Afrika Rumput laut

Alga lainnya Agar-agar Total 186,00 57,00 35,80 278,80 178,50 88,18 9,84 276,52

Total Ekspor Rumput laut

Alga lainnya Agar-agar Total 47.254,00 52.694,58 2.467,36 102.415,93 43.931,95 66.221,34 14.206,16 124.359,45 Sumber : Depertemen Perikanan dan Kelautan (2008)

Poduksi Rumput laut budidaya tambak di Indonesia pada tahun 2008 mencapai 207.470 ton kering (Statistik Perikanan Budidaya 2008). Setelah Sulawesi Selatan,maka Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Jawa Tengah merupakan daerah produksi rumput laut gracilaria (tambak) tertinggi kedua (12.627 ton kering) dan diikuti Provinsi Jawa Tengah tertinggi ketiga (5.123) (Tabel 2).

Luas tambak Provinsi Jawa Barat sebesar 51.829 ha dan 43.415 hektar di Provinsi Jawa Tengah merupakan daerah potensial untuk dikembangkan menjadi salah satu penyokong produk rumput laut Nasional. Secara terinci disajikan pada Tabel 2 pada halaman selanjutnya.


(46)

18

Tabel 2. Produksi Rumput Laut Budidaya Tambak dan Potensi Luas Tambak Menurut Provinsi Tahun 2008

Provinsi Rumput Laut Gracilaria (ton)

Luas Tambak (ha)

Lampung 301 36.496

Jawa Barat 12.627 51.829 Jawa Tengah 5.123 43.415 Jawa Timur 1.231 57.512 Kalimantan Barat 264 10.210 Kalimantan Timur 3 103.625 Sulawesi Tengah 985 10.384 Sulawesi Selatan 186.936 103.097 Total 207.470 416.568 Total Indonesia 207.470 613.175 Sumber: Data Statistik Perikanan Budidaya 2009

Dewasa ini banyak tambak udang yang tidak digunakan lagi karena merosotnya hasil produksi udang, dengan serangan hama penyakit dan daya dukung lingkungan yang menurun. Tambak-tambak yang tidak produktif tersebut dimanfaatkan oleh pembudidaya untuk membudidayakan bandeng dan rumput laut, dalam hal ini dipilih rumput laut jenis Gracilaria sp karena jenis rumput laut ini mempunyai toleransi yang cukup besar terhadap lingkungan hidupnya termasuk salinitas, kekeruhan, Gracilaria sp tidak tahan terhadap ombak yang kuat, oleh karena itu hidup di perairan yang relatif tenang. Dengan sifat hidupnya tersebut sangat memungkinkan Gracilaria sp ini untuk dibudidayakan di tambak-tambak (Tarsim 2009).

Rumput laut jenis Gracilaria sp yang dibudidayakan bertujuan untuk menghasilkan produk mono species (satu jenis) dengan maksud agar dapat menghasilkan kandungan agar yang lebih spesifik. Metode budidaya rumput laut dilakukan secara tebar (broadcastmethod).

Untuk mendukung penguasaan aspek teknis budidaya rumput laut Gracilaria di tambak maka diperlukan pula penguasaan pengetahuan ciri biologi. Tujuannya agar mampu membudidayakan jenis ini sesuai dengan persyaratan tumbuhnya. Sifat biologi jenis Gracillaria sp adalah (1) Memerlukan substrat sebagai tempat menempel, (2) Memerlukan sinar matahari untuk proses fotosintesis, (3) Nutrien diperoleh dari air di sekelilingnya, dan (4) Memerlukan gerakan air yang cukup untuk membantu mempercepat absorbsi zat hara. Tinggi


(47)

19

ombak 10- 30 cm, (5) Salinitas antara 20 – 30 persen, dan (6) Tumbuh pada suhu 20-28 persen (BP3 1990). Secara rinci disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Teknis Budidaya Rumput Laut Sistem Tebar di Tambak Teknis budidaya : Kompetensi Budidaya Rumpu Laut :

1. Persiapan tanam - Menyiapkan lokasi dekat dengan sumber air laut dan air tawar

- Menentukan jumlah bibit sesuai dengan luas dan ukuran lahan

- Persiapan lahan sesuai persyaratan konstruksi tambak yaitu persegi panjang, ukuran 1 ha, dibuat pematang, ada saluran pembuangan dan masukan air.

- Persiapan lahan sesuai persyaratan ekologis yaitu kisaran salinitas 15-24 ppt, kandungan unsure hara, kekeruhan, jenis substrat pasir-lumpur, kedalaman air 50-80 cm, kemudahan, terlindung dari gelombang laut dan angin yang kuat, gerakan air yang tenang.

- Pembersihan dari kotoran dan dari hewan predator

- Pengangkatan dasar tambak/lumpur ke pematang dan bila kering dimasukkan kembali dalam tambak

- Pembersihan pada saluran air

- Pemupukan dan unsur hara 450 kg/ha

2. Tanam - Menggunakan bibit yang sehat yaitu memiliki thalli dengan tekstur elasticdan halus, bercabang banyak, thalli bersih, bebas dari kotoran dan epifit

- Penanaman secara hati-hati agar bibit tumbuh dan berkembang baik

- Penanaman disesuaikan dengan keadaan laut dan cuaca yang memungkinkan

- Penanaman disaat bibit masih segar 3. Pemeliharaan - Pergantian air 60 persen/45 hari

- Pupuk 1 kali/15 hari sebanyak 20 kg/ha

- Jenis pupuk urea, TSP dengan perbandingan 1:1 4. Panen - Usia panen 45 hari – 2 bulan

- Panen diwaktu cerah

- Dengan cara diangkat sekaligus

- Disortasi dari cemaran pasir, kulit kerang, pecahan karang 5. Penanganan

hasil

- Setelah panen langsung dijemur di atas para-para atau alas - Mencuci terlebih dahulu dengan air tawar

- Dicuci air tawar berulang-ulang hingga kadar garam menurun

- Dijemur 2-3 hari dengan kadar air 15-20% dengan cirri warna ungu keputihan dilapisi Kristal garam

- Melakukan pengeringan secara fermentasi terlebih dahulu dengan ciri putih transparan

- Penyimpanan di gudang yang tidak lembab 6. Pemasaran - Melakukan sortasi

- Pengeringan dan berat diperhitungkan

- Kemasaran yang cukup untuk mempertahankan mutu produk - Mutu produk disesuaikan dengan permintaan pasar (sortasi


(48)

20

Tabel 3. Lanjutan

Teknis budidaya : Kompetensi Budidaya Rumpu Laut : 7. Pengolahan

pascapanen

- Menciptakan produk baru yang nilai tambahnya jauh lebih tinggi dari produk mentahan.

- Mengolah menjadi bahan setengah jadi seperti Alkali treated carragenan (ATC), SRC, tepung (RC)

- Memanfaatkan limbah rumput laut untuk pupuk

Sumber : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (BPPP) 1990; Trono 1992; Anggadireja et al. 2010

Penguasaan teknik budidaya, sejak persiapan pembibitan hingga terakhir pada pengolahan dan pemasaran hasil memiliki konsekuensi berbeda-beda diantara pembudidaya rumput laut. Hal ini bergantung pengaruh dari faktor-faktor internal dan eksternal yang melingkupinya. Kriteria yang dapat ditunjukkan adalah berupa pembudidaya unggul, berprestasi rata-rata atau perilaku tidak efektif. Hal ini ditentukan sejumlah kompetensi yang harus dimiliki pembudidaya mencakup penguasaan pengetahuan, dan ketrampilan budidaya juga kemampuan penguasaan pemecahan masalah sesuai standar kinerja seorang pembudidaya rumput laut polikultur di tambak.

Kompetensi

Konsep kompetensi diperkenalkan sejak tahun 1982 oleh Richard Boyatzis untuk meningkatkan bisnis Amerika Serikat dengan kompetensi yang berbeda agar bisnis dan ekonomi Amerika Serikat mampu bersaing dengan Jepang dan Eropa (Wood dan Payne dalam Info (Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2009).

Kualitas sumberdaya manusia dapat dilihat dari kompetensi yang dimiliki. Kompetensi merupakan suatu kemampuan seseoarang yang ditunjukkan dengan karakteristik pribadi (nilai, motif), penguasaan pengetahuan, bersikap dan menguasai ketrampilan sesuai persyaratan atau dituntut untuk melakukan suatu pekerjaan yang lebih optimal atau ideal.

Kompetensi menurut Boyatzis (1984) adalah suatu karakteristik atau kompetensi yang memungkinkan seseorang menunjukkan tindakan yang tepat atau sesuai. Kompetensi individu merupakan representasi dari kapasitas kerja seseorang


(49)

21

dalam suatu situasi kerja tertentu, dimana ia dituntut menampilkan kerjanya sesuai tuntutan kerja.

Suparno (2000) merumuskan kompetensi sebagai kecakapan yang disyaratkan untuk dapat melakukan suatu pekerjaan (kegiatan) dengan standar tertentu. Setiap cara pengajaran ditujukan untuk mencapai kompetensi yaitu mengembangkan manusia bermutu yang memiliki pengetahuan khusus, sikap, ketrampilan proses dan kecakapan yang disyaratkan. Kompetensi satu berbeda dari kompetensi lain, artinya ada yang lebih tergantung pada pengetahuan dan ada pula yang bergantung pada proses. Semakin kompleks, kreatif atau professional suatu kompetensi maka makin besar kemungkinan seseorang bertindak dengan cara yang berbeda. Ini yang disebut kompetensi professional. Kompetensi professional dituntut seseorang untuk bertindak kreatif serta kecakapan menyesuaikan pada keadaan yang berbeda-beda. Berbeda dengan kompetensi teknis relative seseorang bertindak mekanis dalam setiap kali bertindak dengan cara yang sama.

Pengertian kompetensi menurut Spencer dan Spencer (1993) adalah “an underlying characteristic of an individual that is casually related to criterion, referenced effective and/or superior performance in a job or situation”. Kompetensi didefinisikan sebagai sifat dasar seseorang yang dengan sendirinya berkaitan dengan pelaksanaan suatu pekerjaan secara efektif atau sangat berhasil. Kompetensi diunjukkan secara berbeda-beda pada setiap orang berupa tujuan/motif, perangai, konsep diri, sikap/nilai, penguasaan masalah, ketrampilan kognitif maupun ketrampilan perilaku. Digambarkan dalam diagram alir seperti tercantum pada Gambar 1.

Niat Tindakan Hasil akhir

- Motif - Ketrampilan - Perangai

- Konsep diri - Pengetahuan

Gambar 1. Model Alir Sebab Akibat Kemampuan (Sumber : Mitrani dan Murray (1995) Karakteristik

pribadi


(50)

22

Kompetensi memiliki komponen yang nampak dan yang tersembunyi. kompetensi yang tersebunyi meliputi aspek bakat, motivasi dan karakter. Sedangkan kompetensi yang nampak dapat dilihat dari karya, pengetahuan, sikap dan ketrampilan. Kompetensi diartikan (Siswanto 2008) sebagai kemampuan manusia (yang dapat ditunjukkan dengan karya, pengetahuan, ketrampilan, perilaku, sikap, motif dan/atau bakatnya) ditemukan secara nyata dapat membedakan antara mereka yang sukses dan yang biasa-biasa saja di tempat kerja.

Komponen kompetensi dapat berkaitan dengan tingkat perubahan. Kompetensi tersembunyi (Mitrani dan Murray 1995) lebih sukar dirubah, dan membutuhkan proses panjang untuk dilakukan perubahan, dan mahal, sedangkan yang lebih mudah diajarkan adalah kompetensi penguasaan masalah dan ketrampilan. Fatchiya (2010) melihat kompetensi pembudidaya ikan hias air tawar mencakup (1) ability terdiri dari pengetahuan, sikap, dan ketrampilan, (2) nilai, (3) traits yaitu karakter, dan (4) standar kerja (tugas). Tingkat kompetensi dapat diukur dari tingkat keberhasilan kinerja yang dapat dicapai pembudidaya ikan hias air tawar.

Menurut Zaman dan Helmi (2008), seseorang dalam bekerja harus memenuhi tuntutan pekerjaan oleh karenanya tidak cukup dengan menguasai kemampuan teknis namun juga perlu menguasai kemampuan non teknis. Beliau membagi kompetensi menjadi tiga macam yaitu (1) kompetensi professional yaitu kemampuan menjalankan profesi tertentu, (2) kompetensi intrapersonal yaitu kemampuan mengenal dan pengendalian diri, dan (3) kompetensi interpersonal yaitu kemampuan bergaul dan berinteraksi dengan orang lain. Kompetensi professional digolongkan ke dalam bidang hard skill dan kompetensi interpersonal dan intrapersonal termasuk kajian psikologik yang bersifat soft skill.

Kompetensi terdapat konsep diri, karakteristik internal seseorang merupakan bentuk respon terhadap situasi, informasi (spencer dan spencer 1993) yang dihadapi baik di lingkungan kerja maupun dilingkungan sekitarnya. Dikaitkan dengan tingkat kompetensi pembudidaya maka erat kaitannya dengan responsivitas mereka pada lingkungan termasuk didalamnya pelanggan menjadi pusat perhatian. Profesi sebagai pembudidaya menempatkan bisnis menjadi hal yang urgen, oleh karenanya motif memuaskan pelanggan menjadi bagian pertimbangan penting


(51)

23

dalam memutuskan diversifikasi usaha sesuai kebutuhan pasar. Slamet (1999) menunjukkan bahwa faktor mutu penting untuk mencapai daya saing yang tinggi. Dengan demikian factor lingkungan menentukan kompetensi seseorang (Gambar 2)

Gambar 2. Kompetensi dan Faktor yang Melingkup (Sumber : Diadaptasikan dari Spencer dan Spencer 1993)

Beberapa pendapat tentang kompetensi (Tabel 4) bahwa kompetensi pada dasarnya menunjukkan suatu kualitas atau kemampuan seseorang dalam menampilkan suatu pekerjaan. Kompetensi para pembudidaya rumput laut didasari faktor karakteristik internal yang akan menentukan sikap dan ketrampilan dalam kegiatan unjuk kerja yang dinamis mengikuti perkembangan lingkungan sebagai faktor yang akan mewarnai tingkat kompetensi. Seorang yang berkompeten dalam berusaha adalah dinamis mengikuti perkembangan situasi lingkungan dan dalam rangka menyesuaikan dirinya untuk selaras dengan lingkungan yang berbeda-beda.

Lingkungan

Peningkatan Produktivitas Kompetensi :

Pengetahuan, Sikap, Skill,

Standar kerja Karakter

, motif,


(52)

24

Tabel. 4. Pengertian Kompetensi menurut Para Ahli Aspek Boyatzis (1984) spencer & spencer

(1993)

Mitrani dan Murray (1995)

Suparno (2000) Penelitian Komponen

kompetensi

- kemampuan (ability)

- ketrampilan (skill)

- motif - nilai - karakter - pengetahuan - sikap - ketrampilan

- niat - tindakan - hasil akhir

- kecakapan

- pengetahuan khusus - sikap

- ketrampilan proses

- karakteristik pribadi meliputi motif, nilai - pengetahuan - sikap - ketrampilan Esensi kompetensi Kemampuan sese-orang diwarnai oleh sikap mental dan keinginan mencapai tujuan

Tingkat kompe-tensi dicapai dengan melak-sanakan kerja sesuai standar tugas yang esensial dan memiliki motivasi

Kompetensi menun-jukan perilaku kewi-rausahaan (penentuan tujuan, tanggung jawab, pengambilan resiko yang diperhitungkan.

Kecakapan yang dipersyaratkan untuk melakukan suatu pekerjaan/kegiatan dengan standar tertentu.

Pelaksanaan tugas kerja yang prestatif dan professional ditentukan oleh karakteristik internal, penguasaan

pengetahuan dan ketrampilan, kemauan untuk prestatif Manfaat Menampilkan

kapa-sitas kerja sesuai tuntutan kerja

Mencapai prestasi kerja. Perbedaan kom-petensi dapat menen-tukan perilaku yang lebih unggul diban-dingkan yang rata-rata atau pun tidak efektif.

Kompetensi dapat me-ningkatkan keberhasilan organisasi masa depan seperti peningkatan kesinambungan mutu, produktivitas, penjualan dan hasil ekonomi lainnya.

Kecakapan dan kreati-vitas dapat meraih professionalisme kerja sesuai dengan keadaan yang berbeda-beda.

Terpecahkannya berbagai permasalahan kerja dalam rangka menyesuaikan diri de-ngan berbagai tuntutan perubahan lingkungan

2


(53)

25

Penyuluhan

Penyuluhan mengalami perkembangan sesuai perkembangan kebutuhan masyarakat. Pada awal abad 20 penyuluhan pertama kali dikenal di Inggris dengan sebutan Extension of The University. Pada waktu itu, penyuluhan sebagai bentuk pendidikan ditujukan pada warga masyarakat di luar kampus seperti para buruh wanita dan pria. Pada era yang sama, penyuluhan pertanian juga dilaksanakan di Amerika Serikat yang bertujuan memberikan pendidikan pertanian bagi orang dewasa di luar kampus (Sinar Tani 2001). Di Indonesia penyuluhan dikenal sejak zaman penjajahan Belanda untuk meningkatkan hasil pertanian dalam rangka memenuhi kebutuhan penjajah maupun pribumi. Kini di era Pemerintahan Indonesia Bersatu telah memiliki perhatian yang cukup baik terhadap penyelenggaraan penyuluhan. Ditunjukkan dengan dicanangkannya Revitalisasi Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan (RPPPK) bulan Juni 2005 yang tujuannya adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat petani, nelayan maupun masyarakat sekitar hutan.

Penyuluhan mengalami perkembangan menuju ke arah pendekatan yang lebih baik. Adanya perbaikan pendekatan penyuluhan dari paradigm lama yang linear menuju pendekatan paradigm baru dapat meningkatkan keefektifan dalam merubah perilaku masyarakat sesuai kebutuhan pembangunan bangsa. Penyuluhan paradigm lama terjadi pada masa pemerintahan orde baru, yang menyelenggarakan penyuluhan sesuai motif dan semangat politik pemerintah (BPLPP Deptan 1978). Dalam praktik penyelenggaraan penyuluhan pada waktu itu masih banyak mengalami penyimpangan dari makna asli atau pun prinsip penyuluhan yang sebenarnya. Dalam hal ini, Margono Slamet memberikan koreksi dan memperbaiki pada pengertian penyuluhan pertanian. Penyuluhan pertanian diartikan sebagai suatu sistem pendidikan luar sekolah (pendidikan non formal) untuk petani dan keluarganya dengan tujuan agar mereka mampu dan sanggup memerankan dirinya sebagai warga Negara yang baik sesuai dengan bidang profesinya, serta mampu, sanggup dan berswadaya memperbaiki/meningkatkan kesejahteraannya sendiri dan masyarakatnya (Slamet 2003).


(54)

26

Partisipatif dapat diartikan sebagai tindakan atau keikutsertaan. Mushendra (2002) melihat partisipasi dapat terjadi secara transitif atau intransitif baik yang bermoral ataupun yang tidak bermoral, secara terpaksa ataupun sukarela, berlangsung dengan manipulasi maupun spontan. Partisipasi transitif terjadi karena ingin mencapai tujuan atau sasaran dan sebaliknya intransitive yaitu partisipasi yang tanpa didukung adanya tujuan terlebih dahulu.

Dalam kegiatan penyuluhan tidak terlepas dari faktor eksistensi manusia. Erat kaitannya dengan pelibatan manusia dalam meningkatkan pengetahuan, dan ketrampilannya. Konsep partisipatif sangat penting dalam kegiatan penyuluhan bertujuan pada pencapaian tujuan hidup yang lebih baik oleh karenanya partiispasi perlu dihubungkan dengan moral, positif, bukan dipaksakan namun pada hakekatnya memiliki kebebasan untuk menentukan sikap dan melakukan sesuatu sesuai keinginan dalam keterlibatannya.

Pada hakekatnya penyuluhan adalah partisipatif. Dalam praktiknya partisipatif bergantung motif dan semangat kebijakan suatu bangsa. Sejarah Orde Baru yang sentralistik mempraktikan secara menyimpang penyuluhan partisipatif. Berbeda pada saat otonomi daerah digalakan dengan dikeluarkannya perundang-undangan otonomi daerah maka pemikiran dan praktek partisipatif menempati skala proritas.

Hal tersebut didasari pemahaman bahwa kemampuan mewujudkan penyuluhan paradigma lama dengan out put partisipasi masyarakat sangat rendah bergerak menuju penyuluhan paradigma baru dengan out put masyarakat yang lebih partisipatif. Kini, penyuluhan telah berkembang secara lebih baik seiring kompetensi penyuluhan mengimplementasikannya. Kompetensi penyuluh berada pada rentang sedang (Sumardjo 2010). Dengan demikian pada waktu yang akan datang seyogyanya penyuluhan partisipatif akan terus-menerus mengalami perbaikan mengikuti arah perkembangan kebutuhan dan situasi masyarakat. Pada masa yang akan datang kajian penyuluhan partisipasi seyogyanya mendapat perhatian yang mana menempatkan pendekatan penyuluhan partisipatif menjadi suatu kebutuhan masyarakat. Masyarakat menempatkan partisipasi dirinya sebagai suatu kebutuhan mereka.


(1)

Sample size 200

Latent variables Karak Parts Proses Kunglu Kompt Produk Pendpt Equations

Didik Latih = Karak

Fungsi Model Peran Orient = Parts Akses Fasil Materi = Proses Pasar Bijak = Kunglu

Teknis Ketek Manag Solusi = Kompt Produc Mutu = Produk

Income = Pendpt Parts = Karak

Kompt = Karak Parts Proses Produk = Kompt Parts Kunglu Pendpt = Produk

Path Diagram End of Problem Sample Size = 200

Kasus Rumput Laut Covariance Matrix

Fungsi Model Peran Orient Akses --- --- --- --- ---

Fungsi 1.10

Model 0.58 1.10

Peran 0.61 0.75 1.10

Orient 0.54 0.58 0.73 1.10

Akses 0.60 0.50 0.38 0.42 1.10 Fasil 0.57 0.57 0.56 0.41 0.65 Materi 0.48 0.41 0.27 0.35 0.54 Teknis 0.32 0.20 0.14 0.10 0.32 Ketek 0.06 0.16 0.09 0.17 0.10 Manag 0.30 0.28 0.17 0.14 0.38 Solusi 0.35 0.28 0.17 0.26 0.50 Produc -0.09 -0.06 0.03 -0.01 0.03 Mutu -0.11 0.02 0.12 -0.03 -0.06 Income 0.10 0.26 0.12 0.16 0.26 Didik 0.25 0.22 0.25 0.19 0.30 Latih 0.22 0.13 0.09 0.06 0.20 Pasar 0.10 0.14 -0.01 0.00 0.02 Bijak 0.56 0.53 0.53 0.55 0.50 Covariance Matrix

Fasil Materi Teknis Ketek Manag Solusi --- --- --- --- --- ---

Fasil 1.10

Materi 0.50 1.10


(2)

Ketek 0.06 0.20 0.50 1.10

Manag 0.29 0.38 0.30 0.31 1.10 Solusi 0.44 0.43 0.38 0.32 0.63 1.10 Produc 0.07 -0.02 -0.09 -0.04 -0.02 -0.03 Mutu 0.01 -0.16 -0.10 -0.06 -0.06 -0.11 Income 0.21 0.31 0.19 0.25 0.36 0.66 Didik 0.31 0.34 0.24 0.10 0.30 0.16 Latih 0.22 0.30 0.25 0.15 0.20 0.14 Pasar 0.09 0.22 -0.01 -0.07 0.39 0.17 Bijak 0.40 0.34 0.21 0.01 0.15 0.28 Covariance Matrix

Produc Mutu Income Didik Latih Pasar --- --- --- --- --- ---

Produc 1.10

Mutu 0.40 1.10

Income -0.01 -0.08 1.10 Didik 0.13 -0.01 0.14 1.10

Latih 0.10 -0.13 0.10 1.00 1.10

Pasar -0.12 -0.21 0.05 -0.06 -0.14 1.10 Bijak -0.11 0.05 0.07 0.00 -0.05 0.03 Covariance Matrix

Bijak --- Bijak 1.10

Kasus Rumput Laut LISREL Estimates(Intermediate Solution) Measurement Equations

Fungsi = 0.760*Parts, Errorvar.= 4.74 , R² = -0.46 (0.088)

54.09

Model = 0.370*Parts, Errorvar.= 1.53 , R² = -0.0048 (0.047) (0.11)

1.50 14.05

Peran = 0.49*Parts, Errorvar.= 1.14 , R² =0.24 (0.033) (0.082)

-11.69 13.92


(3)

(0.063) (0.092) 12.50 43.97

Akses = 0.70*Proses, Errorvar.= 2.81 , R² = 0.63 (0.083)

33.72

Interk = 0.69*Proses, Errorvar.= 17.63 , R² = 0.430 (0.082) (0.084)

8.45 210.55

Fasil = 0.97*Proses, Errorvar.= 3.44 , R² = 0.72 (0.058) (0.091)

-16.87 37.89

Materi = 0.55*Proses, Errorvar.= 5.00 , R² = -0.070 (0.075) (0.094)

-7.35 52.94

Teknis = 1.00*Kompt, Errorvar.= 7.04 , R² = -0.41 (0.088)

79.84

Ketek = 0.18*Kompt, Errorvar.= 11.69 , R² = -0.0058 (0.078) (0.086)

2.32 136.36

Manag = 1.10*Kompt, Errorvar.= 7.22 , R² = -0.53 (0.058) (0.088)

18.88 82.41

Solusi = 0.71*Kompt, Errorvar.= 4.87 , R² = -0.27 (0.063) (0.095)

-11.19 51.41

Produc = 1.00*Produk, Errorvar.= 3.73 , R² = -0.66 (0.087)

42.70

Mutu = 0.88*Produk, Errorvar.= 3.62 , R² = -0.46 (0.052) (0.088)

-16.92 41.04

Income = 1.47*Pendpt, Errorvar.= 1.28 , R² = 0.63 (0.093)

13.74

Didik = 1.64*Karak, Errorvar.= 1.78 , R² = 0.60 (0.059) (0.10)


(4)

27.74 17.54

Latih = 0.62*Karak, Errorvar.= -2.22 , R² = 1.48 (0.055) (0.084)

47.96 -26.43

Pasar = 0.33*Kunglu, Errorvar.= 0.91 , R² = 0.055 (0.081) (0.081)

-2.81 11.19

Bijak = 0.55*Kunglu, Errorvar.= 17.23 , R² = 0.00018 (0.081) (0.084)

-0.68 205.46

Structural Equations

Parts = 0.42*Karak, Errorvar.= 0.8236 , R² = 0.1764 (Artinya pengaruh karaktrs terhadap partsispasi sebesar 17,6%)

(0.016) (0.321) 2.456.65

Kompt = 0.541*Parts + 0.354*Proses + 0.489*Karak, Errorvar.= 0.3383 , R² = 0.6616 (0.011) (0.012) (0.061) (0.0723)

3.18 4.51 2.04 9.756

Produk = 0.369*Parts + 0.4056*Kompt + 0.587*Kunglu, Errorvar.= 0.3548 , R² = 0.6451 (0.113) (0.217) (0.175) (0.0652)

7.26 4.35 8.06 11.2961 Pendpt = 0.591*Produk, Errorvar.= 0,6507, R² = 0.3492 (0.120) (0.293)

3.61 9.99

Reduced Form Equations

Parts = 0.22*Karak + 0.0*Kunglu, Errorvar.= -1.53, R² = 1.48 (0.028)

7.88

Proses = 0.014*Karak + 0.0*Kunglu, Errorvar.= -1.08, R² = 1.08 (0.0029)

-5.02

Kompt = 0.24*Karak - 0.40*Kunglu, Errorvar.= -2.14, R² = 2.06 (0.039) (0.080)


(5)

Produk = - 0.0080*Karak + 0.24*Kunglu, Errorvar.= -1.54, R² = 1.48 (0.0061) (0.081)

-1.32 2.99

Pendpt = 0.00093*Karak - 0.028*Kunglu, Errorvar.= 1.00, R² = 0.00075 (0.0011) (0.020)

0.87 -1.41 Correlation Matrix of Independent Variables Karak Kunglu

--- --- Karak 1.00

Kunglu 0.69 1.00 (0.08)

8.42

Covariance Matrix of Latent Variables

Parts Proses Kompt Produk Pendpt Karak --- --- --- --- --- ---

Parts -1.48

Proses 0.10 -1.08

Kompt 0.05 0.05 -2.06

Produk 0.08 -0.01 -0.05 -1.48

Pendpt -0.01 0.00 0.01 0.17 1.00

Karak 0.22 -0.01 -0.03 0.16 -0.02 1.00 Kunglu 0.15 -0.01 -0.23 0.24 -0.03 0.69 Covariance Matrix of Latent Variables

Kunglu --- Kunglu 1.00

Goodness of Fit Statistics Degrees of Freedom = 141

Minimum Fit Function Chi-Square = 337.78 (P = 0.06971)

Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 403.98 (P = 0.0687) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 662.98

90 Percent Confidence Interval for NCP = (577.60 ; 755.86) Minimum Fit Function Value = 16.19

Population Discrepancy Function Value (F0) = 4.36 90 Percent Confidence Interval for F0 = (3.80 ; 4.97)


(6)

90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.026 ; 0.219) P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.00

Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 5.93 90 Percent Confidence Interval for ECVI = (5.37 ; 6.55) ECVI for Saturated Model = 2.50

ECVI for Independence Model = 13.06

Chi-Square for Independence Model with 171 Degrees of Freedom = 1947.04 Independence AIC = 1985.04

Model AIC = 901.98 Saturated AIC = 380.00 Independence CAIC = 2061.61 Model CAIC = 1099.47 Saturated CAIC = 1145.78 Normed Fit Index (NFI) = 0.26 Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.58 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.22 Comparative Fit Index (CFI) = 0.948

Incremental Fit Index (IFI) = 0.28 Relative Fit Index (RFI) = -0.53 Critical N (CN) = 12.30

Root Mean Square Residual (RMR) = 2.00 Standardized RMR = 0.25

Goodness of Fit Index (GFI) = -0.10

Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = -0.48 Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.07