Kajian cendawan Entomopatogen Metarhizium brunneum Petch sebagai agens hayati terhadap rayap Macrotermes gilvus hagen (Isoptera: Termitidae) pada tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.)

(1)

TERH

T

HADAP RA

Termitidae

SE

INS

AYAP Ma

e) PADA T

(Jatrop

MUHAM

EKOLAH

STITUT P

acrotermes

TANAMA

opha curca

MMAD SA

H PASCAS

ERTANIA

BOGOR

2012

s gilvus Ha

AN JARAK

as L.)

AYUTHI

SARJANA

AN BOGO

agen (Isop

K PAGAR

A

OR

ptera:

R


(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi dengan judul”Kajian Cendawan Entomopatogen Metarhizium brunneum Petch sebagai Agens Hayati terhadap Rayap Macrotermes gilvus Hagen (Isoptera: Termitidae) pada Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.)” adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan di dalam Daftar Pustaka pada bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Januari 2012

Muhammad Sayuthi


(3)

MUHAMMAD SAYUTHI.Study of Entomopathogenic Fungus Metarhizium brunneum Petch as Biocontrol Agent Against Macrotermes gilvus Hagen (Isoptera: Termitidae) in Castor (Jatropha curcas L.) Plantantion. Under Supervision of TEGUH SANTOSO, IDHAM SAKTI HARAHAP and UTOMO KARTOSUWONDO.

Macrotermes gilvus Hagen is primary pest of castor (Jatropha curcas L.), as the termites can damage roots and stems. The purposes of this research were: (1) to estimate population size of colony in field stations at KIJP Pakuwon, (2) to study M. gilvus foraging range, (3) to study the symptomatology and lethal time of M. brunneum as biocontrol agent to M. gilvus in the laboratory, (4) to study the effectiveness of the M. brunneum Petch as biological control agents against M. gilvus in KIJP Pakuwon. The study was conducted from November 2009 to October 2010 in the insect pathology laboratory and insect taxonomy laboratory Departement of Plant Protection, Bogor Agricultural University (IPB), Zoology Laboratory LIPI Cibinong and in the KIJP Pakuwon. Laboratory test was designed using Completely Randomized Design (CRD) and the data were subject to probit analysis. Triple mark recapture methods were used to estimate termite population in the field. In the laboratorium the effective density of conidia as biotermiticide was 1,21x106 konidia/mL, and this led to mortality of M. gilvus up to 85,45%, while the density of 1,08x106conidia/mL resulting in mortality of 78,63%. The suspension of fungi at density 1,21x106conidia/mL was poured at each experimental station (150 mL/station). The result showed that in block I (15.210 m2), block II (5.700 m2), block III (27.000 m2), 8, 1 and 15 termite colonies have been detected respectively from which, 150.388, 59.219, and 149.459 individus were found. In block I, the termites maximum foraging range as far as 140,5 m, as compared to 140 m in block III. In all blocks, we noted the significant decrease of termite population after application of M. brunneum, from initial population 359.066 individus to 15.015 individus.

Keywords: M. brunneum, M. gilvus, foraging range, effectiveness, triple mark recapture technique.


(4)

MUHAMMAD SAYUTHI. Kajian Cendawan Entomopatogen Metarhizium brunneum Petch sebagai Agens Hayati terhadap Rayap Macrotermes gilvus Hagen (Isoptera: Termitidae) pada Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.).Di bawah bimbingan TEGUH SANTOSO, IDHAM SAKTI HARAHAP dan UTOMO KARTOSUWONDO.

Rayap Macrotermes gilvus Hagen merupakan salah satuhama penting tanaman jarak pagar yang merusak sistem perakaran pada pangkal batang tanaman, dan mengakibatkan tanaman terluka, patah dan akhirnya mati. Serangan hama ini semakin lama semakin meningkat hingga meluas pada tanaman sehat lainnya.Selama ini pengendalian rayap di KIJP Pakuwon dilakukan dengan menggunakan insektisida yang disiramkan disekitar perakaran tanaman yang dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan.Oleh karena itudiperlukancarapengendalian lain yang ramah lingkungandengan memanfaatkan agens hayati. Cendawan entomopatogen Metarhizium brunneum mempunyai patogenisitas lebih tinggi dibandingkan beberapa cendawan entomopatogen lainuntuk mengendalikan hama ordo Isoptera. Informasi mengenai pemanfaatan cendawan M. brunneum sebagai agens biokontrol yang berpotensi terhadap hama rayap M. gilvuspada tanaman jarak pagar belum pernah dilaporkan. Penelitian ini bertujuan: (1) Menduga ukuran populasi koloni rayap M. gilvus dari setiap koloni pada stasiun pengamatan di KIJP Pakuwon, (2) Mempelajari daya jelajah rayap M.gilvus di KIJP Pakuwon, (3) Mempelajari simtomatologi dan waktu kematian rayap M. gilvussetelah diinfeksi oleh cendawan M. brunneum sebagai biotermitisida di laboratorium, (3) Mempelajari keefektifan cendawan M. brunneum sebagai agens biokontrol terhadap hama rayap M. gilvuspada tanaman jarak pagar di KIJP Pakuwon.Penelitian ini dilakukan di laboratorium Patologi Serangga, Laboratorium Taxonomi Serangga Departemen Proteksi Tanaman, Faperta IPB, Laboratorium Zoologi LIPI Cibinong dan di Kebun Induk Jarak Pagar (KIJP) Pakuwon Sukabumi Jawa Barat,sejak bulanNopember 2009 sampai Oktober 2010. Rancangan acak lengkap (RAL) digunakan untuk penelitian laboratorium sedangkan metode triple mark recapture technique untuk penelitian di lapangan.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa spesies rayap M. gilvussebagai hama dominan di KIJP Pakuwon. Di Blok I dengan luas areal 15.210 m2didapatkan 8 koloni dengan jumah 150.388 individu. Di Blok II dengan luas areal 5.700 m2 didapatkan 1 koloni dengan jumlah 59.219 individu. Di Blok III dengan luas areal 27.000 m2didapatkan 15 koloni dengan jumlah 149.459 individu. Daya jelajah maksimum yang di lepas dari blok II, dan seminggu kemudian diamati pada blok I, sejauh 140,5 m dan pada blok III sejauh 140 m.

Hasil uji laboratorium menunjukkan bahwa kerapatan konidia1,21x106 konidia/mL mampu menghasilkan mortalitas rayap M. gilvus hingga mencapai 85,45%, dibandingkan 1,08x106 konidia/mL yang menghasilkan mortalitas 78,63%. Hal ini membuktikan bahwa semakin tinggi tingkat kerapatan


(5)

rayap M. gilvus menjadi 15.015 individu, dengan rincian sebagai berikut: blok I (4.385 individu), blok II(2.595 individu) dan blokIII (8.037 individu) atau terjadi penurunan ukuran populasi koloni hingga mencapai 95,48% dibandingkan ukuran populasi koloni awal (100%) dan tersisa 4,12%. Hal ini membuktikan bahwa cendawan M. brunneum efektif sebagai agens biokontrol terhadap rayap M. gilvus.


(6)

©Hak cipta milik IPB, tahun 2012

Hak cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(7)

TERHADAP RAYAP Macrotermes gilvus Hagen (Isoptera:

Termitidae) PADA TANAMAN JARAK PAGAR

(Jatropha curcas L.)

MUHAMMAD SAYUTHI

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Entomologi-Fitopatologi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(8)

Pagar (Jatropha curcas L.) Nama : Muhammad Sayuthi NRP : A461060031

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Teguh Santoso, DEA. Ketua

Dr. Ir. Idham Sakti Harahap, M.Si. Prof. Dr. Ir. Utomo Kartosuwondo, M.S. Anggota Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Entomologi / Fitopatologi

Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, M.Sc Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr. Tanggal Lulus: 4 Januari 2012


(9)

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nyalah, penulis telah dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan disertasiyang berjudul “Kajian Cendawan Entomopatogen Metarhizium brunneum Petch sebagai Agens Hayati terhadap Rayap Macrotermes gilvus Hagen (Isoptera: Termitidae) pada Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.)”

Terima kasih penulis ucapkan kepada :

1. Dr. Ir. Teguh Santoso, DEA, selaku Ketua Komisi Pembimbing, serta Dr. Ir. Idham Sakti Harahap, M.Si, dan Prof. Dr. Ir. Utomo Kartosuwondo, M.S, masing-masing sebagai Anggota Komisi Pembimbing, yang selalu mengarahkan, membimbing, memberi saran atau masukan, serta memotivasi, dan memberi bantuan sarana maupun prasarana yang memadai kepada penulis mulai dari penyusunan proposal penelitian dan pelaksanaan penelitian hingga sampai penyusunan disertasi ini.

2. Dekan Sekolah Pascasarjana IPB, Ketua Program Studi Entomologi-Fitopatologi (Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, M.Sc.) dan Ketua Program Studi Mayor Entomologi (Dr. Ir. Pudjianto, M. Si) serta seluruh staf pengajar di Departemen Proteksi Tanaman IPB atas motivasi dan dorongannya kepada penulis untuk menyelesaikan studinya. Kepada Dr. Ir. Pudjianto, M.Si dan Dr. Ir. Haryadi, M.Si, penulis ucapkan banyak terima kasih sebagai penguji luar komisi pada Ujian Prelim Lisan.

3. Kedua orang tua saya tercinta, isteri dan kedua putra saya tercinta, kedua mertua saya tercinta, kakanda saya tercinta (Prof. Dr. Faisal A. Rani, SH, M.Hum dan Keluarga, Dra. Hj. Rosnaini, Dra. Hj. Nurazimah dan Keluarga, Taufik, A.Md dan Keluarga, Hj. Kartini, S.Ag, dan adinda saya tercinta ( Hastuti dan Keluarga, H. Isra Fahlevi, dan dr. Hj. Fitriani) yang selalu memberi dukungan moril maupun materil kepada penulis untuk menyelesaikan Studi Program Doktor di IPB.

4. Rektor, Dekan Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala yang telah memberi rekomendasi kepada penulis untuk melanjutkan studi Program Doktor di Institut Pertanian Bogor. Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala Banda Aceh (Dr. Ir. Afizar, DAA, Prof. Dr. Ir. Supardi, M.S, Prof. Dr. Ir. Lukman, M.Si. Prof. Dr. Ir. Sabarauddin, M.Agric.Sc, Dr. Ir. Rosmaidar, M.S, Dr. Ir. Husni, M. Agric. Sc, Dr. Ir. Fajri, M.Sc, Dr. Ir. Syamsuddin, M.Si, Iswadi SPd, Muklis SPd dan lain-lain). 5. Staf Pengajar Universitas Iskandar Muda (UNIDA) Banda Aceh (Prof. Dr.

Drs. Syafi,i Ibrahim, M.S, Dr. Drs. Ridwan, M.Si (Almarhum), Ir. Basyir Ahmad, M.S (Almarhum), Alwi Budiman, S.Si M. Si, Ir. Jauhari, MP., Alwi Ibrahim, S.Si., M.Si.

6. Kepala Balai Tanaman Industri (BALITRI), Bapak Ir. Dibyo (Penanggung Jawab KIJP Pakuwon), Bapak Andi, Bapak Uyun, Ebed, Neka, dan Aan, serta teman-teman tenaga harian lepas lainnya yang tidak tersebut namanya secara


(10)

(2006-2008) yang telah banyak membantu penulis dalam mendukung terhadap kebutuhan yang berhubungan dengan penyelesaian studi Program Pendidikan Doktor (S3) di IPB.

8. Teman-teman mahasiswa/i di Laboratorium Patologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian (Yunimar, Dendi, Rendi, Teguh, Faishol, Iin, Mira, dan lain-lain) atas bantuan dan kerjasamanya yang baik untuk menyelesaikan studi di IPB.

9. Bapak Endang, Bapak Dede, Bapak Slamet, Ibu Aisyah (Teknisi Laboratoriun di Departemen Proteksi Tanaman) yang dengan tulus iklas telah membantu penulis dalam menyelesaikan studi di Departemen Proteksi Tanaman IPB. 10.Teman-teman Mahasiswa Program Pascasarjana Departemen Proteksi

Tanaman IPB (Bambang Supeno, Edi, Syamsuddin, Yusmani, Iwa, Efi Taufik, Susiati, Rita, Fardedi, Husda, Kikidan lain-lain) yang dengan sukarela selalu meluangkan waktu untuk berbagi ilmu melalui diskusiselama studi di sekolah pascasarjana IPB.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan-kekurangan dalam penulisan disertasi ini, oleh karena itu penulis mengharapkan saran atau masukan dari Komisi Pembimbing untuk membantu kesempurnaan penulisan disertasi ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada Bapak Ketua Komisi dan Anggota Komisi Pembimbing, yang selama ini terus membimbing dan memantau perkembangan studi penulis untuk menyelesaikan Program Pendidikan Doktor di IPB. Semoga Allah SWT memberikan balasan amal baik kepada mereka semua dengan balasan kebaikan yang tak terhingga.Akhirnya semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2012


(11)

Penulis dilahirkan pada tanggal 23 Nopember 1972 di Aceh Besar, anak ke enam dengan delapan bersaudara dari pasangan H. Abdul Rani Usman dan Hj. Razian Umar. Penulis menempuh Pendidikan Program Doktor (S3) pada Program Studi Entomologi-Fitopatologi di Institut Pertanian Bogor, tahun 2006-2012. Program Magister (S2) ditempuh di Universitas Padjadjaran Bandung pada Program Studi Ilmu Tanaman dengan Bidang Kajian Utama Ekofisiologi Tanaman, tahun 2000-2003. Pendidikan sarjana (S1) ditempuh di Jurusan Hama dan Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, tahun 1991-1996.

Penulis adalah staf pengajar Jurusan Hama dan Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. Penulis menikah dengan Afrida SP, tahun 2002, dan telah dikaruniai dua orang putra yaitu:


(12)

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

Biologi Rayap ... 5

Polimorfisme ... Pembentukan Koloni ... 6

Siklus Hidup Rayap ... 7

Perilaku Rayap ... 7

Aktivitas Makan ... 8

Aktivitas Kawin ... 8

Daya Jelajah ... 9

Ekologi Rayap ... 9

Pendugaan Ukuran Populasi ... 11

Teknik Tanda Tangkap ... 11

Teknik Penandaan... 12

Pengendalian Rayap ... 13

Cendawan Metarhizium brunneum Petch ... 14

Jarak Pagar (Jatropha curcasL.) ... 16

BAB.III POPULASI KOLONI RAYAP Macrotermes givus HagenDI KIJP PAKUWON SUKABUMI JAWA BARAT ... 17

Abstrak... 17

Abstract ... 17

Pendahuluan ... 18

Bahan dan Metode ... 19

Hasil dan Pembahasan ... 22

Simpulan ... 25


(13)

Abstrak ... 27

Abstract ... 27

Pendahuluan ... 28

Bahan dan Metode ... 28

Hasil dan Pembahasan ... 29

Simpulan ... 33

Daftar Pustaka ... 33

BAB V STUDI SIMTOMATOLOGI DAN WAKTU KEMATIAN RAYAP Macrotermes gilvus Hagen (Isoptera:Termitidae) SETELAH INFEKSI OLEH CENDAWAN Metarhizium brunneum Petch ... 35

Abstrak ... 35

Abstract ... 35

Pendahuluan ... 36

Bahan dan Metode ... 37

Hasil dan Pembahasan ... 40

Simpulan ... 47

Daftar Pustaka ... 48

BAB.VI KEEFEKTIFAN CENDAWAN ENTOMOPATOGEN Metarhizium brunneum Petch SEBAGAI BIOTERMITISIDA TERHADAP RAYAP Macrotermes gilvus Hagen DI KIJP PAKUWON SUKABUMI JAWA BARAT ... 51

Abstrak ... 51

Abstract ... 51

Pendahuluan ... 52

Bahan dan Metode ... 53

Hasil dan Pembahasan ... 56

Simpulan ... 57

Daftar Pustaka ... 57

BAB VII.. PEMBAHASAN UMUM ... 59

BAB VIII. SIMPULAN DAN SARAN ... 63

Simpulan ... 63

Saran ... 63


(14)

No Halaman 1 Spesies rayap M. gilvus dari stasiun pengamatan di KIJP Pakuwon ... 22

2 Ukuran populasi koloni rayap M. gilvus Hagen di KIJP Pakuwon ... 22 3 Stasiun pengamatan terpilih untuk menduga daya jelajah rayap M. gilvus ... 29 4 Mortalitas M. gilvus selama 7 hari setelah aplikasi M. brunneum ... 44 5 LT cendawan entomopatogen M. brunneum terhadap M. gilvus ... 46


(15)

No Halaman

1 Perakitan stasiun pengamatan ... 19

2 Stasiun pengamatan dan pemasangannya di KIJP Pakuwon ... 20

3 Rayap Macrotermes gilvus yang telah diwarnai dengan neutral red 0,25 dan nile blue A 0,05% ... 21

4 Rayap M. gilvus: (a) kasta prajurit mayor, (b) kasta prajurit minor, dan (c) kasta pekrja ... 22

5 Ukuran populasi koloni rayap M. gilvus pada blok I ... 23

6 Ukuran populasi koloni rayap M. gilvus pada blok II ... 24

7 Ukuran populasi koloni rayap M. gilvus pada blok III ... 24

8 Daya jelajah rayap M. gilvus di KIJP Pakuwon pada blok I ... 30

9 Daya jelajah rayap M. gilvus pada blok III di KIJP Pakuwon ... 30

10 Kondisi tanaman jarak pagar (J. curcas) pada blok I ... 31

11 Kondisi tanaman jarak pagar (J. curcas) pada blok III ... 31

12 Pengukuran daya jelajah rayap M. gilvus ... 32

13 Rayap M. gilvus: (a) kasta prajurit dan (b) kasta pekerja ... 37

14 Konidia cendawan M. brunneum diamati dengan mikroskop optik pembesaran (400×) ... 38

15 (a) kadaver M. gilvus berubah menjadi gelap setelah diinfeksi oleh konidia M. brunneum (b) miseliumM. brunneum tampak pada bagian tubuh rayap M. gilvus ... 40

16 Pengamatan dengan Scanning Electron Microscope (SEM) pembesaran5000×, yaitu: (a) miselia dari M. brunneum keluar dari internal tubuh inangmelalui lubang alami, (b) miselia hampir menutupi seluruh permukaan tubuh inang ... 41

17 Konidia pada permukaan tubuh rayap M. gilvus diamati menggunakan SEM pembesaran 5000× ... 41

18 Infeksi konidia cendawan M. brunneum terhadap rayap M. gilvus memasuki tahapan destruksi (a) hampir seluruh permukaan tubuh rayap telah tertutupi miselia, dan (b) kadaver rayapkering kehitaman terutama bagian abdomen ... 42

19 Kematian rayap M. gilvus selama 7 hari pengamatanakibat perlakuan konidia cendawan M. brunneum (LC95) ... 46

20 Kematian rayap M. gilvus selama 7 hari pengamatanakibat perlakuan konidia cendawan M. brunneum(LC85) ... 47

21 Populasi koloni Rayap M. gilvus pada blokI ... 55

22 Populasi koloni rayap M. gilvus pada blok II ... 56


(16)

No Halaman

1 Bagan alir percobaan ... 71

2 Peta stasiun pengamatan di KIJP Pakuwon ... 72

3 Rekapitulasi data blok I (Percobaan I) ... 73

4 Rekapitulasi data blok II (Percobaan I) ... 75

5 Rekapitulasi data blok III (Percobaan I) ... 75

6 Data hasil pengamatan persentase mortalitas rayap Macrotermes gilvus setelah aplikasi cendawan Metarhizium brunneum dengan kerapatan konidia 1,21×106/mL di laboratorium (Percobaan III) ... 79

7 Data hasil pengamatan persentase mortalitas rayap Macrotermes gilvus setelah aplikasi cendawan Metarhizium brunneum dengan kerapatan konidia 1,08×106/mL di laboratorium (Percobaan III) ... 79

8 Rekapitulasi data blok I(Percobaan IV) ... 82

9 Rekapitulasi data blok II (Percobaan IV) ... 82


(17)

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang

Selama ini Indonesia dikenal sebagai negara pengekspor bahan bakar minyak dari fosil, namun dengan meningkatnya penduduk dan industri diperkirakan sepuluh tahun mendatangakan menjadi negara pengimpor bahan bakar minyak bumi. Oleh karenanya pemerintah perlu memikirkan alternatif pengganti bahan bakar minyak bukan darifosil tetapi berpotensi untuk

dikembangkan di Indonesia (Hendriadi et al. 2005).

Salah satu sumber energi alternatif yang dapat terbarukan adalah biodisel

dari tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) yang hanya digunakan sebagai

sumber bahan bakar (Mahmud et al. 2006).Beberapa keunggulan biodisel dari

tanaman jarak pagar yaitu tidak mengandung sulfur, tidak beraroma, dapat diperbaharui, ramah lingkungan, aman dalam penyimpanan dan transportasi karena tidak mengandung racun, meningkatkan nilai produk pertanian, menurunnya ketergantungan suplai minyak dari negara asing, dan mudah terurai oleh mikroorganisme (Susilo 2006).

Tingkat produktivitas jarak pagar sangat tergantung dari cara pemeliharaan, lingkungan, sumber benih, ada tidaknya serangan hama dan penyakit. Produktivitas jarak pagar di berbagai negara, yaitu Nicaragua (5 ton/ ha), Paraguay (4 ton/ha) dan Mali (2,8 ton/ha) (Henning & Reinhard 2000). Indonesia diperkirakan mampu menghasilkan produktivitas hingga 5 ton biji kering/ha (Hasnam 2006).

Permasalahan yang dihadapi dalam agribisnis jarak pagar adalah belum tersedianya varietas unggul, ketersediaan benih sangat terbatas, teknik

budidayanya belum memadai, dan adanya serangan hama dan penyakit (Asbani et

al. 2007). Salah satu hama penting yang merusak tanaman jarak pagar adalah

rayap Macrotermes gilvus Hagen, yang merusak mulai dari akarhingga pada

batang tanaman (Tarumingkeng 2001).

Hasil pengamatan di Kebun Induk Jarak Pagar (KIJP) Pakuwon


(18)

jarak pagar mencapai 15 sampai 24% dengan rata-rata 16,33%. Menurut informasi dari penanggung jawab KIJP Pakuwon,jarak pagar yang ditanamdengan menggunakan stek ukuran 30 cm di permukaan tanah, 60 sampai 80% terserang

rayap M. gilvus hingga mengalami kematian. Hama ini merusak bagian pangkal

akar hingga batang tanaman dengan membuat tabung kembara dari bahan tanah yang ditempelkan pada batang tanaman atau dengan cara masuk ke dalam jaringan tanaman hinggahanyalapisan epidermisyang tersisa. Kondisi ini mengakibatkan tanaman menjadi patah, roboh dan mengalami kematian. Semakin lama intensitas serangannya semakin meningkat hingga pada tanaman sehat lainnya. Oleh karenanya walaupuntingkat serangan hama ini kurang dari 10% tetapi harus segera dilakukan pengendalian agar tidak menyebar kepada tanaman lain,

sehingga hasil produksi tetap maksimal (Asbani et al. 2007).Selama ini

pengendalian rayap di KIJP Pakuwon menggunakan termitisida sintetik dengan caradisiramkan sekitar perakaran tanaman yang mengakibatkan pencemaran lingkungan dan keracunan bagi pengguna (Oka 2005).

Keberadaan agens hayati secara alami yang telah ada di KIJP Pakuwon

kurang memberikan dampak positif terhadap rayap hama M. gilvus. Oleh karena

itu perlu pengendaliancaralain seperti pemanfaatan agens hayati yang mungkin dapat diterapkan di KIJP Pakuwon.Namun sebelum melakukan pengendalian terhadap spesieshama ini terlebih dahulu perlu dipelajari ukuran populasi koloni

dan daya jelajah maksimumnya,sehingga populasirayap hama M.gilvus dapat

tereliminasi lebih maksimal.

Dari penelitian sebelumnya dinyatakan bahwa cendawan M. brunneum

memiliki tingkat patogenisitas dan virulensi yang lebih tinggi terhadap serangga

rayap Schedorhinotermes javanicus dibandingkan beberapa spesies cendawan

entomopatogen lain, seperti Metarhizium anisopliae, Beauveria bassiana,

Fusarium oxysporum dan Aspergillus flavus(Desyanti 2007, Ginting 2008).

Penelitian ini mempelajari keefektifan cendawan entomopatogen M. brunneum

dalam menekan ukuran populasi koloni rayap M. gilvus yang menjadi hama


(19)

Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini yaitu:

1. Menduga ukuran populasi koloni rayap Macrotermes gilvus di KIJP

Pakuwon.

2. Mempelajari daya jelajah rayap M.gilvus di KIJP Pakuwon.

3. Mempelajari simtomatologi dan waktu kematian rayap M. gilvussetelah

diinfeksi oleh cendawan M. brunneum sebagai biotermitisida di laboratorium.

4. Mempelajari keefektifan cendawan entomopatogen M. brunneum sebagai

biotermitisida terhadap rayap M. gilvusdi KIJP Pakuwon.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi informasi awal dan sebagai pedoman dasar untuk penyusunan rekomendasi pengendalian hama rayap

Macrotermes gilvus pada tanaman jarak pagar menggunakan cendawan


(20)

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA Biologi Rayap

Krishna dan Weesner (1969) menyatakan bahwa rayapdiklasifikasikan ke

dalam 6 Famili(Mastotermitidae, Kalotermitidae, Hodotermitidae,

Rhinotermitidae, Serritermitidae, dan Termitidae). Rayap

tanahMacrotermesgilvus termasuk famili Termitidae sub famili Macrotermitinae,

klasifikasinya adalah sebagai berikut: filum: Arthropoda

kelas: Insecta

sub-kelas: Pterigota

ordo: Isoptera

famili: Termitidae

sub-Famili: Macrotermitinae

genus: Macrotermes

spesies: Macrotermes gilvus Hagen.

Menurut Krishna dan Weesner (1969) rayap M. gilvushidup berkoloni

yang mempunyaikasta prajurit mayor dan minor.Ciri-ciri kasta prajuritsecara umumadalah kepala bewarna coklat tua, mandibel berkembang dan berfungsi, mandibel kiri dan kanan simetris,tidak memiliki gigi marginal, ujung mandibel melengkung yang berfungsi untuk menjepit. Ujung labrum tidak jelas, pendek dan melingkar, antena terdiri atas 16-17 ruas. Thapa (1981) dan Tho (1992)menjelaskan ciri-ciri dari kasta prajuritmayor yaitu kepala bewarna coklat kemerahan, panjang kepala dengan mandibel 4,80-5,00 mm, lebar kepala 2,88-3,10 mm,antena 17 ruas, ruas ketiga sama panjang dengan ruas kedua dan ruas ketiga lebih panjang dari ruas keempat. Sedangkan kasta prajurit minor kepala bewarna coklattua, panjang kepala 1,84-2,08 mm dan lebar 1,52-1,71 mm sertapanjang kepala dengan mandibel 3,07-3,27 mm. Antena17 ruas, ruas kedua sama panjangdengan ruas keempat.

Menurut Nandika et al. (2003) rayap M. gilvus banyak tersebar di


(22)

berhubungan dengan tanah.Rayap membiakkan cendawan yang berbentuk bunga karang, serta bangunan-bangunan liat dalam tanah dan untuk menemukan sumber makanan dengan membuat tabung kembara dari humus atau tanahsebagai jalur

jelajah (Nandika et al. 2003).

Polimorfisme

Polimorfismemerupakan ciri rayap yang hidup secara terorganisir dengan bentuk, ukuran, dan fungsi yang berbedadalam sebuah koloni, sepertiordo Isopteraterdiri atas kasta prajurit, kasta pekerja dan kasta reproduktif. Kasta pekerja bertugas sebagai pencari makan, perawat telur, pembuat dan pemelihara sarang. Kasta ini pada saat tertentu dapat bersifatkanibalterhadap individu rayap yang sakit dalam koloninya untuk mempertahankan prinsip efisiensi dan konservasi energi, serta mengatur keseimbangan koloni (Tarumingkeng 1993, Tambunan & Nandika 1989).

Kasta prajurit dengan ukuran kepalanyabesar dan mengalami penebalan pada bagian tersebut serta memiliki mandibelkuat untuk melindungianggota koloni dari gangguan luar (Tambunan & Nandika 1989). Apabila terjadi gangguan dari luar, maka kasta prajurit segera menginformasikan kepada anggota kasta prajurit lain dalam koloninya dengan tanda tertentu, dan semua kasta prajurit segera menuju sumber gangguan untuk mengatasinya (Harris 2001).

Kasta reproduktif berfungsi untuk bertelur dan jantan membuahi betina,

seperti kasta reproduktifdari rayap Macrotermes spp dapat menghasilkan telur

seminggu setelah melakukan swarming (Harris 1971). Neoten akan muncul bila kasta reproduktif primer mati atau terpisahdari koloni induk akibat adanya gangguan luar. Neoten dapat terbentuk beberapa kali dalam jumlah besar sesuai dengan perkembangan koloni (Richards & Davies 1996).

Pembentukan Koloni

Sebuah koloni rayap dapat terbentuk dari sepasang laron betina dan jantan dengan melakukan kopulasi, kemudian mencari habitat yang sesuai untuk membentuk koloni baru (Tarumingkeng 1993). Koloni rayap dapat terbentuk melalui tiga cara, yaitu: (1) melalui sepasang imago rayap yang bersayap (laron),


(23)

(2) melalui pemisahan koloni dari koloni utama dengan membentuk kasta reproduktif suplementer, dan (3) melalui proses migrasi dari sebagian koloni rayap menuju tempat baru dan koloni yang tertinggal mengembangkan kasta reproduktif suplementer (Lee & Wood 1971, Harris 1971).

Kasta reproduktif bersayap akan muncul pada musim-musim tertentu,

yang berkumpul dalam koloninya sebelum bersialang (swarming) keluar sarang.

Umumnya beberapa spesies rayap di daerah tropis bersialang pada awal musim hujan (Lee & Wood 1971). Selama bersialang sepasang imago (jantan dan betina) bertemu dan segera menanggalkan sayap untuk mencari tempat yang sesuai

(Tambunan & Nandika 1989). Di Amerika Selatan rayap Contrictotermes

cavifronsuntuk membentuk koloni baru melalui fragmentasi koloni dengan bermigrasi untuk menemukan habitat baru(Krishna & Weesner 1969). Demikian

juga rayap Anoplotermes,Trinervitermes di Afrika (Rismayadi 1999)

danMastotermes darwinensismembentuk koloni baru melaluifragmentasi koloni (Lee & Wood 1971).

Siklus Hidup Rayap

Rayap mengalami metamorfosis tidak sempurna (paurometabola). Siklus hidupnya dimulai dari telur, nimfa, dan imago. Nimfa muda yang baru keluar dari telur dan akan berkembang menjadi kasta pekerja, kasta prajurit, atau alata di dalam koloninya (Natawigena 1990). Lama siklus hidup rayap dari fase telur

50-60 hari. Ratu rayap Macrotermes sp yang telah berumur 5 tahun mampu

menghasilkan telur hingga 36.000 butir perhari (Hasan 1986). Memasuki instar I membutuhkan waktu 11-13 hari, instar II (13-18 hari), instar III (16-32 hari), instar ke IV (30-50 hari), dan instar ke V (14 hari), dan sekali siklus hidup rayap dibutuhkan waktu 4-6 bulan (Grasse 1984).

Perilaku Rayap

Sebagai serangga sosial, rayap memiliki beberapa prilaku yang khas (Nandika & Tambunan 1987; Tarumingkeng 2004), yaitu:

Trophallaxis adalahtransfer material (makanan dan protozoa) antara


(24)

feedingsedangkan melalui mulut disebut dengan stomodeal feeding. Sifat trofalaksis merupakan cara memperoleh protozoa flagellatabagi individu yang baru melakukan ganti kulit (ekdisis), karena pada saat ekdisis integumen proctodeum tanggal sehingga protozoa simbion yang diperlukan untuk mencerna

selulosa ikut keluar dan diperlukan reinfeksi dengan jalan trophallaxis. Grooming

adalah berkumpul dengan mengosokkan tubuh antara individu dalam sebuah koloni, dan menjilat bagian tubuhnya yang bertujuan untuk membersihkan diri

dari serangan patogen. Cryptobiotic adalah menyembunyikan dan menghindar

dari cahaya kecuali laron yang menyukai cahaya pada saat swarming. Rayap

hidup dalam tanah dan pada saat mencari makanan dipermukaan tanah,

membentuk tabung kembara dari bahan tanah atau humus. Cannibalistic yaitu

perilaku memakan individu sejenis, seperti kasta prajurit yang lemah tidak dapat menjaga koloninyasecara efektif, akan dimakan oleh kasta pekerja. Demikian juga betina dan jantan baik ratu, raja maupun neoten yang tidak mampu memberikan

kontribusi pada koloninya. Nekrofagi yaitu memakan kadaver sesamanya

(Tarumingkeng 2004).

Aktifitas Makan

Sumber makanan rayap berupa selulosa.Terdapat hubungan antara rayap dengan mikoorganisme simbion pada saluran pencernaan rayap, yaitu protozoa pada rayap tingkat rendah dan bakteri pada rayap tingkat tinggi. Sumber makanan rayap pada umumnya dikelompokkan ke dalam dua tipe, yaitu sumber makanan

mentah (crude nutrient) dan sumber makanan dari kasta pekerja. Sumber makanan

mentah berupa tanaman atau pohon hidup, kayu atau tanaman yang sudah mati,

bahan makanan lain seperti humus, rumput, jamur (Nandika et al. 2003).

Aktifitas Kawin

Kopulasi rayap dapat ditandai dengan terbangnya laron (swarming) yang

dipengaruhi oleh perubahan cuaca di luar sarang. Laron akan berkumpul pada tempat tertentu di dalam sarang yang menunjukkan atraksi tertentu dengan gerakantidak teratur,seperti mengembangkan sayap dan segera terbang


(25)

mencaricahaya. Kemudian menanggalkan sayapnya untuk menemukan pasangan.Setelah menemukanpasangannya,calon ratuakanberjalan di depan dan calon raja mengikuti dari belakang untuk menemukan habitat yang sesuai.Setelah

3-8 hari berada pada habitat yang baruditemukan akan berkopulasi (Nandika et

al.2003).

Daya Jelajah

Rayap akanberjelajah untuk menemukan sumber makanan dengan lingkungan yang optimal. Persentuhan fisik antar individu rayap dan bau yang dikeluarkan melalui jejaknya merupakan sebuah mekanisme penyampaian informasi dalam sebuah koloniterhadap sumber makanan yang baru ditemukan.

Rayap Nasutitermes dalam melakukan daya jelajah berhubungan dengan feromon

yang dikeluarkan melalui jejak dan dihasilkan oleh kelenjer sternal yang terdapat

pada abdomen(Krishna & Weesner 1969). Rayap tanah C. formosanus melakukan

daya jelajah hingga mencapai 100 m dengan jumlah individu 1-7 juta individu

perkoloni. Reticulitermes flavivesmenjelajah hingga 79 m dengan 2-5 juta

individu anggota koloni yang mengikutinya (Su 1994).

Ekologi Rayap

Rayap berperan penting dalam siklus biogeochemical (dekomposisi bahan

organik), seperti nitrogen, carbon, oksigen, fosfor, yang dapat meningkatkan kesuburan tanah, karena mampu mengubah profil tanah, mempengaruhi tekstur tanah dan mendistribusikan bahan organik (Khrisna & Weesner 1969).

Dengan beralih fungsinya hutan menjadi perkebunan monokultur menyebabkan rayap ini menjadi hama penting di dunia pertanian khususnya di bidang perkebunan(Tarumingkeng 2001).Pengembangan sektor perkebunan dan hutan tanaman industri yang dilakukan pada lahan gambut dan lahan bekas hutan primer merupakan salah satu penyebab terjadinya serangan rayap terhadap tanaman perkebunan (Sudohadi 2001).

Serangan hama rayapsulit dideteksi secara dini karena merusak tanaman mulai dari bagian akar tunggang di dalam tanahdan diketahui setelahmembentuk


(26)

ini menyerang tanaman Eucalyptus alba pada umur enam bulan dengan tingkat kematiannya secara berturut-turut adalah 60% dan 100% di Kebun Percobaan

Darmaga dan Demplot HTI Universitas Winaya Mukti (Nandika et al. 2003).

Serangan rayap hama pada tanaman perkebunan biasanya dipengaruhi oleh tingkat preferensinya terhadap jenis tanaman, tingkat kesehatan tanaman, dan kondisi tempat tumbuh, serta tanaman yang tertekan karena serangan patogen, kerusakan fisik, atau akibat kekurangan air dan unsur hara. Biasanya tanaman eksotik lebih tinggi tingkat serangan rayap dibandingkan tanaman lokal, hal ini diduga tanaman lokal dapat mengembangkan mekanisme resistensinya terhadap gangguan rayap, yaitu melalui proses adaptasi dan evolusi. Tanaman yang berada di dataran rendah lebih banyak diserang oleh rayap dibandingkan tanaman yang berada di dataran tinggi. Hal ini berhubungan dengan distribusi rayap yang dibatasi oleh faktor suhu, kelembaban serta ketinggian tempat (Pribadi 2009).

Aktivitas rayap disuatu daerah dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti tanah, tipe vegetasi, faktor iklim dan ketersediaan air. Faktor-faktor tersebut saling berinteraksi dan saling mempengaruhi satu sama lain. Kelembaban dan suhu merupakan faktor yang mempengaruhi aktivitas rayap. Bila kondisi lingkungan berubah akan mempengaruhi perkembangan, aktifitas dan perilaku rayap

(Nandika et al. 2003).

Curah hujan merupakan salah satu faktor pemicu perkembangan eksternal yang merangsang keluarnya kasta reproduktif dari sarang. Laron biasanya keluar pada saat musim hujan. Bila curah hujan terlalu tinggi dapat menurunkan daya jelajah rayap yang berpengaruh langsung terhadap koloni rayap, terutama bila

sarangnya berada diatas permukaan tanah. Koloni Neotermes tectonae bersarang

di dalam kayu dan terlindungi secaralangsung dari pengaruh curah hujan. Di hutan

jati rayap ini memiliki kisaran suhu optimum 22‐26°C dengan ketinggian 0- 700 m

dpl (Nandika et al. 2003). Rayap Macrotermes spmenyukai kelembaban 75

sampai 90% dan pada saat musim panas melakukan daya jelajah membentuk

tabung kembara menuju habitat dengan suhu yang lebih rendah. Cryptotermes sp

merupakan rayap kayu kering dan dengan suhu optimum 15-38°C dapat

melakukan daya jelajah tanpa memerlukan air atau kelembaban tinggi(Khrisna &


(27)

tinggi dibandingkan rayap Reticulitermes flavipes. Bila suhu sangat tinggi rayap akan berada di bawah permukaan tanah atau masuk dalam sarangnya atau tetap beradadi permukaan tanah bila terdapat naungan agar mendapatkan suhu optimum. Di daerah semi gurun dengan penutupan vegetasi yang rendah, rayap

Psammotermes sering ditemukan di bawah batu atau naungan karena dapat menciptakan suhu dan kelembaban yang lebih baik. Jenis tanaman penutup tanah juga mempengaruhi suhu tanah. Di lapangan dengan tanaman sereal dapat memberikan sedikit perlindungan dibandingkan jenis tanaman lain atau semak (Lee & Wood 1971).

Pendugaan Ukuran Populasi

Menurut Krebs (1978) dua kriteria mendasar yang mempengaruhi pemilihan metode pendugaan ukuran populasi adalah kerapatan dan mobilitas dari individu-individu penyusun populasi yang akan diteliti. Pengukuran kepadatan populasi dapat dilakukan dengandua cara,yaitu (a) kepadatan absolut; jumlah organisme per unit areal atau volume (b) kerapatan relatif; kerapatan satu populasi relatif terhadap populasi lainnya (Krebs 1989). Penggunaan metode untuk memperoleh informasi mengenai ukuran populasi biasanya berhubungan dengan sifat mobilitas organisme yang diteliti. Untuk organisme yang bergerak umumnya menggunakan teknik tanda tangkap dan transek garis. Sedangkan untuk organisme yang tidak bergerak menggunakan metode kuadrat, seperti pada tumbuhan (Tarumingkeng 2001).

Umumnya ukuran populasi kolonirayap tingkat rendah terdiri atas

beberapa ratus atau beberapa ribu ekor.Rayap Kalotermes flavicollis

menghasilkan 15-20 ekor rayap untuk tahun pertama, namun beberapa tahun kemudian populasi koloninya menjadi bertambah hingga 600-1.000 ekor

(Richards& Davies 1996).Di Afrikarayap Macrotermes spplebih besar ukuran

populasi koloninya yang terdiri atas beberapa juta ekor(Lee & Wood 1971).

Teknik Tanda Tangkap

Menurut Rismayadi (1999)teknik tanda tangkap pertama kali digunakan


(28)

(1996) juga mempelajari ukuran populasi dan daya jelajah rayap tanah dengan metode teknik tanda tangkap.Asumsi-asumsi yang mendasari semua analisis teknik tanda tangkap adalah: (1) individu bertanda tidak dipengaruhi oleh penandaan dan tanda yang digunakan tidak hilang selama periode pengamatan, (2) individu bertanda bercampursecaraacak dalam populasi, (3) penarikan contoh dilakukan secaraacak (berdasarkan asumsi ini maka individu dalam populasi dari kelompok umur dan dari jenis kelamin berbeda akan memiliki peluang tertangkap berdasarkan perbandingan yang ada dalam populasi dan semua individu mempunyai peluang yang sama untuk tertangkap dalam habitatnya), (4) pengambilan contoh dilakukan dalam waktu tertentu (Southwood 1975, Krebs 1978& 1989).

Metode Schnabel menjadi dasar dari teknik yang digunakan oleh Su

(1994) dan Surnnuwat et al.(1996) untuk mempelajari ukuran populasi dan daya

jelajah rayap tanah. Namun dalam penelitian ini untuk pendugaan ukuran populasi

koloni rayap digunakan metode triple mark reupture technique, yaitu:

N = (∑Mi.ni)/[(∑mi)+1]

SE = N/{[1/(∑mi)+1)]}+{(2/((∑mi)+1)2+[(6/(∑mi)+1)3]}1/2  dimana:

N = Ukuran populasi

SE = Simpangan baku

ni = Jumlah keseluruhan rayap yang tertangkap pada penangkapan ke-i

mi = Jumlah rayap bertanda yang tertangkap pada penangkapan ke-i

Mi = Jumlah total rayap bertanda sampai penangkapan ke-i

Teknik Penandaan

Menurut Southwood (1975) bahan penanda yang digunakan oleh para peneliti terhadap beberapa studi populasi adalah: cat dan larutan bahan pewarna,

penandaan internal dengan penyuntikan, bahan pewarna fluorescent, label,

mutilasi (pemotongan) dan penandaan melalui pengumpanan yang mengandung bahan pewarna.

Pada penelitian pendugaan ukuran populasi koloni dan daya jelajah rayap


(29)

al.1984). Kemudian Su et al. (1991) menggunakan beberapa bahan pewarna

neutral red dan nile blue A, ternyata hasilnya sangat efektif digunakan sebagai pewarna rayap. Setelah itu bahan pewarna ini telah banyak digunakan untuk studi populasi rayap. Su (1994) pernah menggunakan bahan pewarna ini untuk

menandai Reticulitermes flavipes dan C.formosanus, juga pernah di pakai untuk

menandai C. gestroi. Hal yang sama juga pernah dilakukan oleh Harahap et al.

(2005) dalam mengamati perilaku agonistik pada rayap R. flavipes dan R.

nirginicus; menggunakan bahan pewarna nile blue A (0,05%) dan neutral red

(0,25%), ternyata sangat efektif digunakan sebagai bahan penandaan rayap.

Pengendalian Rayap

Pengendalian rayap dengan teknik pengumpanan lebih menguntungkan karena tanah tidak terkontaminasi oleh bahan kimia dan meringankan pekerjaan dari perlakuan yang intensif.Melalui penempatan umpan pertama tidak beracun

pada koloni rayap dandengan mengulangi penempatan umpan beracun yang slow

action, akan lebih efektif untuk menyebarkan racun terhadap individu lain dalam sebuah koloni. Agar pengendalian cara ini lebih efektif maka umpan harus lebih menarik dari makanan di sekitarnya. Penambahan gula, madu, jamur pelapuk, asam amino, sumber nitrogen, bahkan feromon dapat meningkatkan laju komsumsi rayap (Pearce 1997). Pengendalian rayap dengan menggunakan

chlorprenapyr pada berbagai konsentrasi melalui pengumpanan mampu menghasilkan mortalitas yang berkorelasi positif dengan waktu aplikasi dan konsentrasi perlakuan(Sudohadi Y 2001).

Menurut Scheffrahn dan Su (1994) kelebihan dari metode pengumpanan yaitu ramah lingkungan, mudah diterima oleh masyarakat karena sedikit menggunakan bahan kimia yang telah dikemas dalam bentuk yang efektif, dan di sukai rayap dengan kerja racun yang slow action, sehingga dapat mengeliminasi

koloni rayap. Menurut Su et al. (1994) penggunaan hexaflumuron dengan dosis

0,5% yang dilarutkan pada gulungan kertas tissue (Whatman No. 1) dan diumpankan pada rayap, maka semua rayap yang mencerna umpan tersebut tidak segera akan menunjukkan gejala keracunan, tetapi mengganggu proses


(30)

metabolisme dan menghambat proses ganti kulit, kemudian setelah beberapa hari rayap akan mati.

Hingga saat ini pengendalian rayap masih tergantung pada insektisida

sintetik yang berdampak negatif terhadap lingkungan (Kartika et al. 2007),

keracunan bagi penggunadan lainnya. Oleh karena itu perlu alternatif pengendalian cara lain yang ramah lingkungan. Salah satunya dengan memanfaatkan bioinsektisida (Soetopo & Indrayani 2009). Ada enam kelompokmikroorganisme yang bermanfaat sebagai bioinsektisida, yaitu cendawan, bakteri, nematoda, virus protozoa, dan riketsia (Santoso 1993).

Cendawan Metarhizium brunneum Petch

CendawanM. brunneummerupakan salah satu jenis bioinsektisida yang

dapat menimbulkan penyakit terhadap serangga dandapat ditemukan hampir di berbagai tempat, seperti tanah gambut di USA dan Oregon (CABI 2001).

Desyanti (2007) mengisolasikan cendawan M. brunneum dari tanah. Untuk

pertumbuhannya memerlukan suhu optimum 22-27°C (Roddam & Rath 1997),

dengan tingkat keasaman (pH) antara 3,3-8,5, sedangkan pH optimal 6,5 (Domsch & Gams 1980). Konidia akan berkecambah pada kelembaban 90% dan dapat tumbuh baik pada media PDA, jagung dan beras (Ginting 2008).

Butt et al. (2001) mengklasifikasikan cendawan kepada dua divisi yaitu

Myxomycota dan Eumycota.Lebih rinci Roy et al.(2006) mengklasifikasikan

cendawan entomopatogen Metarhizium sp sebagai berikut:

devisi: Ascomycota

kelas: Sordariomycetes ordo: Hypocreales

famili: Clavicipitaceae

genus: Metarhizium

spesies:Metarhizium brunneum Petch

CendawanM. anisopliaemempunyai koloni berwarna putih dan dengan

bertambahnya umurwarnanya berubah menjadi gelap, sedangkan strain M.

brunneum pada awal pertumbuhannya bewarna putih hingga kekuningan, selanjutnya berubah menjadi coklat. Miseliumnya bersekat, diameter 1,98-2,97


(31)

µm, konidiofor tersusun tegak, berlapis, dan bercabang yang dipenuhi oleh konidia. Konidia bersel satu berwarna hialin, berbentuk bulat silinder dengan

ukuran 9,94 x 3,96 mμ (Strack 2003, Ginting 2008).

Keragaman intraspesiespada cendawan entomopatogen umumnya terlihat pada perbedaan virulensinya (Hajek& Leger 1994). Faktor yang dapat mempengaruhi perbedaan keragaman tersebut adalah sumber isolat, inang dan

daerah geografis asal isolat (Varela & Morales 1995, Baretta et al. 1998).

Umumnya strain cendawan entomopatogen yang diisolasi dari inang yang sama akan lebih virulen untuk diaplikasikan terhadap inang tersebut, dibandingkan dari

inang yang berbeda. Seperti cendawanB. bassiana yang koleksi dari kadaver

rayap apabila kembali diinfeksikan terhadap individu rayap lain dari spesies yang sama maka toxisitasnya lebih efektif (Boucias& Pendland 1998).

Pemanfaatan agens hayati cendawanM. brunneum di areal pertanaman

belum pernah dilakukan. Penggunaan cendawan ini baru dilakukan Desyanti

(2007) dalam studi pengendalian rayap tanah Coptotermes spp di laboratorium

dan hasilnya efektif sebagai agens hayati dengan tingkat patogenisitasnya lebih

tinggi dan dapat membunuh rayap Coptotermes spp dengan LC50 terendah

dibandingkan spesies M. anisopliae, B. bassiana, Fusarium oxysporum

danAspergillus flavus (Desyanti 2007). Keefektifan dalam penggunaan cendawan tersebut didukung oleh daya kecambah dan kerapatan konidia yang dihasilkan.

Menurut Desyanti (2007) daya kecambah dari cendawan M. brunneum dan M.

anisopliaesetelah diinkubasiselama 12-24 jammasing-masing 97,20% dan 85

sampai 90%.Kerapatan konidia yang dihasilkan oleh cendawan M. brunneumlebih

tinggi (223,66 x 107/cawan Petri) dibandingkan cendawan M. anisopliae(6,18 x

107/cawan Petri).

Cendawanini mempunyai kemampuan untuk menempel dan menembus kutikula inang dan tumbuh ke bagian internal tubuh inang (hemocoel) sebagai sumber nutrisi untuk pertumbuhan yang mengakibatkan kematian inang. Kemudian cendawan tersebut juga dapat menghancurkan jaringan lain dengan melepaskan toksin dan akan mempengaruhi perkembangan inang secara normal (Boucias& Pendland 1998). Beberapa jenistoksinyang dihasilkan oleh


(32)

Metarhizium spp terhadap serangga yaitu:destruxin, cytohalasins, swainsonine

(Desyanti 2007,Boucias& Pendland 1998).

Diharapkandengan memanfaatkan potensi sumber daya hayati lokal yang

berpotensi di alam Indonesia, seperti pemanfaatan cendawan M. brunneumsebagai

agens hayati yang berpotensi akan dapat mengurangipenggunaan pestisida sintetik yang selama ini banyak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan (Desyanti 2007).

Jarak Pagar (Jatropha curcas L.)

Tahun 1912 tanaman jarak pagar telah diperkenalkan di Indonesia oleh

bangsa Jepang (Hambali et al. 2007). Tanaman ini dapat tumbuh pada tanah kritis

unsur hara, beriklim panas danpada ketinggian tempat 0-1.000 m diatas permukaan laut (dpl). Namun lebih optimal pertumbuhannya pada tanah yang

berstruktur ringan atau tanah lempung berpasir pH(5,0-6,5), suhu (18-30°C), dan

curah hujan (300-1.200 mm) per tahun (Hariyadi 2005). Pada lahan yang kurang

subur populasitanaman jarak pagar 1.666 per hektar (Prihandana & Hendroko 2006). Sedangkan lahan yang subur daya tampungnya2.500 tanamanper hektar dengan jarak tanam setiap tanaman 2 m. Tanaman jarak pagar dapat menghasilkan

3,5-4,5 kg biji/pohon/tahun . Bila rendemen minyak dari bijitanaman jarak pagar

sebesar 30% maka setiap hektar lahan dapat diperoleh 1,5-3 ton minyak/ha/tahun.

Produksi akan stabil setelah tanaman berumur lebih dari 5 tahun.Kemungkinan jarak pagar ini dapat bertahan hidup lebih dari 20 tahun apabilaperawatannya

efektif(Hambali et al. 2007).

Di KIJP Pakuwon budidaya tanaman jarak pagar mengalami beberapa

kendala, salah satu diantaranyaadalah serangan hama rayap M. gilvus yang

merusak sistem perakaran tanaman dan mengakibatkan pengambilan unsur haradari dalam tanah oleh tanaman menjadi terhambat.Semakin lama serangan hama ini semakin meningkat hingga meluas pada tanaman lainnya.Data kuantitatif serangan rayap terhadap tanaman jarak pagar umur tegakan 5 tahun mencapai16,33%. Oleh karenanya serangan rayap hama ini perlu segera dikendalikanagar tidak semakin meluashingga tanaman sehat lainnya.


(33)

BAB III

POPULASI KOLONI RAYAP Macrotermes gilvus Hagen

(Isoptera: Termitidae) DI KIJP PAKUWON SUKABUMI JAWA

BARAT

[Colony size population ofMacrotermes gilvus

Hagen(Isoptera:Termitidae) in KIJP Pakuwon Sukabumi West

Java]

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah untuk menduga ukuran populasi koloni rayap M.

gilvus di KIJP Pakuwon dengan menggunakan tekniktriple markrecapture. M. gilvus dikoleksi dari perkebunan jarak pagar (J. curcas) yang ditentukan dalam tiga blok (I, II, III).Koleksi rayap diwarnai denganneutral red0,25% dan nile

blueA 0,05% di laboratorium.Di blok1 dengan luas areal 15.210 m2ditemukan 8

koloni (150.388 individu), di blok 2 dengan luas areal 5.700 m2hanya ditemukan

satu koloni (59.459 individu), dan di blok 3 dengan luas areal 27.000 m2 15

koloni(149.459 individu). Total populasi M. gilvusyang ditemukan terdiri atas 24

koloni dengan 359.066 individu yang tersebar dalam luas areal 47.910 m2.

Kata kunci: Populasi, Macrotermes gilvus, Jatropha curcas, KIJP Pakuwon

Abstract

The aim of this study was to predict the population size of M. gilvus colonyat KIJP Pakuwon using Triple Mark Recapture Technique. M. gilvus was collected from castor plantation whichwas divided in to three blocks (I,II, III). Later M.

gilvus were cleaned, counted and maintained in a Petri dish fed with filter papers

that have been colored by neutral red 0,25% and nile blue A 0,05%. Eight colonies were found on block 1 and the area width is 15.210 m2 (150.388 individuals), only one colony on block 2 with the area width is 5.700 m2 (59.459 individuals), and 15 colonies on block 3 with area width is 27.000 m2 (149.459 individuals). The total population of M. gilvus was 24 colonies counsisted of 359.066 individuals with total area width 47.910 m2.


(34)

Pendahuluan

Populasi merupakan sekelompok individu suatu organismedan termasuk dalam satu spesies yang dapat melangsungkan interaksi genetik dengan spesies yang sama pada waktu tertentu di suatu wilayah atau ruang tertentu (Tarumingkeng 1992). Karakteristik suatu populasi yaitu kepadatan (densitas), laju kelahiran (natalitas), laju kematian (mortalitas), sebaran (distribusi) umur, potensi biotik, sifat genetik, perilaku dan pemencaran (dispersal) (Tarumingkeng 1992). Ukuran populasi sebuah koloni rayap sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh habitat, mikroklimat (kelembaban, suhu, curah hujan), jenis tanah dan umur ratu (Khrishna & Weesner 1969).

Ukuran populasi koloni merupakan bagian penting dari sebuah koloni rayap (Riklefs 1990). Dasar kriteria menggunakan metode pendugaan ukuran populasi adalah kerapatan dan mobilitas individu penyusun populasi (Krebs 1978). Untuk organisme bergerak, umumnya digunakan teknik tanda tangkap, metode kuadrat atau transek garis, sedangkan organisme yang tidak bergerak seperti tumbuhan digunakan metode kuadrat (Tarumingkeng 2001).

Meskipun ukuran populasi rayap tanah sulit dipelajari karena hampir semua aktivitasnya di bawah permukaan tanah, namun penelitian di bidang tersebut telah berkembang menggunakan berbagai macan metode baru. Penelitian

tentang pendugaan ukuran populasi koloni rayap C. curvignathus dan M.

inspiratusdapat dilakukan menggunakan metode triple mark reapture tehnique(teknik tanda tangkap) (Tarumingkeng 1992).

Agar pengendalianrayap dapat berlangsung lebih efektif dan efisien perlu

diketahui ukuran populasi koloninya (Nandika et al. 2003). Rayap hama M. gilvus

pada tanaman jarak pagar perlu dikendalikan sedini mungkin agar kerusakan yang ditimbulkan tidak mencapai ambang ekonomi.

Bahan dan Metode Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Taksonomi Serangga, Laboratorium Patologi Serangga Departemen Proteksi Tanaman Fakultas


(35)

P P P d 9 t p y k s p G I y B d L

Pertanian I Pakuwon Su

Persiapan S Loka dalam tiga b 9 stasiun (bl terdiri dari 1

pipa PVC Ф

yang ditutup kemungkina setiap blok pemasangan

Gambar 1 P × P d p Identifikasi Seran yang dikole Barat. Cont dimasukkan Laboratorium a Institut Pert ukabumi Jaw Stasiun Peng asi percobaa blok (I,II, da

lok II), dan 10 potong ka

Ф 5 inci. Kem

p dengan bah an gangguan k. Berikut nnya di KIJP

Perakitan Sta ×10 cm) dib PVC berisi dari bahan permukaan s

i Rayap ngga yang d ksi dari Keb toh beberap ke dalam m Taksono

tanian Bogo wa Barat, seja

gamatan da an adalah l n III) yang m

45 stasiun ( ayu pinus (1

mudian pipa han plastik b n dari luar. ini bagian-P bagian-Pakuwon (G

asiun Penga bungkus den

kayu pinus

plastik (wa

stasiun peng

digunakan d bun Induk J pa individu m botol ber

omi Serang

or, dan di K ak Nopembe

an Pemasan lahan KIJP masing- mas

(blok III). S cm × 2 cm× a PVC dimas berwarna ge Jarakantara bagian dari Gambar 1 da

amatan: (a) p ngan kertas yang terbun ater straine amatan. dalam penel Jarak pagar u rayap (ka risi alkohol gga Depart

b

Kebun Indu er 2009 samp

ngannya Pakuwon. sing terdiri d Stasiun peng ×10cm) yang sukkan dalam elap, agar tid astasiun pen

i stasiun p an 2).

potongan kay kardus bek ngkus kardu

r) sebagai

itian ini ada (KIJP) Pak asta pekerja

l 70%. Ide temen Prot

uk Jarak Pag pai Juli 2010

Percobaan dari 23 stasiu gamatan yan

g dimasukka m lubang ga dak tembus c ngamatan 20

pengamatan

yu pinus (1 kas, (b) poto us bekas, dan penutup pa

alah spesies kuwon Sukab

a dan kast entifikasi d teksi Tanam

gar (KIJP) 0.

ditentukan un (blok I), g dipasang n ke dalam alian 15 cm cahaya dan 0 m dalam

dan cara

cm × 2 cm ongan pipa n (c) tutup ada bagian

s M. gilvus

bumi Jawa a prajurit) dilakukandi

man IPB. c


(36)

Karak pengen Gamb techni beriku Tahap dari ta (What

dan ni

rayap Rayap dilepa pelepa dikum berwa Tahap kteristik morf nalan rayap

ar 2 (a) sta

Percobaan que(Marini ut: p Pertama Kayu ump anahserta di tman No 1)

ile blue A 0 selama 3 ha p yang telah skan ke stas asan rayap b mpulkan. Ra rnadihitung p Kedua fologi spesie (Tarumingk siun pengam P ini me & Roberto 1

pan yang ter ihitung jum yang telah 0,05% (Hara ari, sehingga h berwarna siun pengam bertanda.Kay ayap yang kembali.

es rayap ini keng 1971).

matan, dan (b

Pelaksanaan enggunakan 1998). Adap rserang rayap mlahnya. Pew direndam da hapet al. 20 a diperoleh r tersebut dih matan tempa

yu umpan d tertangkap a diketahui be b) pemasang n Penelitian metode pun tahapan k

p dikumpulk warnaannya alam bahan 005). Kertas rayap warna hitung kemb at rayap dita dari setiap s p baik yan

erdasarkan k

gannya di KI

triple m

kerja dari m

kandan dipi menggunak

pewarna ne

tissue dium biru dan me bali jumlahn angkap. Satu stasiun peng ngberwarna kunci identif JP Pakuwon mark recap

metode ini seb

sahkan raya kan kertas t

eutral red 0 mpankan terh

erah (Gamba nya dan kem u minggu se gamatan kem maupun b fikasi n. pture bagai apnya tissue ,25% hadap ar 3). mbali etelah mbali tidak


(37)

p s t T s r N S d N S n m M G Raya prosedur pad semula ditan tahap pertam Tahap Keti Pena seperti pros

rayap M. gil

N = (∑Mi.n

SE = N/{[1/ dimana:

N = Uk

SE = Sim

ni = Jum mi = Jum Mi = Jum

Gambar 3 R d a

ap yang ter da tahap per ngkap. Sem ma dengan ta

iga

andaan, pele edur tahap

lvusdigunaka

ni)/[(∑mi)+1

(∑mi)+1)]+

kuran popula mpangan Ba mlah keselur mlah rayap b mlah total ra

Rayap M. gi

dan (b) nile

rtangkap pad rtamadan k minggu setela ahap berikutn

epasan dan p pertama da an metode B

]

{(2/((∑mi)+

asi. aku.

ruhan rayap bertanda yan ayap bertand

ilvus yang te

e blue A 0,05

da tahap pe kembali dilep ah pelepasan nya (kedua d

penangkapan an kedua. Pe Begon (Marin

+1)2+[(6/(∑m

yang tertang ng tertangkap da sampai pe

elah diwarnai 5%.

ertama, diw pas ke stasiu n diamati ke dan ketiga) s

n rayap untu endugaan uk ni & Roberto

mi)+1)3]}1/2

gkap pada pe p pada penan enangkapan k

i dengan (a) b

warnai kemb un pengama embali. Inte selama 10 ha

uk tahap tig kuran popu o 1998) yaitu

enangkapan ngkapan ke-ke-i

) neutral red

bali seperti atan tempat rval waktu ari. ga diulangi lasi koloni u: ke-i. -i.


(38)

1. Id dan III Tabel Blo I II II mayor Gamb 2. U

M..gilv

ukuran sebesa terdiri dan 86 a dentifikasi R Semua con I di KIJP Pa 1 Spesies ra

ok Juml

pen I

I II

Bahan ide r (Gambar 4)

ar 4 Rayap (c) kas

Ukuran Popu Hasil peng

vus di KIJP

n populasi k ar 25% (A) d

dari satu ko 6,87% kolon

Rayap ntoh rayap y akuwon adal ayap dari sta lah stasiun ngamatan 23 9 45 entifikasi ada ).

p Macroterm

sta prajurit m

ulasi Koloni gamatan me

Pakuwon d koloni kecil. dan 75% kol oloni besar (A ni kecil(D,E,F

Hasil dan

yang dijumpa lah Macroter

asiun pengam

alah rayap k

mes gilvus (a mayor

i Rayap Ma enunjukkan igolongkan

Persentase u loni kecil (B A) (Gambar F,G,H,I,J,K,

b

n Pembaha

ai di stasiun

rmes gilvus

matan di KIJ Spes

Macrote Macrote Macrote

kasta pekerj

a) kasta peke

acrotermes g bahwa uku kepada ukur ukuran popu B,D,E,F,G,H r 6). Blok III ,L,M,N dan san n pengamatan Hagen (Tab JP Pakuwon. sies rayap ermes gilvus ermes gilvus ermes gilvus

ja, kasta pra

erja (b) kast

gilvus Hagen uran popula ranpopulasi ulasi koloni b H) (Gambar 5 I 13,13% ko

O) (Gambar c

n pada blok el 1). . s s s ajurit minor

ta prajurit m

n

asi koloni r koloni besar besar pada b 5). Blok II h loni besar (A r 7) I, II, r dan inor rayap r dan blok I hanya A, B)


(39)

Tabel 2Ukuran populasi koloni rayap Macrotermes gilvus Hagen di KIJP Pakuwon.

No Blok Jumlah Koloni Ukuran Populasi (N) Luas areal (m2)

I 8 150.388 15.210

II 1 59.219 5.700

III 15 149.459 27.000

Jumlah 24 359.066 47.910

Ukuran populasi koloni tiap blok berbeda. Persentase koloni pada blok I, II, dan III termasuk koloni ukuran kecil 73,17%, sedangkan 20,83% termasuk

koloni ukuran besar (Tabel 2).Karakteristik koloni rayap M. gilvus di KIJP

Pakuwon banyak didominasioleh kasta pekerja dan hanya dalam jumlah kecil terdapat kasta prajurit. Hal inimenunjukkan bahwa kasta pekerja berperan penting terhadappembangunan sebuah koloni terutamakoloni yang baru terbentuk.

Di KIJP Pakuwon jugaterdapat koloni rayap M. gilvusyang mempunyai

kasta prajurit hampir seperempat dari jumlah kasta pekerja. Hal inididuga karena banyaksemut di sekitar stasiun pengamatan sebagai musuh utama rayap.Ratu dalam koloni tersebutmenghasilkan lebih banyak kasta prajurit untuk melindungi anggota koloninya dari serangan semut. Pada koloni yang tidak terdapat sarang semut jumlah kasta prajurit minor sangat sedikitbahkantidak terdapat kasta prajurit mayor.


(40)

Gambar 5 Ukuran populasi setiap koloni rayap M. gilvus pada blok I

Gambar 6 Ukuran populasi setiap koloni rayap M. gilvus pada blokII

88.062

16.478

23.819

3.436 3.132 4.572 5.699 5.190

0 10.000 20.000 30.000 40.000 50.000 60.000 70.000 80.000 90.000 100.000

A B C D E F G H

Uk

uran po

p

ulasi

ko

lon

i

Koloni Rayap Macrotermes gilvus

59.219

0 10.000 20.000 30.000 40.000 50.000 60.000 70.000

1

Ukura

n popul

asi koloni

Koloni rayap Macrotermes gilvus


(41)

Gambar 7 Ukuran populasi setiap koloni rayap M. gilvus pada blokIII

Ukuran populasi koloni rayap diduga tergantung pada umur ratu (umur koloni), semakin tua umur ratu maka kapasitas untuk meletakkan telur akan lebih tinggi demikian juga sebaliknya semakin muda umur ratu, kemampuan untuk

meletakkan telursemakin rendah. Menurut Faulet et al. (2006)ukuran

populasisebuah kolonirayap dengan jumlah individu kurang dari 20.223 individu (50% kasta pekerja dan 10% kasta prajurit) termasuk dalam koloni ukuran kecil, sedangkan lebih besar dari ukuran tersebut dikelompokkan ke dalam koloni ukuran besar. Ukuran populasi koloni dipengaruhi oleh umur ratu dan lingkungan sertaadanya gangguan organisme lain seperti semut (Khrisna &Weesner 1969). Lee at al. (2007) menambahkan bahwaapabila lingkungan tidak mendukung maka ukuran populasi koloni rayap tidak akan meningkat bahkan semakin rendah.Berbagai faktor lingkungan seperti tanah, tipe vegetasi, iklim, dan ketersediaan air, sangat mempengaruhi ukuran populasi koloni rayap.

Lingkungan KIJP Pakuwon dengan ciri tingkat kelembaban relatif 76

sampai 88%, suhu permukaan22-26°C, sirkulasi udararelatif lebih baik,

32.913

21.061

13.834

5.045

570 5.275

904 4.369

439 18.469

5.172 7.394

17.675 15.799

540

0 5.000 10.000 15.000 20.000 25.000 30.000 35.000

A B C D E F G H I J K L M N O

Uk

ur

an Pop

ula

si Ko

lon

i


(42)

kandungan bahan organik banyak sangat menunjang perkembangan populasi koloni rayap

Simpulan

1. Jenis rayap yang dijumpai di KIJP Pakuwon adalah Macrotermes gilvus.

2. Ukuran populasi koloni rayap M. gilvusdi KIJP Pakuwon sebesar 359.066

individu dari 24 koloni.

3. Umumnya lebih banyak terdapat koloni ukuran kecil dibandingkan koloni

ukuran besar.

Daftar Pustaka

Faulet BM, Niamke S, Gonnety JT, Kouame LP. 2006. Purification and biochemical properties of a new thermostable xalanase from symbiotic

fungusTermitomyces sp. African Journal of Biotechnology 5(3): 273-282.

Harahap IS, Benson EP, Zungoli PA, Adler PH, Hill HS. 2005. Inter-and

intra-colony agonistic behavior of nativesubterranean termites, Reticulitermes

flavipes and Reticulitermes virginicus (Isoptera: Rhinotermitidae). Sociobiology 46: 305-316.

Khrishna K, Weesner FM. 1969. Biology of Termites.Volume II. New York: Academic Press.

Krebs J. 1978. Ecology the Experimental Analysis of Distribution and Abundance.Second Edition.Harper and Row Publisher. New York.

Lee CY, Vongkaluang , Lenz M. 2007. Challenges to subterranean termite tunnel

branches for efficient food search and resource transportation. BioSystems

90:802-807.

Marini M, Roberto F 1998. A Population survey of the Italian subterranean

termite Reticulitermes lucifuguslucifugus Rossi in Bacnacavallo (Rovenna,

Italy) using the Triple Mark Recupture Techninque (TMR). Zoological

sciencie 15:963-969

Nandika D, Rismayadi Y, Diba F. 2003. Rayap, biologi dan pengendaliannya Surakarta.Muhammadiyah University Press.

Riklefs H. 1990. Ecology.Third Edition. W.H. Freeman and Company. New York.


(43)

Tarumingkeng R. 1971. Biologi dan Pengenalan Rayap Perusak Kayu di Indonesia. Laporan Lembaga Penelitian Hasil Hutan. No. 138. Bogor.

Tarumingkeng R. 1992. Insektisida: sifat, mekanisme kerja dan dampak penggunaannya. Ukrida Press. Jakarta.

Tarumingkeng. R. 2001.Biologi dan Perilaku Rayap.http://tumoutou.net/


(44)

BAB IV

DAYA JELAJAH RAYAP Macrotermes gilvus Hagen (Isoptera:

Termitidae) DI KIJP PAKUWON SUKABUMI JAWA BARAT

[The foraging range of Macrotermes gilvus Hagen (Isoptera:

Termitidae) in KIJP Pakuwon Sukabumi West Java]

Abstrak

Daya jelajah maksimum rayap Macrotermes gilvus Hagen dipengaruhi oleh faktor

lingkungan terutama sumber makanan yang tersedia pada habitatnya. Penelitian

ini bertujuan untuk mempelajari daya jelajah maksimum rayap M. gilvus di KIJP

Pakuwon. RayapM. gilvusditangkapdari stasiun pengamatan, dipisahkan dari

tanah dan diwarnai denganneutral reddan nile blue.Rayap berwarna kemudian

kembali dilepaskan pada stasiun pengamatan dan seminggu kemudian diamati.

Rata-rata daya jelajah maksimum rayap M. gilvussejauh 140,5 m

Kata kunci : Macrotermes gilvus, daya jelajah,KIJP Pakuwon

Abstract

The maximum foraging range of M. gilvusinfluenced by environmental factors especially the availability of food resourcesin their habitat. The aim of this reseacrh was to study the maximum foraging range of M.gilvus in KIJP Pakuwon. The reseacrh was carried out by capturing M. gilvus from observation stations separated from the soil and marked with neutral red and nile blue. Marked termites then released back to the station and observed a week later. Average maximum foraging range of M. gilvus extent to140,5 m.


(45)

Pendahuluan

Wilayah jelajah didefinisikan sebagai daerah yang dikunjungi oleh organisme secara tetap kerena tersedia sumber makanan dan dapat berfungsi sebagai tempat berlindung, beristirahat, dan bereproduksi (Moen 1973, Alikodra 1990).Beberapa spesies rayap memiliki daya jelajah lebih luas untuk mendapatkan sumber makanan. Perilaku persentuhan fisik dan bau yang dikeluarkan melalui jejak dari individu rayap untuk disampaikan kepada anggota koloninya merupakan suatu mekanisme penyampaian informasi terhadap sumber makanan yang baru ditemukan (Pearce 1997).

Mempelajari daya jelajah rayap tanah mengalami kesulitan karena hampir

semua aktivitasnya di bawah permukaan tanah (Su et al. 1994).Pendugaan daya

jelajah rayap dapat dilakukan dengan menggali galeri rayap(King & Spink 1969)

atau menggunakan penanda radioisotop (Spragg & Paton 1980). Sornnuwat et al.

(1996) menyatakan bahwakedua cara tersebut kurang efektif digunakan untuk

mempelajari daya jelajah rayap. Metode tanda-lepas-tangkap (

mark-release-recapture method) telah banyak digunakan untuk melakukan penelitian terhadap

daya jelajah rayap (Su et al. 1994, Su et al. 1991, Sornnuwat et al. 1996).

Beberapa bahan penanda sangat efektif digunakan untuk penelitian daya jelajah

rayapC. formosanus seperti neutral red dan nile blue A (Su et al. 1991).

Bahan dan Metode Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan sejak Nopember 2009 sampai Juli 2010 di Kebun Induk Jarak Pagar (KIJP) Pakuwon, Sukabumi, Jawa Barat.

Perakitan Stasiun Pengamatan dan Pemasangannya

Cara kerja sama seperti yang telah diuraikan pada BAB III

Pelaksanaan Penelitian

Seluruh stasiun pengamatan yang terdapat pada blok II diberi nomor 1 sampai 9. Stasiun pengamatan tersebut kemudian diundi sehingga akan terpilih


(46)

dua stasiun pengamatan sebagai tempat pelepasan awal. Rayap yang terdapat pada stasiun pengamatan terpilih (3 dan 9) dikoleksisecara terpisah dan diwarnai melalui pengumpanan menggunakan kertas saring yang telah direndam ke dalam

neutral red (0,25 %) dan nile blue A (0,05%) dalam Petridishsecara terpisah

(Harahap et al. 2005) selama tiga hari (Tabel 3). Setelah berwarna merah dan biru,

rayap dilepas kembali di stasiun pengamatan tempat semula. Pengamatan terhadap

daya jelajah maksimum rayap M. gilvusdilakukan mulai dari blok II(stasiun

pengamatan tempat pelepasan rayap bertanda) hingga pada blok I dan blok III (stasiun pengamatan tempat ditemukan kembali rayap bertanda) menggunakan alat ukur meteran pita 50 m (Gambar 12).

Tabel 3 Stasiun pengamatan terpilih untuk menduga daya jelajah rayap M. gilvus.

Nomor stasiun Rayap tertangkap Tanda Lepas

Merah Biru Merah Biru

3 556 556 482

9 495 495 411

Hasil dan Pembahasan

Rayap M. gilvus melakukan daya jelajah untuk mendapatkan sumber

makanan dan sangat ditentukan oleh lingkungan yang optimal. Rata-rata jarak

linier daya jelajah rayap M. gilvus pada blok I sejauh 140,5 m (324,25 individu)

dari luas areal 15.210 m2 (Gambar 8), dan blok III sejauh 140 m (311,26 individu)

dari luas areal 27.000 m2 (Gambar 9). Cara pengukuran daya jelajah rayap M.

gilvus pada (Gambar 13). Sedangkan hasil pengamatan daya jelajah setiap koloni dari blok (I dan III) dapat di lihat pada Gambar (4 dan 5).

Rayap M. gilvusmelakukan daya jelajah lebih jauh pada blok I diduga

pengaruh dari beberapa faktor lingkungan terutama makanan yang tersedia sangat terbatas (Gambar 10). Di blok Ipertumbuhan tanaman jarak pagar kerdil dengan kerapatan tajuk tananam lebih rendah dan luas kanopinya lebih sempit. Tidak terdapat serasah dari sisa tanaman seperti daun dan cabang yang patah pada habitat tersebut. Sanitasi gulma dilakukan secara berkelanjutan di sekitar pangkal akar tanaman jarak pagar.Kesemua faktor-faktortersebut dapat menyebabkan


(47)

G

Ga

Gambar Gambar 8 day

ambar 9 day 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 Jarak je la ja h (m ) 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 Ja ra k J el ajah (m )

10 Kondisi t ya jelajah ra

ya jelajah ray 169 m 22 110 m 18 Sta tanaman jara

ayap Macrot

yap Macroter

155 m 28 Stasiun Pen 125 m 25 asiun Pengama

ak pagar pad

ermes gilvus rmes gilvus 114 m 32 ngamatan 165 m 29 atan

da blok I

s pada blok I

pada blok II 124 m 36 160 m 42 I II


(48)

cahaya menin tanah.K menem hingga dari be organi jumlah perkem langsu tanam tanam mulsa dengan ini san yang t akan b tabung semak Gambar 1 a matahar ngkatkansuhu Kondisi ha mukan habit a dapat mene

Pada blok eberapa fakt ik.Pertumbuh h cabang d mbangan ka ung menyin man dan kan man yang tel

dan mening n meningkat Dari uraian ngat optima tersedia sang

berjelajah u g kembara. kin baik kual

1Kondisi tan ri langsun u permuka abitat ini ku

tat yang opt emukannya.

III daya je tor lingkung han tanama dan daunnya anopi tanam ari permuka nopinya.Sisa lah mati dan gkatkan kand tnya kesubur n tersebut da al terhadap r gat maksima untuk menem Daya jelaj litas habitat naman jarak ng dapat aan tanah urang efekt timal rayap elajah rayap gan seperti je an jarak pag

a lebih ban man (Gamb aan tanah k a tanaman s n jatuh dipe dungan baha ran tanah. apat disimpu

rayap M. gi

al. Bila sumb mukan sum ah rayap sa akan semaki

k pagar pada menyinar dan renda tif dan kur

M. gilvusha

M. gilvusle enis tanah la gar lebih ef nyak) yang bar 11).Cah karena terha seperti seras ermukaan ta an organik ta

ulkan bahwa

lvus, karena

ber makanan mber makana

angat ditent in dekat day

blok III ri permuk ahnya tingk

rang disuka arus melakuk

ebih dekat, d atosol dan k fektif (tanam berkorelasi haya matah ambat oleh

sah dari da anah dapat b

anah yang b

kondisi hab a kuantitas s n telah habis an lain den tukan oleh ya jelajah ray

kaan tanah kat kelemb ai rayap. U kan daya je

diduga peng kandungan b man lebih ti i positif de hari tidak d

kerapatan aun atau ca

berperan seb erkorelasi p

bitat pada blo sumber mak kasta pekerj ngan membe kualitas ha yap, dan sem

h,dan baban Untuk elajah garuh bahan nggi, engan dapat tajuk abang bagai ositif ok III kanan janya entuk abitat, makin


(49)

r a p s s a t s r p d s ( j a d m b s rendah kuali

al. (2003) da

penanda jeja sangat mene salah satu ca

al. 2007). T

tidak mengu sebagai sala

range. Tabu pertama bera dari tabung satu ciri dar (Hoi 2007). Gambar Dari jelajah maks agens hayati dari setiap maksimum

brunneum) d setiap indivi

iatas habitat aya jelajah r ak. Namun b entukan agar

ara rayap un Tabung kemb untungkan s ah satu strat ung kembara ada dekat de kembara (L ri banyakny

r 12 Penguk metera hasil pene simum. Oleh

i cendawanM

koloni, mu daya jelajah dari satu ind idu rayap dar

maka sema rayap berlan beberapa fak r berhasil me ntuk mengatu baraberfungs

erta untuk m tegi penghe a dibuat da engan sarang Li & Su 200

a sumber m

kuran daya an pita ukura litian ini te h karena itu t

M. brunneum

ulai dari ray hnya. Harap dividu ke in ri setiap kolo

akin jauh day gsung secara ktor lingkun elakukan day ur suhu dala si untuk mel mendeteksi b ematan energ alam jumlah gnya, Semen 8). Banyakn makanan yan

a jelajah r an 50 m. elah diketah

teknik penge

m yang diapl

yap berjelaj pannya akan ndividu lainn

oni dapat ter

ya jelajahny aacak denga ngan seperti ya jelajah. T am melakuk lindungi diri

bila ada gan gi pada saa h banyak, di ntara kelanju nya tabung k ng ditemukan

rayap M.

hui kemamp endaliannya likasikan pa jah hingga n terjadi tran nya dalam se rinfeksi dan

a. Menurut N an meletakka

suhu dan k Tabung kemb an daya jela i dari lingku ngguan dari at melakukan

imana tabun utannya dise kembara me n pada loka

gilvus me

puan jarak l dengan mem da stasiun p

melebihi k nsfer agens etiap koloni mengalami k

Nandika et

an feromon kelembaban barasebagai

ajah (Liu et

ungan yang luar, serta n foraging

ng kembara but cabang njadi salah asi tersebut nggunakan linier daya manfaatkan pengamatan kemampuan

hayati (M.

i. Sehingga kematian.


(50)

Simpulan

Rata-rata daya jelajah maksimum rayap M. gilvusdi KIJP 140,5 m.

Daftar Pustaka

Alikodra HS. 1990. Pengelolaan Satwa Liar. Jilid I. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat IPB. Bogor

Harahap IS, Benson EP, Zungoli PA, Adler PH, Hill HS. 2005. Inter-and

intra-colony agonistic behavior of nativesubterranean termites, Reticulitermes

flavipes and Reticulitermes virginicus (Isoptera: Rhinotermitidae).

Sociobiology 46: 305-316.

Hoi YB 2007. Tunneling behaviour and barrier penetration of subterranean

termites with special reference to Coptotermes gestroi (Wasmann) (Isoptera:

Rhinotermitidae) [tesis]. Malaysia: University Saint Malaysia.

King FG, Spink WT 1969. Foraging galleries of the formosan termite

Coptotermes formosanus in Louisiana.Ann Entomol Society. Vol 62.

Li HF, Su NY. 2008. Sand displacement during tunnel excavation by the

fermoson subterranean termite (Isoptera: Rhinotermitidae). Ann Entomol.

Soc Am. 101(2):456-462.

Liu X, Monger HC, Whitford WG. 2007. Calcium carbonate in termite galieries

biomineralization or upward transport. Biogeohemistery 82:241-250.

Moen AN. 1973. Wildlife of Ecology. W.H. Freeman Company. London.

Nandika D, Rismayadi Y, Diba F. 2003. Rayap Biologi dan Pengendaliannya. Surakarta: Muhammadiyah University Press

Pearce MJ. 1997. Termites: Biology and Management. New York. CAB

International.

Sornnuwat, Y. 1996. Studiet on damage of contruction caused by subterranean Termites and its Control in Thailand.Royal Forest Departement. Bangkok. Spragg WT, Paton R.1980. Tracing trophallaxis and measurement of colonies of

subterranean termite (Isoptera) using a radioactive tracer. Ann J

EntomolSociety.Vol 72.

Su NY, Ban RM, Scheffrahn RH.1991. Evaluation of dyes marker for population studies of the eastern and formoson subterranean termites

(Isoptera:Rhinotermitidae). Sociobiology.Vol 19.

Su NY, BanRM, Scheffrahn RH,1994. Field evalution of hexaflumoron bait for

population suppresion of subterranean termite (Isoptera: Rhinotermitidae).J


(51)

(1)

TERH

T

HADAP RA

Termitidae

SE

INS

AYAP Ma

e) PADA T

(Jatrop

MUHAM

EKOLAH

STITUT P

acrotermes

TANAMA

opha curca

MMAD SA

H PASCAS

ERTANIA

BOGOR

2012

s gilvus Ha

AN JARAK

as L.)

AYUTHI

SARJANA

AN BOGO

agen (Isop

K PAGAR

A

OR

ptera:

R


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Asbani N, Amir AM, Subiyakto. 2007. Inventarisasi hama tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L). Prosiding Lokakarya II: Status teknologi tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L). Bogor 29 Nopember 2006.Puslitbang Perkebunan, Bogor 83-90.

Baretta NF, Lecuona RE, Zandomeni RO, Grau O. 1998. Genotyping isolate of the entomopthogenic fungus Beauveria bassiana by RAPD with Fluorescent Labels. J Invertebrate Pathology71: 145-150.

Boucias DG, Pendland JC. 1998. Principles of insect pathology. London: Kluwer Academic Publishers.

Butt TM, Jackson C, Magan N. 2001. Fungi as biocontrol Agents: progress, problems and potential. United Kingdom: CABI Publishing.

CABI.2001. Crop Protection Compedium (CD-ROM), CABI,Rome.

Clark. TB, Kellen WR,FukudaT, Lindegren JE. 1968. Field and laboratory studies of the pathologycity of the fungus Beauveria bassiana to the three genera of mosquitoes. J Invertebrate Pathology 11: 1-7.

Desyanti. 2007. Kajian pengendalian rayap tanah Coptotermes spp. (Isoptera: Rhinotermitidae) dengan menggunakan cendawan entomopatogen isolat lokal (Disertasi). Bogor: Program Pascasarjana.Institut Pettanian Bogor. Domsch KH, Gams W, Anderson TH. 1980. Compedium of soil fungi.London

Acedemic Press

Ginting S. 2008. Patogenisitas beberapa isolat cendawan entomopatogen terhadaprayap tanah Coptotermes curvignathus Holmgren dan

Schedorhinotermes javanicus Kemmer (Isoptera: Rhinotermitidae). [Tesis].Program Pascasarjana.Institut Pertanian Bogor.

Grasse PP. 1984.New Experiment with Macrotermes mulleri and consideration on the theory of stigmergy. Insectes Sociaux 14: 3-102.

Hajek AE, Leger RJ. 1994. Interactions between fungal pathogens and insect hosts. Ann ReviewEntomol 39: 293-322.

Hambali E. 2007. Prospek pengembangan tanaman jarak pagar untuk biodiesel dan produk turunan lainnya.Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi, LPPM-IPB.Workshop Pendirian Kebun Bibit Sumber, Demplot dan Feasibility Studyuntuk Perkebunan Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn.)

Harahap IS, Benson EP, Zungoli PA, Adler PH, Hill HS. 2005. Inter-and intra-colony agonistic behavior of nativesubterranean termites, Reticulitermes


(3)

flavipes and Reticulitermes virginicus (Isoptera: Rhinotermitidae).

Sociobiology46:305-316.

Hariyadi. 2005. Sistem budidaya tanaman jarak pagar (Jatropha curcas Linn). Makalah disampaikan pada seminar nasional jarak pagar (Jatropha curcas

Linn) untuk Biodisel dan Minyak Bakar.Diselenggarakan Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi Institut Pertanian Bogor.22 Desember 2005.

Harris. 1971. Termite: Their recognition and control. Second Edition.Longmans and Holtd. London.

Hasan T. 1986. Rayap dan Pemberantasannya (penangulangan dan pencegahanya). Jakarta: Yasaguna.

Hasnam. 2006. Variasi jatropha L. Info Tek Jarak Pagar. 1 (2): 5.

Hendriadi A, Handaka, Lilik TM. 2005. Prospektif teknologi pengolahan biodiesel dari biji jarak (Crude Jatropha curcas Oil) skala pedesaan. Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian. Bogor 28 September 2005. Henning, Reinhard K. 2000. The jatropha booklet.A. guido to the system and its

dissemination in Zambia.GTZ-ASIP-Support- Project Southtrm Prvince. P 6 Kartika T, Sulaeman Y, Didi T, Arief HP, Ikhsan G. 2007. Pengembangan

formula bahan infeksi cendawan sebagai alternatif biokontrol rayap tanah Coptotermes sp. development of infection material formula for fungi as bio-control alternative to subterranean termites Coptotermes sp. [Google 15 Juli 2009].

Krebs CJ. 1978. Ecology the experimental analysis of distribution and abundance. Second Edition.Harper and Row Publisher. New York.

Krebs. 1989. Ecological Methodology. Harper and Row Publisher. New York.

Krishna K, Weesner FM. 1969.Biology of Termites.New York: Academic. Press.

Lee KE, Wood TG. 1971. Termites and Soil. Academic Press.London and New York.

Mahmud Z, Rivaie AA, Allorerung D. 2006. Petunjuk teknis bududaya jarak pagar (Jatropha curcas L). Pusat penelitian dan pengembangan perkebunan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. 35 hal. McCoy C, Quintela ED, de-Faria M. 2004.Enviromental persistence of

entomopathogenic fungi.University of Florida.http://www.agctr.Isu. edu./ S265/mccoy.htm [28mei 2010]

Millstein JA,Brown GC, Nordin GL. 1983. Microclimatic moisture and conidial production in Erynia sp (Entomopathorales): In vivo moisture balance and conidiation phenology. Environ Entomol12:1339-1343.


(4)

Mirampuri GS, Khachatourians GG 1991. Infection sites of the entomopathogenic fungus Beauveria bassiana in the larvae of the mosquito Aedes aegypti. Entomologia Experimentalist et Applicata 59:19-77

Nandika D, Rismayadi Y, Diba F. 2003. Rayap Biologi dan Pengendaliannya. Surakarta: Muhammadiyah University Press.

Natawigena H, 1990. Entomologi Pertanian. Orba Shakti Bandung.

Nordin. GL, Brown GC, Millstein JA. 1983. Epizootic phenology of Ernia disease of the alfalfa weevil, Hypera postica (Gyllenhal) (Coleoptera: Curculionidae), in central Kentuky, Environ Entomol 12: 1350-1355.

Oka IN. 2005.Pengendalian hama Terpadu dan Implementasinya di Indonesia. Gajah Mada University Press.Yogyakarta. 225 hal

Pearce MJ. 1997. Termite: Biology and Management.New York: CAB International Publisher.

Prihandana R, Hendroko R. 2006. Petunjuk Budidaya Jarak Pagar. Agromedia Pustaka. Jakarta. 84 hal.

Pribadi T. 2009. Keaneragaman komunitas rayap pada tipe penggunaan lahan yang berbeda sebagai bioindikator kualitas lingkungan (Tesis). Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian. Bogor.

Richards OW, Davies RG. 1996. IMM’S General Textbook of Entomology. Tenth Edition. Vol II. Chapman and Hall. Australia.

Rismayadi Y. 1999. Penelaahan daya jelajah dan ukuran populasi koloni rayap tanah Schedorhinotermes javanicus Kemmer (Isoptera:Rhinotermitidae) serta Microtermes inspiratus Kemmer (Isoptera:Termitidae) (Tesis). Program Pascasarjana.Institut Pertanian Bogor.

Roberts, DW, CampbellAS. 1977. Stability of entomopathogenic fungi. Misc. Publ. Entomol Soc Am 10(3):19-76.

Roddam LF, Rath AD. 1997. Isolation and characterisation of Metarhizium anisopliae andBeauveria bassiana from subantarctic Macquarie Island. J Invertebr Pathol (69):285-288.

Roy HE, Stainkraus DC, Eilenberg J, Hajek AE, Pell JK. 2006. Bizarre interaction and endgames: entomopathogenic fungi and thair arthropod host. Annu Entomol 51: 57-133

Santoso T. 1993. Dasar-dasar patologi serangga. Dalam: E Martono (Eds.).

Simposium Patologi Serangga I. Universitas Gadjahmada. Yogyakarta,12-13 Oktober 1993.1-15 hal.


(5)

Siebeneicher SR, Vinson SB, Kenerley CM. 1992. Infection of the red imported fire ant by Beauveria bassiana through various routes of exposure. J. Inverterbrate pathology 59:280-285.

Soetopo D, Indrayani I. 2009 Status teknologi dan prospek Beauveria bassiana

untuk pengendalian serangga hama tanaman perkebunan yang ramah lingkungan. Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat.[Google 20 Juni 2009).

Southwood TRE. 1975. Ecological methodology: With particular refference to the study of insect population. Chapman and Hall. London.

Sornnuwat YC. 1996. Studiet on damage of contruction caused by subterranean termites and its control in thailand. royal forest departement. Bangkok. Strack BH. 2003. Biological control of termites by the fungal entomopathogen

Metarhiziun anisopliae, urban entomology laboratory university of Toronto. [Google: 20 Desember 2008].

Sudohadi Y. 2001. Current Termite Management in Indonesia.TRG 1, Pacific Rim Termite Research Group; Malaysia, 8-9 March.

Su NY, Ban PM, Scheffrahn RH. 1991. Evaluation of twelve dyes marker for population studies of the eastern and Formosan subteranean termites (Isoptera: Rhinotermitidae). Sociobiology 19:349-362.

Su NY, Tamashiro, JR Yates, HavertyMI. 1984. Foraging Behavior of the Formosan Subterranean Termite (Isoptera: Rhinotermitidae). Environ Entomo Vol 13.

Su NY. 1994. Field Evalution of A Hexaflumuron Bait for Popultion Suppresion of Subterranean Termites (Isoptera: Rhinotermitidae). J Economic Entomology No. 87:389-397. USA.

Susilo B. 2006 Biodisel.Pemanfaatan Biji Jarak Pagar sebagai Alternatif Bahan Bakar. Trubus Agrisarana. Surabaya.

Tho YP. 1992. Termite of Paninsular Malaysia. Malayan Forest Records 36:1-224

Thapa RS. 1981. Termites of Sabah India: Entomology Branh Forest Researh Institute and Colleges Dehradun.

Tambunan B, Nandika D. 1989.Deteriorasi Kayu oleh Faktor Biologis.Pusat Antar Universitas Bioteknologi- Institut Pertanian Bogor.

Tanada Y, Kaya HK. 1993. Insect Pathology. New York: Akademic Press, Inc hlm 459-483.


(6)

Tarumingkeng RC. 1993. Biologi dan Perilaku Rayap. Makalah Seminar Pengendalian Hama Berwawasan Lingkungan sebagai Pendukung Pembangunan Nasional.IPPHAMI Dirjen PPM & PLP Depkes, Jakarta. Tarumingkeng RC. 2001.Biologi dan Perilaku Rayap. http: //tumoutou.net/

biologi_ dan _perilaku_Rayap. htm. PSIH . IPB [7 Februari 2008]

Tarumingkeng RC. 2004. Pengenalan Rayap Perusak Kayu yang Penting di Indonesia, Manajemen Deteriorasi Hasil Hutan [19 Juli 2009]

Varela A, Morales E. 1996. Characterization of some Beauveria bassianaisolate and their virulence toward the coffee berry borer Hypothenemus hampei, L.