PENDAHULUAN Kajian cendawan Entomopatogen Metarhizium brunneum Petch sebagai agens hayati terhadap rayap Macrotermes gilvus hagen (Isoptera: Termitidae) pada tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.)

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang Selama ini Indonesia dikenal sebagai negara pengekspor bahan bakar minyak dari fosil, namun dengan meningkatnya penduduk dan industri diperkirakan sepuluh tahun mendatangakan menjadi negara pengimpor bahan bakar minyak bumi. Oleh karenanya pemerintah perlu memikirkan alternatif pengganti bahan bakar minyak bukan darifosil tetapi berpotensi untuk dikembangkan di Indonesia Hendriadi et al. 2005. Salah satu sumber energi alternatif yang dapat terbarukan adalah biodisel dari tanaman jarak pagar Jatropha curcas L. yang hanya digunakan sebagai sumber bahan bakar Mahmud et al. 2006.Beberapa keunggulan biodisel dari tanaman jarak pagar yaitu tidak mengandung sulfur, tidak beraroma, dapat diperbaharui, ramah lingkungan, aman dalam penyimpanan dan transportasi karena tidak mengandung racun, meningkatkan nilai produk pertanian, menurunnya ketergantungan suplai minyak dari negara asing, dan mudah terurai oleh mikroorganisme Susilo 2006. Tingkat produktivitas jarak pagar sangat tergantung dari cara pemeliharaan, lingkungan, sumber benih, ada tidaknya serangan hama dan penyakit. Produktivitas jarak pagar di berbagai negara, yaitu Nicaragua 5 ton ha, Paraguay 4 tonha dan Mali 2,8 tonha Henning Reinhard 2000. Indonesia diperkirakan mampu menghasilkan produktivitas hingga 5 ton biji keringha Hasnam 2006. Permasalahan yang dihadapi dalam agribisnis jarak pagar adalah belum tersedianya varietas unggul, ketersediaan benih sangat terbatas, teknik budidayanya belum memadai, dan adanya serangan hama dan penyakit Asbani et al . 2007. Salah satu hama penting yang merusak tanaman jarak pagar adalah rayap Macrotermes gilvus Hagen, yang merusak mulai dari akarhingga pada batang tanaman Tarumingkeng 2001. Hasil pengamatan di Kebun Induk Jarak Pagar KIJP Pakuwon menunjukkan bahwa tingkat serangan hama rayap M. gilvus terhadap tanaman jarak pagar mencapai 15 sampai 24 dengan rata-rata 16,33. Menurut informasi dari penanggung jawab KIJP Pakuwon,jarak pagar yang ditanamdengan menggunakan stek ukuran 30 cm di permukaan tanah, 60 sampai 80 terserang rayap M. gilvus hingga mengalami kematian. Hama ini merusak bagian pangkal akar hingga batang tanaman dengan membuat tabung kembara dari bahan tanah yang ditempelkan pada batang tanaman atau dengan cara masuk ke dalam jaringan tanaman hinggahanyalapisan epidermisyang tersisa. Kondisi ini mengakibatkan tanaman menjadi patah, roboh dan mengalami kematian. Semakin lama intensitas serangannya semakin meningkat hingga pada tanaman sehat lainnya. Oleh karenanya walaupuntingkat serangan hama ini kurang dari 10 tetapi harus segera dilakukan pengendalian agar tidak menyebar kepada tanaman lain, sehingga hasil produksi tetap maksimal Asbani et al. 2007.Selama ini pengendalian rayap di KIJP Pakuwon menggunakan termitisida sintetik dengan caradisiramkan sekitar perakaran tanaman yang mengakibatkan pencemaran lingkungan dan keracunan bagi pengguna Oka 2005. Keberadaan agens hayati secara alami yang telah ada di KIJP Pakuwon kurang memberikan dampak positif terhadap rayap hama M. gilvus. Oleh karena itu perlu pengendaliancaralain seperti pemanfaatan agens hayati yang mungkin dapat diterapkan di KIJP Pakuwon.Namun sebelum melakukan pengendalian terhadap spesieshama ini terlebih dahulu perlu dipelajari ukuran populasi koloni dan daya jelajah maksimumnya,sehingga populasirayap hama M.gilvus dapat tereliminasi lebih maksimal. Dari penelitian sebelumnya dinyatakan bahwa cendawan M. brunneum memiliki tingkat patogenisitas dan virulensi yang lebih tinggi terhadap serangga rayap Schedorhinotermes javanicus dibandingkan beberapa spesies cendawan entomopatogen lain, seperti Metarhizium anisopliae, Beauveria bassiana, Fusarium oxysporum dan Aspergillus flavusDesyanti 2007, Ginting 2008. Penelitian ini mempelajari keefektifan cendawan entomopatogen M. brunneum dalam menekan ukuran populasi koloni rayap M. gilvus yang menjadi hama penting pada pertanaman jarak pagar di KIJP Pakuwon. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini yaitu: 1. Menduga ukuran populasi koloni rayap Macrotermes gilvus di KIJP Pakuwon. 2. Mempelajari daya jelajah rayap M.gilvus di KIJP Pakuwon. 3. Mempelajari simtomatologi dan waktu kematian rayap M. gilvussetelah diinfeksi oleh cendawan M. brunneum sebagai biotermitisida di laboratorium. 4. Mempelajari keefektifan cendawan entomopatogen M. brunneum sebagai biotermitisida terhadap rayap M. gilvusdi KIJP Pakuwon. Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi informasi awal dan sebagai pedoman dasar untuk penyusunan rekomendasi pengendalian hama rayap Macrotermes gilvus pada tanaman jarak pagar menggunakan cendawan entomopatogen Metarhizium brunneum sebagai agens biokontrol.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Biologi Rayap Krishna dan Weesner 1969 menyatakan bahwa rayapdiklasifikasikan ke dalam 6 FamiliMastotermitidae, Kalotermitidae , Hodotermitidae , Rhinotermitidae , Serritermitidae , dan Termitidae. Rayap tanahMacrotermesgilvus termasuk famili Termitidae sub famili Macrotermitinae, klasifikasinya adalah sebagai berikut: filum: Arthropoda kelas: Insecta sub-kelas: Pterigota ordo: Isoptera famili: Termitidae sub-Famili: Macrotermitinae genus: Macrotermes spesies: Macrotermes gilvus Hagen. Menurut Krishna dan Weesner 1969 rayap M. gilvushidup berkoloni yang mempunyaikasta prajurit mayor dan minor.Ciri-ciri kasta prajuritsecara umumadalah kepala bewarna coklat tua, mandibel berkembang dan berfungsi, mandibel kiri dan kanan simetris,tidak memiliki gigi marginal, ujung mandibel melengkung yang berfungsi untuk menjepit. Ujung labrum tidak jelas, pendek dan melingkar, antena terdiri atas 16-17 ruas. Thapa 1981 dan Tho 1992menjelaskan ciri-ciri dari kasta prajuritmayor yaitu kepala bewarna coklat kemerahan, panjang kepala dengan mandibel 4,80-5,00 mm, lebar kepala 2,88- 3,10 mm,antena 17 ruas, ruas ketiga sama panjang dengan ruas kedua dan ruas ketiga lebih panjang dari ruas keempat. Sedangkan kasta prajurit minor kepala bewarna coklattua, panjang kepala 1,84-2,08 mm dan lebar 1,52-1,71 mm sertapanjang kepala dengan mandibel 3,07-3,27 mm. Antena17 ruas, ruas kedua sama panjangdengan ruas keempat. Menurut Nandika et al. 2003 rayap M. gilvus banyak tersebar di Indonesia, umumnya bersarang dalam tanah atau di dalam kayu yang berhubungan dengan tanah.Rayap membiakkan cendawan yang berbentuk bunga karang, serta bangunan-bangunan liat dalam tanah dan untuk menemukan sumber makanan dengan membuat tabung kembara dari humus atau tanahsebagai jalur jelajah Nandika et al. 2003. Polimorfisme Polimorfismemerupakan ciri rayap yang hidup secara terorganisir dengan bentuk, ukuran, dan fungsi yang berbedadalam sebuah koloni, sepertiordo Isopteraterdiri atas kasta prajurit, kasta pekerja dan kasta reproduktif. Kasta pekerja bertugas sebagai pencari makan, perawat telur, pembuat dan pemelihara sarang. Kasta ini pada saat tertentu dapat bersifatkanibalterhadap individu rayap yang sakit dalam koloninya untuk mempertahankan prinsip efisiensi dan konservasi energi, serta mengatur keseimbangan koloni Tarumingkeng 1993, Tambunan Nandika 1989. Kasta prajurit dengan ukuran kepalanyabesar dan mengalami penebalan pada bagian tersebut serta memiliki mandibelkuat untuk melindungianggota koloni dari gangguan luar Tambunan Nandika 1989. Apabila terjadi gangguan dari luar, maka kasta prajurit segera menginformasikan kepada anggota kasta prajurit lain dalam koloninya dengan tanda tertentu, dan semua kasta prajurit segera menuju sumber gangguan untuk mengatasinya Harris 2001. Kasta reproduktif berfungsi untuk bertelur dan jantan membuahi betina, seperti kasta reproduktifdari rayap Macrotermes spp dapat menghasilkan telur seminggu setelah melakukan swarming Harris 1971. Neoten akan muncul bila kasta reproduktif primer mati atau terpisahdari koloni induk akibat adanya gangguan luar. Neoten dapat terbentuk beberapa kali dalam jumlah besar sesuai dengan perkembangan koloni Richards Davies 1996. Pembentukan Koloni Sebuah koloni rayap dapat terbentuk dari sepasang laron betina dan jantan dengan melakukan kopulasi, kemudian mencari habitat yang sesuai untuk membentuk koloni baru Tarumingkeng 1993. Koloni rayap dapat terbentuk melalui tiga cara, yaitu: 1 melalui sepasang imago rayap yang bersayap laron,