Bakteri Pada Termitarium Macrotermes Gilvus Hagen. (Blattodea: Termitidae) Dan Uji Potensinya Sebagai Agens Hayati Penyakit Penting Padi

BAKTERI PADA TERMITARIUM Macrotermes gilvus HAGEN.
(BLATTODEA: TERMITIDAE) DAN UJI POTENSINYA
SEBAGAI AGENS HAYATI PENYAKIT PENTING PADI

IIS PURNAMAWATI

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

2

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Bakteri pada
Termitarium Macrotermes gilvus Hagen. (Blattodea: Termitidae) dan Uji
Potensinya sebagai Agens Hayati Penyakit Penting Padi adalah benar karya saya
dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari

karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2016
Iis Purnamawati
NIM A34110028

* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar
IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.

4

ABSTRAK
IIS PURNAMAWATI. Bakteri pada Termitarium Macrotermes gilvus Hagen.
(Blattodea: Termitidae) dan Uji Potensinya sebagai Agens Hayati Penyakit Penting
Padi. Dibimbing oleh GIYANTO.
Mikroorganisme agens hayati diduga memiliki potensi untuk mengendalikan
penyakit penting tanaman. Mikroorganisme tersebut dapat ditemukan pada
berbagai habitat seperti termitarium. Penelitian ini bertujuan mengisolasi,

menyeleksi, dan mengidentifikasi bakteri pada termitarium M. gilvus yang
berpotensi sebagai agens hayati. Isolasi dilakukan dengan metode pengenceran
berseri kemudian disebarkan pada media agar. Penapisan isolat bakteri meliputi uji
hipersensitif dan uji antagonis terhadap H. oryzae, P. oryzae serta X. oryzae pv.
oryzae. Identifikasi bakteri dengan perunutan nukleotida penyandi gen 16S rRNA.
Isolat bakteri dari termitarium yang berhasil diperoleh adalah sebanyak 29 isolat,
namun hanya 22 isolat yang diuji potensi antagonisnya. Isolat WYTS1 dan NATS2
adalah isolat yang paling berpotensi sebagai agens hayati. WYTS1 dapat
menghambat P. oryzae rata-rata 21.48%, sedangkan isolat NATS2 dapat
menghambat H. oryzae, P. oryzae, dan X. oryzae pv. oryzae rata-rata 57.14%,
62.22%, dan 15.60%. Hasil analisis homologi urutan nukleotida gen 16S rRNA
kedua isolat tersebut dengan data yang terdapat di GenBank masing-masing
menunjukkan kemiripan dengan Leifsonia sp. sebesar 80% dan Brevibacillus antara
80-81%.
Kata kunci: Brevibacillus, kelapa sawit, Leifsonia, Pyricularia oryzae,
Xanthomonas oryzae pv. oryzae

6

ABSTRACT

IIS PURNAMAWATI. Bacteria in Macrotermes gilvus Hagen. (Blattodea:
Termitidae) Termitarium and Its Potency Test as Biological Agents of Important
Rice Diseases. Supervised by GIYANTO.
Biological agents microorganisms have a potential ability to control
important plant diseases. The microorganisms can be found in various habitats such
as termitarium. The objectives of this research were to isolate, select, and identify
the bacteria from termitarium of Macrotermes gilvus Hagen. (Blattodea:
Termitidae) which may become a potential biocontrol agents. Isolation was
conducted using serial dilutions method and then spreaded on agar media.
Screening of bacterial isolates was consisted of hypersensitivity and antagonistic
test against H. oryzae, P. oryzae and X. oryzae pv. oryzae. Sequencing of the
bacteria nucleotides encoding 16S rRNA gene was held for adentification. There
were 29 isolates bacterial isolates successfully isolated from termitarium but only
22 isolates were used for testing their potential antagonism. WYTS1 and NATS2
isolates were the most potential as biological agents. WYTS1 was able to inhibit
the growth of P. oryzae with average of inhibition was 21.48%, whereas NATS2
was able to inhibit the growth H. oryzae, P. oryzae, and X. oryzae pv. oryzae with
average of inhibition reached 57.14%, 62.22%, and 15.60% respectively. Sequence
homology analysis of the nucleotides encoding 16S rRNA showed that both
bacterial isolates had genetic relationship 80% with Leifsonia sp. and 80-81% with

Brevibacillus based on database at GenBank.
Keywords: Brevibacillus, Leifsonia, palm oil, Pyricularia oryzae, Xanthomonas
oryzae pv. oryzae.

8

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar bagi IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

10

BAKTERI PADA TERMITARIUM Macrotermes gilvus HAGEN.
(BLATTODEA: TERMITIDAE) DAN UJI POTENSINYA

SEBAGAI AGENS HAYATI PENYAKIT PENTING PADI

IIS PURNAMAWATI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2016

12

14

PRAKATA

Puji syukur ke Hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya sehingga penyusunan skripsi yang berjudul Bakteri pada
Termitarium Macrotermes gilvus Hagen. (Blattodea: Termitidae) dan Uji
Potensinya sebagai Agens Hayati Penyakit Penting Padi ini dapat diselesaikan.
Shalawat serta salam juga semoga dilimpahkan kepada junjungan alam Rasulullah
SAW, kepada keluarganya serta sahabatnya. Skripsi ini disusun untuk memenuhi
salah satu syarat agar penulis mendapatkan gelar Sarjana Pertanian dari
Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2015 sampai Oktober 2015
dengan melibatkan banyak pihak. Ucapan terima kasih pun penulis sampaikan
kepada Dr Ir Giyanto, MSi dan Dr Ir Sugeng Santoso, MAgr selaku pembimbing
skripsi dan pembimbing akademik yang telah dengan sabarnya menyampaikan
ilmu, kritik, saran, dan motivasi kepada penulis selama penyelesaian tugas akhir
dan studi di Institut Pertanian Bogor. Selain itu, penulis juga sampaikan terima
kasih kepada Dr Ir Purnama Hidayat, MSc selaku dosen penguji.
Skripsi ini penulis persembahkan untuk kedua orang tua yang telah dengan
ikhlas mencurahkan seluruh perhatiannya kepada penulis, baik berupa materil
maupun moril. Terima kasih kepada pihak Kebun Pendidikan dan Penelitian Kelapa
Sawit, Jonggol; teman-teman Proteksi Tanaman angkatan 48; dan semua keluarga
Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas

Pertanian, Institut Pertanian Bogor atas bimbingan, bantuan, dan dorongan
semangat dari semuanya yang sangat berperan dalam penyelesaian skripsi ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2016
Iis Purnamawati

16

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Metode Penelitian
Pengambilan Sampel Termitarium

Isolasi Bakteri
Seleksi Isolat Bakteri sebagai Calon Agens Hayati
Identifikasi Bakteri Potensial sebagai Agens Hayati dengan
Teknik Molekuler
HASIL DAN PEMBAHASAN
Termitarium M. gilvus Hagen. (Blattodea: Termitidae)
Isolat Bakteri dari Termitarium M. gilvus
Uji Gram dan Uji Reaksi Hipersensitif
Uji Antagonis Isolat Bakteri dari Termitarium M. gilvus terhadap Tiga
Patogen Tanaman Padi
Uji Antagonis terhadap H. oryzae dan P. oryzae
Uji Antagonis terhadap X. oryzae pv. oryzae
Isolat Bakteri Potensial Menghambat H. oryzae, P. oryzae, dan
X. oryzae pv. oryzae
Karakter Morfologi Koloni
Bentuk Sel
Hasil Uji Antagonis
Identifikasi Bakteri Potensial sebagai Agens Hayati secara
Molekuler
SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

x
x
x
1
1
3
3
4
4
4
4
4
4
6

9
9
11
12
15
15
15
17
17
18
18
19
22
22
22
23
27
30

18


DAFTAR TABEL
1 Karakter morfologi koloni tunggal isolat bakteri dari termitarium
M. gilvus
2 Hasil uji Gram dan uji hipersensitif isolat bakteri calon agens hayati
dari termitarium M. gilvus
3 Hasil uji potensi antagonis isolat bakteri dari termitarium M. gilvus
terhadap beberapa patogen tanaman padi
4 Hasil uji antagonis isolat bakteri potensial sebagai agens hayati dari
termitarium M. gilvus
5 Hasil analisis homologi urutan nukleotida gen 16S rRNA isolat bakteri
calon agens hayati dari termitarium M. gilvus terhadap data pada
GenBank

13
14
16
19
21

DAFTAR GAMBAR

1
2
3
4
5
6
7
8

Termitarium M. gilvus
Morfologi rayap M. gilvus
Beberapa contoh isolat bakteri dari termitarim M. gilvus
Hasil uji antagonis isolat bakteri terhadap H. oryzae, P. oryzae, dan X.
oryzae pv. oryzae
Isolat bakteri potensial sebagai agens hayati dari termitarium M. gilvus
Hasil pewarnaan Gram isolat WYTS1 dan NATS2
Hasil uji antagonis isolat bakteri dari termitarium M. gilvus yang
potensial sebagai agens hayati
Visualisasi hasil amplifikasi DNA isolat bakteri WYTS1 dan NATS2

10
11
12
17
17
18
19
20

DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil uji antagonis isolat bakteri dari termitarium M. gilvus terhadap
beberapa patogen tanaman padi
2 Hasil uji antagonis isolat bakteri potensial sebagai agens hayati dari
termitarium M. gilvus
3 Urutan nukleotida parsial gen 16S rRNA isolat bakteri WYTS1
4 Urutan nukleotida parsial gen 16S rRNA isolat bakteri NATS2

27
28
28
29

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Organisme pengganggu tanaman (OPT) merupakan salah satu faktor penting
yang dapat menurunkan kualitas dan kuantitas produk pertanian. Agrios (2005)
menyebutkan bahwa total kehilangan hasil tanaman diperkirakan rata-rata sekitar
36.5% setiap tahunnya. Sebesar 14.1% disebabkan oleh patogen, 10.2% oleh hama,
dan 12.2% oleh gulma. Total kehilangan hasil tanaman akibat penyakit setiap
tahunnya yaitu sekitar $ 220 000 000. Jumlah kehilangan hasil tersebut juga akan
bertambah sekitar 6-12% setelah panen.
Penyakit tanaman menimbulkan kerugian melalui beberapa proses yaitu
berupa kerugian langsung dan tidak langsung. Secara langsung penyakit tanaman
dapat mengurangi kuantitas dan kualitas hasil, meningkatkan biaya produksi, dan
mengurangi kemampuan usaha tani. Beberapa kerugian langsung tersebut dapat
menyebabkan terjadinya serangkaian kerugian tidak langsung seperti tingginya
harga yang harus dibayarkan konsumen dan berkurangnya komoditas ekspor
(Semangun 1996).
Upaya pengendalian OPT perlu dilakukan dengan serius karena dapat
menjadi salah satu penghambat berkembangnya sektor ekonomi pertanian. Sektor
pertanian saat ini memiliki tantangan baru yaitu mulai diberlakukannya asean
economic community (AEC) yang membuka luas pasar ekspor dan impor. Salah
satu perjanjian yang berlaku pada AEC tersebut adalah perjanjian sanitary and
phytosanitary (SPS) yang bertujuan melindungi kesehatan manusia, hewan hidup,
atau tumbuhan di dalam suatu negara dari resiko yang ditimbulkan oleh zat aditif,
kontaminan, toksin, atau organisme penyebab penyakit. Hal tersebut juga sejalan
dengan perkembangan tuntutan konsumen terhadap mutu produk pertanian baik di
pasar domestik maupun pasar internasional (Budi 2014).
Pemerintahan Indonesia saat ini memiliki sebuah program yang bertujuan
menyukseskan tercapainya kedaulatan pangan pada kurun waktu tiga tahun, yaitu
pada tahun 2017. Program tersebut bernama Upsus Pajale (Upaya Khusus Padi
Jagung Kedelai). Pada kegiatan Upsus Pajale, segala strategi dan upaya dilakukan
untuk meningkatkan luas tanam dan produktivitas hasil pertanian di daerah-daerah
sentra produksi pangan. Beberapa materi pelatihan bagi para petani melalui Babinsa
(Bintara Pembina Desa) juga diberikan. Materi-materi tersebut diantaranya adalah
optimalisasi lahan, peningkatan penggunaan benih bermutu, penerapan teknologi
pemupukan yang tepat, pengamanan produksi dari OPT, serta pengoptimalan
pupulasi tanam melalui teknologi “Jajar Legowo” pada tanaman padi (Kurniawan
2015).
Salah satu praktik pengendalian penyakit tanaman yang banyak dilakukan
oleh petani adalah pengendalian menggunakan pestisida. Penggunaan pestisida
meningkat dalam beberapa tahun terakhir (Grover et al. 2003). Pestisida bukanlah
hal yang serta merta harus ditinggalkan, namun penggunaannya harus diusahakan
agar tidak berlebihan dan sesuai dengan anjuran yang berlaku agar tidak berdampak
merugikan terutama bagi manusia dan lingkungan. Fakta lain menunjukkan bahwa
pestisida dapat meningkatkan perekonomian namun di sisi lain juga dapat
berdampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan (Panda et al. 2009). Bahkan,

2
beberapa pestisida dapat menyebabkan penyakit kanker pada manusia (Grover et
al. 2003).
Saat ini kekhawatiran akan kesehatan dan keselamatan masyarakat terkait
dampak lingkungan akibat penggunaan pestisida telah menyebabkan pertimbangan
pengendalian hayati sebagai pendekatan alami untuk menjaga kesehatan tanaman
(Patricia et al. 2011). Norris et al. (2003) telah menjelaskan tentang cara menangani
OPT yaitu melalui pengelolaan hama terpadu (PHT). PHT merupakan suatu
pendekatan pengendalian OPT dengan memanfaatkan semua strategi yang cocok
dan tepat agar dapat mengembalikan populasi OPT pada jumlah yang tidak
merugikan, meminimalisir kehilangan ekonomi, dan tetap menjaga kelestarian
lingkungan, serta tidak berdampak buruk pada kehidupan sosial. Taktik atau
metode dalam PHT salahsatunya adalah manipulasi OPT. Manipulasi OPT
dilakukan dengan tiga pendekatan yaitu preventif, pestisida, dan nonpestisida.
Taktik nonpestisida terbagi ke dalam tiga kategori yaitu pengendalian biologi,
pengendalian perilaku OPT (hanya untuk hama), dan pengendalian secara fisik.
Menurut Norris et al. (2003), terdapat beberapa keuntungan jika melakukan
pengendalian biologi dibandingkan dengan metode pengendalian OPT yang
lainnya. Keuntungan-keuntungan tersebut adalah jika pengendalian biologi telah
dilakukan dengan sukses maka tidak ada lagi biaya lanjutan yang harus dikeluarkan
dan OPT tidak akan melebihi ambang ekonomi, tidak meninggalkan residu
pestisida, efektif dalam ekosistem permanen yang luas, tidak mengganggu praktik
pengendalian yang lain, dan tidak mengganggu ekosistem. Istilah pengendalian
biologi dalam ilmu penyakit tumbuhan ditujukan pada penggunaan mikroba
antagonis untuk menekan penyakit tanaman (Heydari dan Pessarakli 2010). Agens
hayati harus dipilih secara selektif diantaranya tidak bersifat patogenik terhadap
tanaman (Nega 2014).
Banyak mikroba agens pengendali hayati telah diisolasi dari lahan-lahan
pertanian dan tanaman pada penelitian selama 80 tahun terakhir, namun hanya
sedikit yang telah dipasarkan (Patricia et al. 2011). Patogen tanaman telah
dikendalikan secara alami oleh berbagai jenis mikroorganisme termasuk cendawan,
bakteri, dan virus (Nega 2014). Menurut Madigan et al. (1997), habitat alami
mikroorganisme sangat beragam. Termitarium atau sarang rayap merupakan salah
satu habitat yang cocok untuk mendukung keberadaan dan keberagaman
mikroorganisme (Manjula et al. 2014). Keberadaan termitarium dalam habitat tanah
yang terdiri dari sistem biologi yang kompleks diduga berasosiasi dengan mikroba
yang terdapat pada tanah. Salah satu komponen termitarium adalah ‘fungus comb’
merupakan limbah dari proses pencernaan rayap dan suatu saat akan dikonsumsi
kembali (Hyodo et al. 2000). Bagian termitarium tersebut diduga dilindungi oleh
suatu mikroba yang memiliki kemampuan untuk mencegah terjadinya kerusakan
oleh patogen yang terdapat di tanah.
Selulosa dalam makanan rayap dicerna oleh berbagai macam protista
flagelata yang hidup dalam sistem pencernaan rayap dan tidak terhitung jumlahnya
(Borror et al. 1996). Menurut Kaufman (2013), sebuah studi baru dalam
Proceedings of Royal Society B menunjukkan bahwa kotoran rayap menghasilkan
antibiotik alami. Ilmuwan menemukan bahwa butiran kotoran rayap mengandung
bakteri yang mengandung senyawa tertentu yaitu Streptomyces. Streptomyces
menghasilkan senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan jamur yang
berbahaya bagi koloni rayap.

3
Termitarium dapat berada di dalam tanah seluruhnya, atau dapat pula
menonjol di atas permukaan. Beberapa jenis rayap di daerah tropika mempunyai
termitarium setinggi 9 meter. Rayap-rayap kayu kering, yang hidup di atas tanah
(tanpa kontak dengan tanah) hidup di patok-patok, potongan-potongan batang
pohon, pohon-pohon dan bangunan yang terbuat dari kayu (Borror et al. 1996).
Menurut Subekti (2012), rayap tanah genus Macrotermes membangun sarangnya
dengan menimbun berbagai mineral dari tanah di sekitarnya.
Padi merupakan salah satu bahan pangan yang penting bagi masyarakat di
beberapa negara tidak terkecuali Indonesia. Siregar (1981) menyebutkan bahwa
beras merupakan bahan makanan utama dan sumber energi bagi umat manusia
terutama yang menduduki belahan timur benua Asia. Sebanyak 111 negara di dunia
membudidayakan tanaman padi atau sekitar 40% populasi manusia di dunia
menggunakan padi sebagai sumber kalori (De Datta 1981).
Penyakit tanaman padi dapat disebabkan oleh faktor abiotik dan biotik. Faktor
abiotik seperti air, suhu, kelembapan, dan unsur hara. Sedangkan faktor biotik yaitu
akibat serangan patogen berupa cendawan, bakteri, virus, atau nematoda. Penyakit
penting padi akibat cendawan diantaranya penyakit bercak belah ketupat oleh
Pyricularia oryzae (Cav.) dan bercak coklat akibat serangan Helminthosporium
oryzae (De Datta 1981). Penyakit bercak belah ketupat di daerah Sukabumi, Jawa
Barat menurunkan produksi 15-20%, sedangkan di daerah endemik dapat
menyebabkan kehilangan hasil 11-50% (Yolanda 2013). Penyakit bercak coklat
dilaporkan pernah menjadi salah satu penyebab utama terjadinya kelaparan dan
kematian kurang lebih dua juta manusia di Bangladesh pada tahun 1942 dan 1943
M (Semangun 1996).
Penyakit padi akibat infeksi bakteri salah satunya adalah penyakit hawar daun
bakteri atau lebih dikenal dengan istilah “kresek”. Hawar daun bakteri disebabkan
oleh X. oryzae pv. oryzae (De Datta 1981). Hawar daun bakteri merupakan penyakit
padi utama di negara-negara Asia tropis dan kultivar padi unggul pun rentan
terhadap penyakit tersebut bahkan bisa menyebabkan kehilangan hasil hingga 50%
(Lee et al. 2005).
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengisolasi, menyeleksi, dan mengidentifikasi
bakteri pada termitarium M. gilvus yang berpotensi sebagai agens hayati penyakit
penting padi.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai bakteri yang
terdapat pada termitarium M. gilvus dan potensinya sebagai agens hayati beberapa
penyakit penting padi.

4

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Sampel termitarium diambil dari Kebun Pendidikan dan Penelitian Kelapa
Sawit Jonggol, Jawa Barat. Proses isolasi dan seleksi bakteri dilakukan di
Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor, sedangkan identifikasi bakteri dilakukan oleh
perusahaan jasa sekuensing. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari sampai
Oktober 2015.
Metode Penelitian
Pengambilan Sampel Termitarium
Termitarium diambil dari lahan
A Kebun Pendidikan dan
B Penelitian Kelapa
Sawit Jonggol dengan cara menggali termitarium yang terdapat pada tanah. Sampel
termitarium yang diambil sebanyak dua buah dan dari dua lokasi yang berbeda.
Sampel termitarium yang telah diambil dari lapangan selanjutnya dibawa ke
laboratorium dengan cara ditempatkan di dalam kotak plastik sehingga bentuknya
dapat dipertahankan. Kotak plastik tersebut ketika di laboratorium diletakkan pada
nampan yang diisi air setinggi ±2 cm dengan tujuan mempertahankann kelembapan
lingkungan sekitar sampel.
Isolasi Bakteri
Sampel termitarium sebanyak 5 g digerus dalam mortar menggunakan pistil
hingga halus lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan disuspensikan
menggunakan air steril 50 mL (1:10). Suspensi tersebut selanjutnya dihomogenkan
menggunakan vortex selama 5-10 menit. Suspensi yang dihasilkan dibuat seri
pengenceran 100-10-5 dengan cara menyampurkan 1 mL suspensi pengenceran
sebelumnya dengan 9 mL air steril sebagai seri pengenceran berikutnya. Hasil
pengenceran masing-masing sebanyak 100 µL disebar pada cawan petri berisi
medium nutrient agar/NA (beef extract 3 g, peptone 5 g, dan agar 15 g dalam 1 L
akuades), water yeast extract agar/WYE (yeast extract 0.25 g, K2HPO4 0.5 g, agar
18 g, dan 1 L akuades), dan atau casamino acid yeast extract glucose agar/YCED
(yeast extract 0.3 g, casamino acid 0.3 g, D-glucose 0.3 g, K2HPO4 2 g, dan agar
18 g dalam 1 L akuades) menggunakan glass beads dan masing-masing dua cawan
(duplo). Penyebaran dilakukan hingga suspensi terserap merata seluruhnya pada
media. Seluruh isolat yang tumbuh pada media dan berlainan secara morfologi
koloni tunggal (warna, elevasi, tepian, bentuk) dengan koloni yang tumbuh pada
kontrol, selanjutnya dimurnikan dan diremajakan satu persatu.
Seleksi Isolat Bakteri Sebagai Calon Agens Hayati
Morfologi koloni tunggal. Seleksi morfologi koloni tunggal digunakan
sebagai dasar untuk membedakan antar koloni tunggal isolat bakteri yang tumbuh
yaitu meliputi elevasi, tepian, dan bentuk berdasarkan Hadioetomo (1993), serta
warna.

5
Uji Gram. Pengujian jenis Gram bakteri dilakukan dengan metode pengujian
menggunakan KOH 3% dan pewarnaan. Pengujian dengan KOH 3% hanya
bertujuan mengetahui jenis Gram, sedangkan metode pewarnaan digunakan untuk
mengetahui jenis Gram dan bentuk sel bakteri. Metode pengujian dengan KOH 3%
yaitu melalui pencampuran isolat bakteri dengan KOH 3% pada kaca preparat steril
(Suslow et al. 1982).
Penentuan jenis Gram melalui metode pewarnaan. Bakteri disebarkan tipis
pada kaca preparat steril, kemudian difiksasi agar menempel dengan cara
melewatkan bagian bawah preparat di atas bara api bunsen. Preparat dilewatkan
pada api dengan jarak yang tidak terlalu dekat sehingga bakteri tidak rusak karena
terkena panas yang berlebihan. Fiksasi dianggap selesai ketika olesan bakteri sudah
tampak mengering atau isolat bakteri telah menempel pada kaca preparat. Bakteri
yang telah difiksasi kemudian ditetesi dengan ungu kristal 0.2% dan dibiarkan
selama satu menit kemudian dibilas dengan air beberapa detik. Bakteri selanjutnya
ditetesi iodine 0.1% selama satu menit dan kemudian dibilas kembali dengan air.
Setelah cukup kering, bakteri ditetesi alkohol 95% selama 30 detik sebagai pemucat
kemudian dibilas dengan air selama dua detik. Tahap terakhir yaitu bakteri ditetesi
dengan safranin 0.25% selama 10 detik sebagai pewarna tandingan. Safranin dibilas
dengan air dan preparat dikeringkan lalu diamati di bawah mikroskop (Schaad et
al. 2001).
Uji reaksi hipersensitif. Pengujian hipersensitif bertujuan mengetahui
patogenisitas bakteri hasil isolasi. Uji hipersensitif tersebut dilakukan
menggunakan tanaman indikator berupa tanaman tembakau berumur ±3 bulan
dengan daun yang telah membuka sempurna namun belum terlalu tua. Isolat bakteri
dibiakkan pada media nutrient broth/NB (nutrient broth 9 g, 1 L akuades) sebanyak
3 mL dan diinkubasikan selama 24 jam. Suspensi yang telah diinkubasi selanjutnya
diinfiltrasikan ke dalam jaringan daun tembakau menggunakan jarum suntik steril.
Pengamatan dilakukan pada waktu 24-48 jam setelah inokulasi. Gejala nekrotik
yang muncul menunjukkan bahwa bakteri yang diinokulasikan bersifat sebagai
patogen bagi tanaman atau bereaksi positif. Sebaliknya, bakteri yang bereaksi
negatif tidak menunjukkan gejala nekrotik pada daun tembakau atau tidak
patogenik bagi tanaman. Selain itu diinokulasikan kontrol negatif dan positif
sebagai pembanding. Kontrol negatif hanya terdiri dari media NB sedangkan
kontrol positif adalah isolat X. oryzae pv. oryzae yang telah dibiakkan pada media
NB.
Uji antagonis. Isolat bakteri yang diperoleh diuji antagonis terhadap tiga
patogen yaitu H. oryzae, P. oryzae, dan X. oryzae pv. oryzae secara in vitro. Uji
antagonis terhadap cendawan patogen dilakukan pada medium potato dextrose
agar/PDA (dextrose 20 g, agar 15 g, dalam 1 L ekstrak kentang 20% (b/v)),
sedangkan uji antagonis terhadap X. oryzae pv. oryzae dilakukan pada medium
peptone sucrose agar/PSA (pepton 10 g, sukrosa 10 g, sodium glutamat 2 g, agar
15 g, dalam 1 L akuades). Kedua pengujian tersebut menggunakan cawan petri
berdiamter 9 cm.
Cara pengujian isolat calon agens hayati terhadap H. oryzae dan P. oryzae
dengan cara bakteri digoreskan di tengah cawan petri secara melintang dan kedua
isolat cendawan masing-masing sebanyak 1 bulatan lubang cork borrer diletakkan
berseberangan pada kedua sisi bakteri dengan jarak yang sama (±2.25 cm). Bakteri
dan kedua cendawan diinokulasi secara bersamaan pada media PDA. Pengamatan

6
daya hambat isolat bakteri terhadap cendawan patogen dilakukan dengan cara
mengukur jari-jari cendawan yang menjauhi koloni bakteri (R1) dan jari-jari
cendawan yang mendekati bakteri (R2). Penghitungan dilakukan hingga R1
mengenai tepian cawan atau sepenjang ±2.25 cm. Selanjutnya, nilai hasil
pengukuran tersebut digunakan untuk menghitung persentase penghambatan
bakteri terhadap cendawan patogen menggunakan rumus persentase penghambatan
menurut (Fokkema 1973 dalam Abadi 1990) sebagai berikut:
� =( � −�

÷� )�

%

Keterangan:
H : Persentase penghambatan bakteri sebagai agens hayati terhadap patogen
(%)
R1 : Jari-jari cendawan patogen yang menjauhi koloni bakteri (cm)
R2 : Jari-jari cendawan patogen yang mendekati koloni bakteri (cm)
Setelah uji antagonis selesai dilakukan, data diakumulasi dan dihitung
menggunakan program Microsoft Excel 2013.
Uji antagonis isolat bakteri calon agen hayati terhadap X. oryzae pv. oryzae
dilakukan dengan cara bakteri calon agens hayati digoreskan pada sepertiga
diameter cawan (±3 cm). Setelah itu, bakteri diinkubasikan selama 2 hari sebelum
isolat X. oryzae pv. oryzae diinokulasikan. Isolat X. oryzae pv. oryzae digoreskan
sebanyak empat goresan dengan titik pangkal berjarak ±0.5 cm dari tepian bakteri
calon agen hayati. Panjang goresan X. oryzae pv. oryzae adalah ±4 cm. Pengamatan
dilakukan pada hari ketiga setelah perlakuan yaitu setelah isolat X. oryzae pv.
oryzae digoreskan. Penilaian potensi antagonis isolat bakteri calon agen hayati
terhadap X. oryzae pv. oryzae dilakukan secara kualititatif setelah dibandingkan
dengan kontrol. Isolat bakteri yang menunjukan potensinya dalam menghambat
pertumbuhan X. oryzae pv. oryzae diberi simbol (+), sedangkan isolat yang tidak
menunjukkan adanya potensi untuk menghambat pertumbuhan X. oryzae pv. oryzae
diberi simbol (-).
Tahapan yang dilakukan setelah uji antagonis adalah pemilihan 2 isolat
bakteri yang paling potensial dijadikan agens hayati unutk selanjutnya dilakukan
uji antagonis ulang guna mengonfirmasi hasil uji antagonis yang telah dilakukan.
Masing-masing isolat calon agens hayati diuji menggunakan metode yang sama
dengan uji antagonis sebelumnya. Namun, pada uji antagonis terhadap X. oryzae
pv. oryzae pengamatan dilakukan dengan cara mengukur panjang zona bening atau
panjang goresan yang tidak ditumbuhhi oleh X. oryzae pv. oryzae pada keempat
goresan dan selanjutnya dirata-ratakan. Pengujian masing-masing diulang sebanyak
3 kali. Data hasil pengamatan uji antagonis tersebut diakumulasi dan diolah
menggunakan program Microsoft Excel 2013 serta statistical analysis system (SAS
9.1.3) dengan rancangan acak lengkap (RAL) dan uji lanjut beda nyata jujur (BNJ)
pada taraf nyata 5%.
Identifikasi Bakteri Potensial sebagai Agens Hayati dengan Teknik Molekuler
Ekstraksi DNA total bakteri. Ekstraksi DNA total bakteri menggunakan
metode Thermo Scientific GeneJET Genomic DNA Purification Kit #K0724,
#K0722. Masing-masing bakteri tersebut ditumbuhkan pada media NB dalam
tabung reaksi yang berbeda dan diinkubasi pada inkubator bergoyang selama 24-48

7
jam untuk mendapatkan massa bakteri. Suspensi yang telah terbentuk masingmasing diambil sebanyak 1.5 mL menggunakan pipet dan dimasukkan ke dalam
tabung eppendorf. Massa bakteri yang telah dimasukkan kemudian diendapkan
menggunakan mesin sentrifugasi dengan kecepatan 8000 rpm selama 10 menit.
Pelet bakteri yang telah diperoleh selanjutnya digunakan untuk ekstraksi DNA total
bakteri.
Pelet bakteri disuspensikan kembali dengan menambahkan digestion solution
sebanyak 180 µL untuk mendegradasi membran sel bakteri dan 20 µL proteinase K
untuk mendegradasi protein. Campuran tersebut selanjutnya dihomogenkan dengan
menggunakan vortex. Setelah itu, suspensi diinkubasi pada suhu 560 C selama 30
menit atau hingga suspensi terlihat bening (lisis). Jika suspensi telah terlihat lisis,
dilakukan penambahan RNAse sebanyak 20 µL dan diinkubasi selama 10 menit
pada suhu ruang. Penambahan RNAse bertujuan menghancurkan RNA sehingga
pelet yang dihasilkan hanya terdiri dari DNA bakteri. Jika proses inkubasi telah
selesai, ke dalam suspensi ditambahkan 200 µL lycis solution dan dihomogenkan
menggunakan vortex selama kurang lebih 15 detik. Suspensi tersebut juga diberi
etanol 50% sebanyak 400 µL untuk melarutkan bahan-bahan organik.
Kedua suspensi bakteri yang telah diperoleh masing-masing dipindahkan
pada tabung koleksi (collection tube) dan diendapkan menggunakan mesin
sentrifugasi dengan kecepatan 6000 rpm selama satu menit kemudian ditambahkan
500 µL wash buffer I dan disentrifugasi kembali selama satu menit dengan
kecepatan lebih tinggi yaitu 10 000 rpm. Cairan pada bagian tabung penampung
bawah dibuang, dimasukkan 500 µL wash buffer II dan sampel disentrifugasi
dengan kecepatan 12 000 rpm selama 3 menit dan cairan pada tabung penampung
bawah dibuang kembali. Terakhir, elution buffer sebanyak 25 µL diteteskan dan
DNA diendapkan dengan sentrifugasi pada kecepatan 12 000 rpm selama 3 menit.
Untuk mendapatkan hasil yang optimal, proses terakhir diulang dua kali dengan
harapan seluruh DNA yang tersaring pada tabung kecil akan turun dan tertampung
pada tabung koleksi besar. Sampel disimpan pada suhu -200 C atau dilanjutkan pada
proses selanjutnya.
Amplifikasi DNA gen 16S rRNA. Gen 16S rRNA berfungsi sebagai
penanda genetik yang digunakan untuk mempelajari filogeni dan taksonomi suatu
bakteri. Informasi yang dapat diperoleh dari gen 16S rRNA adalah mengenai genus
dan spesies suatu isolat (Janda dan Abbott 2007). Proses amplifikasi DNA
dilakukan menggunakan mesin PCR (polymerase chain reaction) System 9700.
Sampel DNA yang digunakan untuk amplifikasi sebelumnya dicampur dengan
beberapa bahan. Komposisi yang digunakan untuk satu kali reaksi dan untuk
keperluan sekuensing adalah 25 µL dream taq 2x, primer 27F (5’AGAGTTTGATCMTGGCTCAG-3’, M adalah A atau C) (Frank et al. 2008) dan
primer 1492R (5’-ACCTTGTTACGACTT-3’) (Turner et al. 1999) yang
merupakan primer universal masing-masing sebanyak 2 µL, 19 µL water free
nuclease, dan 2 µL template DNA. Primer adalah untai asam nukleat yang berfungsi
sebagai titik awal untuk replikasi DNA. Primer sangat diperlukan karena sebagian
besar DNA polimerase hanya dapat mulai menyintesis untai DNA baru dari untai
DNA yang telah ada. Primer yang digunakan adalah satu pasang. Panjang masingmasing primer sekitar 20 bp (Hongbao 2005). Setelah semua bahan dimasukkan
pada tabung appendorf kecil, sampel dimasukkan pada mesin PCR dan dilakukan
pengaturan program. Program berdasarkan Saunders dan Parkes (1999) dengan

8
sedikit penyesuaian yaitu 940 C selama 3 menit untuk proses pre denaturasi, 940 C
selama 30 detik untuk proses denaturasi, 570 C selama 30 detik untuk proses
annealing, 720 C dan lama waktu 1.5 menit untuk ekstensi dan 720 C selama 10
menit untuk ekstensi terakhir. Setelah itu, suhu diturunkan hingga 250 C. Sampel
disimpan pada lemari pendingin bersuhu 40 C atau dielektroforesis.
Elektroforesis. Elektroforesis dilakukan untuk mengecek keberhasilan
proses ekstraksi dan amplifikasi DNA. Elektroforesis dilakukan menggunakan gel
agarose dengan campuran yang terdiri dari 0.2 g serbuk agarose, 20 mL TAE 2x,
dan dipanaskan menggunakan microwave selama 3 menit. Setelah dipanaskan, gel
agarose dituang pada cetakan yang telah dipasang sisir sebelumnya. Sisir
digunakan untuk membentuk lubang pada agar yang akan digunakan sebagai
tempat untuk memasukkan sampel dan marker.
Gel agarose yang telah didiamkan beberapa menit dan membeku berarti siap
untuk digunakan. Selanjutnya gel agarose dimasukkan pada alat elektroforesis
yang berisi larutan TAE 1x sehingga gel agarose terendam di dalamnya. Marker,
loading dye, dan air (1:4:1) yang telah dicampurkan selanjutnya diambil sebanyak
3 µL dan dimasukkan ke dalam salah satu lubang gel agarose. Setiap sampel
dimasukkan pada masing-masing lubang dengan urutan tertentu. Sampel yang
dimasukkan sebanyak 6 µL terdiri dari sampel DNA 5 µL dan loading dye 1 µL
untuk elektroforesis hasil ekstraksi, sedangkan elektroforesis hasil amplifikasi
masing-masing 5 µL. Alat dinyalakan dengan tegangan 75 volt dan ditunggu selama
30 menit, kemudian gel agarose diangkat, ditiriskan, direndam pada larutan EtBr
selama 10 menit, dibilas dengan aquades dan dilihat hasilnya pada transiluminator.
Perunutan nukleotida gen 16S rRNA. Perunutan nukleotida Gen 16S rRNA
dilakukan oleh perusahaan jasa sekuensing. Data hasil perunutan diolah lebih lanjut
menggunakan perangkat lunak BioEdit untuk selanjutnya dilakukan penyejajaran
sekuen yang diperoleh dengan sekuen yang terdapat pada data di GenBank
(www.ncbi.nlm.nih.gov/Blast.cgi) melalui program Nucleotide BLAST (basic
local allignment search tool).

9

HASIL DAN PEMBAHASAN
Termitarium M. gilvus Hagen. (Blattodea: Termitidae)
Rayap merupakan salah satu model terbaik untuk mempelajari hubungan
simbiosis antara mikroorganisme dengan hewan (Manjula et al. 2014). Menurut
Subekti et al. (2008), rayap merupakan bagian yang sangat penting di dalam daur
ulang nutrisi tanaman melalui proses disintegrasi dan dekomposisi material organik
dari kayu dan serasah tanaman. Namun, rayap juga dapat berperan sebagai hama
dan perusak bangunan. Berdasarkan hasil penelitian Ningsih et al. (2009) tentang
rayap kayu pada rumah adat Minangkabau, M. gilvus adalah spesies rayap yang
paling banyak ditemukan merusak.
Termitarium M. gilvus yang diambil berjumlah dua dan dari dua tempat yang
berbeda di lahan Kebun Percobaan dan Pendidikan Kelapa Sawit Jonggol. Sampel
1 dan 2 masing-masing diambil dari blok 1 dan 4. Titik koordinat masing-masing
lokasi pengambilan sampel secara berturut-turut adalah 6o28’22.5984”S
107o1’55.5636”E dan 6o28’16.3956”S 107o1’27.2316”E. Tanaman kelapa sawit di
kebun tersebut bertipe Tenera dan ditanam dengan jarak tanam 9.2m x 9.2m dan
berumur ±4 tahun. Panen pertama dilakukan pada bulan Maret 2015 sehingga sudah
tergolong ke dalam tanaman menghasilkan (TM).
Sampel termitarium dari kedua tempat tidak berada di dalam tanah
seluruhnya. Bagian atas termitarium muncul ke permukaan seperti gundukan tanah.
Tinggi gundukan tersebut sekitar 30 cm.
Lokasi 1 dan 2 tempat pengambilan sampel memiliki karakteristik
lingkungan yang cukup berbeda meskipun berada pada satu lahan perkebunan yang
sama. Lingkungan sekitar lokasi pengambilan masing-masing sampel didominasi
oleh gulma berdaun sempit (rerumputan). Persentase penutupan tanah di sekitar
termitarium oleh gulma cukup tinggi yaitu sekitar ±90%. Tanah di sekitar sarang
cukup liat, padat, dan berwarna coklat tua. Menurut Dangerfield et al. (1998),
bahan yang digunakan oleh rayap untuk membangun termitarium sangat tergantung
pada makanan dan bahan yang tersedia di habitatnya. Tanah, sisa tumbuhan serta
saliva merupakan bahan utama untuk pembuatan termitarium M. gilvus. Selulosa
dicampur dengan partikel-partikel tanah dan dibasahi dengan saliva untuk
selanjutnya digunakan sebagai pembentuk dinding dan ruangan di dalam
termitarium.
Sejarah lahan antar blok tidak sama. Menurut penuturan manajer kebun,
sebelum ditanami kelapa sawit, lahan pada blok 1 ditumbuhi oleh beberapa jenis
tanaman seperti jati, akasia, cempaka, dan semak belukar. Jenis tanah pada blok 1
tersebut adalah laterit berbatu. Sedangkan blok 4 sebelum ditanami kelapa sawit
merupakan lahan pertanaman karet dan jenis tanahnya sama dengan blok 1 yaitu
laterit berbatu. Menurut Arifin et al. (2014), secara keseluruhan perkebunan karet
merupakan habitat yang ditempati oleh rayap. Hal tersebut terindikasi dari
banyaknya sarang rayap yang ditemukan hampir di semua bagian dari lahan
perkebunan karet. Kondisi seperti itu terjadi ketika tanah dikelola secara organik
dan tidak ada kelalaian dalam pemeliharaan terutama terjatuhnya dan terkuburnya
ranting di dalam tanah. Ranting atau sisa tanaman lain yang terkubur di dalam tanah
akan menciptakan kondisi yang sesuai untuk perkembangan koloni rayap karena
tersedianya sumber makanan bagi rayap. Curah hujan, suhu minimum, dan suhu

10
maksimum rata-rata pada seluruh lahan perkebunan secara umum dari bulan
Januari-April 2015 berturut-turut adalah 275.5 mm, 250C, dan 300C.
Sampel termitarium yang telah diambil dari lapangan selanjutnya dibawa ke
laboratorium dan dibedakan menjadi dua macam yaitu padatan tanah (tanah sarang
rayap/TS) serta konstruksi yang berbentuk rekatan butiran-butiran kecil berwarna
krem dan lebih rapuh (sarang rayap/S) (Gambar 1).

A

B

Gambar 1 Termitarium M. gilvus. Tanah sarang rayap/TS (A), fungus comb/F (B).
Individu rayap yang ditemukan pada masing-masing sampel termitarium juga
dikoleksi untuk mengidentifikasi dan memastikan bahwa sampel termitarium yang
diambil adalah termitairum M. gilvus. Organisme yang diperoleh adalah rayap kasta
prajurit mayor dan minor, kasta pekerja, kasta reproduktif (raja dan ratu), serta telur.
Ratu ditemukan pada kedua tempat pengambilan sampel. Namun, raja hanya
berhasil diambil dari satu tempat yaitu pada tempat pengambilan sampel pertama.
Kasta pekerja berukuran hampir sama dengan prajurit minor. Ukuran panjang raja
dan ratu berturut-turut kurang lebih 1 cm dan 6 cm (Gambar 2E). Borror et al.
(1996) menyebutkan bahwa fungsi reproduktif dalam suatu koloni rayap dilakukan
oleh rayap reproduktif primer yaitu raja dan ratu yang umumnya hanya ada satu
pasang dalam satu koloni. Ratu memiliki ukuran abdomen yang sangat besar akibat
jumlah telur yang sangat banyak. Pada rayap di daerah tropika, ratu dapat mencapai
ukuran 11 cm. Raja berukuran lebih pendek jika dibandingkan dengan ratu yaitu
hanya 1-2 cm. Raja dan ratu rayap di lapangan ditemukan pada bagian tengah
termitarium yaitu di dalam tanah berbentuk seperti kerang yang menutup, bertekstur
sangat keras dengan ketebalan ±1 cm.
Inward et al. (2007) mengungkapkan bahwa M. gilvus termasuk kedalam ordo
Blattodea berdasarkan analisis filogenetik secara molekuler. Rayap M. gilvus terdiri
dari kasta reproduktif, prajurit, dan pekerja. Salah satu ciri khas dari rayap M. gilvus
adalah adanya prajurit mayor dan minor (Gambar 2A). Menurut Ahmad (1965),
pada bagian kepala M. gilvus mayor berfontanel, ujung labrum berhialin, gigi
marginal tereduksi, antena moniliform 17 segmen (Gambar 2B), memiliki sebaran
rambut dan pronotum berbentuk pelana kuda (saddle shape) (Gambar 2D). Ciri
khas lainnya pada M. gilvus adalah adanya sepasang mandibula yang berukuran
besar berwarna lebih gelap dari kepala, simetris, tajam, dan dapat menutup (Gambar
2C).

11

A

B

C

D

E
Gambar 2 Morfologi rayap M. gilvus (perbesaran 10x10). Kasta prajurit mayor dan
minor (A), antena moniliform 17 segmen (B), mandibula simetris (C),
pronotum berbentuk pelana kuda (D), raja dan ratu (E).
Isolat Bakteri dari Termitarium M. gilvus
Sampel termitarium dibedakan menjadi dua jenis yaitu TS (tanah sarang
rayap) dan S (sarang rayap). Suspensi TS dikulturkan pada dua jenis media yaitu
WYE dan NA, sedangkan S pada media YCED dan NA. Medium NA merupakan
medium umum untuk mengisolasi dan mempelajari berbagai jenis bakteri (Madigan
et al. 1997), sementara itu WYE dan YCED merupakan media selektif aktinomiset
(Crawford et al. 1993). Aktinomiset merupakan kelompok mikroorganisme yang
tersebar secara luas di alam terutama di tanah (Oskay et al. 2004).
Isolat yang tumbuh pada ketiga jenis media cukup beragam. Jumlah isolat
bakteri berdasarkan perbedaan morfologi koloni tunggalnya diperoleh sebanyak 29
isolat (Tabel 1). Delapan belas isolat dari lokasi 1 dan sebelas isolat dari lokasi 2,
atau sebelas isolat dari TS dan delapan belas isolat dari S.
Menurut Mohamad et al. (2014), identifikasi bakteri sangat penting dalam
mikrobiologi dan patologi karena menyajikan pemahaman dasar tentang penyakit.
Salah satu cara tradisional untuk mengidentifikasi bakteri adalah melalui
pengamatan morfologi sel tunggal atau karakteristik koloni (Tshikhudo et al. 2013).
Semua koloni bakteri tumbuh dari satu sel bakteri dan menunjukkan morfologi
koloni yang khas. Namun, harus dilakukan kajian lebih lanjut karena prinsip
tersebut belum mencakup adanya kemungkinan bahwa spesies yang berbeda dapat
menunjukkan morfologi yang sama serta satu spesies dapat menunjukkan lebih dari
satu karakter morfologi koloni tunggal (Sousa et al. 2013). Karakter morfologi
koloni tunggal bakteri yang diamati meliputi warna, elevasi, tepian, dan bentuk.
Morfologi koloni tunggal bakteri merupakan variasi fenotipe yang dapat dijadikan

12
indikator proses adaptasi yang dilakukan oleh bakteri terhadap kondisi
lingkungannya (Sousa et al. 2013).
Warna koloni tunggal isolat bakteri yang ditemukan cukup beragam yaitu
putih, putih bersih, krem, abu-abu, merah muda, dan kuning, serta yang paling
mendominasi adalah warna putih keruh yaitu ditemukan pada empat belas isolat.
Elevasi dan tepian koloni tunggal isolat bakteri yang paling banyak ditemukan
masing-masing adalah cembung dan siliat. Bentuk koloni tunggal bakteri yang
paling mendominasi adalah bundar yaitu sebanyak 10 isolat. Urutan terbanyak
kedua adalah bentuk koloni tak beraturan dan menyebar yaitu sebanyak 9 isolat.
Aktinomiset yang diperoleh dari termitarium M. gilvus berdasarkan morfologi
koloninya adalah sebanyak enam isolat yaitu WYTS4, NATS1, NATS6, NAF7,
NAF8, dan NAF10. Seluruh isolat bakteri yang telah diperoleh kemudian diuji
Gram dan hipersensitif. Jumlah isolat pada pengujian tersebut sebanyak 27 isolat
karena dua isolat lain yaitu NATS1 dan NAF11 tidak dapat dikulturkan lebih lanjut
pada media agar. Gambar 3 menunjukkan beberapa contoh isolat bakteri yang
diperoleh dengan beragam warna dan karakter morofologi koloni tunggal.

A

B

C

D

E

F

Gambar 3 Beberapa contoh isolat bakteri dari termitarium M. gilvus. NAF8 (A),
NAF9 (B), WYTS4 (C), NATS3 (D), WYTS2 (E), NATS6 (F).
Uji Gram dan Uji Reaksi Hipersensitif
Selain karakter morfologi koloni tunggal, karakteristik lain yang perlu diidentifikasi
adalah jenis Gram. Menurut Bartholomew dan Mittwer (1952), identifikasi jenis

Tabel 1 Karakter morfologi koloni tunggal isolat bakteri dari termitarium M. gilvus
Bagian dan sumber termitarium
Tanah sarang rayap lokasi 1

Fungus comb lokasi 1

Fungus comb lokasi 2

Kode isolat

Warna

Elevasi

Tepian

Bentuk

WYTS 1
WYTS2
WYTS3
WYTS4
WYTS5
NATS1
NATS2
NATS3
NATS4
NATS5
NATS6
YCF1
YCF2
YCF3
YCF4
YCF5
YCF6
YCF7
NAF1
NAF2
NAF3
NAF4
NAF5
NAF6
NAF7
NAF8
NAF9
NAF10
NAF11

Kuning
Putih keruh
Putih keruh
Putih bersih
Putih keruh
Putih bersih
Krem
Krem
Putih keruh
Putih keruh
Putih keruh
Putih keruh
Putih keruh
Putih keruh
Putih keruh
Putih keruh
Putih keruh
Putih keruh
Kuning
Kuning
Krem
Kuning
Kuning
Krem
Abu-abu
Abu-abu
Merah muda
Putih bersih
Kuning

Datar
Berbukit-bukit
Berbukit-bukit
Berbukit-bukit
Cembung
Seperti tombol
Cembung
Timbul
Cembung
Datar
Seperti tombol
Timbul
Datar
Timbul
Cembung
Timbul
Timbul
Cembung
Cembung
Seperti tetesan
Datar
Cembung
Datar
Berbukit-bukit
Seperti tetesan
Seperti tombol
Cembung
Berbukit-bukit
Datar

Tak beraturan
Tak beraturan
Bercabang
Siliat
Bercabang
Berombak
Siliat
Bercabang
Siliat
Seperti ikat rambut
Siliat
Berlekuk
Siliat
Tak beraturan
Berlekuk
Tak beraturan
Berlekuk
Tak beraturan
Berombak
Tak beraturan
Berlekuk
Licin
Berlekuk
Berombak
Siliat
Siliat
Licin
Berlekuk
Licin

Tak beraturan dan menyebar
Tak beraturan dan menyebar
Tak beraturan dan menyebar
Bundar dengan tepian bercabang-cabang
Bundar dengan tepian menyebar
Bundar dengan tepian kerang
Bundar
Tak beraturan dan menyebar
Bundar dengan tepian menyebar
Berbenang-benang
Bundar
Tak beraturan dan menyebar
Bundar
Tak beraturan dan menyebar
Tak beraturan dan menyebar
Bundar
Bundar
Tak beraturan dan menyebar
Bundar dengan tepian kerang
Bundar
Tak beraturan dan menyebar
Bundar dengan tepian kerang
Kompleks
Bundar
Bundar dengan tepia meanyebar
Bundar
Bundar
Bundar dengan tepian timbul
Bundar

13

14
Gram merupakan langkah awal suatu proses diagnosis dan klasifikasi dalam
bakteriologi. Schaad et al. (2001) menyebutkan bahwa genus bakteri patogen
tanaman lebih banyak tergolong kedalam Gram negatif dibandingkan Gram positif.
Genus bakteri Gram negatif diantaranya Erwinia, Pantoea, Acidovorax,
Pseudomonas, Ralstonia, Burkholderia, Xanthomonas, Xylophilus, dan
Agrobacterium, sedangkan genus bakteri Gram-positif yaitu Clavibacter,
Clostridium, Bacillus, dan Streptomyces. Uji hipersensitif juga penting dilakukan
untuk mendapatkan isolat bakteri yang aman digunakan sebagai agens hayati. Hasil
pengujian menunjukkan bahwa bakteri dari termitarium M. gilvus lebih banyak
tergolong ke dalam Gram positif yaitu sebanyak enam belas isolat, sedangkan
seluruh hasil uji hipersensitif menunjukkan hasil negatif (Tabel 2).
Tabel 2 Hasil uji Gram dan uji hipersensitif isolat bakteri calon agen hayati dari
termitarium M. gilvus
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
aBakteri

Kode Isolat
WYTS1
WYTS2
WYTS3
WYTS4
WYTS5
NATS2
NATS3
NATS4
NATS5
NATS6
YCF1
YCF2
YCF3
YCF4
YCF5
YCF6
YCF7
NAF1
NAF2
NAF3
NAF4
NAF5
NAF6
NAF7
NAF8
NAF9
NAF10

Uji Grama
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+

Uji Hipersensitifb
-

Gram positif (+), bakteri Gram negatif (-); bTidak terbentuk nekrotik (-).

Penentuan jenis Gram bakteri pada uji Gram menggunakan KOH 3%
berdasarkan ada tidaknya lendir. Isolat yang membentuk lendir setelah dicampur
dengan KOH 3% dikategorikan sebagai bakteri Gram negatif, sedangkan bakteri
Gram positif ialah sebaliknya. Suslow et al. (1982) menyebutkan bahwa bakteri
Gram negatif ditunjukkan dengan terbentuknya lendir pada campuran isolat bakteri

15
dengan KOH 3% akibat rusaknya dinding sel bakteri Gram negatif ketika berada
dalam larutan alkali (KOH 3%).
Reaksi negatif pada uji hipersensitif mengindikasikan bahwa isolat yang
diujikan tidak bersifat patogenik terhadap tanaman. Uji hipersensitif dikatakan
negatif apabila hasil pengamatan pada 24-48 jam setelah inokulasi tidak ditemukan
adanya gejala nekrosis pada daun atau tepatnya pada area tempat isolat
diinokulasikan. Gejala nekrosis hanya ditemukan pada perlakuan kontrol positif (+)
yaitu inokulasi dengan X. oryzae pv. oryzae. Gaümann (1946 dalam Agrios 2005)
menyatakan bahwa hipersensitif merupakan salah satu bentuk pertahanan aktif
tanaman terhadap patogen dengan dikeluarkannya suatu senyawa bernama
fitoaleksin yang mematikan jaringan tanaman di sekitar tempat inokulasi sehingga
patogen yang masuk menjadi terisolasi. Fitoaleksin merupakan senyawa
antimikroba pada tanaman yang hanya muncul apabila tanaman terserang oleh
patogen.
Uji Antagonis Isolat Bakteri dari Termitarium M. gilvus terhadap Tiga
Patogen Tanaman Padi
Uji antagonis bakteri dilakukan terhadap 3 patogen yaitu H. oryzae, P. oryzae,
dan X. oryzae pv. oryzae. Data mengenai persentase daya hambat seluruh isolat
bakteri terhadap ketiga patogen disajikan dalam Tabel 3.
Uji Antagonis terhadap H. oryzae dan P. oryzae
Isolat bakteri yang diuji antagonis terhadap H. oryzae dan P. oryzae pada
penelitian ini hanya 22 isolat dari total jumlah isolat 29. Hal tersebut disebabkan
isolat NATS1 dan NAF11 tidak dapat ditumbuhkan lebih lanjut pada media agar,
sedangkan 5 isolat lainnya sulit ditumbuhkan meskipun telah dicoba pada beberapa
kali pengujian. Isolat bakteri yang sulit untuk ditumbuhkan maupun diperbanyak
tidak cocok digunakan sebagai agen hayati.
Isolat bakteri yang paling menghambat H. oryzae adalah isolat bakteri
WYTS1 yaitu dengan persentase penghambatan >25-50% dan yang tidak
menghambat atau persentase penghambatan 0% yaitu isolat WYTS3. Dua puluh
isolat bakteri lainnya menghambat pertumbuhan H. oryzae namun dengan
persentase yang tidak terlalu tinggi hanya >0-25%.
Isolat yang paling menghambat terhadap pertumbuhan P. oryzae dengan
persentase penghambatan >25-50% ada 6 isolat yaitu WYTS1, WYTS5, NATS2,
YCF3, YCF4, dan YCF5. Isolat NATS3 dan NATS6 adalah isolat bakteri yang
tidak menghambat terhadap P. oryzae atau dengan persentase penghambatan 0%.
Sementara itu, isolat bakteri dengan persentase penghambatan >0-25% sebanyak
empat belas isolat.
Uji Antagonis terhadap X. oryzae pv. oryzae
Sebanyak dua belas isolat bakteri dari termitarium M. gilvus bersifat
menghambat terhadap X. oryzae pv. oryzae. Isolat tersebut dikategorikan
menghambat karena X. oryzae pv. oryzae menunjukkan zona bening pada garis
tempat digoreskannya atau X. oryzae pv. oryzae yang tumbuh tidak setebal atau
selebar yang tumbuh pada kontrol. Penilaian daya hambat isolat bakteri terhadap X.
oryzae pv. oryzae dilakukan secara kualitatif karena bentuk penghambatannya yang

16
tidak seragam. Contoh uji antagonis isolat bakteri calon agens hayati dari
termitarium M. gilvus dapat dilihat pada Gambar 4.
Mikroorganisme prokariot (bakteri) dapat menghasilkan senyawa antibiotik
atau antifungal. Senyawa-senyawa tersebut berperan dalam menghambat
pertumbuhan bakteri maupun cendawan patogen. Beberapa contoh kelompok
senyawa antibiotik adalah aminoglicocyde yang menghambat bakteri Gram negatif,
macrolide yang bekerja dengan cara menghambat sintesis protein pada ribosom,
dan tetracyclines yang merupakan antibiotik berspektrum luas dapat menghambat
bakteri Gram negatif maupun positif. Salah satu kelompok senyawa antifungal
adalah ergosterol inhibitor yang bekerja dengan cara merusak fungsi membran sel
dan menyebabkan permeabilitas membran sehingga terjadi kematian sel (Madigan
et al. 1997).
Tabel 3 Hasil uji potensi antagonis isolat bakteri dari termitarium M. gilvus
terhadap beberapa patogen tanaman padi
Daya hambat terhadap pa