Eksistensi Pesantren At-Thoyyibah Indonesia (PAI) Pinang Lombang Di Desa Sei Raja Labuhan Batu 1974-2000

(1)

DAFTAR INFORMAN

1. Nama : Ir. H. Tamsil Lubis Umur : 50 Tahun

Pekerjaan : Direktur Perencanaan & Produksi PDAM Tirtanadi Alamat : Komp. Gaharu Indah No.10, Medan

2. Nama : H. Abdul Hadi, L.c Umur : 39 Tahun

Pekerjaan : Kepala Madrasah PAI

Alamat : Kompleks PAI Pinang Lombang

3. Nama : Sarwono Umur : 60 Tahun

Pekerjaan : Kepala Desa Sei Raja

Alamat : Dusun Sumberjo, Desa Sei Raja

4. Nama : Ir. Muhibbin Mahmud, M.B.A. Umur : 70 Tahun

Pekerjaan : Guru (mantan Kepala Madrasah PAI tahun 1975-1977) Alamat : Medan


(2)

5. Nama : Ja’faruddin Munthe Umur : 52 Tahun

Pekerjaan : Guru Pesantren At-Thoyyibah Indonesia Pinang Lombang Alamat : Dusun Pinang Lombang

6. Nama : Budiman Munthe Umur : 55 Tahun

Pekerjaan : Guru Pesantren At-Thoyyibah Indonesia Pinang Lombang Alamat : Dusun Pinang Lombang

7. Nama : Ayulidar Chaniago Umur : 47 Tahun

Pekerjaan : Guru (alumni PAI)

Alamat : Jln. S. Parman Rantau Prapat

8. Nama : Ridwan Arfan Umur : 68 Tahun

Pekerjaan : Pensiunan PNS (tokoh Muhammadiyah Labuhan Batu) Alamat : Jl. Ika Bina No. 20 Rantau Prapat


(3)

9. Nama : Zaitun Hasibuan Umur : 63 Tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga (anak dari Khalifah Abdul Manam, pendiri tarekat Naqsabandiyah)

Alamat : Dusun Pinang Lombang

10.Nama : Hadlyn Yahmar Umur : 50 Tahun

Pekerjaan : Guru (mantan Kepala Madrasah PAI tahun 1996-2000) Alamat : Dusun Pinang Lombang


(4)

(5)

PETA DESA SEI RAJA KECAMATAN NA IX-X

Sumber: Kantor Kepala Desa Sei Raja Kecamatan NA IX-X Kabupaten Labuhan Batu Utara. Lampiran 2


(6)

Akses masuk dan keluar Pesantren At-Thoyyibah Indonesia Pinang Lombang tahun 2012

Sumber: Foto koleksi pribadi tahun 2013.


(7)

Mesjid Pesantren At-Thoyyibah Indonesia Pinang Lombang yang didirikan antara tahun 1980-1990

Sumber: Foto koleksi pribadi tahun 2013.


(8)

Asrama santri puteri yang terdiri dari 3 lantai berbentuk leter L, didirikan antara tahun 1980-1990

Sumber: Foto koleksi pribadi tahun 2013.


(9)

Gedung sekolah para santri yang terdiri dari 3 lantai berbentuk leter L, yang didirikan antara tahun 1980-1990

Sumber: Foto koleksi pribadi tahun 2013.


(10)

Asrama santri putera yang terdiri dari 2 lantai berbentuk leter L, yang didirikan antara tahun 1980-1990

Sumber: Foto koleksi pribadi tahun 2013.


(11)

Aula Pesantren At-Thoyyibah Indonesia yang berada tepat di depan bangunan sekolah, didirikan antara tahun 1980-1990

Perpustakaan Pesantren At-Thoyyibah Indonesia Pinang Lombang yang didirikan antara tahun 1980-1990

Sumber: Foto koleksi pribadi tahun 2013.


(12)

Kantor PAI dan ruang para guru yang didirikan antara tahun 1980-1990

Ruang makan santri putera yang berdekatan dengan dapur umum

Sumber: Foto koleksi pribadi tahun 2013.


(13)

Rumah karyawan PAI

Sumber: Foto koleksi pribadi tahun 2013.


(14)

Poliklinik Pesantren At-Thoyyibah Indonesia Pinang Lombang

Rumah para guru Pesantren At-Thoyyibah Indonesia Pinang Lombang

Sumber: Foto koleksi pribadi tahun 2013.


(15)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurahman, Dudung, Metodologi Penelitian Sejarah, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2007 Abdurrahman Wahid, Bunga Rampai Pesantren, Jakarta: CV. Dharma Bakti, 1995

Asari, Hasan, dkk., MIQAT Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman, Medan: IAIN Press Medan, 20011

A. Karel, Steenbrink, Pesantren Madrasah Sekolah Pendidikan Islam dalam kurun modern, Jakarta: PT Pustaka LP3ES, 1994

Dhofier, Zamakhasyari, Tradisi Pesantren Studi tentang Pandangan Hidup Kyai, Jakarta: LP3ES, 1984

Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Islam Untuk Disiplin Ilmu Pendidikan, Jakarta: Departemen Agama RI, 1997

Gottschalk, Louis, Mengerti Sejarah, (terj. Nugroho Notosusanto) Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1985

Kafrawi, Pembaharuan Sistim Pendidikan Pondok Pesantren Sebagai usaha peningkatan prestasi kerja dan pembinaan kesatuan Bangsa, Jakarta: P.T. Cemara Indah, 1978 Langgulung, Hasan, Pendidikan Islam Menghadapi Abad ke-21, Jakarta : Pustaka Al Husna,

1988

Lubis, Z. Pangaduan, Sipirok Na Soli Bianglala Kebudayaan Masyarakat Sipirok, Medan: USU Press, 1998

Mosthofa Haroen, Ahmad, dkk, Khazanah Intelektual Pesantren, Jakarta: CV Maloho Jaya Abadi, 2009

Mulkhan, Abdul Munir, Warisan intelektual K.H. Ahmad Dahlan dan Amal Muhammadiyah, Yogyakarta: Persatuan, 1990

___________________, Islam Murni Dalam Masyarakat Petani, Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 2000


(16)

Noer, Deliar, Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900-1942, Jakarta: LP3ES, 1991

Pelly, Usman, Urbanisasi dan Adaptasi peranan Misi Budaya Minangkabau dan Mandailing, Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 1994

Saridjo, Marwan, dkk, Sejarah Pondok Pesantren di Indonesia, Jakarta: Dharma Bakti, 1983 Suprayitno, Tuan Guru Syekh ABD. Wahab Rokan dan Pesantren Babussalam Langkat

(1945-1975), Skripsi, Universitas Sumatera Utara, Medan, 1987 Syarif, Mustofa, Administrasi Pesantren, Jakarta: P.T. Paryu Barkah, 1983 Sjamsuddin, Helius, Metodologi Sejarah, Yogyakarta: Ombak, 2007

Van Bruinessen, Martin, Tarekat Naqsabandiyah di Indonesia, Bandung: Penerbit Mizan, 1992

Wahid, Abdurrahman, dkk, Pesantren dan Pembaharuan, Jakarta:LP3ES, 1988 Zuhairini, dkk., Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1995


(17)

BAB III

KEBERADAAN PESANTREN AT-THOYYIBAH INDONESIA

PINANG LOMBANG (1974-2000)

Pondok pesantren tidak lahir begitu saja, melainkan tumbuh sedikit demi sedikit. Pada umumnya pondok pesantren adalah milik seorang kiai atau satu kelompok keluarga. Kiai ini, dengan ilmu agama dan sering pula dengan ilmu ghaib lainnya menyediakan diri untuk diserap ilmunya bagi yang memerlukannya, dengan modal harta kekayaannya. Sering pula terjadi, seseorang mewakafkan sebahagian kekayaannya, misalnya berupa tanah kepada kiai untuk dipakai guna tempat pendidikan agama ini. Wakaf ini mungkin berasal dari penguasa, raja-raja atau orang-orang kaya yang lain.33

33

M. Dawam Rahardjo, op.cit, hal. 65.

Begitu juga dengan Pesantren At-Thoyyibah Indonesia dari awal berdirinya mengalami proses perjalanan yang panjang. Dimulai dengan adanya ide dari tokoh-tokoh pendirinya untuk mendirikan sebuah lembaga pendidikan agama yang berbentuk pesantren modern kemudian dilanjutkan dengan pencarian lahan dan terbentur dengan sulitnya lahan tersebut untuk diakses hingga ditemukannya lokasi yang cocok yang berasal dari tanah yang diwakafkan untuk didirikan pesantren tersebut.

Bab ini akan dibahas bagaimana proses berdirinya Pesantren At-Thoyyibah Indonesia tahun 1974, perkembangan Pesantren At-Thoyyibah Indonesia dari tahun 1974, hingga meninggalnya pendiri pesantren tersebut tahun 1997, serta bagaimana kondisi Pesantren At-Thoyyibah Indonesia sepeninggal pendirinya tahun 1997 hingga tahun 2000.


(18)

3.1 Proses Berdirinya Pesantren At-Thoyyibah Indonesia Tahun 1974

Didirikannya Pesantren At-Thoyyibah Indonesia pada mulanya adalah karena adanya ide-ide dari para tokoh yang kebanyakan berkecimpung dalam organisasi Muhammadiyah. Sebagai tindak lanjut untuk merealisasikan ide-ide para tokoh tersebut dalam mendirikan suatu lembaga pendidikan Islam, kemudian dicarilah sebuah lahan yang cocok untuk pendiriannya. Salah seorang tokoh masyarakat yaitu Harits Nasution yang mengetahui tentang ide-ide para tokoh Muhammadiyah ini kemudian menawarkan tanahnya yang berada di Pulo Padang.34 Akan tetapi, lokasi yang sulit untuk dijangkau dan harus menyebrangi sungai dengan menggunakan sampan atau perahu sebagai sarana transportasi untuk melewatinya akhirnya keinginan tersebut pun diurungkan, karena jika didirikan lembaga pendidikan tentunya akan sulit diakses oleh masyarakat.35

Setelah diperoleh lahan untuk pendirian lembaga pendidikan itu, maka para tokoh-tokoh Muhammadiyah kemudian membentuk suatu kepanitian dalam menangani pembangunan lembaga pendidikan tersebut. Tetapi, kepanitian yang telah terbentuk oleh para tokoh yang kebanyakan anggotanya adalah mereka yang tergabung ke dalam organisasi Muhammadiyah itu tidak berjalan mulus. Hal tersebut disebabkan karena adanya masalah intern dari mereka, seperti adanya kesibukan yang berbeda dari tokoh-tokohnya sehingga Selanjutnya, salah seorang tokoh Muhammadiyah yaitu Dahlan Lubis mewakafkan tanah miliknya yang berada di Pinang Lombang sebagai lokasi pendiriannya. Lokasinya yang strategis, tepat berada di pinggir jalan lintas, akhirnya dipilihlah Pinang Lombang yang terletak di Desa Sei Raja sebagai lokasi pendirian Lembaga Pendidikan Islam pada saat itu.

34

Wawancara dengan H. Budiman Munthe di Dusun Pinang Lombang pada tanggal 18 November

2012. 35


(19)

tidak fokus dalam kepanitian yang sudah terbentuk. Dengan kondisi tersebut kekhawatiran ide mereka tidak bisa terealisasikan, maka salah seorang tokoh yaitu H. Adenan Lubis mengabil alih untuk membangun lembaga pendidikan yang sesuai dengan keinginannya.36

Dengan modal harta yang dimilikinya serta sumbangan dari tokoh-tokoh Muhammadiyah, maka dimulailah pelaksanan pembangungan pesantren. Proses pembangunan Pesantren At-Thoyyibah Indonesia pada awalnya dibangun dengan sederhana. Pondok-pondoknya dibangun dengan menggunakan bahan-bahan kayu yang berbentuk persegi, terdiri dari beberapa bangunan yang beralaskan tanah, berdinding tepas, dan beratapkan rumbia. Kesederhanaan dari Pesantren At-Thoyyibah Indonesia ini terlihat dari bahan material yang digunakan untuk membangunnya pesantren tersebut, yang belum menggunakan semen sebagai bahan dasar bangunan. Selain itu, pembangunan pesantren pada saat itu tidak memerlukan pembiayaan yang besar karena jumlah santrinya yang tidak banyak maupun karena kebutuhan akan jenis dan jumlah alat-alat bangunan yang masih relatif kecil. Proses pembangunan yang berjalan selama dua tahun yaitu dari tahun 1972 sampai tahun 1974 akhirnya selesai. Peresmian pendirian pesantren dilakukan pada tanggal 5 Februari 1974.

37

Dalam perkembangannya banyak kendala-kendala yang dihadapi terutama dari kalangan masyarakat terutama masyarakat Pinang Lombang yang kurang antusias terhadap dunia pendidikan agama terutama pesantren. Masyarakat pada saat itu belum sepenuhnya mendukung lembaga pendidikan agama ini, terutama dari kaum tua. Bisa jadi, hal ini disebabkan karena masyarakat pada saat itu beranggapan bahwa Pesantren At-Thoyyibah

36

Wawancara dengan Hadlyn Yahmar di Dusun Pinang Lombang pada tanggal 18 November 2012. 37


(20)

Indonesia adalah pesantren yang dipelopori oleh orang-orang Muhammadiyah. Diketahui, antara kaum tua dengan Muhammadiyah terjadi perselisihan sejak terjadinya Perang Padri di Minangkabau. Akan tetapi dengan tekad, dorongan, dan semangat dari para pendirinya akhirnya berdirilah Pesantren At-Thoyyibah Indonesia.

Pada awal berdirinya Pesantren At-Thoyyibah Indonesia kondisinya masih sederhana. Fasilitas pada mulanya hanya terdiri dari asrama santri terutama bagian putera, 1 buah mesjid darurat yang terbuat dari dinding tepas, dan ruangan kelas. Segala sesuatu yang dibutuhkan para santri berupa perabot dibawa dari kampungnya, seperti tilam, selembar tikar dengan bantalnya, perlengkapan mandi, dan lain-lain. Selain itu, administrasi pesantren juga belum terbentuk sempurna. Pesantren juga masih disebut sebagai lembaga pendidikan dan belum menggunakan nama resmi PAI Pinang Lombang.

Penerimaan para santri juga belum mempunyai peraturan-peraturan dan syarat-syarat yang tertulis, baik mengenai umurnya maupun kecakapannya untuk menjadi santri, karena tujuan yang pertama kali Pesantren At-Thoyyibah Indonesia ialah menciptakan generasi yang memiliki ilmu pengetahuan agama. Salah satu usaha yang dilakukan untuk mempromosikan pesantren pada saat itu pun masih menggunakan komunikasi yang tradisional yaitu “dari mulut ke mulut”. Pesantren At-Thoyyibah Indonesia (PAI) tahun 1974 memiliki jumlah santri sebanyak 25 orang bagian putera saja, karena PAI baru menerima santri untuk Tsanawiyah (setingkat SMP). Para santri yang masuk ke PAI masih berasal dari daerah yang dekat, seperti 9 santri berasal dari Pinang Lombang, 10 santri berasal dari Rantau Prapat, dan sisanya 6 santri berasal dari Aek Kanopan.38

38

Sumber Data: Buku Induk Pesantren At-Thoyyibah Indonesia Pinang Lombang Tahun 1974. Tahun pertama dibukanya PAI hanya terdiri dari


(21)

tiga orang tenaga pengajar dan mereka termasuk tokoh-tokoh yang mendirikan pesantren, seperti H. Adenan Lubis, Ahmad Dahlan Lubis dan Marzuki Saleh.

3.2 Perkembangan Pesantren At-Thoyyibah Indonesia Tahun 1974-1997

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa pada awal dibukanya Pesantren At-Thoyyibah Indonesia belum merumuskan dasar tujuan pendidikannya, dan setelah tahun 1974 barulah tujuan tersebut dirumuskan. Tujuan dan pengajaran di Pesantren At-Thoyyibah Indonesia yaitu:

a. Melahirkan generasi yang cerdas, beriman, bertakwa kepada Allah SWT dan berakhlakul karimah.

b. Melahirkan generasi yang cerdas, terampil, kreatif, inovatif dalam disiplin dalam ilmu pengetahuan, dan

c. Melahirkan generasi yang memiliki dedikasi, loyalitas, disiplin yang tinggi terhadap pengaplikasian ilmu pengetahuan di tengah-tengah masyarakat.39

Pemberian nama Pesantren At-Thoyyibah Indonesia dilakukan melalui sidang Dewan Guru bersama H. Adenan Lubis pada bulan Juni 1975. Nama Pesantren At-Thoyyibah Indonesia diusulkan oleh salah seorang tokoh pendidik atau guru, yaitu Muhibbin Mahmud yang juga menjadi kepala sekolah pertama di pesantren tersebut.40

39

Tujuan Pesantren At-Thoyyibah Indonesia mulai dirumuskan pada tahun 1976 untuk memperbaharui tujuan awal berdirinya pesantren yaitu untuk menciptakan generasi ulama serta generasi yang memiliki ilmu agama yang tinggi.

Pemberian nama

“At-40

Muhibbin Mahmud merupakan salah seorang guru di Pesantren At-Thoyyibah Indonesia dan pernah menjabat sebagai Kepala Madrasah tahun 1975-1977. Beliau merupakan tokoh yang mencetuskan kata


(22)

Thoyyibah” didasarkan dan diambil dari bahasa Arab, yakni kutipan dari ayat suci Al-Qur’an yang bermakna “yang baik” atau “yang kokoh”.

Dalam perkembangannya penerimaan santri untuk masuk ke PAI dilakukan melalui serangkaian testing, seperti praktek ibadah shalat dan membaca Al-Qur’an. Hal ini dimaksudkan agar setiap santri yang sudah menjadi warga PAI memiliki keseragaman terutama dalam bacaan shalatnya.41

dilakukan melalui sidang Dewan Guru bersama dengan H. Adenan Lubis pada tahun 1975. Wawancara dengan Ir. Muhibbin Mahmud, M.B.A., di Medan pada tanggal 28 April 2013.

41

Testing yang diberlakukan Pesantren At-Thoyyibah Indonesia hanya untuk melihat seberapa besar

kemampuan para calon anak didik saja bukan untuk penseleksian, sehingga calon santri yang kurang pemahamannya mengenai bacaan Al-Qur’an maupun ibadah shalatnya bisa diperdalam ketika sudah menjadi santri yang resmi di PAI.

Sebagai lembaga pendidikan yang modern, PAI juga merumuskan bahasa sebagai alat komunikasi penting yang dilakukan sehari-hari di pesantren, seperti Bahasa Arab, Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia. Penggunaan Bahasa Arab diajarkan, sebab Bahasa Arab merupakan syarat mutlak untuk memahami ajaran-ajaran Islam. Mengingat kepentingan inilah, maka PAI mementingkan Bahasa Arab sehingga dijadikan bahasa pengantar dalam pelajaran agama, bahasa pergaulan di kalangan para pelajar, serta dipakai di dalam ceramah-ceramah dan latihan-latihan berpidato santri. Bahasa asing lainnya yang diutamakan di PAI ialah bahasa Inggris. Bahasa ini adalah bahasa yang paling luas tersebar di seluruh dunia dan menjadi salah satu kunci untuk memperdalam dan memperluas ilmu pengetahuan karena bahasa ini banyak dipergunakan dalam pembicaraan-pembicaraan ilmiah. Melihat akan hal ini pula, Bahasa Inggris sangat diutamakan di PAI dan diajarkan secara aktif seperti halnya Bahasa Arab. Di samping Bahasa Arab dan Bahasa Inggris, bahasa yang dipentingkan di PAI ialah Bahasa Indonesia. Bahasa ini menjadi Bahasa Nasional dan bahasa resmi Bangsa Indonesia. Di dalam masyarakat nanti para santri-santri akan menggunakan bahasa Indonesia sebagai alat komunikasinya. Oleh karena itu, PAI juga


(23)

mengutamakan Bahasa Indonesia yang diajarkan di sekolah dan dijadikan bahasa pengantar dalam berbagai mata pelajaran.42

Seiring dengan bergulirnya waktu, semakin banyak jumlah santri yang mondok di PAI dan mencapai puncaknya pada tahun 1990 jumlahnya hingga 800 santri. Di tahun yang sama PAI juga sudah mulai menerima santri bagian puteri untuk belajar di PAI. Mengingat bertambahnya jumlah santri ini PAI merasa perlu untuk membangun semua gedung secara permanen. Usaha untuk menambah jumlah gedung dan alat-alat perlengkapan dilakukan sekitar tahun 1980 hingga 1990. Proses pembangunannya memerlukan waktu yang cukup lama, sebab hampir semua bangunan lama seperti, mesjid, asrama, gedung sekolah, rumah guru, dan lain-lainnya diganti dengan gedung yang baru. Dana yang digunakan untuk membangun gedung-gedung tersebut berasal dari harta kekayaan H. Adenan Lubis karena beliau juga termasuk orang yang cukup berada.

Dalam perkembangannya nama Pesantren At-Thoyyibah Indonesia mulai terdengar hingga ke berbagai daerah. Banyak dari para orang tua yang kemudian menyekolahkan anak-anak mereka ke PAI dengan harapan agar anak-anaknya memperoleh pendidikan dasar yang diperlukan untuk menjadi “orang yang baik” dan terkadang disertai dengan harapan agar anaknya dapat menggantikan peranan atau pekerjaannya sebagai pedagang, petani atau pengusaha.

43

Setelah bangunan fisik pesantren dibangun secara permanen, maka dari pihak pesantren memiliki ide untuk membuat sebuah koperasi pesantren yang diperuntukkan guna memenuhi kebutuhan masyarakat pesantren, terutama santrinya. Mereka bisa membeli semua

42

Wawancara dengan H. Abdul Hadi, L.c di Kantor Pesantren At-Thoyyibah Indonesia pada tanggal

15 Mei 2013.

43


(24)

perlengkapan di koperasi ini. Perlengkapan pribadi sehari-hari, atau pun untuk kebutuhan belajar seperti buku tulis maupun buku pelajaran memang sangat diperlukan untuk proses belajar. Mengenai buku pelajaran ini pihak pesantren ataupun guru-guru pengajar tidak memperjual belikannya kepada para santri. Artinya, para santri tidak membeli buku ke guru pengajar, melainkan ke koperasi langsung, baik itu buku mata pelajaran umum ataupun buku pondok. Selain koperasi pesantren juga tersedia koperasi untuk para santri yang terletak di asrama, baik santri putera maupun santri puteri. Akan tetapi koperasi santri ini tidak begitu lengkap dibandingkan dengan koperasi pesantren. Modal koperasi santri ini diambil dari iuran para santri dan keuntungannya digunakan untuk membiayai keperluan mereka bersama, misalnya untuk memelihara tempat dan alat-alat olah raga, untuk membeli obat-obatan dan lain-lain.44

Pendanaan pesantren utamanya berasal dari yayasan. Oleh karena itu, mereka sebisa mungkin mengelola keuangan agar memperoleh dana tambahan. Salah satu contohnya adalah dengan mendirikan koperasi pesantren. Dana pesantren juga berasal dari biaya mondok yang dibayarkan tiap santri per bulannya, pada tahun 1978 sebesar Rp 6000, tahun 1979 sebesar Rp 7500, dan tahun 1981 Rp 9000.

Di samping sebagai tempat untuk menyediakan kebutuhan para santri, koperasi pesantren ini juga dijadikan sebagai tempat untuk mengelola perputaran keuangan pondok pesantren. Koperasi dijadikan sebagai salah satu tempat untuk menambah dana pesantren yang nantinya juga digunakan untuk kebutuhan pesantren itu sendiri, seperti biaya operasional sekolah.

45

44 Ibid. 45

Wawancara dengan Hadlyn Yahmar di Dusun Pinang Lombang pada tanggal 18 November 2012.


(25)

mengalami peningkatan setiap tahunnya. Hal ini disebabkan semakin tingginya kebutuhan yang harus dipenuhi oleh pihak pesantren, seperti biaya makan sehari-hari seluruh warga pondok, biaya listrik, gaji para guru, dan lain-lain. Dengan dana inilah pesantren menjalankan roda kehidupan pesantren. Terkadang, mereka juga mendapat tambahan dari para alumni yang memang masih peduli dengan keberlangsungan pesantren. Biasanya dana yang disumbangkan dari para alumni berupa uang yang tidak diketahui secara pasti jumlahnya, dan diperkirakan jumlahnya hingga jutaan rupiah.46 Ada juga dana tambahan atau bantuan dana dari pejabat yang diundang dalam acara-acara tertentu yang diselenggarakan pesantren, seperti hari jadi pesantren. Pada saat perayaan hari jadi pesantren, biasanya pejabat yang berwenang juga diundang yaitu bupati Labuhan Batu. Bantuan ini biasanya berupa finansial atau material bangunan, seperti pasir, batu, semen, seng, dan lain-lain.47

Pesantren At-Thoyyibah Indonesia menyelenggarakan pendidikan yang terdiri dari dua tingkatan yaitu tingkat Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah. Pada awal berdirinya pesantren tahun 1974 hingga tahun 1976 jenjang pendidikan pesantren masih belum memiliki garis batas yang jelas antara tingkat Tsanawiyah dan Aliyah. Pendidikan di Pesantren At-Thoyyibah Indonesia awalnya berjalan dalam proses pengajaran selama 7 tahun.

3.2.1 Struktur dan Manajemen

48 46 Ibid. 47 Ibid. 48

Wawancara dengan Ir. Muhibbin Mahmud di Medan pada tanggal 28 April 2013.

Setelah tahun 1980, dengan adanya ketentuan dari pemerintah, khususnya Kementerian Agama Republik Indonesia yang merumuskan kurikulum pendidikan, maka PAI mengikuti dan melaksanakan kurikulum tersebut di mana terdapat dua tingkat pendidikan, yaitu Madrasah Tsanawiyah atau jenjang kelas setingkat SMP yang dijalankan


(26)

selama tiga tahun yang terdiri dari kelas 1, 2, dan 3. Madrasah Aliyah atau jenjang kelas setingkat SMA yang juga dijalankan selama tiga tahun yang terdiri dari kelas 4, 5, dan 6. Untuk santri yang telah memasuki kelas 6 Aliyah terdapat program pembagian jurusan, seperti jurusan IPA (Ilmu Pengetahuan Alam), dan jurusan IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial). Di sinilah salah satu perbedaan antara sistem pendidikan pondok tradisional dengan sistem pendidikan pondok modern yaitu adanya bentuk penjenjangan kelas dan dalam jangka waktu tertentu.49

Dalam struktur organisasi Pesantren At-Thoyyibah Indonesia juga dibentuk dimulai dari yang paling atas, yaitu pemilik yayasan sampai tingkat yang paling bawah yaitu santri itu sendiri (seperti terlihat dalam bagan berikut).

Untuk tingkat Madrasah Tsanawiyah dan tingkat Aliyah dipimpin oleh masing-masing kepala sekolah atau kepala madrasah dengan dibantu oleh wakil kepala yang disebut Pembantu Kepala Madrasah (PKM) yang terdiri dari dua orang dengan dua kegiatan yang berbeda, yaitu PKM I yang memiliki tugas mengelola bidang pendidikan, pengajaran dan kurikulum sedangkan PKM II bertanggung jawab dalam bidang kegiatan kesiswaan atau kesantrian.

50

49

Berdasarkan Peraturan Pemerintah dengan Keputusan Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, dan

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang melakukan pembaharuan terhadap kurikulum pesantren, terdapat kesamaan antara Madrasah Tsanawiyah dengan SMP dan Madrasah Aliyah dengan SMA. Pengertian madrasah adalah lembaga pendidikan agama Islam yang di dalam kurikulumnya memuat materi pelajaran agama dan pelajaran umum, mata pelajaran agama pada madrasah lebih banyak dibandingkan dengan mata pelajaran pada sekolah umum, lihat Kafrawi MA., pembaharuan Sistim Pendidikan Pondok Pesantren Sebagai usaha

peningkatan prestasi kerja dan pembinaan kesatuan Bangsa, Jakarta: P.T. Cemara Indah, 1978, hal. 103. 50


(27)

Struktur Organisasi Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah PAI Pinang Lombang51

51

Sumber: Kantor Pesantren At-Thoyyibah Indonesia Pinang Lombang Tahun 1985.

PIMPINAN PESANTREN

KEPALA MADRASAH

PKM I

WALI KELAS

PKM II KEPALA

TATAUSAHA

GURU GURU BP TATA

USAHA


(28)

Wewenang dari pimpinan mengalir secara langsung kepada para kepala yang memimpin tiap-tiap organisasi. Masing-masing kepala organisasi memegang wewenang dan tanggung jawab penuh mengenai segala hal termasuk bidang kerja, dengan demikian para pelaksana di bawahnya menerima petunjuk langsung dari kepala organisasi yang bertanggung jawab kepadanya. Namun demikian hal ini tidak menyebabkan kehidupan di pesantren memiliki birokrasi yang rumit. Semua berjalan lancar dan semua memiliki tugas masing-masing dalam menjalankan kehidupan di pesantren. Hal inilah yang menunjang kelancaran kehidupan di Pesantren At-Thoyyibah Indonesia Pinang Lombang. Tata tertib diatur sedemikian rupa, pesantren memiliki aturan yang jelas dan semua urusan sudah ada masing-masing orang yang memegang kendali atas itu. Semua bekerja sama dalam satu kesatuan yaitu keluarga besar Pondok Pesantren At-Thoyyibah Indonesia.

Bentuk dan tanggung jawab dalam struktur organisasi di Pesantren At-Thoyyibah Indonesia tidak mengalami perubahan hingga meninggalnya H. Adenan Lubis tahun 1997, dan digantikan oleh H.Tamsil Lubis.52

Untuk para pelajar sendiri, mereka juga memiliki struktur organisasi, untuk sekolah formal pada masa sekarang disebut Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS). Pembentukan organisasi pelajar ini dimulai pada tahun 1976.

Secara kebetulan yang terlibat dalam kepengurusan organisasi pesantren adalah mereka yang memiliki hubungan dekat atau keluarga dari H. Adenan Lubis. Tetapi, hal ini juga tidak tertutup untuk kalangan luar untuk terlibat dalam kepengurusan organisasi di Pesantren At-Thoyyibah Indonesia.

53

52

Wawancara dengan H. Abdul Hadi, L.c di Kantor Pesantren At-Thoyyibah Indonesia pada tanggal

15 Mei 2013. 53

Wawancara dengan Ir. Muhibbin Mahmud, M.B.A., di Medanpada tanggal 28 April 2013.

Di PAI juga ada organisasi semacam ini, yang membantu pihak pesantren mengatur kehidupan di pesantren yang disebut dengan DP


(29)

(Dewan Pelajar). Segala aktifitas pelajar diatur oleh organisasi pelajar dengan bimbingan dan pengawasan para pengasuh serta para guru. Dengan adanya bimbingan dan pengawasan dari para guru akan terjalin suatu hubungan interaksi antara guru dan murid. Pertemuan antara murid dan guru tidak terbatas pada jam-jam di kelas saja. Kesempatan yang belum ada di kelas dapat dilanjutkan di luar kelas, di mana guru dan murid berada dalam satu kompleks, yaitu kompleks Pesantren At-Thoyyibah Indonesia. Tidak hanya persoalan-persoalan yang berhubungan dengan pengajaran di kelas saja hubungan antara guru dan murid terjalin, tetapi kesulitan-kesulitan yang timbul di luar kelas dapat dibicarakan kepada guru.54

a. Dewan Keamanan: bertanggung jawab atas keamanan seluruh pelajar, mengatur dan mengawasi jalannya disiplin baik di sekolah, asrama, mesjid, dapur, dan lain-lain.

Organisasi pelajar di Pesantren At-Thoyyibah Indonesia dipimpin oleh pelajar-pelajar sendiri. Pengurusnya dipilih dengan pemilihan umum (demokratis) yang diadakan tiap-tiap tahun. Hal ini dimaksudkan supaya pengalaman memimpin organisasi dapat merata, tidak hanya dimiliki oleh beberapa orang saja. Organisasi pelajar bertanggung jawab atas segala sesuatu yang berhubungan dengan gerak-gerik, tata tertib, dan disiplin seluruh pelajar. Atas dasar itu, untuk memudahkan jalannya organisasi dan meringankan tanggung jawab, diadakan bagian-bagian yang disertai tugas-tugas khusus mengurus suatu bidang aktifitas, seperti:

b. Dewan Kesehatan: menyediakan obat-obatan untuk kepentingan para pelajar, mengadakan suntikan-suntikan dengan mendatangkan para ahli dalam bidang kesehatan dan sebagainya.

54 Ibid.


(30)

c. Dewan Olah Raga: mengatur segala macam permainan olah raga para pelajar dengan segala alat perlengkapannya, mengadakan latihan-latihan dan pertandingan-pertandingan, baik ke luar maupun ke dalam lingkungan pesantren.

d. Dewan Bahasa: mengawasi jalannya bahasa yang digunakan di lingkungan pesantren, seperti penggunaan bahasa Arab, bahasa Inggris dan bahasa Indonesia.

e. Dewan Kesenian: menyelenggarakan latihan-latihan dalam bidang kesenian, mengatur dan mengawasi klub musik, mengisi hiburan pada waktu-waktu tertentu seperti hari jadi pesantren, dan sebagainya.

f. Dewan Koperasi: mengurusi berbagai macam keperluan para pelajar di pesantren. g. Dewan Dapur: mengurus perlengkapan dapur bagi seluruh warga Pesantren

At-Thoyyibah Indonesia.55

Organisasi pelajar ini terus berubah-ubah sesuai dengan perkembangan gerakan pelajar itu sendiri. Selain itu, jumlah santri juga mempengaruhi perubahan serta pembagian tugas tiap-tiap dewan pelajar. Dengan banyak jumlah santri yang masuk ke Pesantren At-Thoyyibah Indonesia Tahun 1995, tentunya dewan pelajar merasa perlu untuk menambah anggota yang bertanggung jawab untuk mengatur segala keamanan dan aktifitas lainnya untuk santri-santri tersebut. Segala sesuatu tentang kehidupan pelajar di Pesantren At-Thoyyibah Indonesia diatur demikian dengan maksud untuk pendidikan dan pengajaran.

Dalam pengelolaan (manajemen) Pesantren At-Thoyyibah Indonesia sepenuhnya dilaksanakan oleh pendiri pondok dalam hal ini adalah H. Adenan Lubis. Beliau adalah pemimpin tunggal yang memegang wewenang hampir mutlak. Ia merupakan kekuasaan

55

Pembagian organisasi Dewan Pelajar (DP) PAI tercantum dalam buku TATIB (Tata Tertib) santri, baik santri putera maupun santri puteri dan merupakan hasil musyawarah Dewan Pelajar tentang peraturan yang harus dipatuhi dan sanksi-sanksi yang dikenakan terhadap pelanggaran peraturan.


(31)

tunggal yang mengendalikan sumber-sumber, terutama pengetahuan dan wibawa yang merupakan sandaran bagi para santrinya. Oleh karena itu beliau menjadi tokoh yang melayani sekaligus melindungi para santrinya.

Selain itu, beliau juga menguasai dan mengendalikan seluruh sektor kehidupan pesantren. Ustadz, apalagi santri, baru berani melakukan sesuatu tindakan di luar kebiasaan setelah mendapat restu darinya. Beliau ibarat raja, segala titahnya menjadi peraturan baik tertulis maupun konvensi yang berlaku di Pesantren At-Thoyyibah Indonesia. Ia memiliki hak untuk menjatuhkan hukuman terhadap santri-santri yang melanggar ketentuan-ketentuan titahnya menurut kaidah-kaidah normatif yang mentradisi di pesantren ini.56

Dengan demikian, H. Adenan Lubis memiliki kedudukan ganda yaitu sebagai pengasuh sekaligus pemilik pesantren. Secara kultural kedudukan ini sama dengan kedudukan bangsa feodal yang biasa dikenal dengan nama kanjeng di Pulau Jawa. Ia dianggap memilki sesuatu yang tidak dimiliki oleh orang lain di sekitarnya. Atas dasar ini hampir setiap kyai yang ternama beredar legenda tentang keampuhannya yang secara umum bersifat magis.57

Pola kepemimpinan di Pesantren At-Thoyyibah Indonesia yang merupakan kepemimpinan personal ini selanjutnya berubah menjadi sebuah kepemimpinan yang dipegang secara kolektif (yayasan) sekitar tahun 1980-an. Hal ini sesuai peraturan

56

Kekuasaan H. Adenan Lubis merupakan hirarki satu-satunya yang secara eksplisit diakui dalam lingkungan Pesantren At-Thoyyibah Indonesia. Kekuasaan seorang kiai ini yang membedakan pesantren dari kehidupan umum di sekitarnya, lihat Abdurrahman Wahid, Bunga Rampai Pesantren, Jakarta: CV. Dharma Bakti, 1995, hal.14.

57

Mujamil Qomar, Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi, Jakarta: Erlangga, 2000, hal 31.


(32)

Departemen Agama RI agar lembaga pendidikan agama berbadan hukum.58

Keberadaan yayasan di Pesantren At-Thoyyibah Indonesia mengubah mekanisme manajerial pesantren. Walaupun peran beliau masih dominan, otoritas tidak lagi bersifat mutlak di tangan H. Adenan Lubis. Kepengurusan bersifat kolektif ditangani bersama menurut pembagian tugas masing-masing individu. Secara formal, H. Adenan Lubis tidak lagi berkuasa mutlak. Wewenang mutlak harus ditransfer menjadi wewenang kolektif sebagai hak yayasan. Ketentuan yang menyangkut kebijaksanaan-kebijaksanaan pendidikan merupakan konsesus semua pihak. Yayasan memiliki peran yang cukup besar dalam pembagian tugas-tugas yang terkait dengan kelangsungan pendidikan pesantren. Secara internal di PAI terdapat pembagian tugas dan tanggung jawab antara lain untuk pengelolaan proses belajar-mengajar di tingkat Tsanawiyah dan Aliyah dipegang oleh seorang kepala Madrasah yang diangkat dan ditunjuk oleh H. Adenan Lubis dari kalangan ustadz atau guru pesantren. Di samping itu pula terdapat pembagian tugas dan tanggung jawab seperti, petugas logistik, administrasi umum, dan penyedia makan para santri dan para guru yang ada di PAI, sedangkan dalam pengelolaan pendidikan dalam proses belajar-mengajar di PAI dilaksanakan oleh Kepala Madrasah yang dibantu oleh Dewan Guru dan santri.

Perkembangan semacam ini membuat pesantren menjadi organisasi impersonal.

59

Perubahan kepemimpinan pesantren dari individual menuju kolektif ini kelihatannya sederhana. Padahal perubahan ini juga berpengaruh pada hubungan pesantren dengan masyarakat. Kalau semula hubungan tersebut bersifat patron-klien, yakni seorang kiai

58

Sebagai salah satu usaha pemerintah (Departemen Agama RI) dalam melakukan pembaharuan pondok pesantren menganjurkan bentuk yayasan sebagai badan hukum sekitar tahun 1978, lihat Suprayitno,

Tuan Guru Syekh ABD. Wahab Rokan dan Pesantren Babussalam Langkat (1945-1975), Skripsi, Universitas

Sumatera Utara, Medan, 1987, hal. 79.

59


(33)

dengan karisma besar berhubungan dengan masyarakat luas yang menghormatinya. Sekarang, hubungan semacam itu menipis. Justru yang berkembang adalah hubungan kelembagaan antara pesantren dengan masyarakat. Demikian juga dengan bentuk-bentuk kegiatan atau tindakan lainnya seperti pernyataan tentang sesuatu hal dari pesantren selalu mengatasnamakan lembaga. Keterikatan kyai maupun ustadz pada instansi terasa lebih tinggi dalam pesantren model kepemimpinan kolektif daripada pesantren model kepemimpinan model individual. Dalam pesantren dengan kepemimpinan kolektif ini, kyai dan ustadz merupakan satu team work yang kompak.60

Seiring dengan kebutuhan tingkat pendidikan yang lebih tinggi di lingkungan pesantren yang kian terasa, sementara tingkat pendidikan yang sudah ada tidak dapat lagi menampung para santri-santrinya, maka pondok pesantren ini mulai melakukan pembenahan. Hal ini dimulai dengan penambahan areal pesantren yaitu dari 2 hektar menjadi 5 hektar. Areal ini dibeli dari warga, dan digunakan untuk pembangunan pesantren. Dengan meningkatnya jumlah santri ini pada tahun 1980, Pesantren At-Thoyyibah Indonesia (PAI) mulai memperbaharui fisik bangunan, yang pada awal dibukanya hanya berlantai tanah dan beratapkan rumbia menjadi bangunan yang terbuat dari semen. Usaha menambah gedung dan menambah alat-alat perlengkapan mulai berjalan dan bangunan-bangunan sebelumnya diganti dengan bengunan yang permanen.

3.2.2 Bangunan

61

60

Mujamil Qomar, op.cit, hal. 47.

61


(34)

Proses pembangunan gedung-gedung hingga menjadi bangunan yang permanen memerlukan waktu yang cukup lama kurang lebih 10 tahun, yaitu dari tahun 1980 sampai tahun 1990. Dana yang digunakan untuk membangun gedung-gedung di PAI hingga menjadi bangunan yang permanen berasal dari harta H. Adenan Lubis yang pada waktu bekerja di Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Labuhan Batu. Dari pekerjaan yang ditekuninya itu pula ia mendapatkan pinjaman alat-alat berat untuk mempermudah proses pembangunan PAI.62

a. Gedung sekolah dibuat bertingkat terdiri dari 3 lantai yang terbuat dari beton dan berbentuk leter L dengan lokal-lokal dan alat-alat perlengkapannya sebagai tempat para santri belajar.

Bantuan dana juga banyak diberikan oleh tokoh-tokoh Muhammadiyah Labuhan Batu serta dari masyarakat. Di antara bangunan yang berhasil didirikan seperti:

b. Asrama para santri. Untuk asrama santri putera dibuat bertingkat yang terdiri dari 2 lantai, sedangkan bangunan untuk santri puteri yang semuanya terdiri dari bangunan yang permanen juga dibuat bertingkat yang terdiri dari 3 lantai.

c. Mesjid yang merupakan bangunan terbesar di PAI dan di Desa Sei Raja karena dapat menampung lebih kurang 800-900 orang.

d. Gedung perpustakaan dengan buku-bukunya baik tentang ilmu pengetahuan agama maupun ilmu pengetahuan umum dan seringkali Pesantren At-Thoyyibah Indonesia mendapat sumbangan buku dari Departemen Agama Kabupaten Labuhan Batu.

e. Aula yang posisinya berdekatan dengan gedung sekolah digunakan sebagai tempat pertemuan para santri ketika melaksanakan kegiatan ekstrakurikuler dan juga digunakan sebagai tempat santri latihan berpidato serta kegiatan-kegiatan lainnya.

62


(35)

f. Poliklinik dengan alat-alat perlengkapan seperlunya. g. Perumahan ustadz dan ustadzah.

h. Dan bangunan-bangunan lainnya.63

Di antara alat-alat perlengkapan yang vital adalah mesin pembangkit tenaga listrik (diesel) dan mesin-mesin pompa air. Alat-alat ini sebagian besar dimiliki oleh Pesantren At-Thoyyibah Indonesia baik dari pembelian maupun dari bantuan-bantuan. Dapat dikatakan bahwa pada saat itu di Dusun Pinang Lombang yang telah memiliki alat-alat perlengkapan tersebut pertama kali adalah Pesantren At-Thoyyibah Indonesia.

Berikut adalah denah sederhana yang penulis buat berdasarkan pengamatan dan penelitian.64

63

Wawancara dengan Ridwan Arfan di Rantau Prapat pada tanggal 30 Desember 2012.

64

Hingga akhir penelitian ini, penulis tidak menemukan skets denah PAI. oleh karena itu, penulis mencoba membuatnya, meskipun dengan sederhana.


(36)

(37)

3.2.3 Kegiatan Kurikuler, Ekstra Kurikuler, dan Keseharian

Istilah kurikulum tidak diketemukan dalam kamus sebagian pesantren, walaupun materinya ada di dalam praktek pengajaran, bimbingan rohani dan latihan kecakapan dalam kehidupan sehari-hari di pesantren, yang merupakan kesatuan dalam proses pendidikan di pesantren. Ini disebabkan karena memang pondok pesantren lama mempunyai kebiasaan untuk tidak merumuskan dasar dan tujuannya secara eksplisit, ataupun meruncingkannya secara tajam dalam bentuk kurikulum dengan rencana pelajarannya dan masa belajarnya.65

Berbeda halnya dengan Pesantren At-Thoyyibah Indonesia yang merupakan pesantren modern. Pada awal dibukanya memang masih belum merumuskan kurikulumnya sebagai panduan dalam proses belajar-mengajar. Akan tetapi, sebagai sebuah lembaga pendidikan yang modern PAI menyesuaikannya dengan kurikulum nasional dan kurikulum pondok. Hal ini karena di PAI tidak hanya mengajarkan ilmu umum, tetapi juga mengajarkan ilmu agama. Pendekatan yang dilakukan dalam penyusunan kurikulum lebih ditekankan pada segi fungsional. Dengan demikian dapat dicapai tingkat relevansi antara pembinaan selama pendidikan dengan kebutuhan penggunaan dalam masyarakat. Lebih kurang 1/3 dari jam pelajaran diisi dengan kegiatan praktek dan 2/3 teori. Susunan mata pelajaran dalam pendidikan formal dalam kelompok dasar (agama) tersusun persentase 50% dan mata pelajaran umum tersusun persentase 50% , seperti terlihat dalam tabel berikut.

65


(38)

Tabel 1

Daftar Mata Pelajaran Agama dan Mata Pelajaran Umum Tingkat Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah

PAI Pinang Lombang

NO MATA PELAJARAN AGAMA MATA PELAJARAN UMUM

1 Al-Qur’an Hadits Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

2 Aqidah Akhlak Bahasa Indonesia

3 Fiqh Matematika

4 Sejarah Kebudayaan Islam Ilmu Pengetahuan Alam (IPA):

5 Bahasa Arab a. Biologi

6 Tauhid b. Kimia

7 Nahu c. Fisika

8 Shorof Kerajinan Tangan dan Kesenian

9 Qiraatul Kutub Pendidikan Jasmani dan Kesehatan

10 Tafsir Bahasa Inggris

11 Faraid Teknologi Informasi dan Komunikasi

12 Mustholah Hadits Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS):

13 Balagho a. Ekonomi

14 Mantiq b. Sosiologi

15 Ushul Fiqh c. Antropologi

d. Geografi

Sumber: Kantor Pesantren At-Thoyyibah Indonesia Pinang Lombang Tahun 2000. Dari tabel diatas menunjukkan adanya pembagian mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), seperti Fisika, Kimia, dan Biologi. Untuk Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), seperti Ekonomi, Sosiologi, Antropologi, dan Sejarah. Hal ini disebabkan karena sudah terdapat pembagian jurusan untuk tingkat Madrasah Aliyah yang duduk di kelas VI. Di kelas ini pula mereka diharuskan menguasai mata pelajaran yang sesuai jurusannya masing-masing. Untuk tingkat Madrasah Tsanawiyah dalam mata pelajaran umum mempelajari keduanya, yaitu IPA dan IPS. Akan tetapi, tidak semua bidang IPA dan IPS di pelajari di tingkat ini. Karena mereka masih dianggap sebagai kelas permulaan, mereka hanya


(39)

mempelajari mata pelajaran, seperti Biologi, Fisika, Sejarah, Ekonomi, dan Geografi. Begitu juga dengan mata pelajaran agama tidak semua dipelajari di tingkat ini, mereka hanya mempelajari mata pelajaran, seperti, Tauhid, Al-Qur’an Hadits, Fiqh, Nahu, Shorof, Tafsir, Bahasa Arab, dan Sejarah Kebudayaan Islam. selain itu, untuk mendapatkan ijazah para santri yang telah duduk di kelas III Tsanawiyah dan kelas VI Aliyah diharuskan mengikuti Ujian Nasional, sebagaimana yang dilaksanakan sekolah-sekolah pada umumnya.66

Mengenai metode pengajarannya Pesantren At-Thoyyibah Indonesia menyesuaikannya dengan kebutuhan anak didik dan masyarakat. Metode weton dan sorogan yang lazimnya digunakan di pesantren mulai ditinggalkan atau didampingi dengan sistem madrasah, seperti kenaikan tingkat, pembagian kelas dan pembatasan masa belajar.67

Pendidikan non formal yang dilakukan oleh Pesantren At-Thoyyibah Indonesia meliputi pendidikan yang sebagian tercakup dalam pendidikan ekstra kurikuler, dalam latihan atau kursus. Pendidikan non formal diadakan sebagai unsur pelengkap terhadap pendidikan formal. Efektivitasnya mulai nampak selama santri menempuh pendidikan seperti perubahan sikap, kemampuan dan pengetahuan. Pendidikan non formal dilakukan kepada santri dalam hal menyalurkan ekspresinya. Dalam hal ini, tersedia latihan-latihan berpidato, majalah dinding, menulis kaligrafi, latihan komputer, bernyanyi dan berolah raga. Olah raga Hal ini dimaksudkan agar perkembangannya nampak laju, terarah dan konsisten.

66

Sumber: Kantor Pesantren At-Thoyyibah Indonesia Pinang Lombang Tahun 2000. 67

Metode pengajaran yang lazim digunakan dalam pondok pesantren, terdiri dari metode sorogan dan wetonan. Adapun istilah sorogan berasal dari bahasa Jawa sorog yang berarti menyodorkan, santri menghadap

guru seorang demi seorang dengan membawa kitab yang akan dipelajarinya. Kiai membacakan pelajaran kemudian menterjemahkan dan menerangkan maksudnya. Sedangkan istilah wetonan berasal dari bahasa Jawa

weton yang berarti waktu, sebab pengajarannya diberikan pada waktu-waktu tertentu, yaitu sebelum dan

sesudah melakukan shalat fardhu, lihat Marwan Saridjo, Sejarah Pondok Pesantren di Indonesia, Jakarta: Dharma Bakti, 1983, hal. 32.


(40)

selain untuk menumbuhkan kesehatan jasmani dan jiwa sportifitas, juga telah dipakai sebagai cara untuk bergaul dengan sesama pelajar dan pemuda sekitar pesantren.

Kegiatan ekstra kurikuler yang sering dilakukan Pesantren At-Thoyyibah Indonesia untuk menambah pengetahuan dan pengalaman para santri-santrinya, seperti muhaadharah (pertemuan), yaitu kegiatan yang dilaksanakan setiap minggunya oleh semua santri, baik santri putera maupun puteri dalam Aula PAI. Kegiatan ini mengajarkan para santri berpidato dengan menggunakan 3 bahasa, yaitu Bahasa Arab, Inggris dan Indonesia dengan bimbingan dan pengawasan dari para guru. Di samping itu, Pesantren At-Thoyyibah Indonesia juga aktif mengikuti perlombaan-perlombaan yang diadakan di dalam maupun di luar pesantren. Perlombaan yang diikuti seperti membaca Al-Qur’an, adzan, berpidato dengan menggunakan Bahasa Arab, Inggris, dan Indonesia, berpuisi, olahraga, dan lain-lain. 68

Kehidupan sehari-hari para santri di Pesantren At-Thoyyibah Indonesia diatur menurut sebuah peraturan tata-tertib. Sejak mulai bangun tidur, para santri dididik untuk mengikuti peraturan jam bangun agar dapat mengikuti shalat subuh di mesjid secara berjama’ah, sampai waktu tidur yang ditentukan pada jam sepuluh malam. Bagi para santri

Latihan berorganisasi dan memupuk jiwa bergotong royong telah menggunakan wadah Dewan Pelajar dan koperasi. Pengembangan jiwa kepemimpinan dan kemasyarakatan telah menemukan tempat yang baik dalam kedua wadah tersebut dan banyak kemajuan yang telah dicapai di dalamnya. Kegiatan koperasi ini telah memberikan jasanya dalam pendidikan non formal karena dalam wadah ini telah ditumbuhkan semangat gotong royong dan kemasyarakatan.

68

Selain muhadasah (percakapan), muhadharah (pertemuan), dan istimbath (debat hukum), Pesantren

At-Thoyyibah Indonesia juga melakukan kegiatan ekstra kurikuler untuk para santrinya, seperti Kegiatan 1 Muharram, yaitu kegiatan perlombaan antar santri PAI pada 1 Muharram, seperti membaca Al-Qur’an, adzan, berpidato, berpuisi, dan lain-lainnya.


(41)

baru, peraturan seperti ini sulit dilaksanakan, sebab mereka mempunyai kecenderungan untuk bangun siang dan tidur terlambat. Tetapi setelah melewati satu atau dua bulan mereka bisa menyesuaikan dengan mudah.

Pada pagi hari setelah melaksanakan shalat subuh para santri masih harus melaksanakan kegiatan muhadasah (percakapan), yaitu perkenalan terhadap kosakata baru dalam Bahasa Inggris dan Bahasa Arab oleh santri-santri senior yang tergabung dalam organisasi Dewan Bahasa (salah satu organisasi santri di PAI). Kegiatan ini berakhir pada pukul 06.30 pagi, setelah itu para santi mandi dan sarapan bersama di dapur umum (bagi para santri putera sedangkan santri puteri sarapan di asrama).

Pukul 07.00 pagi para santri harus berkumpul di lapangan sekolah untuk mengikuti apel pagi selama lima belas menit. Kemudian, para santri memasuki ruangan kelas untuk mengikuti pelajaran. Pelajaran di kelas dimulai pukul 07.30 dan berakhir pukul 12.45. ruangan kelas terletak tidak jauh dari asrama, masing-masing terletak pada bangunan sendiri-sendiri, yaitu kelompok asrama dan rumah guru dan kelompok bangunan pendidikan (termasuk perpustakaan, kantor, dan lapangan olahraga). Selama pengajar belum datang para santri dianjurkan menggunakan waktunya untuk membaca. Keterlambatan guru sering tidak bisa dihindari, karena adanya sebagian guru tidak tetap (honorer) yang bertempat tinggal jauh dari pesantren, kira-kira 13 kilometer jauhnya dan datang dengan menggunakan kendaraan umum.69

69

Para guru Pesantren At-Thoyyibah Indonesia terdiri dari guru tetap, yaitu guru yang mengajar dan

tinggal di kompleks PAI, dan guru honor yaitu guru yang mengajar di PAI, tetapi tidak tinggal di kompleks PAI, dan kebanyakan guru ini bertempat tinggal di ibukota kabupaten yang jaraknya lebih kurang 13 kilometer dengan menggunakan kendaraan umum. Oleh karena itu, untuk sampai di Pesantren At-Thoyyibah Indonesia sering terjadi keterlambatan.


(42)

Menjelang shalat dzuhur, usai pelajaran di kelas, santri serta ustadz menuju ke mesjid untuk melaksanakan shalat berjamaah di bawah pimpinan imam mesjid (biasanya dilakukan oleh santri). Makan siang segera menyusul dan istirahat siang tiba sampai pukul 15.00 sore. Setelah melaksanakan shalat ashar berjamaah, tibalah waktunya bagi para santri mengadakan kegiatan ekstra-kurikulernya, seperti menjaga warung koperasi atau berolah raga. Seringkali diadakan pertandingan dengan santri-santri di PAI atau dengan pesantren lain.

Pada waktu malam para santri diwajibkan belajar dan mengaji di mesjid dari sebelum shalat Magrib dan setelah shalat Isya hingga pukul 21.00 malam. Datanglah kemudian waktu tidur pada pukul sepuluh malam, dan setiap santri tidur di asrama masing-masing. Pada hari Jum’at, pesantren libur dan para santri diperbolehkan untuk ijin untuk pulang dan harus kembali keesokan harinya. Bagi santri yang rumahnya cukup jauh dan tidak bisa pulang terkadang keluarganya datang menengok dan membawa berita dari kampung.

Mengenai hal yang berhubungan dengan teknologi maupun informasi, pihak pesantren memang tidak mengekang para santri untuk memperolehnya. Untuk informasi sendiri, pihak pesantren menyediakan tempat untuk mengakses informasi dunia luar, yaitu berupa majalah dinding. Sebuah dinding khusus yang ditempel surat kabar, di sinilah para santri bisa mengetahui perkembangan dunia luar. Sementara itu, untuk hiburan, bagi mereka yang memiliki kemampuan finansial yang lebih diperbolehkan membawa radio masing-masing di kamar. Untuk mendengarkan radio ini pihak pesantren juga menerapkan jam khusus, yaitu ketika mereka memiliki jam luang yang memang diperuntukkan untuk santai. Di luar dari waktu yang sudah ditentukan tersebut para santri dilarang menghidupkan radio atau pun mendengarkan musik. Radio merupakan salah satu sarana yang digunakan para santri untuk mengakses berita mengenai dunia luar. Dengan cara ini mereka tetap bisa


(43)

mengikuti perkembangan dunia luar, dan tetap bisa menjadi seorang siswa layaknya siswa pada sekolah formal lainnya yang tidak ketinggalan zaman.

Jadi, kehidupan di pesantren ini cukup menarik, sebab ketika mereka berada dalam lingkungan proses belajar mengajar, mereka adalah umat Islam yang tergabung dalam satu kesatuan yaitu keluarga besar pondok Pesantren At-Toyyibah Indonesia. Sebuah pesantren yang berada di sebuah dusun, Pinang Lombang yang dengan segala kharismanya memancarkan cahaya Islami, menciptakan generasi muslim yang menghargai perbedaan baik sesama Islam atau pun antar umat beragama lainnya. Sebuah kondisi di mana perbedaan itu menjadi indah, di tengah maraknya pergolakan yang terjadi di negeri ini, di mana sesama Islam yang menuduh yang benar dan yang salah dan cenderung meributkan soal paham-paham yang mereka anggap paling benar. Padahal pada intinya mereka adalah satu, satu saudara, yaitu umat Islam. Bahkan, Rasulullah sekali pun juga menyatakan bahwa sesama Islam adalah saudara. Jadi, tidak ada lagi keraguan untuk saling menganggap diri paling benar. Kehidupan di Pesantren At-Thoyyibah Indonesia merupakan sebuah gambaran kecil di mana semua paham-paham melebur menjadi satu. Mereka tidak merasa didoktrin oleh paham tertentu, sebuah demokrasi yang sudah cukup berhasil yang dibangun sejak awal oleh H. Adenan Lubis.

3.2.4 Guru

Untuk meningkatkan kualitas, guru menjadi komponen yang penting untuk menunjang proses belajar dan mengajar dalam lembaga pendidikan. Guru yang mengajar di Pesantren At-Thoyyibah Indonesia pada awal dibukanya tahun 1974 masih tergolong dalam kalangan para pendiri pesantren seperti H. Adenan Lubis, Dahlan Lubis, Nambin Lubis dan


(44)

salah seorang sahabat H. Adenan Lubis yang merupakan alumni dari Pondok Modern Gontor, yaitu Abdullah Umar. Melalui pengalaman Abdullah Umar yang mondok di Pesantren Gontor Modern, menjadikan Pesantren At-Thoyyibah Indonesia turut mengikuti segala aktivitas seperti yang terjadi di Pondok Pesantren Gontor, termasuk kemodernan yang dimiliki Pesantren Gontor. Yang modern bukanlah tentang faham dalam soal-soal keagamaan, melainkan mengenai sistem pendidikan dan pengajaran yang digunakan.

Seiring dengan bertambahnya jumlah santri, setiap tahunnya di Pesantren At-Thoyyibah Indonesia tentunya memerlukan staf pengajar (guru) untuk mengajar, mendidik dan membimbing para santri. Oleh karena itu, H. Adenan Lubis juga membuka lowongan untuk para guru. Guru-guru yang melamar juga melakukan serangkain tes sebagaimana yang dilakukan pesantren dalam menerima setiap santri baru. Berbeda dengan santri para guru tersebut mengikuti tes yang langsung ditangani oleh H. Adenan Lubis melalui interviu atau wawancara. Kebanyakan para guru yang melamar ke Pesantren At-Thoyyibah Indonesia berasal dari alumni-alumni pesantren juga termasuk dari alumni PAI. Para guru yang berasal dari alumni pesantren biasanya mengajar dalam bidang ilmu pendidikan agama, seperti Fiqh, Hadits, Qur’an Hadits dan lain-lain, sedangkan guru yang bukan berasal dari pesantren mengajar dalam bidang pendidikan umum sesuai dengan ilmu yang dikuasainya, seperti Matematika, Biologi, Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia, dan lain-lain.

Mengenai soal gaji guru di Pesantren At-Thoyyibah Indonesia berasal dari yayasan pesantren dan diperkirakan jumlahnya Rp 100-300 ribu. Sebelum dibentuknya yayasan pesantren guru-guru tersebut tidak digaji. Di samping karena kondisi keuangan yang belum stabil, para guru ini secara ikhlas mengajar untuk santri-santri di Pesantren At-Thoyyibah Indonesia dan mereka hanya diberi penginapan dan makanan-makanan yang disediakan


(45)

pihak pesantren.70Berikut ini jumlah guru yang tercatat dalam buku induk Pesantren At-Thoyyibah Indonesia Indonesia Pinang Lombang tahun 1974-2000.

Tabel 2

Jumlah Guru Yang Mulai Mengajar di PAI Pinang Lombang Tahun 1974-2000

Sumber: Buku Induk Pesantren At-Thoyyibah Indonesia Pinang Lombang tahun 1974-2000.

70

Wawancara dengan Ayulidar Chaniago di Pesantren At-Thoyyibah Indonesia pada tanggal 1 Mei 2013.

Jumlah Guru Pesantren At – Thoyyibah Indonesia Pinang Lombang

Tahun Masuk Jumlah Guru

1974 3 Orang

1976 5 Orang

1977 2 Orang

1978 2 Orang

1979 5 Orang

1982 1 Orang

1985 3 Orang

1986 1 Orang

1987 3 Orang

1988 2 Orang

1989 7 Orang

1990 3 Orang

1991 4 Orang

1992 7 Orang

1993 7 Orang

1994 5 Orang

1995 6 Orang

1996 4 Orang

1997 8 Orang

1998 5 Orang

1999 2 Orang


(46)

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pada awal didirikannya pesantren tahun 1974, hanya ada 3 orang guru yang terdaftar sebagai staf pengajar di Pesantren At-Thoyyibbah Indonesia. Hal ini disebabkan pesantren tersebut baru berdiri dan belum banyak orang yang tau bagaimana pendidikan dan pengajaran dari pesantren tersebut. Kemudian pada tahun 1976 mulai ada peningkatan jumlah guru yang terdaftar sebagai staf pengajar. Namun, demikian dari tahun ke tahun jumlah guru yang masuk tidak secara stabil meningkat melainkan ada juga yang cenderug menurun, seperti pada tahun 1982 dan 1986, hanya ada 1 orang saja yang masuk ke PAI. Pada tahun 1997 merupakan tahun dimana jumlah guru yang terdaftar sebagai staf pengajar cukup banyak yakni 8 orang. Hal ini dikarenakan memang dari beberapa alumni yang sudah melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi setelah dari pesantren, kembali ke pesantren dan mengabdi sebagai staf pengajar di sana. Dengan adanya alumni yang kembali ke pesantren dan mengabdi sebagai staf pengajar, maka semakin banyaklah jumlah guru yang ada di Pesantren At-Thoyyibah Indonesia. Mereka tidak melupakan tempat dimana mereka dididik mulai dari hal yang paling dasar hingga bisa mendalami ilmu agama ke tahap yang lebih lanjut.

3.2.5 Santri

Santri merupakan salah satu elemen penting dalam suatu lembaga pesantren. Dalam tradisi pesantren terdapat 2 kelompok santri:

1. Santri mukim, yaitu murid-murid yang berasal dari daerah yang jauh dan menetap dalam kelompok pesantren.


(47)

2. Santri kalong, yaitu murid-murid yang berasal dari desa-desa disekeliling pesantren, yang biasanya tidak menetap dalam pesantren.71

Dalam Pesantren At-Thoyyibah Indonesia pada awal dibuka tahun 1974 memiliki santri lebih banyak yang berasal dari desa-desa di sekeliling pesantren, seperti Pinang Lombang. Meskipun berasal dari desa yang berdekatan dengan komplek PAI santri-santri ini tetap tinggal bersamaan dengan santri lain yang berasal dari desa yang jauh. Sebagai lembaga pendidikan agama yang modern hal ini maksudkan untuk menciptakan rasa kebersamaan tinggal di dalam pondok atau asrama. Selain itu, para santri yang mondok di PAI berasal dari keluarga yang berbeda-beda, seperti petani, pedagang, guru, pejabat, dan mereka semua melebur menjadi satu di dalam pondok tanpa membedakan si kaya dan si miskin serta dari kalangan mana mereka berasal.

Dengan dibukanya pesantren untuk santri puteri pada tahun 1979 menambah daftar jumlah santri yang mondok di Pesantren At-Thoyyibah Indonesia. Dalam proses belajar mengajar antara santri putera dan santri puteri berada dalam satu ruangan dan hanya diberi pembatas kain untuk membedakan mana santri putera dan santri puteri.

Berikut ini adalah jumlah santri yang mendaftar di Pesantren At-Thoyyibah Indonesia Pinang Lombang, yang tercatat dalam buku induk PAI dari tahun 1974-1984.

71


(48)

Tabel 3

Jumlah Santri Yang Mendaftar di PAI Pinang Lombang Tahun 1974-1984

Sumber: Buku Induk Pesantren At-Thoyyibah Indonesia Pinang Lombang tahun 1974-1984.

Dari data tabel dapat dilihat bagaimana perkembangan jumlah santri yang mendaftar untuk belajar di Pesantren At-Thoyyibah Indonesia ini. Pada tahun 1974 dimana awal didirikannya pesantren hanya terdapat 25 orang saja yang mendaftar untuk belajar. Namun, di tahun-tahun berikutnya jumlah tersebut meningkat bahkan mencapai 58 orang pada tahun 1983. Dengan demikian terlihat bahwa pesantren ini sudah mulai dikenal dikalangan masyarakat Labuhan Batu dan sekitarnya. Terlihat dari banyaknya santri yang ingin belajar di pesantren ini. Hal ini juga tidak terlepas dari kualitas pengajaran yang diberikan oleh pesantren dan kualitas alumni yang sudah belajar di pesantren ini. Mereka secara tidak langsung sudah mempromosikan keberadaan Pesantren At-Thoyyibah Indonesia. Namun, ada masanya juga dimana jumlah santri yang mendaftar mulai berkurang, tapi hal tersebut tidak menjadikan bahwa pesntren ini mulai dilupakan.

Jumlah Santri Pesantren At – Thoyyibah Indonesia Pinang Lombang

Tahun Masuk Jumlah Santri

1974 25 Orang

1975 17 Orang

1976 45 Orang

1977 23 Orang

1978 40 Orang

1979 42 Orang

1980 45 Orang

1981 50 Orang

1982 41 Orang

1983 58 Orang

1984 13 Orang


(49)

Hingga akhir penelitian ini, penulis belum mendapatkan data yang lengkap karena keterbatasan data yang diperoleh. Sehingga penulis tidak bisa menyajikan jumlah santri yang mendaftar hingga tahun 2000. Namun, dengan data yang ada penulis mencoba memberikan gambaran bagaimana perkembangan Pesantren At-Thoyyibah Indonesia dengan melihat dari banyaknya santri yang mendaftar untuk belajar dipesantren tersebut.

3.2.6 Alumni

Pesantren At-Thoyyibah Indonesia menghasilkan banyak tamatan (alumni) yang tersebar di berbagai daerah dan telah terjun ke masyarakat baik sebagai guru, kiai, ulama, muballigh, serta pimpinan-pimpinan organisasi, dan banyak pula yang mengabdikan dirinya kembali ke Pesantren At-Thoyyibah Indonesia. Ada pula dari mereka yang mendirikan madrasah-madrasah serta pondok pesantren. Ada juga yang aktif bergerak dalam bidang organisasi dan pemerintahan, baik di daerah maupun di pusat.

Di samping itu ada pula yang meneruskan pendidikannya ke perguruan tinggi baik di dalam maupun luar negeri, seperti Universitas Sumatera Utara, Institut Agama Islam Negeri, Universitas Negeri Medan, Universitas Gajah Mada, Al-Azhar University dan banyak universitas lainnya.72

Tersebarnya para alumni PAI di berbagai daerah tidak begitu saja memutuskan ikatan kekeluargaan mereka. Antara alumni dengan Pesantren At-Thoyyibah Indonesia terjalin hubungan yang sangat erat. Hubungan batin yang akrab itu tidak hanya terbatas antara para alumni dengan pengasuh-pengasuh PAI saja, tetapi juga antara para alumni itu sendiri,

72

Pesantren At-Thoyyibah Indonesia Pinang Lombang setiap tahunnya menerima undangan dari berbagai Perguruan Tinggi di Indonesia, seperti USU, UNIMED, Universitas Gadja Mada, Universitas Brawijaya, dan lain-lain. Kebanyakan para santri yang mendaftar diterima di Perguruan tinggi tersebut (wawancara dengan H. Abdul Hadi, L.c, di Kantor Pesantren At-Thoyyibah Indonesia Pinang Lombang pada tanggal 15 Mei 2013).


(50)

sehingga antara yang satu dengan yang lain menganggap sebagai saudara dengan pesantrennya sebagai almamater. Mereka merasa dirinya sebagai keluarga, keluarga besar Pesantren At-Thoyyibah Indonesia.

Demikianlah ikatan yang terjalin dan telah tertanam semasa mereka bernaung di PAI dan meskipun telah terjun ke masyarakat silatuhrahmi mereka tetap terpelihara. Perbedaan aliran faham atau golongan dan perbedaan suku bangsa, tidak menghalangi ikatan persaudaraan mereka. Untuk mempererat ikatan persaudaraan itu, maka dibentuklah organisasi kekeluargaan dengan nama Ikatan Alumni Pondok Pesantren At-Thoyyibah Indonesia yang disingkat menjadi IKAPPAI. Organisasi ini bertujuan memelihara hubungan persaudaraan antara sesama warga pondok pesantren, menjadi perekat persatuan antar ummat dan membantu usaha-usaha PAI.73

Sampai tahun 2000 status sebagian besar pesantren adalah milik pribadi kiai. Perencanaan, pelaksanaan, pembiayaan dan pengawasan lembaga ini ditentukan oleh kiai. Oleh karena itu faktor bobot ilmu dan kepribadiaan sang kiai sangat menentukan kelangsungan hidup suatu pondok pesantren. Apabila ilmu kiai berbobot dan didukung oleh kepribadiaan yang kuat, biasanya pondok pesantren berjalan lancar. Karena “system leadership” yang sangat pribadi ini, maka tidak jarang terlihat pesantren yang tadinya besar

3.3 Kondisi PAI Tahun 1997-2000

73

Ikatan Alumni Pondok Pesantren At-Thoyyibah Indonesia (IKAPPAI) terbentuk pada tahun 1995

yang memiliki tujuan memelihara hubungan persaudaraan antara sesama warga pondok pesantren, menjadi perekat persatuan antar ummat, dan membantu usaha-usaha PAI.


(51)

menjadi surut atau mundur karena kiai telah meninggal dan digantikan oleh anaknya yang kurang atau tidak memiliki kualifikasi setaraf dengan ayahnya.74

74

Kafrawi MA, Pembaharuan Sistim Pendidikan Pondok Pesantren Sebagai usaha peningkatan

prestasi kerja dan pembinaan kesatuan Bangsa, Jakarta: Cemara Indah, 1978, hal 89.

Kondisi ini juga dialami oleh Pesantren At-Thoyyibah Indonesia sepeninggal H. Adenan Lubis pada tahun 1997. Pesantren At-Thoyyibah Indonesia yang mulai dikenal hingga ke berbagai daerah kemudian mengalami penurunan. Selain itu, pesantren ini seperti kehilangan seorang pemimpin walaupun setelah H. Adenan Lubis meninggal tongkat kepemimpinan kepada anaknya, yaitu H. Tamsil Lubis.

Kepemimpinan yang dilanjutkan oleh H. Tamsil Lubis ini cukup berbeda dengan kepemimpinan H. Adenan Lubis. H. Tamsil Lubis lebih memilih berdomisili di Medan dan tidak menyatu dengan masyarakat pondok (PAI). Oleh karena itu, menjadi hal yang sulit untuk melakukan pengurusan dan pembinaan di Pesantren At-Thoyyibah Indonesia. Kepemimpinan pesantren seharusnya menyatu dengan napas kehidupan sehari-hari di pondok pesantren. Kondisi ini yang menjadikan Pesantren At-Thoyyibah Indonesia mulai kehilangan kepercayaan dari masyarakat.

Di samping itu, H. Tamsil Lubis memiliki latar belakang pendidikan yang berbeda dari ayahnya. Beliau lebih banyak mengenyam pendidikan umum dan kurang memperdalam pendidikan agama, seperti pendidikan yang telah dilaluinya sebagai seorang Sarjana Teknik di salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Sumatera Utara. Hal ini menunjukkan beliau lebih memilih menjadi seorang teknokrat dari pada ahli agama. Artinya, bobot ilmu juga mempengaruhi kelangsungan hidup pesantren.


(52)

Meskipun beliau seorang organisator yang baik, namun tugasnya sebagai Direktur dalam sebuah perusahaan di Medan menyebabkan kekurangan waktu untuk dapat memimpin Pesantren At-Thoyyibah Indonesia yang berada di Pinang Lombang.75

Faktor lainnya yang juga turut mempengaruhi menurunnya Pesantren At-Thoyyibah Indonesia setelah meninggalnya H. Adenan Lubis adalah mulai berkurangnya tenaga pengajar yang menguasai tiap-tiap bidang ilmu tertentu setelah pendiri pesantren meninggal. Hal ini disebabkan para tenaga pengajar atau pun guru yang menguasai bidang ilmu itu harus keluar atau pindah dari pesantren, sehingga bidang ilmu yang dikuasi oleh guru yang telah keluar tersebut digantikan dengan guru lain yang sebenarnya bukan bidang ilmu yang guru H. Tamsil Lubis mempercayakan kepada Kepala Madrasah, yaitu Hadlyn Yahmar beserta staf-stafnya. Jalan keluar yang dilakukan oleh H. Tamsil Lubis ini sepertinya cukup untuk memecahkan persoalan kepemimpinan di Pesantren At-Thoyyibah Indonesia, tetapi sebenarnya wewenang kepemimpinan hanya “sekedar pelimpahan” darinya. Hal ini dapat dikatakan bahwa H. Tamsil Lubis belum mampu mengembangkan kepemimpinan yang baik.

Selain karena kekurangan waktu dalam memimpin Pesantren At-thoyyibah Indonesia, H. Tamsil Lubis tidak dapat sepenuhnya memantau perkembangan pesantren di lapangan dan hanya menerima laporan-laporan dari orang-orang yang dilimpahkan wewenang darinya. Akibatnya situasi yang terjadi di lapangan tentunya berbeda jika tidak dipantau secara langsung.

75

Ir. H. Tamsil Lubis bekerja di salah satu Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtanadi Medan, dan menjabat sebagai Direktur Perencanaan & Produksi. Karena alasan pekerjaan yang menyebabkan beliau memilih berdomisili di Medan (wawancara dengan Ir. H. Tamsil Lubis di Kantor PDAM Tirtanadi Medan pada tanggal 12 April 2013).


(53)

tersebut kuasai.76

Pada masa kepemimpinan H. Tamsil Lubis banyak kegiatan ekstra kurikuler yang sudah tidak lagi dijalankan oleh para santri, termasuk kegiatan bercocok tanam, berkebun, jahit-menjahit untuk para santri puteri, dan lain-lain. Hal ini disebabkan karena terbatasnya guru-guru yang menekuni bidang-bidang ini. Kalau pun ada, para guru-guru ini hanya bertahan sebentar di PAI dan kemudian pergi lagi. Guru-guru yang sebelumnya berpengalaman dalam bidang ini, kebanyakan pindah dari PAI mencari kehidupan yang lebih mapan.

Keadaan ini kurang menjadi sorotan atau perhatian dari H. Tamsil Lubis, padahal kualitas lembaga pendidikan seperti pesantren ini dipengaruhi oleh para tenaga pengajar atau pendidik yang profesional. Boleh dikatakan H. Tamsil Lubis sebagai pimpinan pesantren kurang mengayomi terhadap bawahan (para guru) tersebut.

77

76

Pada masa kepemimpinan H. Tamsil Lubis banyak para guru yang memiliki tugas ganda, karena

mereka tidak hanya mengajarkan bidang ilmu yang dikuasainya, tetapi juga harus mengajarkan bidang ilmu lain. Seperti, guru yang mengajar mata pelajaran Qur’an Hadits, tetapi juga mengajar mata pelajar Sejarah. Hal ini disebabkan karena banyak dari para guru yang pindah dan tidak mengajar di PAI lagi (wawancara dengan Hadlyn Yahmar di Dusun Pinang Lombang pada tanggal 18 November 2012).

77

Selain faktor kepemimpinan yang menyebabkan berpindahnya para guru dari Pesantren At-Thoyyibah Indonesia Pinang Lombang, faktor lainnya adalah masalah ekonomi. Para guru PAI sering mengalami keterlambatan gaji dari yayasan dan harapan mereka adalah dari gaji tersebut, sedangkan di sisi lain mereka juga harus memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga, seperti membayar biaya sekolah anak mereka yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD), dan lain-lain (wawancara dengan Ja’faruddin di Dusun Pinang Lombang pada tanggal 18 November 2012).

Kondisi ini menunjukkan kurang adanya perhatian seorang pemimpin terhadap kehidupan para guru.

Terlihat berbeda, ketika almarhum H. Adenan Lubis memimpin Pesantren At-Thoyyibah Indonesia yang lebih banyak meluangkan waktu dan pekerjaannya di PAI untuk menangani kegiatan pimpinan pesantren. Selain pendidikan umum yang dipelajarinya, beliau juga memperdalam ilmu agamanya, sehingga dengannya beliau memiliki banyak santri yang datang dari berbagai daerah untuk mondok di PAI.


(54)

Para alumni yang telah menyelesaikan studinya di PAI dengan ikhlas mengajar sebagai guru jika diperintahkan oleh H. Adenan Lubis. Mereka tidak berani untuk melawan perintahnya. Hal ini bukan berarti mereka takut, tetapi inilah cara mereka mengormati H. Adenan Lubis selain sebagai seorang pemimpin tetapi juga sebagai seorang ayah. Beliau tidak hanya berhasil memimpin pesantren, tetapi berhasil menanamkan hubungan kekeluargaan di antara para santri-santrinya.

Pada intinya keberhasilan H. Adenan Lubis dalam membangun Pesantren At-Thoyyibah Indonesia adalah pengetahuannya yang luar biasa dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan Islam, kemampuannya berorganisasi dan kepemimpinannya dalam mengembangkan pesantren.

Mulai menurunnya Pesantren At-Thoyyibah Indonesia setelah meninggalnya H. Adenan Lubis sangat disayangkan mengingat kontribusinya PAI yang begitu besar dalam menyumbangkan pendidikan Islam di Labuhan Batu khususnya, dan di Sumatera Utara, bahkan di Indonesia pada umumnya.


(55)

BAB IV

KONTRIBUSI

PESANTREN AT- THOYYIBAH INDONESIA (PAI)

BAGI DESA SEI RAJA

Menyadari bahwa lembaga pendidikan pesantren mempunyai tempat yang cukup penting dalam lembaga pendidikan nasional. Dalam arti diselenggarakan oleh orang Indonesia, dan berorientasi pada kebudayaan nasional, maka landasan pemikiran serta gagasan-gagasannya sudah tentu tidak akan banyak menyimpang. Malahan diwarnai oleh lembaga pendidikan seperti Taman Siswa dan lembaga pendidikan Perguruan Muhammadiyah pada umumnya.78

78

M. Dawan Rahardjo, op.cit, hal. 134.

Harus diakui Pesantren At-Thoyyibah Indonesia memberikan kontribusi (dampak) yang positif bagi Desa Sei Raja. Keberadaan pesantren ini dianggap telah menaikkan pamor desa di mata masyarakat. Sebuah daerah yang berada di jalan lintas Sumatera yang memancarkan cahaya Islami di mana setiap orang Islam bisa menimba ilmu agama di desa tersebut. Tepatnya di Pesantren At-Thoyyibah Indonesia, sebuah pesantren yang mengalami pasang surut dalam perkembangannya.

Bab ini akan membahas tentang kontribusi Pesantren At-Thoyyibah Indonesia bagi masyarakat di Desa Sei Raja dalam bidang pendidikan, kriminalitas, citra desa, dan ekonomi setelah adanya Pesantren At-Thoyyibah Indonesia.


(56)

4.1 Tingkat Pendidikan

Seperti yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya, bahwa pada awal didirikannya Pesantren At-Thoyyibah Indonesia belum merumuskan tujuan pendidikannya, dan dalam perkembangannya diketahui tujuan pendidikan pesantren tidak hanya semata-mata bersifat keagamaan, akan tetapi mempunyai relevansi pula dengan kehidupan nyata yang hidup dan berkembang dalam masyarakat.

Pada tahun 1974 tepatnya pada saat dibukanya Pesantren At-Thoyyibah Indonesia masyarakat Desa Sei Raja masih belum sepenuhnya memahami pentingnya pendidikan agama terutama pesantren. Terlebih di Desa Sei Raja pada saat itu belum ada lembaga pendidikan agama. Yang ada pada saat itu hanya pendidikan umum seperti Sekolah Dasar (SD), sedangkan untuk memperdalam agama, pada saat itu hanya ada sebuah tarekat saja. Kegiatan mereka juga tidak begitu mencolok, sebab inti dari ajaran mereka adalah dengan berzikir dan senantiasa mengingat Allah dalam kesehariannya. Oleh karena itu, bisa dibilang waktu mereka dihabiskan untuk beribadah ataupun berdzikir. Hal ini kurang begitu cocok untuk kalangan anak-anak, di mana mereka lebih suka belajar sambil bermain. Untuk pembelajaran agama seperti yang dilakukan dalam tarekat Naqsabandiyah sepertinya akan memberatkan bagi anak-anak.

Namun, lama kelamaan masyarakat menyadari pentingnya pendidikan agama dan turut pula mendukung berdirinya sebuah pondok pesantren, tempat di mana anak-anak mereka bisa menimba ilmu agama dan juga pendidikan formal. Mereka bisa belajar banyak di pesantren, bahkan mereka juga bisa bermain dengan teman sebaya mereka di pondok pesantren tersebut.


(57)

Semakin banyak santri yang belajar di Pesantren At-Thoyyibah Indonesia, menunjukkan bahwa masyarakat sangat mendukung berdirinya pondok pesantren tersebut. Pada awal berdirinya, para santri yang belajar adalah mereka yang berasal dari Desa Sei Raja, termasuk Dusun Pinang lombang itu sendiri. Sampai akhirnya banyak berdatangan santri dari luar desa.

Tingkat pendidikan anak-anak di Desa Sei Raja juga semakin meningkat, sebab mereka bukan hanya sekedar belajar agama, baca dan tulis saja. Mereka juga belajar secara formal, sama seperti sekolah umum lainnya. Mereka bisa melanjutkan tingkat pendidikan ke jenjang selanjutnya di pondok pesantren tersebut dari mulai SMP, hingga tingkat SMA.

Masyarakat tidak perlu lagi menyekolahkan anak mereka jauh-jauh ke luar desa untuk mendapatkan jenjang pendidikan, sebab di daerah mereka sudah ada sebuah lembaga yang memiliki sarana pendidikan dari tingkat SMP, sampai tingkat SMA. Sebelumnya banyak dari anak-anak di Desa Sei Raja yang hanya bersekolah hanya sampai tingkat SD saja. Sebabnya ada beberapa hal, di antaranya dikarenakan memang niat mereka yang tidak mau melanjutkan ke tingkat yang lebih tinggi, juga dikarenakan memang sekolah lanjutan setelah SD memang tidak ada di daerah mereka. Mereka harus ke kota kecamatan untuk dapat melanjutkan sekolah. Hal ini yang membuat niat belajar mereka tetap rendah bahkan merasa puas hanya sampai tingkat Sekolah Dasar saja. Sebagian memang ada yang melanjutkan ke tingkat sekolah lanjutan, tetapi mereka harus ke kota kecamatan yaitu di Kota Batu, yang jauhnya lebih kurang 7km dengan menggunakan sepeda motor.79

79


(58)

4.2 Tingkat Kriminalitas dan Citra Desa

Setelah adanya Pesantren yang berkembang di Desa Sei Raja, sedikit banyak telah merubah citra daerah. Sebuah daerah yang tadinya dianggap sebagai daerah rawan karena marak tindak kejahatan, setelahnya orang mulai mengenal daerah tersebut sebagai tempat di mana bisa menimba ilmu agama. Desa Sei Raja, kemudian mulai dikenal sebagai desa santri sebab sudah mulai banyak para santri yang lalu lalang di daerah tersebut. Mereka berbaur dengan masyarakat sekitar.

Sebelum adanya pesantren, di Desa Sei Raja belum banyak didirikan mesjid untuk tempat beribabah umat Islam. Yang ada pada saat itu adalah langgar yang hanya dapat menampung jama’ah hanya beberapa orang saja. Dengan adanya Pesantren At-Thoyyibah Indonesia di Desa Sei Raja, maka masyarakat desa dapat beribadah di mesjid yang didirikan oleh PAI. Di samping sebagai tempat ibadah para santri, mesjid ini juga digunakan oleh masyarakat desa sendiri, seperti, pada hari raya Idul Fitri, Idul Adha, dan digunakan pula untuk menjalankan ibadah Sholat Jum’at.

Mesjid ini juga sering disebut sebagai Islamic Center (pusat agama Islam) oleh masyarakat Desa Sei Raja, tempat dimana umat Islam bisa mengetahui dan mempelajari tentang Islam. Islamic Center inilah yang digunakan oleh pihak pesantren untuk mengurangi tindak kejahatan dan juga membersihkan nama Desa Sei Raja, termasuk dusun Pinang Lombang yang termasuk ke dalam administratif desa tersebut. Hal ini sudah cukup berhasil dengan semakin berkurangnya tindak kejahatan yang terjadi di daerah ini.

Tingkat kemajuan sebuah kawasan atau pun daerah bisa disebabkan oleh beberapa faktor. Tingkat kemajuan tersebut juga bisa berupa pesatnya perkembangan penduduk yang menghuni daerah tersebut, atau pun kemajuan tingkat perekonomian, pendidikan, atau


(59)

bahkan pembangunan yang terjadi di kawasan tersebut. Dalam hal ini tingkat kemajuan suatu daerah yang akan dijabarkan oleh penulis adalah mengenai citra suatu daerah. Citra suatu daerah bisa buruk atau pun baik. Hal ini tergantung penilaian masyarakat di luar daerah tersebut. Selain itu juga bisa dipengaruhi faktor internal yang ada di daerah tersebut, baik dari perilaku masyarakat yang menghuni daerah yang dicitrakan, atau pun adanya suatu hal yang memberikan dampak baik maupunpun buruk, baik ke dalam kawasannya sendiri maupun ke luar kawasannya. Contohnya adanya lembaga atau organisasi yang memiliki dampak luas.

Desa Sei Raja merupakan sebuah kawasan yang dahulunya memiliki citra yang dianggap buruk bagi masyarakat di luar desa. Hal ini disebabkan cukup tingginya tingkat kriminalitas didaerah tersebut. Namun, seiring dengan berjalannya waktu kondisi tersebut mulai berkurang, dan citra desa mulai membaik. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya dengan berdirinya Pesantren At-Toyyibah Indonesia.

Masyarakat Desa Sei Raja mayoritas penduduknya adalah beragama Islam dan banyak yang bergabung dalam kegiatan Tarekat Naqsabandiyah yang didirikan oleh Khalifah Abdul Manam Malik. Selain itu, tingkat kriminalitas di daerah ini bisa dikatakan cukup tinggi mengingat jauh sebelum Terekat Naqsabandiyah dan Pesantren At-Thoyyibah Indonesia berdiri banyak kejahatan serta pemberontakan yang terjadi di Pinang Lombang yang dilakukan oleh pasukan komando jihad.80

Komando jihad dalam hal ini merupakan sebuah kelompok Islam radikal yang suka melakukan tindakan perampokan-perampokan di rumah warga dusun Pinang Lombang. Alasan mereka melakukan perampokan tersebut juga tidak begitu jelas. Banyak warga yang

80

Wawancara dengan Zaitun Hasibuan di Dusun Pinang Lombang pada tanggal 27 Desember 2012.


(60)

harus selalu waspada dengan keselamatan harta benda mereka. Mereka harus melakukan beberapa pengamanan di rumah-rumah, seperti membuat rumah yang tinggi atau rumah panggung. Mereka menganggap dengan cara ini maka pencuri akan sedikit kesulitan jika ingin merampok dirumah mereka.81

Pesantren At-Thoyyibah Indonesia dengan tarekat Naqsabandiyah merupakan dua hal yang bisa dibilang sama tetapi tidak serupa. Sama maksudnya adalah keduanya sama-sama bergelut dalam hal agama Islam, sama-sama mengajarkan masyarakat untuk mendalami

Mengenai banyaknya perampok yang tinggal didaerah Pinang Lombang sudah menjadi pembicaraan bagi masyarakat di luar desa. Namun, hal ini tidak menyurutkan langkah Haji Adenan Lubis dan sahabat untuk mendirikan sebuah pesantren di Desa Sei Raja. Mereka juga menyadari bahwa tidak mudah untuk mendirikan sebuah pesantren di daerah ini sebab sudah ada tarekat Naqsabandiyah yang berkembang di daerah tersebut.

Namun adanya tarekat yang sudah berkembang di Desa Sei Raja terutama dusun Pinang Lombang, dianggap sebagai sebuah bantuan kecil pada saat itu. Maksudnya adalah dengan adanya tarekat sebelum PAI berarti masyarakat desa sudah mengenal ajaran Islam secara mendalam sebelumnya. Hanya saja mereka lebih condong ke ajaran Islam dalam bentuk aliran Naqsabandiyah.

Terbentuknya aliran Naqsabandiyah juga salah satunya bertujuan untuk mengurangi tingkat kejahatan di daerah ini, dengan harapan bahwa melalui pendekatan agama maka tingkat kriminalitas bisa ditekan. Tarekat ini bisa dibilang adalah langkah awal untuk menekan tingkat kriminalitas di desa tersebut. Berdirinya pesantren memberikan pengaruh sangat besar dalam menekan angka kriminalitas tersebut.

81 Ibid.


(61)

Islam beserta kitab suci Al-Qur’an. Namun, di satu sisi perbedaan antara keduanya tampak lebih jelas ketika membahas mengenai hal yang lebih terperinci, contohnya kegiatan sehari-hari dan amalan-amalan yang dilakukan.

Tujuan didirikannya pesantren adalah untuk mendalami ajaran Islam secara menyeluruh, tidak terfokus pada aliran tertentu. Oleh sebab itulah pesantren ini bisa dikatakan sebagai pesantren modern yang selain belajar agama Islam, juga belajar pengetahuan formal lainnya.

Seiring berjalannya waktu, ketika pesantren sudah didirikan maka para santri yang belajar di pesantren ini pun semakin banyak. Hal ini juga dikarenakan selain belajar agama mereka juga bisa menimba ilmu pengetahuan umum lainnya. Lambat laun citra desa mulai bersih dan tidak lagi dianggap sebagai daerah dengan tingkat kriminalitas yang tinggi. Desa Sei Raja sudah berubah menjadi daerah tempat menimba ilmu agama Islam, tepatnya dimulai dari Pesantren At-Thoyyibah Indonesia Pinang Lombang.

Banyak santri yang berdatangan dari luar wilayah Pinang Lombang untuk belajar agama di pesantren. Para alumni dari pesantren ini juga banyak yang menjadi tenaga-tenaga pengajar agama maupun ulama di daerah asal mereka. Mereka menyerukan Islam, melakukan syiar Islam di daerah asal mereka di manapun mereka berada. Mereka bangga dengan menyandang gelar alumni pondok Pesantren At-Thoyyibah Indonesia Pinang Lombang.

Dari para alumni ini jugalah nama Pesantren At-Thoyyibah bisa dikenal di luar wilayah Labuhan Batu. Dengan demikian secara tidak langsung nama Pinang Lombang juga semakin dikenal masyarakat.


(62)

4.3 Tingkat Ekonomi

Lembaga pendidikan memiliki dimensi yang semakin luas dan semakin bertambah banyak. Lembaga pendidikan tidak lagi sekedar pembinaan kepribadian seseorang dengan pedoman norma yang telah ditentukan, melainkan meliputi usaha merealisasikan kepentingan sosial, ekonomi, dan politik. Lembaga pendidikan membawa misi mengarahkan perubahan sistem sosial-budaya yang dicita-citakan masyarakatnya. Pendidikan diharapkan mampu menggerakkan usaha memperbaiki taraf hidup masyarakat dan rakyatnya. Lembaga pendidikan mempunyai potensi untuk tujuan-tujuan tersebut. 82

Pada tahun 1974, wilayah Kabupaten Labuhan Batu merupakan satu wilayah yang sangat luas, yaitu sekitar 20.000 km². Daerah sebelah timur terdiri dari pesisir pantai, sedangkan di sebelah barat berada di kaki bukit barisan. Berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan, penduduk di wilayah ini juga masih terbilang jarang. Sebagian wilayah barat masih terdiri dari hutan belantara, sedangkan konsentrasi penduduk hanya terdapat di beberapa kota kecil, seperti Rantau Prapat dan Kota Pinang serta beberapa pedesaan di pesisir timur yang terdiri dari desa-desa nelayan. Mata pencaharian penduduk di daerah pedesaan pesisir terutama sebagai nelayan, sedangkan di wilayah sebelah barat bekerja sebagai petani kecil, terutama penanaman pohon karet secara konvensional dan dalam area yang kecil. Tingkat ekonomi dan pembangunan wilayah ini masih jauh tertinggal dibandingkan dengan wilayah lain seperti Kabupaten Asahan. Hasil utama Kabupaten Labuhan Batu terutama adalah karet dan kebun-kebun rakyat yang ditanam secara tidak beraturan. Di samping itu, ada hasil hutan berupa kayu, tetapi hasil hutan ini dikuasai oleh pengusaha kayu dan cukong-cukong kayu. Wilayah Kecamatan NA IX-X, termasuk Desa Sei

82


(1)

3. Ketua Departemen Sejarah, Bapak Drs. Edi Sumarno, M.Hum, yang telah memberikan banyak bantuan, kemudahan serta pengalaman selama penulis menjalani masa perkuliahan, dan juga selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan masukan ilmu hingga penulisan skripsi ini selesai tepat pada waktunya. Tanpa kontribusi bapak dan dorongan semangat buat penulis, rasanya skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Terima kasih juga kepada sekretaris Departemen Sejarah, Ibu Dra. Nurhabsyah, M.Si. yang terus memacu semangat penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Ibu Dra, Ratna, M.S selaku Dosen Penasehat Akademik penulis yang telah banyak memberikan nasehat terhadap penulis selama menjalani perkuliahan.

5. Seluruh staf pengajar di Departemen Sejarah, terima kasih penulis ucapkan atas ilmu pengetahuan yang telah diberikan selama ini. Semoga nantinya menjadi manfaat bagi penulis.

6. Bang Amperawira yang banyak membantu penulis selama menjalani perkuliahan.

7. Para informan yang sudah memberikan keterangan dan penjelasan selama proses pengumpulan data di lapangan. Ustadz Tamsil Lubis yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian di PAI, Ustadz Abdul Hadi, L.c, yang membantu kelancaran penulis selama melakukan penelitian, Ustadz Budiman Munthe, Ustadz Ja’faruddin, Ustadz Muhibbin Mahmud yang tak pernah bosan meluangkan waktunya kepada penulis, Ustadzah Ayulidar Chaniago, Ustadz Hadlyn Yahmar yang selalu memberikan waktunya kepada penulis dan seluruh staf pengajar PAI.

8. Teman-teman stambuk 2009 di Program Studi Ilmu Sejarah yang membantu dan memberi dukungan dan semangat dalam mengerjakan skripsi ini, seperti Toty, Shinta, Elisa, Mustika, Wifki, Dara, Rona, Venty, Mifani, Roni, Rizal, Sigmer, Hendra, Alpha,


(2)

dan teman-teman yang lain yang tidak bisa disebutkan satu-persatu serta, buat sahabat-sahabat penulis Natne dan Lisa. Semoga kalian semua tidak melupakan kebersamaan kita selama masa perkuliahan.

9. Terakhir, buat Herry Setianto, terima kasih telah memberikan dorongan semangat dan juga doa kepada penulis.

Medan, Juli 2013


(3)

ABSTRAK

Pinang Lombang merupakan sebuah dusun yang termasuk ke dalam administrasi Desa Sei Raja Kecamatan NA IX-X Kabupaten Labuhan Batu. Pada umumnya mayoritas yang ada di Dusun Pinang Lombang merupakan masyarakat Mandailing, salah satu sub etnis batak. Dusun Pinang Lombang memiliki keunikan tersendiri dari segi historisnya, baik ketika awal pembukaan dusunnya maupun setelah terbentuknya dusun tersebut menjadi wilayah administratif. Di Dusun Pinang Lombang inilah berdiri sebuah pesantren modern yaitu Pesantren At-Thoyyibah Indonesia (PAI) yang memiliki kontribusi bagi masyarakat sekitarnya.

Tulisan ini membahas latar belakang berdirinya Pesantren At-Thoyyibah Indonesia, keberadaan Pesantren At-Thoyyibah Indonesia dari tahun 1974-2000, dan kontribusi Pesantren At-Thoyyibah Indonesia bagi Desa Sei Raja. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan menjelaskan latar belakang didirikannya Pondok Pesantren At-Thoyyibah Indonesia di Desa Sei Raja, keberadaannya dari tahun 1974-2000, dan kontribusinya bagi Desa Sei Raja.

Penelitian ini menggunakan metode sejarah. Metode tersebut mencakup tahapan heuristik (pengumpulan sumber), verifikasi (kritik sumber), interpretasi dan historiografi (penulisan). Pada tahap heuristik, penulis menggunakan dua penelitian yakni, metode kepustakaan (Library Research) dan metode lapangan (Field Research). Penulisan skripsi ini menggunakan deskriptif analisis untuk mendapatkan penulisan sejarah yang kritis.

Sejak berdirinya tahun 1974 Pesantren At-Thoyyibah Indonesia Pinang Lombang melalui sejarah yang panjang dalam proses perjalanannya. Proses itu dimulai dengan adanya ide-ide dari para tokoh pendiri pesantren yang kebanyakan berkecimpung di organisasi Muhammadiyah. Seiring berjalannya waktu, Pesantren At-Thoyyibah Indonesia mulai menunjukkan perkembangannya dengan banyaknya orang-orang yang berdatangan untuk mondok di pesantren tersebut. Dalam perkembangannya itu pula Pesantren At-Thoyyibah Indonesia turut memberikan andil bagi daerah Pinang Lombang yang pernah dianggap sebagai daerah yang rawan tindak kriminalitas. Namun, kontribusi yang pernah diberikan PAI kepada masyarakat khususnya dan dalam dunia pendidikan pada umumnya harus kehilangan pamor dengan meninggalnya pendiri pesantren tersebut. Hal tersebut yang menyebabkan Pesantren At-Thoyyibah Indonesia mulai mengalami penurunan.


(4)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

ABSTRAK ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Dan Manfaat ... 7

1.4 Tinjauan Pustaka ... 8

1.5 Metode Penelitian ... 10

BAB II LATAR BELAKANG BERDIRINYA PESANTREN AT-THOYYIBAH INDONESIA (PAI) PINANG LOMBANG ... 13

2.1 Ide Pendirian ... 14

2.2 Kondisi Sosial, Budaya Dan Keagamaan ... 16

2.3 Figur H. Adenan Lubis ... 24

BAB III KEBERADAAN PESANTREN AT-THOYYIBAH INDONESIA PINANG LOMBANG (1974 – 2000) ... 28


(5)

3.2 Perkembangan Pesantren At-Thoyyibah Indonesia 1974 – 1997 ... 32

3.2.1 Struktur Dan Manajemen ... 36

3.2.2 Bangunan ... 44

3.2.3 Kegiatan Kurikuler, Ekstra Kurikuler dan Keseharian ... 48

3.2.4 Guru ... 54

3.2.5 Santri ... 57

3.2.6 Alumni ... 60

3.3 Kondisi PAI Tahun 1997 – 2000 ... 61

BAB IV KONTRIBUSI PESANTREN AT- THOYYIBAH INDONESIA (PAI) PINANG LOMBANG BAGI DESA SEI RAJA ... 66

4.1 Tingkat Pendidikan ... 67

4.2 Tingkat Kriminalitas Dan Citra Desa ... 69

4.3 Tingkat Ekonomi ... 73

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 75

5.1 Kesimpulan ... 75

5.2 Saran ... 77

DAFTAR PUSTAKA DAFTAR INFORMAN LAMPIRAN


(6)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Daftar Mata Pelajaran Agama dan Mata Pelajaran Umum Tingkat Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah PAI Pinang Lombang ……… 49 2. Jumlah Guru Yang Mengajar di PAI Pinang Lombang Tahun 1974-2000 ... 56 3. Jumlah Santri Yang Mendaftar di PAI Pinang Lombang Tahun 1974 – 1984 ... 59