Eksistensi Pesantren At-Thoyyibah Indonesia (PAI) Pinang Lombang Di Desa Sei Raja Labuhan Batu 1974-2000

(1)

EKSISTENSI PESANTREN AT-THOYYIBAH INDONESIA (PAI) PINANG LOMBANG DI DESA SEI RAJA

LABUHAN BATU 1974-2000

SKRIPSI O

L E H

NAMA : Suryania NIM : 090706005

DEPARTEMEN SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

Lembar Pengesahan Pembimbing Skripsi

EKSISTENSI PESANTREN AT-THOYYIBAH INDONESIA (PAI) PINANG LOMBANG DI DESA SEI RAJA LABUHAN BATU 1974-2000

Skripsi Sarjana Dikerjakan Oleh :

Suryania 090706005

Pembimbing

Drs. Edi Sumarno, M.Hum NIP : 196409221989031001

Skripsi Ini Diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya USU Medan

Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Ujian Sarjana Ilmu Budaya Dalam Bidang Ilmu Sejarah

DEPARTEMEN SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Lembar Persetujuan Ujian Skripsi

EKSISTENSI PESANTREN AT-THOYYIBAH INDONESIA (PAI) PINANG LOMBANG DI DESA SEI RAJA LABUHAN BATU 1974-2000

Yang Diajukan Oleh : Nama : Suryania NIM : 090706005

Telah Disetujui Untuk Diajukan Dalam Ujian Skripsi Oleh : Pembimbing

Drs. Edi Sumarno, M.Hum Tanggal,

NIP : 196409221989031001

Ketua Departemen

Drs. Edi Sumarno, M.Hum Tanggal,

NIP : 196409221989031001

DEPARTEMEN SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(4)

Lembar Persetujuan Ketua Jurusan

Disetujui Oleh :

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

DEPARTEMEN SEJARAH Ketua Departemen,

Drs. Edi Sumarno, M.Hum NIP : 196409221989031001


(5)

Lembar Pengesahan Skripsi Oleh Dekan dan Panitia Ujian

PENGESAHAN :

Diterima Oleh :

Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Ujian Sarjana Ilmu Budaya Dalam Bidang Ilmu Sejarah Pada Fakultas Ilmu Budaya USU Medan

Pada : Hari : Tanggal :

Fakultas Ilmu Budaya USU Dekan,

Dr. Syahron Lubis, M.A. NIP : 195110131976031001

Panitia Ujian :

No. Nama Tanda Tangan

1. Drs. Edi Sumarno, M.Hum ( ……... )

2. Dra. Nurhabsyah, M.Si (……….. )

3. Dra. Nina Karina, M.SP (………)

4. Dra. Lila Pelita Hati, M.Si (………)


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Tidak lupa salawat beriring salam penulis limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai junjungan umat Islam yang telah membawa kita dari alam kegelapan menuju alam yang terang benderang.

Adapun skripsi ini berjudul Eksistensi Pesantren At-Thoyyibah Indonesia (PAI) Pinang Lombang Di Desa Sei Raja Labuhan Batu 1974-2000. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan sekaligus untuk meraih gelar kesarjanaan di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Penulis sangat berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini. Tanpa dukungan dari semua pihak, tentu skripsi ini tidak dapat terselesaikan.

Penulis sangat menyadari bahwa skripsi ini memiliki banyak kekurangan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi ilmu pengetahuan, agama, dan manusia.

Medan, Juli 2013


(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan, meskipun banyak hambatan dan kekurangan. Shalawat beriring salam penulis persembahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Sarjana di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, Medan. Penulisan ini juga tidak akan pernah dapat terwujud tanpa bantuan, kerja sama dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, inilah saat yang tepat bagi penulis untuk mengungkapkan rasa terima kasih kepada:

1. Ayahanda Yatimin dan ibunda Suparmi yang memberi dukungan dan semangat kepada penulis dalam masa pendidikan, baik itu dukungan moril maupun materil, serta doa yang tak pernah berhenti diberikan kepada anaknya. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada kakak-kakak tercinta, kakanda Suyatni yang sangat banyak membantu penulis selama kuliah, kakanda Supriati, kakanda Sutrima, dan adinda Sidik Hanafi yang juga turut serta membantu dan memberi semangat kepada penulis selama masa penulisan skripsi ini. Inilah yang dapat penulis persembahkan kepada kalian semua.

2. Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A, serta Pembantu Dekan I, Bapak Dr, M. Husnan Lubis, M.A., Pembantu Dekan II, Bapak Drs. Samsul Tarigan, dan Pembantu Dekan III, Bapak Drs. Yuddi Adrian Muliadi, M.A., yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk dapat menjalani ujian meja hijau agar mendapatkan gelar kesarjanaan.


(8)

3. Ketua Departemen Sejarah, Bapak Drs. Edi Sumarno, M.Hum, yang telah memberikan banyak bantuan, kemudahan serta pengalaman selama penulis menjalani masa perkuliahan, dan juga selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan masukan ilmu hingga penulisan skripsi ini selesai tepat pada waktunya. Tanpa kontribusi bapak dan dorongan semangat buat penulis, rasanya skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Terima kasih juga kepada sekretaris Departemen Sejarah, Ibu Dra. Nurhabsyah, M.Si. yang terus memacu semangat penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Ibu Dra, Ratna, M.S selaku Dosen Penasehat Akademik penulis yang telah banyak memberikan nasehat terhadap penulis selama menjalani perkuliahan.

5. Seluruh staf pengajar di Departemen Sejarah, terima kasih penulis ucapkan atas ilmu pengetahuan yang telah diberikan selama ini. Semoga nantinya menjadi manfaat bagi penulis.

6. Bang Amperawira yang banyak membantu penulis selama menjalani perkuliahan.

7. Para informan yang sudah memberikan keterangan dan penjelasan selama proses pengumpulan data di lapangan. Ustadz Tamsil Lubis yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian di PAI, Ustadz Abdul Hadi, L.c, yang membantu kelancaran penulis selama melakukan penelitian, Ustadz Budiman Munthe, Ustadz Ja’faruddin, Ustadz Muhibbin Mahmud yang tak pernah bosan meluangkan waktunya kepada penulis, Ustadzah Ayulidar Chaniago, Ustadz Hadlyn Yahmar yang selalu memberikan waktunya kepada penulis dan seluruh staf pengajar PAI.

8. Teman-teman stambuk 2009 di Program Studi Ilmu Sejarah yang membantu dan memberi dukungan dan semangat dalam mengerjakan skripsi ini, seperti Toty, Shinta, Elisa, Mustika, Wifki, Dara, Rona, Venty, Mifani, Roni, Rizal, Sigmer, Hendra, Alpha,


(9)

dan teman-teman yang lain yang tidak bisa disebutkan satu-persatu serta, buat sahabat-sahabat penulis Natne dan Lisa. Semoga kalian semua tidak melupakan kebersamaan kita selama masa perkuliahan.

9. Terakhir, buat Herry Setianto, terima kasih telah memberikan dorongan semangat dan juga doa kepada penulis.

Medan, Juli 2013


(10)

ABSTRAK

Pinang Lombang merupakan sebuah dusun yang termasuk ke dalam administrasi Desa Sei Raja Kecamatan NA IX-X Kabupaten Labuhan Batu. Pada umumnya mayoritas yang ada di Dusun Pinang Lombang merupakan masyarakat Mandailing, salah satu sub etnis batak. Dusun Pinang Lombang memiliki keunikan tersendiri dari segi historisnya, baik ketika awal pembukaan dusunnya maupun setelah terbentuknya dusun tersebut menjadi wilayah administratif. Di Dusun Pinang Lombang inilah berdiri sebuah pesantren modern yaitu Pesantren At-Thoyyibah Indonesia (PAI) yang memiliki kontribusi bagi masyarakat sekitarnya.

Tulisan ini membahas latar belakang berdirinya Pesantren At-Thoyyibah Indonesia, keberadaan Pesantren At-Thoyyibah Indonesia dari tahun 1974-2000, dan kontribusi Pesantren At-Thoyyibah Indonesia bagi Desa Sei Raja. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan menjelaskan latar belakang didirikannya Pondok Pesantren At-Thoyyibah Indonesia di Desa Sei Raja, keberadaannya dari tahun 1974-2000, dan kontribusinya bagi Desa Sei Raja.

Penelitian ini menggunakan metode sejarah. Metode tersebut mencakup tahapan heuristik (pengumpulan sumber), verifikasi (kritik sumber), interpretasi dan historiografi (penulisan). Pada tahap heuristik, penulis menggunakan dua penelitian yakni, metode kepustakaan (Library Research) dan metode lapangan (Field Research). Penulisan skripsi ini menggunakan deskriptif analisis untuk mendapatkan penulisan sejarah yang kritis.

Sejak berdirinya tahun 1974 Pesantren At-Thoyyibah Indonesia Pinang Lombang melalui sejarah yang panjang dalam proses perjalanannya. Proses itu dimulai dengan adanya ide-ide dari para tokoh pendiri pesantren yang kebanyakan berkecimpung di organisasi Muhammadiyah. Seiring berjalannya waktu, Pesantren At-Thoyyibah Indonesia mulai menunjukkan perkembangannya dengan banyaknya orang-orang yang berdatangan untuk mondok di pesantren tersebut. Dalam perkembangannya itu pula Pesantren At-Thoyyibah Indonesia turut memberikan andil bagi daerah Pinang Lombang yang pernah dianggap sebagai daerah yang rawan tindak kriminalitas. Namun, kontribusi yang pernah diberikan PAI kepada masyarakat khususnya dan dalam dunia pendidikan pada umumnya harus kehilangan pamor dengan meninggalnya pendiri pesantren tersebut. Hal tersebut yang menyebabkan Pesantren At-Thoyyibah Indonesia mulai mengalami penurunan.


(11)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

ABSTRAK ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Dan Manfaat ... 7

1.4 Tinjauan Pustaka ... 8

1.5 Metode Penelitian ... 10

BAB II LATAR BELAKANG BERDIRINYA PESANTREN AT-THOYYIBAH INDONESIA (PAI) PINANG LOMBANG ... 13

2.1 Ide Pendirian ... 14

2.2 Kondisi Sosial, Budaya Dan Keagamaan ... 16

2.3 Figur H. Adenan Lubis ... 24

BAB III KEBERADAAN PESANTREN AT-THOYYIBAH INDONESIA PINANG LOMBANG (1974 – 2000) ... 28


(12)

3.2 Perkembangan Pesantren At-Thoyyibah Indonesia 1974 – 1997 ... 32

3.2.1 Struktur Dan Manajemen ... 36

3.2.2 Bangunan ... 44

3.2.3 Kegiatan Kurikuler, Ekstra Kurikuler dan Keseharian ... 48

3.2.4 Guru ... 54

3.2.5 Santri ... 57

3.2.6 Alumni ... 60

3.3 Kondisi PAI Tahun 1997 – 2000 ... 61

BAB IV KONTRIBUSI PESANTREN AT- THOYYIBAH INDONESIA (PAI) PINANG LOMBANG BAGI DESA SEI RAJA ... 66

4.1 Tingkat Pendidikan ... 67

4.2 Tingkat Kriminalitas Dan Citra Desa ... 69

4.3 Tingkat Ekonomi ... 73

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 75

5.1 Kesimpulan ... 75

5.2 Saran ... 77

DAFTAR PUSTAKA DAFTAR INFORMAN LAMPIRAN


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Daftar Mata Pelajaran Agama dan Mata Pelajaran Umum Tingkat Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah PAI Pinang Lombang ……… 49 2. Jumlah Guru Yang Mengajar di PAI Pinang Lombang Tahun 1974-2000 ... 56 3. Jumlah Santri Yang Mendaftar di PAI Pinang Lombang Tahun 1974 – 1984 ... 59


(14)

ABSTRAK

Pinang Lombang merupakan sebuah dusun yang termasuk ke dalam administrasi Desa Sei Raja Kecamatan NA IX-X Kabupaten Labuhan Batu. Pada umumnya mayoritas yang ada di Dusun Pinang Lombang merupakan masyarakat Mandailing, salah satu sub etnis batak. Dusun Pinang Lombang memiliki keunikan tersendiri dari segi historisnya, baik ketika awal pembukaan dusunnya maupun setelah terbentuknya dusun tersebut menjadi wilayah administratif. Di Dusun Pinang Lombang inilah berdiri sebuah pesantren modern yaitu Pesantren At-Thoyyibah Indonesia (PAI) yang memiliki kontribusi bagi masyarakat sekitarnya.

Tulisan ini membahas latar belakang berdirinya Pesantren At-Thoyyibah Indonesia, keberadaan Pesantren At-Thoyyibah Indonesia dari tahun 1974-2000, dan kontribusi Pesantren At-Thoyyibah Indonesia bagi Desa Sei Raja. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan menjelaskan latar belakang didirikannya Pondok Pesantren At-Thoyyibah Indonesia di Desa Sei Raja, keberadaannya dari tahun 1974-2000, dan kontribusinya bagi Desa Sei Raja.

Penelitian ini menggunakan metode sejarah. Metode tersebut mencakup tahapan heuristik (pengumpulan sumber), verifikasi (kritik sumber), interpretasi dan historiografi (penulisan). Pada tahap heuristik, penulis menggunakan dua penelitian yakni, metode kepustakaan (Library Research) dan metode lapangan (Field Research). Penulisan skripsi ini menggunakan deskriptif analisis untuk mendapatkan penulisan sejarah yang kritis.

Sejak berdirinya tahun 1974 Pesantren At-Thoyyibah Indonesia Pinang Lombang melalui sejarah yang panjang dalam proses perjalanannya. Proses itu dimulai dengan adanya ide-ide dari para tokoh pendiri pesantren yang kebanyakan berkecimpung di organisasi Muhammadiyah. Seiring berjalannya waktu, Pesantren At-Thoyyibah Indonesia mulai menunjukkan perkembangannya dengan banyaknya orang-orang yang berdatangan untuk mondok di pesantren tersebut. Dalam perkembangannya itu pula Pesantren At-Thoyyibah Indonesia turut memberikan andil bagi daerah Pinang Lombang yang pernah dianggap sebagai daerah yang rawan tindak kriminalitas. Namun, kontribusi yang pernah diberikan PAI kepada masyarakat khususnya dan dalam dunia pendidikan pada umumnya harus kehilangan pamor dengan meninggalnya pendiri pesantren tersebut. Hal tersebut yang menyebabkan Pesantren At-Thoyyibah Indonesia mulai mengalami penurunan.


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan dalam arti kata yang luas bermakna merubah dan memindahkan nilai kebudayaan kepada setiap individu dalam masyarakat. Proses pemindahan nilai-nilai yang dimaksud dapat dilakukan dengan berbagai jalan. Salah satunya adalah melalui proses pengajaran. Oleh karena itu, pengajaran diartikan sebagai pemindahan pengetahuan dari seseorang yang mempunyai pengetahuan kepada individu lain yang belum mengetahui.1

Seiring berjalannya waktu, maka pada saat ini umumnya kemudian pesantren disejajarkan dengan sekolah umum, mulai dari tingkat pendidikan kanak-kanak sampai setingkat Sekolah Menengah Atas. Pendidikan yang diterapkan di pesantren juga kemudian

Ada banyak sarana yang dibangun untuk mewujudkan berlangsungnya proses pengajaran Islam terhadap masyarakat khususnya generasi muda. Tempat-tempat ini didirikan dengan maksud agar setiap orang yang menimba ilmu di tempat ini nantinya memperoleh pemahaman yang lebih dalam mengenai agama Islam dan segala hukum yang berlaku dalam ajaran Islam, dan dapat memperoleh pemahaman mengenai hubungan manusia sebagai hamba dan Tuhannya sebagai satu-satunya yang disembah.

Tempat yang lazim dijadikan sebagai sarana untuk berlangsungnya pendidikan Islam adalah pondok pesantren. Di pondok pesantren, ajaran Islam diajarkan secara khusus dan mendalam. Pada awalnya pesantren memang dimaksudkan bagi mereka yang ingin menimba ilmu mengenai ajaran Islam, dari berbagai usia tidak peduli tua atau pun muda.

1


(16)

disesuaikan dengan standar pendidikan yang berlaku di Indonesia, termasuk kurikulum yang digunakan.

Pesantren bukanlah semacam sekolah atau madrasah, walaupun dalam lingkungan pesantren telah banyak pula didirikan unit-unit pendidikan klasikal serta kursus-kursus. Berbeda dengan sekolah, pesantren mempunyai kepemimpinan, ciri-ciri khusus dan semacam kepribadian yang diwarnai oleh karakteristik pribadi sang pendirinya, unsur-unsur pimpinan pesantren, bahkan aliran keagamaan tertentu yang dianut. Pesantren juga bukan semata-mata merupakan lembaga pendidikan, melainkan juga sebagai lembaga kemasyarakatan dalam arti memiliki pranata sendiri yang memiliki hubungan fungsional dengan masyarakat dan hubungan tata nilai dengan kultur masyarakat khususnya yang berada di dalam lingkungan pengaruhnya.2

Satu hal yang menarik dari pendidikan pesantren ialah tidak adanya jurang pemisah antara pendidikan di sekolah dan di luar sekolah seperti antara guru dengan murid atau pun antara kehidupan murid dengan alam sekitarnya. Proses pembentukan watak dan nilai-nilai berjalan bersamaan dan seimbang dengan proses belajar memperoleh ilmu dan ketrampilan.

Pondok pesantren sebagai lembaga keagamaan yang mengajarkan dan mengembangkan serta menyebarkan ilmu agama Islam tidaklah memiliki kesamaan dan keseragaman antara satu pesantren dengan pesantren lainnya. Setiap pesantren memiliki ciri-ciri khusus serta karakteristik tersendiri. Sekali pun demikian fungsinya memiliki kesamaan. Lembaga ini pun memiliki nama yang berbeda-beda di tiap daerah. Di daerah Aceh misalnya disebut rangkang meunasah, sedangkan di Minangkabau disebut surau, dan untuk daerah Pasundan disebut pondok.

2


(17)

Kesemuanya dijalankan dalam suatu keserasian kehidupan bersama di suatu pondok, yang menjalin pula suatu harmoni dengan kehidupan masyarakat pedesaan di sekitarnya.

Sesuatu yang unik pada dunia pesantren adalah begitu banyaknya variasi antara pesantren yang satu dengan pesantren lainnya, walupun dalam banyak hal dapat juga ditemukan kesamaan. Variasi tersebut dapat dijumpai apabila melihat pesantren dengan teliti dan mendetail. Artinya, seseorang dapat melihat pesantren dari corak kepemimpinannya, daerah sekitarnya, spesialisasi yang diajarkan serta bentuk aliran keagamaan yang dianut, kelompok santri, susunan kurikulumnya, dan sebagainya.

Salah satu pesantren yang menyesuaikan dengan perkembangan serta kebutuhan masyarakatnya di Labuhan Batu adalah Pesantren At-Thoyyibah Indonesia (PAI) yang terletak di Dusun Pinang Lombang Desa Sei Raja Kecamatan NA IX-X. Pesantren At-Thoyyibah Indonesia merupakan salah satu pesantren modern di Labuhan Batu yang didirikan sejak tahun 1974. Istilah “modern” ini menunjukkan segi-segi perbedaan dengan sistem pondok tradisional atau pendahulunya dalam penggunaan sistem sekolah untuk segi pendidikan dan pengajarannya. Pengertian “modern” ini pun hanya dapat diterapkan pada masalah tersebut. Meskipun telah modern dalam sistem pendidikan dan pengajarannya, lembaga ini tetap mempertahankan ideologi pendidikan pondok dengan harapan dapat dikembangkan nilai-nilai positif yang tersampul di dalamnya dan dipertahankan kontinuitas sejarah dengan lembaga pendidikan pondok pesantren tradisional.

Sebagai sebuah lembaga pendidikan yang berdasar keagamaan, dengan dasar tujuan pendidikan yang sesuai dengan ajaran agama Islam, tradisi kebudayaan Indonesia, dan diselenggarakan dengan sistem pendidikan dan pengajaran modern, maka dasar-dasar


(18)

lembaga pendidikan di Pesantren At-Thoyyibah Indonesia ini adalah dasar tauhid, yaitu keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang merupakan kesadaran mutlak.3

Perjalanan panjang Pesantren At-Thoyyibah Indonesia hingga mencapai kemajuannya tidak terlepas dari peran H. Adenan Lubis, dan masyarakat Pinang Lombang berserta tokoh-tokoh yang tergabung dalam organisasi Muhammadiyah Labuhan Batu. Dengan mendapatkan dukungan material seperti sebidang tanah yang diwakafkan oleh saudaranya untuk didirikan lembaga pendidikan agama, H. Adenan Lubis dapat dikatakan berhasil menjadikan pesantren yang didirikannya itu menjadi sebuah pesantren yang dikenal oleh masyarakat dari berbagai daerah. Hal ini tidak terlepas dari karakter beliau yang kharismatik dan begitu disegani, baik oleh keluarga, sahabat, maupun santri-santrinya. Menjadi sesuatu yang wajar apabila pada masanya Pesantren At-Thoyyibah Indonesia menjadi terkenal dan sempat disebut sebagai “Gontornya Sumatera Utara”.4

Keberhasilan yang pernah dicapai oleh Pesantren At-Thoyyibah Indonesia tidak dapat diikuti oleh anaknya yang menggantikan H. Adenan Lubis untuk memimpin pesantren setelah beliau meninggal. Kepemimpinannya yang kharismatik itu tidak dimiliki oleh anaknya yang menggantikannya menjadi pemimpin di Pesantren At-Thoyyibah Indonesia. Berbagai faktor telah mempengaruhi kemunduran Pesantren At-Thoyyibah Indonesia, sehingga eksistensinya di masyarakat semakin lama semakin berkurang dengan meninggalnya H. Adenan Lubis.

Hal ini dapat ditandai dengan banyaknya murid beliau yang datang untuk mondok di pesantren ini.

3

Wawancara dengan Ir. H. Tamsil Lubis di Kantor PDAM Tirtanadi Medan pada tanggal 12 April 2013.

4

Pesantren At-Thoyyibah Indonesia memperoleh gelar “Gontor Sumatera Utara” dari masyarakat karena pada saat itu Pesantren At-Thoyyibah Indonesia merupakan salah satu pesantren modern yang pertama di Labuhan Batu dalam bidang pendidikan dan pengajarannya sama seperti Pondok Modern Gontor yang didirikan oleh tiga bersaudara, yaitu Ahmad Sahal, Zainudin Fananie dan Imam Zarkasyi (sumber: Majalah At-Thoyyibah, yang diterbitkan oleh IKAPPAI Press tahun 2012).


(19)

Selain menyangkut corak kepemimpinan, di sisi yang berbeda juga ditunjukkan oleh Pesantren At-Thoyyibah Indonesia yang memiliki keunikan jika dilihat dari lingkungan masyarakatnya yang lebih banyak menganut Tarekat Naqsabandiyah.5 Diketahui, munculnya tarekat Naqsabandiyah dibawa oleh Syaikh Abdul Wahab yang berasal dari Rokan, Riau. Untuk mengembangkan ajaran Tarekat Naqsabandiyah, Syaikh Abdul Wahab memulainya di Rokan hingga ke sepanjang pesisir pantai Timur Sumatera-Siak, Tembusai di Riau sampai ke Kerajaan Kota Pinang, Bilah Panai, Asahan, Kualuh, hingga ke Besilam di Langkat.6 Ajaran tarekat yang didirikan oleh Abdul Wahab ini menarik ratusan orang yang datang minta untuk dibaiat. Abdul wahab mengangkat sekitar 120 khalifah yang berasal dari berbagai daerah seperti Riau dan ada juga dari Malaysia. Salah satu khalifah generasi pertama yaitu Abdul Manan dari Padang Sidempuan, Tapanuli Selatan.7

Di samping kegiatan tarekat yang diamalkan oleh sebagian besar masyarakat Pinang Lombang, ternyata di sisi lain kehidupan masyarakat dusun ini masih banyak diwarnai perilaku kejahatan atau kriminalitas. Dengan kata lain, walaupun sudah ada kegiatan tarekat

Abdul Manan ini kemudian hijrah ke Pinang Lombang dan melanggengkan garis keguruan Naqsabandiyah. Ajaran tarekat di Pinang Lombang yang didirikan oleh Abdul Manan ini pun menarik sebagian masyarakatnya untuk bergabung, sama halnya seperti yang dilakukan oleh Tuan Gurunya yaitu Syaikh Abdul Wahab.

5

Tarekat Naqsabandiyah merupakan salah satu ajaran keagamaan yang mengutamakan pemahaman hakikat dan tasauf, serta mengandung unsur-unsur pemahaman rohani. Kata Naqsyabandiyah berasal dari Bahasa Arab yang terdiri dari dua kata, yaitu Naqsh dan Band yang berarti "jalan rantai" atau "rantai emas". Di Sumatera Utara ajaran tarekat ini dikembangkan oleh Syaikh Abdul Wahab, yang juga merupakan pendiri Pesantren Babussalam, Langkat.

6

Hasan Asari, dkk., MIQAT Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman, Medan: IAIN Press Medan, 2011, hal. 60.

7

Martin van Bruinessen, Tarekat Naqsabandiyah di Indonesia, Bandung: Penerbit Mizan, 1992, hal. 135.


(20)

sebelumnya, namun hal tersebut tidak berpengaruh banyak dengan kebanyakan orang-orang yang melakukan tindakan kriminalitas tersebut. Masyarakat Dusun Pinang Lombang dianggap jauh dari nilai-nilai agama, dan hanya sebagian kecil saja dari mereka yang dekat dengan nilai agama, yaitu mereka yang menganut Terekat Naqsabandiyah.

Dipilihnya Dusun Pinang Lombang sebagai lokasi pendirian Pesantren At-Thoyyibah Indonesia sebenarnya cukup menarik karena wilayah ini sebelumnya lebih dikenal dengan kriminalitasnya, padahal sebagian besar masyarakatnya juga menganut Tarekat Naqsabandiyah. Berdasarkan alasan inilah membuat penulis tertarik meneliti Pesantren At-Thoyyibah Indonesia dengan judul “Eksistensi Pesantren At-Thoyyibah Indonesia Pinang Lombang di Desa Sei Raja Labuhan Batu Tahun 1974-2000”. Dalam penelitian ini penulis memberi batasan waktu yaitu sekitar tahun 1974 yang merupakan tahun dimana awal berdirinya Pondok Pesantren At-Thoyyibah Indonesia di Labuhan Batu. Tahun 2000 merupakan kondisi pesantren mulai mengalami penurunan. Hal tersebut mulai nampak dengan menurunnya jumlah santri sekitar tiga puluh persen terutama setelah pemimpin pesantren meninggal dunia.8

Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah di sekitar latar belakang didirikannya Pesantren At-Thoyyibah Indonesia, keberadaannya serta kontribusinya untuk

Rentang waktu antara tahun 1974 sampai 2000 adalah masa dimana penulis membahas bagaimana keberadaan Pesantren At-Thoyyibah Indonesia di Dusun Pinang Lombang.

1.2 Rumusan Masalah

8


(21)

masyarakat sekitar selama periode 1974-2000. Untuk mempermudah memahami permasalahan dalam penelitian ini, maka hal-hal yang dibicarakan berupa:

1. Apa latar belakang didirikannya Pondok Pesantren At-Thoyyibah Indonesia di Dusun Pinang Lombang Desa Sei Raja?

2. Bagaimana keberadaan Pesantren At-Thoyyibah Indonesia Dusun Pinang Lombang selama tahun 1974-2000?

3. Apa kontribusi Pesantren At-Thoyyibah Indonesia bagi masyarakat sekitar?

1.3 Tujuan dan Manfaat

Setelah menetapkan apa yang menjadi pokok permasalahan yang dibahas oleh penulis, selanjutnya adalah apa yang menjadi tujuan penelitian dalam melakukan penelitian ini serta manfaat yang dapat dipetik. Ada pun tujuan penelitian ini adalah:

1. Menjelaskan latar belakang didirikannya Pondok Pesantren At-Thoyyibah Indonesia di Dusun Pinang Lombang Desa Sei Raja.

2. Menjelaskan keberadaan Pesantren At-Thoyyibah Indonesia dari tahun 1974-2000. 3. Menjelaskan kontribusi Pesantren At-Thoyyibah Indonesia bagi Desa Sei Raja.

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Bagi masyarakat khususnya, akan mengetahui bagaimana sejarah awal berdirinya Pesantren At-Thoyyibah Indonesia dan dapat mengetahui bagaimana perkembangan pendidikan Islam di daerah mereka.


(22)

2. Bagi pemerintah, perkembangan pendidikan Islam di Labuhan Batu dapat ditinjau dari seberapa banyak berdirinya pesantren dan seberapa besar minat masyarakat menyekolahkan anak-anak mereka ke sana.

3. Dapat menjadi acuan bagi para penulis yang lain manakala penelitian ini dirasa perlu penyempurnaan.

4. Bagi Pesantren At-Thoyyibah Indonesia, dapat menjadi cerminan untuk terus menata diri sehingga dapat memberikan kontribusi yang baik sebagai sebuah lembaga pendidikan agama.

1.4 Tinjauan Pustaka.

Terdapat beberapa literatur yang digunakan dalam mendukung penelitian ini.

Pertama, karya Abdurrahman Wahid, dkk., dalam bukunya yang diterbitkan tahun 1974 oleh penerbit LP3ES dengan judul “Pesantren dan Pembaharuan” yang menjelaskan bagaimana awalnya pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam serta perkembangan pondok pesantren itu sendiri. Kemudian dijelaskan juga bagaimana peran seorang kiai sebagai pemimpin pesantren yang empunya kuasa dan pengaruh di lingkungan pesantren tersebut. Buku ini juga menjelaskan bagaimana sistem pendidikan pondok pesantren, baik yang tradisional maupun yang modern. Buku ini memiliki keterkaitan dengan penelitian ini terutama tidak terlepasnya peranan seorang kiai sebagai pimpinan pesantren. Di saat seorang pemimpin tersebut meninggal, pesantren yang ditinggalkannya mengalami penurunan. Hal tersebut membuktikan bahwa Pesantren Modern tidak terlepas dari ketradisionalannya, yaitu peranan seorang kiai atau pemimpin.


(23)

Kedua, Marwan Suridjo, dkk., dalam bukunya yang diterbitkan pada tahun 1983 oleh penerbit Dharma Bhakti dengan judul “Sejarah Pondok Pesantren di Indonesia”. Buku ini sangat membantu peneliti untuk mengetahui lebih jauh tentang bagaimana perkembangan pesantren-pesantren yang terdapat di Indonesia. Dalam buku tersebut dijelaskan bagaimana pondok pesantren pada permulaan perkembangan Islam yang diawali dengan masuknya Islam pertama kali, kemudian juga peranan paranan para Wali Songo dalam penyiaran Islam terutama di Pulau Jawa. Selain itu dijelaskan juga pondok pesantren ketika masa penjajahan Belanda dan juga pondok pesantren pasca kemerdekaan Indonesia serta beberapa contoh pondok pesantren terkenal di Indonesia.

Ketiga, Kafrawi dalam bukunya yang diterbitkan pada tahun 1978 oleh penerbit P.T. Cemara Indah dengan judul “Pembaharuan Sistem Pendidikan Pondok Pesantren Sebagai Usaha Peningkatan Prestasi Kerja dan Pembinaan Kesatuan Bangsa”. Buku menguraikan secara jelas bagaimana sejarah pertumbuhan pesantren dan juga peranan pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam. Selain itu juga dijelaskan bagaimana kurikulum pesantren berdasarkan zamannya dan lebih mendalam lagi dijabarkan bagaimana alumni-alumni pesantren dalam memperoleh kesempatan kerja.

Keempat, Ahmad Musthofa Haroen, dkk., dalam bukunya yang diterbitkan pada tahun 2009 oleh penerbit CV. Maloho Jaya Abadi “Khazanah Intelektual Pesantren”. Dalam buku ini dijelaskan mengenai bagaimana intelektual murid-murid pesantren dalam menghadapi dunia di luar kehidupan pondok. Buku ini juga membahas mengenai mazhab-mazhab yang berlaku di Indonesia yang secara mendalam dipelajari di lingkungan pesantren. Di samping itu dijelaskan juga bagaimana kehidupan pesantren dan pluralisme yang ada di luar pesantren. Hal ini berkaitan dengan hubungan masyarakat ataupun warga pondok pesantren


(24)

dengan kehidupan di luar pesantren. Selain itu juga dibahas mengenai kesetaraan gender yang dibahas secara mendalam. Walaupun dalam Islam laki-laki diakui sebagai seorang imam, tetapi tetap saja kesetaraan gender itu perlu diperhatikan. Buku tersebut memiliki keterkaitan dengan penelitian yang sedang dilakukan oleh peneliti tentang adanya hubungan dari dalam dan luar pesantren.

Akhirnya kelima, Hasan Langgulung dalam bukunya yang diterbitkan pada tahun 1988 oleh penerbit Pustaka Al Husna yang berjudul “ Pendidikan Islam Menghadapi Abad ke- 21, menguraikan bagaimana sejarah pendidikan Islam dari masa Islam di daratan Arab hingga sampai ke Indonesia. Dalam buku ini juga dijabarkan mengenai sarana pendidikan Islam yang merupakan tempat dimana generasi muda menimba ilmu ajaran Islam secara mendalam. Pendidikan Islam di Indonesia, seperti juga di bagian dunia Islam lainnya berjalan menurut rentak gerakan Islam pada umumnya, dalam politik, ekonomi, sosial, budaya, dan pendidikan. Dalam buku ini juga dijabarkan bagaimana perkembangan pendidikan Islam pada permulaan abad ke-20, juga bagaimana perjalanan pondok pesantren di Indonesia.

1.5 Metode Penelitian.

Dalam penulisan sejarah yang ilmiah, pemakaian metode sejarah yang ilmiah sangatlah penting. Metode penelitian sejarah lazim juga disebut metode sejarah. Metode sejarah merupakan proses menguji dan menganalisis kesaksian sejarah guna menemukan data yang autentik dan dapat dipercaya, serta usaha sintesis atas data semacam itu menjadi kisah sejarah yang dapat dipercaya.9

9

Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, (terj. Nugroho Notosusanto) Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1985, hal 32.


(25)

Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam metode sejarah menurut Dudung Abdurahman ada empat10

1. Heuristik atau pengumpulan sumber merupakan teknik mencari dan mengumpulkan sumber-sumber sejarah. Dalam hal ini sumber sejarah yang dimaksud adalah sumber tertulis dan sumber lisan. Pengumpulan sumber tersebut penulis lakukan melalui studi kepustakaan, seperti buku, dokumen, brosur, foto, arsip, majalah, yang semuanya itu penulis dapatkan dari perpustakaan, baik Perpustakaan PAI di Dusun Pinang Lombang, dan Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, serta beberapa perpustakaan lainnya seperti Perpustakaan Daerah di Medan. Pengumpulan data tidak hanya berupa literatur tetapi juga data yang didapatkan dari penelitian lapangan, seperti wawancara. Dalam penelitian lapangan penulis melakukan wawancara dengan beberapa informan yang memiliki berbagai informasi yang dibutuhkan dalam penelitian, seperti guru, kepala sekolah, pimpinan pesantren (keturunan Almarhum H. Adenan Lubis), alumni pesantren, santri, serta beberapa warga desa yang memiliki keterkaitan dengan Pesantren At-Thoyyibah Indonesia, terutama masyarakat yang menganut Tarekat Naqsabandiyah.

. Langkah-langkah tersebut, adalah:

2. Kritik sumber, mengusahakan penulis untuk lebih dekat dengan nilai kebenaran dan keaslian sumber, terdiri dari kritik internal dan kritik eksternal. Kritik internal yaitu menelaah tentang kebenaran isi atau fakta dari sumber, baik dari buku, artikel, maupun arsip serta wawancara lisan dengan narasumber. Kritik eksternal dilakukan dengan cara pengujian untuk menentukan keaslian sumber baik dari buku maupun wawancara.

10

Dudung Abdurahman, Metodologi Penelitian Sejarah, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media Group, 2007, hal 54.


(26)

Adalah sangat penting untuk melakukan kritik eksternal demi menjaga objektifnya suatu data.

3. Interpretasi, merupakan tahap di mana penulis menganalisis atau menguraikan fakta-fakta yang diperoleh kemudian disatukan menjadi data yang objektif. Dalam hal ini, interpretasi yang dilakukan merupakan hasil dari pengumpulan sumber tentang objek kajian penulis terhadap Pesantren At-Thoyyibah Indonesia Pinang Lombang di Desa Sei Raja Kecamatan NA IX-X Labuhan Batu.

4. Historiografi, adalah tahapan akhir dari penelitian atau dapat juga dikatakan sebagai penulisan akhir. Dengan hasil akhir dari suatu penulisan yang diperoleh dari fakta-fakta yang dilakukan secara sistematis dan kronologis untuk menghasilkan tulisan sejarah yang ilmiah dan objektif. Historiografi ini merupakan hasil dari pengumpulan, kritik (baik kritik internal maupun eksternal) serta hasil dari interpretasi.


(27)

BAB II

LATAR BELAKANG BERDIRINYA

PESANTREN AT-THOYYIBAH INDONESIA

(PAI) PINANG LOMBANG

Pesantren merupakan sebuah lembaga pendidikan yang banyak terdapat di Indonesia. Lembaga pendidikan yang berbasiskan ajaran Islam ini merupakan salah satu tempat di mana orang menimba ilmu agama, dan ilmu pengetahuan umum lainnya. Pesantren merupakan bentuk dari syiar Islam, namun dalam hal ini relatif lebih terorganisir dan lebih terbuka. Maksudnya, sebelumnya syiar Islam dilakukan hanya oleh sekolompok orang saja yang memberikan pelajaran agama atau pun memberikan ceramah agama di surau-sarau atau pun mushola, seperti pada masa awal perkembangan Islam di Indonesia. Hal inilah yang sering dilakukan oleh para tokoh penyebar agama Islam di Indonesia, di antaranya adalah Sembilan Wali atau yang lebih dikenal Wali Sanga.

Belakangan, pesantren sudah dapat disejajarkan dengan sekolah formal. Lulusan pesantren juga dapat melanjutkan ke jenjang universitas, sama seperti lulusan dari sekolah formal. Pesantren didirikan adalah untuk memberikan pelajaran agama Islam secara lebih mendalam. Di samping itu murid-murid juga memperoleh pelajaran umum lainnya. Di Indonesia sendiri sudah banyak terdapat pondok pesantren bahkan sudah ada yang disebut pesantren modern seperti Pondok Pesantren Gontor. Kemudian, ada juga pesantren yang sudah berdiri cukup lama seperti Pesantren Tebuireng yang dimiliki oleh keluarga K.H.


(28)

Abdurrahman Wahid. Berdirinya pondok pesantren juga tidak terlepas dari tokoh pendirinya, ataupun ulama yang memimpin pondok pesantren tersebut.

Dalam tulisan ini Pondok Pesantren At-Thoyyibah Indonesia merupakan salah satu pondok pesantren yang juga tidak terlepas dari peran ulama pemimpin pondok pesantren tersebut. Pesantren At-Thoyyibah Indonesia ini berada di Dusun Pinang Lombang, Kecamatan NA IX-X, Kabupaten Labuhan Batu. Pesantren ini lebih dikenal dengan nama Pondok Pesantren At-Thoyyibah Indonesia Pinang Lombang.

Bab ini membahas lebih mendalam mengenai latar belakang didirikannya Pesantren At-Thoyyibah Pinang Lombang, mengenai ide pendirian pesantren, kondisi sosial yang turut mempengaruhi berdirinya pesantren, dan juga peran figur para pendiri pesantren tersebut. Di samping itu juga dalam bab ini dibahas mengenai bagaimana pendekatan ilmu agama dan juga pendidikan yang dijadikan alat untuk meningkatkan kualitas akhlak masyarakat Pinang Lombang pada masa itu.

2.1 Ide Pendirian

Berdirinya Pesantren At-Thoyyibah Indonesia bermula dari adanya ide atau keinginan dari para tokoh-tokoh yang pada saat itu kebanyakan berkecimpung di organisasi Muhammadiyah Labuhan Batu.11

11

Muhammadiyah merupakan salah satu organisasi kemasyarakatan Islam tertua di Indonesia yang menyebarakan gagasan-gagasan Modernisme Islam. Organisasi ini didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan pada tanggal 18 November 1912. Di Sumatera Timur organisasi ini didirikan oleh Harahap Muhammad Said, beliau adalah orang Sipirok yang pindah ke Medan. Berbeda dengan organisasi politik, organisasi Muhammadiyah lebih menekankan pada masalah pendidikan dan sosial.

Di samping itu, pendirian ini juga atas kesadaran rasa cinta kepada agama, nusa dan bangsa, serta tanggung jawab moral untuk meneruskan usaha-usaha yang telah dirintis para ulama dan pemimpin Islam dalam menyiarkan ajaran agama Islam.


(29)

Kesadaran akan hajat umat Islam atas pemimpin-pemimpin yang jujur dan cakap dalam pengabdiannya kepada umat manusia, merupakan dorongan yang menunjang semangat untuk pembangunan Pesantren At-Thoyyibah Indonesia. Para tokoh-tokoh tersebut antara lain, Abdul Manam Malik yang pada saat itu menjabat sebagai ketua Muhammadiyah Labuhan Batu, H. Adenan Lubis, Dahlan Lubis, Adian Manaf dan tokoh-tokoh Muhammadiyah lainnya. Berdasarkan musyawarah mereka pada saat itu, akhirnya diperoleh kesepakatan untuk mendirikan suatu lembaga pendidikan Islam. 12

Meskipun didirikan dan dibantu oleh tokoh-tokoh yang kebanyakan berkecimpung di organisasi Muhammadiyah Labuhan Batu, tetapi Pesantren At-Thoyyibah Indonesia adalah sebuah pesantren yang prinsipil menjauhi aliran politik, yang tidak mau disebut NU, Muhammadiyah atau apa pun. Walaupun sempat tercetuskan untuk memberi nama “Pesantren Modern Muhammadiyah Pinang Lombang” oleh para tokoh-tokohnya, namun kamudian diurungkan dan diganti menjadi Pesantren At-Thoyyibah Indonesia Pinang Lombang.13

12

Wawancara dengan Ayulidar Chaniago di Pesantren AT-Thoyyibah Indonesia pada tanggal 30

Maret 2013.

13

Wawancara dengan H. Budiman Munthe di Dusun Pinang Lombang pada tanggal 18 November 2012.

Hal ini disebabkan pada saat pembentukan Pesantren At-Thoyyibah Indonesia masyarakat sekitar masih belum memahami organisasi, seperti NU atau Muhammadiyah. Pada saat itu fokus utama pembentukan PAI memperkenalkan ajaran Islam secara umum kepada masyarakat, terutama di Pinang Lombang dalam bentuk pesantren. Mereka diajarkan bagaimana hukum-hukum Islam dan bagaimana mendalami Kitab suci Al-Qur’an. Selain itu juga diajarkan ilmu-ilmu agama lainnya seperti Fiqh, Tauhid, dan lain sebagainya. Pesantren At-Thoyyibah Indonesia bukanlah pendidikan agama yang dikelola dan bukan pula dinaungi


(30)

oleh Organisasi Muhammadiyah sehingga pemberian nama Pesantren At-Thoyyibah Indonesia tidak menyebutkan kata Muhammadiyah.

Berdirinya Pesantren At-Thoyyibah Indonesia tidak terlepas dari tokoh-tokoh yang berperan penting, baik dalam menyumbangkan ide maupun finansial. Kebanyakan dari para tokoh-tokoh tersebut adalah mereka yang tergabung ke dalam organisasi Muhammadiyah, walaupun tidak terlepas pula masyarakat Pinang Lombang yang pada awalnya sudah mengetahui tentang pembangunan Pesantren AT-Thoyyibah Indonesia.

Banyak ustadz yang turut memberikan andil yang cukup besar bagi kejayaan Pesantren At-Thoyyibah Indonesia. Kesuksesan H. Adenan Lubis juga adalah karena dukungan dari pembantu-pembantunya yang kompeten.14

Berdirinya Pesantren At-Thoyyibah Indonesia erat kaitannya dengan situasi dan kondisi daerah Pinang Lombang. Pinang Lombang yang merupakan salah satu dusun yang ada di Desa Sei Raja Kecamatan NA IX-X Kabupaten Labuhan Batu ini memiliki historis tentang awal dibukanya dusun tersebut. Jauh sebelum adanya dusun tersebut, daerah ini merupakan daerah yang pada mulanya hutan belukar dan hanya dihuni oleh penduduk lebih kurang sepuluh kepala keluarga.

Kebanyakan ustadz-ustadz senior antara lain, Dahlan Lubis, Na’am Harahap, Ibin Munthe, Adian Manaf, dan lain-lain. Mereka adalah keluarga dan sahabat dekat H. Adenan Lubis yang membantu pendirian dan pembinaan Pesantren At-Thoyyibah Indonesia.

2.2 Kondisi Sosial, Budaya, dan Keagamaan

15

14

Wawancara dengan Ja’faruddin di Dusun Pinang Lombang pada tanggal 28 Oktober 2012. 15

Wawancara dengan H. Budiman Munthe di Dusun Pinang Lombang pada tanggal 18 November

2012.


(31)

yang berartibawah. Orang yang pertama kali membuka kampung ini adalah orang Tapanuli bagian Selatan, terlihat dari marga orang tersebut yaitu Harahap, menyusul kemudian orang Lapining yang juga berasal dari Tapanuli bagian Selatan bermarga Ritonga. Saat itu, untuk mencari orang Lapining ini orang-orang kampung menyebutnya di Lombang. Lama kelamaan sebutan untuk dusun tersebut menjadi Pinang Lombang.16

Banyaknya penduduk yang bermigrasi ke Dusun Pinang Lombang Desa Sei Raja ini tercatat dalam Badan Pusat Statistik Kecamatan NA IX-X Kabupaten Labuhan Batu Tahun 1993 yang berjumlah 6.669 jiwa terdiri dari 1.119 KK (Kepala Keluarga) dengan perincian sebanyak 1.656 jiwa pria dan 1.675 jiwa wanita serta 1.649 jiwa anak-anak (laki) dan 1.689 jiwa anak-anak (perempuan). Komposisi penduduk yang heterogen ini dihuni dengan mayoritas penduduk beragama Islam yang berjumlah 6.564 Islam dan 105 beragama Kristen

Daerah Pinang Lombang kemudian bertambah ramai dengan banyaknya penduduk yang bermigrasi ke daerah ini, baik dari Utara maupun dari Selatan, seperti orang-orang yang berasal dari Tapanuli bagian Selatan, dan menyusul kemudian etnis Jawa, serta etnis-etnis lainnya. Padahal, sebagaimana diketahui bahwa pesisir pantai timur merupakan basis hunian bagi suku Melayu yang membentang mulai dari daerah Langkat, Medan, Bedagai, Asahan hingga daerah Propinsi Riau. Oleh sebab itu, suku Melayu tentulah menjadi suku asli penghuni Kabupaten Labuhan Batu pada awalnya. Namun, migrasi penduduk yang berdatangan ke Labuhan Batu baik dari Selatan maupun dari Utara seolah-olah membuat suku Melayu tidak lagi dominan di daerah ini.

16


(32)

serta oleh penduduk dengan berbagai etnis seperti Mandailing yang merupakan etnis terbanyak, kemudian Jawa, Minangkabau, Batak dan lain-lain.17

Desa Sei Raja mempunyai batas-batas wilayah, sebelah Utara berbatasan dengan Desa Simpang Marbau, sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Batu Tunggal, sebelah Barat berbatasan dengan Desa Perkebunan Berangir, dan sebelah Timur berbatasan dengan Desa Marbau. Desa ini memiliki luas wilayah 5.750 km² ini dimanfaatkan oleh penduduk lebih banyak dalam sektor pertanian dibandingkan sektor lainnya. Dengan perincian 2.591 (pertanian), 157 (perdagangan), 132 (jasa), 65 (pegawai), 47 (lainnya).

Pinang Lombang merupakan sebuah dusun yang termasuk ke dalam Desa Sei Raja, yang terletak lebih kurang 13 km dari ibukota kabupaten, yaitu Rantau Prapat. Dusun ini secara administratif termasuk salah satu dari 7 dusun lainnya yaitu Dusun Masihi, Kampung Berangir, Dusun Pinang Lombang Atas, Dusun Sumberjo, Dusun Bendungan, Dusun Aek Tualang, dan Dusun Pasar Batu.

18

Jalan yang paling banyak digunakan orang Mandailing untuk melakukan migrasi adalah melalui Angkola, Padang Lawas, Kota Pinang, dan Asahan. Jalan ini diperkirakan sebagai jalur lama migrasi orang Mandailing ke Sumatera Timur.19

17

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Kecamatan NA IX-X Kabupaten Labuhan Batu Tahun 1993. 18

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Kecamatan NA IX-X Kabupaten Labuhan Batu Tahun 1993. 19

Usman Pelly, Urbanisasi dan Adaptasi Peranan Misi Budaya Minangkabau dan Mandailing,

Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 1994, hal. 64.

Jalur ini pula yang memungkinkan datangnya orang Mandailing ke Pinang Lombang. Mandailing yang merupakan salah satu sub-etnik Batak ini juga memiliki budaya “merantau” sebagaimana yang dilakukan orang Minangkabau. Tetapi, merantaunya orang Mandailing berbeda dengan orang Minangkabau yaitu untuk memperkaya dan menguatkan alam Minangkabau dengan cara membawa sesuatu dari daerah perantauan, seperti harta atau pengetahuan sebagai


(33)

simbol keberhasilan mereka. Misi merantau orang Mandailing adalah untuk meluaskan wilayah mereka. Mereka menempati lahan baru dan menguasainya sebagai bagian dari “kerajaan Batak” (Batak harajoan). Anak-anak keturunan mereka dianggap sebagai kekuatan baru bagi kerajaan pribadi (sahala harajoan). Anak dan tanah menyimbolkan kekuasaan dan kekayaan yang mereka anggap sebagai hasil dari harga diri yang diperoleh dari kerajaan

(harajoan). Karena itu orang Mandailing bermigrasi dengan motto “halului anak, halului tano” yang berarti carilah anak, carilah tanah.20

Orang Mandailing yang berada di Pinang Lombang mayoritas beragama Islam. Mereka dikenal sebagai kelompok masyarakat Muslim yang taat dan patuh. Kepatuhan mereka dalam menjalankan ibadah agama terlihat dengan berdirinya tarekat, seperti tarekat Naqsabandiyah. Tarekat Naqsabandiyah di Dusun Pinang Lombang didirikan oleh Khalifah Abdul Manam pada tahun 1962.21 Tidak diketahui secara pasti kapan tarekat ini masuk ke daerah Sumatera Utara, namun jika dikaitkan dengan komplek pesantren kaum sufi persulukan Babussalam, tarekat Naqsabandiyah memasuki daerah ini menjelang pertengahan abad ke-13 H/19 M.22 Tarekat Naqsabandiyah di Dusun Pinang Lombang merupakan afiliasi dengan terekat yang ada di Babussalam (Langkat) dan Kota Pinang (daerah pantai timur Gunung Slamat) Labuhan Batu. Abdul Manam merupakan khalifah generasi pertama yang berasal dari Padang Sidempuan, Tapanuli Selatan. Beliau adalah murid dari Abdul Wahab, pendiri Pesantren Babussalam (Langkat) dan Tarekat Naqsabandiyah di Sumatera Utara.23

20

Ibid, hal. 12. 21

Wawancara dengan Zaitun Hasibuan Hasibuan di Dusun Pinang Lombang pada tanggal 27 Desember 2012.

22

Hasan Asari, dkk., op.cit, hal. 60.

23

Martin van Bruinessen, op.cit, hal. 135.


(34)

bertujuan untuk mendekatkan diri kepada sang khaliq (pencipta). Dalam perkembangannya banyak masyarakat Pinang Lombang tergabung dalam kegiatan Tarekat Naqsabandiyah. Kegiatan ini berlangsung selama bulan-bulan tertentu seperti Bulan Rajab, Bulan Sya’ban, Bulan Dzulhijjah (Bulan Haji) dan berlangsung selama sepuluh hari.24

Selain dikenal sebagai kelompok Muslim yang taat, orang Mandailing juga teguh melestarikan adat istiadat warisan leluhur mereka. Islam dan tradisi (adat-istiadat) sama-sama mendukung identitas-identitas orang Mandailing. 25

1. Suhut (keluarga penyelenggara pesta)

Adat istiadat ini biasanya akan terlihat pada acara-acara perkawinan (walimatul ‘ursy) yang dikenal dengan istilah “pabagas boru” (mengawinkan anak perempuan). Acara perkawinan ditandai dengan datangnya calon mempelai dan keluarga calon mempelai pria ke rumah kediaman calon mempelai wanita, di mana akan dilaksanakan acara akad nikah dan naik pelaminan untuk ditepungtawari oleh seluruh undangan dan keluarga serta esok harinya akan diadakan acara upah-upah, sejenis acara pemberian do’a restu dan kata-kata nasehat bagi pengantin, semoga kelak menjadi keluarga sakinah, mawaddah, warahmah. Selanjutnya acara manortor (menarikan bunga yang disebut “bunga inai”), bunga buatan dari kertas diletakkan di dalam botol mirip botol kecap atau botol minuman dari kaca yang dihias sedemikian rupa. Penentuan siapa yang akan

manortor diatur menurut daftar urutan kekerabatan. Urutan tersebut mencakup:

2. Hula-hula atau keluarga dari pihak keluarga ibu si penyelenggara atau keluarga pihak istri si penyelenggara.

24

Wawancara dengan Zaitun Hasibuan Hasibuan di Dusun Pinang Lombang pada tanggal 27 Desember 2012.

25


(35)

3. Anak boru atau keluarga penyelenggara dari sisi perempuan.

Sistem kekerabatan ini tentunya menggambarkan masih adanya peristilahan “dalihan natolu” yang diangkat dari tatanan kekerabatan suku Batak. Tradisi memberikan ulos atau

mangulosi dalam adat Batak Toba di dalam adat ini juga ada pada saat manortor, namun interpretasinya berbeda. Ulos diganti dengan kain sarung atau kain panjang sebagaimana terdapat dalam tradisi dari adat Mandailing yang disebut “abit’ dan “salendang”. Interpretasi yang lebih jauh lagi diganti dengan sejumlah uang yang diserahkan sambil manortor kepada tuan rumah (biasanya ayah si pengantin perempuan). Jumlah uang yang diserahkan tidaklah mempunyai ketentuan, namun tentunya disesuaikan dengan kemampuan ekonomi masing-masing.26

Selanjutnya pengantin yang telah didandani pakaian teluk belanga (pakaian khas adat Melayu) diarak keluar rumah menuju halaman luas di perkampungan. Berjarak sekitar 100 meter dari rumah tempat pelaminan berada, dibuat mirip seperti pelaminan yang terbuat dari bambu berhiaskan kain panjang dan janur (daun kelapa yang masih muda) yang disebut “nacar”. Pengunjung ramai berkumpul dan berkeliling membentuk lingkaran. Dua pasang pemain pencak silat telah dipersiapkan. Dua orang persis berada di depan pengantin dan dua orang lagi berada di depan nacar. Diiringi gendang dari pemain zikir berdah, pemain pencak silat pun mulai beraksi semakin mendekat ke nacar disusul oleh pengantin dan keluarga

Tidak ada pencatatan atas jumlah uang yang diserahkan. Bagi warga yang ekonominya lumayan baik, tentu saja mampu memberi dalam jumlah yang lebih besar. Tradisi memberikan abit, salendang atau pun uang tidaklah menjadi sebuah keharusan.

26

Z. Pangaduan Lubis, Sipirok Na Soli Bianglala Kebudayaan Masyarakat Sipirok, Medan: USU Press,


(36)

pendampingnya berjalan pelan-pelan mengikuti pemain pencak silat yang pada akhirnya kedua pasang pemain pencak silat itu pun bertemu di depan nacar dan mengakhirinya dengan bersalaman, bersamaan dengan itu, pengantin pun tiba di nacar dan duduk berdampingan. Acara selanjutnya adalah pemberian tepung tawar kepada pengantin sesuai urutan kekerabatan (suhut, hula-hula dan anak boru). Seperti itulah acara adat istiadat

pabagas boru bagi masyarakat Batak Muslim di Pinang Lombang.

Masyarakat di Dusun Pinang Lombang meskipun disebut sebagai kelompok Muslim yang taat dan patuh dalam menjalankan agama, tetapi di sisi lain masih banyak pula masyarakat yang berakhlak rendah serta masih minimnya orang yang mengenyam pendidikan yang lebih tinggi. Pendidikan masih belum dianggap sebagai prioritas utama bagi masyarakat. Hanya sebagian kecil saja dari masyarakat yang menganggap pentingnya pendidikan. Pendidikan yang dijalankan masyarakat pada saat itu sampai tingkat Sekolah Dasar (SD) dan untuk melanjutkan jenjang yang lebih tinggi harus menempuh perjalanan yang jauh ke ibukota kecamatan. Selain itu, saat itu masih belum adanya lembaga pendidikan agama yang berbentuk pesantren (modern) di Labuhan Batu. Menjadi sesuatu yang wajar apabila seseorang yang tidak dibekali dengan pendidikan yang layak serta dasar agama yang kuat mau melakukan hal-hal yang tidak baik, seperti mencuri, merampok serta tindakan yang tercela lainnya. 27

Tindakan-tindakan yang tidak baik yang sering terjadi di Dusun Pinang Lombang ini kemudian menjadikannya dicap sebagai daerah yang rawan oleh masyarakat di luar dusun. Hal ini membentuk citra negatif Pinang Lombang sebagai daerah yang juga teguh menjalankan aktifitas keagamaan seperti orang-orang yang tergabung dalam kegiatan Tarekat

27


(37)

Naqsabandiyah. Orang memandang Pinang Lombang adalah sebuah kawasan yang penuh dengan tindak kejahatan, perjudian, perampokan dan tindak kekerasan pada saat itu. Hal inilah yang ingin dirubah oleh kelompok Tarekat Naqsabandiyah. Mereka melakukan pendekatan secara agama untuk merubah sifat orang-orang yang melakukan tindak kejahatan tersebut agar mau kembali ke jalan yang benar, ke jalan yang diridhoi oleh Allah SWT.

Pendekatan keagamaan yang dilakukan kelompok Tarekat Naqsabandiyah untuk merubah situasi masyarakat yang terjadi pada saat itu masih belum menunjukkan hasil. Hal ini terbukti dengan masih sering terjadinya tindakan yang tidak baik oleh kalangan masyarakat setempat. Kondisi sosial masyarakat mulai mengalami sedikit perubahan hingga dibukanya lembaga pendidikan agama yang berbentuk pesantren modern, yaitu Pesantren At-Thoyyibah Indonesia. 28

Dibukanya Pesantren At-Thoyyibah Indonesia pada Tahun 1974 sempat menimbulkan berbagai reaksi dari kalangan masyarakat Dusun Pinang Lombang. Sebagian masyarakat pada saat itu belum sepenuhnya mendukung berdirinya lembaga pendidikan agama ini. Hal ini disebabkan masyarakat masih belum memahami pentingnya arti pendidikan itu sendiri. Terutama masyarakat pedesaan, pesantren masih menjadi sesuatu yang baru bagi mereka. Para orang tua masih menganggap jika anaknya ingin belajar agama cukup belajar di rumah saja, karena para orang tua mereka sudah lebih dahulu belajar agama dengan ikut dalam tarekat Naqsabandiyah. Apalagi, Pesantren At-Thoyyibah Indonesia adalah pesantren yang modern, bisa jadi kekhawatiran mereka terletak pada sistem pendidikan dan pengajaran yang diterapkan pada pesantren ini. Maka, menjadi sesuatu yang wajar apabila masyarakat belum mendukung lembaga pendidikan ini. Seiring berjalannya

28


(38)

waktu masyarakat mulai mendukung berdirinya lembaga pendidikan ini dengan mulai menyekolahkan anak-anak mereka untuk mondok di Pesantren At-Thoyyibah Indonesia.

2.3 Figur H. Adenan Lubis

Kiai merupakan elemen yang paling esensial dari suatu pesantren. Sudah sewajarnya bahwa pertumbuhan suatu pesantren semata-mata tergantung kepada kemampuan pribadi kiainya.29 Masyarakat biasanya mengharapkan seorang kiai dapat menyelesaikan persoalan-persoalan-persoalan keagamaan praktis sesuai dengan kedalaman pengetahuan yang dimilikinya. Semakin tinggi kitab-kitab yang ia ajarkan, maka akan semakin dikagumi. Ia juga diharapkan dapat menunjukkan kepemimpinannya karena banyak orang datang meminta nasehat dan bimbingan dalam banyak hal. Ia juga diharapkan untuk rendah hati, menghormati semua orang, tanpa melihat tinggi rendah kelas sosialnya, kekayaan dan pendidikannya, banyak prihatin dan penuh pengabdian kepada Tuhan dan tidak pernah berhenti memberikan kepemimpinan keagamaan, seperti memimpin shalat lima waktu, memberikan khutbah Jum’at dan menerima undangan perkawinan, kematian, dan lain-lain.30

Berdirinya Pesantren At-Thoyyibah Indonesia juga tidak terlepas dari sosok pendiri Pesantren tersebut, yaitu H. Adenan Lubis. Beliau memiliki kharisma tersendiri. Kharisma yang dimilikinya itu pula yang kemudian menyebabkannya mendapatkan tempat di mata masyarakat, seperti ketika mengunjungi suatu daerah. Beliau selalu mendirikan bangunan yang dapat dimanfaatkan oleh banyak orang, seperti mendirikan mesjid, membangun asrama bagi anak-anak yatim, dan lain-lain. Meskipun beliau tidak mengharapkan masyarakat untuk

29

Zamakhasyari Dhofier, Tradisi Pesantren, Jakarta: LP3ES, 1984, hal. 55. 30


(39)

menghormatinya, tetapi secara tidak langsung kedermawanan beliau meninggalkan kesan tersendiri bagi masyarakat di daerah tersebut.

Selain itu, H. Adenan Lubis juga memiliki sikap yang tegas. Sikap ini ditunjukkannya ketika beliau menjadi pemimpin di Pesantren At-Thoyyibah Indonesia. Beliau akan menghukum siapa pun yang melakukan suatu kesalahan. Sikap tegas beliau tidak hanya terhadap para santri-santrinya saja, tetapi juga berlaku untuk seluruh warga pesantren dan tidak ada yang diperlakukan secara “spesial” oleh beliau.

H. Adenan Lubis lahir pada tanggal 15 Maret 1932 di Tanjung Pura. Pada saat usianya masih 2 tahun, orang tuanya hijrah ke Rantau Prapat. Di kota inilah beliau di besarkan hingga sampai Sekolah Dasar. Beliau kemudian meneruskan SMP dengan ikut kakaknya ke Padang Sidempuan. Begitu tamat SMP beliau kemudian meneruskan jenjang yang lebih tinggi lagi ke Sekolah Teknik Menengah (STM) di Semarang sekitar tahun 1940-an. Selama belajar di Semarang beliau juga memperdalam ilmu agamanya dengan salah seorang kiai yang bernama Munawar Halil yang juga merupakan salah seorang tokoh Muhammadiyah di Semarang. Semasa mudanya beliau sangat besar minatnya untuk menuntut ilmu. Dengan kepandaiannya, beliau sempat mendapatkan beasiswa ke Jepang, tetapi karena orang tua tidak merestui, beliau pulang ke kampung halamannya di Rantau Prapat.31

Sekembalinya beliau dari merantau dan dengan bekal ilmu pengetahuan yang dimilikinya beliau melamar di salah satu perusahaan di Medan. Beliau kemudian diterima di

31

Wawancara dengan Ir. H. Tamsil Lubis (anak dari Almarhum H. Adenan Lubis sekaligus pimpinan PAI)di Kantor PDAM Tirtanadi Medan pada tanggal 12 April 2013. H. Tamsil Lubis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Dalam keluarganya beliau merupakan anak lelaki satu-satunya. Karena faktor keturunan ini yang mengharuskan beliau meneruskan kepemimpinan di Pesantren At-Thoyyibah Indonesia setelah H. Adenan Lubis meninggal pada tahun 1997.


(40)

Dinas Pekerjaan Umum dan selama berkarir prestasi beliau terus meningkat. Pada tahun 1950-an beliau dipercayakan menjadi Kepala Dinas Pekerjaan Umum di Gunung Tua, lalu dipindahkan ke Tanah Karo untuk kembali lagi dipindahkan ke Medan. Terakhir, ia dimutasikan ke Rantau Prapat. Di kota inilah beliau kemudian menjabat sebagai Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Labuhan Batu. Berdasar pengalamannya ketika belajar berorganisasi di Semarang, pada saat di Labuhan Batu selain dipercayakan menjadi Kepala Dinas Pekerjaan Umum beliau juga dipercayakan menjadi penasehat organisasi Muhammadiyah.32

Ketika H. Adenan Lubis berkecimpung di organisasi Muhammadiyah muncul ide untuk mendirikan lembaga pendidikan agama seperti pesantren. Ide ini juga didukung oleh sahabat-sahabatnya di Organisasi Muhammadiyah. Mereka kemudian membentuk kepanitian yang kemudian terhenti, dan diambil alih oleh H. Adenan Lubis. Gagasan beliau untuk mengambil alih dari kepanitian yang sempat terbentuk ini menunjukkan peranan beliau dalam mendirikan Pesantren At-Thoyyibah Indonesia. Cita-cita pun terwujud dengan diresmikannya Pesantren At-Thoyyibah Indonesia pada tanggal 5 Februari 1974. Sejak saat itu seluruh hidup beliau sepenuhnya dicurahkan untuk pesantren walaupun anak-anak dan keluarga beliau berada di Medan. Semasa beliau memimpin Pesantren At-Thoyyibah Indonesia banyak santri yang berdatangan dari berbagai daerah untuk mondok di pesantren ini. Memiliki banyak santri juga menunjukkan bahwa beliau adalah seorang pemimpin yang berpengaruh. Selama kurang lebih 23 tahun memimpin Pesantren At-Thoyyibah Indonesia, H. Adenan Lubis kemudian mulai sakit-sakitan, hingga akhirnya beliau wafat pada tanggal

32 Ibid.


(41)

27 Desember 1997 di Medan. Wafatnya beliau mengakibatkan Pesantren At-Thoyyibah Indonesia yang didirikannya pun mengalami gelombang pasang surut.


(42)

BAB III

KEBERADAAN PESANTREN AT-THOYYIBAH INDONESIA

PINANG LOMBANG (1974-2000)

Pondok pesantren tidak lahir begitu saja, melainkan tumbuh sedikit demi sedikit. Pada umumnya pondok pesantren adalah milik seorang kiai atau satu kelompok keluarga. Kiai ini, dengan ilmu agama dan sering pula dengan ilmu ghaib lainnya menyediakan diri untuk diserap ilmunya bagi yang memerlukannya, dengan modal harta kekayaannya. Sering pula terjadi, seseorang mewakafkan sebahagian kekayaannya, misalnya berupa tanah kepada kiai untuk dipakai guna tempat pendidikan agama ini. Wakaf ini mungkin berasal dari penguasa, raja-raja atau orang-orang kaya yang lain.33

33

M. Dawam Rahardjo, op.cit, hal. 65.

Begitu juga dengan Pesantren At-Thoyyibah Indonesia dari awal berdirinya mengalami proses perjalanan yang panjang. Dimulai dengan adanya ide dari tokoh-tokoh pendirinya untuk mendirikan sebuah lembaga pendidikan agama yang berbentuk pesantren modern kemudian dilanjutkan dengan pencarian lahan dan terbentur dengan sulitnya lahan tersebut untuk diakses hingga ditemukannya lokasi yang cocok yang berasal dari tanah yang diwakafkan untuk didirikan pesantren tersebut.

Bab ini akan dibahas bagaimana proses berdirinya Pesantren At-Thoyyibah Indonesia tahun 1974, perkembangan Pesantren At-Thoyyibah Indonesia dari tahun 1974, hingga meninggalnya pendiri pesantren tersebut tahun 1997, serta bagaimana kondisi Pesantren At-Thoyyibah Indonesia sepeninggal pendirinya tahun 1997 hingga tahun 2000.


(43)

3.1 Proses Berdirinya Pesantren At-Thoyyibah Indonesia Tahun 1974

Didirikannya Pesantren At-Thoyyibah Indonesia pada mulanya adalah karena adanya ide-ide dari para tokoh yang kebanyakan berkecimpung dalam organisasi Muhammadiyah. Sebagai tindak lanjut untuk merealisasikan ide-ide para tokoh tersebut dalam mendirikan suatu lembaga pendidikan Islam, kemudian dicarilah sebuah lahan yang cocok untuk pendiriannya. Salah seorang tokoh masyarakat yaitu Harits Nasution yang mengetahui tentang ide-ide para tokoh Muhammadiyah ini kemudian menawarkan tanahnya yang berada di Pulo Padang.34 Akan tetapi, lokasi yang sulit untuk dijangkau dan harus menyebrangi sungai dengan menggunakan sampan atau perahu sebagai sarana transportasi untuk melewatinya akhirnya keinginan tersebut pun diurungkan, karena jika didirikan lembaga pendidikan tentunya akan sulit diakses oleh masyarakat.35

Setelah diperoleh lahan untuk pendirian lembaga pendidikan itu, maka para tokoh-tokoh Muhammadiyah kemudian membentuk suatu kepanitian dalam menangani pembangunan lembaga pendidikan tersebut. Tetapi, kepanitian yang telah terbentuk oleh para tokoh yang kebanyakan anggotanya adalah mereka yang tergabung ke dalam organisasi Muhammadiyah itu tidak berjalan mulus. Hal tersebut disebabkan karena adanya masalah intern dari mereka, seperti adanya kesibukan yang berbeda dari tokoh-tokohnya sehingga Selanjutnya, salah seorang tokoh Muhammadiyah yaitu Dahlan Lubis mewakafkan tanah miliknya yang berada di Pinang Lombang sebagai lokasi pendiriannya. Lokasinya yang strategis, tepat berada di pinggir jalan lintas, akhirnya dipilihlah Pinang Lombang yang terletak di Desa Sei Raja sebagai lokasi pendirian Lembaga Pendidikan Islam pada saat itu.

34

Wawancara dengan H. Budiman Munthe di Dusun Pinang Lombang pada tanggal 18 November 2012.

35


(44)

tidak fokus dalam kepanitian yang sudah terbentuk. Dengan kondisi tersebut kekhawatiran ide mereka tidak bisa terealisasikan, maka salah seorang tokoh yaitu H. Adenan Lubis mengabil alih untuk membangun lembaga pendidikan yang sesuai dengan keinginannya.36

Dengan modal harta yang dimilikinya serta sumbangan dari tokoh-tokoh Muhammadiyah, maka dimulailah pelaksanan pembangungan pesantren. Proses pembangunan Pesantren At-Thoyyibah Indonesia pada awalnya dibangun dengan sederhana. Pondok-pondoknya dibangun dengan menggunakan bahan-bahan kayu yang berbentuk persegi, terdiri dari beberapa bangunan yang beralaskan tanah, berdinding tepas, dan beratapkan rumbia. Kesederhanaan dari Pesantren At-Thoyyibah Indonesia ini terlihat dari bahan material yang digunakan untuk membangunnya pesantren tersebut, yang belum menggunakan semen sebagai bahan dasar bangunan. Selain itu, pembangunan pesantren pada saat itu tidak memerlukan pembiayaan yang besar karena jumlah santrinya yang tidak banyak maupun karena kebutuhan akan jenis dan jumlah alat-alat bangunan yang masih relatif kecil. Proses pembangunan yang berjalan selama dua tahun yaitu dari tahun 1972 sampai tahun 1974 akhirnya selesai. Peresmian pendirian pesantren dilakukan pada tanggal 5 Februari 1974.

37

Dalam perkembangannya banyak kendala-kendala yang dihadapi terutama dari kalangan masyarakat terutama masyarakat Pinang Lombang yang kurang antusias terhadap dunia pendidikan agama terutama pesantren. Masyarakat pada saat itu belum sepenuhnya mendukung lembaga pendidikan agama ini, terutama dari kaum tua. Bisa jadi, hal ini disebabkan karena masyarakat pada saat itu beranggapan bahwa Pesantren At-Thoyyibah

36

Wawancara dengan Hadlyn Yahmar di Dusun Pinang Lombang pada tanggal 18 November 2012.

37


(45)

Indonesia adalah pesantren yang dipelopori oleh orang-orang Muhammadiyah. Diketahui, antara kaum tua dengan Muhammadiyah terjadi perselisihan sejak terjadinya Perang Padri di Minangkabau. Akan tetapi dengan tekad, dorongan, dan semangat dari para pendirinya akhirnya berdirilah Pesantren At-Thoyyibah Indonesia.

Pada awal berdirinya Pesantren At-Thoyyibah Indonesia kondisinya masih sederhana. Fasilitas pada mulanya hanya terdiri dari asrama santri terutama bagian putera, 1 buah mesjid darurat yang terbuat dari dinding tepas, dan ruangan kelas. Segala sesuatu yang dibutuhkan para santri berupa perabot dibawa dari kampungnya, seperti tilam, selembar tikar dengan bantalnya, perlengkapan mandi, dan lain-lain. Selain itu, administrasi pesantren juga belum terbentuk sempurna. Pesantren juga masih disebut sebagai lembaga pendidikan dan belum menggunakan nama resmi PAI Pinang Lombang.

Penerimaan para santri juga belum mempunyai peraturan-peraturan dan syarat-syarat yang tertulis, baik mengenai umurnya maupun kecakapannya untuk menjadi santri, karena tujuan yang pertama kali Pesantren At-Thoyyibah Indonesia ialah menciptakan generasi yang memiliki ilmu pengetahuan agama. Salah satu usaha yang dilakukan untuk mempromosikan pesantren pada saat itu pun masih menggunakan komunikasi yang tradisional yaitu “dari mulut ke mulut”. Pesantren At-Thoyyibah Indonesia (PAI) tahun 1974 memiliki jumlah santri sebanyak 25 orang bagian putera saja, karena PAI baru menerima santri untuk Tsanawiyah (setingkat SMP). Para santri yang masuk ke PAI masih berasal dari daerah yang dekat, seperti 9 santri berasal dari Pinang Lombang, 10 santri berasal dari Rantau Prapat, dan sisanya 6 santri berasal dari Aek Kanopan.38

38

Sumber Data: Buku Induk Pesantren At-Thoyyibah Indonesia Pinang Lombang Tahun 1974. Tahun pertama dibukanya PAI hanya terdiri dari


(46)

tiga orang tenaga pengajar dan mereka termasuk tokoh-tokoh yang mendirikan pesantren, seperti H. Adenan Lubis, Ahmad Dahlan Lubis dan Marzuki Saleh.

3.2 Perkembangan Pesantren At-Thoyyibah Indonesia Tahun 1974-1997

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa pada awal dibukanya Pesantren At-Thoyyibah Indonesia belum merumuskan dasar tujuan pendidikannya, dan setelah tahun 1974 barulah tujuan tersebut dirumuskan. Tujuan dan pengajaran di Pesantren At-Thoyyibah Indonesia yaitu:

a. Melahirkan generasi yang cerdas, beriman, bertakwa kepada Allah SWT dan berakhlakul karimah.

b. Melahirkan generasi yang cerdas, terampil, kreatif, inovatif dalam disiplin dalam ilmu pengetahuan, dan

c. Melahirkan generasi yang memiliki dedikasi, loyalitas, disiplin yang tinggi terhadap pengaplikasian ilmu pengetahuan di tengah-tengah masyarakat.39

Pemberian nama Pesantren At-Thoyyibah Indonesia dilakukan melalui sidang Dewan Guru bersama H. Adenan Lubis pada bulan Juni 1975. Nama Pesantren At-Thoyyibah Indonesia diusulkan oleh salah seorang tokoh pendidik atau guru, yaitu Muhibbin Mahmud yang juga menjadi kepala sekolah pertama di pesantren tersebut.40

39

Tujuan Pesantren At-Thoyyibah Indonesia mulai dirumuskan pada tahun 1976 untuk memperbaharui tujuan awal berdirinya pesantren yaitu untuk menciptakan generasi ulama serta generasi yang memiliki ilmu agama yang tinggi.

Pemberian nama

“At-40

Muhibbin Mahmud merupakan salah seorang guru di Pesantren At-Thoyyibah Indonesia dan pernah menjabat sebagai Kepala Madrasah tahun 1975-1977. Beliau merupakan tokoh yang mencetuskan kata “At-Thoyyibah” dalam nama pesantren, sehingga menjadi Pesantren At-Thoyyibah Indonesia. Pemberian nama PAI


(47)

Thoyyibah” didasarkan dan diambil dari bahasa Arab, yakni kutipan dari ayat suci Al-Qur’an yang bermakna “yang baik” atau “yang kokoh”.

Dalam perkembangannya penerimaan santri untuk masuk ke PAI dilakukan melalui serangkaian testing, seperti praktek ibadah shalat dan membaca Al-Qur’an. Hal ini dimaksudkan agar setiap santri yang sudah menjadi warga PAI memiliki keseragaman terutama dalam bacaan shalatnya.41

dilakukan melalui sidang Dewan Guru bersama dengan H. Adenan Lubis pada tahun 1975. Wawancara dengan Ir. Muhibbin Mahmud, M.B.A., di Medan pada tanggal 28 April 2013.

41

Testing yang diberlakukan Pesantren At-Thoyyibah Indonesia hanya untuk melihat seberapa besar

kemampuan para calon anak didik saja bukan untuk penseleksian, sehingga calon santri yang kurang pemahamannya mengenai bacaan Al-Qur’an maupun ibadah shalatnya bisa diperdalam ketika sudah menjadi santri yang resmi di PAI.

Sebagai lembaga pendidikan yang modern, PAI juga merumuskan bahasa sebagai alat komunikasi penting yang dilakukan sehari-hari di pesantren, seperti Bahasa Arab, Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia. Penggunaan Bahasa Arab diajarkan, sebab Bahasa Arab merupakan syarat mutlak untuk memahami ajaran-ajaran Islam. Mengingat kepentingan inilah, maka PAI mementingkan Bahasa Arab sehingga dijadikan bahasa pengantar dalam pelajaran agama, bahasa pergaulan di kalangan para pelajar, serta dipakai di dalam ceramah-ceramah dan latihan-latihan berpidato santri. Bahasa asing lainnya yang diutamakan di PAI ialah bahasa Inggris. Bahasa ini adalah bahasa yang paling luas tersebar di seluruh dunia dan menjadi salah satu kunci untuk memperdalam dan memperluas ilmu pengetahuan karena bahasa ini banyak dipergunakan dalam pembicaraan-pembicaraan ilmiah. Melihat akan hal ini pula, Bahasa Inggris sangat diutamakan di PAI dan diajarkan secara aktif seperti halnya Bahasa Arab. Di samping Bahasa Arab dan Bahasa Inggris, bahasa yang dipentingkan di PAI ialah Bahasa Indonesia. Bahasa ini menjadi Bahasa Nasional dan bahasa resmi Bangsa Indonesia. Di dalam masyarakat nanti para santri-santri akan menggunakan bahasa Indonesia sebagai alat komunikasinya. Oleh karena itu, PAI juga


(48)

mengutamakan Bahasa Indonesia yang diajarkan di sekolah dan dijadikan bahasa pengantar dalam berbagai mata pelajaran.42

Seiring dengan bergulirnya waktu, semakin banyak jumlah santri yang mondok di PAI dan mencapai puncaknya pada tahun 1990 jumlahnya hingga 800 santri. Di tahun yang sama PAI juga sudah mulai menerima santri bagian puteri untuk belajar di PAI. Mengingat bertambahnya jumlah santri ini PAI merasa perlu untuk membangun semua gedung secara permanen. Usaha untuk menambah jumlah gedung dan alat-alat perlengkapan dilakukan sekitar tahun 1980 hingga 1990. Proses pembangunannya memerlukan waktu yang cukup lama, sebab hampir semua bangunan lama seperti, mesjid, asrama, gedung sekolah, rumah guru, dan lain-lainnya diganti dengan gedung yang baru. Dana yang digunakan untuk membangun gedung-gedung tersebut berasal dari harta kekayaan H. Adenan Lubis karena beliau juga termasuk orang yang cukup berada.

Dalam perkembangannya nama Pesantren At-Thoyyibah Indonesia mulai terdengar hingga ke berbagai daerah. Banyak dari para orang tua yang kemudian menyekolahkan anak-anak mereka ke PAI dengan harapan agar anak-anaknya memperoleh pendidikan dasar yang diperlukan untuk menjadi “orang yang baik” dan terkadang disertai dengan harapan agar anaknya dapat menggantikan peranan atau pekerjaannya sebagai pedagang, petani atau pengusaha.

43

Setelah bangunan fisik pesantren dibangun secara permanen, maka dari pihak pesantren memiliki ide untuk membuat sebuah koperasi pesantren yang diperuntukkan guna memenuhi kebutuhan masyarakat pesantren, terutama santrinya. Mereka bisa membeli semua

42

Wawancara dengan H. Abdul Hadi, L.c di Kantor Pesantren At-Thoyyibah Indonesia pada tanggal

15 Mei 2013.

43


(49)

perlengkapan di koperasi ini. Perlengkapan pribadi sehari-hari, atau pun untuk kebutuhan belajar seperti buku tulis maupun buku pelajaran memang sangat diperlukan untuk proses belajar. Mengenai buku pelajaran ini pihak pesantren ataupun guru-guru pengajar tidak memperjual belikannya kepada para santri. Artinya, para santri tidak membeli buku ke guru pengajar, melainkan ke koperasi langsung, baik itu buku mata pelajaran umum ataupun buku pondok. Selain koperasi pesantren juga tersedia koperasi untuk para santri yang terletak di asrama, baik santri putera maupun santri puteri. Akan tetapi koperasi santri ini tidak begitu lengkap dibandingkan dengan koperasi pesantren. Modal koperasi santri ini diambil dari iuran para santri dan keuntungannya digunakan untuk membiayai keperluan mereka bersama, misalnya untuk memelihara tempat dan alat-alat olah raga, untuk membeli obat-obatan dan lain-lain.44

Pendanaan pesantren utamanya berasal dari yayasan. Oleh karena itu, mereka sebisa mungkin mengelola keuangan agar memperoleh dana tambahan. Salah satu contohnya adalah dengan mendirikan koperasi pesantren. Dana pesantren juga berasal dari biaya mondok yang dibayarkan tiap santri per bulannya, pada tahun 1978 sebesar Rp 6000, tahun 1979 sebesar Rp 7500, dan tahun 1981 Rp 9000.

Di samping sebagai tempat untuk menyediakan kebutuhan para santri, koperasi pesantren ini juga dijadikan sebagai tempat untuk mengelola perputaran keuangan pondok pesantren. Koperasi dijadikan sebagai salah satu tempat untuk menambah dana pesantren yang nantinya juga digunakan untuk kebutuhan pesantren itu sendiri, seperti biaya operasional sekolah.

45

44 Ibid. 45

Wawancara dengan Hadlyn Yahmar di Dusun Pinang Lombang pada tanggal 18 November 2012. Besarnya biaya yang dibayarkan tiap santri selalu


(50)

mengalami peningkatan setiap tahunnya. Hal ini disebabkan semakin tingginya kebutuhan yang harus dipenuhi oleh pihak pesantren, seperti biaya makan sehari-hari seluruh warga pondok, biaya listrik, gaji para guru, dan lain-lain. Dengan dana inilah pesantren menjalankan roda kehidupan pesantren. Terkadang, mereka juga mendapat tambahan dari para alumni yang memang masih peduli dengan keberlangsungan pesantren. Biasanya dana yang disumbangkan dari para alumni berupa uang yang tidak diketahui secara pasti jumlahnya, dan diperkirakan jumlahnya hingga jutaan rupiah.46 Ada juga dana tambahan atau bantuan dana dari pejabat yang diundang dalam acara-acara tertentu yang diselenggarakan pesantren, seperti hari jadi pesantren. Pada saat perayaan hari jadi pesantren, biasanya pejabat yang berwenang juga diundang yaitu bupati Labuhan Batu. Bantuan ini biasanya berupa finansial atau material bangunan, seperti pasir, batu, semen, seng, dan lain-lain.47

Pesantren At-Thoyyibah Indonesia menyelenggarakan pendidikan yang terdiri dari dua tingkatan yaitu tingkat Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah. Pada awal berdirinya pesantren tahun 1974 hingga tahun 1976 jenjang pendidikan pesantren masih belum memiliki garis batas yang jelas antara tingkat Tsanawiyah dan Aliyah. Pendidikan di Pesantren At-Thoyyibah Indonesia awalnya berjalan dalam proses pengajaran selama 7 tahun.

3.2.1 Struktur dan Manajemen

48

46 Ibid. 47

Ibid. 48

Wawancara dengan Ir. Muhibbin Mahmud di Medan pada tanggal 28 April 2013.

Setelah tahun 1980, dengan adanya ketentuan dari pemerintah, khususnya Kementerian Agama Republik Indonesia yang merumuskan kurikulum pendidikan, maka PAI mengikuti dan melaksanakan kurikulum tersebut di mana terdapat dua tingkat pendidikan, yaitu Madrasah Tsanawiyah atau jenjang kelas setingkat SMP yang dijalankan


(51)

selama tiga tahun yang terdiri dari kelas 1, 2, dan 3. Madrasah Aliyah atau jenjang kelas setingkat SMA yang juga dijalankan selama tiga tahun yang terdiri dari kelas 4, 5, dan 6. Untuk santri yang telah memasuki kelas 6 Aliyah terdapat program pembagian jurusan, seperti jurusan IPA (Ilmu Pengetahuan Alam), dan jurusan IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial). Di sinilah salah satu perbedaan antara sistem pendidikan pondok tradisional dengan sistem pendidikan pondok modern yaitu adanya bentuk penjenjangan kelas dan dalam jangka waktu tertentu.49

Dalam struktur organisasi Pesantren At-Thoyyibah Indonesia juga dibentuk dimulai dari yang paling atas, yaitu pemilik yayasan sampai tingkat yang paling bawah yaitu santri itu sendiri (seperti terlihat dalam bagan berikut).

Untuk tingkat Madrasah Tsanawiyah dan tingkat Aliyah dipimpin oleh masing-masing kepala sekolah atau kepala madrasah dengan dibantu oleh wakil kepala yang disebut Pembantu Kepala Madrasah (PKM) yang terdiri dari dua orang dengan dua kegiatan yang berbeda, yaitu PKM I yang memiliki tugas mengelola bidang pendidikan, pengajaran dan kurikulum sedangkan PKM II bertanggung jawab dalam bidang kegiatan kesiswaan atau kesantrian.

50

49

Berdasarkan Peraturan Pemerintah dengan Keputusan Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, dan

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang melakukan pembaharuan terhadap kurikulum pesantren, terdapat kesamaan antara Madrasah Tsanawiyah dengan SMP dan Madrasah Aliyah dengan SMA. Pengertian madrasah adalah lembaga pendidikan agama Islam yang di dalam kurikulumnya memuat materi pelajaran agama dan pelajaran umum, mata pelajaran agama pada madrasah lebih banyak dibandingkan dengan mata pelajaran pada sekolah umum, lihat Kafrawi MA., pembaharuan Sistim Pendidikan Pondok Pesantren Sebagai usaha peningkatan prestasi kerjadan pembinaan kesatuan Bangsa, Jakarta: P.T. Cemara Indah, 1978, hal. 103.

50


(52)

Struktur Organisasi Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah PAI Pinang Lombang51

51

Sumber: Kantor Pesantren At-Thoyyibah Indonesia Pinang Lombang Tahun 1985.

PIMPINAN PESANTREN

KEPALA MADRASAH

PKM I

WALI KELAS

PKM II KEPALA

TATAUSAHA

GURU GURU BP TATA

USAHA


(53)

Wewenang dari pimpinan mengalir secara langsung kepada para kepala yang memimpin tiap-tiap organisasi. Masing-masing kepala organisasi memegang wewenang dan tanggung jawab penuh mengenai segala hal termasuk bidang kerja, dengan demikian para pelaksana di bawahnya menerima petunjuk langsung dari kepala organisasi yang bertanggung jawab kepadanya. Namun demikian hal ini tidak menyebabkan kehidupan di pesantren memiliki birokrasi yang rumit. Semua berjalan lancar dan semua memiliki tugas masing-masing dalam menjalankan kehidupan di pesantren. Hal inilah yang menunjang kelancaran kehidupan di Pesantren At-Thoyyibah Indonesia Pinang Lombang. Tata tertib diatur sedemikian rupa, pesantren memiliki aturan yang jelas dan semua urusan sudah ada masing-masing orang yang memegang kendali atas itu. Semua bekerja sama dalam satu kesatuan yaitu keluarga besar Pondok Pesantren At-Thoyyibah Indonesia.

Bentuk dan tanggung jawab dalam struktur organisasi di Pesantren At-Thoyyibah Indonesia tidak mengalami perubahan hingga meninggalnya H. Adenan Lubis tahun 1997, dan digantikan oleh H.Tamsil Lubis.52

Untuk para pelajar sendiri, mereka juga memiliki struktur organisasi, untuk sekolah formal pada masa sekarang disebut Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS). Pembentukan organisasi pelajar ini dimulai pada tahun 1976.

Secara kebetulan yang terlibat dalam kepengurusan organisasi pesantren adalah mereka yang memiliki hubungan dekat atau keluarga dari H. Adenan Lubis. Tetapi, hal ini juga tidak tertutup untuk kalangan luar untuk terlibat dalam kepengurusan organisasi di Pesantren At-Thoyyibah Indonesia.

53

52

Wawancara dengan H. Abdul Hadi, L.c di Kantor Pesantren At-Thoyyibah Indonesia pada tanggal 15 Mei 2013.

53

Wawancara dengan Ir. Muhibbin Mahmud, M.B.A., di Medanpada tanggal 28 April 2013.

Di PAI juga ada organisasi semacam ini, yang membantu pihak pesantren mengatur kehidupan di pesantren yang disebut dengan DP


(54)

(Dewan Pelajar). Segala aktifitas pelajar diatur oleh organisasi pelajar dengan bimbingan dan pengawasan para pengasuh serta para guru. Dengan adanya bimbingan dan pengawasan dari para guru akan terjalin suatu hubungan interaksi antara guru dan murid. Pertemuan antara murid dan guru tidak terbatas pada jam-jam di kelas saja. Kesempatan yang belum ada di kelas dapat dilanjutkan di luar kelas, di mana guru dan murid berada dalam satu kompleks, yaitu kompleks Pesantren At-Thoyyibah Indonesia. Tidak hanya persoalan-persoalan yang berhubungan dengan pengajaran di kelas saja hubungan antara guru dan murid terjalin, tetapi kesulitan-kesulitan yang timbul di luar kelas dapat dibicarakan kepada guru.54

a. Dewan Keamanan: bertanggung jawab atas keamanan seluruh pelajar, mengatur dan mengawasi jalannya disiplin baik di sekolah, asrama, mesjid, dapur, dan lain-lain.

Organisasi pelajar di Pesantren At-Thoyyibah Indonesia dipimpin oleh pelajar-pelajar sendiri. Pengurusnya dipilih dengan pemilihan umum (demokratis) yang diadakan tiap-tiap tahun. Hal ini dimaksudkan supaya pengalaman memimpin organisasi dapat merata, tidak hanya dimiliki oleh beberapa orang saja. Organisasi pelajar bertanggung jawab atas segala sesuatu yang berhubungan dengan gerak-gerik, tata tertib, dan disiplin seluruh pelajar. Atas dasar itu, untuk memudahkan jalannya organisasi dan meringankan tanggung jawab, diadakan bagian-bagian yang disertai tugas-tugas khusus mengurus suatu bidang aktifitas, seperti:

b. Dewan Kesehatan: menyediakan obat-obatan untuk kepentingan para pelajar, mengadakan suntikan-suntikan dengan mendatangkan para ahli dalam bidang kesehatan dan sebagainya.

54 Ibid.


(55)

c. Dewan Olah Raga: mengatur segala macam permainan olah raga para pelajar dengan segala alat perlengkapannya, mengadakan latihan-latihan dan pertandingan-pertandingan, baik ke luar maupun ke dalam lingkungan pesantren.

d. Dewan Bahasa: mengawasi jalannya bahasa yang digunakan di lingkungan pesantren, seperti penggunaan bahasa Arab, bahasa Inggris dan bahasa Indonesia.

e. Dewan Kesenian: menyelenggarakan latihan-latihan dalam bidang kesenian, mengatur dan mengawasi klub musik, mengisi hiburan pada waktu-waktu tertentu seperti hari jadi pesantren, dan sebagainya.

f. Dewan Koperasi: mengurusi berbagai macam keperluan para pelajar di pesantren. g. Dewan Dapur: mengurus perlengkapan dapur bagi seluruh warga Pesantren

At-Thoyyibah Indonesia.55

Organisasi pelajar ini terus berubah-ubah sesuai dengan perkembangan gerakan pelajar itu sendiri. Selain itu, jumlah santri juga mempengaruhi perubahan serta pembagian tugas tiap-tiap dewan pelajar. Dengan banyak jumlah santri yang masuk ke Pesantren At-Thoyyibah Indonesia Tahun 1995, tentunya dewan pelajar merasa perlu untuk menambah anggota yang bertanggung jawab untuk mengatur segala keamanan dan aktifitas lainnya untuk santri-santri tersebut. Segala sesuatu tentang kehidupan pelajar di Pesantren At-Thoyyibah Indonesia diatur demikian dengan maksud untuk pendidikan dan pengajaran.

Dalam pengelolaan (manajemen) Pesantren At-Thoyyibah Indonesia sepenuhnya dilaksanakan oleh pendiri pondok dalam hal ini adalah H. Adenan Lubis. Beliau adalah pemimpin tunggal yang memegang wewenang hampir mutlak. Ia merupakan kekuasaan

55

Pembagian organisasi Dewan Pelajar (DP) PAI tercantum dalam buku TATIB (Tata Tertib) santri, baik santri putera maupun santri puteri dan merupakan hasil musyawarah Dewan Pelajar tentang peraturan yang harus dipatuhi dan sanksi-sanksi yang dikenakan terhadap pelanggaran peraturan.


(56)

tunggal yang mengendalikan sumber-sumber, terutama pengetahuan dan wibawa yang merupakan sandaran bagi para santrinya. Oleh karena itu beliau menjadi tokoh yang melayani sekaligus melindungi para santrinya.

Selain itu, beliau juga menguasai dan mengendalikan seluruh sektor kehidupan pesantren. Ustadz, apalagi santri, baru berani melakukan sesuatu tindakan di luar kebiasaan setelah mendapat restu darinya. Beliau ibarat raja, segala titahnya menjadi peraturan baik tertulis maupun konvensi yang berlaku di Pesantren At-Thoyyibah Indonesia. Ia memiliki hak untuk menjatuhkan hukuman terhadap santri-santri yang melanggar ketentuan-ketentuan titahnya menurut kaidah-kaidah normatif yang mentradisi di pesantren ini.56

Dengan demikian, H. Adenan Lubis memiliki kedudukan ganda yaitu sebagai pengasuh sekaligus pemilik pesantren. Secara kultural kedudukan ini sama dengan kedudukan bangsa feodal yang biasa dikenal dengan nama kanjeng di Pulau Jawa. Ia dianggap memilki sesuatu yang tidak dimiliki oleh orang lain di sekitarnya. Atas dasar ini hampir setiap kyai yang ternama beredar legenda tentang keampuhannya yang secara umum bersifat magis.57

Pola kepemimpinan di Pesantren At-Thoyyibah Indonesia yang merupakan kepemimpinan personal ini selanjutnya berubah menjadi sebuah kepemimpinan yang dipegang secara kolektif (yayasan) sekitar tahun 1980-an. Hal ini sesuai peraturan

56

Kekuasaan H. Adenan Lubis merupakan hirarki satu-satunya yang secara eksplisit diakui dalam lingkungan Pesantren At-Thoyyibah Indonesia. Kekuasaan seorang kiai ini yang membedakan pesantren dari kehidupan umum di sekitarnya, lihat Abdurrahman Wahid, Bunga Rampai Pesantren, Jakarta: CV. Dharma Bakti, 1995, hal.14.

57

Mujamil Qomar, Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi, Jakarta: Erlangga, 2000, hal 31.


(57)

Departemen Agama RI agar lembaga pendidikan agama berbadan hukum.58

Keberadaan yayasan di Pesantren At-Thoyyibah Indonesia mengubah mekanisme manajerial pesantren. Walaupun peran beliau masih dominan, otoritas tidak lagi bersifat mutlak di tangan H. Adenan Lubis. Kepengurusan bersifat kolektif ditangani bersama menurut pembagian tugas masing-masing individu. Secara formal, H. Adenan Lubis tidak lagi berkuasa mutlak. Wewenang mutlak harus ditransfer menjadi wewenang kolektif sebagai hak yayasan. Ketentuan yang menyangkut kebijaksanaan-kebijaksanaan pendidikan merupakan konsesus semua pihak. Yayasan memiliki peran yang cukup besar dalam pembagian tugas-tugas yang terkait dengan kelangsungan pendidikan pesantren. Secara internal di PAI terdapat pembagian tugas dan tanggung jawab antara lain untuk pengelolaan proses belajar-mengajar di tingkat Tsanawiyah dan Aliyah dipegang oleh seorang kepala Madrasah yang diangkat dan ditunjuk oleh H. Adenan Lubis dari kalangan ustadz atau guru pesantren. Di samping itu pula terdapat pembagian tugas dan tanggung jawab seperti, petugas logistik, administrasi umum, dan penyedia makan para santri dan para guru yang ada di PAI, sedangkan dalam pengelolaan pendidikan dalam proses belajar-mengajar di PAI dilaksanakan oleh Kepala Madrasah yang dibantu oleh Dewan Guru dan santri.

Perkembangan semacam ini membuat pesantren menjadi organisasi impersonal.

59

Perubahan kepemimpinan pesantren dari individual menuju kolektif ini kelihatannya sederhana. Padahal perubahan ini juga berpengaruh pada hubungan pesantren dengan masyarakat. Kalau semula hubungan tersebut bersifat patron-klien, yakni seorang kiai

58

Sebagai salah satu usaha pemerintah (Departemen Agama RI) dalam melakukan pembaharuan pondok pesantren menganjurkan bentuk yayasan sebagai badan hukum sekitar tahun 1978, lihat Suprayitno,

Tuan Guru Syekh ABD. Wahab Rokan dan Pesantren Babussalam Langkat (1945-1975), Skripsi, Universitas Sumatera Utara, Medan, 1987, hal. 79.

59


(1)

Gedung sekolah para santri yang terdiri dari 3 lantai berbentuk leter L, yang didirikan antara tahun 1980-1990


(2)

Asrama santri putera yang terdiri dari 2 lantai berbentuk leter L, yang didirikan antara tahun 1980-1990


(3)

Aula Pesantren At-Thoyyibah Indonesia yang berada tepat di depan bangunan sekolah, didirikan antara tahun 1980-1990

Perpustakaan Pesantren At-Thoyyibah Indonesia Pinang Lombang yang didirikan antara tahun 1980-1990


(4)

Kantor PAI dan ruang para guru yang didirikan antara tahun 1980-1990

Ruang makan santri putera yang berdekatan dengan dapur umum


(5)

(6)

Poliklinik Pesantren At-Thoyyibah Indonesia Pinang Lombang

Rumah para guru Pesantren At-Thoyyibah Indonesia Pinang Lombang