HUBUNGAN JENIS KELAMIN DENGAN TAHAP CUCI TANGAN MAHASISWA SAAT PRAKTIKUM DI LABORATORIUM MIKROBIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

(1)

commit to user

i

HUBUNGAN JENIS KELAMIN DENGAN

TAHAP CUCI TANGAN MAHASISWA SAAT PRAKTIKUM

DI LABORATORIUM MIKROBIOLOGI FAKULTAS

KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Cupuwatie Cahyani G0007053

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2010


(2)

commit to user

ii

PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi dengan judul : Hubungan Jenis Kelamin dengan Tahap Cuci Tangan Mahasiswa saat Praktikum di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas

Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

Cupuwatie Cahyani, G0007053, Tahun 2010

Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada hari Senin, tanggal 15 November 2010

Pembimbing Utama

Nama : Dr. Diffah Hanim, Dra., M.Si

NIP : 19640220 199003 2 001 (...)

Pembimbing Pendamping

Nama : Anik Lestari, dr., M.Kes

NIP : 19680805 20112 2 001 (...)

Penguji Utama

Nama : Prof. Dr.H.Santoso, dr. MS. Sp.Ok

NIP : 19441124 197609 1 001 (...) Penguji Pendamping

Nama : H. Zainal Abidin, dr., M.Kes

NIP : 19460202 197610 1 001 (...)

Surakarta, Ketua Tim Skripsi Dekan FK UNS

Muthmainah, dr., M.Kes. Prof. Dr. A.A. Subijanto, dr., MS.


(3)

commit to user

iii

PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, 15 November 2010

CUPUWATIE CAHYANI


(4)

commit to user

iv ABSTRAK

Cupuwatie Cahyani, G0007053, 2010. Hubungan Jenis Kelamin dengan Tahap Cuci Tangan Mahasiswa Saat Praktikum di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Skripsi. Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan jenis

kelamin dengan tahap cuci tangan mahasiswa saat praktikum di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Metode : Penelitian ini adalah observasional analitik yang dilakukan

dengan desain cross-sectional. Penelitian dilakukan pada bulan April-Juni 2010 di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling. Penelitian ini mendapatkan 96 sampel yang terdiri dari 38 sampel laki-laki dan 58 sampel perempuan dengan skor tahap cuci tangan skor 8 sebanyak 11 sampel, skor 9 sebanyak 25 sampel, skor 10 sebanyak 1 sampel, skor 11 sebanyak 2 sampel, skor 12 sebanyak 7 sampel, skor 13 sebanyak 37 sampel serta sisanya skor 14 adalah sebanyak 13 sampel. Data yang diperoleh dianalisis dengan program Statistic Products and Service Solution (SPSS) for Windows Release 17.0 menggunakan uji statistik T-test Independent dan diteruskan dengan uji statistik regresi linier.

Hasil : Hasil uji statistik T-test independent didapatkan nilai p = 0.006, dengan mean difference 1.318 dan IK 95% adalah antara 0.383 sampai 2.252. Selanjutnya dilakukan analisis regresi linier dengan nilai koefisien korelasi -0.295, R square determinasi 0.087, nilai F hitung adalah 8.949 dan p = 0.004. Simpulan : Ada hubungan antara jenis kelamin dengan tahap cuci tangan mahasiswa saat praktikum di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Mahasiswa perempuan memiliki tahap cuci tangan yang lebih baik daripada laki-laki.

Kata kunci : cuci tangan, jenis kelamin, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta ( FK UNS )


(5)

commit to user

v ABSTRACT

Cupuwatie Cahyani, G0007053, 2010. Sex Relationships with Students at Stage Hand Washing During Practicum at the Laboratory of Microbiology, Medical Faculty, Sebelas Maret University, Surakarta.. Thesis. Medical Faculty, Sebelas Maret University, Surakarta.

Objective : This study is aims to determine the relationship of sex with student hand washing stage during practicum at the Laboratory of Microbiology, Medical Faculty, Sebelas Maret University, Surakarta.

Methods : The study was an observational analytic with cross-sectional design. The study was conducted in April-June 2010 at the Laboratory of Microbiology, Medical Faculty, Sebelas Maret University, Surakarta. Sample got by purposive sampling. This research is found 96 samples. There were 38 men and 58 samples women. Score of washing hand stages were 8 scores found 11 students, score 9 found 25 students, score 10 found 1 students, score 11 found 2 students, score 12 found 7 students, score 13 found 37 students and the remaining score 14 found 13 students. Data were analyzed with the program Statistics Products and Service Solution (SPSS) for Windows Release 17.0 statistical test T-test Independent and forwarded by linier regression statistical T-test.

Results : Statistical analysis of independent T-test shows that p value = 0.006, with a mean difference 1318 and IK 95% are between 0383 to 2252. Furthermore, linear regression analysis with correlation coefficient -0.295, R square determination of 0087, calculated F value is 8949 and p = 0.004.

Conclusion : There is a relationship between the sexes with hand washing stage during practicum student at the Laboratory of Microbiology, Faculty of Medicine, University of Sebelas Maret Surakarta where female students have a stage hand washing better than men ( p ≤ 0.05).

Keywords : hands washing, sex, Medical Faculty, Sebelas Maret University, Surakarta (FK UNS).


(6)

commit to user

vi PRAKATA

Syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT atas segala karunia dan rahmat yang dilimpahkan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ”Hubungan Jenis Kelamin dengan Tahap Cuci Tangan Mahasiswa saat Praktikum di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta”. Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Pelaksanaan dalam menyusun skripsi ini, penulis tidak terlepas dari berbagai hambatan dan kesulitan. Namun berkat bimbingan dan bantuan, penulis dapat menyelesaikannya. Untuk itu perkenankanlah dengan setulus hati penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. A.A. Subiyanto, dr., MS, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Sri Wahjono, dr., M.Kes. selaku Ketua Tim Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

3. Dr. Diffah Hanim, M.Si, selaku Pembimbing Utama yang telah memberikan bimbingan, saran, dan motivasi bagi penulis.

4. Anik Lestari, dr., M.Kes selaku Pembimbing Pendamping yang telah memberikan bimbingan, saran, dan motivasi bagi penulis.

5. Prof.Dr.H.Santoso,dr.MS.SP.OK, selaku Penguji Utama yang telah memberikan saran, nasehat, dan melengkapi kekurangan dalam penulisan skripsi ini.

6. H. Zainal Abidin,dr.,M.Kes, selaku Penguji Pendamping yang telah memberikan saran, nasehat, dan melengkapi kekurangan dalam penulisan skripsi ini.

7. Bagian skripsi Fakultas Kedokteran UNS, yang telah berkenan memberikan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

8. Segenap Staf Laboratorium Field Lab dan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran UNS, Surakarta.

9. Papa, mama, adek Ely, dan mas Syaiful yang telah banyak memberikan dukungan moril dan semangat bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 10.Teman-teman penulis : Nur Afifah, Yunda Alhusna, Galih Herlambang,

Miftahani Leo, Amirah Umar, Diana ZR, Dataari, serta Keluarga besar asisten Anatomi dan Field Lab terimakasih atas bantuannya dalam penyusunan skripsi ini.

11.Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik serta sumbang saran di masa mendatang untuk peningkatan karya ini. Semoga karya sederhana ini bermanfaat bagi semua.

Surakarta, November 2010


(7)

commit to user

vii DAFTAR ISI

PRAKATA ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 3

D. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II LANDASAN TEORI ... 5

A. Tinjauan Pustaka ... 5

B. Kerangka Pemikiran ... 20

C. Hipotesis ... 20

BAB III METODE PENELITIAN ... 21

A. Jenis Penelitian ... 21

B. Lokasi Penelitian ... 21

C. Subjek Penelitian ... 21

D. Teknik Sampling ... 22

E. Identifikasi Variabel Penelitian……….23

F. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 23

G. Rancangan Penelitian ... 23


(8)

commit to user

viii

I. Cara Kerja ... 25

J. Teknik Analisis Data Statistik...25

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 27

A. Karakteristik Responden ... 27

B. Analisis Uji Kemaknaan antar Variabel ... 31

C. Analisis Regresi Linier Variabel ... 32

BAB V PEMBAHASAN ... 34

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 37

A. Kesimpulan ... 37

B. Saran ... 37

DAFTAR PUSTAKA ... 39 LAMPIRAN


(9)

commit to user

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Penjelasan Variabel Bebas dan Terikat Tabel 2. Distribusi Usia Responden

Tabel 3. Distribusi Jenis Kelamin Responden Tabel 4. Distribusi Predikat IPK Responden

Tabel 5. Distribusi Kesibukan Organisasi Responden Tabel 6. Distribusi Jumlah Sumber Informasi Responden Tabel 7. Distribusi Skor Tahapan Cuci Tangan Responden Tabel 8. Analisis Kemaknaan Antar Variabel


(10)

commit to user

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian Lampiran 2. Data Sampel

Lampiran 3. Hasil Uji Statistik Lampiran 4. Surat Ijin Penelitian

Lampiran 5. Surat Telah Menyelesaikan Penelitian Lampiran 6. Foto Penelitian


(11)

commit to user 1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam kehidupan sehari-hari, unsur kebersihan merupakan hal urgen yang berperan dalam menentukan kondisi kesehatan karena pola hidup bersih dapat mengeliminasi jumlah bakteri penyebab penyakit. Berdasarkan data dari

World Health Organization (WHO, 2005), orang dengan pola hidup bersih dapat menurunkan jumlah bakteri yang ada pada tangannya. Selain itu, orang yang terjangkit penyakit tertentu kebanyakan disebabkan oleh pola hidup yang tidak bersih (Stone, 2001). Cuci tangan merupakan perwujudan pola hidup bersih. Banyak manfaat yang diperoleh dari cuci tangan misalnya untuk menghambat transmisi mikroorganisme patogen yang salah satunya adalah virus influenza A strain H1N1. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Grayson, et al. (2009), menunjukkan bahwa cuci tangan dapat menurunkan jumlah virus tersebut pada lengan kanan sampel setelah cuci tangan dengan alkohol selama 2 menit.

Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret sebagai salah satu Fakultas Kedokteran Negeri terkemuka tentunya dituntut untuk menjunjung tinggi nilai–nilai kebersihan dalam seluruh aspek kegiatan kampus. Apalagi kampus merupakan lembaga pendidikan yang berkecimpung khusus dalam bidang kesehatan. Tentunya, pihak yang berkewajiban dalam menjalankan tugas tersebut adalah seluruh civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta yang terdiri dari mahasiswa, staf


(12)

commit to user

pengajar, dan karyawan dengan populasi terbanyak adalah mahasiswa. Salah satu cara untuk melaksanakan kewajiban ini adalah dengan menerapkan tata cara pola hidup bersih yang baik, seperti cara mencuci tangan (hand washing)

dan memilih jenis antiseptik yang benar. Kedua hal tersebut sangat penting karena dapat mengurangi jumlah bakteri patogen pada tangan bila dilakukan dengan baik dan benar (Twomey, 2006).

Penelitian mengenai tingkat kepatuhan cuci tangan di kalangan petugas paramedik sudah banyak dilakukan, namun tidak demikian dengan penelitian tingkat kepatuhan dan cara cuci tangan yang benar di kalangan mahasiswa kedokteran. Salah satu penelitian perilaku cuci tangan pada mahasiswa kedokteran pernah dilakukan oleh Semmelweiz sekitar tahun 1840 (Boyce dan Pittlet, 2002). Setelah itu, penelitian perilaku cuci tangan pada mahasiswa kedokteran tidak banyak dilaporkan. Stone (2001) melaporkan penelitiannya pada MB BS Objective Structured Clinical Examination (OSCE) dengan 200 sampel mahasiswa kedokteran yang sedang melakukan ujian pemeriksaan neurologis. Saat ujian, mahasiswa kedokteran diberikan kesempatan untuk melakukan kontak fisik dengan pasien. Dari hasil penelitian diperoleh persentase mahasiswa yang mencuci tangannya berkisar antara 8-20%. Sebanyak tiga perempat sampel yakin telah menghabiskan waktu untuk mencuci tangan mereka sedikitnya 60% dari total lama waktu mencuci tangan ideal.

Mahasiswa kedokteran di Indonesia memiliki pola cuci tangan yang heterogen. Hal tersebut dapat dijadikan dasar oleh peneliti untuk mengambil sampel yang dapat memberikan gambaran tentang kondisi masyarakat


(13)

commit to user

Indonesia yang juga beraneka ragam. Selain itu, mahasiswa kedokteran juga memiliki pengetahuan kesehatan yang baik sehingga dapat dijadikan gambaran tentang kondisi masyarakat Indonesia yang juga memiliki tingkat pengetahuan dan akses kesehatan yang baik. Oleh karena itu, berdasarkan permasalahan tersebut, maka peneliti akan melakukan penelitian dengan judul ”Hubungan Jenis Kelamin dengan Tahap Cuci Tangan Mahasiswa saat praktikum di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta ”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, dapat disusun rumusan masalah, ”Apakah ada Hubungan Jenis Kelamin dengan Tahap Cuci Tangan Mahasiswa saat praktikum di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta ?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan jenis kelamin dengan tahap cuci tangan mahasiswa saat praktikum di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tahap cuci tangan mahasiswa saat praktikum di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran UNS.


(14)

commit to user

b. Menganalisis tahap cuci tangan dengan jenis kelamin saat praktikum mahasiswa di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai hubungan Jenis Kelamin dengan Tahap Cuci Tangan pada Mahasiswa saat praktikum di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta serta mengetahui faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap tahap cuci tangan mahasiswa.

2. Manfaat Praktis

a. Mewujudkan pola hidup bersih dan sehat di masyarakat.

b. Mengetahui pentingnya melakukan tindakan cuci tangan bagi diri sendiri maupun sebagai bentuk pelayanan paripurna kepada pasien. c. Sebagai solusi bagi pemerintah untuk mewujudkan program Indonesia

Sehat 2010. Hal tersebut disebabkan perilaku cuci tangan dapat menjadi awal perilaku hidup sehat.


(15)

commit to user 5 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Cuci Tangan

Awal konsep mencuci tangan dengan bahan antiseptik muncul di awal abad ke-19. Pada awal tahun 1822, seorang Ahli Farmasi Perancis mendemonstrasikan larutan yang mengandung klorida pada limun atau soda yang dapat menghilangkan bau busuk mayat manusia dan dapat digunakan sebagai desinfektan dan antiseptik. Dalam tulisannya yang dipublikasikan pada tahun 1825, ahli farmasi tersebut menyatakan bahwa dokter ataupun orang yang mendatangi pasien dengan penyakit berbahaya dapat terhindar dari penyakit tersebut dengan menggosok tangannya menggunakan cairan yang menggunakan klorida tersebut (Boyce dan Pittlet, 2002; Nasution, 2007).

Pada tahun 1843, Holmes menyimpulkan bahwa demam purpura dipindahkan dari satu pasien ke pasien lain melalui tangan para petugas kesehatan. Dari hasil observasinya, Holmes menyimpulkan bahwa untuk mencegah terjadinya penyebaran demam purpura, dokter yang menangani persalinan wanita tidak diperkenankan ikut serta dalam pemeriksaan forensik. Jika dokter tersebut tetap ikut dalam pemeriksaan forensik, Holmes menyarankan dokter tersebut untuk mencuci tangannya dengan baik, mengganti setiap pakaiannya, dan beristirahat minimal 24 jam sebelum kembali membantu persalinan atau memeriksa pasien. Selain itu,


(16)

commit to user

Holmes juga menyarankan jika seorang dokter menangani pasien demam, maka sebaiknya dihentikan praktiknya kurang lebih satu bulan (Boyce dan Pittlet, 2002; Nasution, 2007).

Observasi Holmes diikuti pula oleh Semmelweis pada tahun 1846.

Semmelweis menyimpulkan bahwa wanita yang bersalin dengan dibantu mahasiswa kedokteran dan dokter di Rumah Sakit Umum Wina memiliki angka mortalitas tinggi daripada mereka yang dibantu oleh bidan.

Semmelweis mencatat bahwa dokter yang pindah dari kamar autopsi ke ruang operasi obstetrik memiliki tangan yang berbau tidak sedap meskipun telah mencuci tangannya dengan sabun dan air ketika memasuki klinik obstetrik (Boyce dan Pittlet, 2002; Nasution, 2007).

Menurut postulat Semmelweis, demam purpura yang mempengaruhi wanita postpartum adalah akibat berbagai partikel pada kadaver yang pindah dari kamar autopsi ke ruang persalinan lewat tangan mahasiswa dan dokter. Mungkin, karena telah diketahuinya efek menghilangkan bau oleh campuran klorida. Pada Mei 1847 Semmelweis

menyarankan mahasiswa kedokteran dan dokter membersihkan tangannya dengan larutan klorida bila berpindah dari satu pasien ke pasien lain. Observasi oleh Semmelweis ini kemudian menunjukkan bahwa mencuci tangan dengan bahan antiseptik dapat mengurangi transmisi penyakit berbahaya oleh petugas kesehatan lebih baik dibanding mencuci tangan dengan sabun dan air biasa. Berdasarkan hasil studi Holmes dan


(17)

commit to user

pencegahan transmisi patogen pada fasilitas pelayanan kesehatan (Boyce dan Pittlet, 2002; Nasution, 2007).

Terminologi cuci tangan di bidang kedokteran diartikan sebagai kegiatan asepsis yang bertujuan mengurangi kolonisasi flora transien (mikroorganisme yang sebenarnya tidak hidup normal di bagian tubuh tersebut namun tidak patogen pada individu dengan daya tahan tubuh baik). Terdapat dua bagian besar mikroorganisme yang ditemukan pada kulit, yaitu mikroorganisme yang memang normal terdapat di kulit dan mikroorganisme yang bersifat sebagai kontaminan sementara. Flora residen yang merupakan flora normal kulit mempunyai potensi patogenik yang rendah, sedangkan flora yang transien di kulit merupakan penyebab paling sering infeksi nosokomial akibat transmisi silang di rumah sakit (Pittet, 2001).

Mencuci tangan yang diduga terkontaminasi setelah merawat atau memegang pasien dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai materi, di antaranya (Pittet, 2001) :

a. Sabun. Bahan ini dapat menyingkirkan beberapa mikroba secara mekanis. Mencuci tangan menggunakan air yang dicampur dengan sabun atau deterjen dapat membantu melepaskan debu, bakteri, protein, dan sekresi minyak dari kulit yang tidak lepas hanya dengan menggunakan air saja (WHO, 2005). Mencuci tangan menggunakan air panas dengan temperatur yang nyaman di kulit terbukti lebih efektif dalam membersihkan tangan. Hal ini disebabkan kemampuan air panas dalam melarutkan berbagai substansi seperti debu, minyak, dan/atau


(18)

commit to user

zat kimia, dan bukan karena kemampuan air panas yang dapat membunuh kuman. Temperatur air yang paling efektif membunuh kuman adalah sekitar 100oC, sedangkan temperatur air paling nyaman untuk mencuci tangan adalah sekitar 45oC (WHO, 2005).

b. Klorheksidine Glukonat dan Povidon Iodine. Kulit manusia normalnya mengandung sel-sel mati, keringat kering, bakteri, sekresi minyak, protein, dan debu. Sabun biasa tidak dapat membunuh patogen, akan tetapi penambahan bahan kimia antiseptik pada sabun menjadikan sabun memiliki sifat pembasmi kuman dengan tangan (WHO, 2005). Bahan antiseptik, seperti klorheksidine glukonat atau povidon iodin, digunakan untuk mengeliminasi flora-flora transien melalui efek deterjen mekanik. Selain itu, zat antiseptik ini dapat tetap mempertahankan fungsi antimikrobanya pada flora lain yang kemungkinan masih tersisa. Menurut Rotter, bahan antiseptik tidak hanya menghilangkan flora transien secara mekanik namun juga secara kimiawi membunuh flora yang mengkontaminasi dan berkolonisasi dengan aktivitas residu yang lama (Kesavan et al., 1998).

c. Alkohol. Alkohol memiliki aktivitas paling baik dan paling cepat dalam membunuh bakteri dari semua jenis antiseptik. Bahan ini juga dipilih untuk hand-rubbing dan biasa disebut desinfektan-tangan-tanpa-air (waterless hand desinfection). Menggosok tangan dengan alkohol baik sebagai upaya desinfeksi tangan karena alkohol memilih spektrum antimikroba yang optimal (aktif melawan semua bakteri, virus, dan jamur), tidak membutuhkan wastafel atau tempat khusus


(19)

commit to user

untuk menggunakannya, ketersediaannya mudah, dan kerjanya cepat (Pittet, 2001). Cuci tangan memiliki banyak manfaat antara lain:

a. Mencegah Infeksi Nosokomial

Cuci tangan bagi tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit merupakan salah satu langkah preventif untuk mencegah infeksi nosokomial. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Grayson et a.l (2009), mencuci tangan dengan menggunakan sabun maupun dengan menggunakan pencuci tangan berbasis alkohol efektif dalam mengurangi konsentrasi virus pada tangan. Dengan berkurangnya konsentrasi viral pada tangan, transmisi virus dari tenaga kesehatan kepada pasien, maupun kepada sesama tenaga kesehatan dapat dicegah. Cuci tangan juga merupakan salah satu intervensi non-farmakologis dalam mencegah penyebaran influenza (Ford dan Grabenstein, 2006).

b. Mencegah Penularan Penyakit Infeksi

Cuci tangan merupakan cara efektif dan sederhana sebagai upaya pencegahan penularan penyakit infeksi. Hal tersebut disebabkan cuci tangan dapat mencegah seseorang terpajan dengan mikroorganisme penyebab penyakit infeksi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sandora, seorang dokter di Divisi Penyakit Menular pada Rumah Sakit Anak Boston, menunjukkan bahwa jumlah kasus diare turun hingga 59 persen setelah anak-anak di rumah sakit tersebut mencuci tangan dengan menggunakan cairan antiseptik (Barclay dan Lie, 2008).


(20)

commit to user

c. Mengurangi Jumlah Flora Transien di Tangan

Berdasarkan penelitian, pemakaian 3 jenis pencuci tangan berbasis alkohol (gel etanol 61.5%; etanol 70% ditambah larutan chlorhexidine 0.5%; isopropanol 70% ditambah larutan chlorhexidine 0.5%) serta mencuci tangan dengan air dan sabun efektif dalam mengurangi konsentrasi viral pada tangan pada para medis di suatu rumah sakit (Grayson, 2009).

2. Tahap Cuci Tangan

Agar tujuan cuci tangan dapat tercapai diperlukan metode cuci tangan yang sempurna. Tahap-tahap yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut (Sherertz dan Sarubbi, 1983; Anonim, 2009) :

a. Tangan dibasuh dengan air hangat yang mengalir dan menggunakan sabun (sebaiknya sabun cair).

b. Melakukan tahap-tahap pembasuhan tangan sebagai berikut:

Gambar-1: Urutan dan Cara Mencuci Tangan yang Benar (Anonim, 2009)

1) Telapak tangan ke telapak tangan (palm to palm).

2) Telapak tangan kanan membasuh bagian punggung tangan kiri, dan sebaliknya (palm to back).


(21)

commit to user

3) Telapak tangan ke telapak tangan, jari-jari saling menyilang untuk menggosok sela jari (finger webs).

4) Mempertemukan kuku-kuku kedua tangan dan saling menggosok.

5) Menggosok dengan gerakan memutar ibu jari kanan dengan telapak tangan kiri.

6) Menggosok telapak tangan kiri dengan gerakan memutar ke depan ke belakang menggunakan jari-jari kanan, dan sebaliknya.


(22)

commit to user

c. Tangan kemudian dibilas dengan air hangat yang mengalir untuk membersihkan sisa sabun.

d. Tangan dikeringkan dengan seksama.

Selain itu terdapat hal-hal yang penting dilakukan untuk lebih menyempurnakan cuci tangan, yaitu (Anonim, 2009; Wilkinson dan Van Leuven, 2007) :

1) Mengangkat lengan baju.

2) Melepaskan perhiasan yang dipakai. 3) Melepaskan jam tangan.

4) Menghindari air memercik ke pakaian. 5) Menghindari memegang wastafel. 6) Menuangkan 3-5 mL sabun cair.

7) Menggosokkan sabun ke seluruh permukaan tangan. 8) Menggosok tangan selama minimal 15 detik.

9) Menyabuni seluruh permukaan tangan dan jari-jari. 10)Membersihkan kuku, bila kuku kotor.

11)Membilas tangan dengan air dan menjaga tangan tetap lebih rendah dari lengan bawah.

12)Mengeringkan tangan dengan kain atau tisu kering mulai dari jari ke lengan.

13)Mematikan keran dengan tisu/handuk.


(23)

commit to user

3. Hubungan Tahap Cuci Tangan dengan Jenis Kelamin

Jenis kelamin dapat mempengaruhi tahap cuci tangan seseorang. Antara laki-laki dan perempuan terdapat perbedaan kebiasaan mengenai pola hidup bersih. Hal tersebut juga dapat menyebabkan tahap cuci tangan antara laki-laki dan perempuan dapat berbeda. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan di tujuh kota di Korea Selatan dengan 2800 responden yang diobservasi, Jeong, et al. (2007) menemukan bahwa 63,4% responden mencuci tangannya setelah menggunakan kamar mandi umum. Salah satu faktor signifikan yang terkait dengan peningkatan tingkat cuci tangan adalah jenis kelamin wanita. Penelitian lain oleh Johnson, et al.

berteori bahwa tingginya angka cuci tangan pada wanita dibanding pria dipengaruhi oleh perilaku penglihatan. Pada penelitian ini,Johnson, et al.

(2003) memasang tanda peringatan yang mengingatkan orang untuk mencuci tangannya di kamar mandi umum. Observasi terhadap 175 individu (95 wanita dan 80 pria) menyatakan bahwa 61% wanita dan 37% pria mencuci tangannya, tanpa adanya tanpa peringatan. Sedangkan 97% wanita dan 35% pria mencuci tangannya pada keadaan ada tanda peringatan. Pada kelompok pekerja medis, perbedaan ini juga diteliti oleh Van de Mortel, et al. (2001) di dalam Critical Care Unit (CCU) sebuah institusi pendidikan kedokteran dan keperawatan di Australia. Di mana mereka menemukan bahwa staf CCU wanita secara signifikan mencuci tangan mereka lebih sering dibanding staf pria setelah kontak dengan pasien, dengan nilai (p = 0.0001). Dalam penelitian tersebut disimpulkan


(24)

commit to user

bahwa faktor jenis kelamin mempengaruhi tingkat cuci tangan, meskipun angka ini dapat berubah pada grup profesi tertentu.

4. Hubungan Tahap Cuci Tangan dengan Pendidikan

Pendidikan juga dapat mempengaruhi tahap cuci tangan seseorang. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Larson, et al., mengenai implementasi dari program intervensi edukasi/feedback pada pasien di Intensive Care Unit (ICU) dan ICU bedah. Dari penelitian tersebut diperoleh setelah dilaksanakannya program pendidikan, kepatuhan dan cara mencuci tangan dengan benar berubah sedikit; ICU 14% (sebelum) dan 25% (sesudah); ICU bedah 6% (sebelum) dan 13% (sesudah) (Larson et al., 1997; Littet et al., 1999; Voss et al., 1997).

5. Hubungan Tahap Cuci Tangan dengan Kesibukan Organisasi

Organisasi kampus juga merupakan faktor yang dapat mempengaruhi cuci tangan terutama pada mahasiswa kedokteran. Hal tersebut disebabkan organisasi kampus dapat menjadi wadah promosi kesehatan khususnya cuci tangan. Hal tersebut tergantung pada jenis organisasi yang diikuti. Namun, organisasi kampus ternyata dapat mengurangi waktu cuci tangan. Hal tersebut berbanding terbalik dengan jumlah organisasi yang diikuti (Notoatmodjo, 2003).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Universitas Newscastle, Inggris, dengan 300 sampel yang terdiri dari 150 sampel sibuk (≥4 organisasi kampus yang diikuti) dan 150 sampel tidak sibuk (<4 organisasi


(25)

commit to user

kampus yang diiikuti), ternyata sebesar 26 % yang mencuci tangan benar pada sampel sibuk dan 67 % pada sampel tidak sibuk (Tones dan Tilford, 2001; WHO 2005).

6. Hubungan antara Tahap Cuci Tangan dengan jumlah sumber informasi Sumber informasi dapat mempengaruhi tahap cuci tangan seseorang. Hal tersebut disebabkan karena sumber informasi tertentu dapat mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang untuk cuci tangan dengan benar. Salah satu sumber informasi yang dapat meningkatkan tingkat kepatuhan cuci tangan adalah orang tua. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Catalina Lopez, et al. kepada anak-anak yang berumur 13,4 tahun dengan jumlah sampel 645, menunjukkan bahwa anak-anak mencuci tangan setelah mendapat informasi dari orang tua sebesar 88,5%, dari sekolah 66,7%, dari media 56,8%. Selain itu, siswa yang mendapat informasi dari orang tua cenderung dua kali lebih benar dalam mencuci tangan dibandingkan dengan yang tidak mendapat informasi dari orang tua (Nutbeam, 1998).

7. Perilaku Kesehatan

Perilaku adalah respon individu terhadap suatu stimulus atau suatu tindakan yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan tujuan baik disadari maupun tidak. Perilaku merupakan kumpulan berbagai faktor yang saling berinteraksi. Sering tidak disadari bahwa interaksi tersebut amat kompleks sehingga petugas kesehatan tidak sempat


(26)

commit to user

memikirkan penyebab seseorang menerapkan perilaku tertentu. Karena itu amat penting bagi seorang petugas kesehatan untuk dapat menelaah alasan di balik perilaku individu sebelum mampu mengubah perilaku tersebut. Hal yang paling penting dalam mewujudkan perilaku kesehatan adalah masalah pembentukan dan proses perubahan perilaku. Karena perubahan perilaku merupakan tujuan pendidikan atau penyuluhan kesehatan dan juga sebagai penunjang program-program kesehatan yang lain (Notoatmodjo, 2001).

Terdapat berbagai macam teori yang menjelaskan tentang perubahan perilaku seseorang terhadap suatu perilaku kesehatan. Dalam teori perilaku individu, terdapat beberapa teori dasar yang mencoba menerangkan konsep perilaku dan hal-hal yang menyebabkan seseorang melakukan tindakan tersebut. Teori tersebut adalah The Health Field Concept, Health Belief Model (HBM), Theory of Reasoned Action (TRA) dan teori perilaku berencana (Theory of Planned Behavior) (Notoatmodjo, 2001).Selain itu juga masih ada beberapa teori perilaku yang juga penting dalam upaya menerangkan perilaku individu.

8. Theory of Planned Behavior (Tones dan Tilford, 2001)

Pada teori health action model dikembangkan untuk menjelaskan secara menyeluruh faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang untuk hidup sehat. Terdapat dua bagian utama dari teori ini yaitu berperan dalam keinginan individu untuk bertindak atau disebut juga behavioural intention; yang terdiri dari tiga komponen yang saling berinteraksi yaitu:


(27)

commit to user

kognitif, afektif, dan normatif. Bagian utama yang kedua lebih difokuskan pada factor-faktor yang menentukan sebuah keinginan untuk diwujudkan.

Theory of Planned Behavior (PBT) merupakan pengembangan lebih lanjut dari theory ofreasoned action. Ajzen (1988) menambahkan konstruk yang belum ada dalam TRA, yaitu tekad dan kemauan diri untuk berperilaku sehat atau kontrol perilaku yang dipersepsi (perceived behavioral control). Konstruk ini ditambahkan dalam upaya memahami keterbatasan yang dimiliki individu dalam rangka melakukan perilaku tertentu (Chau dan Hu, 2002). Dengan kata lain, dilakukan atau tidak dilakukannya suatu perilaku tidak hanya ditentukan oleh sikap dan norma subjektif semata, tetapi Behavioral juga persepsi individu terhadap kontrol yang dapat dilakukannya yang bersumber pada keyakinannya terhadap kontrol tersebut (control beliefs). Secara lebih lengkap Ajzen (2005) menambahkan factor latar belakang individu ke dalam PBT.

Model teoritik dari PBT mengandung berbagai variabel yaitu : a. Latar belakang (background factors), seperti usia, jenis kelamin, suku,

status sosial ekonomi, suasana hati, sifat kepribadian, dan pengetahuan mempengaruhi sikap dan perilaku individu terhadap sesuatu hal. Faktor latar belakang pada dasarnya adalah sifat yang hadir di dalam diri seseorang, yang dalam model Kurt Lewin dikategorikan ke dalam aspek O (organism). Di dalam kategori ini Ajzen memasukkan tiga faktor latar belakang, yakni personal, sosial, dan informasi. Faktor personal adalah sikap umum seseorang terhadap sesuatu, sifat kepribadian (personality traits), nilai hidup (values), emosi, dan


(28)

commit to user

kecerdasan yang dimilikinya. Faktor sosial antara lain adalah usia, jenis kelamin (gender), etnis, pendidikan, penghasilan, dan agama. Faktor informasi adalah pengalaman, pengetahuan, dan ekspose pada media.

b. Keyakinan Perilaku (behavioral belief) yaitu hal-hal yang diyakini oleh individu mengenai sebuah perilaku dari segi positif dan negatif, sikap terhadap perilaku atau kecenderungan untuk bereaksi secara afektif terhadap suatu perilaku, dalam bentuk suka atau tidak suka pada perilaku tersebut.

c. Keyakinan Normatif (normative belief), yang berkaitan langsung dengan pengaruh lingkungan yang secara tegas dikemukakan oleh Lewin dalam Field Theory. Pendapat Lewin ini digaris-bawahi juga oleh Ajzen melalui PBT. Menurut Ajzen, faktor lingkungan sosial khususnya orang-orang yang berpengaruh bagi kehidupan individu (significant others) dapat mempengaruhi keputusan individu.

d. Norma subjektif (subjective norm) adalah sejauh mana seseorang memiliki motivasi untuk mengikuti pandangan orang terhadap perilaku yang akan dilakukannya (normative belief). Apabila individu merasa itu adalah hak pribadinya untuk menentukan apa yang akan dilakukan, bukan ditentukan oleh orang lain di sekitarnya, maka individu akan mengabaikan pandangan orang tentang perilaku yang akan dilakukannya. Fishbein & Ajzen (1975) menggunakan istilah


(29)

commit to user

apakah individu mematuhi pandangan orang lain yang berpengaruh dalam hidupnya atau tidak.

e. Keyakinan bahwa suatu perilaku dapat dilaksanakan (control beliefs) diperoleh dari berbagai hal, pertama adalah pengalaman melakukan perilaku yang sama sebelumnya atau pengalaman yang diperoleh karena melihat orang lain (misalnya teman, keluarga dekat) melaksanakan perilaku itu sehingga individu memiliki keyakinan bahwa dirinya akan dapat melaksanakan. Selain pengetahuan, ketrampilan, dan pengalaman, keyakinan individu mengenai suatu perilaku akan dapat dilaksanakan ditentukan juga oleh ketersediaan waktu untuk melaksanakan perilaku tersebut, tersedianya fasilitas untuk melaksanakannya, dan memiliki kemampuan untuk mengatasi setiap kesulitan yang menghambat pelaksanaan perilaku.

f. Persepsi kemampuan mengontrol (perceived behavioral control), yaitu keyakinan bahwa individu pernah melaksanakan atau tidak pernah melaksanakan perilaku tertentu, individu memiliki fasilitas dan waktu untuk melakukan perilaku itu, kemudian individu melakukan estimasi atas kemampuan dirinya apakah individu memiliki kemampuan atau tidak memiliki kemampuan untuk melaksanakan perilaku itu. Ajzen menamakan kondisi ini dengan “persepsi kemampuan mengontrol” (perceived behavioral control). Niat untuk melakukan perilaku (intention) adalah kecenderungan seseorang untuk memilih melakukan atau tidak melakukan sesuatu pekerjaan. Niat ini ditentukan oleh sejauh mana individu memiliki sikap positif pada perilaku tertentu, dan


(30)

commit to user

sejauh mana kalau individu memilih untuk melakukan perilaku tertentu itu mendapatkan dukungan dari orang-orang lain yang berpengaruh dalam kehidupannya.

B. Kerangka Pemikiran

Keterangan : * : yang diteliti

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Hubungan Jenis Kelamin dengan Tahap Cuci Tangan

C. Hipotesis

Mahasiswa perempuan memiliki tahap cuci tangan yang lebih baik daripada laki-laki saat praktikum di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Faktor yang mempengaruhi tahap cuci tangan :

Jenis Kelamin * Pendidikan Sumber Informasi Kesibukan Organisasi


(31)

commit to user 21 BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah observasional analitik yang dilakukan dengan desain Cross Sectional.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta, dari April-Juni 2010.

C. Subjek Penelitian

Subjek yang diteliti adalah seluruh mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

1. Kriteria Inklusi :

a. Mahasiswa sehat (tidak alergi terhadap sabun dan tidak sedang flu). b. Mahasiswa peserta praktikum mikrobiologi pada bulan April-Juni

2010.

c. Mahasiswa berjenis laki-laki dan perempuan usia 17-20 tahun. d. Mahasiswa tidak memiliki cacat bawaan.

2. Kriteria Eksklusi :

a. Mahasiswa yang sakit dan tidak mengikuti praktikum mikrobiologi. b. Mahasiswa yang berumur lebih dari 20 tahun dan kurang dari 17 tahun


(32)

commit to user

D. Teknik Sampling

Sampel dipilih secara purposive sampling. Besar sampel data nominal pada sampel tunggal untuk estimasi proporsi suatu populasi dihitung dengan rumus (Madiyono et al., 2002) :

n= (Zα)2 pq d2

Keterangan rumus:

n = jumlah/besar sampel

α = tingkat kemaknaan yang ditetapkan peneliti. Dalam penelitian ini, peneliti menetapkan α = 0,05 sehingga Z α yaitu kesalahan tipe I penelitian ini sebesar 1,96 (Dahlan S, 2006)

p = proporsi keadaan yang akan dicari (berasal dari kepustakaan). Berdasarkan penelitian SP. Stone (2001), persentase mahasiswa kedokteran yang mencuci tangan sebesar 20 %.

q = 1-p = 1-0,2= 0,8

d = tingkat ketepatan absolut yang dikehendaki peneliti. Dalam penelitian ini, peneliti menetapkan d= 0,1.

Angka-angka di atas dimasukkan kembali ke rumus besar sampel, sehingga jumlah sampel minimal yang dibutukan adalah 68 orang.


(33)

commit to user E. Desain penelitian

Gambar 2. Desain Penelitian Hubungan Jenis Kelamin dengan Tahap Cuci Tangan

F. Identifikasi Variabel

1. Variabel bebas : jenis kelamin. 2. Variabel terikat : tahap cuci tangan.

3. Variabel perancu : pendidikan (predikat IPK), jumlah sumber informasi, dan kesibukan organisasi.

G. Definisi Operasional Variabel

Cuci tangan adalah tindakan membersihkan permukaan kulit bagian tangan dan pergelangan tangan sesuai prosedur dengan media air, sabun, dan alkohol, maksimal 150 menit setelah memegang/kontak fisik dengan

Populasi

68 Sampel

Pengukuran variabel : Jenis kelamin dan tahap cuci tangan


(34)

commit to user

orang/benda atau sebelum memegang/kontak fisik dengan orang atau benda selanjutnya selama 2 menit.

1. Variabel Bebas:

Jenis kelamin adalah laki-laki dan perempuan. 2. Variabel Terikat:

a. Tahap cuci tangan adalah tindakan atau kegiatan cuci tangan yang dilakukan sampel berdasarkan pengetahuan, kepercayaan, sifat, nilai, dan norma sampel.

Tabel 1. Penjelasan Variabel Bebas dan Terikat

No Variabel Definisi

Operasional

Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

1. Jenis kelamin Laki laki dan perempuan

Kuesioner Laki-laki= 1 Perempuan=2

Kategorikal

2. Tahap Cuci Tangan

Tindakan atau kegiatan cuci tangan yang dilakukan sampel berdasarkan pengetahuan, kepercayaan, sifat, nilai, dan norma sampel.

Observasi dengan daftar tilik


(35)

commit to user

H. Alat dan Bahan

1. Kuesioner Identitas Responden

2. Sarana dan prasarana di Laboratorium Mikrobiologi (air kran/ledeng, sabun cuci tangan, dan lap kering)

I. Cara Kerja

1. Memberi kode setiap calon responden penelitian dengan menggunakan angka.

2. Observasi: melihat tahap cuci tangan calon responden penelitian. Tahap ini dikerjakan terlebih dahulu untuk menghindari bias.

3. Sosialisasi penelitian. Pada tahap ini, peneliti mensosialisasikan penelitian cuci tangan dan meminta inform consent kepada calon responden yang telah diobservasi untuk mengisi kuesioner identitas responden dan menuliskan angka di lembar kuesioner sesuai dengan kode angka yang diberikan sebelumnya.

4. Analisis data. Pada tahap ini, peneliti menganalisis hubungan antara jenis kelamin dengan tahap cuci tangan serta factor-faktor yang berpengaruh pada mahasiswa saat praktikum di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret dengan cara pendekatan statistika. 5. Pembuatan laporan hasil penelitian.

J. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh akan dideskripsikan dan dianalisis dengan teknik


(36)

commit to user

hubungan positif maka analisis dilanjutkan dengan analisis multivariat dengan uji statistik regresi linier.


(37)

commit to user 27 BAB IV

HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian diperoleh dari proses pengumpulan data yang dilakukan pada mahasiswa yang praktikum pada bulan April-Juni 2010 di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Data penelitian didapat secara primer dari hasil observasi oleh peneliti dengan menggunakan daftar tilik untuk variabel tahapan cuci tangan, sedangkan untuk variabel jenis kelamin, predikat Indeks Prestasi Kumulatif (IPK), tingkat kesibukan, serta jumlah sumber informasi diperoleh dengan cara pengisian kuesioner oleh responden tanpa adanya intervensi dari peneliti. Total data primer yang memenuhi kriteria inklusi adalah 96 responden dan semua data dipakai dalam analisis karena tidak ada data yang drop out.

A. Karakteristik Responden

1. Usia Responden

Dari 96 responden, responden yang berusia 17 tahun sebanyak 8 orang (8,3%), berusia 18 tahun sebanyak 44 orang (45,8%), berusia 19 tahun sebanyak 38 orang (39,6%), dan sisanya yang berusia 20 tahun sebanyak 6 orang (6,3%).


(38)

commit to user

Tabel 2. Distribusi Usia Responden

Usia Frekuensi Persentase (%) Nilai p

17 tahun 18 tahun

8 44

8,3% 45,8%

0.363 0.363

19 tahun 38 39,6% 0.363

20 tahun 20 6,3% 0.363

Jumlah 96 100%

Sumber : Data Primer 2010

2. Jenis kelamin responden

Tabel 3. Distribusi Jenis Kelamin Responden

Jenis kelamin Frekuensi Persentase (%) Nilai p Laki-laki

Perempuan

38 58

39.6% 60.4%

0.006 0.006

Jumlah 96 100%

Sumber : Data Primer 2010

Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa dari 96 responden, terdapat 58 orang perempuan (60.4%) dan sisanya 38 orang laki-laki (39.6%).


(39)

commit to user 3. Predikat Indeks Prestasi Kumulatif (IPK)

Tabel 4. Distribusi Predikat IPK Responden

Predikat IPK Frekuensi Persentase (%) Nilai p Cumlaude

Tidak cumlaude

21 75

78.1% 21.9%

0.000 0.000

Jumlah 96 100%

Sumber : Data Primer 2010

Untuk kategori predikat Indeks Prestasi Kumulatif (IPK), sebanyak 21 responden (21.9%) termasuk kedalam kategori cumlaude, sedangkan sisanya 75 responden (78.1%) termasuk yang tidak cumlaude.

4. Kesibukan Organisasi

Tabel 5. Distribusi Kesibukan Organisasi Responden

Kesibukan organisasi Frekuensi Persentase (%) Nilai p Sibuk

Tidak sibuk

41 55

42.7% 57.3%

0.880 0.880

Jumlah 96 100%

Sumber : Data Primer 2010

Berdasarkan tabel 5 dapat diketahui bahwa 41 responden (42,7%) adalah sibuk dan sisanya 55 responden (57,3%) tidak sibuk.


(40)

commit to user 5. Jumlah sumber informasi

Tabel 6. Distribusi Jumlah Sumber Informasi Responden

Jumlah sumber informasi Frekuensi Persentase (%) Nilai p

2 16 16.7% 0.937

3 21 21.9% 0.937

4 25 26.0% 0.937

5 16 16.7% 0.937

6 12 12.5% 0.937

7 6 6.3% 0.937

Jumlah 96 100.0%

Sumber : Data Primer 2010

Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui bahwa 16 responden (16,7%) mendapatkan 2 sumber informasi tahapan cuci tangan, 21 responden (21,9%) mendapatkan 3 sumber, 25 responden (26%) mendapatkan 4 sumber, 16 responden (16,7%) mendapatkan 5 sumber, 12 (12,5%) responden mendapatkan 6 sumber, dan 6 responden (6,3%) mendapatkan 7 sumber. Untuk nilai rerata (+ SB) adalah 4.05 ± 1.461, dan dengan nilai median serta modus adalah sama, yaitu 4.


(41)

commit to user 6. Skor Tahapan Cuci Tangan

Tabel 7. Distribusi Skor Tahapan Cuci Tangan Responden

Skor tahapan cuci tangan Frekuensi Persentase%

8 11 11.5%

9 25 26.0%

10 1 1.0%

11 2 2.1%

12 7 7.3%

13 37 38.5%

14 13 13.5%

Total 96 100.0%

Sumber : Data Primer 2010

Tahapan cuci tangan yang dilakukan responden (Tabel 7), didapatkan responden yang memiliki skor 8 sebanyak 11 responden (11.5%), skor 9 sebanyak 25 responden (26%), skor 10 sebanyak 1 (1%), skor 11 sebanyak 2 responden (2.1%), skor 12 sebanyak 7 responden (7.3%), skor 13 sebanyak 37 (38.5%) dan sisanya skor 14 adalah sebanyak 13 responden (13.5%). Sedangkan untuk nilai rerata (+ SB) adalah 11.38 ± 2.197, dengan nilai median dan modus adalah sama, yaitu 13.

B. Analisis uji kemaknaan antar variabel

Hasil pengujian data untuk skor tahap cuci tangan kelompok perempuan dan kelompok laki-laki menggunakan uji statistik T-test


(42)

commit to user

Independent menunjukkan nilai p = 0.006 (p<0.05), dengan mean difference

1.318 dan IK 95% adalah antara 0.383 sampai 2.252. Dapat diambil kesimpulan bahwa secara statistik terdapat perbedaan yang bermakna pada rerata skor tahap cuci tangan antara kelompok perempuan dan laki-laki, yaitu skor tahap cuci tangan perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki.

Tabel 8. Analisis Kemaknaan Antar Variabel

Kelompok F t df p keterangan

Skor tahap cuci tangan

dengan jenis kelamin 20.39 2.817 63.458 0.006

perbedaan bermakna Sumber : Data Primer 2010

C. Analisis regresi linier variabel

Selanjutnya setelah dilakukan analisis bivariat dan didapatkan perbedaan yang bermakna antara skor tahap cuci tangan dengan jenis kelamin analisis dilanjutkan dengan analisis multivariate.

Berdasarkan hasil analisis multivariate dengan menggunakan uji statistik regresi linier didapatkan jenis kelamin menunjukkan adanya hubungan yang nyata dengan nilai p<0.05. Untuk jenis kelamin, koefisien korelasi -0.295 bertanda negatif menunjukkan arah korelasinya negatif, artinya bahwa perempuan memiliki nilai skor yang lebih tinggi tahap cuci tangannya dibanding laki-laki. R square determinasi yaitu 0.087 mengandung pengertian bahwa pengaruh jenis kelamin terhadap skor tahap cuci tangan adalah 8.7%. Nilai F hitung adalah 8.949 dengan signifikasi 0.004 yang lebih kecil dari 0.05 sehingga Ho ditolak dan Ha diterima, artinya ada perubahan pertambahan skor


(43)

commit to user

tahap cuci tangan dengan jenis kelamin. Besarnya nilai a adalah 13.214 dan nilai b adalah -1.318 (Tabel 9).

Tabel 9. Analisis Kemaknaan Antar Variabel (uji statistik regresi linier)

Sumber : Data Primer 2010 Variabel Sig.

Correlations

Koef. Correlations

R square

F Sig. F Interval

Keyakinan 95% Batas

atas

Batas bawah Jenis

kelamin

0.002 -0.295 0.087 8.949 0.004 14.508 11.921


(44)

commit to user BAB V PEMBAHASAN

Hasil uji statistik dalam penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan tahap cuci tangan mahasiswa saat praktikum di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta (p<0.05). Hal itu dapat diketahui dari hasil uji statistik T-test Independent dan diteruskan dengan uji statistik regresi linier jika ada hubungan positif.

Sebelum dilakukan uji statistik T-test Independent, peneliti melakukan uji normalitas data skor tahap cuci tangan terlebih dahulu karena uji normalitas merupakan syarat utama untuk T-test Independent. Parameter yang digunakan untuk uji normalitas ini adalah koefisien varians, rasio Swekness, dan rasio kurtosis dengan nilai masing-masing 19.30, -1.5, dan -1.362 sehingga dapat disimpulkan bahwa distribusi data adalah normal. Oleh karena itu T-test Independent dapat dipakai sebagai uji statistik (Lampiran 3).

Pada pengujian data untuk skor tahap cuci tangan kelompok perempuan dan kelompok laki-laki menunjukkan nilai p = 0.006 (p<0.05). Dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan rerata skor tahap cuci tangan yang bermakna antara kelompok perempuan dan laki-laki, dimana skor tahap cuci tangan perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki.

Selanjutnya dilakukan analisis regresi linier karena terdapat hubungan yang bermakna. Dari hasil analisis didapat signifikansi korelasi jenis kelamin dengan skor tahap cuci tangan sebesar 0.002 maka Ho ditolak. Hal ini berarti


(45)

commit to user

terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan skor tahap cuci tangan. Koefisien korelasi bertanda negatif sebesar -0.295 mengandung pengertian perempuan memiliki skor tahap cuci tangan yang lebih tinggi daripada laki-laki, sebaliknya skor tahap cuci tangan laki-laki lebih rendah dari perempuan. Nilai R square menunjukkan koefisien determinasi yaitu 0.087 mengandung pengertian bahwa pengaruh jenis kelamin terhadap skor tahap cuci tangan adalah 8.7%. Signifikasi nilai F adalah 0.004 yang lebih kecil dari 0.05 sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Besarnya nilai konstant (a) adalah 13.214 dan nilai jenis kelamin (b) adalah -1.318. Nilai b bertanda negatif, sehingga perubahan adalah pengurangan, maka persamaan regresinya ditulis Y = 13.214 – 1.318X. Artinya X adalah jenis kelamin dengan nilai perempuan adalah 1 dan laki-laki adalah 2, maka skor tahap cuci tangan perempuan lebih besar 1.318 dari laki-laki.

Pada jenis kelamin menunjukkan nilai signifikasi dikarenakan faktor latar belakang (background factors). Faktor latar belakang sendiri pada dasarnya adalah sifat yang hadir di dalam diri seseorang, yang dalam model Kurt Lewin dikategorikan ke dalam aspek O (organism). Menurut Ajzen, faktor utama yang mempengaruhi perilaku kesehatan seseorang dan menyebabkan orang tersebut mencuci tangan dengan tahapan yang benar adalah latar belakang (background factor). Latar belakang meliputi usia, jenis kelamin, suku, status sosial ekonomi, suasana hati, sifat kepribadian, dan pengetahuan. Ajzen membagi latar belakang menjadi 3 yakni personal, sosial, dan informasi. Faktor personal adalah sikap umum seseorang terhadap sesuatu, sifat kepribadian (personality traits), nilai hidup (values), emosi, dan kecerdasan yang dimilikinya. Faktor sosial antara lain adalah usia, jenis kelamin, etnis, pendidikan, penghasilan, dan agama. Faktor


(46)

commit to user

informasi adalah pengalaman, pengetahuan, dan ekspose pada media. Selain itu antara laki-laki dan perempuan terdapat perbedaan kebiasaan mengenai pola hidup bersih (Tones dan Tilford, 2001). Hal tersebut juga dapat menyebabkan tahap cuci tangan antara laki-laki dan perempuan dapat berbeda.

Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional, yang termasuk ke dalam salah satu bentuk studi analitik non eksperimental. Penelitian ini menggunakan populasi yang cenderung homogen, yaitu mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret yang sedang praktikum di Laboratorium Mikrobiologi sehingga memudahkan peneliti dalam mengumpulkan data yang relatif lebih mudah, murah, dan hasilnya cepat diperoleh. Selain itu, penelitian ini juga dapat digunakan untuk meneliti sekaligus banyak variabel bebas.

Kelebihan yang terdapat di dalam penelitian ini antara lain dapat memberikan gambaran secara umum tentang permasalahan kebiasaan cuci tangan pada mahasiswa kedokteran Indonesia, khususnya pada mahasiswa FK UNS yang melakukan praktikum mikrobiologi. Selain itu, dengan dipilihnya mahasiswa kedokteran sebagai responden, maka penelitian ini juga dapat memberikan gambaran tentang kebiasaan cuci tangan masyarakat Indonesia yang mempunyai pengetahuan serta akses kesehatan yang baik. Adapun, kekurangan dari penelitian ini antara lain tidak dapat menjelaskan hubungan sebab akibat, karena pengambilan data hanya diambil dalam satu waktu. Selain itu, ada kemungkinan bias karena pengisian kuesioner identitas dilakukan oleh responden sendiri.


(47)

commit to user 37 BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Hasil penelitian ini dapat menyimpulkan bahwa ada hubungan antara jenis kelamin dengan tahap cuci tangan mahasiswa saat praktikum di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta (p<0.05). Adapun mahasiswa perempuan memiliki tahap cuci tangan yang lebih baik daripada laki-laki dengan nilai p<0.05 dan nilai R square 0.087 atau ada pengaruh variabel bebas yaitu jenis kelamin terhadap variabel terikat yaitu skor tahap cuci tangan sebesar 8.7%.

B. Saran

1. Jenis kelamin mempunyai hubungan bermakna terhadap tahap cuci tangan dan ternyata responden perempuan mempunyai tahap cuci tangan yang lebih baik dibanding laki-laki. Oleh karena itu diperlukan penelitian yang lebih fokus terhadap laki-laki untuk mengetahui sebab mengapa tahap cuci tangan yang kurang baik lebih banyak dijumpai pada mahasiswa laki-laki dibanding perempuan. Selain itu, diperlukan juga adanya sistem yang dapat meningkatkan kebiasaan cuci tangan mahasiswa, misalnya dengan memberikan selisih waktu yang mencukupi antara kuliah dengan praktikum, supaya mahasiswa memiliki waktu luang untuk dapat mencuci tangannya, atau dengan cara ditetapkan sebagai salah satu peraturan bahwa


(48)

commit to user

sebelum maupun sesudah praktikum, mahasiswa wajib mencuci tangannya.

2. Perlu adanya pengembangan riset yang lebih lanjut tentang tahapan cuci tangan mahasiswa di seluruh laboratorium FK UNS dengan menggunakan analisis gender ( Gender Analysis Pathway) sehingga dapat melihat faktor-faktor yang berhubungan dengan tahap cuci tangan yang buruk antara laki-laki dan perempuan saat praktikum di laboratorium.

3. Diperlukan juga kerja sama yang baik antara pihak fakultas dengan mahasiswa untuk mewujudkan kebiasaan pola hidup bersih di kampus; khususnya mengenai kebiasaan mencuci tangan. Baik dalam penyediaan sarana dan fasilitas; maupun promosi melalui media pamflet atau poster yang dapat dibaca mahasiswa di tempat tertentu, misalnya: toilet, dll. Sehingga mereka menjadi terbiasa untuk mencuci tangan.


(1)

commit to user

tahap cuci tangan dengan jenis kelamin. Besarnya nilai a adalah 13.214 dan nilai b adalah -1.318 (Tabel 9).

Tabel 9. Analisis Kemaknaan Antar Variabel (uji statistik regresi linier)

Sumber : Data Primer 2010 Variabel Sig.

Correlations

Koef. Correlations

R square

F Sig. F Interval

Keyakinan 95% Batas

atas

Batas bawah Jenis

kelamin

0.002 -0.295 0.087 8.949 0.004 14.508 11.921


(2)

commit to user

BAB V PEMBAHASAN

Hasil uji statistik dalam penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan tahap cuci tangan mahasiswa saat praktikum di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta (p<0.05). Hal itu dapat diketahui dari hasil uji statistik

T-test Independent dan diteruskan dengan uji statistik regresi linier jika ada

hubungan positif.

Sebelum dilakukan uji statistik T-test Independent, peneliti melakukan uji normalitas data skor tahap cuci tangan terlebih dahulu karena uji normalitas merupakan syarat utama untuk T-test Independent. Parameter yang digunakan untuk uji normalitas ini adalah koefisien varians, rasio Swekness, dan rasio kurtosis dengan nilai masing-masing 19.30, -1.5, dan -1.362 sehingga dapat disimpulkan bahwa distribusi data adalah normal. Oleh karena itu T-test

Independent dapat dipakai sebagai uji statistik (Lampiran 3).

Pada pengujian data untuk skor tahap cuci tangan kelompok perempuan dan kelompok laki-laki menunjukkan nilai p = 0.006 (p<0.05). Dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan rerata skor tahap cuci tangan yang bermakna antara kelompok perempuan dan laki-laki, dimana skor tahap cuci tangan perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki.

Selanjutnya dilakukan analisis regresi linier karena terdapat hubungan yang bermakna. Dari hasil analisis didapat signifikansi korelasi jenis kelamin dengan skor tahap cuci tangan sebesar 0.002 maka Ho ditolak. Hal ini berarti


(3)

commit to user

terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan skor tahap cuci tangan. Koefisien korelasi bertanda negatif sebesar -0.295 mengandung pengertian perempuan memiliki skor tahap cuci tangan yang lebih tinggi daripada laki-laki, sebaliknya skor tahap cuci tangan laki-laki lebih rendah dari perempuan. Nilai R square menunjukkan koefisien determinasi yaitu 0.087 mengandung pengertian bahwa pengaruh jenis kelamin terhadap skor tahap cuci tangan adalah 8.7%. Signifikasi nilai F adalah 0.004 yang lebih kecil dari 0.05 sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Besarnya nilai konstant (a) adalah 13.214 dan nilai jenis kelamin (b) adalah -1.318. Nilai b bertanda negatif, sehingga perubahan adalah pengurangan, maka persamaan regresinya ditulis Y = 13.214 – 1.318X. Artinya X adalah jenis kelamin dengan nilai perempuan adalah 1 dan laki-laki adalah 2, maka skor tahap cuci tangan perempuan lebih besar 1.318 dari laki-laki.

Pada jenis kelamin menunjukkan nilai signifikasi dikarenakan faktor latar belakang (background factors). Faktor latar belakang sendiri pada dasarnya adalah sifat yang hadir di dalam diri seseorang, yang dalam model Kurt Lewin dikategorikan ke dalam aspek O (organism). Menurut Ajzen, faktor utama yang mempengaruhi perilaku kesehatan seseorang dan menyebabkan orang tersebut mencuci tangan dengan tahapan yang benar adalah latar belakang (background

factor). Latar belakang meliputi usia, jenis kelamin, suku, status sosial ekonomi,

suasana hati, sifat kepribadian, dan pengetahuan. Ajzen membagi latar belakang menjadi 3 yakni personal, sosial, dan informasi. Faktor personal adalah sikap umum seseorang terhadap sesuatu, sifat kepribadian (personality traits), nilai hidup (values), emosi, dan kecerdasan yang dimilikinya. Faktor sosial antara lain adalah usia, jenis kelamin, etnis, pendidikan, penghasilan, dan agama. Faktor


(4)

commit to user

informasi adalah pengalaman, pengetahuan, dan ekspose pada media. Selain itu antara laki-laki dan perempuan terdapat perbedaan kebiasaan mengenai pola hidup bersih (Tones dan Tilford, 2001). Hal tersebut juga dapat menyebabkan tahap cuci tangan antara laki-laki dan perempuan dapat berbeda.

Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional, yang termasuk ke dalam salah satu bentuk studi analitik non eksperimental. Penelitian ini menggunakan populasi yang cenderung homogen, yaitu mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret yang sedang praktikum di Laboratorium Mikrobiologi sehingga memudahkan peneliti dalam mengumpulkan data yang relatif lebih mudah, murah, dan hasilnya cepat diperoleh. Selain itu, penelitian ini juga dapat digunakan untuk meneliti sekaligus banyak variabel bebas.

Kelebihan yang terdapat di dalam penelitian ini antara lain dapat memberikan gambaran secara umum tentang permasalahan kebiasaan cuci tangan pada mahasiswa kedokteran Indonesia, khususnya pada mahasiswa FK UNS yang melakukan praktikum mikrobiologi. Selain itu, dengan dipilihnya mahasiswa kedokteran sebagai responden, maka penelitian ini juga dapat memberikan gambaran tentang kebiasaan cuci tangan masyarakat Indonesia yang mempunyai pengetahuan serta akses kesehatan yang baik. Adapun, kekurangan dari penelitian ini antara lain tidak dapat menjelaskan hubungan sebab akibat, karena pengambilan data hanya diambil dalam satu waktu. Selain itu, ada kemungkinan bias karena pengisian kuesioner identitas dilakukan oleh responden sendiri.


(5)

commit to user 37

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Hasil penelitian ini dapat menyimpulkan bahwa ada hubungan antara jenis kelamin dengan tahap cuci tangan mahasiswa saat praktikum di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta (p<0.05). Adapun mahasiswa perempuan memiliki tahap cuci tangan yang lebih baik daripada laki-laki dengan nilai p<0.05 dan nilai R square 0.087 atau ada pengaruh variabel bebas yaitu jenis kelamin terhadap variabel terikat yaitu skor tahap cuci tangan sebesar 8.7%.

B. Saran

1. Jenis kelamin mempunyai hubungan bermakna terhadap tahap cuci tangan dan ternyata responden perempuan mempunyai tahap cuci tangan yang lebih baik dibanding laki-laki. Oleh karena itu diperlukan penelitian yang lebih fokus terhadap laki-laki untuk mengetahui sebab mengapa tahap cuci tangan yang kurang baik lebih banyak dijumpai pada mahasiswa laki-laki dibanding perempuan. Selain itu, diperlukan juga adanya sistem yang dapat meningkatkan kebiasaan cuci tangan mahasiswa, misalnya dengan memberikan selisih waktu yang mencukupi antara kuliah dengan praktikum, supaya mahasiswa memiliki waktu luang untuk dapat mencuci tangannya, atau dengan cara ditetapkan sebagai salah satu peraturan bahwa


(6)

commit to user

sebelum maupun sesudah praktikum, mahasiswa wajib mencuci tangannya.

2. Perlu adanya pengembangan riset yang lebih lanjut tentang tahapan cuci tangan mahasiswa di seluruh laboratorium FK UNS dengan menggunakan analisis gender ( Gender Analysis Pathway) sehingga dapat melihat faktor-faktor yang berhubungan dengan tahap cuci tangan yang buruk antara laki-laki dan perempuan saat praktikum di laboratorium.

3. Diperlukan juga kerja sama yang baik antara pihak fakultas dengan mahasiswa untuk mewujudkan kebiasaan pola hidup bersih di kampus; khususnya mengenai kebiasaan mencuci tangan. Baik dalam penyediaan sarana dan fasilitas; maupun promosi melalui media pamflet atau poster yang dapat dibaca mahasiswa di tempat tertentu, misalnya: toilet, dll. Sehingga mereka menjadi terbiasa untuk mencuci tangan.