Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan sarana penting untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam menjamin kelangsungan pembangunan bangsa Sudiyono, 2004. Kondisi demikian dipertegas di dalam Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mencantumkan bahwa pendidikan tinggi merupakan kelanjutan pendidikan menengah yang diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik danatau professional yang dapat menerapkan, mengembangkan danatau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi danatau kesenian. Pendidikan juga merupakan salah satu usaha untuk mencerdaskan kehidupan masyarakat dan menjadi pilar utama dalam membangun cita-cita bangsa. Hal tersebut lahir dari adanya kehesifitas antara pendidikan dengan pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu menangkap perkembangan zaman dan perubahan yang terjadi dalam sebuah tatanan masyarakat, bangsa dan Negara. Perubahan itu sendiri menurut Joesuf 2004 adalah keseluruhan proses transisi struktur masyarakat yang statis ke arah sistem siosial yang dinamis sereta modernisaasi masyarakat. Secara signifikan dapat dikarakan sumbanfan pendidikan sangat dibutuhkan dalam proses tersebut. Sebagaimana diungkapkan Shindunata 2000 bahwa pendidikan mempengaruhi, merombak, mengubah dan membentuk lembaga-lembaga sosial kultural di masyarakat. Pendidikan juga mendorong sikap individual ke arah efektivitas, integritas dan sikap komunal ke arah rasional dan fungsional. Dengan demikian, pendidikan mempunyai pengaruh inovatif terhadap kondisi-kondisi kemasyarakatan dalam rangka meningkatkan kualitas SDM menunju sistem soial yang dinamis seta modernisasi masyarakat, ditengah-tengah perkembangan dunia saat ini. Perguruan Tinggi sebagai institusi yang menghasilkan ilmuwan baru harus dilihat sebagai suatu upaya membangun budaya akademis di tengah Universitas Sumatera Utara masyarakat yang kian berkembang. Penyelenggaraan pendidikan di Perguruan Tinggi harus memenuhi syarat yang baik bagi penyelenggaraan pendidikan profesi. Perguruan Tinggi yang didirikan di tengah masyarakat menyediakan program studi dari berbagai disiplin ilmu dan berbagai ilmu eksakta, sosial, teknolong, seni, agama, maupun ilmu pendidikan Indrajit, 2006. Mengacu pada bahasan di atas, maka Perguruan Tinggi sebagai penyelenggara pendidikan tinggi berkewajiban untuk mengembangkan kompetensi akademik danatau profesional. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional nomor 045U2002 tentang kurikulum inti pendidikan tinggi memberikan dukungan terhadap pengertian kompetensi yang harus dikembangkan oleh suatu program studi. Kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu. Dalam rangkap untuk meningkatkan kompetensi maka perlu dikembangkan suatu proses pembelajaran yang kondusif terhadap pencapain hasil belajar mahasiswa yang optimal. Sistem pembelajaran yang selama ini dilakukan adalah sistem pembelajaran yang konvensional dan dirasakan kurang sesuai dengan dinamika yang dialami mahasiswa sebagai peserta didik. Belum tercapainya hasil belajar mahasiswa secara optimal memberikan indikasi bahwa proses pembelajaran belum dilaksanakan secara optimal. Belum optimalnya proses pembelajaran tersebut ditunjukkan oleh hasil studi ekplorasi penulis pada mahasiswa Fakultas Psikologi USU, diperoleh informasi bahwa sebagian besar mahasiswa : 1 kurang mampu membagi waktu dengan baik dalam pembuatan tugas terkait mata kuliah tersebut, 2 kurang motivasi untuk mengerjakan tugas secara optimal. Di sisi lain, terdapat juga keluhan mahasiswa bahwa waktu yang diberikan dosen untuk menjelaskan materi dirasakan kurang serta minim mendapat umpan balik dalam pembuatan tugas oleh karena jumlah mahasiswa yang tergolong besar dalam satu kelas. Kondisi yang terjadi dalam proses pembelajaran di Perguruan Tinggi saat ini masih menitikberatkan pada sistem pembelajaran konvensional. Jumlah mahasiswa yang relatif besar di tiap kelas serta beban kerja pengajar Universitas Sumatera Utara yang tinggi membuat proses dalam pembelajaran kurang terjadi interaksi yang tinggi antara pengajar dan mahasiswa, termasuk dalam hal memberikan umpan balik terhadap tugas-tugas yang diberikan oleh dosen. Pengajar atau dosen merupakan sosok yang sangat berperan dalam penyelenggaraan proses pembelajaran di kelas Winataputra, 2005. Kelas terdiri atas sejumlah mahasiswa yang dibimbing oleh pengajar untuk mengeksplorasi dunia dan mempelajari bagaimana mengarahkah hasil eksplorasi itu agar bermanfaat. Diharapkan dengan adanya proses pembelajaran yang optimal, mahasiswa mampu mengembangkan rasa percaya diri dan mampu meningkatkan kualitas diri. Untuk mencapai penguasaan materi yang lebih baik bagi mahasiswa, maka pengajar dalam hal ini dosen hendaknya memberikan kegiatan berupa umpan balik Nasution, 2008. Menurut Merril seperti dikutip oleh Gultom 1994 umpan balik diartikan dengan memberitahukan kembali kepada peserta didik hasil pemahamannya yang salah atau kurang tepat serta memberitahukan konsep sebenarnya dan seharusnya dikuasai oleh peserta didik. Umpan balik diberikan dapat diberikan melalui evaluasi. Evaluasi selalu dihubungkan dengan dua fungsi. Kedua fungsi tersebut menurut Scriven seperti dikutip oleh Sanjaya 2008 yakni evaluasi sebagai fungsi formatif dan evaluasi sebagai fungsi sumatif. Evaluasi sumatif dilakukan untuk menilai keberhasilan peserta didik setelah berakhir suatu program pembelajaran, maka evaluasi sumatif dilakukan di akhir semester. Dalam penelitian ini yang akan diberikan adalah umpan balik dalam konteks evaluasi formatif. Evaluasi formatif Sanjaya, 2009 dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung dan untuk melihat kemajuan belajar peserta didik. Oleh karena itu evaluasi formatif dilakukan selama program pembelajaran berlangsung, maka evaluasi formatif dapat berfungsi memperbaiki proses pembelajaran, artinya, hasil dari evaluasi formatif dapat dijadikan sebagai umpan balik bagi pengajar dalam upaya memperbaiki kinerja. Kata umpan balik memiliki arti informasi tentang hasil upaya seseorang Slavin, 2009. Melalui umpan balik dapat diverifikasi dan dielaborasi materi pembelajaran secara spesifik berdasarkan identifikasi Universitas Sumatera Utara kesalahan secara umum, serta melibatkan peserta didik untuk memperbaikinya. Dengan demikian umpan balik evaluasi formatif adalah informasi tentang hasil upaya seseorang yang dilakukan selama program pembelajaran berlangsung. Umpan balik dapat dilakukan dengan cara membagikan hasil koreksi tugas yang disertai dengan petunjuk. Pendekatan yang dapat dilakukan dalam pemberian umpan balik ada dua hal yakni pendekatan secara individual dan kelompok Schmuck dan Schmuck, 1983. Pendekatan umpan balik dalam bentuk individual dan kelompok juga sejalan dengan pemikiran Race 1999, dimana ia melihat masing-masing pendekatan memiliki sisi kelemahan dan kekuatan. Salah satu faktor penting dalam mengkaji keberhasilan peserta didik dalam belajar adalah perlunya diketahui faktor apa saja yang dapat memberi kontribusi terhadap hasil belajar. Salah satu kondisi belajar yang paling bermakna untuk kerberhasilan siswa adalah karakteristik peserta didik. Panjaitan, 2006. Selanjutnya Uno 2006 menjelaskan bahwa karakteristik siswa merupakan salah satu hal yang perlu diidentifikasi oleh guru untuk digunakan sebagai petunjuk dalam mengembangkan proses pemberlajaran. Karakteristik yang diidentifikasi tersebut dapat berupa bakat, motivasi, gaya belajar, kemampuan berpikir, minat, sikap, kecerdasan dan kepribadian. Pendapat tersebut sejalan dengan pemikiran Dick dan Carey 1985 yang menyatakan bahwa informasi mengenai karakteristik umum kelompok peserta didik akan sangat membantu dalam merencanakan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan. Adapun yang termasuk karakteristik peserta didik adalah seluruh latar belakang yang dibawa oleh siswa ke dalam situasi belajar. Terkait dengan pemberian umpan balik dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan keberhasilan peserta didik, maka dalam kegiatannya juga perlu memperhatikan karakteristik peserta didik, dalam penelitian ini yang dipilih adalah karakteristik kepribadian. Kepribadian merupakan faktor internal individu yang khas, yang mengarahkan perilaku dan respon individu sesuai dengan situasi yang dihadapi. Kepribadian menurut Eysenck Hall, 1985 adalah jumlah total aktual atau pola potensi perilaku organisme yang ditentukan oleh hereditas dan lingkungan yang berasal dan dihasilkan melalui Universitas Sumatera Utara interaksi fungsional empat sektor utama ke dalam pola perilaku. Keempat sektor tersebut: sektor kognitif inteligensi, sektor konatif karakter, sektor afektif temperamen, dan sektor somatik konstitusi. Teori kepribadian Eysenck dikenal juga dengan Teori Tiga Faktor The Three Factor Theory yang membagi kepribadian atas tiga dimensi Pervin, 2005, yaitu : a Dimensi Introvert-Ekstrovert, b Dimensi Neurotisme, dan c Dimensi Psikotisme. Setiap individu terdiri dari tiga dimensi ini, namun dalam penelitian ini akan dilihat dari dimensi Introvert-Ekstrovert. Kedua kutub yang berbeda dari setiap dimensi kepribadian tersebut masing-masing memiliki sisi kekuatan dan kelemahan. Individu dengan dimensi kepribadian ekstrovert sangat membutuhkan kegembiraan, senang menghadapi tantangan, berperilaku tanpa berpikir terlebih dahulu, lebih suka menurutkan kata hatinya, senang bergurau, selalu siap menjawab dan biasanya senang akan adanya perubahan, optimistis, suka tertawa, lebih suka beraktivitas, cenderung menjadi agresif dan cepat hilang kemarahannya, semua perasaannya tidak disimpan di bawah kontrol dan tidak selalu dapat dipercaya Hall, 1985. Dimensi kepribadian introvert menurut Eysenck dalam Pervin, 2005 memiliki karakteristik watak yang tenang, pendiam suka menyendiri, suka termenung, dan menghindari resiko. Dimensi kepribadan ini memiliki sifat yang sabar, serius, sensitif, lebih suka beraktivitas sendiri, mudah tersinggung, mudah terluka, rendah diri, suka melamun dan gugup. Individu yang introvert juga cenderung menjauhkan diri dari orang lain, tidak mudah bergabung dengan individu lain dan susah mengungkapkan ide-idenya. Dari penelitian yang dilakukan oleh Watson dan Clark di tahun 1997 dalam Pervin, 2005 diperoleh hasil yang menarik yaitu mahasiswa dengan dimensi kepribadian introvert menunjukkan prestasi akademis yang lebih baik dibandingkan mahasiswa dengan dimensi ekstrovert terutama untuk mata kuliah yang lebih sulit. Mahasiswa yang putus kuliah dengan alasan masalah akademis lebih banyak dialami oleh mahasiswa ekstrovert, namun mahasiswa yang putus kuliah dengan alasan kepribadiannya seperti halnya problem Universitas Sumatera Utara penyesuaian diri lebih banyak dialami oleh mahasiswa dengan dimensi kepribadian introvert dibandingkan dengan mahasiswa berdimensi ekstrovert. Mahasiswa tidak terlepas dari konteks kepribadian yang dikemukakan Eysenck, yakni memiliki dimensi introvert dan ekstrovert. Individu dengan dimensi kepribadian ekstrovert dari uraian di atas memiliki perbedaan dengan individu yang introvert, sehingga untuk mengoptimalkan kemampuan peserta didik menguasai materi pembelajaran, dalam proses pembelajaran khususnya dalam memilih pendekatan dalam pemberian umpan balik, pihak pengajar perlu menyesuaikan dengan dimensi kepribadian peserta didik. Menyadari keadaan tersebut di atas, dalam rangka meningkatkan keberhasilan belajar mahasiswa yang merupakan bagian dari usaha meningkatkan mutu pengajaran dan pendidikan perlu segera ada upaya nyata untuk meningkatkan hasil belajar mahasiswa. Salah satu pilihan upaya yang dapat diusulkan guna meningkatkan kualitas rancangan pembelajaran khususnya dalam pemberian umpan balik dengan memperhatikan karakteristik mahasiswa yakni dimensi kepribadian. Dengan demikian maka dalam bahasan tulisan ini sebagai upaya untuk meningkatkan hasil belajar mahasiswa, dirasakan penting untuk mengaitkan antara pemberian umpan balik dengan dimensi kepribadian.

B. Identifikasi Masalah