Pemberian Umpan Balik Dan Dimensi Kepribadian Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Mahasiswa

(1)

PEMBERIAN UMPAN BALIK DAN DIMENSI KEPRIBADIAN

UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MAHASISWA

MAKALAH

Disusun oleh :

Rr. LITA HADIATI WULANDARI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

KATA PENGANTAR

Penulis menyampaikan rasa syukur yang setinggi-tingginya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat dan berkatNya penulis dalam keadaan sehat dan dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ”Pemberian Umpan Balik dan Dimensi Kepribadian untuk Meningkatkan Hasil Belajar Mahasiswa”. Makalah ini merupakan hasil kajian teoritis tentang proses pemberian umpan balik dalam pembelajaran yang dikaitkan dengan dimensi kepribadian.

Diharapkan materi yang disajikan dalam makalah ini dapat menjadi referensi praktis bagi mahasiswa, tenaga kependidikan dan non kependidikan dalam upaya mengkaji peningkatan hasil belajar mahasiswa sehingga pendidikan di Indonesia dapat terus berkembang dan meningkat mutunya.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, saran konstruktis dan masukan yang membangun dari pribadi pembaca sangat diharapkan guna menyempurnakan makalah ini.

Semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya. Terima kasih.

Medan, April 2011

Penulis


(3)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan sarana penting untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam menjamin kelangsungan pembangunan bangsa (Sudiyono, 2004). Kondisi demikian dipertegas di dalam Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mencantumkan bahwa pendidikan tinggi merupakan kelanjutan pendidikan menengah yang diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau professional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan/atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian.

Pendidikan juga merupakan salah satu usaha untuk mencerdaskan kehidupan masyarakat dan menjadi pilar utama dalam membangun cita-cita bangsa. Hal tersebut lahir dari adanya kehesifitas antara pendidikan dengan pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu menangkap perkembangan zaman dan perubahan yang terjadi dalam sebuah tatanan masyarakat, bangsa dan Negara.

Perubahan itu sendiri menurut Joesuf (2004) adalah keseluruhan proses transisi struktur masyarakat yang statis ke arah sistem siosial yang dinamis sereta modernisaasi masyarakat. Secara signifikan dapat dikarakan sumbanfan pendidikan sangat dibutuhkan dalam proses tersebut. Sebagaimana diungkapkan Shindunata (2000) bahwa pendidikan mempengaruhi, merombak, mengubah dan membentuk lembaga-lembaga sosial kultural di masyarakat. Pendidikan juga mendorong sikap individual ke arah efektivitas, integritas dan sikap komunal ke arah rasional dan fungsional. Dengan demikian, pendidikan mempunyai pengaruh inovatif terhadap kondisi-kondisi kemasyarakatan dalam rangka meningkatkan kualitas SDM menunju sistem soial yang dinamis seta modernisasi masyarakat, ditengah-tengah perkembangan dunia saat ini.

Perguruan Tinggi sebagai institusi yang menghasilkan ilmuwan baru harus dilihat sebagai suatu upaya membangun budaya akademis di tengah


(4)

masyarakat yang kian berkembang. Penyelenggaraan pendidikan di Perguruan Tinggi harus memenuhi syarat yang baik bagi penyelenggaraan pendidikan profesi. Perguruan Tinggi yang didirikan di tengah masyarakat menyediakan program studi dari berbagai disiplin ilmu dan berbagai ilmu eksakta, sosial, teknolong, seni, agama, maupun ilmu pendidikan (Indrajit, 2006).

Mengacu pada bahasan di atas, maka Perguruan Tinggi sebagai penyelenggara pendidikan tinggi berkewajiban untuk mengembangkan kompetensi akademik dan/atau profesional. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional nomor 045/U/2002 tentang kurikulum inti pendidikan tinggi memberikan dukungan terhadap pengertian kompetensi yang harus dikembangkan oleh suatu program studi. Kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu.

Dalam rangkap untuk meningkatkan kompetensi maka perlu dikembangkan suatu proses pembelajaran yang kondusif terhadap pencapain hasil belajar mahasiswa yang optimal. Sistem pembelajaran yang selama ini dilakukan adalah sistem pembelajaran yang konvensional dan dirasakan kurang sesuai dengan dinamika yang dialami mahasiswa sebagai peserta didik. Belum tercapainya hasil belajar mahasiswa secara optimal memberikan indikasi bahwa proses pembelajaran belum dilaksanakan secara optimal. Belum optimalnya proses pembelajaran tersebut ditunjukkan oleh hasil studi ekplorasi penulis pada mahasiswa Fakultas Psikologi USU, diperoleh informasi bahwa sebagian besar mahasiswa : (1) kurang mampu membagi waktu dengan baik dalam pembuatan tugas terkait mata kuliah tersebut, (2) kurang motivasi untuk mengerjakan tugas secara optimal. Di sisi lain, terdapat juga keluhan mahasiswa bahwa waktu yang diberikan dosen untuk menjelaskan materi dirasakan kurang serta minim mendapat umpan balik dalam pembuatan tugas oleh karena jumlah mahasiswa yang tergolong besar dalam satu kelas.

Kondisi yang terjadi dalam proses pembelajaran di Perguruan Tinggi saat ini masih menitikberatkan pada sistem pembelajaran konvensional. Jumlah mahasiswa yang relatif besar di tiap kelas serta beban kerja pengajar


(5)

yang tinggi membuat proses dalam pembelajaran kurang terjadi interaksi yang tinggi antara pengajar dan mahasiswa, termasuk dalam hal memberikan umpan balik terhadap tugas-tugas yang diberikan oleh dosen.

Pengajar atau dosen merupakan sosok yang sangat berperan dalam penyelenggaraan proses pembelajaran di kelas (Winataputra, 2005). Kelas terdiri atas sejumlah mahasiswa yang dibimbing oleh pengajar untuk mengeksplorasi dunia dan mempelajari bagaimana mengarahkah hasil eksplorasi itu agar bermanfaat. Diharapkan dengan adanya proses pembelajaran yang optimal, mahasiswa mampu mengembangkan rasa percaya diri dan mampu meningkatkan kualitas diri.

Untuk mencapai penguasaan materi yang lebih baik bagi mahasiswa, maka pengajar dalam hal ini dosen hendaknya memberikan kegiatan berupa umpan balik (Nasution, 2008). Menurut Merril seperti dikutip oleh Gultom (1994) umpan balik diartikan dengan memberitahukan kembali kepada peserta didik hasil pemahamannya yang salah atau kurang tepat serta memberitahukan konsep sebenarnya dan seharusnya dikuasai oleh peserta didik. Umpan balik diberikan dapat diberikan melalui evaluasi. Evaluasi selalu dihubungkan dengan dua fungsi. Kedua fungsi tersebut menurut Scriven seperti dikutip oleh Sanjaya (2008) yakni evaluasi sebagai fungsi formatif dan evaluasi sebagai fungsi sumatif. Evaluasi sumatif dilakukan untuk menilai keberhasilan peserta didik setelah berakhir suatu program pembelajaran, maka evaluasi sumatif dilakukan di akhir semester. Dalam penelitian ini yang akan diberikan adalah umpan balik dalam konteks evaluasi formatif.

Evaluasi formatif (Sanjaya, 2009) dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung dan untuk melihat kemajuan belajar peserta didik. Oleh karena itu evaluasi formatif dilakukan selama program pembelajaran berlangsung, maka evaluasi formatif dapat berfungsi memperbaiki proses pembelajaran, artinya, hasil dari evaluasi formatif dapat dijadikan sebagai umpan balik bagi pengajar dalam upaya memperbaiki kinerja.

Kata umpan balik memiliki arti informasi tentang hasil upaya seseorang (Slavin, 2009). Melalui umpan balik dapat diverifikasi dan dielaborasi materi pembelajaran secara spesifik berdasarkan identifikasi


(6)

kesalahan secara umum, serta melibatkan peserta didik untuk memperbaikinya. Dengan demikian umpan balik evaluasi formatif adalah informasi tentang hasil upaya seseorang yang dilakukan selama program pembelajaran berlangsung.

Umpan balik dapat dilakukan dengan cara membagikan hasil koreksi tugas yang disertai dengan petunjuk. Pendekatan yang dapat dilakukan dalam pemberian umpan balik ada dua hal yakni pendekatan secara individual dan kelompok (Schmuck dan Schmuck, 1983). Pendekatan umpan balik dalam bentuk individual dan kelompok juga sejalan dengan pemikiran Race (1999), dimana ia melihat masing-masing pendekatan memiliki sisi kelemahan dan kekuatan.

Salah satu faktor penting dalam mengkaji keberhasilan peserta didik dalam belajar adalah perlunya diketahui faktor apa saja yang dapat memberi kontribusi terhadap hasil belajar. Salah satu kondisi belajar yang paling bermakna untuk kerberhasilan siswa adalah karakteristik peserta didik. (Panjaitan, 2006). Selanjutnya Uno (2006) menjelaskan bahwa karakteristik siswa merupakan salah satu hal yang perlu diidentifikasi oleh guru untuk digunakan sebagai petunjuk dalam mengembangkan proses pemberlajaran. Karakteristik yang diidentifikasi tersebut dapat berupa bakat, motivasi, gaya belajar, kemampuan berpikir, minat, sikap, kecerdasan dan kepribadian. Pendapat tersebut sejalan dengan pemikiran Dick dan Carey (1985) yang menyatakan bahwa informasi mengenai karakteristik umum kelompok peserta didik akan sangat membantu dalam merencanakan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan. Adapun yang termasuk karakteristik peserta didik adalah seluruh latar belakang yang dibawa oleh siswa ke dalam situasi belajar.

Terkait dengan pemberian umpan balik dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan keberhasilan peserta didik, maka dalam kegiatannya juga perlu memperhatikan karakteristik peserta didik, dalam penelitian ini yang dipilih adalah karakteristik kepribadian. Kepribadian merupakan faktor internal individu yang khas, yang mengarahkan perilaku dan respon individu sesuai dengan situasi yang dihadapi. Kepribadian menurut Eysenck (Hall, 1985) adalah jumlah total aktual atau pola potensi perilaku organisme yang ditentukan oleh hereditas dan lingkungan yang berasal dan dihasilkan melalui


(7)

interaksi fungsional empat sektor utama ke dalam pola perilaku. Keempat sektor tersebut: sektor kognitif (inteligensi), sektor konatif (karakter), sektor afektif (temperamen), dan sektor somatik (konstitusi).

Teori kepribadian Eysenck dikenal juga dengan Teori Tiga Faktor (The

Three Factor Theory) yang membagi kepribadian atas tiga dimensi (Pervin,

2005), yaitu : (a) Dimensi Introvert-Ekstrovert, (b) Dimensi Neurotisme, dan (c) Dimensi Psikotisme. Setiap individu terdiri dari tiga dimensi ini, namun dalam penelitian ini akan dilihat dari dimensi Introvert-Ekstrovert.

Kedua kutub yang berbeda dari setiap dimensi kepribadian tersebut masing-masing memiliki sisi kekuatan dan kelemahan. Individu dengan dimensi kepribadian ekstrovert sangat membutuhkan kegembiraan, senang menghadapi tantangan, berperilaku tanpa berpikir terlebih dahulu, lebih suka menurutkan kata hatinya, senang bergurau, selalu siap menjawab dan biasanya senang akan adanya perubahan, optimistis, suka tertawa, lebih suka beraktivitas, cenderung menjadi agresif dan cepat hilang kemarahannya, semua perasaannya tidak disimpan di bawah kontrol dan tidak selalu dapat dipercaya (Hall, 1985).

Dimensi kepribadian introvert menurut Eysenck (dalam Pervin, 2005) memiliki karakteristik watak yang tenang, pendiam suka menyendiri, suka termenung, dan menghindari resiko. Dimensi kepribadan ini memiliki sifat yang sabar, serius, sensitif, lebih suka beraktivitas sendiri, mudah tersinggung, mudah terluka, rendah diri, suka melamun dan gugup. Individu yang introvert juga cenderung menjauhkan diri dari orang lain, tidak mudah bergabung dengan individu lain dan susah mengungkapkan ide-idenya.

Dari penelitian yang dilakukan oleh Watson dan Clark di tahun 1997 (dalam Pervin, 2005) diperoleh hasil yang menarik yaitu mahasiswa dengan dimensi kepribadian introvert menunjukkan prestasi akademis yang lebih baik dibandingkan mahasiswa dengan dimensi ekstrovert terutama untuk mata kuliah yang lebih sulit. Mahasiswa yang putus kuliah dengan alasan masalah akademis lebih banyak dialami oleh mahasiswa ekstrovert, namun mahasiswa yang putus kuliah dengan alasan kepribadiannya seperti halnya problem


(8)

penyesuaian diri lebih banyak dialami oleh mahasiswa dengan dimensi kepribadian introvert dibandingkan dengan mahasiswa berdimensi ekstrovert. Mahasiswa tidak terlepas dari konteks kepribadian yang dikemukakan Eysenck, yakni memiliki dimensi introvert dan ekstrovert. Individu dengan dimensi kepribadian ekstrovert dari uraian di atas memiliki perbedaan dengan individu yang introvert, sehingga untuk mengoptimalkan kemampuan peserta didik menguasai materi pembelajaran, dalam proses pembelajaran khususnya dalam memilih pendekatan dalam pemberian umpan balik, pihak pengajar perlu menyesuaikan dengan dimensi kepribadian peserta didik.

Menyadari keadaan tersebut di atas, dalam rangka meningkatkan keberhasilan belajar mahasiswa yang merupakan bagian dari usaha meningkatkan mutu pengajaran dan pendidikan perlu segera ada upaya nyata untuk meningkatkan hasil belajar mahasiswa. Salah satu pilihan upaya yang dapat diusulkan guna meningkatkan kualitas rancangan pembelajaran khususnya dalam pemberian umpan balik dengan memperhatikan karakteristik mahasiswa yakni dimensi kepribadian. Dengan demikian maka dalam bahasan tulisan ini sebagai upaya untuk meningkatkan hasil belajar mahasiswa, dirasakan penting untuk mengaitkan antara pemberian umpan balik dengan dimensi kepribadian.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah yang telah dijelaskan, beberapa permasalahan yang dapat diidentifikasi, antara lain yaitu: (1) Apakah proses pembelajaran yang digunakan di bangku kuliah telah efektif dalam meningkatkan hasil belajar mahasiswa? (2) Apakah pemberian umpan balik dapat mengatasi permasalahan rendahnya hasil belajar mahasiswa (3) Apakah pengajar telah memberikan umpan balik terhadap tugas yang dikerjakan mahasiswa (4) Apakah pemberian umpan balik secara individual dan kelompok dapat menarik minat belajar mahasiswa (5) Apakah dimensi kepribadian mempunyai pengaruh terhadap penguasaan materi pembelajaran (6) Bagaimana kesesuaian umpan balik yang digunakan dalam proses pembelajaran (7) Bagaimana hasil belajar mahasiswa yang diberikan umpan balik secara


(9)

individual? (8) Bagaimana hasil belajar bagi mahasiswa yang diberikan umpan balik secara kelompok (10) Apakah hasil belajar mahasiswa yang memiliki dimensi kepribadian ekstrovert lebih tinggi dibandingkan dengan mahasiswa yang memiliki dimensi kepribadian introvert?

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi permasalahan di atas, maka permasalahan dalam tulisan ini difokuskan pada pemberian umpan balik yang dibatasi dari sisi pendekatannya dibedakan antara pemberian secara individual dan kelompok, yang dilakukan pada mahasiswa. Untuk dimensi kepribadian dibatasi pada dimensi kepribadian ekstrovert dan introvert berdasarkan teori Eysenck.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka masalah dalam penulisan ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Apakah mahasiswa yang diberi umpan balik secara individual hasil belajarnya berbeda dibandingkan dengan mahasiswa yang diberi umpan balik secara kelompok?

2. Apakah mahasiswa yang memiliki dimensi kepribadian introvert memperoleh hasil belajar yang berbeda bila dibandingkan dengan mahasiswa yang memiliki dimensi kepribadian ekstrovert?

3. Apakah ada interaksi antara pemberian umpan balik dan dimensi kepribadian dalam mempengaruhi hasil belajar pada mahasiswa?


(10)

BAB II

KAJIAN TEORITIS

A. Kajian Teoretis.

1. Hakikat Belajar dan Hasil Belajar.

Pembahasan belajar merupakan topik yang penting di dalam dunia pendidikan saat ini. Konsep belajar banyak dikemukakan oleh para ahli di bidang psikologi pendidikan. American Heritage Dictionary (Hergenhahn dan Olson, 2008) memberikan definisi belajar untuk mendapatkan pengetahuan, pemahaman atau penguasaan melalui pengalaman atau studi.

Secara psikologis belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungan dalam memenuhi kebutuhan hidup. Perubahan-perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku. Menurut pandangan Behavioristik (dalam Dimyati dan Mudjiono, 1994) belajar merupakan perubahan tingkah laku. Yang dimaksud tingkah laku dalam belaja adalah tingkah laku yang dapat diamati. Menurut pandangan Kognitif, belajar adalah proses internal yang tidak didapat secara langsung.

Watson sebagaimana dikutip oleh Hamid (2007) mengatakan bahwa belajar merupakan proses terjadinya refleks-refleks atau respon bersyarat melalui stimulus pengganti. Menurut Watson, stimulus dan respon haruslah berbentuk tingkah laku yang dapat diamati.

Menurut pandangan kognitivisme, belajar bukan hanya pembentukan tingkah laku yang diperoleh karena pengulangan hubungan Stimulus-Response (S-R) dan adanya reward dan reinforcement tetapi merupakan fungsi pengalaman perseptual dan proses kognitif yang mencakup ingatan, retensi, lupa, pengolahan informasi. Proses belajar adalah mengatur stimulus yang diterima dan menyesuaikan dengan struktur kognitif yang sudah ada atau diperoleh berdasarkan pengalaman-pengalaman sebelumnya sehingga terjadi perubahan dalam tingkah laku. Belajar menurut Bruner sebagai tokoh beraliran kognitivisme adalah cara bagaimana individu memilih, mempertahankan, dan


(11)

mentransformasikan informasi secara aktif. Bruner juga beranggapan bahwa belajar merupakan pengembangan kategori-kategori dan pengembangan suatu system pengkodean(Hamid, 2007).

Tokoh pendidikan yang lain yakni Skinner sangat tertarik untuk mengaplikasikan teori belajarnya ke proses pendidikan. Menurut Skinner, belajar akan berlangsung sangat efektif apabila (1) informasi yang akan dipelajari disajikan secara bertahap; (2) pembelajar segera diberi umpan balik

(feedback) mengenai akurasi pembelajaran mereka, (3) pembelajar mampu

belajar dengan caranya sendiri (Hergenhahn dan Olson, 2008).

Hasil belajar didapatkan setelah seseorang mengikuti proses belajar dalam waktu tertentu. Kupasan Gagne atas belajar yang terjadi pada manusia menemukan bahwa perubahan perilaku sebagai hasil belajar disebut juga dengan kemampuan yang meliputi: (1) informasi verbal, yaitu kemampuan untuk mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa lisan maupun tertulis, penguasaan informasi verbal yang baik memungkinkan individu berperan dalam kehidupan, (2) keterampilan intelektual, yaitu kemampuan yang berfungsi untuk berhubungan dengan lingkungan serta mempresentasikan konsep serta lambang, yang terdiri dari diskriminasi jamak, konsep konkrit, serta prinsip, (3) keterampilan motorik, yakni kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam melakukan sesuatu hal secara terkoordinasi, (4) sikap, yaitu kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut, dan (5) strategi kognitif, yakni kemampuan mengarahkan aktifitas berpikir untuk memecahkan masalah. Keseluruhan kemampuan ini merupakan hasil interaksi kondisi internal peserta didik berupa potensi belajar dengan kondisi eksternal berupa rangsangan dari lingkungan melalui proses kognitif peserta didik. Hasil belajar seseorang adalah kemampuan internal yang telah menjadi milik pribadinya dan memungkinkan individu melakukan sesuatu atau memberikan dan memperlihatkan hasil tertentu (Gagne, 1989)

Pendapat dari tokoh lain yakni Bloom (dalam Anderson, 2001) mengklasifikasikan hasil belajar ke dalam tiga ranah yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Pada ranah kognitif terbagi lagi dalam 6 tingkatan


(12)

yaitu ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, evaluasi, dan kreatifitas. Ranah afektif juga terbagi ke dalam 5 tingkatan yaitu penerimaan, penanggapan, penghargaan, pengorganisasian dan penjatidirian. Ranah psikomotorik terbagi menjadi 4 tingkatan yaitu peniruan, manipulasi, artikulasi, dan pengalamiahan. Penetapan hasil belajar dibedakan atas dua dasar acuan penilaian, yaitu Penetapan Acuan Patokan (PAP) dan Penilaian Acuan Norma (PAN). PAP adalah pemberian nilai yang didasarkan pada kemutlakan penguasaan siswa atas tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan sedangkan PAN adalah pemberian nilai yang didasarkan atas penguasaan relatif siswa keseluruhan pada tujuan yang telah dirumuskan tersebut. PAP dan PAN adalah sistem penilaian yang mempunyai masing-masing keunggulan dan kelemahan, sehingga dalam memilih sistem penilaian yang akan digunakan harus penuh pertimbangan.Dalam suatu penelitian lebih tepat menggunakan PAP, karena hakekat pencapaian tujuan penelitian itu sendiri adalah bersifat objektif (Arikunto, 2006).

2. Hakikat Umpan Balik

Menurut Merril seperti dikutip oleh Gultom (1994) umpan balik diartikan dengan memberitahukan kembali kembali kepada siswa hasil pemahamannya yang salah atau kurang tepat serta memberitahukannya konsep sebenarnya dan seharusnya dikuasai oleh siswa. Umpan balik tidak hanya diberikan untuk menunjukkan sisi kelemahan saja, namun juga untuk menunjukkan sisi kelebihan dari kinerja siswa (Arends, 2004).

Pengertian di atas sejalan dengan pemikiran dari Slavin (2009) yang menyatakan bahwa umpan balik memiliki arti informasi tentang hasil upaya seseorang, dalam hal ini mencakup kekurangan maupun kelebihan yang dimiliki siswa. Pemberian umpan balik sangat penting untuk meningkatkan motivasi siswa dan juga menghasilkan hasil belajar yang lebih baik lagi. Dengan umpan balik siswa akan mengetahui seberapa jauh perkembangan yang telah dihasilkan (Brophy & Good, 1987).

Cole and Chan (1994) mengatakan bahwa umpan balik adalah informasi yang diberikan kepada individu atas aktivitasnya yang berbentuk


(13)

skor dari suatu hasil ujian, komentar dalam tugas, dan jawaban atas pertanyaan. Hal senada juga dikemukakan oleh Sales (1993) yang mengemukakan bahwa umpan balik dapat memberikan gambaran informasi yang akurat tentang respon siswa terhadap pertanyaan-pertanyaan di dalam pembelajaran. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Gagne (1979) bahwa umpan balik terhadap siswa diperlukan sebagai suatu koreksi internal dalam konteks pembelajaran.

Pentingnya peranan umpan balik juga dikemukakan oleh Wiggins (dalam Khalsa, 2008) yang mengingatkan pengajar jangan melewatkan memberikan umpan balik kepada peserta didik. Pemberian umpan balik baik berupa pujian ataupun koreksi sangat penting oleh karena membantu peserta didik melanjutkan mengerjakan hal yang ingin dikerjakan atau dengan kata lain mampu memotivasi peserta didik. Adanya umpan balik menawarkan kepada peserta didik berupa informasi untuk pengubahan positif serta mendukung pemahaman peserta didik sehingga siswa dapat berpikir mendalam mengenai pembelajaran dan belajar dengan rasa percaya diri positif.

Di sisi lain, bagi pengajar umpan balik dapat berfungsi untuk mengoreksi bahan dan proses pengajaran, serta dapat memonitor kemajuan dalam mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan (Tessmer, 1995). Oleh karena itu, umpan balik terhadap peserta didik adalah suatu komponen yang sangat penting dalam pembelajaran, seperti yang diungkapkan juga oleh Dick and Carey (1985) bahwa umpan balik adalah hal yang tidak bisa ditinggalkan begitu saja.

Dengan demikian, umpan balik yang diberikan kepada peserta didik mampu berfungsi memperbaiki serta meningkatkan hasil belajar, sedangkan bagi pengajar umpan balik berfungsi memperbaiki proses pembelajarannya. Dalam hal ini manfaat positif dapat dirasakan oleh keduanya secara seimbang.

Pemberian umpan balik yang baik juga perlu memperhatikan beberapa hal yakni: (a) diberikan segera setelah dievaluasi, (b) umpan balik dilakukan secara spesifik, jelas, tidak bias, (c) fokus pada perilaku yang terlihat atau ditampilkan pada pekerjaan, (d) umpan balik diberikan secara tepat untuk menjaga kondisi afeksi siswa, (e) memberikan pujian pada sisi kelebihan yang


(14)

ditampilkan, (f) ketika memberikan umpan balik terhadap sisi kelemahan siswa, harus dilakukan secara hati-hati, (g) membantu siswa untuk fokus pada proses bukan semata pada hasil atau nilainya saja (Brophy & Good, 1987).

Wiggins (dalam Khalsa, 2008) juga mengemukakan bahwa ketika pengajar memberikan umpan balik kepada siswa harus diberikan dengan cara yang positif, tidak bersifat menyerang atau tidak secara emosional. Kondisi demikian akan mampu mengubah perilaku dan mempertahankan momentum atas apa yang diinginkan terjadi.

Umpan balik dapat diberikan melalui evaluasi. Evaluasi selalu dihubungkan dengan dua fungsi. Kedua fungsi tersebut menurut Scriven seperti dikutip oleh Sanjaya, (2008) yakni evaluasi sebagai fungsi formatif dan evaluasi sebagai fungsi sumatif. Evaluasi sumatif dilakukan untuk menilai keberhasilan peserta didik setelah berakhir suatu program pembelajaran, maka evaluasi sumatif dilakukan di akhir semester. Evaluasi formatif dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung dan untuk melihat kemajuan belajar siswa. Hasil dari evaluasi formatif dapat dijadikan sebagai umpan balik bagi pengajar dalam upaya memperbaiki kinerja. Melalui umpan balik dapat diverifikasi dan dielaborasi materi pembelajaran secara spesifik berdasarkan identifikasi kesalahan secara umum, serta melibatkan siswa untuk memperbaiki. Dengan demikian umpan balik evaluasi formatif adalah informasi tentang hasil upaya seseorang yang dilakukan selama program pembelajaran tersebut berlangsung.

Dalam hal penyajian umpan balik dapat dilakukan dalam beberapa tingkat (Race, 2000) yaitu (1) umpan balik berupa keterangan mengenai hasil yang dicapai oleh peserta didik (2) umpan balik berupa keterangan mengapa suatu jawaban benar atau salah, (3) umpan balik berupa keterangan bagaimana menghasilkan jawaban benar dan (4) umpan balik berupa keterangan seperti apa jawaban benar. Keempat tingkatan umpan balik tersebut dapat diberikan secara individual dan kelompok.

Umpan balik dapat dilakukan dengan cara membagikan hasil koreksi tugas yang disertai dengan petunjuk. Pendekatan yang dapat dilakukan dalam pemberian umpan balik dari sisi komunikasinya ada dua hal yakni pendekatan


(15)

secara individual dan kelompok (Schmuck & Schmuck, 1983). Pemilahan pendekatan demikian juga dilakukan oleh Race, 1999) yang membagi pemberian umpan balik secara individual dan kelompok. Pemikiran tersebut juga sejalan dengan pendapat Brophy & Good (1987) yang menyatakan bahwa pemberian umpan balik dapat dibedakan yaitu secara individual dan kelompok. Berikut ini adalah penjelasan mengenai pendekatan individual dan kelompok.

a. Umpan balik Individual

Umpan balik secara individual adalah salah satu cara penyajian umpan balik yang dalam proses pemberiannya terjadi dalam proses interaksi spesifik secara individual antara pemberi umpan balik dalam hal ini pengajar dengan peserta didik sebagai penerima umpan balik . Umban balik ini dilakukan untuk: (1) menginformasikan kinerja siswa, (2) menginformasikan benar atau salahnya jawaban peserta didik terhadap latihan , (3) memberikan koreksi serta penjelasan terhadap latihan dengan dilakukan secara tanya jawab dan diskusi tatap muka secara individual.

Posisi peserta didik dalam umpan balik secara individual adalah menerima dan memberikan informasi dua arah tentang nilai yang diperoleh, koreksi atau pembetulan terhadap latihan yang jawabannya kurang lengkap serta ditambahi penjelasan melalui lembar kerja peserta didik tentang alternatif pemecahan masalah. Pemberian umpan balik individual merupakan strategi menstimuli kembali pengetahuan yang dimiliki peserta didik agar dengan pengetahuan yang dimiliki dapat memperbaiki kesalahan yang dilakukan. Oleh karena itu, umpan balik individual menghendaki peserta didik belajar secara mandiri untuk mengkaji dan menelaah secara individual terhadap koreksi pengajar.

Pendekatan umpan balik individual ini memiliki beberapa kelebihan seperti yang dikemukakan oleh Broophy & Good (1987) bahwa(1) peserta didik merasa lebih diperhatikan, (2) mengurangi rasa malu, (3) meningkatkan hubungan antara pengajar dan peserta didik. Di sisi lain beberapa kelemahannya adalah (1) memakan waktu yang lama, (2) untuk beberapa siswa


(16)

hal ini dapat menimbulkan rasa kurang nyaman karena melibatkan interaksi secara individual.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa umpan balik individual adalah cara penyajian informasi kinerja yang dalam proses pemberiannya terjadi dalam proses interaksi spesifik secara individual antara pemberi umpan balik dalam hal ini pengajar dengan peserta didik sebagai penerima umpan balik dan melibatkan informasi secara dua arah antara penerima dan pemberi umpan balik.

b. Umpan balik Kelompok

Untuk mengantisipasi kekeliruan atau kesalahan yang dilakukan peserta didik dalam menjawab maupun mengerjakan tugas, serta mempercepat proses perbaikan dan pemahaman terhadap materi belajar, maka salah satu pendekatan umpan balik yang diberikan adalah melalui pendekatan kelompok. Umpan balik secara kelompok adalah cara penyajian umpan balik yang dalam proses pemberiannya terjadi dalam proses interaksi di dalam kelompok yang terdiri dari beberapa individu antara pemberi umpan balik dalam hal ini pengajar dengan peserta didik sebagai penerima umpan balik yang terbentuk di dalam kelompok yang ditentukan oleh pengajar. Menurut Race (2000) melalui kelompok dapat merangsang peserta didik untuk saling berinteraksi satu sama lainnya, tumbuh rasa sosial dan bersama-sama memberikan kontribusi untuk mencapai tujuan bersama. Hal ini sejalan dengan pendapat Broophy yang menyatakan bahwa umpan balik kelompok merupakan pendekatan yang efiesien dalam proses pembelajaran.

Dalam penyajian umpan balik secara kelompok, para peserta didik dibagi dalam kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk membahas dan menelaah hasil jawaban yang telah dikoreksi pengajar, sehingga mendapatkan jawaban yang benar.

Tujuan pemberian umpan balik melalui pendekatan kelompok menurut Broophy & Good (1987) adalah untuk membangkitkan interaksi yang efektif antara anggota kelompok melalui diskusi, sehingga terjadi komunikasi multi arah. Oleh karena itu melaui diskusi dalam kelompok mampu mempengaruhi


(17)

kondisi sebagai berikut: (1) melatih siswa dalam mengembangkan keterampilan bertanya, berkomunikasi, mengemukakan pendapat, menafsirkan dan menyimpulkan bahasan, (2) melatih siswa untuk berpikir kritis dan terbuka, (3) melatih berpikir verbal dengan cara mengkonstruksi dan merekonstruksi pengetahuan siswa.

Pemberian umpan balik dengan pendekatan kelompok diketahui memiliki beberapa keunggulan yang bisa disebutkan, antara lain (1) meningkatkan rasa sosial, (2) berpeluang untuk berinteraksi dalam kelompok sebaya, (3) berpeluang mengembangkan skill, (4) dapat mengembangkan kreativitas (6) saling memberi dan menerima gagasan, (7) mendorong peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam kelompok.

Selain memiliki keunggulan, umpan balik kelompok ternyata juga memiliki beberapa kelemahan antara lain : (1) beberapa peserta didik pada awalnya merasa sulit untuk diterima sebagai anggota kelompok, (2) seringkali pembahasan keluar dari isu yang dibicarakan, (3) penilaian formal secara individual yang dilakukan oleh peserta didik ternyata sering mengalami kesulitan.

Untuk memanfaatkan kelebihan dan meminimalisasi keterbatasan pada setiap pendekatan pemberian umpan balik tersebut di atas, maka pengajar dalam menerapkan umpan balik secara kelompok dalam proses pembelajaran tentunya perlu sekali untuk : (1) menetapkan secara jelas fokus materi yang akan dibahas, (2) menetapkan secara jelas prosedur pembahasan, (3) memotivasi semua peserta didik harus berpartisipasi di dalam kelas, (4) menetapkan batasan waktu secara tepat, (5) memberi kesimpulan yang logis terhadap hasil kerja masing-masing kelompok.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemberian umpan balik kelompok adalah cara penyajian informasi kinerja yang dalam proses pemberiannya terjadi dalam proses interaksi di dalam kelompok yang terdiri dari beberapa individu antara pemberi umpan balik dalam hal ini pengajar dengan peserta didik sebagai penerima umpan balik.


(18)

2. Hakikat Dimensi Kepribadian

Menurut Eysenck (1998) kepribadian adalah jumlah total aktual atau pola potensi perilaku organisme yang ditentukan oleh hereditas dan lingkungan yang berasal dan dihasilkan melalui interaksi fungsional dari empat sektor utama kedalam pola perilaku. Keempat sektor tersebut adalah sektor kognitif (inteligensi), sektor konatif (karakter), sektor afektif (temperamen), dan sektor somatik (konstitusi).

Dengan mengikutsertakan peran dari hereditas dan lingkungan dalam defenisi ini, Eysenck memperhatikan proposisi bahwa individu adalah terbentuknya dipengaruhi oleh herediter dan pengalaman. Eysenck menggaris bawahi ketertarikannya dalam hubungan aspek perilaku kepribadian ke dasar struktur dan fungsi psikologis. Usaha terbesar Eysenck adalah menginvestigasi hubungan yang mungkin antara perilaku yang dapat di observasi dan fungsi dari bermacam-macam bagian otak (dalam Hall, 1985).

Eysenck berpendapat dasar umum sifat-sifat kepribadian berasal dari keturunan, dalam bentuk tipe dan trait. Eysenck juga berpendapat bahwa tingkah laku dipelajari dari lingkungan, selain berasal dari faktor herediter atauketurunan. Eysenck menggunakan metode faktor analitis dan sukses dalam mengidentifikasi tiga dimensi dasar kepribadian yakni sebagai dimensi introvert-ekstrovert, dimensi neurotisme, dan dimensi psikotisme (Schultz, 1994). Dalam penelitian ini pembatasan dilakukan hanya ada dimensi introvert-ekstrovert, dengan pertimbangan bahwa dimensi ini lebih tepat untuk dilihat pada subjek penelitian di kalangan mahasiswa. Berhubung penelitian ini dilakukan di kalangan mahasiswa, maka pemilihan dimensi lebih difokuskan pada dimensi introvert-ekstrovert.

a.Dimensi Ekstrovert

Eysenck (1998) mengemukakan bahwa dimensi kepribadian ekstrovert adalah salah satu ujung dari dimensi kepribadian introvert-ekstrovert yang memiliki kecenderungan individu mengarah pada keterbukaan terhadap dunia luar. Karakteristik individu berdimensi ekstrovert, adalah bersifat aktif (active), senang terlibat dengan aktivitas yang melibatkan banyak orang (sociable),


(19)

tertarik untuk mengikuti hal-hal baru dan spontan (sensation seeking), empati, peka terhadap perasaan orang lain (lively), berjiwa petuaang, suka menempuh resiok terhadap aktiviatas yang dilakukan (venturesome), tidak terlalu menghiraukan perkataan maupun perbuatan orang lain, mudah memaafkan, menyukai pekerjaan yang tidak menyita waktu dan tenaga (carefree), suka mempengaruhi orang lain dan mempertahankan pendapat (dominant), menganggap segala sesuatu yang dihadapi sebagai tantangan dalam hidup

(surgent), mampu mengutarakan isi pikiran dan hari, cepat dalam berbicara

(assertive). Dimensi ektstrovert ini menurut Eysenck (dalam Schultz, 1994)

memiliki ciri khasnya adalah mudah bergaul, suka berpesta, mempunyai banyak teman, membutuhkan teman untuk bicara, dan tidak suka membaca atau belajar sendiri.

Individu dengan dimensi kepribadian ekstrovert sangat membutuhkan kegembiraan, mengambil tantangan, sering menentang bahaya, berperilaku tanpa berpikir terlebih dahulu, dan biasanya suka menurutkan kata hati, senang bergurau, memiliki kesiapan yang baik untuk menjawab dan pada umumnya suka dengan perubahan, ceria, optimistis, serta senang tertawa. Individu dengan dimensi ekstrovert lebih suka untuk tetap bergerak dalam melakukan aktivitas, cenderung menjadi agresif dan cepat hilang kemarahannya, semua perasaannya tidak disimpan di bawah kontrol dan tidak selalu dapat dipercaya. Selain itu ia juga memiliki ambang rangsang yang tinggi dan menunjukkan daya juang fisik yang tinggi, dapat melaksanakan dengan baik ketika menghadapi tugas yang memiliki taraf kesukaran tinggi, ramah, impulsive, tidak suka diatur dan dilarang, terlibat dalam aktivitas kelompok, pandai membawa diri dalam lingkungannya, mudah gembira, memiliki keterikatan sosial, dapat memanfaatkan kesempatan yang ada, bertindak cepat, agresif dan sulit menahan perasaannya (Westen, 1999).

Dengan demikian dimensi kepribadian ekstrovert dapat disimpulkan sebagai bentuk abstraksi karakteristik individu yang berkaitan dengan kecenderungan senang menjalin interaksi dengan orang lain, memiliki sikap keterbukaan, sifat keceriaan, memiliki rasa percaya diri yang tinggi dan sulit menahan perasannya.


(20)

b.Dimensi Kepribadian Introvert

Eysenck (1998) mengemukakan bahwa introvert adalah salah satu ujung dari dimensi kepribadian introvert-ekstrovert yang cenderung mengarah pada ketertutupan individu terhadap dunia luar. Dimensi introvert ditandai dengan karakteristik watak yang tenang, pendiam, suka menyendiri, suka termenung, dan menghindari resiko. Dimensi kepribadian ini juga memiliki sifat yang sabar, serius, sensitive, lebih suka beraktivitas sendiri, mudah tersinggung, saraf otonom labil, mudah terluka, rendah diri, suka melamun dan gugup. Lebih lanjut lagi Aiken (dalam Hall & Lindzey, 2005) mengatakan bahwa individu yang introvert juga cenderung menjauhkan diri, tidak mudah bergabung dengan orang lain dan susah mengekspresikan ide-idenya pada orang lain.

Teori Eysenck dijabarkan lebih lanjut oleh Westen (1999) dengan menjelaskan bahwa dimensi introvert ditandai dengan ciri khasnya yakni cenderung senang menyendiri, tidak memiliki banyak teman, berhati-hati dan serius dalam menghadapi segala hal. Individu dengan dimensi ini kurang berani mengambil tantangan, berperilaku dengan berpikir terlebih dahulu, dan banyak pertimbangan, cenderung pesimis, dan tidak begitu suka bergerak dalam melakukan aktivitas.

Dari beberapa penelitian yang dilakukan oleh para ahli seperti Watson dan Clark di tahun 1997 di berbagai Perguruan Tinggi (dalam Pervin, Daniel, Olever, 2005) diperoleh beberapa hasil yang menarik yaitu : (1) Mahasiswa dengan dimensi kepribadian introvert menunjukkan prestasi akademis lebih baik dibandingkan mahasiswa dengan dimensi ekstrovert khususnya untuk mata kuliah pada umumnya diketahui sulit. Mahasiswa yang putus kuliah dengan alasan masalah akademis lebih banyak dialami oleh mahasiswa ekstrovert, namun mahasiswa yang putus kuliah dengan alasan problem kepribadian dialami oleh mahasiswa dengan dimensi kepribadian introvert, (2) Mahasiswa dengan dimensi kepribadian ekstrovert lebih mudah diyakinkan pendapatnya atau diberi sugesti dibandingkan dengan mahasiswa yang introvert, (2) Mahasiswa dengan dimensi kepribadian ektrovert lebih senang


(21)

bergabung dengan pekerjaan yang banyak berintraksi dengan banyak orang, melakukan pesta, sedangkan mahasiswa introvert cenderung lebih senang dengan pekerjaan bersifat menyendiri dan tidak menyukai kegiatan pesta di kalangan mahasiswa.

Dari beberapa penelitian yang dilakukan oleh Campbell dan Hawley di tahun 1982 (dalam Pervin, dkk, 2005) pada kalangan mahasiswa diperoleh hasil bahwa mahasiswa dengan dimensi kepribadian ekstrovert lebih banyak mengalami putus kuliah dibanding mahasiswa introvert. Hasil tersebut menandakan bahwa prestasi belajar mahasiswa introvert lebih baik daripada mahasiswa yang ekstrovert.

Dengan demikian dimensi kepribadian introvert dapat disimpulkan sebagai bentuk abstraksi karakteristik individu yang berkaitan dengan kecenderungan ketertutupan terhadap dunia luar, terlihat dari indikasinya kurang senang menjalin interaksi dengan orang lain, memiliki sikap yang tertutup, kurang memiliki rasa percaya diri yang tinggi dan cenderung mampu menahan perasannya.

B.Hasil Penelitian yang relevan

Pemberian umpan balik dalam proses belajar mengajar adalah pemberian informasi balikan kepada siswa tentang benar atau salahnya hasil pekerjaan, tugas dan hasil ujiannya. Dengan umpan balik juga dapat diberitahukan cara-cara menyelesaikan masalah, serta langkah-langkah yang tepat sehingga dapat menolong bagi peserta didik. Pemberian umpan balik dapat berbeda-beda dilihat dari bentuknya, ada yang secara lisan dan tertulis, menurut waktunya ada yang tertunda dan segera dan dilihat dari pendekatan pemberiannya dapat dibedakan secara individual dan kelompok.

Penelitian terdahulu yang tergolong relevan dengan penelitian ini antara lain sebagai berikut:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Herman Paneo (2007) bahwa ada pengaruh pemberian umpan balik evaluasi formatif dan kepribadian siswa terhadap hasil belajar matematika pada siswa SMU di Gorontalo, hasilnya menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar antara


(22)

siswa yang diberi umpan balik individual dengan yang diberi umpan balik kelompok, tidak terdapat perbedaan hasil belajar matematika antara siswa introvert dengan siswa ekstrovert, terdapat interaksi antara pemberian umpan balik dan kepribadian siswa.

2. Penelitian Sibarani (2007) membandingkan antara pemberian umpan balik secara tertulis dengan lisan pada mata pelajaran Fisika siswa menyimpulkan bahwa pemberian umpan balik secara lisan memberikan hasil belajar siswa yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan pemberian umpan balik secara tertulis pada siswa kelas II SMP.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Jerry (2010) di Medan terhadap subjek penelitian mahasiswa Fakultas Psikologi menunjukkan bahwa terdapat pengaruh kebisingan terhadap ingatan jangka pendek ditinjau dari dimensi kepribadian ekstrovert dan introvert. Ingatan jangka pendek kelompok introvert lebih baik dibandingkan dengan kelompok ekstrovert ketika dalam suasana tanpa kebisingan. Sebaliknya, daya ingat kelompok ekstrovert lebih baik ketika dalam suasana kebisingan dibandingkan daya ingat kelompok introvert.

C. Keterkaitan Hasil Belajar KAU dengan Pemberian Umpan Balik Individual dan Kelompok

Tujuan pembelajaran adalah agar mahasiswa mampu mengembangkan pemahaman serta keterampilan pada bidang kajian tertentu. Untuk memahami sasaran tersebut, dituntut pengajar dan peserta didik untuk mengkaji dan membahas setiap pokok bahasan, serta memberikan latihan kepada peserta didik. Sebagai tindak lanjut dari latihan tersebut, diharapkan pengajar memberikan umpan balik terhadap jawaban yang diberikan peserta didik. Melalui umpan balik terhadap tugas tersebut, dapat diketahui kemajuan dan penguasan peserta didik terhadap mata kuliah tersebut, baik menyangkut penguasaan terhadap konsep berupa istilah, simbol, definisi, maupun rumus yang digunakan dalam materi kuliah berdasarkan prosedur penyelesaian yang


(23)

benar. Dengan pemberian umpan balik juga dapat mengetahui keberhasilan pembelajaran yang diberikan oleh pengajar.

Pemberian umpan baik juga dapat mengkonfirmasikan jawaban benar dan salah dan menyampaikan seberapa jauh peserta didik mengerti materi pelajaran yang disajikan, serta mengidentifikasikan kesalahan dan meminta siswa untuk memperbaikinya. Dengan pemikiran tersebut, maka umpan balik akan memberikan dampak positif terhadap hasil belajar peserta didik.

Penyajian umpan balik dapat dilakukan dalam beberapa tingkat yaitu (1) umpan balik berupa keterangan mengenai hasil yang dicapai oleh peserta didik

(knowledge of result); (2) umpan balik berupa keterangan menghadapi suatu

jawaban benar atau salah, (3) umpan balik berupa keterangan bagaimana menghasilkan jawaban benar dan (4) umpan balik berupa keterangan seperti apa jawaban benar itu. Keempat tingkatan umpan balik tersebut dapat diberikan secara individual dan kelompok.

Umpan balik yang diberikan secara individual maupun kelompok memberikan perbaikan yang signifikan demi memperbaiki pemahaman konsep. Umpan balik yang diberikan secara individual harus memiliki sistematika dan prosedur yang baik sehingga dapat dikaji ulang oleh peserta didik, karena jika peserta didik kurang mengerti tentang apa yang disampaikan guru, peserta didik dapat menanyakan langsung. Selanjutnya umpan balik secara individual memberikan peluang kepada pengajar untuk memiliki waktu yang cukup untuk membicarakan umpan balik.

Umpan balik secara individual merupakan cara penyajian umpan balik yang menginformasikan tentang hasil evaluasi latihan kepada peserta didik berupa skor yang diperoleh dan pengerjaan latihan yang dikerjakannya dengan benar atau adalah serta penjelasan mengenai pengerjaan latihan melalui lembarjawab siswa yang diberikan secara individual dan disertai dengan diskusi dan tanya jawab. Dengan informasi tersebut, memacu peserta didik untuk mempelajari dan menelaah kembali materi yang berkaitan dengan koreksi kesalahan.

Sebaliknya umpan balik yang diberikan secara kelompok memungkinkan peserta didik untuk berdialog dan bertanya jawab langsung dengan pengajar


(24)

dan teman-teman. Dengan demikian dapat terhindari ketidakjelasan materi yang diumpanbalikkan. Selain itu peserta didik juga memiliki wacana yang lebih luas dengan mendengar umpan balik yang diberikan oleh pengajar kepada teman-temannya maupun umpan balik dari sesama teman. Pemberian umpan balik secara kelompok juga memudahkan bagi pengajar karena tidak memerlukan banyak waktu. Dari sisi peserta didik juga merasa lebih nyaman karena menghadapi pengajar bersama-sama teman sehingga bisa mengeliminir perasaan canggung dan malu bertanya secara langsung. Namun di sisi lain hal ini terkadang membuat partisipasi peserta didik menjadi kurang optimal karena didominasi oleh sekelompok teman yang lain. Selain itu itu topik pembahasan juga bisa meluas terbawa oleh situasi diskusi dengan teman sehingga dapat mengaburkan informasi yang diterima.

Tabel 2.1. Perbandingan Umpan Balik secara Individual dan Kelompok Umpan balik secara individual Umpan balik secara kelompok

Keunggulan Kelemahan Keunggulan Kelemahan Fokus pada topik

pembicaraan

Memakan waktu yang cukup lama

Waktu lebih efisien

Fokus diskusi dapat meluas Pengajar lebih le-

luasa memikirkan isi umpan balik sehingga lebih bisaditerima siswa

Siswa merasa se-gan bertanya bila penjelasan peng-ajar masih kurang jelas.

Dapat mengeli-minir rasa cang-gung siswa ketika berhadapan dengan pengajar Pengajar kesu-litan memberikan penjelasan dari beragam perta-nyaan siswa Meningkatkan hu- bungan antara pengajar dan peserta didik

Bagi peserta didik yang pemalu akan menimbulkan rasa kurang nyaman

Peserta didik men dapat masukan dari pengajar dan jugateman-teman

Partisipasi anggo-ta kelompok tidak merata.

Melihat keunggulan dan kelemahan masing-masing umpan balik tersebut maka terlihat bahwa ada perbedaan yang mendasar antara pemberian umpan balik secara individual dan kelompok. Berdasarkan karakteristik pemberian umpan balik secara individual menunjukkan bahwa peserta didik dapat memperjelas dan berdiskusi dengan pengajar secara mendalam serta fokus pada saat pemberian umpan balik. Kondisi ini tentunya sangat meringankan bagi peserta didik jika diberikan dengan umpan balik secara kelompok. Selain itu pemberian umpan balik secara individual peserta didik akan lebih banyak memperoleh informasi dari konsep yang terkait dengan pelajaran yang


(25)

dipelajari karena dengan pemberian umpan balik secara individual, pengajar lebih leluasa untuk memberikan penjelasan. Sedangkan dengan teknik pendekatan pemberian umpan balik secara kelompok, pengajar menjadi terbatas dalam memberikan umpan balik, oleh karena setiap anggota kelompok memiliki permasalahan dan pemahaman yang berbeda-beda. Dengan demikian terlihat bahwa pemberian umpan balik secara individual akan berbeda bila dibanding dengan umpan balik secara kelompok. Pemikiran demikian dapat diterima karena peserta didik lebih mudah memahami materi, langsung secara tatap muka dari pengajar dibandingkan bersama-sama dengan teman. Dalam kondisi demikian, maka umpan balik yang diberikan secara individual dapat memaksa peserta didik untuk memperbaiki kesalahannya. Dalam pemberian umpan balik secara kelompok, terkadang fokus pembicaraan bisa menjadi menyebar dan tidak fokus pada inti masalah.

Berdasarkan keunggulan-keunggulan umpan balik yang dilakukan secara individual dan kelompok, yang dipaparkan di atas dan ditunjukkan pada tabel di atas, maka hasil belajar konstruksi alat ukur akan berbeda antara peserta didik yang diberikan umpan balik secara individual dengan yang diberikan umpan balik secara kelompok.

D. Hasil Belajar antara Mahasiswa yang Berdimensi Kepribadian Introvert dan Ekstrovert.

Hasil belajar merupakan ukuran keberhasilan seseorang dalam memahami materi pelajaran yang diberikan. Ukuran keberhasilan itu dapat diketahui dari hasil evaluasi yang berbentuk skor unjuk kerja seseorang dalam memahami konsep dan bagaimana menggunakan konsep itu dalam bidang ilmu itu sendiri mauapun terhadap bidang ilmu lainnya.

Salah satu faktor yang penting dalam mengkaji keberhasilan peserta didik dalam belajar adalah perlunya mengetahui karakteristik peserta didik. Karakteristik peserta didik yang dapat diidentifikasi adalah bakat, motivasi, gaya belajar, motivasi, kecerdasan dan kepribadian. Dimensi kepribadian dapat dibedakan menjadi dimensi kepribadian introvert dan dimensi kepribadian ekstrovert. Karakteristik mahasiswa yang berdimensi kepribadian introvert


(26)

yang serius, tenang, sabar, pemikir, serta cukup hati-hati dalam melakukan sesuatu. Kemampuan akademis mahasiswa dengan dimensi introvert secara umum juga menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan mahasiswa dengan dimensi kepribadian ekstrovert terutama untuk mata kuliah yang sulit. Dengan karakter demikian, sangat memungkinkan bagi mahasiswa yang berdimensi kepribadian introvert untuk mempelajari dan memahami konsep teoretis, serta berpeluang besar untuk menyelesaikan tugas-tugas terkait dengan baik, sehingga hasil pekerjaannya memberikan hasil yang optimal dalam mata kuliah.

Karakteristik mahasiswa ekstrovert yang cepat tanggap, aktif, optimistis, senang akan tantangan dan terbuka dengan orang lain, mau bekerja secara kelompok, sangat memungkinkan untuk mengatasi kelemahan atau kesulitan dalam mendalami pembelajaran di dalam suatu mata kuliah. Walau demikian, di satu sisi individu dengan karakteristik demikian sering berubah-ubah, impulsive, kurang perhitungan matang dalam mengambil keputusan, suka cepat bekerja tapi kurang hati-hati, sehingga hasil pekerjaan kurang memberikan hasil yang baik.

Berikut ini perbedaan individu yang memiliki dimensi kepribadian introvert dengan yang memiliki dimensi kepribadian ekstrovert seperti pada table 2.2 di bawah ini :


(27)

Tabel 2.2. Perbedaan Karakteristik Dimensi Kepribadian Ekstrovert dan Introvert

No Introvert Ekstrovert

1. Aktif dalam berbagai aktivitas Pasif 2. Mudah bergaul, memiliki

banyak teman (sociable)

Tidak mudah berteman, suka menyendiri

3. Tertarik mengikuti hal baru dan spontan (sensation seeking)

Senang akan hal bersifat rutin atau monoton

4. Empati, peka perasaannya, bersemangat (lively)

Kurang bersemangat, empati kurang tajam

5. Suka mengambil resiko, kurang pertimbangan (venturesome)

Penuh pertimbangan, hati-hati, tidak mau ambil resiko tinggi

6. Tidak terlalu menghiraukan perbuatan orang lain, mudah memaafkan (carefree)

Sulit memaafkan orang lain, terlalu memikirkan perbuatan orang lain

7. Suka mempengaruhi dan mempertahankan pendapat

(dominant)

Tidak suka mempengaruhi dan mempertahankan pendapat dirinya di depan orang lain

8. Optimistis, melihat hal buruk dari sisi positif, menganggap segala sesuatu yang dihadapi sebagai tantangan (surgent)

Pesimistis, cenderung berpandang-an negative, kurberpandang-ang senberpandang-ang terhadap tantangan

9. Mampu mengutarakan isi pikiran dan hati (assertive)

Sulit mengutarakan isi pikiran dan hati

Dengan memperhatikan karakteristik mata kuliah dan karakteristik dimensi kepribadian mahasiswa di atas, maka dapat diduga bahwa hasil belajar mahasiswa yang berkepribadian introvert akan berbeda dengan hasil belajar mahasiswa yang berkepribadian ekstrovert.

E. Interaksi Pemberian Umpan Balik dan Dimensi Kepribadian dalam Mempengaruhi Hasil Belajar Kontruksi Alat Ukur.

Seperti hal telah diuraikan sebelumnya, bahwa untuk memahami materi kuliah secara mendalam perlu diadakan pengkajian, pembahasan serta latihan pengerjaan secara kontinu. Hasil tes maupun latihan yang dikerjakan oleh mahasiswa perlu ditindaklanjuti dengan pemberian umpan balik. Pemberian umpan balik dalam proses belajar mengajar adalah pemberian informasi kepada siswa tentang benar atau salahnya hasil pekerjaan, tugas dan hasil ujiannya. Di samping itu umpan balik juga memberitahukan cara-cara menyelesaikan


(28)

masalah serta langkah yang tepat sehingga sangat membantu siswa untuk memahami materi secara lebih mendalam. Pemberian umpan balik dapat dilakukan dengan dua pendekatan yakni secara individual dan kelompok. Pemberian umpan balik melalui pendekatan individual dan kelompok dalam mata kuliah akan mengarahkan mahasiswa akan konsep pemahaman yang mampu dipahami secara komprehensif.

Hasil pemberian umpan balik salah satu halnya tergantung kepada dimensi kepribadian mahasiswa. Bagi mahasiswa yang memiliki dimensi kepribadian ekstrovert cenderung lebih sesuai bila menerima umpan baik dalam kelompok, sebab di dalam kelompok kecil yang terdiri dari 5 sampai 7 orang, berpeluang bagi mahasiswa untuk berdiskusi dan tanya jawab, saling memberi koreksi, saling tukar pikiran, bekerjsama dalam kelompok. Dalam kondisi demikian sangat memungkinkan bagi mahasiswa yang berdimensi kepribadian eksterovert yang memiliki sifat terbuka, aktif, suka berinteraksi, mudah bergaul, dapat menerima dan menyesuaikan dalam kelompok daripada menerima umpan balik individual yang hanya terjadi proses tatap muka dengan pengajar. Dengan umpan balik kelompok yang diwarnai oleh diskusi dan tanya jawab inilah sangat memungkinkan bagi mahasiswa yang memiliki dimensi kepribadian ekstrovert menerima dan memahami kesalahan yang mereka lakukan serta memperbaiki secepatnya kesalahan tersebut, dan pada akhirnya akan berdampak positif pada hasil belajar. Mahasiswa yang memiliki dimensi kepribadian introvert lebih cenderung tertutup, menyendiri, kurang suka bertanya dan berdebat, kurang bergaul dan berteman, kurang suka bekerja kelompok, kurang memungkinkan untuk menerima umpan balik secara kelompok, namun mereka memiliki pemikiran yang matang, hati-hati, mandiri, teratur serta percaya pada kemampuan sendiri ini. Kondisi demikian memungkinkan bagi mahasiswa yang berkepribadian introvert menerima umpan balik individual dalam bentuk tatap muka dengan pengajar, karena lebih senang mengkaji sendiri, memiliki kemampuan kognitif yang baik, dan lebih senang informasi umpan balik yang ia terima tidak diketahui oleh teman-temannya. Dengan cara ini mahasiswa dengan dimensi kepribadian introvert lebih hati-hati, lebih terkontrol dalam menyelesaikan tugas berikutnya.


(29)

Memperhatikan dimensi kepribadian di atas maka mahasiswa dengan dimensi kepribadian ekstrovert hasil belajarnya diduga akan lebih baik jika menerima umpan balik yang diberikan melalui pendekatan umpan balik secara kelompok daripada umpan balik yang diberikan secara individual. Demikian pula sebaliknya, bahwa bagi mahasiswa yang memiliki dimensi kepribadian introvert hasil belajarnya lebih tinggi, bila menerima umpan balik yang diberikan secara individual daripada umpan balik yang diberikan secara kelompok. Dengan demikian dapat diduga bahwa terdapat interaksi antara pemberian umpan balik dan dimensi kepribadian pada hasil belajar mahasiswa.


(30)

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan kajian teoritis sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwasanya proses pemberian umpan balik merupakan suatu variabel yang perlu diperhatikan dalam proses pembelajaran, baik dari tingkat pendidikan dasar hingga perguruan tinggi. Proses pemberian umpan balik menunjukkan hasil yang positif dalam meningkatkan hasil belajar. Dalam menerapkan proses umpan balik, maka pihak pengajar hendaknya memperhatikan karakteristik kepribadian peserta didik. Karaketeristik kepribadian tertentu akan lebih berhasil dengan pendekatan yang berbeda. Hal ini hendapkanya disadari oleh pihak pengajar dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran yang lebih baik.

Saran

Berdasarkan paparan penulisan sebelumnya maka dikemukakan saran-saran sebagai berikut:

1. Dosen perlu memperhatikan karakteristik kepribadian mahasiswa, karena dimensi kepribadian merupakan aspek psikologis yang memberikan pengaruh terhadap hasil belajar mahasiswa

2. Oleh karena pemberian umpan balik individual sesuai dan sangat membantu mahasiswa dalam meningkatkan hasil belajar, maka disarankan pada dosen untuk menerapkan dalam pembelajaran.

3. Karakteristik mahasiswa yang dijadikan bahasan dalam penulisan ini adalah dimensi kepribadian, maka disarankan untuk bahasan lebih lanjut dapat melibatkan karakteristik mahasiswa yang lain guna melengkapi kajian penelitian ini, seperti gaya belajar, motivasi berprestasi, kreativitas dan lain sebagainya.

4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dalam menggunakan pemberian umpan balik untuk mengetahui hasil yang lebih akurat.


(31)

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, O. W, and Krathwohl, D.R. (2001). A Taxonomy for learning,

Teaching, and Assessing. New York : Addison Wesley Longman, Inc

Arends, R. I. (2004). Learning to Teach (6 th ed). London : Mc Graww Hill Arikunto, S. (2006). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi

Aksara

Azwar, Saifuddin (2009). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Anastasi, Anne (1997). Tes Psikologi Jilid 1. Jakarta : Prenhallindo.

Brophy, J.E., and Good, Thomas. (1987).Educational Psychology. New York : Longman

Campbell, D.T., and Stanley. (1996). Experimental and Quasy Experimental

Design for Research. USA: Rand Mc. Nally and Company.

Cole, Peter. G., and Chan, Lorna. (1994). Teaching Principles and Practice. New York: Prentice Hall.

Dick, Walter, and Carey, Lou. (1985). A Systematic Design of Instruction. New York: Harper Collins Publisher

Eysenck, H. J., (1998). Dimensions Personality. New York: Prentice Hall Gagne, R. M. and Driscoll, M. P. (1989). Essentials of Learning for Instruction. New Jersey : Prentice Hall

Gultom, Ibrahim. (1994) Pengaruh Pemberian Umpan Balik dan Jenis Kelamin terhadap Hasil Belajar Murid dalam Bahasa Indonesia. Jurnal

Pendidikan. Vol(1), 21 Maret 1994. Unimed.

Hadi, S. (2000). Metodologi Research. Yogyakarta: Andi.

Hamid, A. K. (2007). Teori Belajar dan Pembelajaran. Medan : Pascasarjana Unimed

Hall, Lindzey, Gardner, John C, Manosevitz, Martin. (1985), The Factor Analysts: Raymond Cattel and Hans Eysenck. Introduction to Theories of Personality Prentice Hall.


(32)

Hergenhahn, B, R, and Olson (2008). Teori Belajar. Jakarta : Kencana. Indrajit, E. R., Djokopranoto, R. (2006). Manajemen Perguruan Tinggi

Modern. Yogyakarta: Andi Offset. Jerry. 2010.”Pengaruh Kebisingan dan Warna terhadap Ingatan Jangka

Pendek ditinjau dari Dimensi Kepribadian Ekstrovert dan Introvert”. Medan : Universitas Sumatera Utara. Skripsi.

Khalsa, SiriNam, S. 2008. Pengajaran Disiplin dan Harga Diri. Jakarta: Indeks.

Killen, Roy. (1998) Effective Teaching Strategies, Lesson from Research and

Practice. New York: Social Sciences Press.

Myers, A., and Hansen, C. (2006). Experimental Psychology (6th ed). California: Thomson Woodsworth.

Nasution, S. (2008). Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan

Mengajar. Jakarta : Bumi Aksara.

Paneo, Herman. (2007). Pengaruh Umpan Balik Evaluasi Formatif dan Kepribadian Siswa terhadap Hasil Belajar Matematika. Jurnal

Pendidikan dan Kebudayaan. No. 067 tahun ke-13. Universitas Negeri

Gorontalo.

Panjaitan, B. (200). Karakteristik Pembelajaran dan Kontribusinya terhadap Hasil Belajar. Medan : Poda.

Pervin, L.A., Cervone, D. & John, O.P. (2005) Personality Theory and Research (9 th ed) USA: John Wiley & Sons. Inc

Race, P. (1999). 2000 Tips for Lecturer. London : Kogan Page

Reigeluth, C. M. (1983). Instructional Design Theory of Models : An Overview of Their Current Status. London : Prentice Hall

Romiszwoski, A.J. (1986). Developing Auto Instructional Materials. New York : Nichols Publishing

Sales. (1993). Interactive Instruction and Feedback. New Jersey: Englewood Cliffs.

Sanjaya, Wina(2008). Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.


(33)

Schmuck, A. R., and Schmuck, P. (1983). Group Processes in Classroom. Dubeque, Iowa: Brown Company Publisher.

Schultz, D. and Schultz, S, E. (1994). Theories of Personality, Fifth Edition. California : Brook Publishing Company.

Sibarani, Sahala. (2007). “Pengaruh Pemberian Umpan Balik dan Kemampuan Berpikir Abstrak terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas II SMP. Tesis.

Slavin, R., E. (2009). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Indeks.

Sudiyono. (2004). Manajemen Pendidikan Tinggi. Jakarta : Rineka Cipta Sudjana. (2002). Metode Statistika. Bandung : Tarsito.

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Alfabeto.

Tessmer, Martin. (1995). Planning and Conducting Formative Evaluation. London: Kogan Page Limited

Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Uno, Hamzah. (2008). Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta :

Bumi Aksara.

USU. (2009). Buku Panduan Fakultas Psikologi USU. Medan: USU Press. Wasita, B.(2008). Teknologi Pembelajaran, Landasan dan Aplikasinya.

Jakarta: Rineka Cipta.

Westen, D. (1999). Psychology. Mind, Brain, and Culture. New York: John Wiley & Sons, Inc

Vernon F. J., and Louise S. Jones. Comprehensive Classroom Management. Boston. Allyn & Bacon, Inc. 2001.

Winataputra, U., S. (2005). Model-model Pembelajaran Inovatif. Jakarta: Pusat Antar Universitas untuk Peningkatan dan Pengembangan Aktivitas Instruksional Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.


(1)

masalah serta langkah yang tepat sehingga sangat membantu siswa untuk memahami materi secara lebih mendalam. Pemberian umpan balik dapat dilakukan dengan dua pendekatan yakni secara individual dan kelompok. Pemberian umpan balik melalui pendekatan individual dan kelompok dalam mata kuliah akan mengarahkan mahasiswa akan konsep pemahaman yang mampu dipahami secara komprehensif.

Hasil pemberian umpan balik salah satu halnya tergantung kepada dimensi kepribadian mahasiswa. Bagi mahasiswa yang memiliki dimensi kepribadian ekstrovert cenderung lebih sesuai bila menerima umpan baik dalam kelompok, sebab di dalam kelompok kecil yang terdiri dari 5 sampai 7 orang, berpeluang bagi mahasiswa untuk berdiskusi dan tanya jawab, saling memberi koreksi, saling tukar pikiran, bekerjsama dalam kelompok. Dalam kondisi demikian sangat memungkinkan bagi mahasiswa yang berdimensi kepribadian eksterovert yang memiliki sifat terbuka, aktif, suka berinteraksi, mudah bergaul, dapat menerima dan menyesuaikan dalam kelompok daripada menerima umpan balik individual yang hanya terjadi proses tatap muka dengan pengajar. Dengan umpan balik kelompok yang diwarnai oleh diskusi dan tanya jawab inilah sangat memungkinkan bagi mahasiswa yang memiliki dimensi kepribadian ekstrovert menerima dan memahami kesalahan yang mereka lakukan serta memperbaiki secepatnya kesalahan tersebut, dan pada akhirnya akan berdampak positif pada hasil belajar. Mahasiswa yang memiliki dimensi kepribadian introvert lebih cenderung tertutup, menyendiri, kurang suka bertanya dan berdebat, kurang bergaul dan berteman, kurang suka bekerja kelompok, kurang memungkinkan untuk menerima umpan balik secara kelompok, namun mereka memiliki pemikiran yang matang, hati-hati, mandiri, teratur serta percaya pada kemampuan sendiri ini. Kondisi demikian memungkinkan bagi mahasiswa yang berkepribadian introvert menerima umpan balik individual dalam bentuk tatap muka dengan pengajar, karena lebih senang mengkaji sendiri, memiliki kemampuan kognitif yang baik, dan lebih senang informasi umpan balik yang ia terima tidak diketahui oleh teman-temannya. Dengan cara ini mahasiswa dengan dimensi kepribadian introvert lebih hati-hati, lebih terkontrol dalam menyelesaikan tugas berikutnya.


(2)

Memperhatikan dimensi kepribadian di atas maka mahasiswa dengan dimensi kepribadian ekstrovert hasil belajarnya diduga akan lebih baik jika menerima umpan balik yang diberikan melalui pendekatan umpan balik secara kelompok daripada umpan balik yang diberikan secara individual. Demikian pula sebaliknya, bahwa bagi mahasiswa yang memiliki dimensi kepribadian introvert hasil belajarnya lebih tinggi, bila menerima umpan balik yang diberikan secara individual daripada umpan balik yang diberikan secara kelompok. Dengan demikian dapat diduga bahwa terdapat interaksi antara pemberian umpan balik dan dimensi kepribadian pada hasil belajar mahasiswa.


(3)

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan kajian teoritis sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwasanya proses pemberian umpan balik merupakan suatu variabel yang perlu diperhatikan dalam proses pembelajaran, baik dari tingkat pendidikan dasar hingga perguruan tinggi. Proses pemberian umpan balik menunjukkan hasil yang positif dalam meningkatkan hasil belajar. Dalam menerapkan proses umpan balik, maka pihak pengajar hendaknya memperhatikan karakteristik kepribadian peserta didik. Karaketeristik kepribadian tertentu akan lebih berhasil dengan pendekatan yang berbeda. Hal ini hendapkanya disadari oleh pihak pengajar dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran yang lebih baik.

Saran

Berdasarkan paparan penulisan sebelumnya maka dikemukakan saran-saran sebagai berikut:

1. Dosen perlu memperhatikan karakteristik kepribadian mahasiswa, karena dimensi kepribadian merupakan aspek psikologis yang memberikan pengaruh terhadap hasil belajar mahasiswa

2. Oleh karena pemberian umpan balik individual sesuai dan sangat membantu mahasiswa dalam meningkatkan hasil belajar, maka disarankan pada dosen untuk menerapkan dalam pembelajaran.

3. Karakteristik mahasiswa yang dijadikan bahasan dalam penulisan ini adalah dimensi kepribadian, maka disarankan untuk bahasan lebih lanjut dapat melibatkan karakteristik mahasiswa yang lain guna melengkapi kajian penelitian ini, seperti gaya belajar, motivasi berprestasi, kreativitas dan lain sebagainya.

4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dalam menggunakan pemberian umpan balik untuk mengetahui hasil yang lebih akurat.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, O. W, and Krathwohl, D.R. (2001). A Taxonomy for learning, Teaching, and Assessing. New York : Addison Wesley Longman, Inc Arends, R. I. (2004). Learning to Teach (6 th ed). London : Mc Graww Hill Arikunto, S. (2006). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi

Aksara

Azwar, Saifuddin (2009). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Anastasi, Anne (1997). Tes Psikologi Jilid 1. Jakarta : Prenhallindo.

Brophy, J.E., and Good, Thomas. (1987).Educational Psychology. New York : Longman

Campbell, D.T., and Stanley. (1996). Experimental and Quasy Experimental Design for Research. USA: Rand Mc. Nally and Company.

Cole, Peter. G., and Chan, Lorna. (1994). Teaching Principles and Practice. New York: Prentice Hall.

Dick, Walter, and Carey, Lou. (1985). A Systematic Design of Instruction. New York: Harper Collins Publisher

Eysenck, H. J., (1998). Dimensions Personality. New York: Prentice Hall Gagne, R. M. and Driscoll, M. P. (1989). Essentials of Learning for Instruction. New Jersey : Prentice Hall

Gultom, Ibrahim. (1994) Pengaruh Pemberian Umpan Balik dan Jenis Kelamin terhadap Hasil Belajar Murid dalam Bahasa Indonesia. Jurnal Pendidikan. Vol(1), 21 Maret 1994. Unimed.

Hadi, S. (2000). Metodologi Research. Yogyakarta: Andi.

Hamid, A. K. (2007). Teori Belajar dan Pembelajaran. Medan : Pascasarjana Unimed

Hall, Lindzey, Gardner, John C, Manosevitz, Martin. (1985), The Factor Analysts: Raymond Cattel and Hans Eysenck. Introduction to


(5)

Hergenhahn, B, R, and Olson (2008). Teori Belajar. Jakarta : Kencana. Indrajit, E. R., Djokopranoto, R. (2006). Manajemen Perguruan Tinggi

Modern. Yogyakarta: Andi Offset. Jerry. 2010.”Pengaruh Kebisingan dan Warna terhadap Ingatan Jangka

Pendek ditinjau dari Dimensi Kepribadian Ekstrovert dan Introvert”. Medan : Universitas Sumatera Utara. Skripsi.

Khalsa, SiriNam, S. 2008. Pengajaran Disiplin dan Harga Diri. Jakarta: Indeks.

Killen, Roy. (1998) Effective Teaching Strategies, Lesson from Research and Practice. New York: Social Sciences Press.

Myers, A., and Hansen, C. (2006). Experimental Psychology (6th ed). California: Thomson Woodsworth.

Nasution, S. (2008). Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta : Bumi Aksara.

Paneo, Herman. (2007). Pengaruh Umpan Balik Evaluasi Formatif dan Kepribadian Siswa terhadap Hasil Belajar Matematika. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. No. 067 tahun ke-13. Universitas Negeri Gorontalo.

Panjaitan, B. (200). Karakteristik Pembelajaran dan Kontribusinya terhadap Hasil Belajar. Medan : Poda.

Pervin, L.A., Cervone, D. & John, O.P. (2005) Personality Theory and Research (9 th ed) USA: John Wiley & Sons. Inc

Race, P. (1999). 2000 Tips for Lecturer. London : Kogan Page

Reigeluth, C. M. (1983). Instructional Design Theory of Models : An Overview of Their Current Status. London : Prentice Hall

Romiszwoski, A.J. (1986). Developing Auto Instructional Materials. New York : Nichols Publishing

Sales. (1993). Interactive Instruction and Feedback. New Jersey: Englewood Cliffs.

Sanjaya, Wina(2008). Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.


(6)

Schmuck, A. R., and Schmuck, P. (1983). Group Processes in Classroom. Dubeque, Iowa: Brown Company Publisher.

Schultz, D. and Schultz, S, E. (1994). Theories of Personality, Fifth Edition. California : Brook Publishing Company.

Sibarani, Sahala. (2007). “Pengaruh Pemberian Umpan Balik dan Kemampuan Berpikir Abstrak terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas II SMP. Tesis.

Slavin, R., E. (2009). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Indeks.

Sudiyono. (2004). Manajemen Pendidikan Tinggi. Jakarta : Rineka Cipta Sudjana. (2002). Metode Statistika. Bandung : Tarsito.

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Alfabeto.

Tessmer, Martin. (1995). Planning and Conducting Formative Evaluation. London: Kogan Page Limited

Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Uno, Hamzah. (2008). Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta :

Bumi Aksara.

USU. (2009). Buku Panduan Fakultas Psikologi USU. Medan: USU Press. Wasita, B.(2008). Teknologi Pembelajaran, Landasan dan Aplikasinya.

Jakarta: Rineka Cipta.

Westen, D. (1999). Psychology. Mind, Brain, and Culture. New York: John Wiley & Sons, Inc

Vernon F. J., and Louise S. Jones. Comprehensive Classroom Management. Boston. Allyn & Bacon, Inc. 2001.

Winataputra, U., S. (2005). Model-model Pembelajaran Inovatif. Jakarta: Pusat Antar Universitas untuk Peningkatan dan Pengembangan Aktivitas Instruksional Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.