Aktivitas Antihiperglikemia Sediaan Emulsi Nanokurkuminoid Temulawak Pada Tikus Sprague Dawley Yang Diinduksi Streptozotosin.

AKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIA SEDIAAN EMULSI
NANOKURKUMINOID TEMULAWAK PADA TIKUS
SPRAGUE DAWLEY YANG DI INDUKSI
STREPTOZOTOSIN

IRMA RAHMAYANI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Aktivitas
Antihiperglikemia Sediaan Emulsi Nanokurkuminoid Temulawak pada Tikus
Sprague Dawley yang Diinduksi Streptozotosin adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, November 2015

Irma Rahmayani
G851130261

RINGKASAN
IRMA RAHMAYANI. Aktivitas Antihiperglikemia Sediaan Emulsi
Nanokurkuminoid Temulawak Pada Tikus Sprague Dawley yang Diinduksi
Streptozotosin. Dibimbing oleh LAKSMI AMBARSARI dan MEGA SAFITHRI.
Diabetes melitus adalah penyakit akibat gangguan metabolisme tubuh yang
ditandai dengan tingginya kadar glukosa darah (hiperglikemia). Hiperglikemia
pada tikus dapat disebabkan oleh induksi senyawa kimia seperti streptozotosin
melalui perusakan DNA sel beta pankreas. Penggunaan obat sintesis yang biasa
digunakan memiliki kelemahan diantaranya adalah menimbulkan efek samping
pada lambung. Oleh sebab itu, penggunaan obat tradisional seperti temulawak
dapat menjadi alternatif untuk mengatasi hal tersebut.
Temulawak memiliki komponen bioaktif salah satunya adalah kurkuminoid.
Kurkuminoid diketahui memiliki berbagai aktivitas diantaranya sebagai

antidiabetes. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk membuktikan keamanan
dan kemanjuran kurkuminoid pada dosis yang sangat tinggi, namun
bioavailabilitas kurkuminoid diketahui sangat rendah. Rendahnya bioavailabilitas
yang dimiliki kurkuminoid dapat diatasi dengan pembuatan nanopartikel lemak
padat. Nanopartikel lemak padat memiliki beberapa keuntungan diantaranya luas
permukaan yang besar, ukuran yang kecil, dan kapasitas pemuatan obat yang
tinggi.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji aktivitas antihiperglikemia sediaan
emulsi nanokurkuminoid temulawak tersalut asam palmitat yang dibuat dengan
metode homogenisasi-ultrasonikasi pada tikus Sprague Dawley. Kurkuminoid
yang digunakan diekstraksi dari rimpang temulawak dengan metode maserasi
yang selanjutnya dianalisis dengan HPLC. Parameter yang digunakan berupa
karakterisasi sediaan nankokurkuminoid, pengamatan berat badan, pengukuran
kadar glukosa, serta kadar AST dan ALT darah tikus.
Total rendemen ekstrak kurkuminoid yang diperoleh dari 100 gram serbuk
temulawak dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol adalah 8.32%.
Hasil analisis HPLC menunjukkan bahwa komponen utama sampel terdiri atas
kurkumin, demetoksikurkumin dan bisdemetoksikurkumin. Ukuran partikel dan
nilai indeks polidispersitas (IP) dianalisis menggunakan alat particle size analizer
dengan hasil ukuran sebesar 523.5 nm dan IP 0.218. Efisiensi penjerapan yang

diperoleh sebesar 24.2%.
Bobot badan tikus yang diberi streptozotosin mengalami penurunan hingga
akhir perlakuan. Kelompok sediaan emulsi nanokurkuminoid dosis 10 mg/kg bb
mengalami penurunan bobot badan terendah yaitu sebesar 15.47%. Sesuai dengan
perolehan data bobot badan, kadar glukosa darah tikus kelompok sediaan emulsi
nanokurkuminoid dosis 10 mg/kg bb juga mengalami penurunan yang paling
besar setelah perlakuan yaitu sebesar 30.93%. Kadar AST dan ALT darah tikus
yang diberi perlakuan sediaan emulsi nanokurkuminoid menunjukkan tidak
terjadinya kerusakan pada organ hati tikus.
Kata

Kunci

:

antihiperglikemia,
nanokurkuminoid.

bobot


badan

tikus,

glukosa

darah,

SUMMARY
IRMA RAHMAYANI. Antihyperglicemia Activity of Nanocurcuminoid
Temulawak Emulsion in Streptozotocin - Induced Sprague Dawley Rats.
Supervised by LAKSMI AMBARSARI and MEGA SAFITHRI.
Diabetes mellitus is a disease caused by metabolic disorders, which is
characterized by high blood glucose levels (hyperglycemia). Hyperglycemia in
rats can be caused by chemical compounds induction such as streptozotosin
through the destruction of pancreatic beta cell’s DNA. The synthetic drugs which
used have drawbacks including the side effects on the stomach. Therefore, the use
of traditional medicines such as temulawak can be an alternative to overcome it.
Temulawak has bioactive components, one of them is curcuminoid.
Curcuminoid has a variety of activities such as anti-diabetic. Various studies have

been conducted to prove the safety and the efficacy of curcuminoid at very high
doses, but curcuminoid have a very low bioavailability. The low bioavailability of
curcuminoid can be overcome by making solid lipid nanoparticles. Solid lipid
nanoparticles has several advantages such as large surface area, small size, and
high drug loading capacity.
This study aimed to examine the antihyperglicemia activity of
nanocurcuminoid temulawak emulsion coated with palmitic acid made by
homogenization-ultrasonication method in Sprague Dawley rats. The curcuminoid
was extracted from the rhizome of temulawak with maceration method then
analyzed by HPLC. The parameters in this study were the characteristic of
nanocurcuminoid dosage, body weight, glucose level, and AST and ALT levels on
bloods of rats. Yield total of curcuminoid extracts were obtained from 100 grams
of temulawak powder with maceration method using ethanol 8.32%. The results
of HPLC analysis showed that the main component of the sample consists of
curcumin, demethoxycurcumin and bisdemethoxycurcumin. The particle size and
polydispersity index values (IP) were analyzed by using a particle size analyzer,
showed the particle size and IP value are 523.5 nm and 0.218, respectively. The
entrapment efficiency obtained for 24.2%.
Body weight of rats, which induced with streptozotosin, decreased until the
end of the treatment. In the group of nanocurcuminoid emulsion treatment with

dose 10 mg/kg bw, the lowest body weight decrease in the hyperglycemia rats was
15.47%. In accordance with the data acquisition of body weight, blood glucose
levels of the nanocurcuminoid emulsion treatment group with dose 10 mg/kg bw
is also experiencing the greatest decline after treatment that is equal to 30.93%.
The AST and ALT level in rat’s blood which treated with nanocurcuminoid
emulsion showed no damage to liver organ of rats.
Keywords

:

antihyperglicemia,
nanocurcuminoid.

blood

glucose,

body

weight


of

rats,

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

AKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIA SEDIAAN EMULSI
NANOKURKUMINOID TEMULAWAK PADA TIKUS
SPRAGUE DAWLEY YANG DI INDUKSI
STREPTOZOTOSIN


IRMA RAHMAYANI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Biokimia

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof Dr drh Maria Bintang, MS

Judul Tesis
Nama
NIM

: Aktivitas Antihiperglikemia Sediaan Emulsi Nanokurkuminoid

pada Tikus Sprague Dawley yang Diinduksi Streptozotosin
: Irma Rahmayani
: G851130261

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Laksmi Ambarsari, MS
Ketua

Dr Mega Safithri, MSi
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Biokimia

Prof Dr drh Maria Bintang, MS


Tanggal Ujian : 28 Agustus 2015

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2014 ini ialah sistem
penghantaran obat, dengan judul Aktivitas Antihiperglikmia Sediaan Emulsi
Nanokurkuminoid pada Tikus Sprague Dawley yang Diinduksi Streptozotosin.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Laksmi Ambarsari, MS dan Dr
Mega Safithri, MSi selaku pembimbing, serta Waras Nurcholis, SSi, MSi yang
telah banyak memberikan saran. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan
kepada Pusat Studi Biofarmaka LPPM-IPB yang telah banyak membantu
sehingga penelitian ini dapat terlaksana dengan baik. Tidak lupa juga terima kasih
penulis ucapkan kepada keluarga dan teman-teman SPs IPB program studi Biokimia
2013 yang selalu mendukung penulis.
Penelitian ini di danai melalui Hibah Penelitian Batch I Program Penelitian
Riset Andalan Perguruan Tinggi dan Industri (RAPID) tahun anggaran 2015 nomor :
083/SP2H/PL/Dit.Litabmas/II/2015 yang diketuai oleh ibu Prof Dr Ir Latifah K
Darusman, MS.

Penyusunan tesis ini tentunya tidak terlepas dari kekurangan. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan adanya saran dan kritik yang bersifat membangun untuk
menyempurnakan penyusunan tesis ini. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat
bagi kemajuan ilmu pengetahuan.

Bogor, November 2015

Irma Rahmayani

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penenlitian
Hipotesis Penelitian

viii
1
1
2
3
3
3

METODE
Bahan
Alat
Tempat dan Waktu Penelitian
Prosedur Penelitian
HASIL

4
4
4
4
4
8
8
8
9

Rendemen Ekstrak dan Deteksi Kurkuminoid Rimpang Temulawak
Karakteristik Sediaan Emulsi Nanokurkuminoid Temulawak
Bobot Badan Tikus Selama Percobaan
Aktivitas Antihiperglikemia Sediaan Emulsi Nanokurkuminoid
Temulawak
10
Kadar AST dan ALT Darah Tikus
12
PEMBAHASAN
Rendemen Ekstrak dan Deteksi Kurkuminoid Rimpang Temulawak
Karakteristik Sediaan Emulsi Nanokurkuminoid Temulawak
Bobot Badan Tikus Selama Percobaan
Aktivitas Antihiperglikemia Sediaan Emulsi Nanokurkuminoid
Temulawak
Kadar AST dan ALT Darah Tikus

14
14
14
16

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

23
23
23

DAFTAR PUSTAKA

24

LAMPIRAN

28

RIWAYAT HIDUP

40

17
20

DAFTAR TABEL
1. Persentase penurunan bobot badan tikus selama perlakuan
2. Persentase penurunan glukosa darah tikus selama perlakuan

10
12

DAFTAR GAMBAR
1. Kromatogram HPLC (a) standar kurkuminoid dan (b) ekstrak etanol
2. Sediaan emulsi nanokurkuminoid
3. Perubahan bobot badan tikus
4. Perubahan glukosa darah pada tikus
5. Aktivitas enzim AST terhadap kelompok perlakuan
6. Aktivitas enzim ALT terhadap kelompok perlakuan
7. Struktur (a) glukosa (b) N-asetil glukosamin (c) streptozotosin
8. Mekanisme kematian sel oleh induksi STZ

8
9
9
11
12
13
17
18

DAFTAR LAMPIRAN
1. Desain penelitian
2. Prosedur perlakuan pada hewan coba
3. Hasil karakterisasi ukuran partikel dengan particle size analyzer
4. Efisiensi penjerapan
5. Tabel konversi perhitungan dosis (Laurence & Bacharach, 1964)
6. Perhitungan dosis
7. Data bobot badan tikus selama perlakuan
8. Data glukosa darah tikus selama perlakuan
9. Analisis statistik bobot badan dan glukosa darah
10. Data kadar AST darah tikus
11. Data kadar ALT darah tikus
12. Analisis statistik kadar AST & ALT

28
29
30
31
32
33
34
35
36
38
38
39

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Diabetes melitus adalah penyakit akibat gangguan metabolisme tubuh yang
ditandai dengan tingginya kadar glukosa darah (hiperglikemia). Diabetes telah
menjadi masalah kesehatan global yang mempengaruhi jutaan orang diseluruh
dunia. Hal ini menjadi salah satu penyebab utama kematian dan kecacatan (Singh
2011). Data terbaru dari International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2013
menunjukkan bahwa 8.3% orang dewasa dari 382 juta orang di seluruh dunia
menderita diabetes, dan jumlah ini akan meningkat melampaui 592 juta dalam
waktu kurang dari 25 tahun. Indonesia sendiri menempati posisi ke tujuh dengan
angka penderita diabetes mencapai 8.5 juta jiwa setelah Cina, India, Amerika,
Brazil, Rusia dan Meksiko (IDF 2013). Berdasarkan data dari Departemen
Kesehatan pada tahun 2030 penderita diabetes di Indonesia diperkirakan akan
mencapai 21.3 juta jiwa (DEPKES 2013).
Diabetes melitus dapat terjadi melalui perusakan DNA sel beta pankreas
oleh senyawa kimia seperti streptozotosin (STZ). Di dalam sel beta pankreas,
streptozotosin merusak DNA melalui donor oksida nitrat (NO). Perusakan DNA
ini menstilmulasi ribosilasi poli ADP yang selanjutnya menyebabkan deplesi
NAD+ dan ATP sehingga produksi insulin terganggu dan jumlah yang dihasilkan
berkurang atau bahkan dapat menyebabkan apoptosis sel. Selain donor NO, STZ
juga diketahui menghasilkan reactive oxygen spesies
(ROS) yang juga
berkontribusi terhadap kerusakan DNA. NO dan oksigen reaktif tersebut adalah
penyebab utama kerusakan sel β pankreas (Szkudelski 2001).
Berbagai upaya untuk mengatasi penyakit ini telah dilakukan, diantaranya
dengan pengaturan pola makan, olah raga teratur (Malkawi 2012), penggunaan
obat antidiabetes oral, serta suntikan insulin (Levich 2011). Seperti yang telah
diketahui bahwa pemberian insulin secara intensif membutuhkan biaya yang
relatif mahal. Penggunaan obat sintesis seperti golongan sulfonil dan biguanida
juga tidak dapat menurunkan konsentrasi glukosa menjadi normal dan
mengembalikan pola normal homeostatis glukosa secara permanen. Selain itu
obat-obat tersebut juga memiliki kelemahan yaitu adanya efek samping pada
lambung (Hussain 2002), sehingga perlu dicari alternatif lain yang secara alami
mampu mengatasi masalah tersebut.
Temulawak (Curcuma xanthorhiza Roxb) telah digunakan sebagai tanaman
obat tradisional di beberapa negara tropis seperti Indonesia dan Malaysia (Kim et
al. 2014). Komponen utama temulawak yang berkhasiat sebagai obat salah
satunya adalah kurkuminoid. Senyawa kurkuminoid terdiri atas tiga komponen
penting yaitu kurkumin, demetoksikurkumin dan bisdemetoksikurkumin.
Kurkuminoid mengandung gugus fenolik dan ikatan terkonjugasi ganda, yang
tidak stabil terhadap cahaya dan pH rendah (Anand et al. 2007). Beberapa
aktivitas kurkuminoid diantaranya adalah antiinflamasi, antioksidan, antikanker
(Basnet 2011), antibakteri (Mangunwardoyo et al. 2012), antidiabetes ( Zhang et
al. 2013). Berdasarkan penilitian yang dilakukan oleh Permasku (2014), ekstrak
kurkuminoid temulawak memiliki potensi sebagai inhibitor enzim α-glukosidase
yang berpotensi sebagai antidiabetes. Chuengsamarn et al. (2012) dalam

2

penelitiannya mengungkapkan bahwa senyawa kurkumin dalam kurkuminod
dapat menghambat perkembangan penyakit diabetes dengan meningkatkan fungsi
sel-β, mencegah kematian sel-β, serta mengurangi resitensi insulin pada hewan
uji.
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk membuktikan keamanan dan
kemanjuran kurkuminoid pada dosis yang sangat tinggi, namun bioavailabilitas
kurkuminoid diketahui sangat rendah seperti, metabolisme yang cepat, absorpsi
yang rendah dan pengeluaran sistemik yang cepat (Anand et al. 2007).
Kurkuminoid memiliki kelarutan yang sangat rendah dalam air yaitu sebesar 11
ng/mL pada pH asam maupun netral tetapi larut pada pH basa (Dutta and Ikiki
2013). Masalah ini dapat diatasi dengan pembuatan nanopartikel tersalut lemak
padat (Mujib 2011). Nanopartikel lemak padat (solid lipid nanoparticle) adalah
suatu sistem pembawa obat baru yang berbasis teknologi nanopartikel dengan
kisaran diameter 50-1000 nm (Shi et al. 2012). Nanopartikel lemak padat
diketahui memiliki keuntungan yang tinggi dalam meningkatkan pengisian obat,
memungkinkan kontrol yang lebih baik terhadap kinetika pelepasan senyawa yang
terenkapsulasi, meningkatkan bioavailabilitas senyawa-senyawa bioaktif yang
terjerap, dan stabil digunakan dalam jangka waktu yang lama (Ghalandarlaki et al.
2014). Formulasi kurkumin kedalam nanopartikel lemak padat yang dilakukan
Kakkar et al. (2011) menunjukkan peningkatan bioavailabilitas yang signifikan
sehingga mampu memberikan efek terapi yang lebih baik.
Penelitian yang dilakukan oleh Mujib tentang nanopartikel kurkuminoid
tersalut lemak padat menghasilkan nanopartikel dengan ukuran partikel kecil,
seragam, kristalinitasnya baik dan efisiensi penjerapannya tinggi (>70%) dengan
ukuran (199.03 ± 67.62) nm. Metode ini dikembangkan dengan metode
homogenasi-ultrasonikasi pada amplitudo 20% selama 60 menit (Mujib 2011).
Ayuningtyas (2013) dalam penelitiannya melakukan karakterisasi dan toksisitas
akut nanopartikel kurkuminoid tersalut lemak padat terhadap hewan uji.
Pemberian nanopartikel kurkuminoid tersalut lemak padat hingga dosis 5000
mg/kg BB pada hewan uji tidak termasuk dalam klasifikasi tosik (Ayuningtyas
2013). Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan mengukur aktivitas
antihiperglikemia pada variasi dosis sediaan emulsi nanokurkuminoid temulawak
tersalut asam palmitat yang dibuat dengan metode homogenisasi-ultrasonikasi
pada tikus Sprague Dawley.
Perumusan Masalah
Obat sintesis antihiperglikemia diketahui memiliki beberapa kekurangan,
seperti adanya efek samping. Salah satu tanaman yang dapat digunakan untuk
menggantikan obat sintetik adalah temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb) yang
mengandung senyawa kurkuminoid yang mempunyai efek farmakologis sebagai
antihiperglikemia secara in vitro. Akan tetapi, secara oral bioavailabilitas
kurkuminoid sangat rendah di dalam tubuh tikus dan manusia. Masalah ini dapat
diatasi dengan pembuatan nanopartikel tersalut lemak padat, dengan
menggabungkan senyawa kurkuminoid ke dalam koloid pembawa salah satunya
berupa asam palmitat.

3

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menguji aktivitas antihiperglikemia sediaan
emulsi nanokurkuminoid temulawak tersalut asam palmitat yang dibuat dengan
metode homogenisasi-ultrasonikasi pada tikus Sprague Dawley. Parameter yang
digunakan berupa karakterisasi sediaan nankokurkuminoid, pengamatan berat
badan, pengukuran kadar glukosa, serta kadar AST dan ALT darah tikus.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai aktivitas
antihiperglikemia sediaan emulsi nanokurkuminoid temulawak yang dapat
digunakan sebagai pengganti obat oral sintesis yang sudah ada.
Hipotesis Penelitian
Sediaan emulsi nanokurkuminoid temulawak tersalut asam palmitat
memiliki aktivitas antihiperglikemia dengan cara memperbaiki kerusakan sel-sel
beta pankreas dan meningkatkan kadar insulin darah. Selain itu, sediaan emulsi
nanokurkuminoid temulawak mampu menekan penurunan bobot badan, serta
mempertahankan keadaan normal fungsi hati.

4

METODE
Bahan
Hewan uji yang digunakan adalah tikus putih jantan galur Sprague Dawley
yang diperoleh dari Pusat Studi Biofarmaka (PSB) berumur 3 bulan, sehat,
memiliki aktivitas normal, dan mempunyai bobot badan antara 200-300 gram.
Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini antara lain simplisia temulawak yang
berasal dari daerah Ciemas - Sukabumi, etanol 96%, n-heksana, asam palmitat
(Merck), poloksamer 188 (BASF), air reverse osmosys (RO) dengan pH 7,
Streptozotosin, glibenklamid.
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain pengaduk magnet,
neraca analitik, batch pemanas, hotplate, homogenizer (Ultra Turrax T18),
ultrasonic processor (130 Watt 20 kHz, Cole-Parmer), particle size analyzer
(Delsa Nano C, Beckman Coulter), HPLC (Hitachi seri L-2000), coolbox,
glukometer, sonde oral, tabung Eppendorf, pipet mikro, syringe, mikrosentrifus
(MIKRO 200R, Hettich Zentrifugen).
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Pusat Studi
Biofarmaka LPPM-IPB, Laboratorium Kimia Fisika Departemen Kimia,
Laboratorium Biofisika Material Departemen Fisika dan Laboratorium Biokimia
FMIPA IPB. Penelitian ini berlangsung dari Desember 2014 sampai Mei 2015.
Prosedur Penelitian
Ekstraksi Kurkuminoid (Sutrisno et al. 2008)
Serbuk rimpang temulawak kering sebanyak 100 g diekstraksi secara
maserasi dengan etanol 96% selama 24 jam. Ekstrak disaring dan filtratnya
dikumpulkan. Ekstrak etanol hasil maserasi diekstraksi cair-cair dengan n-heksana
(1:1). Fraksi etanol kemudian dipekatkan dengan penguap putar (rotary
evaporator).
Persentase rendemen =

berat akhir ekstrak

berat awal sampel

%

5

Analisis Kurkuminoid Rimpang Temulawak dengan HPLC (Jayaprakasha et
al. 2002)
Sebanyak 0.05 g sampel ditimbang dan dilarutkan ke dalam 50 mL metanol.
Larutan disaring dengan kertas saring 0.45 µm, kemudian dimasukkan ke dalam
vial HPLC. Sebanyak 20 µL diinjeksikan ke dalam kolom HPLC. Standar
kurkuminoid dibuat dengan konsentrasi 0.5 ppm. Fase diam yang digunakan
adalah senyawa C18, sedangkan fase geraknya adalah metanol. Panjang diameter
kolom 25 x 4.6 mm, laju alir 1 mL/menit, panjang gelombang 254 nm, dan
menggunakan detektor UV.
Pembuatan Nanokurkuminoid Temulawak Tersalut Asam Palmitat (Mujib
2011 dan Ekaputra 2013)
Fase lemak yang terdiri atas 1.0 g asam palmitat dan 0.1 g pasta
kurkuminoid dipanaskan pada suhu 750 C lalu diaduk dengan ultrasonikator di
dalam batch pemanas. Fase berair yang terdiri atas 0.5 g poloksamer 188 dan 100
mL air reverse osmosys (RO) dipanaskan pada suhu 750 C lalu diaduk
menggunakan stirer magnetik. Fase lemak kemudian didispersikan ke dalam fase
berair. Campuran fase lemak dan fase berair lalu diaduk di atas hotplate dengan
stirer magnetik pada suhu 750 C. Emulsi nanokurkuminoid yang dihasilkan
kemudian dihomogenisasi dengan kecepatan 13500 rpm selama lima menit.
Emulsi nanokurkuminoid yang diperoleh lalu didinginkan pada suhu dingin,
dengan cara ditempatkan pada wadah berisi air dan es batu. Sebanyak 20 mL
emulsi nanokurkuminoid diambil dari stok awal, diletakkan ke dalam botol kaca
kecil untuk diultrasonikasi dengan amplitudo 20% selama 1 jam. Hal ini dilakukan
hingga semua emulsi nanokurkuminoid tersonikasi. Emulsi yang dihasilkan
kemudian diukur ukuran partikelnya menggunakan particle size analyzer (PSA)
berdasarkan distribusi jumlah.
Efisiensi Penjerapan (Yadav et al. 2008)
Larutan standar kurkuminoid dibuat dari ekstrak kurkuminoid yang
dilarutkan dalam larutan campuran. Larutan campuran dibuat dari metanol dan air
dengan perbandingan 8:1. Deret standar kurkuminoid dibuat menggunakan larutan
standar kurkuminoid. Nanokurkuminoid yang dihasilkan disentrifugasi dengan
kecepatan 14000 rpm (18.626×g) pada suhu 40C selama 40 menit dan
supernatannya didekantasi. Residunya dicuci dengan larutan campuran untuk
mengekstraksi kurkuminoid yang terjerap dan disentrifugasi kembali. Serapan
supernatan diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 426.58 nm.
Konsentrasi kurkuminoid terjerap diperoleh melalui perhitungan dengan
menggunakan persamaan regresi linear dari deret standar kurkuminoid.
Efisiensi penjerapan =

konsentrasi kurkuminoid terjerap
x
konsentrasi kurkuminoid yang ditambahkan

%

6

Hewan Percobaan (Rauter et al. 2009)
Tikus putih jantan galur Sprague dawley berusia 12 minggu di dapat dari
Pusat Studi Biofarmaka IPB. Sebelum percobaan dilakukan, tikus ditimbang berat
badannya dan dilakukan pengambilan darah untuk baseline. Tikus dikandangkan
pada jenis kandang biasa dari plastik secara kelompok. Kondisi gelap terang
kandang diatur 12 jam gelap dan 12 jam terang, dengan suhu ruangan kandang
230C.
Rancangan Penelitian
Sebanyak 21 ekor tikus dibagi menjadi 7 kelompok secara acak. Kelompok
normal (N) merupakan kelompok yang tidak diinduksi streptozotosin (STZ).
Kelompok kontrol negatif (KN) diinduksi STZ 50 mg/kg bb dan dicekok akuades.
Kelompok kontrol positif (KP) diinduksi STZ 50 mg/kg bb dan dicekok obat
komersil glibenklamid 5 mg/kg bb. Kelompok ekstrak (E) diinduksi STZ 50
mg/kg bb dan dicekok ekstrak kurkuminoid 100 mg/kg bb. Kelompok NE 5, NE
10 dan NE 20 adalah kelompok tikus diabetes diinduksi STZ 50 mg/kg bb dan
berturut-turut dicekok sediaan emulsi nanokurkuminoid 5 mg/kg bb, 10 mg/kg bb
dan 20 mg/kg bb. Pencekokan dilakukan setiap hari selama 14 hari. Induksi
streptozotosin dilakukan dengan cara menyuntikkan pada bagian intraperitonial
rongga bawah perut tikus. Pencekokan dilakukan setelah 48 jam disuntik
streptozotosin dan berakhir pada hari ke-14.
Pengukuran Kadar Glukosa Darah (Soemardji 2004)
Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan di hari ke-0, 4, 7, 11, dan 15.
Tikus dipuasakan selama 16 jam dan dihangatkan dengan sinar matahari selama
±15 menit sebelum diambil darahnya. Pengambilan darah dilakukan melalui ekor.
Ekor tikus dibersihkan dengan alkohol 70%, kemudian ujung ekor ditusuk
pembuluh darahnya menggunakan jarum. Ekor tikus diurut hingga darah menetes.
Tetesan darah yang diperoleh diteteskan di atas strip glukometer. Kadar glukosa
darah akan terukur setelah 10 detik dan dinyatakan dalam satuan mg/dL. Setiap
pengambilan darah, tikus sebelumnya diukur berat badannya.
Penurunan glukosa darah
glukosa darah hiperglikemia − glukosa darah akhir
=
x
glukosa darah hiperglikemia

%

Analisis AST dan ALT darah tikus (IFCC 1986)
Analisis fungsi hati tikus dilakukan dengan mengamati aktivitas enzim
Aspartat Amino Transferase (AST) dan Alanin Amino Transferase (ALT). Sampel
darah tikus disentrifugasi pada kecepatan 3000 rpm selama 15 menit untuk
mendapatkan serumnya. Setelah itu, 100 µl serum darah tikus dicampur dengan 1
ml reagen, ukur serapannya dengan menggunakan alat photometer pada 340 nm.
Reagen yang digunakan dalam pengukuran AST mengandung buffer Tris pH 7.8
(80 mmol/L), L-aspartat (240 mmol/L, 2-oksoglutarat (12 mmol/L), laktat
dehidrogenase (600 U/L), malat dehidrogenase (600 U/L), dan NADH (0.18
mmol/L). Pereaksi yang digunakan dalam pengukuran ALT mengandung buffer

7

Tris (100 mmol/L), L-alanin (500 mmol/L), 2-oksoglutarat (15 mmol/L), laktat
dehidrogenase (1200 U/L), dan NADH (0.18 mmol/L).
Analisis Data (Mattjik & Sumertajaya 2000)
Rancangan acak lengkap digunakan pada rancangan penelitian ini. Data
yang diperoleh dianalisis dengan metode ANOVA (analysis of variance) pada
tingkat kepercayaan λ5% dan taraf α = 0.05. Model rancangan tersebut adalah
sebagai berikut.
Yij = μ + τ + εi
Keterangan:
Yij = pengamatan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
= Pengaruh rataan umum
τ = Pengaruh rataan ke-i
εi = Pengaruh galat perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
Uji lanjut yang digunakan adalah uji Duncan pada selang kepercayaan
λ5%, taraf α = 0.05. Semua data dianalisis dengan program SPSS 11.5.

8

HASIL
Rendemen Ekstrak dan Deteksi Kurkuminoid Rimpang Temulawak
Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi menggunakan rimpang
temulawak lokal Ciemas 100 gr dengan pelarut etanol 96% selama 24 jam. Hasil
maserasi diekstraksi cair-cair dengan n heksan dan selanjutnya dipekatkan dengan
rotary evaporator sehingga dihasilkan rendemen sebesar 8.32% dalam bentuk
pasta.
Hasil analisis kromatogram HPLC menunjukkan terdapat tiga puncak utama
dengan waktu retensi masing-masing 7.887 menit, 8.507 menit dan 9.153 menit
(Gambar 1b). Hal tersebut sesuai dengan analisis HPLC kurkuminoid standar
yang diisolasi dari kunyit (Curcuma longa) yang menunjukkan waktu retensi
masing-masing 7.877 menit, 8.500 menit, dan 9.150 menit (Gambar 1a). Ketiga
puncak kromatogram tersebut di identifikasi sebagai bisdemetoksikurkumin,
demetoksikurkumin, dan kurkumin (Jayaprakasha et al. 2002).

(a)

(b)
Gambar 1 Kromatogram HPLC (a) standar kurkuminoid dan (b) ekstrak etanol

Karakteristik Sediaan Emulsi Nanokurkuminoid Temulawak
Parameter yang diamati terhadap keberhasilan produksi nanokurkuminoid
temulawak diantaranya adalah penampakan secarara fisik, ukuran partikel, indeks
polidispersitas (IP), dan efisiensi penjerapan. Penampakan secarara fisik dari

9

nanokurkuminoid diamati dari kestabilan emulsi yang tidak meng-agregat,
sehingga dihasilkan emulsi yag homogen dan tidak terpisah (Gambar 2).

Gambar 2 Sediaan emulsi nanokurkuminoid

Analisis ukuran partikel dilakukan menggunakan alat particle size analyzer
(PSA) yang menghasilkan ukuran partikel nanokurkuminoid sebesar 523.5 nm.
Hasil ini berada pada rentang ukuran submikron (50-1000 nm) yang dapat
menjadi sistem pembawa koloid seperti nanopartikel. Keseragaman ukuran
partikel dapat diketahui dengan menentukan nilai indeks polidispersitas (IP). Hasil
penentuan IP dari nanokurkuminoid pada penelitian ini adalah 0.218. Menurut
Yadav et al. (2008) nilai IP kurang dari 0.3 menunjukkan ukuran partikel
memiliki distribusi yang sempit. Efisiensi penjerapan kurkuminoid di dalam
nanokurkuminoid pada penelitian ini adalah sebesar 24.2%.
Bobot Badan Tikus Selama Percobaan
Pemberian STZ menyebabkan penurunan bobot badan tikus hingga akhir
perlakuan kecuali pada kelompok normal (Gambar 3). Penurunan bobot badan
pada kelompok normal terjadi sampai hari ke-4 perlakuan. Setelah hari ke-7
sampai ke-15, bobot badan tikus kembali naik meskipun nilainya tidak berbeda
nyata (p>0.05).

Gambar 3 Perubahan bobot badan tikus.
Normal,
Kontrol Negatif,
Kontrol positif,
Ekstrak, Emulsi Nanokurkuminoid (
:5
mg/kg bb,
: 10 mg/kg bb,
: 20 mg/kg bb)

10

Persentase penurunan bobot badan tikus dihitung pada hari ke-7 dan ke-15.
Tabel 1 menunjukkan, pada hari ke-7 perlakuan bobot badan tikus kelompok
normal mengalami penurunan sebesar 3.82%. Kelompok kontrol negatif turun
sebesar 9.43%. Penurunan bobot badan terbesar terjadi pada kelompok kontrol
positif sebesar 13.61%. Pada kelompok ekstrak bobot badan tikus turun 10.42%.
Penurunan bobot badan pada hari ke-7 sebesar 8.84%, 4.70% dan 9.56% terjadi
pada kelompok sediaan emulsi nanokurkuminoid dengan masing-masing dosis 5,
10, dan 20 mg/kg bobot badan.
Tabel 1 Persentase penurunan bobot badan tikus selama perlakuan
Kelompok
Penurunan bobot badan (%)
perlakuan
Hari 0 – 4
Hari 0 - 7
Hari 0 – 11 Hari 0 - 15
N
4.52
3.82
1.97
1.39
KN
5.18
9.43
23.66
26.43
KP
1.70
13.61
19.66
22.68
E
7.86
10.42
20.48
27.42
NE 5
3.02
8.84
18.02
24.53
NE 10
4.21
4.70
12.13
15.47
NE 20
4.91
9.56
20.41
23.77

Pada kelompok normal terjadi penurunan bobot badan sebesar 1.39% pada
hari ke-15, namun secara statistik nilai tersebut tidak berbeda nyata (p>0.05) dari
keadaan awal. Berbeda dengan kelompok normal, kelompok tikus yang diinduksi
STZ cenderung mengalami penurunan bobot badan yang signifikan dari keadaan
awal. Penurunan bobot badan tertinggi terjadi pada kelompok kontrol negatif dan
ekstrak masing-masing sebesar 26.43% dan 27.42%. Kelompok kontrol positif
terjadi penurunan bobot badan sebesar 22.68%. Untuk kelompok sediaan emulsi
nanokurkuminoid masing-masing dosis 5 mg/kg bb, 10 mg/kg bb, dan 20 mg/kg
bb penurunan bobot badan sebesar 24.53%, 15.47%, dan 23.77%. Penurunan
bobot badan terendah terjadi pada kelompok nanokurkuminoid dosis 10 mg/kg bb.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada perlakuan yang diberi sediaan emulsi
nanokurkuminoid dengan variasi dosis, memberikan hasil yang lebih baik
dibandingkan dengan kelompok perlakuan kontrol negatif meskipun nilainya tidak
berbeda nyata (p>0.05).
Aktivitas Antihiperglikemia Sediaan Emulsi Nanokurkuminoid Temulawak
Aktivitas antihiperglikemia sediaan emulsi nanokurkuminoid temulawak
terlihat dari kadar glukosa darah tikus selama 15 hari ( Gambar 4). Glukosa darah
tikus untuk semua kelompok perlakuan sebelum induksi STZ tidak berbeda nyata
(p>0.05). Setelah 48 jam pemberian STZ dengan dosis 50 mg/kg bb, glukosa
darah meningkat signifikan (p0.05) dibandingkan dengan kelompok yang
lain. Pada kelompok perlakuan KN (kontrol negatif), tikus diinduksi STZ dan
dicekok akuades yang digunakan sebagai pembanding untuk perlakuan yang tidak
memberikan efek antidiabetes. Setelah pemberian STZ terjadi peningkatan
glukosa darah sampai hari ke-7 perlakuan kemudian menurun pada hari ke-11 dan
15.

Gambar 4 Perubahan glukosa darah tikus.
Normal,
Kontrol Negatif,
Kontrol positif,
Ekstrak, Emulsi Nanokurkuminoid (
:5
mg/kg bb,
: 10 mg/kg bb,
: 20 mg/kg bb)

Kelompok kontrol positif yang diberi obat komersil glibenklamid dosis 5
mg/kg bb, glukosa darah masih mengalami peningkatan pada hari ke-4 dan ke-7
kemudian turun pada hari ke-11 dan ke-15 namun penurunannya tidak berbeda
nyata dengan keadaan setelah induksi STZ. Pada kelompok ekstrak kurkuminoid
dosis 100 mg/kg bb, glukosa darah tikus cenderung meningkat sampai hari ke-15
perlakuan. Pada kelompok sediaan emulsi nanokurkuminoid temulawak dengan
variasi dosis terlihat bahwa kadar glukosa darah tikus mengalami fluktuasi dari
keadaan setelah pemberian STZ sampai pada hari ke-15 perlakuan. Kelompok
sediaan emulsi nanokurkuminoid (NE) 10 mg/kg bb terjadi penurunan glukosa
darah yang bertahap dari keadaan setelah tikus di induksi STZ. Pada hari ke-4
glukosa darah tikus mengalami penurunan sebesar 11.98%, hari ke-7 glukosa
darah turun sebesar 18.34%, selanjutnya hari ke-11 penurunan glukosa darah tikus
sebesar 19.32% dan penurunan paling besar terjadi pada hari ke-15 yaitu sebesar
30.93% (Tabel 2). Jika dibandingkan dengan kelompok kontrol positif terlihat
perbedaan penurunan glukosa darah tikus walaupun nilainya tidak berbeda nyata
(p>0.05).

12

Tabel 2 Persentase penurunan glukosa darah tikus selama perlakuan
Kelompok
Penurunan glukosa darah (%)
perlakuan
Hari 0 – 4
Hari 0 - 7
Hari 0 – 11
Hari 0 – 15
N
7.12
8.81
4.07
3.05
KN
-4.33
-13.33
7.66
18.83
KP
-31.06
-50.35
-17.88
-6.59
E
-11.15
-18.08
-11.54
-53.08
NE 5
-32.36
13.26
3.84
-0.66
NE 10
11.98
18.34
19.32
30.93
NE 20
-26.92
-4.87
3.90
-11.81
Keterangan: Tanda negatif ( - ) menunjukkan peningkatan glukosa darah tikus

Kadar AST dan ALT Darah Tikus
Analisis fungsi hati dilakukan dengan mengambil darah tikus untuk
melihat pengaruh berbagai perlakuan terhadap aktivitas enzim AST (Aspartat
Amino Transferase) dan ALT (Alanin Amino Transferase). Selama masa
perlakuan masing-masing kelompok kontrol negatif, kontrol positif dan ekstrak
terdapat satu ekor tikus yang mengalami kematian. Pada masing-masing
kelompok tersebut aktivitas AST beragam, bahkan kadarnya ada yang mencapai
angka 0. Hal yang sama terjadi terhadap aktivitas ALT pada kelompok ekstrak
(lampiran 8 & 9).
Aktivitas AST pada Gambar 5 terhadap seluruh kelompok perlakuan
berada pada kisaran 0.44 - 56.75 U/L. Aktivitas AST terendah terdapat pada
kelompok ekstrak, sedangkan aktivitas tertinggi terdapat pada kelompok
perlakuan nanokurkuminoid dosis 5 mg/kg bb. Pada kelompok normal aktivitas

Aktivitas AST (U/L)

70
56.75a
60
50
31.82a

40
28.52b
30

13.97b

13.97b

15.13b

20
10
0.44b
0
N
-10

KN

KP

E

NE 5

NE 10

NE 20

Kelompok perlakuan

.
Gambar 5 Aktivitas enzim AST terhadap kelompok perlakuan.
Normal,
Kontrol negatif,
Kontrol positif,
Ekstrak, Emulsi
Nanokurkuminoid ( :5, : 10, :: 20 mg/kg bb)

13

AST sebesar 28.52 U/L. Hasil pengukran statistik menunjukkan adanya perbedaan
yang nyata (p