Hubungan Strategi Koping dan Kesejahteraan Keluarga Nelayan

(1)

HUBUNGAN STRATEGI KOPING DAN KESEJAHTERAAN

KELUARGA NELAYAN

KARTIYEM

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Hubungan Strategi Koping dan Kesejahteraan Keluarga Nelayan” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutif dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, November 2014

Kartiyem

NIM I24100116

*

Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerjasama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.


(3)

ABSTRAK

KARTIYEM. Hubungan Strategi Koping dan Kesejahteraan Keluarga Nelayan. Dibimbing oleh ISTIQLALIYAH MUFLIKHATI dan NETI HERNAWATI.

Nelayan memiliki pendapatan yang tidak menentu tergantung pada musim. Strategi koping diperlukan terutama pada saat pendapatan sedang turun. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan strategi koping dan kesejahteraan subjektif keluarga nelayan. Lokasi penelitian dilakukan di Desa Pantai Mekar, Kecamatan Muara gembong, Kabupaten Bekasi, Provinsi Jawa Barat. Contoh dari penelitian ini adalah 100 keluarga nelayan yang dipilih secara purposif sampling.

Hasil penelitian menemukan bahwa mayoritas keluarga nelayan melakukan koping sebanyak 7-13 koping dan berada pada kategori sedang. Strategi koping yang paling banyak dilakukan oleh keluarga nelayan antara lain: melakukan strategi mengurangi atau mengganti lauk yang dimakan, berupaya berhutang ke warung dan berhutang ke keluarga. Kesejahteraan subjektif keluarga nelayan berada pada kategori sedang. Rata-rata keluarga nelayan memiliki kesejahteraan subjektif yang tinggi pada hubungan atau interaksi dengan suami, anak, keluarga dan tetangga sekitar. Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif signifikan antara usia dengan kesejahteraan subjektif. Artinya semakin bertambah usia istri maka kesejahteraan subjektif semakin tinggi. Kesejahteraan subjektif berhubungan negatif signifikan dengan strategi koping. Artinya semakin kecil upaya keluarga untuk melakukan strategi koping maka kesejahteraan subjektif cenderung meningkat.

Kata kunci: kesejahteraan keluarga, nelayan, strategi koping. ABSTRACT

KARTIYEM. Coping Strategies Relationship and FamilyWellbeing of the Fishermen.

Supervised by ISTIQLALIYAH MUFLIKHATI and NETI HERNAWATI.

Fishermen have income that is uncertain, depending on the season. Coping strategy is needed, especially at a time when revenues are down. This study aims to analyze the relationship between coping strategies and subjective well-being of fishermen families. Location of the research conducted at the village of Pantai Mekar, Muara Gembong, Bekasi district, West Java Province. Example of this research are 100 fishing families selected by purposif sampling. Research found that the majority of fishing families do as much as 7-13 coping and coping in middle category. Coping strategies are most often committed by fishermen families including: cutting strategies to reduce or replace a side dish that is eaten, attempt to stall and debt owed to the family. Subjective well-being of fishing families in middle category. The average family of fishermen have a high subjective well-being in a relationship or interaction with her husband, children, family and neighbors. Correlation test results showed that there was a significant positive correlation between age and subjective well-being. Means increasing age, the higher subjective well-being. Subjective well being significantly negatively associated with coping strategies. Means that the smaller the family attempt to do coping strategies tend to increase the subjective well-being.


(4)

HUBUNGAN STRATEGI KOPING DAN KESEJAHTERAAN

KELUARGA NELAYAN

KARTIYEM

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(5)

Judul Skripsi : Hubungan Strategi Koping dan Kesejahteraan Keluarga Nelayan Nama : Kartiyem

NIM : I24100116

Disetujui oleh

Dr. Ir. Istiqlaliyah Muflikhati, M.Si Neti Hernawati, SP, M.Si

Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof. Dr. Ir. Ujang Sumarwan, M.Sc Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen


(6)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia yang selalu diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Hubungan Strategi Koping dan Kesejahteraan Keluarga Nelayan” yang telah dilaksanakan pada bulan Mei-November 2014. Sholawat serta salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Terimakasih banyak penulis ucapkan kepada:

1. Neti Hernawati, SP, M.Si juga sebagai dosen Pembimbing Akademik selama penulis berada di Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen (IKK) dan pembimbing skripsi kedua bagi penulis.

2. Dr. Ir. Istiqlaliyah Muflikhati, M.Si sebagai dosen pembimbing skripsi pertama bagi penulis yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan ilmu dan arahan atau saran dalam membimbing.

3. Tim penelitian STRANAS yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk ikut berpartisipasi dalam proyek penelitian.

4. Ir. Retnaningsih, M.Si yang telah memandu dan menguji selama ujian sidang berlangsung, beberapa masukan dan arahan dalam penulisan skripsi,

5. Dr. Megawati Simanjuntak, SP, M.Si sebagai dosen penguji yang telah meluangkan waktunya dan memberikan masukkan dalam penulisan skripsi.

6. Seluruh dosen IKK yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat dalam bidangnya masing-masing. Semoga semua ilmu yang diberikan memberikan keberkahan bagi keluarga Indonesia.

7. Staff tata usaha dan pegawai Departemen IKK yang selalu setia melayanai keperluan mahasiswa. Semoga kebaikan kaka, bapa dan ibu sekalian dibalas oleh Allah swt.

8. Shoimatul Maghfiroh, S.Si, bersamanya penulis berkesempatan menerima proyek penelitian dosen dan bekerjasama melakukan penelitian di Desa Pantai Mekar. 9. Kepala Desa Pantai Mekar yang bersedia memberikan izin melakukan penelitian

dan masyarakat Desa Pantai Mekar selaku sebagai responden yang telah bersedia meluangkan waktu dan diwawancarai untuk keperluan penelitian penulis.

10. Ibu Murah dan (Alm) Pani, motivator bagi penulis. Berkat izin, doa dukungan dan teladan mereka penulis bisa tetap semangat menjalani aktivitas. Semoga peran beliau sebagai orang tua dibalas oleh Allah SWT.

11. Ungkapan terimakasih juga atas doa, dukungan dan kasih sayang kepada tiga saudara kandung dan keluarga besar penulis yang selalu dirindukan

12. Seluruh rekan-rekan yang ada di Departemen IKK dan khususnya kepada saudari Nurul Fatwa, Imelda Saputri dan Ulfah Hasanah yang selalu memberikan masukan, dorongan dan bantuan dalam mengerjakan penelitian.

13. Rekan-rekan BUD Kalimantan Selatan yang saya cintai.

Semoga karya tulis ini memberikan manfaat kepada siapapun yang membacanya dan memberikan pencerahan terhadap permasalahan yang berkaitan dengan keluarga. Semoga bagi peneliti selanjutnya, karya ini mampu memberikan referensi dalam mengembangkan penelitian tentang keluarga.

Bogor, November 2014


(7)

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN iv

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 2

Tujuan ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

KERANGKA PEMIKIRAN... 4

METODE PENELITIAN ... 5

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ... 5

Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh ... 5

Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 6

Pengukuran dan Penilaian Variabel Penelitian ... 7

Pengolahan dan Analisis Data ... 7

Definisi Operasional... 8

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 9

Hasil ... 9

Gambaran Umum Desa Pantai Mekar... 9

Karakteristik Keluarga ... 10

Karakteristik Sosial-Demografi ... 10

Karakteristik Sosial Ekonomi ... 11

Karakteristik Usaha Nelayan... 12

Strategi Koping ... 14

Kesejahteraan Subjektif ... 17

Hubunganantara Karakteristik Keluarga, Strategi Koping dan Kesejahteraan Subjektif ... 21

Pembahasan ... 21

SIMPULAN DAN SARAN... 26

Simpulan ... 26

Saran ... 26


(8)

DAFTAR GAMBAR

1. Kerangka Pemikiran 5

2. Lokasi dan jumlah contoh penelitian 6

DAFTAR TABEL

1. Variabel, satuan, skala dan responden 6

2. Nilai rataan karakteristik keluarga 10

3. Sebaran status kesejahteraan objektif keluarga nelayan 12 4. Sebaran keluarga berdasarkan penangkapan yang digunakan 13 5. Sebaran contoh berdasarkan jumlah item melakukan strategi koping dan

Status kesejahteraan objektif 15

6. Presentase tiap item pertanyaan strategi koping 17 7. Sebaran contoh berdasarkan kesejahteraan subjektif dan kesejahteraan

objektif 18

8. Presentase dan rataan skor per item pernyataan kesejahteraan subjektif 20 9. Hubungan karakteristik keluarga, strategi koping dengan kesejahteraan

subjektif keluarga 21

DAFTAR LAMPIRAN

1. Hasil uji tabulasi silang 31

2. Uji korelasi pearson 32


(9)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan alam yang berlimpah. Sumberdaya perikanan merupakan salah satu kekayaan Indonesia sebagai sumber pendapatan nelayan. Menurut Muflikhati et al. (2010) pendapatan nelayan sangat tergantung pada banyaknya hasil tangkapan yang berfluktuasi sesuai dengan musim. Kondisi keberadaan sumberdaya ikan yang tidak menentu dan jumlah nelayan yang mencari ikan setiap waktu menyebabkan pendapatan nelayan tidak menentu.

Setiap keluarga pasti ingin mencapai kesejahteraan yang optimal baik secara fisik maupun psikologis. Keluarga sejahtera dalam Undang-Undang No 10 Tahun 1992 didefiniskan sebagai keluarga yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan materiil yang layak, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang serasi, selaras, dan seimbang antar anggota dan antara keluarga dengan masyarakat dan lingkungan. Para peneliti sering mengukur kesejahteraan menggunakan indikator kesejahteraan objektif dan subjektif. Kesejahteraan subjektif dapat diukur melalui tingkat kebahagiaan dan kepuasan yang dirasakan seseorang secara keseluruhan dalam hidupnya (Sunarti 2006). Hasil penelitian terdahulu menemukan kesejahteraan subjektif khususnya istri berhubungan dengan pendapatan (Nadiya 2013). Umur istri berhubungan positif signifikan dengan kesejahteraan subjektif (Mukhti 2012). Bahkan umur istri berpengaruh positif signifikan terhadap kesejahteraan subjektif (Johan et al. 2013).

Keluarga tidak akan pernah terpisah dengan permasalahan ekonomi, sehingga perlu adanya strategi untuk menyelesaikan permasalahan pemenuhan kebutuhan keluarga baik dari pendapatan maupun pengeluaran. Menurut Headey dan Wearing (1990) menyebutkan bahwa strategi pemecahan masalah terbukti efektif mampu menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan pekerjaan dan keuangan, kesehatan dan hubungan pribadi. Keluarga akan mengalami krisis pemenuhan kebutuhan jika penghasilan dan pendapatan terhambat, sehingga menyebabkan tekanan dan stress pada setiap anggota keluarga untuk mengupayakan berbagai hal untuk mencukupi kebutuhan keluarga yang disebut dengan strategi koping.

Koping didefinisikan sebagai upaya baik secara kognitif maupun perilaku untuk mengelola tuntutan internal dan eksternal secara spesifik yang dinilai sangat berat atau melebihi sumberdaya yang dimiliki. Definisi tersebut memiliki tiga kunci yaitu: pertama: berorientasi pada proses, fokus pada apa yang difikirkan dan menekankan stabilitas dari pada perubahan. Kedua: memandang koping sebagai kontekstual yang dipengaruhi oleh penilaian orang lain atas kebutuhan aktual dan sumberdaya yang dikelola. Ketiga: tidak mengasumsikan antara koping baik dan koping buruk, koping didefinisikan sebagai upaya seseorang untuk mengelola kebutuhan atau tuntutan. Teori koping diindentifikasi menggunakan dua proses yaitu penilaian kognitif dan cara penanggulangannya, sebagai perantara dari tekanan seseorang dengan lingkungan dan mencari jalan keluar dalam jangka panjang (Folkman et al. 1986).


(10)

Strategi koping adalah proses aktif dimana individu dan keluarga sebagai satu kesatuan mengelola, beradaptasi, atau menghadapi situasi yang penuh dengan tekanan (Sunarti 2013a). Menurut Friedman (1998) dalam Puspitawati (2012) terdapat dua tipe strategi koping yaitu: strategi koping keluarga internal dan strategi koping keluarga eksternal. Situasi yang tidak seimbang dalam pemenuhan kebutuhan akan menjadikan anggota keluarga melakukan coping agar dapat terkontrol, terkendali dan teratasi. Koping fokus pada masalah dapat diukur dengan asumsi: aktif melakukan koping, memiliki perencanaan, mengurangi persaingan, sikap mengendalikan diri, mencari dukungan sosial (Carver et al. 1986).Beberapa contoh yang dilakukan keluarga dalam strategi koping diantaranya pada penelitian Muhkti (2012) menemukan bahwa strategi koping keluarga nelayan saat mengalami ketidakseimbangan dapat melakukan upaya menambah pendapatan (anak bekerja) dan mengurangi pengeluaran yang tidak mendesak (membeli pakaian). Penelitian Puspasari (2013) menemukan bahwa lebih dari 80 persen keluarga di Kecamatan Rancabali dan Kecamatan Katawaringin Kabupaten Bandung melakukan koping dengan mengurangi dan membeli pangan yang lebih murah dan mengurangi penggunaan listrik atau air serta telpon atau handphone.

Pandangan teori struktural-fungsional melihat sistem sosial sebagai suatu sistem yang seimbang, harmonis dan berkelanjutan, menekankan pada keseimbangan sistem yang stabil dalam keluarga dan kestabilan sistem sosial dalam masyarakat (Puspitawati 2012). Saat keluarga mengalami permasalahan dalam pekerjaan dan lingkungan yang tidak mendukung maka akan terjadi konflik dalam pemenuhan kebutuhan keluarga. Oleh karena itu, perlu strategi untuk menghadapi permasalahan tersebut dengan melibatkan semua anggota keluarga agar hambatan pemenuhan keluarga kembali normal.

Di dalam kehidupan keluarga pasti menginginkan kepuasan dan kebahagiaan dalam berbagai kegiatan keluarga baik dalam keluarga atau lingkungan luar yang disebut kesejahteraan subjektif. Jika pemenuhan kebutuhan terganggu maka ada upaya untuk memulihkan kondisi menjadi semula. Menurut Turner dalam Megawangi (1999) masyarakat akan bekerja dengan sendirinya dan bersifat homeostatis dan berupaya mencapai titik keseimbangan (equilibrium) dalam sebuah sistem. Berdasarkan pemaparan di atas, perlu dilakukan penelitian untuk melihat hubungan strategi koping dan kesejahteraan keluarga.

Perumusan Masalah

Permasalahan yang sering dihadapi oleh nelayan Desa Pantai Mekar Kecamatan Muara Gembong adalah ketersediaan ikan yang tidak menentu dan perubahan iklim. Selain itu, alat tangkap yang digunakan sering mengalami kerusakan bahkan hilang setelah dipasang di tengah laut. Hal tersebut tidak diketahui pasti oleh para nelayan, ada yang mengatakan dicuri, hilang terbawa arus dan terjangan dari kapal besar. Perubahan iklim menyebabkan pendapatan nelayan kosong yang bisa terjadi minimal 2 sampai 3 bulan dalam setahun. Kondisi paceklik ini menjadi permasalahan bagi keluarga nelayan.

Kegiatan nelayan untuk mencari ikan di laut akan menghadapi berbagai resiko yang memungkinkan menghambat penghasilan keluarga nelayan. Beberapa


(11)

hambatan tersebut diantaranya: batas penangkapan ikan, teknologi penangkapan

yang tidak memadai, dan hambatan sosial-ekonomi (Islam et al. 2014). Resiko yang

sering dialami oleh nelayan yaitu: ketidakpastian produksi dan fluktuasi lingkungan untuk mengakses sumberdaya ikan, resiko harga dari kondisi pasokan yang tidak stabil dan resiko kerugian atas aset yang dimiliki bahkan mempertaruhkan nyawa dari kondisi laut (Crona et al. 2010). Hal tersebut dapat menimbulkan ketidakpastian pendapatan keluarga nelayan.

Permasalahan kemiskinan nelayan memang sulit terselesaikan tanpa adanya kestabilan pemenuhan kebutuhan keluarga yang berkelanjutan disamping perubahan yang terjadi dalam keluarga itu sendiri. Salah satu faktor ketidakstabilan pemenuhan kebutuhan adalah pendapatan nelayan yang tidak menentu. Hal tersebut berdampak pada keberlangsungan hidup keluarga, sehingga keluarga melakukan strategi dalam mengupayakan berbagai cara agar kebutuhan utamanya terpenuhi.

Pendapatan yang terbatas dan tidak menentu pada keluarga nelayan akan mempengaruhi kesejahteraan keluarga. Ketika nelayan mengalami paceklik, tidak akan sejahtera jika hanya melakukan strategi koping mengurangi pengeluaran tanpa adanya penghasilan sampingan yang memadai dan berkelanjutan. Menurut Pupitawati (1998) tingkat kemiskinan berkaitan secara signifikan antara mengurangi pengeluaran dan menghasilkan penghasilan tambahan.

Permasalahan keluarga nelayan yang masih terpuruk dalam kemiskinan disebabkan karena ketergantungan keluarga pada hasil penangkapan ikan yang tidak menentu. Sehingga dapat mempengaruhi kesejahteraan subjektif ibu dalam memenuhi kepuasan dan kebahagiaan. Oleh karena itu, dari paparan diatas perlu dilakukan penelitian tentang strategi koping dalam mengelola pemenuhan kebutuhan dan kesejahteraan keluarga nelayan.

Berdasarkan hal tersebut, permasalahan yang menjadi topik penelitian adalah:

1. Bagaimana strategi koping keluarga nelayan?

2. Bagaimana tingkat kesejahteraan keluarga nelayan?

3. Bagaimana hubungan karakteristik keluarga, strategi koping dan kesejahteraan

keluarga nelayan?

Tujuan Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis strategi koping dan kesejahteraan keluarga nelayan.

Tujuan Khusus

1. Menganalisis strategi koping pada keluarga nelayan

2. Menganalisis tingkat kesejahteraan keluarga pada keluarga nelayan

3. Menganalisis hubungan karakteristik keluarga, strategi koping keluarga dan kesejahteraan keluarga

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kebermanfaatan bagi semua pihak, terutama bagi pihak yang konsen atau tertarik pada keluarga yakni:


(12)

1. Bagi peneliti pribadi sebagai sarana memperoleh pengalaman dan pembelajaran dalam meneliti bidang keluarga

2. Kalangan akademisi dapat digunakan sebagai tambahan literatur

3. Bagi peneliti yang ingin mengembangkan penelitian mengenai startegi koping dan kesejahteraan keluarga.

4. Masyarakat, harapannya penelitian ini dapat memberikan informasi dan gambaran mengenai keluarga yang bermata pencaharian nelayan

5. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan mampu menjadi bahan pertimbangan tambahan untuk membuat kebijakan yang berhubungan dengan kesejahteraan keluarga.

KERANGKA PEMIKIRAN

Keluarga merupakan unit terkecil dalam suatu masyarakat yang terdiri dari ayah, ibu dan anak. Setiap keluarga tidak akan pernah terpisah dengan pendapatan atau pengeluaran untuk mencapai kesejahteraan. Untuk mencapai kesejahteraan maka keluarga harus mampu menyeimbangkan pengeluaran sesuai dengan pendapatannya. Teori yang melandasi penelitian ini yang Teori Struktural Fungsional bahwa suatu keluarga memerlukan suatu keseimbangam agar sistem pada lingkungan keluarga dan masyarakat tetap stabil (Puspitawati 2012).

Saat keluarga mengalami kesulitan pemenuhan kebutuhan yang menyebabkan ketidakpuasan dan menurunnya kebahagiaan maka keluarga berupaya melakukan adaptasi berupa strategi koping untuk meminimalisir ketegangan yang diakibatkan oleh ketidakpastian pendapatan. Terhambatnya pemenuhan kebutuhan keluarga perlu adanya strategi pemecahan masalah keuangan. Lazarus (1991) dalam Puspitawati (2012) mengungkapkan bahwa strategi koping yang difokuskan pada masalah merupakan upaya mengubah keadaaan antara seorang individu dengan lingkungannya. Karena, strategi pemecahan masalah terbukti efektif mampu menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan pekerjaan dan keuangan, kesehatan dan hubungan pribadi (Headey dan Wearing 1990). Menurut Puspitawati (1998) dalam Puspitawati (2012) strategi koping mengatasi masalah dapat dilakukan dengan Generating additional income (menambah pendapatan) dan Cutting back expenses

(mengurangi pengeluaran).

Jika masalah telah teratasi maka akan menciptakan kestabilan dalam keluarga. Hasil penelitian Sunarti (2013b) menemukan bahwa jika suatu pekerjaan sebagai sumber utama kehidupan keluarga tetap stabil maka maka kesejahteraan keluarga semakin tinggi. Tujuan keluarga adalah bahagia dan puas dengan kehidupan yang dijalani (kesejahteraan subjektif).

Karakteristik sosial ekonomi (usia suami-istri, pendidikan suami-istri, dan besar keluarga) dan karekateristik sosial ekonomi (pekerjaan suami-istri dan pendapatan) akan sangat mempengaruhi tingkat kebutuhan keluarga yang mengharuskan adanya upaya strategi koping untuk mengatasi masalah dalam keluarga. Saat keluarga mampu menyeimbangkan perekonomian keluarga maka keluarga mampu menjaga kestabilan perekonomian keluarga sehingga dengan mudah melakukan strategi koping meningkatkan pendapatan dan tidak perlu


(13)

mengurangi pengeluaran yang terlalu berlebihan agar kesejahteraan subjektif maupun objektif dapat terwujud. Gambar 1 memperlihatkan kerangka pemikiran.

Keterangan: = Variabel yang diteliti = Variabel yang tidak diteliti

METODE PENELITIAN

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian payung dan didanai oleh penelitian STRANAS (Strategi Nasional) yang bertema Keluarga Nelayan. Penelitian menggunakan desain Cross Sectional Study, yaitu waktu penelitian yang dilakukan pada waktu tertentu. Pemilihan tempat dilakukan secara sengaja di Desa Pantai Mekar, Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan wilayah ini dilakukan dengan pertimbangan memiliki jumlah nelayan yang banyak dan pekerjaan utamanya nelayan yang dekat dengan Ibukota (Jakarta). Waktu pengambilan data dilakukan pada bulan Mei 2014.

Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh

Penelitian ini mengambil populasi keluarga nelayan. Pengambilan contoh dilakukan secara purposif sebanyak 100 Kepala Keluarga nelayan. Pengambilan contoh dapat digambarkan pada Gambar 2 berikut:

KARAKTERISTIK KELUARGA Sosial-Demografi

 Usia Suami

 Usia Istri

 Pendidikan Suami

 Pendidikan Istri

 Besar Keluarga Sosial-Ekonomi

 Status Pekerjaan Suami

 Status Pekerjaan Istri

 Pendapatan Suami

 Pendapatan Istri

 Pendapatan Keluarga

 Pendapatan Perkapita

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF

Gambar 1 Kerangka Pemikiran

STRATEGI KOPING

FAKTOR LINGKUNGAN Musim


(14)

Purposif

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh menggunakan teknik wawancara menggunakan kuisioner dengan hasil informasi yang diperoleh dari data istri. Data sekunder yaitu data penduduk dari lokasi penelitian. Data primer yang dikumpulkan yaitu karakteristik keluarga, strategi koping, kesejahteraan objektif dan subjektif keluarga. Variabel, satuan, skala dan responden disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Variabel, satuan, skala dan responden

Variabel Keterangan Skala Jumlah

Pertanyaan Karakteristik Keluarga

Sosial-Demografi

 Usia suami Tahun Rasio

 Usia istri Tahun Rasio

 Pendidikan suami Tahun Rasio

 Pendidikan istri Tahun Rasio

 Besar keluarga Orang Rasio

Sosial-Ekonomi

 Status pekerjaan suami [0] Nelayan Buruh

[1] Nelayan Pemilik

Nominal

 Pekerjaan Istri [0] Tidak Bekerja

[1] Bekerja

Nominal

 Pendapatan suami

 Pendapatan istri

Rupiah/ bulan Rupiah/ bulan

Rasio Rasio

 Pendapatan keluarga Rupiah/bulan Rasio

Strategi Koping [0] Tidak

[1] Ya

Ordinal 20

Kesejahteraan Keluarga

 Kesejahteraan Objektif Garis Kemiskinan BPS Jawa Barat

(Rp 276.825/kapita/ bulan) RW 01

Desa Pantai Mekar

100 Kepala Keluarga Provinsi Jawa Barat

Kabupaten Bekasi Kecamatan Muara Gembong

Gambar 2 Lokasi dan jumlah contoh penelitian


(15)

Variabel Keterangan Skala Jumlah Pertanyaan

 Kesejahteraan Subjektif [1] Sangat Tidak Setuju

[2] Tidak Setuju [3] Kurang Setuju [4] Setuju

[5] Sangat Setuju

Ordinal

20

Pengukuran dan Penilaian Variabel Penelitian

Cara mengukur dan menilai variabel-variabel yang digunakan dapat dipaparkan sebagai berikut:

1. Karakteristik Keluarga

Karakteristik keluarga terbagi dalam karakteritik sosial-demografi dan karakteristik sosial-ekonomi. Karakteristik sosial-demografi meliputi usia suami, usia istri, pendidikan suami dan pendidikan istri, dan besar keluarga dengan menggunakan skala rasio. Karakteristik sosial-ekonomi meliputi status pekerjaan suami dan pekerjaan istri, pendapatan suami, pendapatan istri dan pendapatan keluarga. Status pekerjaan suami dan istri menggunkan skala nominal dan pendapatan menggunakan skala rasio.

2. Strategi koping

Strategi koping fungsi ekonomi diperoleh dari penelitian terdahulu dan dimodifikasi oleh peneliti dari Simanjuntak (2010). Strategi koping fungsi ekonomi terdiri dari 20 item pertanyan. Semua pernyataan ditanyakan kepada istri dan jawaban per item diberi skor paling tinggi 1 dan 0 untuk yang terendah. Jawaban setiap item diberikan tingkatan skor yaitu: “Tidak” diberikan skor 0, dan “Ya” diberikan skor 1. Perolehan total skor minimal 0 dan maksimal 20.

3. Penelitian ini menggunakan dua pendekatan kesejahteraan keluarga yaitu pendekatan objektif dan subjektif. Kesejahteraan objektif keluarga digunakan untuk melihat kategori miskin atau tidak miskin menggunakan standar Garis Kemiskinan Provinsi Jawa Barat sebesar Rp 276.825/kapita/bulan (BPS 2013). Jika pendapatan ≤ Rp 276.825/kapita/bulan maka keluarga berkategori “miskin” dan sebaliknya > Rp 276.825/kapita/bulan berkategori “tidak miskin”. Kemudian pendekatan subjektif menggunakan instrumen yang dengan memodifikasi kuisioner dari peneliti terdahulu (Puspitawati 2012). Kesejahteraan subjektif keluarga menggunakan pendekatan persepsi ibu mengenai kesejahteraan keluarga secara subjektif yang terdiri atas lima skor jawaban tiap item pertanyaan. Skor 1 untuk jawaban “Sangat Tidak Puas”, skor 2 untuk jawaban “Tidak Puas”, skor 3 untuk jawaban “Kurang Puas”, skor 4 untuk jawaban “Puas” dan skor 5 untuk jawaban “Sangat Puas”. Jumlah 20 item pertanyaan, sehingga total maksimal skor adalah 100 dan skor minimal 20.

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh diolah melalui proses editing, coding, skoring, entry data ke komputer, cleaning data dan analisis data menggunakan program exel dan SPSS


(16)

versi 16.0 for Windows. Data yang dianalisis secara deskriptif, digunakan untuk menjelaskan karakteristik keluarga, strategi koping dan kesejahteraan keluarga.

Setelah diperoleh jumlah total skor tiap responden dari variabel strategi koping dan kesejahteraan subjektif kemudian dibagi menjadi tiga kategori yaitu:

a) Strategi koping

Menganalisis istrategi koping, diukur dengan 20 pernyataan atau item strategi koping. Total strategi koping dari seluruh responden dibagi ke dalam 3 kategori yaitu: Rendah jika keluarga melakukan 0-6 jenis koping, sedang jika keluarga melakukan 7-13 jenis koping, dan tinggi jika keluarga melakukan 14-20 jenis koping.

b) Kesejahteraan Subjektif

Total skor kesejahteraan subjektif dengan skor minimal 20 dan maksimal 100 kemudian diindeks. Nilai indeks semua responden dikategorikan menjadi 3 kategori berdasarkan kategori Khomsan yaitu: rendah (<60), sedang (60-80) dan tinggi (>80).

c) Uji hubungan menggunakan uji korelasi Pearson menggunakan aplikasi SPSS untuk mengetahui hubungan antar variabel meliputi: karakteristik keluarga, strategi koping, dan kesejahteraan subjektif.

Definisi Operasional

Karakteristik keluarga adalah ciri khas keluarga yang terbagi dalam sosial demografi dan sosial ekonomi keluarga.

Karakteristik sosial demografi adalah gambaran dari keluarga nelayan yang terdiri atas usia suami, usia istri, pendidikan suami dan pendidikan istri, dan besar keluarga.

Karakteristik sosial ekonomi adalah gambaran dari karakteristik keluarga nelayan yang terdiri atas status pekerjaan suami, pekerjaan istri, pendapatan suami, pendapatan istri dan pendapatan keluarga.

Usia adalah lama hidup anggota keluarga (suami dan istri) yang dinyatakan dalam tahun.

Pendapatan adalah perolehan uang yang diperoleh keluarga yang dihitung dalam rupiah.

Pendidikan suami adalah lama sekolah yang telah dilakukan oleh suami dalam satuan tahun

Pendidikan istri adalah lama sekolah yang telah dilakukan oleh istri dalam satuan tahun

Besar keluarga adalah jumlah seluruh anggota keluarga dalam satu rumah Pendapatan suami adalah penghasilan yang diperoleh oleh suami yang dihitung

dalam rupiah/bulan

Pendapatan istri adalah penghasilan yang diperoleh oleh suami yang dihitung dalam rupiah/bulan

Strategi koping adalah upaya-upaya mengatasi permasalahan ekonomi yang dilakukan dengan mengurangi pengeluran, dan menambah pendapatan. Dalam penelitian ini, strategi koping dikategorikan menjadi rendah, sedang dan tinggi. Rendah jika keluarga melakukan 0-6 koping, sedang jika keluarga melakukan 7-13 koping, dan tinggi jika keluarga melakukan 14-20 koping.


(17)

Kesejahteraan objektif adalah tercukupinya pendapatan keluarga untuk memenuhi kebutuhan setiap anggota keluarga dengan menggunakan standar Garis Kemiskinan Provinsi Jawa Barat sebesar Rp 276.825/kapita/bulan. Kesejahteraan subjektif adalah perasaan kebahagiaan dan kepuasaan terhadap apa

yang telah dirasakan seorang istri selama ini dalam keluarganya.

Kesejahteraan subjektif dikategorikan menggunakan kategori Khomsan yaitu: rendah (<60), sedang (60-80) dan tinggi (>80).

Nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Nelayan pemilik adalah orang yang menangkap ikan menggunakan modal

peralatan penangkapan milik sendiri

Nelayan Buruh adalah orang yang menangkap ikan menggunakan modal peralatan penangkapan milik orang lain dan bekerja sebagai anak buah dari pemilik perahu (Anak Buah Kapal).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Gambaran Umum Desa Pantai Mekar

Desa Pantai Mekar merupakan salah satu desa pesisir di Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi, Provinsi Jawa Barat yang berada di bagian utara Kabupaten Bekasi. Jarak Kecamatan Muara Gembong berada sekitar 64 km dari ibukota Kabupaten Bekasi atau sekitar 225 km dari Ibukota Provinsi. Desa Pantai Mekar memiliki luas wilayah ± 1.457,385 Ha, dengan batas wilayah:

Sebelah Utara berbatasan dengan : Desa Pantai Sederhana Sebelah Timur berbatasan dengan : Desa Jaya Sakti

Sebelah Selatan berbatasan dengan : Desa Pantai Harapan Jaya Sebelah Barat berbatasan dengan : Laut Jawa

Letak Geografis Desa Pantai Mekar berada pada posisi 1070 10” BT dan 60 11” LS, dan berada ketinggian 0-5 meter diatas permukaan laut. Jumlah penduduk desa tersebut sebanyak 7.369 Jiwa, 1872 KK yang terdiri dari 4 dusun, 8 RW dan 23 RT. Wilayah yang diteliti merupakan wilayah pesisir yang berada di RW 01 dan berlokasi di 3 RT (RT 1, RT 2, RT 3). Tiga RT tersebut sangat rentan terhadap air pasang karena letaknya memanjang kearah Laut Jawa dan diapit oleh sungai dan mangrove. Jumlah Kepala Keluarga RT 1 sebanyak 127 KK, RT 2 sebanyak 97 KK dan RT 3 sebanyak 99 KK.

Wilayah tersebut, merupakan daerah pesisir yang dekat dengan ibu kota di Jakarta. Akan tetapi sangat jauh jaraknya ke wilayah kabupaten atau kota Bekasi sendiri. Fasilitas yang digunakan untuk pergi ke ibukota cukup menggunakan alat trasnportasi perahu dengan waktu tempuh 30 menit dan biaya Rp 20.000.


(18)

Karakteristik Keluarga Karakteristik Sosial-Demografi

Produktivitas kegiatan seseorang dapat dilihat dari usianya. Sebagai seorang istri atau suami, usia merupakan salah satu faktor untuk melakukan kegiatan (bekerja) dan mengelola sumberdaya yang ada. Berdasarkan data pada Tabel 2 diketahui bahwa rata usia istri 36,42 tahun berada diusia dewasa muda dan rata-rata usia suami 42,50 tahun berada diusia dewasa madya (Papalia dan Olds 1986). Hal tersebut menunjukkan bahwa rata-rata usia suami dan istri tergolong dalam usia produktif. Usia suami keluarga nelayan berada pada usia muda (44%) dan madya (52%) sedangkan usia istri sebagian besar berada pada usia muda (75%). Perubahan usia seseorang menentukan kemampuan dalam bekerja. Usia dewasa muda dan madya merupakan usia produktif melakukan kegiatan yang bermanfaat dalam kehidupan masyarakat.

Pendidikan merupakan hal yang penting dalam kehidupan manusia. Dari nilai rataan lama pendidikan suami dan istri keluarga nelayan menunjukkan bahwa lama pendidikan baik suami dan istri adalah kurang dari enam tahun atau tidak tamat Sekolah Dasar (SD). Pendidikan tertinggi yang ditempuh oleh suami dan istri dari keluarga contoh adalah SMA/ sederajat. Persentase istri yang tidak sekolah (10%) dan tidak tamat SD (43%), sedangkan suami sebesar 12 persen juga tidak bersekolah dan tidak tamat SD (36%). Hal ini disebabkan karena kurangnya kesadaran pentingnya sekolah dan jarak tempuh ke sekolah yang jauh.

Pendidikan yang rendah cenderung mengakibatkan berkurangnya kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak dan memiliki penghasilan yang sudah terjamin, serta kurangnya kepercayaan diri untuk mencari pekerjaan lain. Oleh karenanya, pekerjaan yang pasti dan berpeluang dilakukan adalah melanjutkan profesi nelayan yang diberikan oleh orang tua.

Hasil penelitian menemukan bahwa lebih dari separuh (55%) keluarga nelayan merupakan keluarga kecil (2-4 orang) dan sebagian kecil (7%) keluarga nelayan tergolong keluarga besar (>8 orang). Keluarga kecil memungkinkan membutuhkan pengeluaran yang sedikit dari pada keluarga besar. Besar keluarga juga menentukan besar pendapatan yang diperlukan untuk memenuhi semua kebutuhan anggota keluarga.

Tabel 2 Nilai rataan karakteristik keluarga

Variabel Minimum Maksimum Rata-rata ± Std

Umur istri (tahun) 19 67 36,42 ± 10,46

Umur suami (tahun) 20 75 42,50 ± 11,65

Lama Pendidikan Istri (tahun) 0 12 5,15 ± 2,96

Lama Pendidikan Suami (tahun) 0 12 4,93 ± 3,08

Besar Keluarga (orang) 2 14 4,75 ± 1,76

Pendapatan Suami 143.000 10.866.667 2. 513.449,72±

2.195.312,40

Pendapatan Istri 0 4.500.000 325.460,00 ± 707.601,64

Pendapatan keluarga 525.000 10.866.667 3204.298,92 ±

2.296.414,68

Pendapatan Perkapita

(Rupiah/bulan)


(19)

Karakteristik Sosial Ekonomi

Pekerjaan merupakan hal yang sangat penting untuk mendapatkan penghasilan karena dengan bekerja keluarga mampu bertahan hidup untuk memperoleh sumber penghidupan. Wilayah pesisir memiliki pekerjan utama sebagai nelayan, dimana pekerjaan tersebut dibagi ke dalam dua kategori yaitu: nelayan pemilik dan nelayan buruh. Data menunjukkan bahwa nelayan pemilik sebesar 82 persen dan nelayan buruh sebesar 18 persen. Hal tersebut disebabkan kerena dominan nelayan memiliki perahu sendiri. Selain suami, istri juga memiliki peran dalam memperoleh pendapatan dengan bekerja.

Pendapatan suami sebagai pencari nafkah, memiliki kontribusi besar bagi pendapatan keluarga. Data menunjukkan bahwa pendapatan suami berkisar antara (Rp143.000-Rp10.866.667)/bulan. Rata-rata pendapatan keluarga nelayan sebesar Rp2.513.449/bulan. Hal ini disebabkan karena banyaknya variasi pendapatan yang diperoleh oleh keluarga nelayan. Rentang pendapatan yang sangat jauh berbeda pada keluarga nelayan disebabkan karena alat tangkap, perahu dan modal yang digunakan memiliki kuantitas dan kualitas berbeda. Semakin bagus alat tangkap dan perahu serta modal yang banyak memberikan kesempatan bagi nelayan untuk memperoleh ikan banyak.

Setiap pekerjaan dengan berbagai resiko yang dihadapi, bertujuan untuk memperoleh pendapatan untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Bekerja sebagai seorang nelayan mengantungkan perolehan ikan dalam setiap tripnya. Pendapatan nelayan tidak selalu konsisten bahkan cuaca juga mempengaruhi keamanan melaut terutama nelayan kecil, karena kondisi ombak yang mengkhawatirkan saat musim barat. Padahal pendapatan yang diperoleh oleh nelayan akan berpengaruh pada pemenuhan kebutuhan semua anggota keluarga.

Pendapatan istri pun dapat memberikan kontribusi terhadap pendapatan tambahan keluarga. Saat pendapatan keluarga tidak tercukupi, istri dapat berperan ganda dengan mengurus rumah tangga sambil bekerja untuk menambah pendapatan. Data menunjukkan bahwa istri keluarga nelayan memiliki pendapatan maksimum Rp4.500.000/bulan. Rata-rata pendaptan istri nelayan yang bekerja sebesar Rp1.162.357/bulan.

Mayoritas keluarga contoh memiliki status istri tidak bekerja. Istri nelayan tidak bekerja karena tidak adanya modal untuk membuka usaha dan lapangan kerja yang tidak memadai. Meskipun istri tidak bekerja namun dalam hal membantu usaha suami, isteri nelayan turut andil dalam membantu mempersiapkan kebutuhan melaut. Kegiatan yang istri dalam membantu suami diantaranya yaitu: memperbaiki alat tangkap, mempersiapkan bekal, dan mengelola pengeluaran untuk kebutuhan melaut.

Pendapatan keluarga merupakan gabungan dari pendapatan semua anggota keluarga yang sudah bekerja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan keluarga berkisar antara Rp 525.000/bulan sampai Rp 10.866.667/bulan. Kecilnya pendapatan keluarga karena terbatasnya modal usaha nelayan sebagai pekerjaan utama. Sebaliknya, besarnya pendapatan keluarga nelayan disebabkan karena besarnya aset yang dimiliki untuk melaut. Pendapatan tiap tripnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan digunakan untuk modal pada trip selanjutnya (besok hari).

Profesi sebagai nelayan tidak hanya pada suami, anak pun dapat meneruskan atau mewariskan keterampilan nelayan dalam keluarga. Keterlibatan


(20)

anak dalam bekerja mampu memberikan kontribusi terhadap pendapatan keluarga baik dalam bentuk upah sebagai buruh nelayan ataupun membantu keluarga dalam kegiatan melaut. Sebanyak 30 keluarga dari keluarga contoh, hampir semua anak nelayan membantu menambah penghasilan dengan berprofesi sebagai nelayan. Hasil menemukan bahwa pendapatan anak yang bekerja tersebut mampu memberikan kontribusi sebesar 10,22 persen terhadap pendapatan keluarga. Hal ini disebabkan karena setelah anak mampu bekerja, ia mampu memperoleh penghasilan karena kemampuan mewarisi keterampilan dan aset dari keluarga untuk melaut.

Lain halnya dengan pendapatan istri, upaya istri dalam mencari dan membuat usaha sendiri dalam keluarga merupakan salah satu strategi dalam menghadapi ketidakpastian pendapatan keluarga. Hasil menunjukkan bahwa sebanyak 28 istri dari keluarga contoh memiliki usaha atau pekerjaan sendiri. Mayoritas usaha yang dilakukan adalah dagang kecil-kecilan yang membutuhkan modal sederhana dengan menjual produk makanan atau minuman instan (gambar terlapir di lampiran 3). Hanya sedikit keluarga yang mampu memodifikasi hasil tangkapan ikan yang memiliki nilai jual tinggi, karena terbatasnya keterampilan keluarga dalam mengolah olahan ikan.

Pendapatan perkapita merupakan total pendapatan keluarga yang telah dibagi dengan jumlah anggota keluarga. Data menunjukkan bahwa pendapatan perkapita keluarga nelayan berkisar antara Rp 116.666/bulan sampai Rp 2.173.333/bulan. Rata-rata pendapatan perkapita keluarga sebesar Rp 698.953/bulan. Pendapatan perkapita yang kecil akan mempengaruhi kecukupan pemenuhan kebutuhan keluarga.

Pada Tabel 3 menunjukkan bahwa kesejahteraan objektif berdasarkan Garis Kemiskinan BPS Jawa Barat, jumlah keluarga yang memiliki status kesejahteraan miskin sebesar 14 persen dan tidak miskin sebesar 86 persen (BPS 2013). Hal ini terkait dengan pendapatan perkapita keluarga. Pendapatan perkapita keluarga berkisar antara Rp116.666/kapita/bulan sampai dengan Rp2.143.489/kapita/bulan. Hal ini menunjukkan bahwa maksimal beban keluarga dengan pendapatan perkapita maksimal tersebut dapat memberikan nafkah sebanyak 7 anggota keluarga dengan menggunakan Garis Kemiskinan Jawa Barat. Sementara itu, rata-rata pendapatan perkapita keluarga nelayan sebesar Rp684.061/bulan.

Tabel 3 Sebaran status kesejahteraan objektif keluarga nelayan

Karakteristik Usaha Nelayan

Usaha nelayan sangat tergantung pada sumberdaya laut. Usaha penangkapan ikan di laut perlu peralatan yang memadai baik dari segi perahu maupun alat tangkap yang digunakan. Berdasarkan kepemilikan peralatan nelayan, status pekerjaan nelayan dibagi menjadi 2 yaitu nelayan pemilik dan nelayan buruh. Data menunjukkan bahwa mayoritas (82%) status pekerjaan nelayan sebagai nelayan

Kategori n %

Miskin (< Rp276.825/kapita/bulan) 14 14,00

Tidak Miskin (> Rp276.825/kapita/bulan) 86 86,00

Total 100 100,00

Min-Max 116.666,0-2.143.489,0


(21)

pemilik dan sisanya (18%) merupakan nelayan buruh. Hal tersebut disebabkan karena keluarga yang diteliti lebih banyak memiliki perahu sendiri. Perahu yang digunakan oleh nelayan memiliki daya yang bervariasi. Berdasarkan jenisnya, perahu dibagi menjadi 3 macam. Tabel 4 menunjukkan bahwa hampir semua nelayan menggunakan perahu motor tempel. Lebih dari separuh nelayan (57%) memiliki daya motor tempel sebesar (5-9) PK dan lebih dari sama dengan 20 PK sebesar 14 persen.

Daya perahu mempengaruhi tingkat efektivitas dan keefisienan penangkapan ikan. Daya perahu yang kecil biasanya menggunakan alat tangkap berupa serok, bubu, jaring ikan, jaring rajungan. Lain halnya dengan kategori tinggi, perahu yang digunakan cenderung lebih dari sama dengan 20 PK. Perahu tersebut dapat menggunakan alat tangkap berupa jaring rampus. Nelayan yang menggunakan jaring rampus, berpeluang memperoleh ikan lebih banyak dari pada jaring ikan. Karena jaring rampus mampu menjangkau ikan lebih dalam di dasar laut daripada jaring ikan.

Nelayan yang memiliki perahu tanpa motor biasanya mengoperasikannya dengan cara didayung. Sebesar lima persen keluarga nelayan menggunakan perahu dayung untuk mencari ikan. Hal tersebut dapat mempengaruhi kemampuan jarak tempuh nelayan dalam melaut. Perahu ini biasanya digunakan tidak jauh dari daratan. Lain halnya dengan nelayan yang tidak memiliki perahu, ia memanfaatkan hutan mangrove atau bakau untuk memasang alat tangkapnya. Biasanya nelayan ini menjangkau mangrove dengan berenang atau menumpang pada perahu lain untuk memasang alat tangkapnya menggunakan bubu atau jaring ikan. Alat tangkap yang sederhana dan memiliki PK yang kecil memiliki daya tempuh yang terbatas, jumlah tampung yang kecil (2-3 orang).

Tabel 4 Sebaran keluarga berdasarkan penangkapan yang digunakan

Jenis Perahu Jumlah Persen (%)

1. Kapal Motor 2 2,00

2. Perahu Motor Tempel 91 91,00

3. Perahu Tanpa Motor 5 5,00

4. Tanpa Perahu 2 2,00

Total 100 100,00

Jenis ikan yang diperoleh dari usaha nelayan yaitu: bandeng, tongkol, pindang, gabus, cumi-cumi, udang dan kepiting dan lain-lain. Alat tangkap yang digunakan diantaranya: serok, pancing, bubu, jaring ikan, dan jaring rampus. Hasil tangkapan untuk nelayan kecil menjualnya ke juragan ikan (gambar terlampir di lampiran 3). Untuk penjualan hasil tangkapan ikan nelayan besar menjualnya ke Jakarta di daerah Cilincing, Ancol dan Muara Angke.

Hasil tangkapan ikan bagi nelayan buruh Anak Buah Kapal (ABK) berbeda dengan nelayan pemilik. Biasanya hasil tangkapan ikan tiap tripnya dibagi 2 kepada pemilik dan sekelompok anggota ABK yang ikut bekerja dengan nelayan pemilik. Perahu yang digunakan oleh ABK biasanya memiliki daya tampung sekitar 4-7 orang. Misalnya daya tampung sebanyak 7 orang, 1 orang nelayan pemilik dan 6 orang ABK. Hasil tangkapan dibagi 2 setelah dikurangi atau dipotong dengan biaya konsumsi selama trip berlangsung. Tiap ABK mendapatkan gaji dari setengah


(22)

penghasilan dari hasil tangkapan yang diperoleh kemudian dibagi rata ke setiap anggota kelompok ABK. Hal ini dapat diketahui bahwa keuntungan ABK sangat bergantung pada jumlah perolehan ikan yang ditangkap dan harus dikurangi dengan biaya konsumsi yang telah disediakan oleh nelayan pemilik. Jika hasil tangkapan kecil atau kosong pada setiap tripnya maka nelayan ABK dikenakan hutang atas konsumsi yang telah disediakan, bahkan gaji setiap tripnya hanya bisa mengganti biaya konsumsi tersebut.

Strategi Koping

Saat kondisi paceklik atau pendapatan menurun, nelayan akan melakukan upaya-upaya yang dapat membantu mencukupi kebutuhan keluarga sementara. Tabel 5 menunjukkan sebaran 20 jenis strategi koping pada keluarga miskin, tidak miskin dan strategi koping total. Dari 100 keluarga nelayan, sebanyak 11 keluarga contoh melakukan koping kurang dari tujuh kegiatan. Kegiatan yang banyak dilakukan oleh keluarga dengan strategi koping kategori rendah (4-6 kegiatan koping) diantaranya: 90,91 persen melakukan koping dengan mengganti lauk, 81,82 persen melakukan koping berhutang ke warung dan 72,73 persen melakukan hutang ke juragan ikan. Hal ini menunjukkan bahwa pentingnya koping untuk mencukupi ekonomi keluarga meskipun dengan terpaksa mengganti lauk yang biasa dikonsumsi sehari-hari atau berhutang untuk kebutuhan sementara. Hal ini disebabkan karena pendapatan yang tidak mencukupi untuk membeli lauk yang biasa untuk kebutuhan sehari-hari. Oleh karenanya, keluarga berupaya dengan mengganti lauk dengan makanan seadanya, misal: ikan kering, mie instan, rebon udang, dan sayur-sayuran dan tahu tempe dalam jumlah sedikit.

Berhutang ke warung merupakan upaya yang biasa dilakukan oleh keluarga nelayan karena kepraktisan dalam mendapatkan produk yang diperlukan, sementara penjual terbiasa memberi hutang kepada pelanggan karena memang kondisi pendapatan nelayan sedang menurun atau kosong. Setelah pendapatan sudah stabil baru membayar hutangnya. Berbeda halnya dengan berhutang ke juragan ikan, nelayan akan membagi pendapatan hasil penjualan ikan untuk membayar hutang ke juragan ikan. Keterikatan tersebut disebabkan karena nelayan pernah meminjam uang untuk membeli alat tanggap yang telah rusak, hilang atau membeli yang baru. Dominan keluarga nelayan melakukan strategi koping dengan menggunakan 7-13 dari 20 jenis kegiatan koping. Sebanyak 80 keluarga nelayan melakukan koping dengan kategori sedang. Dari kategori tersebut hampir seluruh keluarga nelayan (95%) melakukan strategi mengurangi atau mengganti lauk yang dimakan. Sebesar 88,75 persen keluarga mengandalkan berhutang ke warung dan 73,75 persen berhutang ke keluarga. Keluarga nelayan yang melakukan koping dengan kategori sedang (7-13 kegiatan koping) pernah mengurangi jumlah nasi yang dimakan sebesar 70 persen, beda halnya mengurangi kebutuhan lain yakni lebih dari 60 persen keluarga nelayan pernah mengurangi uang jajan anak, rokok dan pembelian pulsa. Hal ini dikarenakan kebutuhan keluarga tersebut merupakan kebutuhan sekunder.

Lain halnya dengan keluarga nelayan yang melakukan strategi koping dengan jumlah kegiatan dengan kategori tinggi. Sebanyak 9 keluarga contoh nelayan pernah melakukan strategi koping sebanyak 14-15 dari 20 jenis kegiatan


(23)

koping. Seluruh keluarga (100%) pada kategori tersebut melakukan koping pada rentang 14-15 kegiatan pernah melakukan koping berhutang kepada keluarga, berhutang kepada juragan ikan, menjual barang, meminta bantuan kepada saudara atau tetangga, dan mengurangi atau mengganti lauk-pauk. Semua keluarga yang melakukan koping golongan tinggi, cenderung berhutang dan mencari bantuan kepada orang terdekat karena dalam kondisi mendesak lingkungan terdekatlah yang pertama dimintai hutang dan bantuan.

Keluarga melakukan koping 14-15 kegiatan disebabkan karena kecilnya pendapatan dan aset yang dimiliki sehingga ia menggunakan berbagai cara untuk mencukupi kebutuhannya. Hal lain yang dilakukan dalam kelompok tersebut yaitu: sebesar 88,89 persen keluarga berhutang ke warung dan mengurangi konsumsi rokok, sebesar 77,78 persen keluarga melakukan (hutang kepada tetangga, mengambil tabungan dan mengurangi jumlah nasi yang dimakan dan dikonsumsi). Secara keseluruhan, baik keluarga yang melakukan kegiatan koping kategori rendah (4-6 jenis koping), sedang (7-13 jenis koping) dan tinggi (14-20 jenis koping), hampir seluruhnya (95%) mengurangi atau mengganti lauk, keluarga berhutang ke warung (88%), berhutang ke keluarga (75%), berhutang kepada juragan (67%) dan mengurangi jumlah nasi yang dimakan (64%). Lebih dari 60 persen lainnya, keluarga nelayan berupaya mengurangi uang jajan, mengurangi rokok dan mengurangi pembelian pulsa.

Berdasarkan jumlah jenis kegiatan yang dilakukan keluarga dalam melakukan koping terlihat bahwa mayoritas keluarga nelayan melakukan strategi koping berada pada kategori sedang. Sebanyak 80 keluarga dari keluarga contoh melakukan strategi koping terkategori sedang dengan melakukan 7 sampai 13 jenis kegiatan koping. Keluarga nelayan melakukan strategi koping terkategori rendah sebanyak 11 keluarga contoh dan kategori tinggi sebanyak 9 keluarga contoh.

Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan jumlah item melakukan strategi koping dan status kesejahteraan objektif

Strategi Koping (jenis) Miskin Tidak Miskin Total

n % n % n %

0-6 jenis koping 2 18,2 9 81,8 11 100

7-13 jenis koping 11 13,7 69 86,2 80 100

14-20 jenis koping 1 11,1 8 89,9 9 100

Dari 82 keluarga nelayan pemilik, sebanyak 66 keluarga contoh memiliki strategi koping terkategori sedang. Sedangkan dari 18 keluarga nelayan buruh, sebanyak 14 keluarga contoh memiliki strategi koping terkategori sedang dan tiga dari 18 keluarga nelayan buruh memiliki strategi koping terkategori rendah. Untuk keluarga nelayan dengan 28 keluarga istri yang bekerja, sebanyak 23 keluarga memiliki strategi koping dengan kategori sedang, bagitupun dengan 72 contoh keluarga istri yang tidak bekerja, sebanyak 57 keluarga contoh memiliki strategi koping kategori sedang (tabelterlampir di lampiran 1).

Pada Tabel 6 menunjukkan data presentase nelayan dalam melakukan koping. Hasil menunjukkan bahwa ada beberapa kegiatan koping yang banyak dilakukan oleh keluarga nelayan, diantaranya adalah:

Pertama, sebesar 95 persen dari keluarga contoh melakukan koping mengurangi atau mengganti lauk pauk yang dimakan. Karena terbatasnya


(24)

pendapatan keluarga berupaya untuk meminimalisir pengeluaran pangan yang dibeli.

Kedua, sebesar 88 persen keluarga contoh berupaya untuk berhutang ke warung atau toko. Strategi berhutang ke warung termasuk cara yang mudah dilakukan karena langsung memperoleh langsung barang yang diperlukan oleh keluarga.

Ketiga, sebesar 75 persen keluarga contoh berupaya untuk berhutang kepada keluarga atau saudara. Saudara atau tetangga terdekat merupakan orang pertama yang yang diperlukan keluarga untuk dimintai bantuan berhutang. Keluarga yang lebih memahami kondisi suatu keluarga adalah orang terdekat baik dari keluarga ataupun tetangga.

Keempat, sebesar 67 persen keluarga contoh pernah berhutang kepada juragan ikan (pelelek). Berhutang kepada juragan ikan merupakan salah satu upaya keluarga untuk memperoleh modal usaha nelayan. Oleh karena itu, dengan modal usaha tersebut, nelayan dapat melanjutkan usaha melaut.

Kelima, sebesar 64 persen keluarga contoh melakukan upaya mengurangi jumlah nasi yang dimakan atau mengurangi takaran beras yang dimasak. Kurang dari dua per tiga (64%) nelayan melakukan ini sebagai upaya menghemat beras yang dikonsumsi karena pendapatan yang tidak stabil. Hal ini dilakukan sebagai bentuk meminimalisir pengeluran pangan.

Dari semua koping yang dilakukan oleh keluarga nelayan, beberapa koping memiliki perbedaan dari besarnya presentase yang dilakukan antara keluarga miskin dan tidak miskin. Perbedaan strategi koping yang menonjol antara keluarga miskin dan tidak miskin diantaranya adalah:

Pertama, sebesar 34,88 persen keluarga contoh dari keluarga tidak miskin melakukan koping suami mencari pekerjaan lain atau tambahan sedangkan keluarga miskin tidak ada keluarga contoh yang melakukan koping mencari pekerjaan tambahan. Melihat presentase yang kecil maka hanya sedikit nelayan yang mampu mencari pekerjaan tambahan selain pekerjaan sebagai nelayan.

Kedua, sebesar 71,43 persen keluarga miskin contoh melakukan koping mengurangi frekuensi makan setiap harinya sedangkan keluarga tidak miskin hanya sekitar 44,19 persen dari keluarga contoh melakukan koping mengurangi frekuensi makan. Besarnya presentase keluarga miskin melakukan koping mengurangi frekuensi makan sebagai upaya untuk menghemat konsumsi pangan.

Ketiga, sebesar 85,71 persen keluarga contoh dari keluarga miskin melakukan koping mengurangi jumlah nasi yang dimakan atau mengurangi takaran beras yang dimasak sedangkan keluarga tidak miskin sekitar 59,30 persen melakukan koping mengurangi jumlah nasi yang dimakan.

Keempat, sebesar 50,00 persen keluarga tidak miskin bisa melakukan koping dengan mengambil tabungan yang dimiliki sedangkan keluarga miskin melakukan koping mengambil tabung sebesar 21,43 persen. Tabungan sangat penting bagi keluarga saat terdapat kebutuhan mendesak dan pendapatan yang tidak stabil.

Kelima, sebesar 23,26 persen keluarga tidak miskin mampu berhutang ke bank keliling atau rentenir sedangkan keluarga miskin tidak berani melakukan koping berhutang ke Bank keliling atau rentenir. Hal ini disebabkan karena keluarga akan menanggung resiko jika tidak mampu membayar cicilan dari bank keliling atau rentenir.


(25)

Keenam, sebesar 40,70 persen istri dari keluarga tidak miskin melakukan koping berusaha untuk mencari pekerjaan tambahan sedangkan keluarga miskin hanya sebesar 21,43 persen dari keluarga contoh melakukan koping mencari pekerjaan tambahan. Saat nelayan tidak bisa melaut pekerjaan tambahan menjadi hal yang sangat penting untuk menutupi pendapatan yang kosong.

Secara keseluruhan baik keluarga miskin atau tidak miskin memiliki presentase koping yang cukup tinggi diantaranya: hampir semua keluarga nelayan (95%) melakukan koping mengurangi atau mengganti lauk yang dimakan, sebesar 88 persen dari keluarga contoh melakukan koping berhutang ke warung dan sebesar 75 persen keluarga contoh berhutang kepada keluarga atau saudara. Tiga koping tersebut cenderung cukup tinggi dan presentasenya tidak jauh berbeda.

Tabel 6 Persentase tiap item pertanyaan strategi koping

No Strategi Koping Keluarga

Miskin

Keluarga Tidak Miskin

Total Koping Keluarga

(%) (%) (%)

1. Berhutang kepada keluarga/saudara 64,29 76,74 75,00

2. Berhutang kepada tetangga 42,86 36,05 37,00

3. Berhutang kepada juragan 78,57 63,95 67,00

4. Berhutang kepada bank keliling/rentenir 0,00 23,26 20,00

5. Berhutang ke warung/toko 85,71 87,21 88,00

6. Berhutang ke koperasi/lembaga keuangan

masyarakat

0,00 2,33 2,00

7. Mengambil tabungan 21,43 50,00 47,00

8. Menggadaikan barang 7,14 15,12 15,00

9. Menjual barang 57,14 55,81 57,00

10. Bapak mencari pekerjaan lain atau tambahan 0,00 34,88 30,00

11. Ibu mencari pekerjaan 21,43 40,70 38,00

12. Meminta bantuan kepada saudara atau

tetangga

28,57 31,40 32,00

13. Mengurangi frekuensi (kali) makan 71,43 44,19 49,00

14. Mengurangi jumlah nasi yang dimakan atau

mengurangi takaran beras yang dimasak

85,71 59,30 64,00

15. Mengganti makanan pokok dengan yang

lain(nasi aking, jagung, dll)

21,43 6,98 9,00

16. Mengurangi/mengganti lauk pauk 100,00 93,02 95,00

17. Mengurangi uang jajan anak 57,14 62,79 62,00

18. Mengurangi rokok 71,43 61,63 63,00

19. Mengurangi pembelian pulsa 50,00 62,79 62,00

20. Anak terpaksa bolos sekolah 35,71 31,40 33,00

Kesejahteraan Subjektif

Kesejahteraan merupakan tujuan keluarga yang diusahakan dalam peran dan fungsi dalam keluarga. Pada Tabel 7 menunjukkan bahwa lebih dari separuh (57%) keluarga memiliki kesejahteraan subjektif berada pada kategori sedang dan kurang dari separuh (42%) keluarga memiliki kesejahteraan subjektif berada pada kategori


(26)

rendah. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak keluarga nelayan yang belum puas secara subjektif. Indeks kepuasan kesejahteraan subjektif berada pada kisaran antara 31,20 sampai 81,20 dan rata-rata sebesar 60,81.

Berdasarkan status pekerjaan suami memperlihatkan bahwa dari 82 keluarga contoh nelayan pemilik, sebanyak 50 keluarga memiliki kesejahteraan subjektif kategori sedang dan 31 keluarga memiliki kesejahteraan subjektif kategori rendah. Dari 18 keluarga contoh nelayan pemilik, sebanyak 11 keluarga memiliki kesejahteraan subjektif kategori rendah dan tujuh keluarga memiliki kesejahteraan subjektif kategori sedang. Berdasarkan status istri bekerja menunjukkan bahwa dari 28 istri keluarga contoh yang bekerja sebanyak 15 keluarga memiliki kesejahteraan subjektif kategori sedang dan 12 keluarga termasuk dalam kategori rendah. Dari 72 keluarga contoh istri yang tidak bekerja, sebanyak 42 keluarga contoh memiliki kesejahteraan subjektif kategori sedang dan 30 keluarga termasuk dalam kategori rendah (tabel terlampir di lampiran 1).

Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan kesejahteraan subjektif dan kesejahteraan objektif

Kesejahteraan Subjektif

Miskin Tidak Miskin Total

n % n % n %

Rendah (<60) 5 11,9 37 88,1 42 100

Sedang (60-80) 9 15,8 48 84,2 57 100

Tinggi (>80) 0 0 1 100 1 100

Kisaran (Min-Max) 45,00-77,50 31,23-81,25 31,20-81,20

Rata-rata ± Std 61,88 ± 8,74 60,67 ± 9,84 60,81±9,65

Tabel 8 menjabarkan tentang tingkat kepuasan responden dari 20 pernyataan kesejahteraan subjektif istri keluarga nelayan. Data menunjukkan bahwa lebih dari sepertiga (40 keluarga) merasa tidak puas dengan keadaan keuangan keluarga. Selain itu, lebih dari sepertiga juga (36 keluarga) merasa cukup puas dengan keadaan keuangan keluarga nelayan. Hal ini menunjukkan bahwa pendapatan keluarga nelayan sebagian besar tidak memberikan kepuasan yang berarti bagi pemenuhan kebutuhan keluarga. Tempat tinggal merupakan tempat yang paling penting dalam keluarga. Hasil menunjukkan bahwa lebih dari sepertiga (43 keluarga) keluarga nelayan merasa tidak puas dengan keadaan tempat tinggal keluarga. Hal ini disebabkan karena tempat tinggal keluarga nelayan sering terjadi banjir pasang pada malam hari, sehingga beberapa nelayan tidak nyaman dengan adanya banjir pasang di lingkungan tempat tinggal.

Data menunjukkan bahwa lebih dari sepertiga keluarga contoh (40%) merasa tidak puas dengan kebersihan rumah. Hal ini disebabkan karena banjir pasang yang sering melanda rumah warga menyebabkan rumah dan halaman kotor dari genangan dan sampah yang berserakan serta kurangnya kesadaran keluarga pada kebersihan rumah. Hasil menunjukkan bahwa separuh dari keluarga (50%) merasa belum puas dengan kondisi materi atau aset yang dimiliki oleh keluarga. Hal ini disebabkan karena kurangnya kemampuan keluarga untuk membeli perabotan rumah tangga. Oleh karenanya saat pendapatan nelayan kosong, jarang bisa menjual barang yang memiliki harga jual.

Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi peningkatan sumberdaya manusia. Hasil menunjukkan bahwa hampir separuh keluarga contoh


(27)

(49%) tidak puas dengan pendidikan anggota keluarga. Hal ini terjadi karena ketidakmampuan keluarga dalam memberikan pendidikan pada anak sampai ketingkat yang lebih tinggi dan kurangnya kesadaran pentingnya pendidikan bagi keluarga nelayan.

Data menunjukkan bahwa sebesar 67 persen istri merasa puas dengan kebahagiaan perkawinan dalam keluarga dan 12 persen merasa sangat puas dengan kebahagiaan perkawinan dalam keluarga. Kebahagiaan dalam hubungan perkawianan merupakan output yang harus diperoleh dalam keluarga. Hasil juga menunjukkan bahwa sebesar 69 persen dari keluarga contoh, istri sudah merasa puas mengenai hubungan atau komunikasi dengan suami dan sembilan persen keluarga contoh merasa sangat puas dengan hubungan atau komunikasi dengan suami. Hal tersebut disebabkan karena kepedulian seorang suami dengan kondisi keluarga dan menumbuhkan komunikasi yang intens antar pasangan suami-istri.

Peran seorang suami yang baik dalam hubungan keluarga memberikan efek bagi kesejahteraan subjektif. Data menunjukkan bahwa sebesar 72 persen dari keluarga contoh, istri keluarga nelayan merasa puas dengan dukungan, dorongan dan motivasi yang diberikan oleh suami dan empat persen keluarga contoh merasa sangat puas dengan dukungan, dorongan dan motivasi yang diberikan oleh suami. Hal ini menunjukkan bahwa suami memberikan perhatian yang cukup baik pada istri dalam berperan di sektor domestik. Semua anggota keluarga merupakan aset bagi setiap anggota keluarga. Hasil menemukan bahwa sebesar 72 persen dari keluarga contoh merasa puas dan tiga persen sangat puas pada pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh setiap anggota keluarga. Hal ini dikarenakan anak yang sudah besar dapat membantu pekerjaan rumah tangga dan membantu orang tua dalam kegiatan melaut, serta anak mau sekolah dengan fasilitas sekolah yang ada di daerah tersebut.

Hasil menemukan bahwa sebesar 61 persen keluarga contoh merasa puas dan 14 persen merasa sangat puas terhadap hubungan atau komunikasi dengan saudara atau kerabat. Hal tersebut disebabkan karena jarak rumah yang berdekatan dan adanya saling membantu dan tolong-menolong satu dengan yang lain. Selain itu, sebesar 64 persen keluarga contoh merasa puas dan 10 persen keluaga contoh pada nelayan sangat puas terhadap hubungan atau komunikasi dengan tetangga. Hal ini disebabkan karena nasib yang sama dialami keluarga nelayan menyebabkan keluarga saling berbagi dan menguatkan terhadap berbagai kendala yang dialami oleh nelayan.

Dalam perkawinan sudah pasti menyatukan antar keluarga besar dengan keluarga lainnya dalam pasangan suami dan istri. Sehingga perlunya komunikasi antar mertua atau orang tua untuk menjaga keutuhan keluarga. Hasil penelitian menemukan bahwa keluarga contoh merasa puas secara subjektif sebesar 61 persen dan 11 persen sangat puas terhadap hubungan atau komunikasi dengan orang tua atau mertua. Selain itu, secara subjektif istri keluarga contoh merasa puas dengan perilaku anggota keluarganya sebesar 64 persen dan 6 persen sangat puas pada perilaku keluarga. Hal tersebut menunjukkan bahwa keluarga nelayan tidak memiliki permasalahan yang serius dengan anggota keluarga atau keluarga besar.

Hasil juga menemukan bahwa sebesar 60 persen keluarga contoh merasa puas dan enam persen sangat puas terhadap kondisi ketentraman keluarga dan data juga menunjukkan bahwa sebesar 60 persen keluarga contoh merasa puas dan 4 persen sangat puas terhadap keadaan kesehatan fisik keluarga. Hal ini disebabkan


(28)

karena keluarga merasa tidak ada ancaman dan gangguan dari luar yang menggangu kenyamanan dan kesehatan keluarga.

Data juga menunjukkan bahwa hampir separuh (47%) keluarga nelayan merasa puas dan 11 persen merasa sangat puas terhadap perilaku suami dalam membantu pekerjaan rumah tangga. Hal ini menunjukkan bahwa peran suami untuk memperhatikan kondisi keluarga cukup baik. Selain itu, lebih dari separuh (54%) keluarga nelayan merasa puas dan enam persen sangat puas dengan pekerjaan suami. Hal ini dikarenakan istri merasa puas dengan pekerjaan suami dalam mencari nafkah sebagai nelayan dan berupaya memperoleh pendapatan yang cukup bagi keluarga.

Dari semua pernyataan yang diberikan, rata-rata tingkat kepuasan keluarga nelayan belum mencapai kategori cukup puas diantaranya: keadaan keuangan keluarga, keadaan makanan keluarga, kebersihan rumah, kondisi materi atau aset yang dimiliki oleh keluarga, pendidikan anggota keluaga, dan penghasilan suami. Data diatas menunjukkan bahwa keluarga memiliki kesejahteraan subjektif rendah karena kurangnya sumberdaya dan aset yang dimiliki keluarga. Sementara itu, secara subjektif dalam hubungan sosial baik dalam keluarga atau masyarakat kepuasan yang dirasakan dalam keluarga lebih tinggi. Karena umumnya setiap manusia adalah makhluk sosial.

Tabel 8 Persentase dan rataan skor per item pertanyaan kesejahteraan subjektif

No Pernyataan STP TP CP P SP

Rata-rata

% % % % %

1. Keadaan keuangan keluarga 3 37 36 20 4 2,85

2. Keadaan makanan keluarga 3 14 37 40 6 3,32

3. Keadaan tempat tinggal keluarga 9 34 21 30 6 2,90

4. Kebersihan rumah 3 37 30 26 4 2,91

5. Kondisi materi/aset keluarga 3 47 24 22 4 2,77

6. Kondisi ketentraman keluarga 0 11 23 60 6 3,61

7. Keadaan kesehatan fisik keluarga 1 11 24 60 4 3,55

8. pendidikan anggota keluarga 1 48 17 28 6 2,90

9. perilaku anggota keluarga 0 10 20 64 6 3,66

10. Pekerjaan suami 2 16 22 54 6 3,46

11. Penghasilan suami 1 19 27 51 2 3,34

12. Hubungan/komunikasi dengan suami 1 4 17 69 9 3,81

13. perilaku suami dalam memban tu pekerjaan

rumah tangga

1 17 24 47 11 3,50

14. Kebahagiaan dalam perkawinan 1 7 13 67 12 3,82

15. Dukungan, dorongan, dan motivasi yang

diberikan oleh suami

1 8 15 72 4 3,70

16. Hubungan/komunikasi dengan

orangtua/mertua

1 14 13 61 11 3,67

17. Hubungan/komunikasi dengan

saudara/kerabat

0 12 13 61 14 3,77

18. Hubungan/komunikasi dengan tetangga 0 7 19 64 10 3,77

19. Keterlibatan keluarga dengan kegiatan sosial 0 6 27 60 7 3,68

20. Pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki

oleh setiap anggota keluarga

0 11 13 73 3 3,68


(29)

Hubungan antara Karakteristik Keluarga, Strategi Koping dan Kesejahteraan Subjektif

Menggunakan uji korelasi terdapat hubungan signifikan antara usia dengan kesejahteraan subjektif dan strategi koping dengan kesejahteraan subjektif (tabel terlampir di lampiran 2). Tabel 9 menunjukkan bahwa pengalaman dan pengetahuan seseorang dapat dilihat dari usianya dalam mempersepsikan sesuatu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usia orang tua (istri dan suami) berhubungan positif dan signifikan dengan kesejahteraan subjektif istri. Artinya semakin tua usia suami dan istri maka kepuasan ibu dalam menjalani kehidupan keluarga semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena tugas orang tua sudah berhasil melewati beberapa tahapan strategis perkembangan keluarga dan hampir menyelesaikan tugas sebagai orang tua.

Kepuasan keluarga terpenuhi jika setiap kebutuhan keluarga terpenuhi. Hasil menunjukkan bahwa strategi koping berhubungan negatif sangat signifikan dengan kesejahteraan subjektif keluarga. Artinya semakin tinggi strategi koping maka kesejahteraan subjektif semakin menurun. Keluarga tidak akan puas dengan perubahan kondisi keluarga yang tidak stabil dan pendapatan yang tidak menentu, oleh karenanya perlu suatu strategi untuk mencukupi kebutuhan saat itu.

Tabel 9 Hubungan karakteristik keluarga, strategi koping dengan kesejahteraan subjektif keluarga

Variabel

Strategi Koping Kesejahteraan

Subjektif

Koefisien Sig Koefisien Sig

Umur suami (tahun) -0,055 0,588 0,211* 0,035*

Umur istri (tahun) -0,083 0,414 0,227* 0,023*

Lama Pendidikan suami (tahun) 0,073 0,470 -0,153 0,129

Lama Pendidikan istri (tahun) -0,040 0,695 -0,083 0,409

Besar keluarga (orang) 0,063 0,532 0,004 0,972

Status kerja suami (0= buruh; 1= pemilik) _ 0,458 _ 0,074

Status kerja istri (0= tidak bekerja; 1= bekerja)

_ 0,567 _ 0,326

Pendapatan suami (Rp/bulan) -0,099 0,326 0,084 0,407

Pendapatan istri (Rp/bulan) 0,084 0,408 -0,007 0,944

Pendapan keluarga (Rp/bulan) -0,023 0,820 0,087 0,390

Pendapatan perkapita (Rp/perkapita/bulan)

-0,073 0,468 0,123 0,184

Strategi koping 0,000 0,000 -0,388** 0,000**

Keterangan: *: Korelasi signifikan pada p<0,05 **: Korelasi signifikan pada p<0,01

_ : Uji beda pada sig > 0,05 = tidak ada perbedaan _ _ : Uji beda pada sig < 0,05 = terdapat perbedaan

Pembahasan

Tujuan dari penelian ini adalah untuk menganalisis strategi koping dan kesejahteraan keluarga baik melalui pendekatan objektif atau subjektif. Penelitian ini dilandasi oleh teori struktural fungsional yang mengutamakan pada keseimbangan sistem yang stabil dalam keluarga dan masyarakat. Teori ini ini


(30)

menjelaskan bagaimana perilaku seseorang dipengaruhi dan mempengaruhi orang lain dan institusi dalam proses aksi reaksi secara berkelanjutan. Konsep struktural fungsional berlandaskan empat konsep yaitu: sistem, struktur sosial, fungsi dan keseimbangan (Sunarti 2001).

Tahap perkembangan seseorang dapat dilihat dari usianya. Bertambahnya usia menjadikan seseorang dewasa dalam mengambil keputusan dan melaksanakan aktivitas dalam kehidupan. Hasil penelitian menemukan bahwa salah satu faktor produktivitas kerja (indikator upah per jam) yaitu usia seseorang (Wardani 2008).

Pendidikan pasangan suami dan istri pada keluarga nelayan cenderung memiliki tingkat pendidikan Sekolah Dasar bahkan tidak lulus SD atau cenderung rendah. Hal tersebut dimungkinkan karena biaya dan akses terhadap pendidikan terbatas. Hasil penelitian Suryani et al. (2004) menemukan bahwa rendahnya tingkat pendidikan pada nelayan disebabkan karena faktor pengarahan orang tua sejak dini untuk dikenalkan pada laut dan menjadi nelayan sehingga sekolah pun menjadi tidak terlalu penting, keterbatasan biaya, dan memiliki keinginan untuk menjadi nelayan sehingga tidak melanjutkan sekolah. Hal ini sejalan dengan penelitian Saleha et al. (2002), pada umumnya pendidikan formal pada suami dan istri keluarga nelayan di Pesisir Bontang Koala, Kalimantan Timur mayoritas menempuh pendidikan rendah atau tingkat SD. Penelitian terdahulu menemukan bahwa permasalahan nelayan dapat diklasifikasikan dalam dua bagian diantaranya: permasalahan sosial ekonomi dan permasalahan kondisi fisik daerah pemukiman atau perumahan. Masalah sosial ekonomi berkaitan dengan penghasilan yang rendah, modal dan peralatan melaut terbatas, dan tingkat pendidikan yang rendah (Hasanuddin et al. 2013).

Jenis dan daya perahu menentukan tingkat efektifitas dan keefisienan penangkapan ikan dalam kegiatan melaut. Pada nelayan kecil, menjadi penting memiliki keberagaman alat tangkap yang digunakan. Karena musim jenis ikan cenderung mengalami perubahan setiap waktu sesuai dengan iklim dan cuaca. Nelayan yang memiliki mata pencaharian menangkap ikan di laut akan menggantungkan pada modal usaha atau aset yag dimiliki. Ketersediaan alat tangkap dan perahu yang dimiliki menjadikan nelayan leluasa untuk menangkap ikan. Menurut Undang-Undang Perikanan No 45 Tahun 2009 mendefinisikan nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan (Apridar et al. 2011). Semua anggota keluarga dapat memberikan kontribusi bagi pendapatan keluarga. Pendapatan keluarga merupakan faktor penting bagi kelangsungan hidup semua anggota keluarga. Karena pengukuran kesejahteraan objektif dapat dilihat dari pendapatan total keluarga dan secara tidak langsung berkaitan dengan pendapatan perkapita yang dijadikan sebagai tolak ukur seseorang miskin atau tidak miskin menurut Garis Kemiskinan.

Berdasarkan Garis Kemiskinan BPS (2013), lebih dari 80 persen dari keluarga contoh tergolong sudah sejahtera. Hal ini sejalan dengan penelitian Johan

et al. (2013) bahwa lebih dari 80 persen keluarga nelayan tidak miskin yang diukur menggunakan Garis Kemiskinan Kabupaten Indramayu. Meskipun sebagian besar istri nelayan tidak bekerja, terdapat keterlibatan istri dalam membantu kinerja usaha suami sebagai nelayan dan mengelola sumberdaya yang dimiliki agar kebutuhan keluarga terpenuhi. Menurut Davis (2000) dan Valdivia (2001) dalam Mattison (2009), dalam penggunaan sumber daya alam ditemukan bahwa para istri memiliki


(31)

peran besar dalam mempertahankan hidup, bahkan ketika terjadinya tingkat penurunan yang tinggi dari ketersediaan sumberdaya.

Pekerjaan yang dilakukan istri mayoritas membuka usaha dagang kecil-kecilan di depan rumah dan mengolah ikan. Olahan ikan biasa yang dilakukan seperti: udang rebon, ikan kering dan menjual ikan tangkapan. Usaha dibidang jasa sangat sedikit digeluti oleh masyarakat, karena kurangnya keterampilan yang dimiliki. Williams (2002) berpendapat bahwa pada kelompok masyarakat dari keluarga nelayan, beberapa wanita masih berperan dalam mencari mata pencaharian untuk bertahan hidup. Sebagian besar istri nelayan yang tidak bekerja biasanya membantu suami memperbaiki alat tangkap, menyiapkan perbekalan, merangkai jaring dan membantu suami melaut. Hal ini dilakukan untuk mengefisienkan waktu yang digunakan suami untuk melaut.

Untuk menghadapi musim barat, nelayan akan memilih tidak melaut sama sekali. Karena bahaya ombak yang bisa menghantam nelayan kecil dan beresiko kematian. Hal ini dibuktikan bahwa nelayan lebih tidak melaut selama musim barat. Bahkan ketersedian sumberdaya ikan yang tidak memadai karena faktor lain. Saat pendapatan kosong maka pendapatan perkapita akan menurun dan berdampak pada kesejahteraan objektif. Menurut Fauzi (2010) menyatakan bahwa penurunan yang berkelanjutan dalam penangkapan ikan akan menyebabkan kemiskinan dan kesejahteraan seseorang terganggu.

Dalam pemenuhan kebutuhan saat paceklik yang menyebabkan pendapatan menurun, keluarga nelayan memerlukan strategi agar mampu beradaptasi pada perubahan lingkungan yang terjadi. Perbedaan kegiatan yang banyak dilakukan terdiri dari tiga kategori jumlah kegiatan koping dari 20 kegiatan koping pada keluarga contoh yakni: pertama: kategori rendah (4-6 jenis kegiatan koping), keluarga nelayan banyak melakukan pergantian lauk atau mengurangi lauk yang dimakan, berhutang ke warung dan berhutang ke juragan ikan. Kedua: kategori sedang (7-13 jenis koping) lebih banyak melakukan mengurangi atau mengganti lauk yang dimakan, berhutang kewarung dan berhutang ke keluarga. Ketiga; kategori tinggi (14-15 jenis koping) semuanya pernah berhutang pada keluarga, berhutang kepada juragan ikan, menjual barang, meminta bantuan pada saudara dan mengurangi atau mengganti lauk.

Hal ini menunjukkan bahwa saat sumber nafkah keluarga terhambat, yang terpenting bagi keluarga adalah memenuhi kebutuhan makan dan minum. Strategi yang biasa dilakukan nelayan adalah mengurangi atau mengganti lauk yang dimakan karena strategi pengurangan dalam hal konsumsi lauk lebih mudah dilakukan. Strategi yang lain yakni berhutang ke warung karena keluarga dapat langsung mendapatkan barang atau produk yang diperlukan saat pendapatan kosong. Strategi yang terpenting lainnya adalah berhutang kepada saudara atau keluarga, karena keterikatan dan keterhubungan keluarga yang kuat dapat memudahkan saling membantu dalam kesamaan nasib yang dialami. Hunnes (2013) menemukan bahwa jika aset utama keluarga berupa mata pencaharian tidak dapat memenuhi kebutuhan keluarga berupa pangan dan pendapatan, maka upaya yang sering dilakukan untuk melindungi dan menjaga kestabilan kehidupan rumah tangga adalah dengan melakukan strategi koping.

Status ekonomi keluarga sangat mempengaruhi pengeluaran keluarga dan keluarga perlu melakukan strategi dalam mengalokasikan pengeluran saat pendapatan menurun. Hal tersebut menyebabkan pentingnya melakukan strategi


(32)

koping. Berbagai upaya yang dilakukan keluarga dari kondisi yang tidak stabil atau perubahan yang menuntut adanya upaya dari keluarga sendiri. Keluarga nelayan melakukan strategi koping paling tidak empat kegiatan saat pendapatan kosong. Corbett (1988) dalam Hunnes (2013) menyatakan bahwa teori strategi koping menjelaskan pada suatu rumah tangga akan merespon baik proaktif atau reaktif dari kondisi yang merugikan atau membahayakan keluarga baik dari aspek ekonomi, sosial, atau iklim.

Perbedaan dalam melakukan koping dapat terlihat dari presentase yang dilakukan keluarga antara keluarga miskin dan tidak miskin. Keluarga miskin cenderung kurang dalam melakukan koping mencari pekerjaan tambahan baik dari pihak suami atau istri. Hal ini dimungkinkan karena kurangnya modal dan keterampilan atau keahlian yang dimiliki sehingga lebih mengandalkan usaha nelayan. Keluarga yang tidak miskin memiliki tabungan yang cukup sehingga bisa diambil ketika diperlukan akan tetapi bagi keluarga miskin memiliki tabungan menjadi hal yang cukup sulit untuk dilakukan.

Lain halnya dengan jenis koping mengurangi frekuensi makan dan mengurangi jumlah nasi yang dimakan atau mengurangi takaran nasi, keluarga miskin memiliki presentase dominan dari pada keluarga tidak miskin. Mengurangi makanan pokok yang dimakan setiap harinya agar dapat mengalokasikan pendapatan kepada kebutuhan yang lain atau alternatif yang digunakan ketika pendapatan menipis pada keluarga miskin. Hasil penelitian Simanjuntak (2010) menemukan bahwa keluarga cenderung lebih memilih melakukan strategi menghemat pengeluaran dari pada berupaya untuk meningkatkan pendapatan.

Saat paceklik keluarga nelayan berupaya mengurangi atau mengganti lauk yang dimakan, berhutang ke warung atau toko, berhutang ke saudara atau keluarga dan berhutang ke juragan ikan. Kondisi paceklik tidak hanya pada beberapa bulan pada saat musim barat, tetapi juga perolehan ikan yang tidak menentu tiap harinya menyebabkan keluarga melakukan strategi berhutang. Penelitian menemukan bahwa beberapa faktor dominan penyebab kemiskinan nelayan kecil adalah rendahya investasi, terikan hutang dan keterbatasn sumberdaya (Tain 2011). Hal tersebut terjadi karena kondisi paceklik yang sering dialami oleh nelayan tiap tahunnya dan menjadi hal yang klasik dialami oleh nelayan (Solihin 2004).

Pada dasarnya keluarga pesisir pada penelitian ini memiliki lahan terbatas sehingga keluarga baru menikah masih banyak ikut menumpang dengan keluarga atau membangun rumah dipinggir sungai asalkan dekat dengan sanak keluarga. Karena pada dasarnya keluarga Desa Pantai Mekar ini memiliki pekerjaan utama nelayan sehingga memilih bertempat tinggal di sepanjang pesisir lahan sempit yang menjorok ke arah laut. Tradisi keluarga nelayan tersebut memilih bertempat tinggal berdekatan dengan keluarga besar agar bisa saling tolong menolong dan membantu dalam kehidupan keluarga.

Dalam hubungan sosial keluarga nelayan memiliki keterikatan yang tinggi disamping menghadapi berbagai permasalahan dalam kegiatan melaut. Hal ini dapat dibuktikan dalam penelitian bahwa keluarga nelayan sudah merasa puas dalam kegiatan komunikasi atau hubungan dengan anggota keluarga, saudara, dan tetangga. Begitupun dengan kondisi ketentraman keluarga dan keadaan kesehatan keluarga serta pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh anggota keluarga. Kepuasan seseorang tersebut biasa disebut sebagai kesejahteraan subjektif. Penelitian Nagy et al. (2006) menemukan bahwa nelayan memperoleh pengetahuan


(33)

lokal dari interaksi yang didapatkannya melalui lingkungan dan sumberdaya. Fokus pada hubungan atau komunikasi dan memperoleh dukungan minimal dari orang-orang terdekat merupakan suatu tips dalam menghadapi stress keuangan. Selain itu tetap menjaga dan merawat kesehatan dan kemampuan untuk mengidentifikasi masalah keuangan menjadi hal yang penting dalam menghadapi pendapatan yang tidak stabil (1).

Kesejahteraan subjektif keluarga nelayan memiliki sebagian besar terkategori sedang dan kurang dari separuh terkategori rendah. Kesejahteraan subjektif keluarga nelayan memiliki persentase kepuasan terbesar pada hubungan atau komunikasi dengan lingkungan sosial baik dengan keluarga atau tetangga. Pentingnya komunikasi antar anggota keluarga ataupun tetangga untuk saling mendukung dan berbagi dalam menghadapi permasalahan nelayan. Penelitian Rachmawati (2010) menemukan bahwa dukungan dari keluarga atau tetangga memiliki presentase terbesar dalam membantu kesulitan keuangan keluarga.

Berbeda halnya dengan kebutuhan fisik, keluarga banyak merasa belum puas dengan kondisi materi yang diperlukan untuk kebutuhan keluarga. Dari ketidak puasan yang dirasakan oleh keluarga diantaranya keadaan keuangan keluarga, keadaan makanan keluarga, kebersihan rumah, kondisi materi atau aset yang dimiliki oleh keluarga, pendidikan anggota keluaga, dan penghasilan suami. Hal ini sejalan dengan dengan penelitian Simanjuntak (2010), saat keluarga mengalami kesulitan ekonomi sebelum mendapat bantuan PKH, keluarga merasa tidak puas dengan kondisi keuangan keluarga, keadaan tempat tinggal, keadaan materi atau aset keluarga, dan penghasilan suami.

Kondisi pendapatan yang tidak pasti dari penghasilan nelayan menjadikan nelayan tidak tidak puas terhadap kebutuhan fisik yang dimiliki. Datta dan Kundu (2007) menemukan bahwa umumnya penghasilan yang rendah, pendidikan yang rendah dapat menjelaskan kepuasan yang dirasakan oleh nelayan. Hasil penelitian Saleha et al. (2002) menemukan bahwa jika tingkat kepuasan suami terhadap sosial ekonomi keluarga baik domestik maupun publik bertambah maka kepuasan istri akan bertambah pula. Coulthard et al. (2011)menyatakan bahwa seseorang perlu menyusun strategi atas sumberdaya yang dimiliki untuk mencapai kesejahteraan dan bagaimana hubungan dan proses dalam masyarakatnya merupakan hal penting untuk mencapai kesejahteraan pada kondisi sekarang dan pemeliharaan dimasa yang akan datang.

Produktivitas seseorang dalam bekerja dapat dilihat dari usianya untuk mencapai kesejahteraan. Hasil menunjukan bahwa usia suami dan istri nelayan berhubungan positif dan signifikan terhadap kesejahteraan subjektif ibu. Artinya semakin bertambahnya usia orang tua maka kepuasan yang dirasakan oleh ibu secara subjektif meningkat. Karena dalam tahapan perkembangan kehidupan keluarga, keluasan pemikiran dan pengalaman seseorang akan bertambah sehingga memudahkan individu untuk menghadapi tantangan yang serupa. Hasil ini sejalan dengan penelitian Johan et al. (2013) bahwa umur istri berpengaruh positif dan signifikan terhadap kesejahteraan subjektif. Individu yang lebih tua terbukti memiliki kesejahteraan subjektif lebih baik dibandingkan yang lebih muda (Jivraj

et al. 2012). Hasil penelitian tidak menunjukkan hubungan yang positif dan signifikan pendapatan keluarga dengan kesejahteraan subjektif. Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Ningsih (2013) bahwa tidak ada perbedaan

Subjective Well Being (SWB) ditinjau dari tingkat pendapatan.


(1)

(2)

Lampiran 1 Hasil uji tabulasi silang

HASIL UJI TABULASI SILANG

Strategi Koping Status Pekerjaan Suami

Total

nelayan buruh nelayan pemilik

Rendah 3 8 11

Sedang 14 66 80

Tinggi 1 8 9

Total 18 82 100

Tabel 2 Tabulasi silang kategori strategi koping dan pekerjaan istri

Strategi Koping Pekerjaan Istri

Total

tidak bekerja bekerja

Rendah 8 3 11

Sedang 57 23 80

Tinggi 7 2 9

Total 72 28 100

Tabel 3 Tabulasi silang kategori kesejahteraan subjektif dan pekerjaan suami

Tabel 4 Tabulasi silang kategori kesejahteraan subjektif dan pekerjaan istri

Kesejahteraan Subjektif

Pekerjaan istri

Total

tidak bekerja bekerja

Rendah 30 12 42

Sedang 42 15 57

Tinggi 0 1 1

Total 72 28 100

Kesejahteraan Subjektif

Status Pekerjaan Suami

Total

nelayan buruh nelayan pemilik

Rendah 11 31 42

Sedang 7 50 57

Tinggi 0 1 1


(3)

Lampiran 2 Uji Korelasi Pearson

UJI KORELASI PEARSON

U_Suami U_Istri LPIS LPSU BESKEL P_suami P_istri Pndpt Pdpkp Tot_ST tot_sub U_Suami 1 .949** -.559** -.530** .213* -.102 -.060 -.016 -.132 -.055 .211*

.000 .000 .000 .034 .312 .555 .877 .191 .588 .035 U_Istri 1 -.541** -.507** .198* -.076 -.064 .003 -.098 -.083 .227*

.000 .000 .049 .453 .528 .978 .330 .414 .023 LPIS 1 .614** -.063 .138 .160 .128 .139 -.040 -.083

.000 .536 .172 .113 .205 .166 .695 .409 LPSU 1 -.089 .052 .012 .000 .041 .073 -.153 .379 .606 .904 .998 .687 .470 .129 BESKEL 1 .146 -.114 .279** -.139 .063 .004

.146 .260 .005 .169 .532 .972 P_suami 1 -.087 .822** .747** -.099 .084

.391 .000 .000 .326 .407 P_istri 1 .165 .255* .084 -.007

.101 .011 .408 .944 Pndpt 1 .881** -.023 .087

.000 .820 .390 Pdpkp 1 -.073 .134 .468 .184 Tot_ST 1 -.388**

.000


(4)

Lampiran 3 Dokumentasi

DOKUMENTASI

Salah satu rumah bilik di pinggir Sungai Perahu Motor Tempel

Perahu motor dengan Power Kuda tinggi Alat tangkap (Serok)


(5)

Wawancara di rumah responden Usaha kecil (Ikan kering)


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan putri dari pasangan (Almarhum) Bapak Pani dan Ibu Murah, dilahirkan di Desa Nalui, Kecamatan Jaro, Kabupaten Tabalong, Provinsi Kalimantan Selatan pada tanggal 04 Juni 1992. Penulis merupakan anak ke tiga dari empat bersaudara. Pendidikan yang telah ditempuh oleh penulis yakni SMAN Jaro (2007-2010). Pada tahun 2010 penulis berkesempatan melanjutkan studi dan diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) di Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia.

Saat menjadi mahasiswa, penulis cukup aktif mengikuti kegiatan organisasi, berbagai kepanitiaan dan asisten suatu mata kuliah. Tahun 2011 pernah mengikuti panitia Masa Perkenalan Fakultas (MPF) sebagai Pendamping Anggota Keluarga (PAK) dan Masa Perkenalan Departemen (MPD) di divisi Medis. Tahun 2011/2012 penulis juga terdaftar sebagai anggota HIMAIKO sebagai staf HRD (Human Resources Development). Tahun 2011-2013 penulis aktif di LDF Forsia dan pernah menjadi ketua divisi Rohis. Pada tahun 2013, selama dua semester penulis diberikan amanah menjadi asisten mata kuliah Pendidikan Agama Islam (PAI). Kepanitiaan lainnya yang pernah diikuti yaitu: FIF (Forsia Islamic Festival), HARGANAS (Hari Keluarga Nasional) IPB, LEF (Leadershif Entrepreneur), dan Panitia Wisuda. Pada tahun 2014 penulis juga berkesempatan mengikuti kegiatan Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat (PKM-M) sebagai anggota kelompok. Selain itu, penulis juga aktif di kegiatan ekternal kampus di Omongan Daerah (OMDA) Kalimantan Selatan dan diamanahkan di Divisi Keagamaan dan Kerohanian.