Analisis Strategi Koping, Potensi Perdagangan Manusia, dan Kesejahteraan Keluarga (Kasus di Kabupaten Cianjur)

ANALISIS STRATEGI KOPING, POTENSI PERDAGANGAN
MANUSIA DAN KESEJAHTERAAN KELUARGA
(Kasus di Kabupaten Cianjur)

MERISA

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Strategi
Koping, Potensi Perdagangan Manusia, dan Kesejahteraan Keluarga adalah benar
karya saya dengan arahan dari Dosen Pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2013
Merisa
NIM I24090078

ABSTRAK
MERISA. Analisis Strategi Koping, Potensi Perdagangan Manusia, dan
Kesejahteraan Keluarga. Dibimbing oleh HERIEN PUSPITAWATI.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan strategi koping,
potensi perdagangan manusia dan kesejahteraan keluarga. Penelitian dilakukan di
Desa Sukatani, Kecamatan Haurwangi, Kabupaten Cianjur. Contoh dalam
penelitian ini adalah keluarga yang memiliki tingkat ekonomi yang rendah dan
tinggal di kawasan yang memiliki potensi perdagangan manusia berdasarkan
rekomendasi BKBPP Kabupaten Cianjur yang diambil dengan teknik
nonprobability sampling dan purposive sebanyak 60 orang. Pengambilan data
dilakukan dengan dengan wawancara menggunakan kuesioner dan indepth
interview. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan positif antara
potensi internal perdagangan manusia dengan strategi koping yang terdiri dari

strategi penghematan dan strategi penambahan pendapatan. Selain itu, potensi
perdagangan manusia tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan
kesejahteraan keluarga.
Kata kunci: kesejahteraan keluarga, kemiskinan, potensi perdagangan manusia,
strategi koping.

ABSTRACT
MERISA. Coping Strategies, Potential Human Trafficking and Family Welfare.
Supervised by HERIEN PUSPITAWATI.
The aim of this research was to analyze correlations between coping
strategies, the potential for human trafficking and family welfare. The study was
conducted in the village of Sukatani, Haurwangi subdistrict, Cianjur. Examples in
this study is a family that has a low economic level and living in the area that has
the potential of human trafficking based on the recommendation BKBPP Cianjur
taken by purposive sampling and nonprobability technique as much as 60 people.
Data were collected by interviews using questionnaires and in-depth interview.
The results showed that there is a positive relationship between the internal
potential of human trafficking with a coping strategy that consists of cutting back
expenses and generating additional income. The potential for human trafficking
does not have a significant correlations with the welfare of the family.

Keywords: coping strategies, family welfare, potential human trafficking,
poverty.

ANALISIS STRATEGI KOPING, POTENSI PERDAGANGAN
MANUSIA DAN KESEJAHTERAAN KELUARGA
(Kasus di Kabupaten Cianjur)

MERISA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013


Judul Skripsi: Anak is _tr e) Koping, Potensi Perdagangan Manusia , dan
Kesejahteraan Ke luarga (Kasus di Kabupaten Cianjur)
Nama
: Merisa

N1M

: 1240900 8

Disetujui oleh

Dr Ir Herien Puspitawati, M.Sc, M.Sc
Pembimbing

Tanggal Lulus: "

20 13

Judul Skripsi : Analisis Strategi Koping, Potensi Perdagangan Manusia, dan

Kesejahteraan Keluarga (Kasus di Kabupaten Cianjur)
Nama
: Merisa
NIM
: I24090078

Disetujui oleh

Dr Ir Herien Puspitawati, M.Sc, M.Sc
Pembimbing

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Ujang Sumarwan, M.Sc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya

sehingga penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Karakteristik Keluarga,
Strategi Koping, dan Potensi Perdagangan Manusia (Kasus di Kabupaten
Cianjur)” telah terselesaikan dengan baik. Terima kasih dan rasa hormat penulis
ucapkan kepada:
1. Dr. Ir. Herien Puspitawati. M.Sc., M.Sc selaku dosen pembimbing yang
telah bersedia meluangkan waktu dan ilmu-ilmunya untuk membimbing
penulis dalam penyusunan skripsi ini.
2. Dr. Ir. Lilik Noor Yuliati,MFSA sebagai dosen pembimbing akademik yang
telah membimbing selama penulis menjadi mahasiswa.
3. Ibu Tuti selaku Kepala Bidang Bagian Pemberdayaan Keluarga dan
Perempuan BKBPP (Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan
Perempuan) Kabupaten Cianjur beserta jajarannya yang telah memberikan
rekomendasi dan perizinan untuk lokasi penelitian.
4. Ibu Popon selaku kader di bidang keluarga untuk Kecamatan Haurwangi
yang telah memberikan informasi terkait penelitian.
5. Kepala Desa Sukatani, Kecamatan Haurwangi, Kabupaten Cianjur beserta
staff yang telah memberikan izin untuk pengambilan data.
6. Ibu Yuli beserta keluarga yang telah menyediakan tempat tinggal selama
pengambilan data berlangsung.
7. Prof. Dr. Ir. Rizal Sjarief Sjaiful Nazli, D.E.S.S. atas segala bimbingan dan

dukungan yang telah diberikan kepada penulis.
8. Keluarga tercinta terutama Papah dan Mamah atas segala jerih payah, doa,
kesabaran, dan kasih sayang tak terbalas yang senantiasa diberikan demi
keberhasilan penulis
9. Teman seperjuangan penelitian Rena, Nesvi, Aida, dan Salsabila atas waktu,
kebersamaan, motivasinya, dan dukungannya. Rekan-rekan IKK 46 untuk
kebersamaannya selama penulis menempuh pendidikan S1 di Departemen
IKK,IPB.
10. Sahabat terbaik Sisi, Dewi, Bagus, Amel, Holli, Rany, Didi, Echa, Icha,
Rangga, Cici, Nindy, Destia, Diego, Ronald.
11. Kepada semua pihak yang belum disebutkan, yang telah memberikan
kontribusi dalam penyelesaian tugas akhir ini, penulis ucapkan terima kasih.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.
Harapan penulis adalah semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2013
Merisa

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL


vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah


2

Tujuan Penelitian

3

Manfaat Penelitian

3

TINJAUAN PUSTAKA
Pendekatan Teori Keluarga
Strategi Koping
Kesejahteraan Keluarga
Kemiskinan
Potensi Perdagangan Manusia
KERANGKA PEMIKIRAN
METODE
Desain, Lokasivdan Waktu Penelitian

Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Pengolahan dan Analisis Data
Definisi Oprasional
HASIL
PEMBAHASAN
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

4
4
5
6
8
10
12

15
15
15
16
17
18
20
31
34
34
34
35
37
50

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Sebaran suami dan istri berdasarkan usia
Sebaran suami dan istri berdasarkan tingkat pendidikan
Sebaran suami dan istri berdasarkan jenis pekerjaan
Sebaran keluarga berdasarkan besar keluarga
Sebaran keluarga berdasarkan pendapatan keluarga per bulan
Sebaran keluarga berdasarkan pendapatan keluarga per kapita/bulan
Sebaran keluarga berdasarkan skor strategi ekonomi fungsi ekonomi
Sebaran keluarga berdasarkan persentase jawaban kesejahteraan
keluarga objektif
Sebaran keluarga berdasarkan skor kesejahteraan keluarga subjektif
Sebaran keluarga berdasarkan persentase jawaban tekakan ekonomi
Sebaran keluarga berdasarkan skor tekanan ekonomi
Sebaran keluarga berdasarkan persentase jawaban potensi
perdagangan manusia eksternal
Sebaran keluarga berdasarkan persentase jawaban potensi
perdagangan manusia internal
Sebaran keluarga berdasarkan kategori skor potensi perdagangan
manusia
Hubungan strategi koping, potensi perdagangan manusia dan
kesejahteraan keluarga

21
21
22
22
22
23
23
24
25
25
26
27
28
29
31

DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka pemikiran analisis strategi koping, potensi perdagangan manusia
dan kesejahteraan keluarga
14

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8

Hasil penelitian terdahulu
Pengukuran variabel penelitian
Sebaran contoh berdasarkan strategi koping
Sebaran contoh berdasarkan tingkat kesejahteraan subjektif
Tabel korelasi
Indepth interview
Kronologi instrumen dan pengukuran
Dokumentasi penelitian

37
41
42
44
45
46
48
49

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Berdasarkan data IOM (2010) dalam PKGA-IPB (2011) menyebutkan
bahwa Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah kasus perdagangan
manusia terbesar dengan 3909 kasus (99.14%). Indonesia dinilai termasuk sumber
utama perdagangan perempuan, anak-anak dan laki-laki, baik sebagai budak seks
maupun korban kerja paksa (VOA Indonesia 2012). Menurut laporan tahunan
Departemen Luar Negeri Amerika tentang perdagangan manusia tahun 2011
menyatakan bahwa Indonesia dimasukkan pada lapis kedua dalam memenuhi
standar perlindungan korban perdagangan manusia (TPPO). Puspitawati (2012)
menyebutkan bahwa Tindak Peradagangan Orang (TPPO) di Indonesia meningkat
dari tahun ke tahun dengan modus penempatan tenaga kerja ke luar negeri.
Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi yang melakukan pengiriman terbesar
dalam kasus perdagangan manusia dengan 920 kasus (23.3%) dan Kabupaten
Cianjur merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Barat yang memiliki
jumlah korban perdagangan manusia terbesar ketiga setelah Kabupaten Indramayu
dan Kabupaten Bandung (PKGA-IPB 2011).
Menurut Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 Pasal 1, yang dimaksud
perdagangan manusia adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan,
pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan,
penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan,
penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi
bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang
memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara
maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang
tereksploitasi. Casey (2010) menyatakan bahwa perdagangan manusia di seluruh
dunia di dorong oleh proses yang kompleks namun secara umum adalah faktor
kemiskinan. Indonesia sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam masih
memiliki permasalahan kemiskinan. Pada tahun 2012 mempunyai 29.13 juta jiwa
penduduk yang tergolong miskin dengan persentase penduduk miskin di daerah
perkotaan sebesar 8.78 persen dan di daerah perdesaan sebesar 18.48 persen (BPS
2012).
Kondisi perekonomian negara yang masih belum stabil dan masih banyak
terjadi kemiskinan memberikan dampak kepada kehidupan keluarga. Seperti
disebutkan oleh Bryant (1990) keluarga merupakan suatu unit dalam sistem
ekonomi, yang senantiasa berinteraksi (mempengaruhi dan dipengaruhi) oleh
sistem ekonomi yang lebih besar. Terdapat kemampuan yang berbeda-beda pada
setiap keluarga miskin dalam mengatasi permasalahan yang dialaminya tersebut.
Puspitawati (1998) menyebutkan strategi koping yang dilakukan oleh keluarga
dalam mengatasi masalah keuangan, yaitu adanya tambahan anggota keluarga
yang bekerja. Friedman (1998) mendefinisikan strategi koping sebagai respon
perilaku positif yang digunakan keluarga dan sistemnya untuk memecahkan
masalah atau mengurangi stres akibat peristiwa tertentu. Dengan menggunakan
strategi koping yang tepat dan secara efektif diharapkan dapat mewujudkan tujuan
keluarga yang ingin dicapai sehingga dapat tercapai pula adanya kebahagiaan dan

2
kepuasan dalam keluarga. Sesuai dengan teori yang disampaikan oleh
Santamarina et al. (2002) yang diacu dalam Suandi (2007) bahwa kesejahteraan
dengan pendekatan subjektif diukur dari tingkat kebahagiaan dan kepuasan yang
dirasakan oleh masyarakat sendiri bukan oleh orang lain. Desa Haurwangi,
Kabupaten Cianjur merupakan salah satu desa yang masih mengalami masalah
kemiskinan dan menurut BKBPP (Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan
Perempuan) Kabupaten Cianjur, desa tersebut berpotensi pada kasus perdagangan
manusia. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di desa
tersebut untuk mengidentifikasi strategi koping, potensi perdagangan manusia dan
kesejahteraan keluarga.

Perumusan Masalah
Kabupaten Cianjur merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Barat
yang memiliki luas wilayah sekitar 3 501.48 km² (BPS 2010). Data sensus
penduduk 2000 menunjukkan bahwa penduduk Cianjur mencapai 1 931 480 jiwa
yang terdiri dari penduduk laki-laki sebanyak 982 164 jiwa dan perempuan 949
676 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 2.23 persen (Cianjurkab.go.id).
Akan tetapi Kabupaten Cianjur sendiri masih belum terlepas dari masalah
kemiskinan walaupun data BPS menunjukan bahwa jumlah penduduk miskin di
Kabupaten Cianjur mengalami penurunan pada setiap tahunnya. Jumlah penduduk
miskin di Kabupaten Cianjur tahun 2007 sebesar 18.49 persen dan pada tahun
2010 menurun menjadi 14.32 persen.
Kemiskinan dapat mendorong terjadinya berbagai permasalahan
diantaranya adalah potensi perdagangan manusia. Faktor ekonomi adalah salah
satu pemicu utama terjadinya praktek perdagangan manusia. kurangnya
kesempatan ekonomi di daerah asal, konflik bersenjata, bencana alam, krisis
ekonomi yang berkepanjangan menyebabkan sulitnya memperoleh lapangan
pekerjaan. Faktor kemiskinan inilah yang mendorong manusia ingin bekerja apa
saja yang dapat dilakukan yang penting mendapat upah/uang (Direktorat
Pendidikan Masyarakat 2007).
Kondisi kemiskinan tersebut tentunya menimbulkan tekanan ekonomi yang
dirasakan oleh keluarga terutama dalam memenuhi keperluan dan kebutuhan
kehidupan keluarga. Kesulitan ekonomi keluarga sering kali memperparah
kesenjangan gender dalam keluarga seperti memaksa anak dan perempuan bekerja
dengan menghadapi risiko yang tinggi untuk dieksploitasi secara berlebihan,
diperparah dengan pemberian gaji yang sangat murah dan sering diperlakukan
tidak manusiawi (Puspitawati 2012). Puspitawati (2012) menyatakan bahwa
melibatkan anggota keluarga lainnya untuk bekerja merupakan salah satu cara
dalam meningkatkan pendapatan keluarga (family generating income). Hal ini
tentunya bertujuan untuk dapat mewujudkan kesejahteraan keluarga yang ingin
dicapai. Potensi terjadinya perdagangan manusia erat kaitannya dengan kondisi
ekonomi keluarga.Artikel Contentious Issues in Research on Trafficked Women
Working in the Sex Industry menyatakan bahwa faktor keluarga turut berperan
serta dalam menjerumuskan perdagangan manusia. Padahal keluarga itu sendiri
memiliki salah satu fungsi untuk melindungi setiap anggota keluarganya. Akan

3
tetapi pada saat ini banyak ditemukan beberapa kasus yang melibatkan keluarga
dalam terjadinya perdagangan manusia karena adanya faktor ekonomi.
Berdasarkan identifikasi latar belakang diatas, maka pertanyaan peneliti
adalah:
Bagaimana strategi koping keluarga?
Bagaimana potensi perdagangan manusia dalam lingkungan sekitar?
Bagaimana kesejahteraan keluarga?
Bagaimana hubungan strategi koping, potensi perdagangan manusia denfan
kesejahteraan keluarga?

Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan strategi
koping, potensi perdagangan manusia dan kesejahteraan keluarga.
Tujuan Khusus
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menganalisis strategi koping yang dilakukan oleh keluarga
2. Mengidentifikasi potensi perdagangan manusia
3. Mengidentifikasi kesejahteraan keluarga
4. Menganalisis hubungan antara strategi koping, potensi perdagangan
manusia dan kesejahteraan keluarga

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi
masyarakat mengenai hubungan karakteristik keluarga, startegi koping dan
potensi perdagangan manusia. Bagi penulis penelitian ini diharapkan dapat
menambah wawasan dan ilmu pengetahuan khususnya di bidang ilmu keluarga.
Bagi masyarakat adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
dalam mencegah dan mewaspadai tindakan perdagangan manusia. Penelitian ini
juga diharapkan dapat bermanfaat bagi pemerintah sebagai bahan pertimbangan
dalam mengambil kebijakan terkait menghadapi tindakan perdagangan manusia.

4

TINJAUAN PUSTAKA
Pendekatan Teori Keluarga
Pengertian Keluarga
Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami, istri
atau suami istri anaknya atau ayah dan anaknya atau ibu dan anaknya yang
disatukan oleh ikatan perkawinan, darah, dan adopsi dan berkomunikasi satu sama
lain yang menimbulkan peranan-peranan sosial bagi suami istri, ayah dan ibu, dan
putri serta putra (UU No 10 Tahun 1992).
Terdapat delapan fungsi keluarga utama menurut Peraturan Pemerintah
Nomor 21 Tahun 1994 dalam BKKBN (1996) tentang penyelenggaraan
pembangunan keluarga sejahtera yaitu fungsi keagamaan, fungsi soaial budaya,
fungsi cinta kasih, fungsi melindungi, fungsi reproduksi, fungsi sosialisasi dan
pendidikan, fungsi ekonomi, dan fungsi pembinaan lingkungan. Rice dan Tucker
(1986) membagi fungsi keluarga menjadi dua fungsi utama, yaitu fungsi
instrumental seperti memberikan nafkah dan memenuhi kebutuhan biologis dan
fisik kepada anggota keluarga. Fungsi kedua adalah fungsi ekspresif yaitu
memenuhi kebutuhan psikologis, sosial, dan emosi serta pemenuhan kebutuhan
psikologis seperti kasih sayang, kehangatan, aktualisasi dan pengenbangan diri.
Teori Struktural-Fungsional
Teori struktural fungsional ini memandang bahwa masyarakat merupakan
sebuah sistem yang terdiri dari beberapa bagian bagian atau subsistem yang saling
berhubungan satu dengan yang lainnya. Pendekatan ini mengakui adanya
keragaman kehidupan sosial dalam struktur masyarakat (Megawangi 1999). Teori
ini menekankan pada adanya suatu keseimbangan sistem yang stabil pada
keluarga sehingga terciptanya kestabilan sosial dalam sistem masyarakat.
Menurut Megawangi (1999) pendekatan ini tidak lepas dari pengaruh budaya,
norma, dan nilai-nilai yang melandasi sistem masyarakat tersebut.
Penerapan teori struktural fungsional dalam keluarga dapat dilihat melalui
adanya struktur dan aturan yang diterapkan. Menurut Levy dalam Mengawangi
(1999) pembagian tugas masing-masing anggota keluarga dengan jelas sesuai
dengan status sosialnya maka fungsi keluarga akan terganggu. Adanya pembagian
tugas dan peran dalam keluarga bertujuan untuk menjalankan fungsi keluarga
dengan baik dan dapat menciptakan suatu keharmonisan di dalam kehidupan
keluarga. Terdapat persyaratan struktural menurut Levy dalam Megawangi (1999)
yang harus dipenuhi keluarga agar dapat berfungsi, diantaranya:
1. Diferensiasi peran
: Serangkaian tugas dan aktivitas yang harus
dilakukan dalam keluarga, maka harus ada
lokasi peran untuk setiap aktor dalam
keluarga. Terminologi diferensiasi peran
bisa mengacu pada umur, gender, generasi,
juga posisi status ekonomi dan politik dari
masing-masing aktor.
2. Alokasi solidaritas
: Distribusi relasi antar anggota keluarga
menurut cinta, kekuatan, dan intensitas

5
hubungan.
Cinta
atau
kepuasan
menggambarkan hubungan antar anggota.
Sedanfkan intensitas adalah kedalaman
relasi antar anggota menurut kadar cinta,
kepedulian, ataupun ketakutan.
3. Aloksi ekonomi
: Distribusi barang-barang dan jasa untuk
mendapatkan hasil yang diinginkan.
Diferensiasi tugas juga ada dalam hal ini
terutama dalam hal produksi, distribusi, dan
konsumsi dari barang dan jasa dalam
keluarga.
4. Alokasi politik
: Distribusi kekuasaan dalam keluarga dan
siapa yang bertanggung jawab atas setiap
tindakan anggota keluarga. Agar keluarga
dapat berfungsi maka distribusi kekuasaan
pada tingkat tertentu diperlukan.
5. Alokasi integrasi dan ekspresi : Distribusi teknik atau cara untuk sosialisasi,
internalisasi, dan pelestarian nilai-nilai dan
perilaku yang memenuhi tuntutan norma
yang berlaku untuk setiap anggota keluarga.
Terdapatnya perbedaan fungsi tersebut bertujuan untuk mencapai tujuan
organisasi dan bukan untuk kepentingan umum. Struktur dan fungsi dalam sebuah
organisasi ini tidak dapat dilepaskan dari pengaruh budaya, norma, dan nilai-nilai
yang melandasi sistem masyarakat (Megawangi 1999).
Strategi Koping
Strategi koping didefinisikan sebagai usaha kognitif dan perilaku seseorang
untuk mengorganisasikan sumber daya personal untuk mencapai tujuan (Lazarus
1991 dalam Puspitawati 2012). Berdasarkan model ini seorang individu dapat: (1)
memperkirakan faktor lingkungan untuk menentukan apakah situasi tersebut
merupakan ancaman atau peluang bagi dirinya, (2) mengevaluasi tuntutan,
pembatas dan sumber daya atau daya dukung lingkungan serta mengorganisasikan
elemen-elemen tersebut, dan (3) membangun dan menggunakan strategi spesifik
untuk mengurangi konsekuesni negatif yang timbul karena ada tekanan (Folkman
dan Lazarus 1988) dalam (Puspitawati 2012)
Jenis Strategi Koping
Puspitawati (1998) dalam Puspitawati (2012) menyebutkan dua strategi
koping dilakukan oleh keluarga dalam mengatasi masalah keuangan, yaitu:
a. Generating additional income adalah strategi yang diarahkan untuk
meningkatkan ketersediaan sumber daya keuangan dalam keluarga oleh
anggota keluarga dengan cara anggota keluarga bekerja tambahan (pekerja
kedua), bekerja dengan tambahan waktu lebih lama, atau tambahan anggota
keluarga yang bekerja.
b. Cutting back expenses adalah strategi yang diarahkan untuk merespon
ketersediaan sumber daya yang lebih rendah melalui perubahan pola
pengeluaran yaitu mengurangi pengeluaran oleh anggota keluraga dengan

6
cara mengurangi pengeluaran terhadap pemeliharaan kesehatan, perabotan
rumah tangga, menunda liburan, aktivitas sosial, sumbangan sosial,
membeli barang bekas, dan sebagainya.
Kesejahteraan Keluarga
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992, keluarga sejahtera
diartikan sebagai keluarga yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah,
mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan material yang layak, bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang serasi, selaras, dan
seimbang antar anggota dan antar keluarga dengan masyarakat dan lingkungannya
(BKKBN 1992).
Menurut Puspitawati (2009) dimensi kesejahteraan keluarga sangat luas dan
kompleks.Taraf kesejahteraan tidak hanya berupa ukuran yang terlihat (fisik dan
kesejahteraan) tapi juga yang tidak dapat dilihat (spiritual). Oleh karena itu,
terdapat beberapa istilah yang digunakan untuk menganalisis tingkat
kesejahteraan keluarga (Puspitawati 2005) sebagai berikut :
1. Economical well-being: Indiaktor yang digunakan pendapatan (GNP, GDP,
Rumah Tangga) dan aset nasional (anggaran, devisa)
2. Social well-being: Indikator yang digunakan tingkat pendidikan (SD-SMPSMA-PT) dan pekerjaan (while collar = elit/prof, sarjana &blue collar =
proletar/buruh pekerja)
3. Physical well-being: Indikator yang digunakan status gizi, status kesehatan,
tingkat mortalitas
4. Psychological/spiritual mental: Indikator yang digunakan sakit jiwa, stress,
bunuh diri, perceraian, abrosi
Feurson, Horwood, dan Beutrais menyatakan bahwa kesejahteraan keluarga
dapat dibedakan ke dalam kesejahteraan ekonomi dan kesejahteraan material.
Kesejahteraan ekonomi keluarga misalnya diukur dalam pemenuhan akan input
keluarga (pendapatan, upah, aset, dan pengeluaran), sedangkan kesejahteraan
material keluarga diukur dari berbagai bentuk barang dan jasa yang diakses oleh
keluarga (Sumarwan dan Hira 1993). Quality of Lifemerupakan salah satu cara
untuk mengukur kepuasan atau kesenangan seseoranf secara subjektif. Menurut
World Health Organization (WHO) terdapat enam kategori dari kesejahteraan
(quality of life or individual well-being) yaitu fisik, psikologis, tingkat
kemandirian, hubungan sosial, lingkungan, dan spiritual (Santamarina et al. 2002
dalam Suandi 2005).
Menurut Syarief dan Hartoyo (1993), faktor-faktor yang mempengaruhi
kesejahteraan keluarga diantaranya :
1. Faktor ekonomi. Adanya kemiskinan yang dialami oleh keluarga akan
menghambat upaya peningkatan pembangunan sumberdaya yang dimiliki
keluarga, yang pada gilirannya akan menghambat upaya peningkatan
kesejahteraan keluarga.
2. Faktor Budaya. Kualitas kesejahteraan keluarga ditandai oleh adanya
kemantapan budaya yang dicerminkan dengan penghayatan dan
pemgalaman nilai-nilai luhur budaya bangsa. Kemantapan budaya ini
dimaksudkan untuk menetralkan akibat dari adanya pengaruh budaya luar.

7

3.

4.

5.

6.

Adanya kemantapan buday diharapkan akan mampu memperkokoh keluarga
dalam menjalankan fungsinya.
Faktor teknologi. Peningkatan kesejahteraan juga harus didukung oleh
pengembangan teknologi. Keberadaan teknologi dalam proses produksi
diakui telah mampu meningkatkan kapasitas dan efesiensi produksi.
Penguasaan dan teknologi ini berkaitan dengan tingkat pendidikan dan
kepemilikan modal.
Faktor keamanan. Keberhasilan pelaksanaan pembangunan dalam rangka
peningkatan kesejahteraan masyarakat ditentukan oleh adanya stabilitas
keamanan yang terjamin.
Faktor kehidupan beragama. Kesejahteraan keluarga akan menyangkut
masalah kesejahteraan spiritual. Setiap keluarga diberi hak untuk dapat
mempelajari dan menjalankan syariat agamanya masing-masing dengan
tanpa memaksa agama yang satu kepada gama yang lain. Sehingga
pemahaman keagamaan dan pelaksanaan syariat akan mampu meningkatkan
spiritualnya.
Faktor kepastian hukum. Peningkatan kesejahteraan keluarga juga menuntut
adanya jaminan atau kepastian hukum.

Pengukuran Kesejahteraan Keluarga
Kesejahteraan keluarga dapat diukur melalui dua pendekatan yaitu
pendekatan objektif ekonomi dan pendekatan subjektif ekonomi. Pendekatan
objektif ekonomi hanya diukur secara material. Ukuran yang sering digunakan
adalah kepemilikan uang, kepemilikan lahan/aset, pengetahuan, energi, keamanan,
dan lain-lain. Sedangkan kesejahteraan berdasarkan pendekatan subjektif diukur
berdasarkan kebahagiaan dan kepuasan yang dirasakan oleh masyarakat sendiri
(Suandi dan Sativa 2005).
McCall (Puspitawati & Megawangi 2003) menyatakan bahwa kesejahteraan
keluarga juga dapat diukur melalui pendekatan “Quality of Life” yaitu diukur
berdasarkan kebutuhan untuk kesenangan seseorang. Selanjutnya Frank
meyatakan bahwa Quality of Life mencerminkan perbedaan gap antara harapan
dengan apa yang dialami sebagai tindakan bagaimana seseorang menikmati
berbagai kemungkinan hidupnya sebagai akibat dari pembatasan dan peluang
hidupnya dan sebagai cerminan dari interaksi dengan faktor lingkungan
(Puspitawati & Megawangi 2003).
Kesejahteraan berdasarkan Quality of Life
“Quality of Life” adalah salah satu pendekatan untuk mengukur kepuasan
atau kesenangan seseorang secara subjektif.Kepuasan dan kesejahteraan ini dapat
berbeda antara harapan dengan kenyataan dan dapat berbeda setiap orang (Mccal
1975: Frank 1963: Anonimous 2008 dalam Puspitawati 2009). Rice dan Tucker
(1976) dalam Puspitawati (2009) memaparkan bahwa umumnya pasangan yang
menganut prinsip kesetaraan dalam pola pengambilan keputusan lebih bahagia
dengan kehidupan perkawinan mereka. Tingkat kepuasan berumahtangga
berdasarkan pola pengambilan keputusan sangat dipengaruhi oleh latar belakang
budaya dan grup sosial dari mana individu pembentuk keluarga itu berasal.
Perbedaan ini pada tahap selanjutnya dapat mengakibatkan tekanan emosional
(stress) dalam proses pengambilan keputusan di keluarga.

8

Kemiskinan
Kemiskinan adalah suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup
memelihara dirinya sendiri dengan taraf kehidupan yang dimiliki dan juga
tidak mampu memanfaatkan tenaga. mental maupun fisiknya untuk
memenuhi kebutuhannya (BKKBN 1996). Biro Pusat Statistik (BPS)
menyebutkan kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang hanya dapat
memenuhi kebutuhan makannya kurang dari 2.100 kalori per kapita/hr.
Selain itu, Bank Dunia mendefinisikan kemiskinan adalah suatu kondisi
tidak tercapainya kehidupan yang layak dengan penghasilan US $ 1 per
hari (Saefuddin et al. 2003).
Kemiskinan sering diukur berdasarkan indikator-indikator yang
melekat pada seorang individu atau sebuah rumahtangga. Menurut
Pakpahan et al. (1995), kemiskinan sering digambarkan oleh satu atau
kombinasi dari tingkat pendapatan yang rendah, tingkat kematian balita
yang tinggi, tingkat nutrisi rendah, kualitas perumahan yang buruk, dan
lain-lain. Pengkategorian kemiskinan menurut indikator-indikator tersebut
adalah upaya pengkategorian berdasarkan akibat (consequences atau
output). Indikator kemiskinan yang digunakan dalam data BKKBN ada
lima, yaitu: (1) tidak dapat beribadah secara rutin; (2) tidak dapat makan
minimal dua kali sehari; (3) tidak memiliki pakaian berbeda untuk setiap
kegiatan; (4) jika salah satu anggota keluarga sakit tidak dapat
memberikan pengobatan modern dan (5) bagian terluas dari lantai rumah
bukan dari tanah. Adapun BPS menetapkan 14 kriteria keluarga miskin,
seperti yang disosialisasikan oleh Djalil (2005), rumahtangga yang
memiliki ciri rumahtangga miskin, yaitu:
1.Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang.
2.Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu
murahan.
3.Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu/rumbia/kayu berkualitas
rendah atau tembok tanpa diplester.
4.Tidak punya fasilitas buang air besar atau bersama-sama dengan
rumahtangga lain.
5.Sumber penerangan rumahtangga tidak menggunakan listrik.
6.Sumber air minum berasal dari sumur atau mata air tidak
terlindung/sungai/air hujan
7.Bahan bakar memasak sehari-hari adalah kayu bakar/minyak
tanah/arang.
8.Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu.
9.Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.
10.Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari.
11.Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik.
12.Sumber penghasilan kepala rumahtangga adalah: petani dengan luas
lahan 0,5 ha, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan
atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan di bawah Rp.600.000,- per
bulan.

9
13.Pendidikan tertinggi kepala rumahtangga: tidak sekolah/tidak tamat
SD/hanya SD.
14.Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai
Rp.500.000,- seperti: sepeda motor (kredit/non kredit), emas, ternak, kapal
motor. atau barang modal lainnya.
Keadaan keluarga yang serba kekurangan terjadi bukan karena kehendak
keluarga yang bersangkutan, tetapi karena keterbatasan-keterbatasan yang
dimiliki oleh keluarga telah membuat mereka menjadi Keluarga Pra Sejahtera
dan Keluarga Sejahtera I. BKKBN (1996) menyebutkan faktor-faktor yang
menyebabkan keluarga masuk dalam kategori Keluarga Pra Sejahtera dan
Keluarga Sejahtera I yaitu:
1. Faktor internal
a. Kesakitan
b. Kebodohan
c. Ketidaktahuan
d. Ketidakterampilan
e. Ketertinggalan teknologi
f. Ketidakpunyaan modal
2. Faktor eksternal
a. Struktur sosial ekonomi yang menghambat peluang untuk berusaha
dan meningkatkan pendapatan.
b. Nilai-nilai dan unsur-unsur budaya yang kurang dukung upaya
peningkatan kualitas keluarga.
c. Kurangnya akses untuk dapat memanfaatkan fasilitas pembangunan
yang menyalahgunakan keluarga atau diri mereka sendiri.
3. Keluarga yang gagal adalah keluarga yang gagal kehilangan hampir
semua energi karena permasalahan yang terjadi.
4. Keluarga penekan adalah keluarga yang tidak membebaskan para
anggotanya untuk mengungkapkan perasaan secara spontan.
5. Keluarga yang berantakan adalah keluarga yang sibuk dengan aktivitas
sehari- hari sehingga tidak ada waktu yang digunakan untuk bersamasama dengan anggota keluarga yang lain.
6. Keluarga yang “mandeg” adalah keluarga yang tidak sanggup dan
khawatir untuk tumbuh sehingga tidak punya arah.
7. Keluarga yang dibuat-buat adalah keluarga yang terjadi karena
menetapkan keputusan secara kolektif dan aktif untuk menghindari
keputusan membentuk kaluarga baru lagi.
8. Keluarga yang terganggu adalah keluarga yang mengalami masa kritis
9. Keluarga yang terobsesi adalah keluarga yang memiliki komponen
keluarga “mandeg” dan terganggu, sehingga tipe keluarga ini tidak
berkembang.
10. Keluarga yang tumbuh adalah keluarga yang dapat bangkit kembali
dan mampu menghadapi masalah baik dalam mengatasi krisis dan
konflik yang ada.

10
Potensi Penjualan Manusia
Menurut Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007, yang dimaksud
Pemberantasan Tindakan Pidana Perdagangan Orang (PTPPO) adalah tindakan
perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan atau
penerimaan seseorang. Hal itu dilakukan dengan ancaman kekerasan, penggunaan
kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan
kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau
manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali
atau orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun
antarnegara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.
Perdagangan orang (trafficking in person) adalah perekrutan segala tindakan
pelaku trafficking yang mengandung salah satu atau lebih tindakan perekrutan,
pengangkutan antardaerah dan antarnegara, pemindahtanganan, pemberangkatan,
penerimaan, dan penampungan sementara atau di tempat tujuan. Semua itu
dilakukan dengan cara ancaman, penggunaan kekerasan verbal, intimidasi
dan/atau fisik, penculikan, penipuan, tipu muslihat, memanfaatkan posisi
kerentanan (misalnya ketika seseorang tidak memiliki pilihan lain, terisolasi,
ketergantungan obat, jebakan hutang dan lain-lain), serta memberikan atau
menerima pembayaran atau keuntungan. Perbuatan tersebut digunakan untuk
tujuan, pelacuran, dan eksploitasi seksual (termasuk phedofili), buruh migran
legal maupun ilegal, adopsi anak, pekerja jermal, pengantin pesanan, pembantu
rumah tangga, pengemis, industri pornografi, pengedar obat terlarang, penjual
organ tubuh, serta bentuk eksploitasi lainnya (Puspitawati 2013).
Penyebab utama dari perdagangan manusia adalah ganda dan kompleks.
Faktor dorongan dapat diidentifikasi dengan berbagai cara. Kesempatan kerja
rendah, kerentanan sosial, kerentanan ekonomi, urbanisasi dan migrasi. Di sisi
lain, upah kerja atau buruh paksa, migrasi tenaga kerja dan prostitusi, mitos
budaya dan lain-lain dianggap faktor penarik bagi perdagangan anak perempuan
(Hoque 2010). Penelitian mengenai perdagangan wanita yang dilakukan di lima
negara, yaitu Indonesia, Filiphina, Thailand, Venezuela, dan Amerika Serikat
menemukan sembilan faktor penyebab meningkatnya perdagangan manusia di
seluruh dunia (Raymond 2001). Faktor-faktor tersebut adalah :
1. Pengaruh kebijakan perekonomian global. Banyak sektor pelayanan yang
menjadi indikator, seperti pendidikan, pelayanan kesehatan, dan
kesejahteraan sosial yang sekarang sudah dikelola oleh swasta menyebabkan
bertambahnya beban bagi keluarga yang harus membayar untuk pelayanan
ini.
2. Semakin mengglobalnya industri seks dengan metode perekrutan dan
transportasi yang dibuat dalam jaringan trafficking yang semakin luas dan
modern.
3. Permintaan pria untuk pelayanan seksual adalah pasar yang tidak pernah
jenuh.
4. Struktur sosial hampir di seluruh dunia dibangun dalam ketidakadilan bagi
wanita dan menyebabkan ketergantungan secara ekonomi pada pria dan
suami pada umumnya.
5. Anggapan bahwa tubuh wanita merupakan objek seks dan dapat
diperjualbelikan.

11
6. Kekerasan seksual terhadap anak-anak, menempatkan wanita muda untuk
bekerja di dunia prostitusi.
7. Stereotipe bahwa eksotis berarti erotis menyebabkan permintaan akan
wanita asing untuk memasuki dunia prostitusi mengalami peningkatan.
8. Peperangan atau konflik militer menyebabkan permintaan wanita untuk
ditempatkan di tempat konflik sebagai pelayan seksual untuk pria pasukan.
9. Kebijakan pembatasan imigrasi menyebabkan hilangnya kesempatan kerja
dengan dokumen berpergian yang sah.
Potensi adalah kemampuan yang mempunyai kemungkinan untuk
dikembangkan, kekuatan, kesanggupan, dan daya. Biasanya potensi dipengaruhi
dari lingkungan internal dan eksternal keluarga. Faktor dari dalam keluarga turut
berperan serta dalam menjerumuskan wanita ke dalam perdagangan manusia.

12

KERANGKA PEMIKIRAN
Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami, istri
atau suami istri anaknya atau ayah dan anaknya atau ibu dan anaknya yang
disatukan oleh ikatan perkawinan, darah, dan adopsi dan berkomunikasi satu
sama lain yang menimbulkan peranan-peranan sosial bagi suami istri, ayah dan
ibu, dan putri serta putra (UU No 10 Tahun 1992). Agar kehidupan keluarga dapat
berjalan dengan baik, maka terdapat peran dan fungsi yang harus dijalankan.
Pelaksanaan peran keluarga disesuaikan dengan tahapan perkembangan keluarga.
sedangkan untuk fungsi keluarga menurut Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun
1994 dalam BKKBN (1996) terdapat delapan fungsi utama keluarga yaitu fungsi
keagamaan, fungsi soaial budaya, fungsi cinta kasih, fungsi melindungi, fungsi
reproduksi, fungsi sosialisasi dan pendidikan, fungsi ekonomi, dan fungsi
pembinaan lingkungan. Rice dan Tucker (1986) membagi fungsi keluarga menjadi
dua fungsi utama, yaitu fungsi instrumental seperti memberikan nafkah dan
memenuhi kebutuhan biologis dan fisik kepada anggota keluarga. Fungsi kedua
adalah fungsi ekspresif yaitu memenuhi kebutuhan psikologis, sosial, dan emosi
serta pemenuhan kebutuhan psikologis seperti kasih sayang, kehangatan,
aktualisasi dan pengenbangan diri.
Salah satu teori yang melandasi studi keluarga adalah teori struktural
fungsional. Pendekatan teori ini mengakui adanya segala keberagaman dalam
kehidupan sosial yang kemudian diakomodasi dalam fungsi sesuai dengan posisi
seseorang dalam struktur sebuah sistem (Megawangi 1999). Pendekatan
struktural-fungsional menekankan pada keseimbangan sistem yang stabil dalam
keluarga dan kestabilan sistem sosial dalam masyarakat (Puspitawati 2012).
Karakteristik menggambarkan kondisi ataupun keadaan suatu keluarga,
seperti keadaan ekonomi keluarga yang dapat dilihat dari jumlah pendapatan
keluarga yang diperoleh setiap bulannya. Keluarga yang memiliki status ekonomi
rendah tentunya memiliki permasalahan tekanan ekonomi yang dirasakan yaitu
adanya keterbatasan sumberdaya ekonomi yang dimiliki oleh keluarga sehingga
diperlukannya suatu bentuk upaya ataupun usaha yang dilakukan oleh keluarga
dalam mengatasi permasalahan tersebut, diantaranya melakukan strategi koping
fungsi ekonomi yang dapat dilakukan dengan cara melakukan penghematan
pendapatan dan penambahan pendapatan.
Hal tersebut tentunya dapat menimbulkan adanya tekanan ekonomi yang
dirasakan oleh keluarga dan tentunya memerlukan adanya upaya ataupun usaha
keluarga dalam mengatasi permasalahnnya tersebut. Strategi koping memiliki
hubungan dengan upaya dan usaha dalam mengatasi tekanan ekonomi keluarga.
Menurut Puspitawati (1998) dalam Puspitawati (2012) strategi koping dilakukan
oleh keluarga dalam mengatasi masalah keuangan yaitu Generating additional
income (strategi peningkatan pendapatan) dan Cutting back expenses (strategi
penghematan pendapatan). Dengan keluarga melakukan bentuk usaha strategi
koping, tentunya memiliki suatu tujuan untuk dapat mewujudkan kesejahteraan
keluarga baik secara objektif maupun subjektif.
Apabila kondisi kesejahteraan dalam keluarga tidak tercapai sesuai dengan
keinginan yang diharapkan oleh keluarga, terutama kesejahteraan objektif yang
erat kaitannya dengan permasalahan tekanan ekonomi yang dirasakan dapat

13
memicu adanya permasalahan yaitu terjadinya potensi perdagangan manusia
internal dalam usaha dan upaya untuk mewujudkan adanya kesejahteraan keluarga
yang diinginkan. Potensi perdagangan manusia internal dapat terjadi tak terlepas
dari adanya karakteristik lingkungan yang merupakan bagian dari potensi
perdagangan manusia eksternal. Apabila dalam suatu lingkungan memiliki
permasalahan ekonomi karena adanya faktor kemiskinan, usaha keluarga dalam
mengatasi permasalahan tersebut dapat dilakukan dengan melibatkan anggota
keluarga lain untuk bekerja demi mewujudkan kesejahteraan keluarga. Akan
tetapi, dalam pelaksanaan usaha ataupun upaya tersebut ditemukan kasus-kasus
yang memiliki potensi terjadinya perdagangan manusia internal. Kerangka
pemikiran ini digambarkan secara lengkap pada Gambar 1.

14

Karakteristik Keluarga:

Kesejahteraan keluarga
Tekanan Ekonomi

- Umur

- Keterbatasan Sumberdaya

- Pendidikan

- Objektif
- Subjektif

Ekonomi

- Pekerjaan
- Pendapatan
- Besar Keluarga

Karakteristik Lingkungan:

Strategi Koping Fungsi Ekonomi:

- Potensi Eksternal

- Penghematan pendapatan
- Penambahan pendapatan

Gambar 1

Potensi Perdagangan Manusia:
- Potensi Internal

Kerangka pemikiran analisis strategi koping, potensi perdagangan manusia dan kesejahteraan keluarga

15

METODE
Desain, Lokasi dan Waktu Penelitian
Desain penelitian ini adalah Cross Sectional Study, yaitu penelitian yang
dilakukan pada suatu waktu tertentu. Data penelitian ini mencakup karakteristik
keluarga, strategi koping, kesejahteraan keluarga, tekanan ekonomi dan potensi
perdagangan manusia. Pemilihan tempat penelitian dilakukan secara sengaja
(purposive) di Kecamatan Haurwangi, Desa Sukatani Kabupaten Cianjur,
Provinsi Jawa Barat dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Cianjur merupakan
salah satu dari tiga kabupaten di Provinsi Jawa Barat yang memiliki jumlah kasus
perdagangan manusia terbanyak dan pemilihan Kecamatan Haurwangi merupakan
rekomendasi dari BKBPP (Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan
Perempuan) yang menyebutkan bahawa lokasi ini memiliki jumlah potensi
perdagangan manusia dibandingkan dengan daerah lainnya. Penelitian dilakukan
melalui tahap persiapan, pengumpulan data, pengolahan data, analisis data dan
penulisan laporan. Waktu pengambilan data mulai dilakukan pada bulan Juni
2013.
Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh
Populasi penelitian ini adalah keluarga miskin yang tinggal di wilayah yang
memiliki potensi perdagangan manusia di Desa Sukatani, Kecamatan Haurwangi,
Kabupaten Cianjur. Contoh adalah istri dari keluarga yang memiliki status
ekonomi rendah dan bertempat tinggal di Desa Sukatani. Metode pemilihan
contoh diambil menggunakan metode nonprobability sampling dengan purposive
berdasarkan rekomendasi data dari BKPBB yang menyebutkan bahwa Kecamatan
Haurwangi merupakan salah satu wilayah di Kabupaten Cianjur yang memiliki
potensi perdagangan manusia yang cukup tinggi. Setelah itu pemilihan Desa
Sukatani merupakan rekomendasi dari pihak Kecamatan Haurwangi dengan
pertimbangan bahwa di desa tersebut terdapat wilayah yang ditempati oleh
sejumlah keluarga yang memiliki status ekonomi rendah. Sesuai dengan kriteria
contoh dalam penelitian ini yaitu istri yang berasal dari keluarga dengan status
ekonomi rendah dan tinggal di kawasan yang memiliki potensi terjadinya
perdagangan manusia. Jumlah contoh adalah 60 orang dengan alasan dapat
memenuhi batas minimal statistika. Selain itu, peneliti melakukan IndepthInterview kepada responden yang memiliki waktu dan bersedia untuk
menceritakan kehidupan keluarganya dan bersedia menceritakan kehidupan
keluarganya baik mengenai pangan, pekerjaan, keadaan lingkungan masyarakat
sekitar, pendidikan anak, kesulitan keluarga dan bersedia menjadi responden. Data
terkait keluarga yang memiliki status ekonomi rendah dan berada pada wilayah
yang memiliki potensi terjadinya perdagangan manusia diperoleh melalui
pendekatan tempat tinggal dengan tahapan sebagai berikut:
1. Pemilihan Provinsi Jawa Barat dilakukan secara purposive berdasarkan
IOM (2010) dalam PKGA (2011) yang diketahui bahwa Jawa Barat
merupakan Provinsi asal korban terbesar perdagangan manusia dengan
920 kasus.

16
2. Pemilihan Kabupaten Cianjur dilakukan secara purposive berdasarkan
IOM (2010) dalam PKGA-IPB (2011) bahwa Kabupaten Cianjur
menduduki peringkat ketiga terbesar dalam kasus terjadinya
perdagangan manusia tertinggi di Provinsi Jawa Barat.
3. Pemilihan Kecamatan Haurwanggi dilakukan secara purposive
berdasarkan rekomendasi dari pihak BKPPP (Badan Keluarga
Berencana dan Pemberdayaan Perempuan) yang menyebutkan bahwa
kecamatan tersebut merupakan salah satu wilayah yang memiliki potensi
terjadinya perdagangan manusia tertinggi di Kabupaten Cianjur.
4. Pemilihan Desa Sukatani dan RW 9 dan 10 dilakukan secara purposive
berdasarkan rekomendasi dari pihak Kecamatan Haurwangi yang
menyebutkan bahwa desa tersebut merupakan wilayah yang pernah
memiliki kasus terjadinya perdagangan manusia.
5. Pemilihan 60 keluarga secara purposive dengan mendatangi 60 keluarga
yang bersedia diwawancarai. Data 60 keluarga merupakan data
rekomendasi dari pihak kader setempat berdasarkan data sensus dari
Desa Sukatani yang menunjukan bahwa terdapat 60 keluarga yang
memenuhi kriteria di RW 9 dan 10.
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan
sekunder. Data primer didapatkan dari wawancara langsung kepada contoh
dengan menggunakan alat bantu kuisioner terstruktur. Data primer dari kuisioner
terdiri dari:
1. Karakteristik keluarga (usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan,
pendapatan keluarga per bulan, dan besar keluarga)
2. Strategi koping (penghematan dan peningkatan pendapatan)
3. Kesejahteraan keluarga (objektif dan subjektif)
4. Tekanan ekonomi keluarga
5. Potensi perdagangan manusia (potensi eksternal dan internal)
Data sekunder diperoleh dari Desa Sukatani dan literatur lainnya seperti
buku-buku, artikel, internet, dan literatur-literatur lainnya yang dikeluarkan oleh
lembaga-lembaga terkait serta bahan pustaka yang diambil dari hasil penelitian
sebelumnya. Data sekunder yang dikumpulkan dalam penelitian antara lain
gambaran umum lokasi penelitian dan identitas keluarga (usia suami-istri,
pekerjaan suami-istri, jenjang pendidikan, besar keluarga, pendapatan, pendapatan
per kapita). Karakteristik lingkungan dan potensi perdagangan manusia diukur
menggunakan instrumen dari Nurafifah (2012) yang dimodifikasi oleh penulis dan
dibawah bimbingan Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc, M.Sc. Strategi Koping dan
Kesejahteraan Objektif dan Subjektif serta Tekanan Ekonomi merupakan
modifikasi dari instrumen Puspitawati (2012) serta disusun oleh penulis.
Pengukuran variabel-variabel penelitian tersaji secara lengkap pada Lampiran 2.

17
Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh dengan wawancara terstruktur menggunakan kuesioner
akan melalui tahap pengolahan data, yaitu tahap editing, entry, coding, scoring,
cleaning dan analyzing. Analisis data menggunakan program Microsoft Excel dan
SPSS for Windows.Sebelum melakukan penelitian alat ukur kuesioner melalui uji
realibilitas dan validitas, dan setiap variabel diberikan skor masing-masing. Ratarata keseluruhan instrumen mempunyai nilai reliabilitas diatas 0.6. Selanjutnya
datadianalisis secara deskriptif dan inferensia.
1. Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan:
a. Karakteristik keluarga, meliputi usia suami dan istri, lama pendidikan
suami dan istri, pekerjaan suami dan istri, pendapatan keluarga per bulan,
pendapatan per kapita per bulan, dan besar keluarga.
b. Sebaran skor strategi koping
c. Sebaran skor kesejahteraan keluarga subjektif
d. Sebaran skor tekanan ekonomi
e. Sebaran skor potensi perdagangan manusia
2. Analisis inferensia dengan menggunakan uji korelasi Pearson untuk
menganalisis hubungan karakteristik keluarga, strategi koping,
kesejahteraan keluarga, tekanan ekonomi, dan potensi perdagangan
manusia.
Strategi koping menggunakan instrumen dari Puspitawati (2012) yang
terdiri dari 40 pertanyaan dan terbagi menjadi penghematan pendapatan (25
pertanyaan) dan penambahan pendapatan (15 pertanyaan). Strategi koping dinilai
dengan skala 1=jarang, 2=cukup sering, 3=sering yang kemudian dikelompokkan
kedalam tiga kategori; rendah, sedang, dan tinggi dengan menggunakan metode
interval kelas yang dinilai dengan semakin tinggi persentase strategi koping,
maka semakin tinggi pula strategi koping yang diterapkan atau dilakukan oleh
keluarga.
Kesejahteraan keluarga subjektif menggunakan instrumen dari Puspitawati
(2012) yang terdiri dari 22 pertanyaan dan dinilai dengan skala 1=kurang puas,
2=cukup puas, dan 3=puas yang kemudian dikelompokkan dalam tiga kategori
yaitu rendah, sedang, dan tinggi dengan menggunakan metode interval kelas yang
dinilai dengan semakin tinggi persentase kesejahteraan keluarga subjektif maka
semakin baik kesejahteraan keluarga subjektif yang dirasakan oleh keluarga.
Kesejahteraan objektif dilihat dari pendapatan per kapita per bulan keluarga yang
mengacu pada Garis Kemiskinan (GK) Kabupaten Cianjur tahun 2012 lalu
dikelompokan dalam tiga kriteria menurut Puspitawati (2009) yaitu 1= miskin,
2=hampir miskin, dan 3=menengah atas.
Tekanan ekonomi merupakan instrumen dari Puspitawati (2013) yang terdiri
dari 5 pernyataan “Ya” yang diberi skor 1 dan “Tidak” diberi skor 0 yang
kemudian dikelompokan tiga kategori yaitu rendah, sedang, dan tinggi dengan
menggunakan metode interval kelas yang dinilai semakin tinggi persentase
tekanan ekonomi maka semakin tinggi tekanan ekonomi yang dirasakan oleh
keluarga.
Potensi perdagangan manusia menggunakan instrumen dari Nurafifah
(2012) yang dimodifikasi yang terdiri dari potensi internal (14 pertanyaan) dan
potensi eksternal (14 pertanyaan) yang diberi skor 1 apabila menjawab “Ya” dan

18
skor 0 apabila menjawab “Tidak” yang kemudian dikelompokkan tiga kategori
yaitu rendah, sedang, dan tinggi dengan menggunakan metode interval kelas yang
dinilai semakin tinggi persentase potensi perdagangan manusia baik secara
internal maupun eksternal maka semakin tinggi potensi yang dirasakan oleh
keluarga.
Indeks=

x100

Setelah mendapatkan indeks setiap variabel, selanjutnya indeks
dikelompokan menjadi tiga kategori yaitu rendah, sedang dan tinggi. Menentukan
cut off strategi koping, kesejahteraan keluarga, tekanan ekonomi dan potensi
perdagangan manusia, maka dicari interval kelasnya (Slamet 1993) dengan
menggunakan rumus berikut :
Interval kelas =
Berdasarkan interval kelas yang ditentukan, maka pengkategorian tiap
variabel menggunakan rumus berikut :
a. Rendah
: skor minimum ≤ x ≤ skor minimum + IK
b. Sedang
: skor minimum + IK < x ≤ skor minimum + 2 IK
c. Tinggi
: skor minimum + 2 IK < x ≤ skor maksimum
Dengan menggunakan rumus di atas, maka interval kelas untuk variabelvariabel tersebut yaitu :
Interval kelas =
Definisi Operasional
Contoh adalah istri yang berasal dari keluarga status ekonomi rendah dan tinggal
di wilayah yang memiliki potensi perdagangan manusia
Karakteristik keluarga adalah ciri khas yang dimiliki oleh setiap keluarga yang
meli