Kajian Penyakit Parasit Darah pada Sapi Potong di Kecamatan Cipatujah, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat

KAJIAN PENYAKIT PARASIT DARAH PADA SAPI POTONG
DI KECAMATAN CIPATUJAH, KABUPATEN
TASIKMALAYA, JAWA BARAT

JESSICA RIZKINA WIBOWO

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Penyakit Parasit
Darah pada Sapi Potong di Kecamatan Cipatujah, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa
Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2014
Jessica Rizkina Wibowo
NIM B04090127

ABSTRAK
JESSICA RIZKINA WIBOWO. Kajian Penyakit Parasit Darah pada Sapi Potong
di Kecamatan Cipatujah, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Dibimbing oleh
UMI CHAYANINGSIH.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi, faktor risiko, dan
tingkat parasitemia parasit darah berdasarkan kategori umur dan jenis kelamin
pada sapi potong di Kecamatan Cipatujah, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.
Sampel darah dikoleksi pada bulan Juli tahun 2012 dari 142 sapi potong. Sampel
dibuat di atas gelas objek, diwarnai dengan Giemsa 10% dan diamati
menggunakan mikroskop dengan perbesaran 1000x dengan setetes minyak emersi.
Jumlah parasit darah dihitung tiap 500 butir sel darah merah. Faktor risiko yang
potensial terkait dengan umur, jenis kelamin, dan manajemen pakan yang
didapatkan melalui wawancara dengan peternak. Hasil menunjukan bahwa
prevalensi tertinggi disebabkan oleh Theileria sp. (57.04%), diikuti oleh Babesia
sp. (50%), dan yang terendah Anaplasma sp. (29.57%). Prevalensi theileriosis

dipengaruhi oleh umur dan jenis kelamin pada sapi potong (p12 bulan) memiliki
nilai parasitemia yang lebih tinggi dibandingkan anakan sapi potong (6-12 bulan)
dan pedet (0-6 bulan).
Kata kunci: faktor risiko, parasit darah, parasitemia, prevalensi

ABSTRACT
JESSICA RIZKINA WIBOWO. Study of blood parasite infection on cattle
in Cipatujah Sub-district, Tasikmalaya Regency, West Java. Supervised by UMI
CHAYANINGSIH.
The purpose of this study was conducted for determine the prevalence, risk
factor, and parasitaemia blood parasite based on age and sex category on cattle
in Cipatujah sub-district, Tasikmalaya regency, West Java. Blood samples were
collected in July 2012 from 142 cattle. Samples were processed in glass slide,
stained with Giemsa 10%, and observed using a microscope with 1000x
magnifications with a drop of immersion oil. The amount of blood parasite
counted for every 500 red blood cells. The potential of risk factor in regard with
age, sex, and livestock management which were obtained by interviewing the
breeder. The result showed that the highest prevalence was observed in Theileria
sp. (57.04%), followed by Babesia sp. (50%), and the lowest Anaplasma sp.
(29.57%). The prevalence of theileriosis was influenced by sex and age of cattle

(p12 months) had higher
level of parasitaemia more than child cattle (6-12 months) and calf cattle (0-6
months).
Keywords: blood parasite, parasitaemia, prevalence, risk factor.

KAJIAN PENYAKIT PARASIT DARAH PADA SAPI POTONG
DI KECAMATAN CIPATUJAH, KABUPATEN
TASIKMALAYA, JAWA BARAT

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014


Judul Skripsi : Kajian Penyakit Parasit Darah pada Sapi Potong di Kecamatan
Cipatujah, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat
Nama
: Jessica Rizkina Wibowo
NIM
: B04090127

Disetujui oleh

Prof Dr drh Umi Cahyaningsih, MS
Pembimbing

Diketahui oleh

drh Agus Setiyono, MS PhD APVet
Wakil Dekan

Tanggal Lulus:

Judul Skripsi: Kajian Penyakit Parasit Darah pada Sapi Potong di Kecamatan

Cipatujah, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat
: Jessica Rizkina Wibowo
Nama
: B04090127
NIM

Disetujui oleh

Prof Dr drh Drill Cahyaningsih, MS
Pembimbing

Tanggal Lulus:

r28 FEB

201 4

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Yang Maha Kuasa atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi dengan judul Kajian Penyakit Parasit Darah

pada Sapi Potong di Kecamatan Cipatujah, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat
berhasil diselesaikan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr drh Umi Cahyaningsih, MS
selaku dosen pembimbing skripsi atas segala bimbingan, dorongan, kritik, dan
saran yang telah diberikan selama penelitian dan penulisan skripsi ini. Di samping
itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr drh Savitri Novelina, MSi,
PAVet selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing penulis
selama menjadi mahasiswa di Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian
Bogor.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah J.S. Wibowo, ibu Ria
Nurhayati, serta seluruh keluarga terkasih atas segala dukungan dan doa yang
diberikan. Selanjutnya penulis juga mengucapkan terima kasih untuk teman
penelitian Ifan, Ardi, dan yang terutama untuk Hery yang selalu membantu dan
mendukung penulis untuk bersemangat. Kepada para sahabat, Pucan, Bambang,
Wulan, Hendro, dan Yuli penulis mengucapkan terima kasih atas dukungan dan
kebersamaan selama ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada temanteman seangkatan Geochelone 46 yang sama-sama berjuang dan bersemangat
menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor.
Penulis berharap semoga skrispsi ini bermanfaat baik bagi penulis maupun
bagi pembaca.


Bogor, Maret 2014
Jessica Rizkina Wibowo

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1


Manfaat Penelitian

1

TINJAUAN PUSTAKA

2

Parasit Darah

2

Babesia sp.

2

Anaplasma sp.

3


Theileria sp.

4

METODE

4

Waktu dan Tempat

4

Prosedur Penelitian

4

Prosedur Analisis Data

5


HASIL DAN PEMBAHASAN

6

Tingkat Prevalensi Infeksi Parasit Darah

6

Tingkat Parasitemia Parasit Darah

7

Faktor Resiko Kejadian Penyakit Parasit Darah

9

SIMPULAN DAN SARAN

11


Simpulan

11

Saran

11

DAFTAR PUSTAKA

12

RIWAYAT HIDUP

15

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

Tingkat prevalensi infeksi parasit darah
Rataan parasitemia berdasarkan jenis kelamin (t-test)
Rataan parasitemia berdasarkan kategori umur
Hasil analisis chi square faktor risiko kejadian penyakit parasit darah

6
7
8
10

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Parasit protozoa dapat menginvasi sel darah merah yang dapat
menyebabkan penyakit dan menjadi masalah dalam produksi peternakan di
Indonesia. Parasit darah yang sering kali menyerang ternak adalah Babesia sp.,
Theileria sp., dan Anaplasma sp. Hewan yang terinfeksi parasit darah akan
menimbulkan kerugian bagi peternak antara lain berupa penurunan bobot badan,
pertumbuhan terhambat, biaya pengendalian yang harus dikeluarkan, dan
terjadinya kematian (Nasution 2007).
Banyaknya kerugian yang diakibatkan oleh parasit tersebut dan cepatnya
transmisi parasit ke ternak maka perlunya dilakukan identifikasi parasit secara
berkelanjutan. Indonesia sebagai negara tropis merupakan lingkungan yang baik
bagi perkembangan parasit, sehingga parasit pada ternak merupakan kendala
biologis yang sulit diatasi, terutama pada peternakan tradisional (Partoutomo
2004).
Upaya pengendalian dan identifikasi parasit pada darah terutama pada sapi
dapat dilakukan dengan efektif melalui pendekatan epidemiologi. Data-data dasar
yang berkaitan dengan jenis parasit, tingkat kejadian, dan pengetahuan tentang
berbagai faktor resiko yang berpengaruh pada kejadian infeksi parasit sangat
diperlukan untuk merancang progam pengendalian parasit yang tepat dan efektif.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengindentifikasi jenis parasit darah yang
menginfeksi sapi potong, dan mengetahui prevalensi, faktor resiko, dan tingkat
parasitemia parasit darah berdasarkan kategori umur dan jenis kelamin pada sapi
potong di Kecamatan Cipatujah, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Hasil
penelitian ini diharapkan menjadi landasan ilmiah untuk penyusunan program
pengendalian infeksi parasit darah pada sapi potong di Kecamatan Cipatujah,
Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi landasan ilmiah untuk penyusunan
program pengendalian infeksi parasit darah pada sapi potong di Kecamatan
Cipatujah, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.

2

TINJAUAN PUSTAKA
Parasit Darah
Parasit secara normal menimbulkan kerusakan bagi tubuh induk semangya
(Ballweber 2001) sehingga dapat didefinisikan sebagai inang yang merugikan
individu lain, namun parasit tidak akan menyebabkan kematian segera dari induk
semangnya. Jumlah tertentu suatu parasit akan menyebabkan terjadinya penyakit
(Begon et al. 2006). Parasit dibagi menjadi dua bagian berdasarkan habitatnya
yaitu endoparasit dan ektoparasit. Ektoparasit merupakan parasit makroskopis dan
berkembang di luar sel tubuh, sedangkan endoparasit merupakan parasit
mikroskopis dan berkembang di dalam sel tubuh. Salah satu endoparasit adalah
protozoa yang hidup di dalam sel darah merah (Penzhorn 2006). Protozoa berasal
dari kata Proto yang berarti pertama dan zoon yang berarti hewan. Oleh karena itu,
protozoa adalah hewan bersel satu yang hidup sendiri atau dalam bentuk koloni.
Protozoa dibagi menjadi tiga subfilum, yaitu Sarchomastigophora,
Ciliophora, dan Apicomplexa (Ballweber 2001). Subfilum Apicomplexa
merupakan parasit obligat intraseluler dengan tipe reproduksi aseksual dan seksual
(Foreyt 2001). Apicomplexa yang memiliki peranan penting adalah Coccidians
dan Hemosporidian (Amstrong et al. 2001). Kelompok Coccidians memiliki
habitat di sel epitel usus yang dapat menyebabkan coccidiosis enteritis. Kelompok
Hemosporidian memiliki habitat di dalam sel darah merah dan dapat
menyebabkan anemia hemolitik (Ballweber 2001). Beberapa jenis protozoa yang
penting adalah Babesia sp., Theileria sp., dan Anaplasma sp.
Babesia sp.
Babesia sp. merupakan parasit darah yang tersebar di seluruh dunia
termasuk di Indonesia, dan ditemukan pertama kali oleh Babes tahun 1888.
Babesia memiliki morfologi berbentuk bulat seperti buah pir, oval, piriform, dan
berpasangan dengan ukuran sebesar 1.5-2.5 µm (De Sá et al. 2006).
Taksonomi Babesia menurut Bock et al. (2004) adalah sebagai berikut:
Kingdom
: Protozoa
Filum
: Sporozoa (Apicomplexa)
Kelas
: Sporozoasida
Ordo
: Eucoccidiorida
Subordo
: Pirolasmorina
Famili
: Babesiidae
Genus
: Babesia
Babesia yang menyerang sapi adalah B. bovis, B. bigemia, B. divergens, dan
B. jakimovi (Ristic dan Kreier 1981) yang dapat menyebabkan babesiosis.
Penularan Babesia sp. dilakukan oleh caplak Ixodidae seperti Boophilus
microplus dan Boophilus annulatus yang mentransmisi B. bovis dan B. bigemina
(Cantu et al. 2007). Babesia dapat bertransmisi dari satu generasi caplak ke
generasi lainnya, sehingga caplak dari stadium larva, nimfa, dan dewasa
berpotensi sebagai inang antara.

3

Siklus reproduksi Babesia terdiri atas siklus seksual dan aseksual. Siklus
seksual terjadi di dalam tubuh caplak. Caplak menghisap darah terinfeksi dan
akan menghisap eritrosit yang mengandung fase gametosit. Fase ini akan
menghasilkan mikrogamet dan makrogamet yang berfusi menjadi zigot kemudian
berkembang menjadi ookinet (Uilenberg 2006). Ookinet bermigrasi ke epitel
saluran pencernaan, hemolimfe, dan ovarium yang akan menyebabkan larva
positif terinfeksi Babesia (transmisi transovarial) (Lubis 2006). Caplak juga
mengalami transmisi transtadial, larva yang berkembang menjadi nimfa pada
setiap stadium caplak akan terinfeksi (Homer et al. 2000), dan berpotensi sebagai
inang antara (Uilenberg 2006). Fase sporogoni terjadi ketika ookinet masuk ke
kelenjar ludah caplak, larva atau nimfa yang menyebabkan terjadinya hipertrofi
sel kelenjar ludah dan perkembangan multinukleat sporoblast menjadi sporozoit
kemudian akan masuk ke dalam tubuh sapi bersamaan dengan gigitan caplak.
Siklus aseksual terjadi di dalam eritrosit tubuh sapi. Sporozoit (fase infektif)
masuk ke eritrosit melalui saliva caplak yang menggigit sapi, kemudian sporozoit
berubah menjadi trophozoit yang mengalami pembelahan biner dan bertunas dua
atau empat membentuk merozoit. Pembelahan menyebabkan desakan mekanis
sehingga terjadi ruptur eritrosit yang mengeluarkan merozoit dan mencari eritrosit
baru kemudian memenetrasinya (Homer et al. 2000). Siklus ini akan terus
berlanjut sampai infeksi yang terjadi tidak terkontrol sehingga sapi mati. Ketika
caplak menghisap darah inang yang mengandung parasit, sebagian merozoit akan
rusak di dalam saluran pencernaan dan sebagian merozoit lain mengalami
perubahan menjadi fase gametosit. Fase inilah yang akan berperan dalam
reproduksi seksual.
Anaplasma sp.
Anaplasma sp. merupakan parasit obligat intraseluler, bakteri Gram negatif
dan hidup di dalam sel darah mamalia (Rymaszeska & Grenda 2008). Inang antara
dalam penyebaran parasit Anaplasma sp. adalah caplak dari famili Ixodidae dan
Amblyommmidae. Penyebaran Anaplasma sp. dapat terjadi di daerah tropis, sub
tropis, Eropa Selatan, dan Amerika (Ashadi & Handayani 1992).
Taksonomi Anaplasma menurut Dumler et al. (2001) adalah sebagai
berikut:
Filum
: Protobacteri
Kelas
: Alpha Protobacteria
Ordo
: Rickettsiales
Famili
: Anaplasmataceae
Genus
: Anaplasma
Anaplasma sp. berukuran kecil 0.3-0.4 µm, berbentuk kokoid sampai elips
dan menyebabkan anaplasmosis (Boone et al. 2001). A. marginale bersifat
patogen dan A. central bersifat non-patogen. Vektor dari Anaplasma sp. adalah
Boophilus, Rhipicephalus, Hyalomma, Dermacentor, dan Ixodes (Kocan et al.
2004).
Agen Anaplasma sp. masuk melalui gigian caplak terinfeksi pada tubuh
inang, kemudian masuk ke dalam eritrosit melalui proses endositosis, dan terjadi
pembelahan biner. Hasil pembelahan dikeluarkan melalui permukaan sel dan
bersifat menular ke eritrosit lainnya (Foley dan Biberstein 2004). Seluruh stadium

4

perkembangan caplak memiliki potensi menyebarkan Anaplasma (Kocan et al.
2004). Transmisi Anaplasma dapat disebabkan oleh gigitan lalat seperti Tabanus,
Stomoxys, nyamuk Psorophora, dan Aedes aegypti.
Theileria sp.
Theleria sp. merupakan penyebab penyakit theileriosis. Penyakit tersebut
menyerang sapi dan domba dengan persebaran di daerah Afrika, Asia, Eropa, dan
Australia (Taylor et al. 2007). Salah satu siklus hidupnya berada di dalam sel
darah merah.
Taksonomi Theileria menurut Bishop et al. (2004) adalah sebagai berikut:
Filum
: Sporozoa (Apicomplexa)
Kelas
: Sporozoea
Ordo
: Haemosporidia
Subordo
: Aconoidina
Famili
: Theileriidae
Genus
: Theileria
Infeksi parasit diperantarai oleh Rhipichepalus, Hyalomma, Amblomma, dan
Haemaphysalis (Urquhart et al. 2003). Theileria sp. yang menginfeksi sapi adalah
T. annulata, T. parva, T. mutans, T.sergenti, T. taurotragi, dan T. velifera (Billiow
2005).
Perbedaan antara siklus hidup Babesia sp. dan Theileria sp. terletak pada
tipe infeksinya. Sporozoit Babesia sp. menyerang eritrosit kemudian terjadi
pembelahan, sedangkan pada Theileria sp. sporozoit menyerang limfosit dahulu,
yang selanjutnya akan menuju eritrosit. Theileria sp. yang berada di dalam
eritrosit tidak mengalami pembelahan. Theileria sp. akan hidup beberapa waktu
sampai eritrosit mengalami kerusakan dan pergantian sel yang baru. Pada kasus
theileriosis, anemia hemolitik jarang dilaporkan terjadi (Kaufmann 1996).
Theileria sp. merupakan satu-satunya patogen eukariotik yang dapat menginvasi
limfosit yang selanjutnya menginduksi limfoma (Roos 2005).

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli hingga September 2012 di
Kecamatan Cipatujah, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Pewarnaan dan
pemeriksaan sampel dilaksanakan di Laboratorium Protozoologi, Departemen
Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran
Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Prosedur Penelitian
Pengumpulan Data
Data penelitian diperoleh dari hasil kuesioner peternak dan pemeriksaan
parasit darah pada sampel ulas darah sapi potong peternakan rakyat di Kecamatan
Cipatujah, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Kuesioner peternak digunakan

5

untuk mengumpulkan data tambahan berkaitan dengan faktor risiko berupa umur,
jenis kelamin, cara beternak, dan pengendalian lalat dan caplak.
Penentuan Ukuran Sampel
Jumlah sampel ditentukan dengan asumsi dugaan bahwa tingkat kejadian
penyakit parasit sebesar 50% dengan tingkat kepercayaan 90%. Besaran sampel
dihitung menggunakan rumus sebagai berikut (Selvin 2004):
=



−�

�2

Keterangan:
n = besaran sampel darah sapi yang diambil.
P = asumsi dugaan tingkat kejadian sapi yang diambil.
L = tingkat kesalahan 10% (0.1).
Berdasarkan rumus di atas didapatkan jumlah sampel minimal 100 sampel
yang digunakan. Sampel darah diambil dari sapi potong dewasa (>12 bulan), anak
(>6 bulan – 12 bulan) dan pedet (0 – 6 bulan) yang terdapat pada peternakan
terpilih.
Pengambilan dan Pewarnaan Sampel Ulas Darah
Pengambilan sampel darah dilakukan melalui vena auricularis pada telinga
menggunakan jarum. Pengambilan sampel darah dilakukan menjadi tiga preparat.
Setetes darah diletakkan pada tepi gelas objek 1, dengan perlahan ujung gelas
objek 2 ditempelkan di atas darah tersebut. Darah akan menyebar di antara sudut
gelas objek 1 dan 2. Gelas objek 2 didorong membentuk sudut 450 sehingga
terbentuk ulas darah tipis. Sediaan ulas darah dikeringkan dan difiksasi
menggunakan metanol selama 3 – 5 menit. Setelah dibiarkan kering, preparat ulas
darah diwarnai dengan larutan Giemsa 10% dan direndam selama 30 menit.
Preparat ulas darah yang telah diwarnai dicuci dengan aquades, dikeringkan lalu
diperiksa di bawah mikroskop (Mahmmod et al. 2011).
Pemeriksaan sampel ulas darah
Pemeriksaan ulas darah dilakukan untuk mengetahui infeksi parasit
protozoa yang ada di darah yaitu Babesia sp., Theilleria sp., dan Anaplasma sp.
Pemeriksaan ulas darah dilakukan secara acak pada lima lapang pandang dengan
pembesaran 1000×. Jumlah parasit intraseluler darah dihitung untuk tiap 500 butir
sel darah merah (Alamzan et al. 2008). Nilai parasitemia dihitung dengan rumus:
�ℎ �� �

�� �ℎ



Prosedur Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji chi square untuk
mengetahui hubungan antara sistem manajemen dengan kejadian infeksi parasit
darah, uji ANOVA dan uji lanjut Duncan untuk membandingkan tingkat

6

parasitemia terhadap umur, serta uji T (t-test) untuk membandingkan tingkat
parasitemia terhadap jenis kelamin. Analisa data menggunakan program SPSS
16.0 dan Microsoft Excel 2010.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Jumlah sampel darah sapi potong yang diperiksa sebanyak 142 sampel,
ditemukan 71 sampel positif Babesia sp., 42 sampel positif Anaplasma sp., dan 81
sampel positif Theileria sp.. Tingkat prevalensi tertinggi disebabkan oleh
Theileria sp. yaitu sebesar 57.04%, diikuti dengan Babesia sp. sebesar 50% dan
yang terendah adalah Anaplasma sp. sebesar 29.57%. Tingkat prevalensi infeksi
parasit darah pada sapi potong di Kecamatan Cipatujah disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Tingkat prevalensi infeksi parasit darah
Jumlah sampel
Jenis parasit darah
Jumlah sampel
Prevalensi (%)
positif
Babesia sp.
142
71
50.00%
Anaplasma sp.
142
42
29.57%
Theileria sp.
142
81
57.04%
Nilai prevalensi babesiosis, anaplasmosis, dan theileriosis dipengaruhi oleh
kondisi iklim serta letak geografis yang sesuai untuk perkembangan caplak dan
lalat penghisap darah yang merupakan vektor pembawa parasit darah. Kecamatan
Cipatujah berada di pesisir Kabupaten Tasikmalaya, merupakan wilayah yang
termasuk ke dalam iklim tropis, berdasarkan data dari Badan Meteorologi
Klimatologi dan Geofisika (BMKG) (2012) untuk Provinsi Jawa Barat wilayah ini
memiliki temperatur rata-rata berkisar 20 0C sampai 34 0C dengan kelembapan
udara 80%, sedangkan curah hujan rata-rata perbulan 185.135 mm dengan jumlah
hari hujan rata-rata 31 hari/tahun. Pernyataan Djaidi (1988) yang didukung oleh
Himawan (2009) menyatakan bahwa daur hidup caplak dipengaruhi oleh suhu,
kelembapan, dan curah hujan, sehingga dengan kelembapan tinggi, caplak dapat
berkembang biak secara terus-menerus sepanjang tahun. Laporan dari De Voss
dan Potgreter (1991) juga menyatakan dengan tingkat kelembapan sekitar 87%
yang merupakan kondisi optimum bagi perkembangan caplak, parasit darah akan
banyak menginfeksi ternak. Kondisi iklim tropis ini juga mempengaruhi
keberadaan lalat penghisap darah sesuai dengan pernyataan dari Arunkumar dan
Nagarajan (2013). Waktu saat pengambilan sampel juga mendukung
meningkatnya tingkat infeksi parasit pada ternak yaitu sekitar permulaan musim
kemarau (bulan Juli) yang berarti pada saat kelembapan udara yang cukup tinggi
akibat kemarau.
Babesiosis dan anaplasmosis disebabkan oleh vektor caplak yaitu Boophilus
sp., vektor tersebut membutuhkan kelembapan yang tinggi untuk bertelur dan
menetas (Dewi 2009). Berdasarkan laporan Rodostits et al. (2007) theileriosis
ditularkan oleh Haemaphysalis sp. Anaplasmosis dan babesiosis sering terdapat
dalam satu hewan yang sama (Kocan 2000), hal ini menyebabkan nilai prevalensi

7

keduanya memiliki nilai yang berdekatan. Nilai prevalensi Theileria sp. yang
mencapai 57.04% termasuk cukup tinggi yang berarti lebih dari setengah ternak di
kawasan tersebut yang terinfeksi mengandung Theileria sp. Bishop (2004)
menyatakan hal ini bisa terjadi karena beberapa spesies kutu atau caplak dapat
menginfeksi sapi, dan lebih dari satu spesies Theileria sp. dapat ditularkan oleh
kutu yang sama.

Tingkat Parasitemia Parasit Darah
Tingkat parasitemia berdasarkan jenis kelamin
Sapi jantan yang terinfeksi Theileria sp. menunjukan rataan parasitemia
yang berbeda nyata (p