Keterkaitan Antara Status Kesuburan Dan Fitoplankton Di Perairan Sekitar Pulau Samosir, Danau Toba, Sumatera Utara

KETERKAITAN ANTARA STATUS KESUBURAN
DAN FITOPLANKTON
DI PERAIRAN SEKITAR PULAU SAMOSIR,
DANAU TOBA, SUMATERA UTARA

ARIF RAHMAN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Keterkaitan antara Status
Kesuburan dan Fitoplankton di Perairan Sekitar Pulau Samosir, Danau Toba,
Sumatera Utara adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2016
Arif Rahman
NIM C251130141

RINGKASAN
ARIF RAHMAN. Keterkaitan antara Status Kesuburan dan Fitoplankton di
Perairan Sekitar Pulau Samosir, Danau Toba, Sumatera Utara. Dibimbing oleh
NIKEN TM PRATIWI dan SIGID HARIYADI.
Danau Toba merupakan danau terbesar di Indonesia. Danau Toba banyak
dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kegiatan budidaya ikan di keramba jaring
apung (KJA), pariwisata, pertanian, dan pemukiman. Kegiatan-kegiatan tersebut
akan memberikan masukan berupa bahan organik dan anorganik yang akan
mempengaruhi kualitas air dan dapat menyebabkan terjadinya eutrofikasi. Danau
Toba telah mengalami eutrofikasi dalam beberapa tahun terakhir. Beberapa
indikator terjadinya eutrofikasi di Danau Toba adalah terjadi peningkatan unsur
hara dan perubahan status kesuburan.
Eutrofikasi merupakan proses pengayaan air oleh unsur hara nitrogen dan
fosfor yang dapat meningkatkan pertumbuhan fitoplankton. Fitoplankton akan

memberikan respon terhadap perubahan kondisi perairan baik berupa perubahan
pada kelimpahan, jumlah jenis, maupun struktur komunitas fitoplankton. Tujuan
penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh beban masukan unsur hara
terhadap status kesuburan perairan dan struktur komunitas fitoplankton di sekitar
Pulau Samosir, Danau Toba, Sumatera Utara.
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 20-24 Oktober 2014 di sekitar Pulau
Samosir, Danau Toba. Pengumpulan data pada penelitian ini dibagi menjadi
pengumpulan data primer dan sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan
dengan mengambil contoh air dan fitoplankton secara langsung di 23 stasiun di
sekitar Pulau Samosir, Danau Toba. Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan
mengumpulkan data hasil penelitian sebelumnya di Danau Toba dan data
monitoring kualitas air Danau Toba Wilayah Kabupaten Samosir tahun 2014 oleh
BLHPP Kabupaten Samosir.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa beban masukan unsur hara tertinggi di
perairan sekitar Pulau Samosir, Danau Toba berasal dari keramba jaring apung
(KJA) yang menyebabkan status kesuburan perairan dalam kondisi eutrofik dengan
struktur komunitas fitoplankton didominasi oleh Anabaena (Cyanophyceae). Rasio
N:P dari beban masukan unsur hara yang tinggi di perairan eutrofik tersebut tidak
berpengaruh terhadap struktur komunitas fitoplankton.
Kata kunci: Danau Toba, unsur hara, status kesuburan, fitoplankton


SUMMARY
ARIF RAHMAN. Relationship Between Trophic States and Phytoplankton Around
Samosir Island, Lake Toba, North Sumatra. Supervised by NIKEN TM PRATIWI
and SIGID HARIYADI.
Lake Toba is the largest lake in Indonesia. Lake Toba is used to aquaculture,
tourism, agriculture and human areas. These activities will produce organic and
inorganic materials that will affect water quality and can cause eutrophication. Lake
Toba has suffered eutrophication in recent years, Some indicators of eutrophication
in Lake Toba are increasing nutrients and change of the trophic states.
Eutrophication is the water enrichment by nutrients, especially nitrogen and
phosphorus which can promote the growth of phytoplankton. Phytoplankton will
respond to changes in water conditions either change in abundance, number of
species and structure of phytoplankton communities. The aim of this study was to
analyze the effect of the load input of nutrients to the trophic states and structure of
phytoplankton communities around the Samosir Island, Lake Toba, North Sumatra.
This study was conducted on 20th-24th October 2014 at 23 stations around
Samosir Island, Lake Toba. Collecting data in this study were divided into primary
and secondary data collection. The primary data collection was done by taking
samples of water and phytoplankton on 23 stations around the Samosir Island, Lake

Toba. Secondary data collection is done by collecting data from previous studies in
the Lake Toba and monitoring data of water quality of Lake Toba in 2014 by
BLHPP Samosir regency.
The results showed that the highest load nutrient in the waters around Samosir
Island, Lake Toba was derived from floating net cages which causes the trophic
states in eutrophic conditions with structure of phytoplankton communities was
dominated by Anabaena (Cyanophyceae). The N:P ratio from high load nutrient in
eutrophic waters not effect the structure of phytoplankton communities.
Keywords: Lake Toba, nutrients, trophic states, phytoplankton

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KETERKAITAN ANTARA STATUS KESUBURAN

DAN FITOPLANKTON
DI PERAIRAN SEKITAR PULAU SAMOSIR,
DANAU TOBA, SUMATERA UTARA

ARIF RAHMAN

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji luar komisi pada ujian tesis: Dr Ir Yusli Wardiatno, MSc

PRAKATA

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan penulisan karya ilmiah
yang berjudul Keterkaitan antara Status Kesuburan dan Fitoplakton di Perairan
Sekitar Pulau Samosir, Danau Toba, Sumatera Utara. Karya ilmiah ini ditulis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program
Studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan.
Pelaksanaan penelitian dan penulisan karya ilmiah ini tidak lepas dari bantuan
dan dukungan dari banyak pihak. Oleh karena itu, Penulis mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Institut Pertanian Bogor (IPB) yang telah menyediakan berbagai fasilitas
sehingga penelitian ini dapat diselesaikan.
2. Dr Ir Niken TM Pratiwi, MSi selaku ketua komisi pembimbing yang telah
memberikan banyak arahan dan masukan kepada Penulis selama penelitian dan
penulisan karya ilmiah ini.
3. Dr Ir Sigid Hariyadi, MSc selaku anggota komisi pembimbing dan Ketua
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan yang telah memberikan
banyak arahan dan masukan kepada Penulis selama penelitian dan penulisan
karya ilmiah ini.
4. Dr Ir Yusli Wardiatno, MSc selaku dosen penguji luar komisi yang telah
memberikan masukan dan saran untuk penyempurnaan karya ilmiah ini.

5. Seluruh keluarga atas doa dan dukungan yang telah diberikan.
6. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi atas beasiswa pendidikan yang telah
diberikan selama dua tahun.
7. Pemerintah Provinsi Jawa Barat atas beasiswa pendidikan yang telah diberikan.
8. Badan Lingkungan Hidup, Penelitian, dan Pengembangan Kabupaten Samosir
atas bantuan yang diberikan selama penelitian di Danau Toba.
9. Seluruh staf program studi SDP dan staf laboratorium biologi mikro 1 MSP
IPB atas bantuan yang diberikan selama penelitian.
10. Teman-teman SDP 2013 serta teman-teman lainnya atas dukungan yang telah
diberikan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2016
Arif Rahman

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Bahan dan Alat
Pengumpulan Data
Pengambilan dan analisis contoh
Perhitungan ortofosfat (PO4)
Rasio N:P
Perhitungan kelimpahan fitoplankton
Analisis Data
Penentuan beban masukan unsur hara
Analisis status kesuburan perairan
Analisis struktur komunitas fitoplankton
Analisis kluster
Analisis komponen utama
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil

Karakteristik daerah tangkapan air (DTA) Danau Toba
Beban masukan P di Danau Toba
Kondisi kualitas air di perairan sekitar Pulau Samosir, Danau Toba
Fitoplankton di perairan sekitar Pulau Samosir, Danau Toba
Pengelompokan stasiun berdasarkan kelimpahan fitoplankton dan
parameter fisika kimia perairan
Analisis komponen utama
Status kesuburan di perairan sekitar Pulau Samosir, Danau Toba
Pembahasan
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vi
vi
vi
1
1
1

2
3
3
3
4
4
4
5
5
5
6
6
7
7
8
9
9
9
9
10

11
12
13
14
15
15
22
22
27
35

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6

Parameter dan metode yang digunakan dalam analisis contoh air
Koefisien ekspor dari beberapa tata guna lahan
Luas tata guna lahan di Pulau Samosir
Beban masukan P yang berasal dari KJA, limbah domestik, dan tata
guna lahan di DTA Danau Toba
Peningkatan status kesuburan Danau Toba dari tahun 1929-2014
Peningkatan konsentrasi fosfat total di Danau Toba

4
6
10
11
18
19

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Bagan alir perumusan masalah
Stasiun pengambilan contoh di sekitar Pulau Samosir, Danau Toba
Konsentrasi amonium, nitrat, DIN, dan ortofosfat di perairan sekitar
Pulau Samosir
Komposisi kelimpahan dan struktur komunitas fitoplankton di
perairan sekitar Pulau Samosir
Kelimpahan total fitoplankton di perairan sekitar Pulau Samosir,
Danau Toba
Dendrogram hasil pengelompokan stasiun berdasarkan kelimpahan
fitoplankton
Biplot rata-rata nilai parameter fisika, kimia, dan biologi
Status kesuburan di perairan sekitar Pulau Samosir, Danau Toba
Persebaran stasiun penelitian berdasarkan (A) status kesuburan
perairan, (B) ortofosfat, (C) nitrat, dan (D) fitoplankton di perairan
sekitar Pulau Samosir, Danau Toba

2
3
11
12
13
14
14
15

17

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Persebaran KJA di Danau Toba
Konsentrasi fosfat total dan ortofosfat di Waduk Cirata
Peta kondisi daerah tangkapan air (DTA) Danau Toba
Pola aliran air di Danau Toba
Batas wilayah administrasi DTA Danau Toba
Luas wilayah dan jumlah penduduk di setiap kabupaten yang di
dalamnya terdapat DTA Danau Toba
Konsentrasi DIN, ortofosfat dan rasio N:P di perairan sekitar Pulau
Samosir, Danau Toba
Kelimpahan total fitoplankton yang ditemukan di perairan sekitar
Pulau Samosir selama penelitian
Visualisasi beberapa jenis fitoplankton yang ditemukan selama
penelitian
Kisaran kualitas air berdasarkan 23 stasiun di perairan sekitar Pulau
Samosir

28
28
29
29
30
30
31
32
33
34

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Danau Toba merupakan danau terbesar di Indonesia. Danau Toba banyak
dimanfaatkan oleh masyarakat untuk berbagai macam aktivitas, antara lain sebagai
tempat untuk budidaya ikan di keramba jaring apung (KJA), pariwisata, transportasi,
pertanian, dan pemukiman penduduk. Aktivitas-aktivitas tersebut berpotensi
memberi masukan baik berupa bahan organik maupun anorganik ke dalam perairan.
Bahan organik yang masuk ke perairan akan mengalami proses penguraian yang
menghasilkan unsur hara. Sumber utama masukan unsur hara di perairan adalah
limpasan pupuk dari lahan pertanian, deposisi nitrogen dari atmosfer, penggunaan
deterjen, erosi tanah, dan pembuangan limbah domestik dan industri (AlvarezVazquez et al. 2014).
Masukan bahan organik dan unsur hara tersebut dapat mempengaruhi kualitas
air dan berpotensi menyebabkan terjadinya eutrofikasi. Eutrofikasi merupakan
proses pengayaan air oleh unsur hara, terutama nitrogen dan fosfor yang dapat
meningkatkan pertumbuhan fitoplankton dan menyebabkan terjadinya perubahan
kualitas air yang tidak diinginkan, seperti penurunan oksigen terlarut dan kecerahan
perairan, peningkatan bahan organik, dan sebagainya. Secara umum, proses
eutrofikasi berlangsung secara bertahap, yaitu mulai dari oligotrofik, mesotrofik,
hingga eutrofik. Proses eutrofikasi tersebut ditentukan oleh proses fotosintesis,
produksi biomassa fitoplankon dan mineralisasi bahan organik menjadi unsur hara
(Sager 2009).
Danau Toba telah mengalami eutrofikasi dalam beberapa tahun terakhir.
Beberapa indikasi terjadinya eutrofikasi di Danau Toba adalah peningkatan unsur
hara fosfat (Wijopriono et al. 2010), perubahan status kesuburan perairan (Lukman
2011), pertumbuhan eceng gondok dan terjadinya kematian massal ikan di beberapa
lokasi di Danau Toba. Beberapa penyebab terjadinya eutrofikasi di Danau Toba
diduga berasal dari adanya aktivitas budidaya ikan di KJA, pencemaran limbah
domestik (Lehmusluoto 2000) dan masalah pengelolaan daerah tangkapan air
(DTA) (Saragih & Sunito 2001).
Salah satu dampak eutrofikasi adalah dapat mempengaruhi keberadaan
fitoplankton di perairan. Fitoplankton akan memberikan respon terhadap perubahan
kondisi perairan baik berupa perubahan pada kelimpahan, jumlah jenis, maupun
struktur komunitas (Ferreira et al. 2011). Oleh karena itu, keberadaan fitoplankton
dapat dijadikan indikator pada perairan yang telah mengalami eutrofikasi (Abel
1989). Fitoplankton dari kelas Desmidiaceae merupakan indikator pada perairan
oligotrofik yang memiliki konsentrasi unsur hara rendah, sedangkan fitoplankton
dari kelas Myxophyceae, ordo Clorococcales, Centric diatom, dan divisi
Euglenophyta, merupakan indikator perairan eutrofik yang memiliki konsentrasi
unsur hara tinggi (Nygaard 1949 in Rawson 1956).

Perumusan Masalah
Aktivitas manusia di sekitar perairan Pulau Samosir, seperti pemeliharaan
ikan di KJA, pariwisata, pertanian, dan pemukiman penduduk, akan menghasilkan

2
buangan berupa bahan organik dan unsur hara. Bahan-bahan tersebut berpotensi
masuk ke perairan dan meningkatkan unsur hara. Peningkatan unsur hara terutama
nitrogen dan fosfor dapat mempengaruhi kesuburan perairan dan memacu
pertumbuhan fitoplankton.
Ketersediaan unsur hara bukan merupakan satu-satunya faktor yang dapat
mempengaruhi fitoplankton. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi keberadaan
fitoplankton adalah intensitas cahaya dan suhu. Tanpa keberadaan cahaya yang
cukup di perairan, tingginya konsentrasi unsur hara tidak dapat meningkatkan
produksi primer fitoplankton. Hal tersebut akan menyebabkan terganggunya
pertumbuhan fitoplankton.
Kelimpahan dan komposisi fitoplankton akan mengalami perubahan dari
waktu ke waktu. Hal ini terjadi karena adanya pengaruh dari kondisi perairan seperti
perubahan konsentrasi unsur hara, intensitas cahaya yang cukup, dan pemangsaan
oleh zooplankton. Komposisi fitoplankton ini dapat digunakan untuk menentukan
status kesuburan perairan.
Peningkatan kesuburan perairan dapat menyebabkan ketidakseimbangan
ekologi di perairan. Oleh karena itu, diperlukan suatu kajian tentang pendugaan
status kesuburan perairan dan hubungannya dengan struktur komunitas fitoplankton
yang ditemukan di sekitar Pulau Samosir, Danau Toba. Selanjutnya dari penelitian
ini diharapkan dapat berguna sebagai acuan dalam merencanakan pengelolaan
sumberdaya perairan di Danau Toba. Pendekatan masalah dari penelitian ini secara
sederhana disajikan pada Gambar 1.

Masukan unsur
hara
Hidromorfometri

Unsur Hara
(P)

Kualitas air
termasuk
unsur hara

Fitoplankton

Status
kesuburan

Adaptasi &
Distribusi

Pemetaan
status
kesuburan
danau

Fitoplankton

Input

Proses
Gambar 1 Bagan alir perumusan masalah

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh beban masukan
unsur hara terhadap status kesuburan perairan dan struktur komunitas fitoplankton
di sekitar Pulau Samosir, Danau Toba, Sumatera Utara.

Output

3
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian berupa pengaruh beban masukan unsur hara terhadap status
kesuburan perairan dan struktur komunitas fitoplankton dapat digunakan untuk
mengetahui kondisi kualitas air dan sebagai acuan untuk rencana pengelolaan
perairan di sekitar Pulau Samosir, Danau Toba yang berkelanjutan.

METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Kegiatan penelitian meliputi pengamatan dan pengambilan contoh di
lapangan serta analisis contoh di laboratorium. Pengambilan contoh langsung
dilakukan satu kali pada tanggal 20-24 Oktober 2014. Stasiun pengambilan contoh
untuk pengukuran kualitas air dan fitoplankton berjumlah 23 stasiun yang terletak
di sekitar Pulau Samosir, Danau Toba (Gambar 2).
Stasiun pengambilan contoh ditentukan dengan mempertimbangkan kondisi
perairan yang berkaitan dengan pemanfaatan perairan dan tata guna lahan di sekitar
perairan yang berpotensi memberikan masukan unsur hara. Salah satu pemanfaatan
perairan yang dilakukan di sekitar Pulau Samosir adalah kegiatan budidaya ikan di
KJA. Persebaran KJA yang berada di Danau Toba disajikan pada Lampiran 1.

Gambar 2 Stasiun pengambilan contoh di sekitar Pulau Samosir, Danau Toba
Pengambilan contoh air dan fitoplankton serta pengukuran parameter kualitas
air secara langsung (in situ) dilakukan pada hari yang sama. Analisis kualitas air

4
dilakukan oleh BLHPP Kabupaten Samosir di Laboratorium BLHPP Kabupaten
Samosir, sedangkan analisis fitoplankton dilakukan di Laboratorium Biologi Mikro
1, Bagian Produktivitas dan Lingkungan Perairan, Departemen MSP, FPIK, IPB.

Bahan dan Alat
Bahan dan alat yang digunakan selama penelitian adalah bahan dan alat untuk
pengambilan contoh, analisis parameter kualitas air, dan pengamatan fitoplankton
di laboratorium. Alat yang digunakan untuk pengambilan contoh air adalah kapal
Patiur Tao Toba, Van Dorn water sampler, GPS, Secchi disk, plankton net, dan
botol contoh. Alat dan bahan yang digunakan untuk pengamatan fitoplankton
adalah mikroskop dan buku identifikasi fitoplankton.

Pengumpulan Data
Pengumpulan data pada penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu pengumpulan
data primer dan sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan mengambil
contoh air dan fitoplankton secara langsung di 23 stasiun yang telah ditentukan
(Gambar 2). Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mengumpulkan data
hasil penelitian sebelumnya di Danau Toba dan data monitoring kualitas air Danau
Toba Wilayah Kabupaten Samosir tahun 2014 oleh BLHPP Kabupaten Samosir.
Pengambilan dan analisis contoh
Pengambilan contoh air untuk analisis beberapa parameter kualitas air
dilakukan dengan menggunakan Van Dorn water sampler pada kedalaman 1 m dan
5 m kemudian contoh air tersebut dikomposit. Pengambilan contoh fitoplankton
dilakukan dengan cara menarik (hauling) plankton net dengan mesh size 28 µm
secara vertikal dari kedalaman 5 m sampai permukaan perairan.
Contoh air dan fitoplankton yang diperoleh, kemudian dimasukkan ke dalam
botol contoh dan diberikan penanganan. Penanganan untuk contoh air berupa
pendinginan, sedangkan untuk fitoplankton berupa pengawetan dengan larutan
Lugol 1% untuk keperluan analisis di laboratorium. Beberapa parameter kualitas
air yang diukur pada penelitian ini disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Parameter dan metode yang digunakan dalam analisis contoh air
Parameter Kualitas Air
Unit
Alat/Metode
Acuan
Fisika
o
C
1. Suhu
pH meter
SNI 06-2413-1991
2. Kekeruhan
FTU
Turbidimeter
SNI 06-2413-1991
Kimia
3. pH
pH meter
SNI 06-1140-1989
4. Amonium
mg/L Spektrofotometri SNI 19-1655-1989
5. Nitrat
mg/L Spektrofotometri SNI 06-2480-1991
6. Nitrit
mg/L Spektrofotometri SNI 06-2484-1991
7. Fosfat Total
mg/L Spektrofotometri SNI 06-2483-1991
Biologi
8. Kelimpahan Fitoplankton
sel/m3
Pencacahan
Rice et al. 2012

5
Parameter fisika kimia perairan yang diukur pada penelitian ini adalah suhu,
kekeruhan, pH, amonium (NH4-N), nitrat (NO3-N), nitrit (NO2-N), dan fosfat total.
Parameter kualitas air tersebut merupakan bagian dari parameter kualitas air yang
diukur dalam monitoring kualitas air Danau Toba di Kabupaten Samosir (BLHPP
2014). Analisis semua parameter fisika kimia perairan tersebut mengacu pada SNI
yang disajikan pada Tabel 1.
Perhitungan ortofosfat (PO4)
Perhitungan ortofosfat dilakukan karena pada penelitian ini tidak dilakukan
pengukuran ortofosfat. Perhitungan konsentrasi ortofosfat dilakukan berdasarkan
data fosfat total yang diperoleh dari hasil analisis. Perhitungan ortofosfat diperoleh
melalui pendekatan hubungan antara ortofosfat dan fosfat total dari data yang
diperoleh dari hasil penelitian Haryani (2013) di Waduk Cirata (Lampiran 2).
Berdasarkan data tersebut, konsentrasi ortofosfat dibandingkan dengan konsentrasi
fosfat total kemudian ditentukan persentasenya. Hasil persentase rata-rata yang
diperoleh dari perbandingan antara ortofosfat dan fosfat total di Waduk Cirata
menunjukkan bahwa ortofosfat adalah 47,77% dari fosfat total.
Rasio N:P
Rasio N:P merupakan konsep unsur hara pembatas (limiting nutrient) untuk
menduga unsur hara yang membatasi pertumbuhan fitoplankton berdasarkan
perbandingan unsur hara N dan P di perairan. Nilai N diperoleh dari penjumlahan
konsentrasi nitrat, nitrit, dan amonium; sedangkan nilai P diperoleh dari konsentrasi
ortofosfat. Jika rasio N:P < 7, maka unsur hara yang berpotensi menjadi faktor
pembatas adalah N. Jika rasio N:P > 7, maka unsur hara yang berpotensi menjadi
faktor pembatas adalah P. Jika rasio N:P = 7, maka unsur hara yang berpotensi
menjadi faktor pembatas adalah N dan P atau faktor lainnya, seperti cahaya atau
suhu (Ryding & Rast 1989).
Perhitungan kelimpahan fitoplankton
Kelimpahan fitoplankton diperoleh dengan metode strip pada alat Sedgewick
Rafter Counting Cell (SRC) yang diamati dengan mikroskop cahaya model
Olympus CH-2 dengan perbesaran 10x10. Identifikasi jenis fitoplankton mengacu
pada buku identifikasi plankton Davis (1955), Prescott (1970), dan Mizuno (1979).
Visualisasi dan dokumentasi morfologi setiap jenis fitoplankton dilakukan dengan
menggunakan mikroskop trinokuler Zeiss Primo Star yang dilengkapi perangkat
lunak AxioVision Rel 4.8. Kelimpahan fitoplankton dihitung dengan persamaan
sebagai berikut (Rice et al. 2012):
V
A
N=n×
×
×
V
Aa
V
Keterangan :
N
: kelimpahan fitoplankton (sel/m3)
N
: jumlah sel yang teramati (sel)
Vt
: volume air tersaring (92 mL)
Vsrc : volume dalam satu SRC (1 mL)
Asrc : luas penampang SRC (1000 mm2)
Aa : luas amatan (300 mm2)
Vd : volume air yang disaring (1,41 m3)

6
Analisis Data
Data dianalisis secara deskriptif meliputi penentuan beban masukan unsur
hara, analisis status kesuburan perairan, analisis struktur komunitas fitoplankton,
analisis kluster, dan analisis komponen utama. Penentuan beban masukan unsur
hara menggunakan bantuan perangkat lunak ArcGIS. Analisis status kesuburan dan
struktur komunitas fitoplankton dihitung dengan menggunakan bantuan perangkat
lunak Microsoft Excel. Analisis kluster dan komponen utama dengan menggunakan
bantuan perangkat lunak Minitab.
Penentuan beban masukan unsur hara
Beban masukan unsur hara yang ditentukan pada penelitian ini adalah beban
masukan P yang berasal dari tata guna lahan di daerah tangkapan air (DTA), limbah
domestik, dan KJA di Danau Toba. Beban masukan P dari KJA berdasarkan hasil
penelitian sebelumnya. Beban masukan P dari limbah domestik berdasarkan jumlah
penduduk yang berada di DTA. Beban masukan P dari tata guna lahan dihitung
berdasarkan persamaan Jorgensen & Vollenweider (1988) sebagai berikut:
IP = A × EP

Keterangan:
IPt : beban masukan P dari tata guna lahan (mg/tahun)
A : luas tata guna lahan (m2)
EP : koefisien ekspor P (mg/m2/tahun)
Beban masukan P dari tata guna lahan ditentukan dengan mengidentifikasi
tata guna lahan di DTA Danau Toba dengan bantuan perangkat lunak ArcGIS. Luas
tata guna lahan yang diidentifikasi berupa lahan pertanian, hutan, semak, dan
pemukiman berdasarkan nilai koefisien ekspor masing-masing tata guna lahan.
Luas masing-masing tata guna lahan tersebut kemudian dikalikan dengan koefisien
ekspor untuk setiap tata guna lahan. Nilai koefisien ekspor P untuk setiap tata guna
lahan disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Koefisien ekspor dari beberapa tata guna lahan
Tata Guna Lahan
Koefisien Ekspor (g/m2/tahun)
Pertanian
0,05*
Hutan
0,01*
Semak
0,02**
* Rast & Lee (1983)
** Jorgensen & Vollenweider (1988)
Beban masukan P dari limbah domestik dihitung berdasarkan jumlah
penduduk yang berada di wilayah DTA. Data jumlah penduduk yang digunakan di
DTA Danau Toba adalah data tahun 2012 (BPS 2013a). Data jumlah penduduk
kemudian dikalikan dengan nilai koefisien ekspor dari sumber antropogenik sebesar
0,3 gram/orang/hari (Rast & Lee 1983).
Jumlah penduduk yang ada di DTA Danau Toba dihitung berdasarkan jumlah
penduduk di setiap kecamatan yang termasuk ke dalam DTA. Oleh karena ada
beberapa kecamatan yang melewati batas DTA, maka dilakukan pengukuran dan
pendugaan luas wilayah di beberapa kecamatan tersebut yang masih termasuk ke
dalam DTA dengan menggunakan GIS dan Google Earth Pro. Jumlah penduduk

7
untuk setiap kecamatan yang berada di batas DTA kemudian dibagi berdasarkan
proporsi luas wilayah yang termasuk ke dalam DTA Danau Toba (Oakley 2015).
Beban masukan P yang berasal dari KJA di Danau Toba diperoleh dari hasil
penelitian Oakley (2015). Beban masukan P dari KJA di perairan sekitar Pulau
Samosir dihitung berdasarkan proporsi jumlah KJA di sekitar Pulau Samosir yang
dibandingkan dengan total KJA di seluruh Danau Toba. Jumlah KJA di sekitar
Pulau Samosir adalah sebanyak 1 191 unit dengan persentase sekitar 10% dari total
KJA di seluruh Danau Toba sebanyak 11 488 unit (Taskov & Timonina 2015).
Beban masukan P dari KJA, limbah domestik, dan KJA kemudian dibagi
dengan volume air Danau Toba untuk memperkirakan beban masukan P per satuan
volume. Begitu juga dengan beban masukan P di Haranggaol dan sekitar Pulau
Samosir dibagi dengan volume perairan masing-masing. Volume air di Danau Toba
diperoleh dari Lukman & Ridwansyah (2010). Volume perairan di Haranggaol dan
sekitar Pulau Samosir ditentukan berdasarkan luas perairan yang masih terpengaruh
kegiatan di daratan dan KJA.
Luas perairan di Haranggaol dan sekitar Pulau Samosir ditentukan dengan
menggunakan perangkat lunak ArcGIS dan Google Earth Pro. Perairan Haranggaol
memiliki luas perairan sekitar 3 km2, berdasarkan batas teluk Haranggaol (Oakley
2015). Luas perairan di sekitar Pulau Samosir diperkirakan sebesar 172 km2,
berdasarkan perairan yang masih terpengaruh kegiatan di daratan dan KJA yang
berjarak 1,5 km dari Pulau Samosir. Kedalaman rata-rata perairan di Haranggaol
dan sekitar Pulau Samosir diperkirakan berdasarkan pengamatan visual pada peta
batimetri (Lukman & Ridwansyah 2010). Kedalaman rata-rata di Haranggaol
adalah sekitar 150 m, sedangkan di sekitar Pulau Samosir sekitar 100 m.
Analisis status kesuburan perairan
Status kesuburan perairan ditentukan dengan menggunakan indeks Nygaard
(1949) in Rawson (1956). Perhitungan indeks Nygaard (In) didasarkan pada
komposisi jumlah jenis fitoplankton. Fitoplankton akan merespon terhadap kondisi
perairan, sehingga komposisi jenis fitoplankton dapat dijadikan indikator status
kesuburan perairan. Komposisi jenis fitoplankton yang diamati dalam perhitungan
indeks Nygaard adalah jumlah jenis dari kelas Myxophyceae, ordo Chlorococcales,
ordo Centric diatom, divisi Euglenophyceae, dan kelas Desmidiaceae.
In =

Jumlah jenis Myxophyceae + Chlorococcales + Centric diatom + Euglenophyta
Jumlah jenis Desmidiaceae

Jika nilai indeks Nygaard kurang dari 1 (In2,5), maka status kesuburan
perairan termasuk eutrofik.
Analisis struktur komunitas fitoplankton
Analisis komunitas fitoplankton ditentukan dengan menggunakan beberapa
indeks biologi seperti indeks keanekaragaman, indeks keseragaman, dan indeks
dominansi. Hasil identifikasi dan perhitungan kelimpahan fitoplankton digunakan
untuk menentukan indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (H’) dengan rumus
sebagai berikut (Krebs 1989):

8
n
n
H ′ = − ∑ [ ] ln [ ]
N
N

Keterangan :
H’ : indeks keanekaragaman
ni
: jumlah individu genus ke-i
N
: jumlah total individu

Indeks keseragaman/Evenness (E) merupakan komposisi individu tiap jenis
yang terdapat dalam suatu komunitas (Krebs 1989). Indeks keseragaman digunakan
untuk mengetahui tingkat kesamaan penyebaran sejumlah individu setiap jenis pada
tingkat komunitas. Indeks keseragaman dihitung dengan rumus sebagai berikut:
E=

H′
H′ a

Keterangan :
E
: indeks keseragaman
H’
: indeks keanekaragaman
H’maks : nilai keragaman maksimum (Ln S)
S
: jumlah genus

Indeks keseragaman berkisar antara 0-1. Semakin kecil nilai E maka
keseragaman akan semakin kecil yang berarti penyebaran jumlah individu setiap
jenis tidak sama dan ada kecenderungan terjadi dominasi oleh jenis tertentu. Namun,
jika nilai E semakin besar maka jumlah individu setiap jenis dapat dikatakan sama
atau tidak ada jenis yang mendominasi (Krebs 1989).
Indeks dominansi ditentukan berdasarkan indeks dominansi Simpson (C).
Indeks dominansi digunakan untuk mengetahui adanya dominansi jenis tertentu
pada suatu populasi. Indeks dominansi berkisar antara 0-1. Jika nilai C mendekati
0 maka tidak ada jenis yang dominan, sedangkan jika C mendekati 1 maka terdapat
jenis yang dominan. Indeks dominansi dihitung dengan rumus sebagai berikut:
n
C = ∑[ ]
N

Keterangan :
C
: indeks dominansi
ni
: jumlah individu genus ke-i
N
: jumlah total individu

Analisis kluster
Analisis kluster dilakukan untuk mengelompokan stasiun pengambilan
contoh. Pengelompokan stasiun pengambilan contoh ditentukan menggunakan
indeks similaritas Bray-Curtis untuk pengelompokan berdasarkan parameter
biologi (kelimpahan fitoplankton) (Brower et al. 1990). Berikut merupakan
persamaan yang digunakan dalam indeks similaritas Bray-Curtis:
I

=

∑ = |X − Y |
−[

∑ = |X + Y |

%

9
Keterangan:
IBC : indeks similaritas Bray-Curtis
Xij : kelimpahan genus ke-i pada stasiun ke-j
Yik : kelimpahan genus ke-i pada stasiun ke-k
n : jumlah genus yang dibandingkan
Hasil pengelompokan berdasarkan indeks similaritas tersebut disajikan dalam
bentuk dendrogram. Hasil pengelompokan ini digunakan untuk menggambarkan
kesamaan antar stasiun berdasarkan kelimpahan fitoplankton dan parameter fisika
kimia perairan. Nilai pengamatan yang mendekati 100% berarti memiliki tingkat
kesamaan yang tinggi sedangkan nilai yang mendekati 0% berarti memiliki tingkat
kesamaan yang rendah.
Analisis komponen utama
Analisis komponen utama adalah suatu teknik analisis statistik multivarian
yang digunakan untuk merinci kemiripan matriks menjadi aksis yang saling tegak
lurus (Ludwig & Reynold 1988). Analisis ini digunakan untuk menentukan karakter
setiap kelompok berdasarkan parameter fisika, kimia dan biologi serta mengetahui
hubungan kelimpahan fitoplankton dengan parameter kualitas air. Analisis ini
dibagi menjadi beberapa kelompok stasiun sesuai dengan hasil pengelompokan
menggunakan dendrogram. Data yang digunakan dalam analisis ini merupakan data
yang tidak homogen. Hasil analisis ini digambarkan dalam bentuk grafik biplot.
Keragaman total data yang diperoleh dijelaskan oleh sumbu utama pada grafik yang
ditunjukkan oleh persentase kumulatif akar ciri.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Karakteristik daerah tangkapan air (DTA) Danau Toba
Danau Toba merupakan danau terbesar di Indonesia yang terletak di Provinsi
Sumatera Utara. Secara geografis, Danau Toba terletak antara 2-3o LU dan 98-99o
BT pada ketinggian 905 m di atas permukaan laut. Danau Toba memiliki luas
sebesar 1 124 km2, volume air 256,2 x 109 m3, kedalaman rata-rata 228 m, dan
waktu tinggal air selama 81 tahun. Karakteristik morfometrik Danau Toba
membentuk dua cekungan besar di utara dan selatan, yang dipisahkan oleh Pulau
Samosir. Kedalaman maksimum Danau Toba berada di cekungan bagian utara
sebesar 508 m, sedangkan kedalaman maksimum di cekungan selatan sebesar 420
m. Berdasarkan kedalaman relatif (Zr = 1,34%), Danau Toba merupakan perairan
yang tidak stabil, meskipun diperkirakan hanya pada lapisan permukaan sedangkan
pada kedalaman >100 m menunjukkan kestabilan (Lukman & Ridwansyah 2010).
Kondisi hidrologis DTA Danau Toba dicirikan dengan aliran sungai yang
masuk ke dalam perairan. Peta kondisi DTA Danau Toba disajikan pada Lampiran
3. Sungai yang mengalir ke Danau Toba didominasi oleh sungai-sungai kecil yang
berjumlah 289 sungai dan terdiri dari 71 sungai permanen dan 218 sungai musiman
(intermitten). Secara khusus, sungai yang berada di Pulau Samosir berjumlah 122
sungai (Soedarsono 1989). Aliran sungai di bagian selatan lebih dominan

10
dibandingkan dengan bagian utara. Selain itu, Sungai Asahan (outlet Danau Toba)
berada di bagian selatan danau dengan debit rata-rata sekitar 100 m3/detik
(Lampiran 4). Hal ini menyebabkan pola sirkulasi air di bagian selatan cenderung
lebih dinamis (Lukman et al. 2012).
DTA Danau Toba memiliki luas sekitar 3 658 km2 (365 800 ha) (Moedjodo
et al. 2003). DTA Danau Toba didominasi oleh wilayah dengan kemiringan lereng
yang landai dengan luas mencapai 30% dari seluruh luas DTA Danau Toba,
kemudian wilayah dengan kemiringan lereng agak landai mencapai 20,5%, dan
wilayah dengan kemiringan sangat curam yang hanya mencapai 4,5% (Lukman et
al. 2012). DTA Danau Toba berada di wilayah yang termasuk ke dalam tujuh
kabupaten, antara lain Karo, Toba Samosir, Simalungun, Humbang Hasundutan,
Tapanuli Utara, Dairi, dan Samosir (Lampiran 5). Informasi umum tentang luas
wilayah dan jumlah penduduk di setiap kabupaten disajikan pada Lampiran 6.
Jumlah penduduk yang ada di DTA Danau Toba adalah sebanyak 431 098
jiwa, sedangkan jumlah penduduk di Haranggaol adalah sebanyak 2 500 jiwa
(Oakley 2015). Jumlah penduduk yang ada di Kabupaten Samosir adalah sebanyak
121 594 jiwa. Sebagian besar jumlah penduduk tersebut berada di Pulau Samosir
sebanyak 97 081 jiwa, sedangkan sisanya 24 513 jiwa berada di luar Pulau Samosir
(BPS 2013b). Hal ini dikarenakan 6 dari 9 kecamatan di Kabupaten Samosir berada
di Pulau Samosir, sedangkan sisanya berada di luar Pulau Samosir.
Luas tata guna lahan di Pulau Samosir adalah sebesar 649,29 km2. Komposisi
tata guna lahan di Pulau Samosir didominasi oleh lahan pertanian dengan persentase
sebesar 51,15%. Lahan pertanian banyak tersebar di bagian selatan Pulau Samosir.
Selain itu, komposisi tata guna lahan lain di Pulau Samosir adalah hutan (27,22%),
semak (11,88%), dan pemukiman (9,75%) (Tabel 3).
Tabel 3 Luas tata guna lahan di Pulau Samosir
Tata Guna Lahan
Luas lahan (km2)
Pertanian
332,10
Hutan
176,71
Semak
77,16
Pemukiman
63,31
Total
649,29
Beban masukan P di Danau Toba
Sumber utama beban masukan P di Danau Toba berasal dari KJA, limbah
domestik, dan tata guna lahan. Hasil perhitungan beban masukan P yang berasal
dari ketiga sumber tersebut disajikan pada Tabel 4. Total beban masukan P yang
masuk ke Danau Toba adalah sebesar 2,08 mg/m3/tahun. Secara umum, sumber
beban masukan P tertinggi berasal dari kegiatan KJA, sedangkan yang terendah
berasal dari tata guna lahan. Beban masukan P dari KJA di Danau Toba sebesar
1,14 mg/m3/tahun, sedangkan yang berasal dari tata guna lahan hanya sebesar 0,43
mg/m3/tahun.
Di perairan sekitar Pulau Samosir, beban masukan P dari KJA dan limbah
domestik memiliki nilai yang hampir sama. Total beban masukan P di perairan
sekitar Pulau Samosir memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan beban
masukan P di perairan Haranggaol, namun masih lebih tinggi jika dibandingkan

11
dengan Danau Toba secara umum. Beban masukan P di perairan Haranggaol
merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan perairan yang lainnya. Beban
masukan P di perairan Haranggaol dan Danau Toba masing-masing sebesar 7,70
mg/m3/tahun dan 2,08 mg/m3/tahun.
Tabel 4 Beban masukan P yang berasal dari KJA, limbah domestik, dan tata guna
lahan di DTA Danau Toba
Danau
Perairan
Perairan Sekitar
Sumber Beban Masukan P
Toba
Haranggaol
Pulau Samosir
3
KJA (mg/m /tahun)
1,14
4,76
1,70
3
0,50
1,67
1,69
Limbah Domestik (mg/m /tahun)
3
0,43
1,28
1,16
Tata Guna Lahan (mg/m /tahun)
3
Total (mg/m /tahun)
2,08
7,70
4,55
Kondisi kualitas air di perairan sekitar Pulau Samosir, Danau Toba
Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu air selama penelitian berkisar
antara 24,00-24,88 oC, kekeruhan air berkisar antara 0,61-1,50 FTU, dan pH air
cenderung basa, berkisar antara 7,59-8,18. Rata-rata konsentrasi amonium, nitrit,
dan DIN (nitrogen anorganik terlarut) di perairan sekitar Pulau Samosir disajikan
pada Gambar 3. Konsentrasi amonium selama penelitian berkisar antara 0,01-0,40
mg/L dengan rata-rata sebesar 0,10 mg/L. Konsentrasi nitrat berkisar antara 0,104,10 mg/L dengan rata-rata sebesar 1,66 mg/L. Konsentrasi nitrit pada penelitian
ini tidak terdeteksi karena bernilai < 0,01 mg/L. Konsentrasi DIN berkisar antara
0,12-1,53 mg/L dengan rata-rata sebesar 0,74 mg/L. Konsentrasi ortofosfat dan
fosfat total masing-masing berkisar antara 0,06-0,73 mg/L dan 0,12-1,53 mg/L.

Gambar 3 Konsentrasi amonium, nitrat, DIN, dan ortofosfat di perairan sekitar
Pulau Samosir
Rasio N:P adalah konsep unsur hara pembatas yang digunakan untuk
mengetahui unsur hara yang membatasi pertumbuhan fitoplankton. Nilai N
diperoleh dari hasil penjumlahan konsentrasi nitrat, nitrit, dan amonium, sedangkan

12
nilai P diperoleh dari konsentrasi ortofosfat. Rasio N:P yang diperoleh pada
penelitian ini berkisar antara 0,82-31,91 dengan nilai rata-rata sebesar 7,39
(Lampiran 7). Berdasarkan nilai rata-rata rasio N:P tersebut, unsur hara yang
berpotensi menjadi faktor pembatas di perairan sekitar Pulau Samosir, Danau Toba
adalah P (Ryding & Rast 1989).
Fitoplankton di perairan sekitar Pulau Samosir, Danau Toba
Kelimpahan fitoplankton yang ditemukan di perairan sekitar Pulau Samosir,
Danau Toba selama penelitian berkisar antara 216-68 319 716 sel/m3. Komposisi
fitoplankton yang ditemukan terdiri dari 35 genus yang berasal dari empat kelas,
yaitu Chlorophyceae (14 genus), Cyanophyceae (4 genus), Bacillariophyceae (16
genus), dan Dinophyceae (1 genus) (Lampiran 8). Berdasarkan jumlah jenisnya,
maka Bacillariophyceae merupakan fitoplankton yang banyak ditemukan dengan
jumlah jenis 16 genus. Berdasarkan kelimpahannya, Cyanophyceae merupakan
fitoplankton yang dominan walaupun memiliki jumlah jenis yang sedikit. Gambar
4 menunjukkan komposisi kelimpahan fitoplankton selama penelitian.

Gambar 4 Komposisi kelimpahan dan struktur komunitas fitoplankton di perairan
sekitar Pulau Samosir
Struktur komunitas fitoplankton ditentukan dengan menggunakan beberapa
indeks biologi seperti indeks keanekaragaman, keseragaman, dan dominansi.
Indeks keanekaragaman fitoplankton selama penelitian berkisar antara 1,08-1,86
yang menunjukkan bahwa keanekaragaman fitoplankton yang rendah di sekitar
Pulau Samosir. Berdasarkan Gambar 4, indeks keanekaragaman tertinggi terdapat
di Stasiun 17, sedangkan indeks keanekaragaman terendah terdapat di Stasiun 22.
Indeks keseragaman dan dominansi selama penelitian masing-masing
berkisar antara 0,34-0,62 dan 0,19-0,52 yang menunjukkan bahwa komposisi jenis
fitoplankton rendah hingga merata dan menunjukkan adanya dominasi jenis-jenis
fitoplankton tertentu. Indeks keseragaman tertinggi terdapat di Stasiun 17 yang
memiliki indeks keanekaragaman tertinggi dan indeks dominansi terendah.
Beberapa stasiun yang memiliki indeks keanekaragaman rendah seperti Stasiun 1,

13

Kelimpahan (x 106 sel/m3)

4, 6, 7, dan 22 menunjukkan indeks dominansi yang lebih tinggi dibandingkan
indeks keseragaman (Gambar 4).
Jenis fitoplankton yang memiliki kelimpahan sangat tinggi dan ditemukan di
semua stasiun adalah Anabaena (Cyanophyceae) dengan kelimpahan total sebesar
68 319 716 sel/m3 (42,53%). Jenis fitoplankton lain yang memiliki kelimpahan
tinggi adalah Gloeotila dan Sphaerocystis (Chlorophyceae) dengan kelimpahan
total masing-masing sebesar 34 534 869 sel/m3 (21,50%) dan 31 917 017 sel/m3
(19,87%). Selain itu, beberapa jenis fitoplankton yang ditemukan di semua stasiun
adalah Botryococcus, Gloeocystis, Anabaenopsis dan Melosira. Visualisasi
beberapa jenis fitoplankton yang ditemukan pada penelitian ini disajikan pada
Lampiran 9.
Kelimpahan total fitoplankton di setiap stasiun selama penelitian berkisar
antara 1 042 534-19 047 213 sel/m3 (Gambar 5). Kelimpahan total fitoplankton
tertinggi terdapat pada Stasiun 17, sedangkan kelimpahan total terendah terdapat
pada Stasiun 6. Salah satu penyebab tingginya kelimpahan fitoplankton di Stasiun
17 adalah konsentrasi unsur hara yang tinggi yang berasal dari aktivitas KJA yang
berada di sekitar Stasiun 17.
20
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Stasiun
Gambar 5 Kelimpahan total fitoplankton di perairan sekitar Pulau Samosir, Danau
Toba
Pengelompokan stasiun berdasarkan kelimpahan fitoplankton dan parameter
fisika kimia perairan
Pengelompokan stasiun berdasarkan kelimpahan fitoplankton dengan taraf
kesamaan 85% menunjukkan bahwa 23 stasiun pengamatan terbagi menjadi tiga
kelompok (Gambar 6). Kelompok I terdiri dari stasiun 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10,
11, 12, 13, 14, 22, dan 23. Kelompok II terdiri dari stasiun 15, 16, 19, 20, dan 21;
sedangkan Kelompok III terdiri dari stasiun 17 dan 18.
Perbedaan karakteristik antara tiga kelompok tersebut terdapat pada jenis
fitoplankton yang melimpah pada kelompok masing-masing. Jenis fitoplankton
yang melimpah pada Kelompok I adalah Anabaena. Jenis fitoplankton yang
melimpah pada Kelompok II adalah Gloeotila. Jenis fitoplankton yang melimpah
pada Kelompok III adalah Sphaerocystis.

14

Gambar 6 Dendrogram hasil pengelompokan stasiun berdasarkan kelimpahan
fitoplankton
Analisis komponen utama
Analisis komponen utama yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan
data parameter fisika kimia perairan seperti pH, kekeruhan, amonium, nitrat,
ortofosfat dan beberapa kelas fitoplankton yang ditemukan selama penelitian.
Biplot hasil analisis komponen utama disajikan pada Gambar 7. Hasil analisis ini
menunjukkan hubungan antara beberapa parameter kualitas air dan fitoplankton.
Hasil analisis komponen utama menunjukkan bahwa Kelompok I dicirikan oleh
nitrat, ortofosfat dan Cyanophyceae. Kelompok II dicirikan oleh kekeruhan dan pH;
dan Kelompok III dicirikan oleh amonium, Chlorophyceae, dan Dinophyceae.

Gambar 7 Biplot rata-rata nilai parameter fisika, kimia, dan biologi

15

Indeks Nygaard

Status kesuburan di perairan sekitar Pulau Samosir, Danau Toba
Status kesuburan perairan ditentukan menggunakan indeks Nygaard.
Perhitungan indeks Nygaard berdasarkan komposisi jumlah jenis fitoplankton yang
ditemukan selama penelitian. Hasil indeks Nygaard pada penelitian ini berkisar
antara 3,5-5,5 yang menunjukkan bahwa status kesuburan perairan di sekitar Pulau
Samosir, Danau Toba termasuk ke dalam perairan eutrofik (Gambar 8).
6
5,5
5
4,5
4
3,5
3
2,5
2
1,5
1
0,5
0

Eutrofik
Mesotrofik
Oligotrofik

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Stasiun
Gambar 8 Status kesuburan di perairan sekitar Pulau Samosir, Danau Toba

Pembahasan
Danau Toba merupakan salah satu danau terbesar di Indonesia. Danau Toba
memiliki luas perairan sebesar 1 124 km2 atau 112 400 ha (Lukman & Ridwansyah
2010). Luas perairan Danau Toba ini lebih besar dibandingkan dengan danau-danau
lainnya yang ada di Indonesia, antara lain Danau Lindu dengan luas 3 468 ha dan
Danau Maninjau dengan luas 9 737,5 ha (Machbub 2010). Danau Toba memiliki
luas daerah tangkapan air (DTA) sebesar 3 658 km2 atau 365 800 ha (Moedjodo et
al. 2003). Luas DTA Danau Toba ini jauh lebih besar dibandingkan dengan luas
DTA Danau Lindu sebesar 54 955,31 ha (Lukman & Ridwansyah 2003).
Danau Toba merupakan salah satu danau prioritas di Indonesia pada tahun
2010-2014 yang termasuk ke dalam program pengelolaan danau berkelanjutan. Hal
ini dikarenakan status kesuburan Danau Toba telah mencapai eutrofik dan kondisi
daerah tangkapan air Danau Toba yang terancam rusak (Yuwono 2012). Eutrofikasi
merupakan proses peningkatan status kesuburan perairan dari oligotrofik hingga
eutrofik yang disebabkan oleh peningkatan unsur hara, terutama nitrogen (N) dan
fosfor (P). Peningkatan aktivitas manusia di sekitar perairan akan menyebabkan
peningkatan beban masukan unsur hara ke dalam perairan.
Total beban masukan P di Danau Toba adalah sebesar 2,08 mg/m3/tahun.
Sumber utama masukan P di Danau Toba berasal dari kegiatan budidaya ikan di
KJA. Beban masukan P yang berasal dari KJA di Danau Toba memiliki nilai
sebesar 1,14 mg/m3/tahun. KJA merupakan sumber beban masukan P tertinggi
dibandingkan dengan sumber beban masukan P lainnya di Danau Toba yang berasal
dari limbah domestik dan tata guna lahan. Tingginya beban masukan P dari KJA di

16
Danau Toba disebabkan oleh jumlah KJA yang banyak tersebar di sekeliling Danau
Toba (Lampiran 1).
KJA merupakan salah satu kegiatan yang berkembang di Danau Toba. Pada
tahun 2007, kegiatan KJA terdapat hampir di sekeliling Danau Toba, dengan jumlah
5 230 unit KJA dimana 5 158 unit milik masyarakat dan 72 unit milik Perusahaan
Modal Asing (PMA) (Sitompul et al. 2007 in Lukman et al. 2012). Pada tahun 2010,
produksi total ikan dari KJA di Danau Toba tercatat mencapai 47 478 ton dan
sebagian besar berada di wilayah Kabupaten Samosir (Lukman et al. 2012).
Semakin banyak KJA maka masukan P yang berasal dari sisa pakan yang terbuang
dan hasil ekskresi organisme akuatik akan semakin banyak. Nastiti et al. (2001)
menyatakan bahwa masukan P yang utama berasal dari sisa pakan yang terbuang
dan kotoran ikan di KJA dengan persentase mencapai 91,3-99,9%.
Selain beban masukan dari KJA, sumber beban masukan P yang tinggi di
Danau Toba berasal dari limbah domestik dengan nilai sebesar 0,50 mg/m3/tahun.
Beban masukan dari limbah domestik tersebut masih lebih besar jika dibandingkan
dengan beban masukan dari limbah domestik di Danau Maninjau dengan beban
sebesar 0,23 mg/m3/tahun (Machbub 2010). Tingginya beban masukan P yang
berasal dari limbah domestik di Danau Toba dapat disebabkan oleh banyaknya
jumlah penduduk yang tinggal di sekitar perairan tersebut. Limbah domestik
merupakan salah satu kegiatan yang dapat memberikan kontribusi terhadap
peningkatan konsentrasi unsur hara di perairan. Populasi penduduk yang tinggi
akan meningkatkan beban masukan unsur hara di perairan (Ferreira et al. 2011).
Total beban masukan P tertinggi terdapat di perairan Haranggaol. Beban
masukan P yang tinggi di perairan Haranggaol disebabkan oleh padatnya kegiatan
KJA di perairan tersebut. Hal ini dapat dilihat dari beban masukan P yang berasal
dari KJA di perairan Haranggaol yang memiliki nilai tertinggi, yaitu sebesar 4,76
mg/m3/tahun. Sama seperti di perairan Haranggaol, beban masukan P tertinggi di
sekitar Pulau Samosir berasal dari KJA. Tingginya beban masukan dari KJA
tersebut disebabkan oleh banyaknya KJA yang tersebar di perairan sekitar Pulau
Samosir.
Beban masukan P dari limbah domestik di Pulau Samosir memiliki nilai yang
hampir sama dengan beban masukan P dari KJA. Hal ini dapat disebabkan oleh
banyaknya pemukiman penduduk yang terdapat di Pulau Samosir. Kepadatan
penduduk tertinggi di Pulau Samosir terdapat di Kecamatan Pangururan yang
merupakan ibukota dari Kabupaten Samosir. Selain itu, Pulau Samosir yang
merupakan pusat kegiatan pariwisata di Danau Toba, banyak terdapat hotel
terutama di Kecamatan Simanindo yang berada di bagian Timur Pulau Samosir.
Banyaknya pemukiman penduduk dan hotel yang terdapat di sekitar perairan Pulau
Samosir akan memberikan masukan P yang tinggi ke dalam perairan.
Beban masukan P yang tinggi di Danau Toba mengakibatkan tingginya
konsentrasi fosfat total di perairan. Konsentrasi fosfat total di perairan sekitar Pulau
Samosir menunjukkan tingkat kesuburan yang tinggi atau eutrofik (> 0,20 mg/L)
(Wu & Wang 2012). Berdasarkan indeks Nygaard, konsentrasi nitrat dan ortofosfat,
status kesuburan di perairan sekitar Pulau Samosir, Danau Toba telah menunjukkan
tingkat eutrofik (Gambar 9). Hasil tersebut menunjukkan bahwa Danau Toba telah
mengalami eutrofikasi. Eutrofikasi merupakan proses alami yang dapat terjadi pada
berbagai macam perairan (terutama danau dan waduk) dan dapat meningkat sangat
cepat dengan adanya kegiatan manusia (Rohlich 1969).

17

Gambar 9 Persebaran stasiun penelitian berdasarkan (A) status kesuburan perairan,
(B) ortofosfat, (C) nitrat, dan (D) fitoplankton di perairan sekitar Pulau
Samosir, Danau Toba
Eutrofikasi di Danau Toba disebabkan oleh tingginya pemanfaatan dan
aktivitas manusia yang berada di sekitar perairan seperti budidaya ikan di KJA,

18
pencemaran limbah domestik (Lehmusluoto 2000), dan masalah pengelolaan
daerah tangkapan air (DTA) (Saragih & Sunito 2001). Status kesuburan di perairan
sekitar Pulau Samosir menunjukkan persebaran yang sama di semua stasiun, yaitu
berada pada tingkat eutrofik (Gambar 9). Status kesuburan eutrofik merupakan
gambaran dari dampak kegiatan manusia pada suatu danau (Kagalou et al. 2008).
Status kesuburan Danau Toba mengalami peningkatan mulai dari tahun 1929
hingga 2014. Pada tahun 1929, Danau Toba masih termasuk ke dalam perairan
dengan tingkat kesuburan oligotrofik, kemudian pada tahun 2005-2009 status
kesuburan perairan berubah menjadi mesotrofik (eutrofik ringan). Selanjutnya
proses eutrofikasi di Danau Toba terus meningkat hingga pada tahun 2014 Danau
Toba sudah termasuk ke dalam perairan yang subur (eutrofik) (Tabel 5).
Tabel 5 Peningkatan status kesuburan Danau Toba dari tahun 1929-2014
Tahun
Status Kesuburan
Referensi
1929
Oligotrofik
Ruttner 1930 in Lukman 2011
2005
Mesotrofik
Purnomo et al. 2005 in Lukman 2011
2009
Mesotrofik
Nomosatryo & Lukman 2011
2014
Eutrofik
Penelitian ini
Status kesuburan Danau Toba telah mengalami peningkatan seiring dengan
meningkatnya aktivitas manusia yang berada di sekitar Danau Toba. Peningkatan
aktivitas manusia seperti budidaya ikan di KJA akan meningkatkan beban masukan
unsur hara ke dalam perairan. Adanya kegiatan perikanan berupa KJA berpengaruh
terhadap peningkat