Efektifitas Ekstrak Daun Kari (Murraya koenigii)Terhadap Daya Awet Ikan Keumamah

EFEKTIFITAS EKSTRAK DAUN KARI (Murraya
koenigii)TERHADAP DAYA AWET IKAN KEUMAMAH

RASTINA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul efektifitas ekstrak daun
kari(Murraya koenigii) terhadap daya awet ikan keumamah adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014


Rastina
NIM B251120011 

RINGKASAN
RASTINA.Efektifitas Ekstrak Daun Kari (Murraya koenigii) Terhadap Daya
Awet Ikan Keumamah. Dibimbing oleh MIRNAWATI SUDARWANTOdan
IETJE WIENTARSIH
Daun kari (Murraya koenigii) memiliki aktivitas antibakteri yang bersifat
biocompatible, bioantigenik, biofungsional dan tidak toksik, sehingga diharapkan
dapat meningkatkan daya awet produk pangan. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui aktifitas antibakteri daun kari terhadap daya hambat pertumbuhan
bakteri Staphylococcus aureus, Escherichia coli, danPseudomonas sp. Perlakuan
terbaik selanjutnya diaplikasikan pada ikan keumamah untuk mengetahui daya
awetnya.
Ekstraksi dilakukan dengan cara maserasi menggunakan pelarut etanol 96%.
Pengujian aktivitas antibakteri menggunakan metode difusi agar. Pengujian
aktivitas ekstrak daun kari dalam keumamah dilakukan perendaman selama 30
dan 60 menit dengan larutan ekstrak daun kari 50% sebanyak 60µl dan 90µl serta
disimpan pada suhu kamar 28-30 °C. Pengamatan dilakukan setiap 3 hari sekali

yaitu hari ke 0.3, 6, 9, 12, 15, dan 18. Parameter yang diamati adalah jumlah total
bakteri, Staphylococcus aureus, Escherichia coli,Pseudomonassp dalam
keumamah dengan metode tuang (pour plate), pH, total volatile bases (TVB), aw,
dan kadar air.
Hasil pengujian ekstrak daun kari pada konsentrasi 50%. memiliki aktivitas
sebagai antibakteri yang terbaik terhadap S. aureus, E. coli, dan Pseudomonas sp.
Penghambatan yang terjadi tersebut, membuktikan bahwa daun kari mengandung
senyawa aktif yang bersifat antibakteri, seperti flavonoid, fenol, alkaloid, dan
saponin.
Ekstrak daun kari90µl dengan perendaman 60 menit mampu meningkatkan
daya awet keumamah dari 3 hari menjadi 18 hari pada penyimpanan 20-30 °C.
Pemberian ekstrak daun kari mampu menekan nilai TVB sampai 18 hari. Hasil ini
mengindikasikan bahwa daun kari efektif menjadi bahan pengawet pada
keumamah.
Kata kunci: aktivitas antibakteri, Murraya koenigii, pengawet

SUMMARY
RASTINA.The Effectiveness of Curry Leaves Extract (Murraya koenigii) on
Preservation
of

Keumamah
Fish.
Supervised
byMIRNAWATI
SUDARWANTOandIETJE WIENTARSIH
Curry
leaves(Murraya
koenigii)
haveantibacterial
activitythat
wasbiocompatible, bioantigenik, biofungsional,andnottoxic, so itis expected
toimprove preservation in food products. The purposeof thisstudywas to
determine
theantibacterialactivity
ofcurry
leaves
ingrowthinhibitionagainstStaphylococcusaureus,
Escherichiacoli,andPseudomonassp. The best treatment resulted from the
previous study was applied to the keumamah fish to determine
preservationactivity in food.

The extraction was done by maceration using ethanol 96%. Antibacterial
activity test was done by using agar difussion method.Theactivity of curry leaves
extract was soaked in keumamah for 30 and 60 minute with 50% curry leaves
extract solution as much 60μl and 90μl and stored at room temperature 28-30 °C.
The Observations were done every 3 days ie day 0. 3, 6, 9, 12, 15, and 18.
Parameters measured were the total plate count, Staphylococcus aureus,
Escherichia coli, Pseudomonas sp in keumamah with the pour plate method,
pH ,totalvolatile bases (TVB), aw, and water content.
Test results of curry leaves extract 50 % had the best as antibacterial
activity against to S. aureus, E. coli, and Pseudomonas sp. The Inhibition
provesthat thecurry leavescontain active compoundsthat areantibacterial, such
asflavonoids, phenols, alkaloids,andsaponins.
The curry leaves extract 90 µl with 60 minutes soaking can increase
preservative of keumamah from 3 days to 18 days at 20-30 °C. Giving curry
leaves extract was able to suppress the TVB value until 18 days. These indicate
results that the curry leaves effective as preservative of keumamah
Keywords : antibacterial activity, Murraya koenigii, preservative

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

EFEKTIFITAS EKSTRAK DAUN KARI (Murraya koenigii)
TERHADAP DAYA AWET IKAN KEUMAMAH

RASTINA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr med vet drh Denny Widaya Lukman,
MSi

Judul Tesis :Efektifitas Ekstrak Daun Kari (Murraya koenigii)Terhadap Daya
Awet Ikan Keumamah
Nama
: Rastina
NIM
: B251120011

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr drh Hj Mirnawati B. Sudarwanto
Ketua


Dr Dra Ietje Wientarsih, Apt MSc
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Kesehatan Masyarakat Veteriner

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr med vet drh Denny Widaya Lukman, MSi

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 22 Juli 2014

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas

segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2013 sampai
April 2014 ini adalah “Efektifitas Ekstrak Daun Kari (Murraya koenigii)Terhadap
Daya Awet Ikan Keumamah”. Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat gelar
Magister pada Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner, Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa proses penelitian dan penulisan tesis
ini tidak akan berjalan lancar tanpa dukungan banyak pihak. Oleh sebab itu pada
kesempatan penulis menyampaikan ucapan terima kasih. Kepada yang
terhormatIbu Prof Dr drh Hj Mirnawati Sudarwanto dan ibu Dr Dra Ietje
Wientarsih, Apt MSc selaku komisi pembimbing, penulis mengucapkan
terimakasih atas curahan waktu, arahan, bimbingan, dan dorongan semangat mulai
dari penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian hingga penulisan tesis. Penulis
juga menyampaikan ucapan terimakasih kepada Dr med vet drh Denny Widaya
Lukman, MSi selaku penguji pada ujian sidang telah banyak memberi saran.
Terimakasih kepada direktorat Jendral Peguruan Tinggi, Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia atas beasiswa BPPS, sehingga
penulis dapat melaksakan penelitian dengan lancar.
Secara khusus penulis juga menyampaikan ucapan terimakasih kepada
Zuraida hanum, SPt, MSi, atas kebersamaannya dalam diskusi-diskusi


selama ini.
Kepada bapak Suhendra (teknisi Laboratorium Kesmavet, FKH-IPB),
penulis juga mengucapkan terimakasih atas kesabaran Bapak selama
mendampingi pelaksanaan penelitian di laboratorium. Kepada Drh Darniati dan
Drh M Daud AK, yang dengan tekun mendamping selama penelitian.
Kepada teman-teman seperjuangan di Program Studi Kesmavet angkatan
2012, khususnya Loisa dan Dede, terimakasih atas kebersamaannya dalam
diskusi-diskusi selama ini.Semoga persahabatan kerjasama ini tetap terjalin pada
waktu-waktu mendatang.Kepada pak Agus di Sekretariat Pasca Kesmavet, penulis
menyampaikan terimakasih atas pelayanannya selama penulis menempuh
studi.Kepada semua pihak yang telah membantu, yang tidak dapat disebutkan satu
persatu penulis juga mengucapkan terimakasih.
Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Ibunda tercinta, suami (M
Nasir) dan anak tersayang (Jaicha Nadhifa) dan seluruh keluarga besar atas doa,
kasih sayang, kesabaran, dukungan dan motivasi yang selalu diberikan kepada
penulis.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014

Rastina

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

ix

DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN

xi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

Ruang Lingkup Penelitian

1
1
2
2
2
2

2 TINJAUAN PUSTAKA
Ikan Tongkol (Euthynnus affinis)
Ciri-Ciri Ikan Tongkol
Komposisi Gizi Ikan Tongkol
Mutu dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penurunan Mutu Ikan
Kerusakan Ikan Selama Penyimpanan
Pengawetan Ikan
Daun Kari (Murraya koenigii)
Antimikroba
Beberapa Bakteri Perusak dan Patogen Makanan
Staphylococcus aureus
Escherichia coli
Pseudomonas

2
2
3
4
4
6
7
7
8
9
9
9
10

3METODE11
11
11
11
11
11
12
12
12

Tempat dan Waktu Penelitian
Bahan
Alat
Metode Penelitian
Preparasi Daun Kari
Ekstraksi Daun Kari
Uji Fitokimia
Pengujian Aktivitas Antibakteri
Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Kari Dalam
Keumamah13
Pengujian Penggunaan Ekstrak Daun Kari Terhadap Jumlah Total
Mikroba(TPC) Dalam Keumamah
13
Pengujian Penggunaan Ekstrak Daun Kari Terhadap Jumlah Escherichia
coli Dalam Keumamah13
Pengujian Penggunaan Ekstrak Daun Kari Terhadap Jumlah
Staphylococcus aureus Dalam Keumamah
13

Pengujian Penggunaan Ekstrak Daun Kari Terhadap Jumlah
Pseudomonas Dalam Keumamah13
Pengukuran Nilai pH
Nilai Total Volatile Bases (TVB)
Kadar Air
Nilai aw
14
Prosedur Analisis Data

13

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Antibakteri

Daun

15
15

Terhadap
Staphylococcus aureus, Escherchia coli, dan Pseudomonas sp.
Jumlah Total Mikroba dan Nilai pH
Nilai Total Volatile Bases (TVB)
Kadar Air
Nilai aw

Aktivitas

14
14

Kari

(Murayya

koenigii)

15
18
22
24
25

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

26
26
26

DAFTAR PUSTAKA

26

LAMPIRAN

30

RIWAYAT HIDUP

41

DAFTAR TABEL
1
2

Hasil uji fitokimia ekstrak daun kari (Murraya koenigii)
Hasil pengukuran rata-rata diameter zona hambat ekstrak etanol daun
kari terhadap pertumbuhan bakteri S. aureus, E. Coli,dan
Pseudomonas sp

15

16

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7

Ikan Tongkol (Euthynnus affinis)
Daun Kari
Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun kari (Murraya koenigii)
terhadap bakteri: (a) S. aureus, (b) E. coli,dan Pseudomonas sp

3
8
16

Model regresi waktu penyimpanan keumamah terhadap perubahan total
jumlah bakteri
18
Model regresi waktu penyimpanan keumamah terhadap perubahan
total jumlah bakteriS. aureus
19
Model regresi waktu penyimpanan keumamah terhadap perubahan
total jumlah bakteri E. coli
20
Model regresi waktu penyimpanan keumamah terhadap perubahan
nilai pH
21

8

9

10

Model regresi waktu penyimpanan keumamah terhadap perubahan
nilai total volatile bases (TVB)

23

Model regresi waktu penyimpanan keumamah terhadap perubahan
nilai kadar air

24

Model regresi waktu penyimpanan keumamah terhadap perubahan
nilai aw

25

DAFTAR LAMPIRAN

1

Hasil analisis sidik ragam (ANOVA) dan uji lanjut Duncan daya
hambat daun kari terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus
aureus, Escherichia coli, dan Pseudomonas sp

30

Hasil perhitungan total plate count (TPC) (log cfu/g) nilai total
jumlah bakteri keumamah

34

3

Hasilperhitungan Staphylococcus aureus(log cfu/g) padakeumamah

35

4

Hasil perhitungan Escherichia coli (log cfu/g) padakeumamah

36

5

Hasilperhitungan nilai pHpada keumamah

37

6

Hasil perhitungan nilai TVBpadakeumamah

38

7

Hasilperhitungan nilai kadar airpadakeumamah

39

8

Hasil perhitungan nilai awpadakeumamah

40

2

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Lautan Indonesia dengan luas 5.8 juta km2 atau 2.3 kali dari luas daratan
merupakan lumbung ikan yang cukup potensial jika dikelola dengan baik.Aceh
memiliki sumber daya perikanan yang cukup besar. Salah satu jenis ikan hasil
tangkapan yang cukup besar produksinya, baik dalam bentuk segar maupun
olahan adalah ikan tongkol (Euthynnus affinis). Produksi tangkapan ikan tongkol
sebesar 7.903 ton/tahun dan hasil tangkapan itu sebagian dipasarkan untuk
dikonsumsi warga Banda Aceh dan sekitarnya (BPS 2011).
Ikan tongkol seperti hasil perikanan lainnya termasuk bahan pangan yang
mudah membusuk (high perishable food), tidak dapat dikonsumsi dalam keadaan
segar di tempat yang jauh dari tempat asal penangkapan. Produksi tangkapan tidak
selamanya stabil, karena dalam sekali penangkapan sangat bervariasi.Pada musim
tangkapan produksi melimpah dan harganya murah sehingga usaha pengawetan
sangatlah diperlukan.Untuk itu diperlukan penanganan yang baik serta pengolahan
dan pengawetan menjadi produk yang siap dimakan. Salah satu cara pengolahan
yang sudah lama dikenal dan menjadi komoditas unggulan hingga menjadi
makanan khas Aceh yaitu keumamah.
Keumamah atau dalam bahasa Indonesia ikan kayu termasuk jenis
makanan tradisional dari jenis ikan tongkol. Keumamah merupakan sebutan untuk
ikan yang telah terlebih dahulu melalui proses pengawetan yang biasa dilakukan
masyarakat Aceh secara turun-temurun. Diawali dengan ikan dibersihkan, direbus
dengan penambahan daun belimbing wuluh, ditiriskan lalu dikeringkan awal
dengan sinar matahari sampai permukaan ikan kering.Pengeringan awal ini
dilakukan agar ikan tidak mudah hancur saat pemisahan tulang dan daging.Setelah
pemisahan tulang dan daging, biasanya bagian tulang tidak dibuang karena masih
dapat digunakan sebagai penyedap kuah atau masakan tradisional lainnya. Daging
yang telah terpisah kemudian dikeringkan lagi melalui proses pengasapan selama
beberapa minggu di atas langit-langit dapur sampai dagingnya mengeras. Setelah
itu daging yang telah mengering dibalut tepung tapioka agar awet dan tidak
mengeluarkan bau.
Prinsip dari pembuatan ikan keumamah dilakukan dengan perebusan.
Proses perebusan banyak menyerap air sehingga ikan menjadi tidak tahan lama
dan menimbulkan ketengikan karena mengalami proses oksidasi asam lemak tak
jenuh dan aktifitas bakteri penghasil enzim, yang dapat merusak ikatan protein
sehingga menyebabkan pembusukan (Adawyah 2011). Bakteri yang biasa
terdapat pada ikan tongkol adalah Pseudomonassp. dan Aeromonas sp.yang dapat
membentuk histamin (Sato et al. 1995).
Kebiasan masyarakat Aceh memasak ikan dengan menambahkan daun kari
atau daun koja (Murayya koenigii) yang memiliki kandungan antibakterial dan
antioksidan yang tinggi. Daun kari dikenal mengandung alkaloid yang tinggi dan
efektif memperpanjang daya awet serta menghasilkan rasa yang khas (Khanum et
al. 2000). Potensi antibakteri ekstrak daun kari dapat disimpulkan cukup tinggi
namun sebagai pengawet ikan belum diteliti. Melihat potensi dan manfaat dari
daun kari maka perlu dilakukan penelitian efektifitas daun kari untuk

2
meningkatkan kualitas keumamah serta penggunaannya dalam pengawetan ikan
tongkol.

Perumusan Masalah
Ikan termasuk bahan pangan yang mudah membusuk (high perishable
food) dan produksi tangkapannya tidak stabil karena jumlah dalam sekali
penangkapan bervariasi sehingga usaha pengawetan sangatlah diperlukan.
Pengawetan ikan seperti pembuatan ikan keumamah sudah lama dilakukan, akan
tetapi tidak dapat disimpan lama. Pada penelitian ini pengolahan ikan
menggunakan daun kari untuk meningkatkan daya simpan ikan keumamah.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan efektifitas daun kari(Murraya
koenigii) yangmemiliki aktivitas sebagai antibakteri menjadi bahan pengawet,
sehingga dapat memperpanjang daya simpan ikan keumamah.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi tentang
pengawetan menggunakan daun kari serta memperkenalkan keumamah sebagai
bahan pangan nasional.

Ruang Lingkup Penelitian
Rencana penelitian ini dilakukan dalam lingkup kegiatan meliputi analisis
aktivitas antibakteri ekstrak daun kari terhadap bakteri patogen dan bakteri
perusak makanan. Mengkaji penerapan ekstrak daun kari sebagai antibakteri dan
daya awet terhadap keumamah.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Ikan Tongkol (Euthynnus affinis)
Ikan tongkol (Euthynnus affinis) adalah jenis ikan pelagis yang merupakan
komoditas utama ekspor Indonesia. Akibat pengelolaan yang kurang baik di
beberapa perairan Indonesia, terutama disebabkan minimnya informasi daerah
penangkapan ikan, waktu musim tangkap, dan kendala teknologi tangkap yang
masih sederhana, sehingga pemanfaatan ikan masih sangat rendah. Ikan tongkol
merupakan penghuni hampir seluruh perairan Asia.Di perairan Indonesia timur
dan samudra Indonesia serta seluruh perairan Indo-Pasifik.Umumnya hidup di

3
lapisan permukaan pada daerah pantai dan lepas pantai berkadar garam rendah,
dengan suhu 26-28 ºC (Zatos et al. 2001).
Struktur daging ikan tongkol terdiri atas daging yang berwarna merah dan
berwarna putih. Daging putihnya mengandung air 61.7%, protein 31%, lemak
0.7% sedangkan daging merahnya mengandung air 66.7 %, protein 27.6%, lemak
2.6%. Perbedaan warna daging ini disebabkan karena adanya pigmen daging yang
disebut mioglobin.Daging warna merah hanya terdapat pada bagian samping dari
tubuh ikan di bawah kulit, sedangkan warna putih terdapat hampir di semua bagian
tubuh ikan (Thiansilaku dan Richard 2011).

Ciri –Ciri Ikan Tongkol
Menurut FAO (2005), badan ikan tongkol memanjang kaku, bulat seperti cerutu,
mempunyai dua sirip punggung, sirip depan yang biasanya pendek dan terpisah dari
sirip belakang, mempunyai jari-jari sirip tambahan (finlet) di belakang sirip punggung
dan sirip dubur.Dari bentuk ikan adanya dua sirip punggung dan banyaknya finlet
ini menunjukkan ikan tongkol termasuk jenis ikan perenang cepat sehingga untuk
menangkapnya alat yang digunakan harus dioperasikan dengan kecepatan yang
memadai.
Badan tanpa sisik, kecuali pada bagian korselet yang tumbuh sempurna dan
mengecil dibagian belakang.Ikan tongkol termasuk jenis ikan buas, predator, hidup di
daerah pantai, lepas pantai dan menggerombol dalam jumlah besar. Makanannya
adalah ikan-ikan kecil dan cumi-cumi, panjang tubuhnya mencapai 50 cm, tetapi
umumnya 25-40 cm. Pada bagian atas terdapat warna hitam kebiruan dan putih perak
pada bagian bawah. Sirip perut dan dada berwarna gelap ungu (Zatos et al.
2001).Morfologi tongkol dapat dilihat pada Gambar 1

Gambar 1 Ikan tongkol (Euthynnus affinis) (Destin 2005)
Klasifikasi ikan tongkol (Nelson 2006 dan FDA 2001) adalah sebagai berikut.
Filum
: Chordate
Subfilum : Vertebrata
Kelas
: Pisces
Ordo
: Percomorphi
Subordo : Scrombroidea
Family
: Scrombridae
Genus
: Euthynnus
Spesies
: Euthynnus affinis

4
Komposisi Gizi Ikan Tongkol
Komposisi gizi ikan tongkol bervariasi tergantung spesies dan bagianbagian dari tubuh ikan tersebut (Muchtadi et al. 2011).Ikan tongkol adalah jenis
ikan yang mengandung lemak rendah (kurang dari 5%) dan protein yang sangat
tinggi (lebih dari 20%). Komposisi tersebut dapat mengalami perubahan ketika
terjadi proses penurunan mutu. Penurunan mutu ikan dapat mengubah kandungan
gizi ikan yang meliputi perubahan fisik, kimia, dan organoleptik dengan urutan
mulai dari pre-rigor, rigormortis, aktivitas enzim, aktivitas mikroba, oksidasi
lemak, dan hidrolisis (Adawyah 2011).
Komposisi daging ikan sangat dipengaruhi oleh faktor internal dan
ekternal.Kedua faktor tersebut menyebabkan perbedaan jumlah maupun
komposisi penyusun daging ikan. Faktor internal antara lain umur dan jenis
kelamin, semakin tua umur ikan semakin tinggi kandungan lemaknya. Faktor
eksternal adalah daerah tempat hidup, musim, dan jenis makanan yang tersedia
( Hajebet al. 2009).
Kandungan lemak ikan tongkol berbeda pada bagian tubuh yang satu
dengan yang lainnya, misalnya antara daging merah dengan daging putih.
Berdasarkan lapisan lemaknya, daging ikan tongkol dibagi menjadi tiga bagian,
yaitu: otoro, chutoro, akami. Otoro dan chutoro merupakan jenis-jenis toro
dengan kadar lemak sekitar 25%. Otoro berwarna merah muda, merupakan bagian
terbaik dan termahal sebagai bahan baku sashimi, kemudian diikuti oleh chutoro
yang berwarna lebih gelap. Bagian daging tongkol yang terletak agak di pusar
ikan dan berwarna lebih merah dengan kandungan lemak 14% lebih rendah
disebut akami (Thiansilaku dan Richard 2011)

Mutu dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penurunan Mutu Ikan
Pembusukan ikan mulai terjadi segera setelah proses rigor mortis selesai.
Faktor yang menyebabkan ikan cepat busuk adalah kadar glikogen yang rendah
sehingga rigor mortis berlangsung lebih cepat dan pH akhir daging ikan cukup
tinggi yaitu 6.4–6.6, serta tingginya jumlah bakteri yang terkandung di dalam
perut ikan (EL-Deendan El-shamery 2010).
Kerusakan awal biasanya terjadi pada bagian perut karena aktivitas enzim di
dalam saluran pencernaan dan menyebabkan pelunakan dibagian perut ikan.
Kecepatan proses autolisis sangat tergantung pada suhu. Penyimpanan ikan pada
suhu 7 °C tidak menghentikan proses autolisis, tetapi dapat memperlambat
aktivitas enzim sehingga memperlambat kecepatan reaksi autolisis. Selain
penyimpanan dingin, aktivitas enzim bisa dikontrol dengan metode pengawetan
lainnya seperti penggaraman, penggorengan, dan pengeringan. Aktivitas enzim
akan terhenti oleh proses pemanasan. Suhu tinggi akan mempercepat proses
rigormortis karena peningkatan suhu akan mempercepat reaksi biokimiawi. Pada
tahap awal, mikroorganisme akan dijumpai pada lendir permukaan, insang dan
saluran pencernaan ikan. Waktu yang dibutuhkan mikroorganisme untuk penetrasi
dari kulit kedalam daging ikan bervariasi tapi diperkirakan sekitar 3-4 hari (
Gündogdu et al. 2006).

5
Kecepatan pertumbuhan mikroorganisme meningkat sangat cepat pada suhu
tinggi dan kondisi yang tidak higienis, sehingga untuk memperlambat kerusakan
karena aktivitas mikroorganisme, ikan harus didinginkan pada suhu 0 °C segera
setelah penangkapan dan disimpan pada kondisi yang higienis. Kerusakan protein
dan oksidasi lemak biasanya terjadi pada tahap akhir dari proses kerusakan ikan.
Kecepatan reaksi oksidasi lemak akan tergantung pada jenis ikan (ukuran dan
kadar lemak).
Mutu ikan identik dengan kesegaran ikan. Bentuk bahan baku ikan segar
dapat berupa ikan utuh atau tanpa insang dan isi perut. Bahan baku harus bersih,
bebas dari bau yang menandakan kebusukan. Kesegaran ikan memberikan kontribusi
besar terhadap mutu dari ikan tersebut. Mutu ikan dapat disebabkan oleh penanganan
bahan baku pada saat pascapanen ataupun saat diolah (Bremner 2000).
Perubahan reaksi biokimia dan fisika kimia yang sangat cepat terjadi mulai
dari ikan tersebut dibunuh sampai dikonsumsi. Perubahan ini dapat
diklasifikasikan menjadi tiga tahap yaitu :
a. Prarigor
Menurut Anjarsari (2010) tahap hiperaemia secara biokimiawi ditandai
dengan menurunnya kadaradenosin trifosfat(ATP) dan kreatin fosfat seperti
halnya pada reaksi aktif glikolisis. Daging ikan menjadi lunak akibat energi yang
terbentuk rendah sehingga tidak cukup untuk mengakibatkan terjadinya
penggabungan antara protein aktin dan protein mosin menjadi aktomiosin.
b. Rigor mortis
Pada tahap rigor mortisdaging ikan menjadi keras (kaku atau rigid) hal ini
terjadi setelah 1 – 7 jam ikan mati.Lamanya rigordipengaruhi oleh kandungan
glikogen dalam tubuh ikan dan temperatur lingkungan.Apabila dibekukan maka
fase rigor mortisterjadi setelah 3 – 120 jam. Daging ikan yang kaku disebabkan
terjadinya kontraksi hasil interaksi protein aktin dan protein miosin membentuk
aktomiosin, sehingga ukuran sarkomer akan menjadi lebih pendek (Anjarsari
2010).
Pada fase rigor mortis,pH tubuh ikan menurun menjadi 6.2-6.6 dari pH
awal 6.9-7.2.Tinggi rendahnya pH awal ikan sangat tergantung pada jumlah
glikogen yang ada dan kekuatan penyangga (buffering power) pada daging
ikan.Kekuatan penyangga pada daging ikan disebabkan oleh protein, asam laktat,
asam fosfat, dan tri metil amin oksida (TMAO). Proses ini dapat menghambat
proses penurunan mutu oleh mikroba.
c. Pascarigor
Indikasi awal proses pembusukan ikan adalah terjadinya kehilangan
karakteristik dari bau dan rasa ikan, yang berkaitan dengan degradasi secara
autolisis. Autolisis adalah proses penguraian protein dan lemak oleh enzim
(protease dan lipase) yang terdapat di dalam daging ikan. Salah satu ciri terjadinya
perubahan secara autolisis adalah dihasilkannya amoniak sebagai hasil akhir pada
jaringan tubuh.Penguraian protein dan lemak dalam autolisis menyebabkan
perubahan rasa, tekstur, dan penampakan ikan (Adawyah 2011).
Autolisis dimulai bersamaan dengan penurunan pH.Mula-mula protein
terpecah menjadi molekul-molekul makro yang menyebabkan peningkatan
dehidrasi lalu pecah lagi menjadi polipeptida, pepton, dan akhirnya menjadi asam
amino.Disamping asam amino, autolisis juga menghasilkan sejumlah kecil
pirimidin dan purin, basa yang dibebaskan pada waktu pemecahan asam

6
nukleat.Bersamaan dengan itu, hidrolisis lemak menghasilkan asam lemak bebas
dan gliserol. Autolisis akan mengubah struktur daging sehingga kekenyalan
menurun. Autolisis tidak dapat dihentikan walaupun dalam suhu yang sangat
rendah. Biasanya proses autolisis akan selalu diikuti dengan meningkatnya jumlah
bakteri. Semua hasil penguraian enzim selama proses autolisis merupakan media
yang sangat cocok untuk pertumbuhan bakteri dan mikroba lainnya (Ghaly et al.
2010).
d. Busuk
Setelah fase rigor mortis berakhir maka pH daging akan naik mendekati
netral hingga 7.5-8.0 atau lebih tinggi. Jumlah bakteri pada tahap ini sudah cukup
tinggi
akibat
perkembangbiakan
yang
terjadi
pada
tahap-tahap
sebelumnya.Kegiatan bakteri pembusuk dimulai pada saat yang hampir bersamaan
dengan autolisis (Adawyah 2011).
Pertumbuhan dan metabolisme bakteri merupakan penyebab utama dari
kebusukan ikan.Hasil metabolisme bakteri adalah amina, amina biogenik, seperti
putresin, histamin, kadaverin, asam organik, sulfida, alkohol aldehida dan
keton.Kadar histamin pada ikan dapat digunakan sebagai indikator penurunan
mutu ikan.Menurut Kerr et al. (2002) kandungan histamin pada ikan yang aman
untuk dikonsumsi adalah