Penambahan Tepung Daun Mengkudu Morinda citrifolia L. pada Pakan Ikan Patin Pangasianodon hypophthalmus untuk Pencegahan Infeksi Aeromonas hydrophila

PENAMBAHAN TEPUNG DAUN MENGKUDU Morinda citrifolia L.
PADA PAKAN IKAN PATIN Pangasianodon hypophthalmus UNTUK
PENCEGAHAN INFEKSI Aeromonas hydrophila

ERMIANUS SAMALEI

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Penambahan Tepung
Daun Mengkudu Morinda citrifolia L. pada Pakan Ikan Patin Pangasianodon
hypophthalmus untuk Pencegahan Infeksi Aeromonas hydrophila” adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dan tidak diterbitkan dari penulis
lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian

akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2015
Ermianus Samalei
NIM C14110086

ABSTRAK
ERMIANUS SAMALEI. Penambahan Tepung Daun Mengkudu Morinda
citrifolia L. pada Pakan Ikan Patin Pangasianodon hypophthalmus untuk
Pencegahan Infeksi Aeromonas hydrophila. Dibimbing oleh DINAMELLA
WAHJUNINGRUM dan TATAG BUDIARDI.
Aeromonas hydrophila merupakan bakteri penyebab penyakit motile
aeromonads septicaemia (MAS) yang menyerang ikan patin Pangasianodon
hypophthalmus. Tepung daun mengkudu Morinda citrifolia L. merupakan bahan
alami yang mengandung flavonoid, terpenoid, antrakuinon, alkaloid, dan saponin
yang berpotensi sebagai antibakteri dan imunostimulan. Tujuan penelitian ini
adalah untuk menentukan dosis yang tepat untuk pencegahan infeksi Aeromonas
hydrophila pada ikan patin. Ikan patin yang digunakan dalam penelitian ini
memiliki panjang rata-rata 11,26±0,10 cm/ekor dan bobot 12,39±0,49 g/ekor yang

diberi pakan dengan campuran tepung daun mengkudu dengan dosis 0%, 0,5%,
1%, dan 2% selama 14 hari. Uji tantang dilakukan dengan menyuntikkan secara
intramuskuler 0,1 mL Aeromonas hydrophila (107 CFU/mL) ke ikan patin pada
hari ke-15 dan diberi pakan komersial sampai hari ke-28. Perlakuan 0,5%
memberikan kelangsungan hidup sebesar 83,33±2,88% yang lebih tinggi
dibandingkan perlakuan kontrol positif yang memiliki kelangsungan hidup
sebesar 40±10,00%.
Kata kunci: Aeromonas hydrophila, Morinda citrifolia L., Ikan patin

ABSTRACT
ERMIANUS SAMALEI. Addition of Flour of Noni Morinda citrifolia L. Leaves
for Stripped Catfish Pangasianodon hypophthalmus Feed for the Prevention of
Aeromonas
hydrophila
Infection.
Supervised
by
DINAMELLA
WAHJUNINGRUM and TATAG BUDIARDI.
Aeromonas hydrophila is a bacterial causing motile aeromonads

septicaemia (MAS) that groaning of stripped catfish Pangasianodon
hypophthalmus. Flour of noni Morinda citrifolia L. leaves is a natural substance
that contains flavonoids, anthraquinones, terpenoids, alkaloids, and saponins that
have the potential as an antibacterial and immunostimulant. This research was
aimed to determine the optimal dosage of flour of noni leaves for the prevention
of Aeromonas hydrophila infection in stripped catfish. Stripped catfish was used
in this research have the average body length 11.26±0.10 cm/fish and weight
12.39±0.49 g/fish which was fed with the mixture of flour of noni leaves at
dosage 0%, 0.5%, 1%, and 2% during 14 days. Challenging test was carried out
by intramuscularly injection of 0.1 mL Aeromonas hydrophila (107 CFU/mL) into
the fish on 15th day and gave commercial feed until on 28th day. The treatment
with dosage 0.5% gave survival 83.33±2.88 % which is higher than the positive
control treatment had survival only 40±10.00%.
Keywords: Aeromonas hydrophila, Morinda citrifolia L., Pangasianodon
hypophthalmus

PENAMBAHAN TEPUNG DAUN MENGKUDU Morinda citrifolia L.
PADA PAKAN IKAN PATIN Pangasianodon hypophthalmus UNTUK
PENCEGAHAN INFEKSI Aeromonas hydrophila


ERMIANUS SAMALEI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Budidaya Perairan

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Judul Skripsi :Penambahan Tepung Daun Mengkudu Morinda citrifolia L. pada
Pakan Ikan Patin Pangasianodon hypophthalmus untuk
Pencegahan Infeksi Aeromonas hydrophila
Nama
:Ermianus Samalei
NIM

:C14110086
Program Studi : Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya

Disetujui oleh

Dr. Dinamella Wahjuningrum, S.Si., M.Si.
Pembimbing I

Diketahui oleh

Dr.Ir. Sukenda, M.Sc.
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Dr.Ir. Tatag Budiardi, M.Si.
Pembimbing II

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segenap

rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan skripsi yang berjudul ‘Penambahan
Tepung Daun Mengkudu Morinda citrifolia L. pada Pakan Ikan Patin
Pangasianodon hypophthalmus untuk Pencegahan Infeksi Aeromonas hydrophila’
berhasil diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai
Desember 2014 bertempat di Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan
yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ayah Markus Br. dan Ibu Martha Takaronan, serta Abang Hyeronimus
Samalei, dan Adik Seprianus S, Leonardus Bermans atas doa, nasehat,
harapan dan dukungan tanpa batas yang selalu diberikan;
2. Dr Dinamella Wahjuningrum, SSi, MSi dan Dr Ir Tatag Budiardi, MSi selaku
Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, saran, serta
nasehatnya;
3. Dr Julie Ekasari, SPi, MSc selaku Dosen Penguji Tamu;
4. Dr Alimuddin, SPi, MSc selaku Ketua Program Studi Departemen Budidaya
Perairan;
5. Dr Ir Sukenda, MSc selaku Ketua Departemen Budidaya Perairan
6. Teman-teman LKI (Adel, Iqbal, May, Mita, Kiki, Mul, Yuri, Fenti, Risma,
Syifa, Zani, Adhiet, Fadhilatun, Ridhana, Dinda, Hana, Dian, dan Hesti) yang

telah memberikan doa dan bantuannya selama penelitian;
7. Pak Ranta, Kang Abe, Kang Yosi, Pak Endang, Pak Jajang atas bantuannya
selama penelitian berlangsung;
8. Teman seperjuangan keluarga besar BDP 48 atas kebersamaan dan
dukungannya serta motivasinya selama penyusunan skripsi ini;
9. Keluarga Besar Omda Mentawai (Jhon, Eta, Welly, Sagulu, Desni, Yudika,
Lira, Fitri, Rehu, Rey, Maria, Melani, Iss, Adel, Rika, Fajar, Josen, Rudi,
Eigel, Cia, Desi, Dion, Dono, Erik, Jufri, Safni, dan Winda) atas
kebersamaannya serta doanya;
10. Veronika EF, atas kebersamaan, bantuan, doa dan nasehatnya selama ini;
11. Pak Mar, Bu Yuli, semua pegawai dan staf TU BDP, atas doa dan bantuannya
serta sarannya;
12. Keluarga besar angkatan 50, 49 dan 47 yang tidak bisa saya sebutkan satu
persatu;
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi yang memerlukan.

Bogor, Maret 2015
Ermianus Samalei

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL .................................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xi
PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
Latar Belakang.................................................................................................... 1
Tujuan Penelitian ................................................................................................ 2
METODE ................................................................................................................ 3
Prosedur Penelitian .................................................................................................. 3
Parameter Penelitian dan Analisis Data .................................................................. 7
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................... 9
Hasil ......................................................................................................................... 9
Pembahasan ........................................................................................................... 16
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 21
Kesimpulan ............................................................................................................ 21
Saran ...................................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 21
LAMPIRAN .......................................................................................................... 25
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... 29

DAFTAR TABEL

1 Hasil identifikasi bakteri Aeromonas hydrophila ............................................ 3
2 Diameter zona bening disekitar kertas cakram yang diberi ekstrak
tepung daun mengkudu .................................................................................... 5
3 Nilai kelainan klinis pada ikan patin................................................................ 8
4 Parameter, satuan dan alat ukur kualitas air .................................................... 8
5 Kisaran nilai kualitas air selama penelitian ..................................................... 8
6 Warna dan morfologi organ dalam ikan patin pada akhir pemeliharaan ....... 11

DAFTAR GAMBAR
1 Skema uji in vivo pada ikan patin .................................................................... 6
2 Kelangsungan hidup ikan patin tiap perlakuan sebelum dan sesudah uji
tantang .............................................................................................................. 9
3 Nafsu makan ikan patin tiap perlakuan sebelum dan sesudah uji tantang ..... 10
4 Konversi pakan ikan patin tiap perlakuan sebelum dan sesudah uji
tantang ............................................................................................................ 11
5 Pengamatan organ dalam ikan patin tiap perlakuan pada akhir
pemeliharaan .................................................................................................. 12
6 Ikan patin kontrol negatif tidak mengalami kelainan klinis sampai akhir
pemeliharaan .................................................................................................. 12
7 Pengamatan gejala klinis ikan patin pascauji tantang pada hari ke-1 ............ 13

8 Pengamatan gejala klinis ikan patin pascauji tantang pada hari ke-7 ............ 13
9 Pengamatan gejala klinis ikan patin pascauji tantang pada hari ke-14 .......... 14
10 Skoring gejala klinis ikan patin tiap perlakuan pascauji tantang ................... 14
11 Perubahan rata-rata diameter luka ikan patin tiap perlakuan selama 14
hari pascauji tantang ...................................................................................... 15
12 Jumlah kematian kumulatif ikan patin yang terjadi pascauji tantang ............ 15

DAFTAR LAMPIRAN
1 Perhitungan nilai LD50 ................................................................................... 25
2 Gambar hasil zona bening (hambat) disekitar kertas cakram yang diberi
ekstrak tepung daun mengkudu .................................................................... 25
3 Analisis statistik kelangsungan hidup ikan patin ........................................... 26
4 Analisis statistik nafsu makan ikan patin sebelum uji tantang....................... 26
5 Analisis statistik nafsu makan ikan patin setelah uji tantang ......................... 27
6 Analisis statistik konversi pakan ikan patin sebelum uji tantang .................. 27
7 Analisis statistik konversi pakan ikan patin setelah uji tantang ..................... 28

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ikan patin (Pangasianodon hypophthalmus) merupakan salah satu jenis ikan
konsumsi yang sudah banyak dibudidayakan karena memiliki prospek bisnis yang
besar dan nilai ekonomis yang tinggi, baik tahap pembenihan maupun pembesaran.
Kegiatan budidaya ikan patin dinilai cukup prospektif di Indonesia karena
tingginya permintaan konsumen. Ikan ini merupakan salah satu komoditas air
tawar unggulan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang sedang
ditingkatkan produksinya. Menurut data Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya
(DJPB 2013) produksi ikan patin Indonesia pada tahun 2012 mencapai 347.000
ton dan pada tahun 2013 mencapai 410.684 ton. Kemudian produksi budidaya
ikan patin yang ditargetkan meningkat menjadi sekitar 1.883 juta ton pada tahun
2014. Namun demikian, selama proses budidaya ikan patin terkadang mengalami
beberapa kendala. Salah satu kendala yang sering dihadapi adalah penyakit yang
disebabkan oleh bakteri Aeromonas hydrophila. Tingkat kematian larva ikan patin
akibat serangan penyakit A. hydrophila mencapai 40%-80% (Hadie 2010).
Selanjutnya ditambahkan oleh Cipriano (2001), serangan penyakit ini dapat
mematikan benih ikan dengan tingkat kematian mencapai 80%-100% dalam
waktu 1-2 minggu. Bakteri A. hydrophila merupakan bakteri Gram negatif
berbentuk batang yang ada dimana-mana (ubiquitous) yang bersifat sewaktuwaktu dapat menyerang ikan (Swann & White 1989). Gejala yang ditimbulkan
berupa gejala eksternal yaitu pendarahan lokal di insang dan daerah anal, abses,
exophthalmia, geripis pada ekor dan sirip, dan dropsy, serta gejala internal berupa
anemia, akumulasi cairan pada rongga perut, kerusakan organ ginjal dan hati
(Rahman et al. 2004). Dengan demikian, perlu dilakukan pencegahan sebelum
ikan positif terinfeksi.
Beberapa upaya pencegahan penyakit yang umum dilakukan adalah
penggunaan probiotik, ganti air (pengenceran), rekayasa genetika, dan vaksin.
Salah satu upaya pencegahan infeksi A. hydrophila dapat dilakukan dengan
menggunakan vaksin. Menurut penelitian Olga et al. (2007), pemberian vaksin A.
hydrophila pada ikan patin yang diinfeksi oleh bakteri A. hydrophila memberikan
tingkat kelangsungan hidup sebesar 80,77%. Penggunaan vaksin A. hydrophila
telah dicobakan pula oleh beberapa instansi terkait pencegahan penyakit A.
hydrophila pada ikan patin. Namun, pemakaian vaksin tersebut belum
memasyarakat di kalangan pembudidaya ikan (Sundana 2002). Hal ini disebabkan
oleh penggunaan vaksin yang tidak praktis dan hanya spesifik pada satu jenis
penyakit, sehingga tidak efisien dalam penggunaannya.
Salah satu alternatif yang memiliki prospek yang baik untuk pencegahan
infeksi A. hydrophila adalah melalui aplikasi fitofarmaka. Penggunaan
fitofarmaka sebagai imunostimulan dapat merangsang sistem imun ikan, sehingga
efektif dan efisien dalam pencegahan berbagai penyakit termasuk penyakit motile
aeromonads septicaemia (MAS) yang disebabkan oleh A. hydrophila. Selain itu,
fitofarmaka mudah diaplikasikan dan tidak menimbulkan pencemaran lingkungan
karena mudah terdegradasi. Jenis fitofarmaka yang sudah pernah dicobakan untuk

2

pencegahan infeksi A. hydrophila pada ikan patin adalah ekstrak daun sirih (Mulia
& Arif 2012), ekstrak bawang putih (Yuhana 2008), ekstrak buah mahkota dewa
(Wahjuningrum et al. 2007) dan ekstrak daun ketapang (Wahjuningrum et al.
2008).
Jenis fitofarmaka lain yang memiliki potensi untuk pencegahan penyakit ini
adalah daun mengkudu (Morinda citrifolia L.). Tanaman mengkudu merupakan
tanaman liar yang banyak dijumpai di dataran rendah sampai dataran tinggi 1500
dpl, dan tanaman daerah tropis yang disebut juga sebagai tanaman evergreen
karena terus berdaun hijau sepanjang tahun dan berbuah tidak mengenal musim
(Waha 2002). Tanaman mengkudu merupakan salah satu tanaman obat yang
tersebar hampir di seluruh Indonesia, juga ditemukan di Malaysia, Kepulauan
Pasifik, Australia dan Afika Timur (Heyne 1987). Menurut Deshmukh et al.
(2011) dan Zoleta et al. (2014), daun mengkudu mengandung flavonoid, terpenoid,
antrakuinon, alkaloid, dan saponin.
Beberapa penelitian terdahulu telah membuktikan bahwa buah dan daun
mengkudu memiliki aktivitas antelmintik, antara lain terhadap cacing pita ayam
Raillietina spp (Fathurrahmah 1992), dan Ascaris suum (nematode) (Soemardji et
al. 1994), cacing Haemonchus contortus secara in vitro (Hildasari 1998), dan
secara in vivo (Satrija 1998), Haemonchus contortus pada domba (Herissuparman
2000), cacing Hymenolepsi nana pada mencit putih (Widdhiasmoro 2000), dan
terhadap parasit Eimeria tenella pada ayam (Hendi 2006). Sebagai antibakteri,
daun mengkudu juga dipakai untuk pengendalian Salmonella typhimurium pada
ayam broiler (Wati 2009), serta peningkatan tanggap kebal (imun) terhadap
serangan Newcastle disease oleh virus jenis Paramyxovirus pada ayam pedaging
(Wiryanti 2004).
Penelitian mengenai penggunaan daun mengkudu pada ikan yang diinfeksi
bakteri belum ada, sehingga perlu dilakukan penelitian untuk menentukan dosis
yang tepat terhadap pencegahan infeksi A. hydrophila pada ikan patin
Pangasianodon hypophthalmus. Metode yang digunakan dalam aplikasi
fitofarmaka ini adalah pencampuran tepung daun mengkudu dengan pakan
komersial yang dicetak ulang (repelleting). Pencampuran tepung daun mengkudu
ini diharapkan dapat meningkatkan kekebalan tubuh ikan patin dalam melawan
infeksi bakteri. Dasar penggunaan metode ini adalah agar mudah diaplikasikan
oleh para pembudidaya ikan dan efisiensi waktu dalam produksi pakan tepung
fitofarmaka.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan dosis tepung daun mengkudu
Morinda citrifolia L. yang tepat sebagai upaya pencegahan infeksi Aeromonas
hydrophila pada ikan patin Pangasianodon hypophthalmus.

3

METODE

Prosedur Penelitian
Penyediaan Bakteri Uji
Isolat bakteri Aeromonas hydrophila diperoleh dari Laboratorium Kesehatan
Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Institut Pertanian Bogor. Bakteri tersebut
disuntikkan ke ikan patin secara intramuskuler untuk menguji virulensinya.
Setelah muncul tanda-tanda penyakit MAS pada ikan patin, kemudian dilakukan
reisolasi bakteri A. hydrophila dengan cara menggoreskan jarum ose ke bagian
ginjal. Selanjutnya goresan tersebut dibiakkan menggunakan media trypticase soy
agar (TSA) dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu kamar dalam inkubator.
Koloni bakterihasil reisolasi dilakukan pengamatan terhadap morfologinya. Untuk
mendapatkan biakan murni, maka setiap koloni bakteri yang tumbuh terpisah dan
berlainan morfologinya dimurnikan kembali dengan cara diisolasi ke dalam media
TSA miring serta diinkubasi selama 24 jam dalam inkubator pada suhu 28ºC.
Kemudian hasil reisolasi ini dikarakterisasi melalui uji sifat fisiologis dan
biokimianya.Uji fisiologis dilakukan melalui pengamatan morfologi secara visual
yaitu warna, elevasi, dan tepian. Pengamatan secara biokimia dilakukan melalui
pewarnaan Gram, uji motilitas, uji oksidasi/fermentasi, uji katalase, uji oksidase,
dan uji gelatin. Identifikasi yang digunakan berdasarkan Bergey’s Mannual of
Determinative Bacteriology (Holt et al. 1998). Hasil uji biokimia bakteri uji
maupun bakteri reisolasi menunjukkan bahwa bakteri tersebut adalah bakteri A.
hydrphila (Tabel 1).
Tabel 1 Hasil identifikasi bakteri Aeromonas hydrophila
Parameter
Isolat murni Isolat reisolasi
Warna
Krem
Krem
Morfologi
Elevasi
Cembung
Cembung
Tepian
Halus
Halus
koloni

Uji biokimia

Gram
Motilitas
O/F
Katalase
Oksidase
Galatinase

+
F
+
+
+

+
F
+
+
+

Regenerasi Bakteri Uji
Bakteri yang diuji diregenerasi terlebih dahulu sebelum digunakan. Bakteri
stok dari kultur primer diambil sebanyak satu ose untuk dibiakkan dalam agar
miring dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 27ºC dalam inkubator. Bakteri
yang berumur 24 jam diambil sebanyak satu ose dan diinokulasikan ke dalam
Erlenmeyer yang berisi 25 mL media trypticase soy broth (TSB) dan diinkubasi
selama 24 jam dalam inkubator bergoyang (water bath shaker) pada suhu 28ºC.
Selanjutnya dilakukan pengenceran berseri yaitu bakteri hasil kultur di media TSB
diambil 1 mL suspensi dan dimasukkan ke dalam tabung mikro dengan

4

menggunakan pipet mikro, kemudian disentrifus 3000 rpm sekitar 5 menit dan
dibuang supernatannya. Endapan yang diperoleh dicuci dengan phosphate buffer
saline (PBS) sebanyak 2 kali. Kemudian ke dalam endapan ditambahkan 1 mL
PBS dan dihomogenkan dengan Vortex sampai tercampur rata, setelah itu diambil
0,1 mL dan dimasukkan ke dalam tabung mikro yang berisi 0,9 mL PBS
(pengenceran 10-1) (Hadioetomo 1990). Larutan tersebut dihomogenkan kembali
hingga mendapatkan kepadatan bakteri yang digunakan untuk uji tantang
berdasarkan pada nilai uji LD50.
Penentuan Nilai LD50
Uji LD50 merupakan penentuan tingkat virulensi bakteri dengan melihat
konsentrasi bakteri yang dapat mematikan sekitar 50% populasi dalam suatu
media. Hal ini penting dilakukan untuk menentukan konsentrasi bakteri yang
digunakan untuk uji tantang (in vivo). Uji LD50 dilaksanakan pada akuarium
berukuran 60 cm x 30 cm x 30 cm. Bakteri A. hydrophila yang akan digunakan
dikultur pada media TSB, kemudian dicuci dengan menggunakan PBS sebanyak 2
kali. Penyuntikan bakteri dilakukan secara intramuskuler sebanyak 0,1 mL/ekor
dengan kepadatan 105 sampai 107 CFU/mLpada 10 ekor ikan patin. Pengamatan
dilakukan dengan menghitung jumlah ikan yang masih hidup dan yang mati
sampai hari ke empat. Kemudian dilakukan penghitungan untuk mengetahui LD50
yaitu konsentrasi yang dapat menyebabkan ikan mati sebanyak 50% dari populasi
ikan uji (Reed & Muench 1938) yang dapat dilihat pada Lampiran 1.
Pembuatan Tepung Daun Mengkudu
Tanaman mengkudu (Morinda citrifolia L.) diperoleh darilingkungan
kampus Institut Pertanian Bogor. Bagian tanaman yang diambil adalah bagian
daun yang masih segar. Daun dicuci terlebih dahulu dengan air mengalir dan
dikering-udarakan tanpa terkena sinar matahari secara langsung selama 7 hari.
Kemudian daun dipotong kecil-kecil dan diblender sampai menjadi tepung.
Selanjutnya tepung yang dihasilkan disaring dengan saringan halus (mesh size 0,51,0 mm). Bubuk tersebut disimpan dalam wadah yang kedap udara hingga saatnya
dicampur dengan bahan pakan (Wahjuningrum et al. 2012a).
Uji In Vitro
Uji in vitro dilakukan untuk melihat aktivitas antibakteri dari ekstrak tepung
daun mengkudu terhadap bakteri A. hydrophila dengan menggunakan metode
Kirby Bauer (Lay 1994). Uji ini menghasilkan dosis optimum ekstrak daun
mengkudu yang efektif untuk menghambat atau membunuh bakteri A. hydrophila.
Hasil uji aktivitas antibakteri dengan metode kertas cakram ditunjukkan dengan
adanya zona bening di sekitar kertas cakram.
Uji daya hambat dilakukan dengan terlebih dahulu menyiapkan stok ekstrak
tepung daun mengkudu dengan dosis 50 g/L yaitu 50 g tepung daun mengkudu
yang dipanaskan ke dalam 1 L air selama 30 menit pada suhu 60ºC. Kemudian
dibuat konsentrasi 5 g/L, 10 g/L, dan 20 g/L dengan 3 kali ulangan untuk uji in
vitro. Media TSA yang telah disterilkan dituang ke dalam cawan petri pada suhu
40ºC-45ºC. Selanjutnya setelah media memadat maka bakteri A. hydrophila
dengan konsentrasi 108 CFU/mL sebanyak 0,05 mL disebar pada permukaan
media TSA di cawan petri dan didiamkan selama 1 jam. Kertas cakram direndam

5

dalam larutan ekstrak daun mengkudu pada berbagai dosis selama 5 menit.
Selanjutnya kertas cakram diambil dengan menggunakan pinset dan diletakkan di
atas media TSA yang sudah disebar bakteri kemudian diinkubasi pada suhu ruang
selama 24 jam. Diameter zona bening yang terbentuk diukur menggunakan
penggaris (cm), dengan ketentuan semakin lebar zona bening maka makin besar
pula daya antibakterinya (Ayuningtyas 2008). Gambar hasil zona bening yang
diberi ekstrak daun mengkudu dapat dilihat pada Lampiran 2. Pengukuran
diameter zona bening yang diberi ekstrak daun mengkudu terdapat pada Tabel 2.
Tabel 2 Diameter zona bening di sekitar kertas cakram yang diberi ekstrak tepung
daun mengkudu.
Perlakuan
5 g/L
10 g/L
20 g/L

Diameter zona bening (cm)
1
2
3
4
1,3
1,7
1,7
1,8
1,7
1,7
1,7
1,9
1,8
1,7
2,1
1,8

Rata-rata (cm)
1,63
1,75
1,85

Pembuatan Pakan Uji Dengan Cetak Ulang (Repelleting)
Pakan komersial berprotein 30% ditepungkan dan kemudian dicampurkan
dengan tepung daun mengkudu sesuai dengan dosis perlakuan yaitu 0%, 0,5%, 1%
dan 2%. Selanjutnya pada campuran tersebut ditambahkan air sebanyak 300 ml
lalu dicetak, kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 60ºC sekitar 2 jam.
Pakan disimpan dalam wadah kedap udara (Wahjuningrum et al. 2012a).
Persiapan Wadah dan Ikan Uji
Wadah yang digunakan dalam penelitian ini adalah 15 akuarium yang
berukuran 60 cm x 30 cm x 30 cm. Persiapan wadah meliputi pencucian akuarium
dan tandon, penyusunan akuarium dan penataan aerasi. Akuarium terlebih dahulu
dicuci dengan menggunakan sabun lalu dibilas dengan air hingga bersih dan
dikeringkan. Kemudian didesinfeksi dengan klorin dengan konsentrasi 30 mg/L
untuk wadah selama 24 jam. Setelah itu diisi air setinggi 20 cm, kemudian
didesinfeksi dengan klorin dengan konsentrasi 30 mg/L untuk air selama 24 jam,
selanjutnya dinetralisir dengan Na-thiosulfate (Na2S2O3.5H2O) 15 mg/L dan
diaerasi kuat. Air tandon juga diklorin dan diberi Na-thiosulfate dengan dosis
masing-masing 30 mg/L dan 15 mg/L. Seluruh sisi akuarium ditutup plastik
berwarna hitam untuk menghindari stres pada ikan patin dan menghindari
gangguan lainnya.
Pemasangan sistem aerasi menggunakan blower, selang aerasi dan batu
aerasi. Aerasi yang digunakan sebanyak 15 titik sesuai dengan kebutuhan
akuarium yang tersedia. Air yang dimasukkan ke dalam akuarium dibiarkan
sambil diaerasi kuat selama 24 jam sebelum ikan uji dimasukkan ke dalam
akuarium.
Ikan uji diadaptasikan terlebih dahulu di bak stok berukuran 100 cm x 60 cm
x 50 cm selama satu minggu sebelum dipindahkan ke dalam akuarium perlakuan.
Sebelumnya ikan direndam dalam larutan NaCl 30 mg/L selama 5 menit untuk
membebaskan parasit yang menempel di insang atau permukaan tubuh ikan.
Selama proses adaptasi, ikan diberi pakan komersial dengan kadar protein 30%

6

tiga kali sehari secara at satiation. Setelah diadaptasi ikan dipindahkan ke dalam
akuarium perlakuan dengan kepadatan 20 ekor/akuarium atau 500 ekor/m3.
Uji In Vivo
Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri
dari lima perlakuan dan tiga ulangan, yaitu:
1. Kontrol Negatif (K-)
Ikan diberi pakan komersial yang dicetak ulang tanpa pemberian tepung
daun mengkudu dan disuntik dengan larutan PBS sebanyak 0,1 mL.
2. Kontrol Positif (K+)
Ikan diberi pakan komersial yang dicetak ulang tanpa pemberian tepung
daun mengkudu dan disuntik dengan bakteri A. hydrophila dengan konsentrasi
107 CFU/mL sebanyak 0,1 mL.
3. Pakan komersial yang ditambah tepung daun mengkudu 0,5%
Ikan diberi pakan komersial yang dicampur dengan tepung daun
mengkudu 0,5% dan diuji tantang dengan bakteri A. hydrophila dengan
konsentrasi 107 CFU/mL sebanyak 0,1 mL.
4. Pakan komersial yang ditambah tepung daun mengkudu 1%
Ikan diberi pakan komersial yang dicampur dengan tepung daun
mengkudu 1% dan diuji tantang dengan bakteri A. hydrophila dengan
konsentrasi 107 CFU/mL sebanyak 0,1 mL.
5. Pakan komersial yang ditambahkan tepung daun mengkudu 2%
Ikan diberi pakan komersial yang dicampur dengan tepung daun mengkudu
2% dan diuji tantang dengan bakteri A. hydrophila dengan konsentrasi 107
CFU/mL sebanyak 0,1 mL.
Ikan patin yang digunakan memiliki panjang rata-rata 11,26±0,10 cm/ekor
dan bobot 12,39±0,49 g/ekor. Ikan patin tersebut diinfeksi A. hydrophila dengan
dosis 107 CFU/mL (hasil LD50) sebanyak 0,1 mL/ikan secara intramuskuler.
Penginfeksian A. hydrophila dilakukan setelah pakan perlakuan diberikan selama
14 hari. Selanjutnya dilakukan pemeliharaan dengan pemberian pakan komersial
sampai hari ke-28. Pemberian pakan dilakukan secara at satiation dengan
frekuensi pemberian pakan sebanyak 3 kali yaitu pagi hari (08.00 WIB), siang hari
(12.00 WIB) dan sore hari (16.00 WIB). Skema bagan penelitian yang lebih
ringkas dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Skema uji in vivo pada ikan patin

7

Parameter Penelitian dan Analisis Data

Kelangsungan Hidup
Kelangsungan hidup ikan uji diperoleh dari persentase antara ikan hidup
pada akhir pemeliharaan dengan jumlah ikan pada awal pemeliharaan.
Kelangsungan hidup dihitung dengan menggunakan rumus:
N 
KH (%)   t  x 100
 N0 
Keterangan:
KH = tingkat kelangsungan hidup (%)
Nt = jumlah ikan hari ke-t (ekor)
No = jumlah ikan hari ke-0 (ekor)
Nafsu Makan Ikan
Nafsu makan ikan adalah bobot pakan yang dimakan oleh tiap bobot ikan.
Nafsu makan ikan ini, dihitung dengan menggunakan rumus:
Nafsu Makan Ikan % =

ƩP
x
B

Keterangan:
ƩPt
= jumlah pakan termakan pada hari ke-t (g)
Bt
= biomassa ikan pada waktu ke-t (g)
t
= hari ke-1,2,3,...n

Konversi Pakan (KP)
Konversi pakan dihitung berdasarkan rumus Zonneveld (1991):
Konversi pakan =


[ �� + �� − ��]

Keterangan:
Bt
= biomassa ikan pada akhir pemeliharaan
Bm
= biomassa ikan mati selama pemeliharaan
B0
= biomassa ikan pada awal pemeliharaan
F
= jumlah pakan yang dimakan selama pemeliharaan
Pengamatan Organ Dalam
Pengamatan organ dalam dilakukan pada akhir perlakuan bertujuan untuk
mengetahui kelainan yang terjadi antar perlakuan. Pengamatan meliputi warna dan
morfologi organ dalam ikan patin dari setiap perlakuan (Wahjuningrum et al.
2012b).
Gejala Klinis
Pengamatan terhadap gejala klinis dilakukan setiap hari setelah ikan uji
diinfeksi bakteri A. hydrophila. Pengukuran diameter kelainan klinis ini,

8

dilakukan dengan metode sampling sebanyak 3 ekor per akuarium. Pengukuran
kelainan klinis dilakukan dengan metode skoring (Angka 2005), sehingga semakin
tinggi nilai maka semakin buruk kondisi tubuh ikan. Nilai kelainan klinis dapat
dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Nilai kelainan klinis pada ikan patin
Kondisi ikan
Ikan sembuh (Sm)
Ikan hampir sembuh (Hs)
Ikan radang (R)
Ikan hemoragi (H)
Ikan nekrosis (Nk)
Ikan tukak (T)
Ikan tukak para tapi ikan hidup
(Th)
Kriteria berdasarkan Angka (2005)

Diamater kelainan klinis
0 cm
0,1-0,2 cm
0,3-0,6 cm
0,7-1,0 cm
1,1-1,4 cm
1,5-1,8 cm
1,9-2,2 cm

Nilai
0
1
2
3
4
5
6

Kualitas Air
Parameter kualitas air yang diamati yaitu suhu, pH, oksigen terlarut
(dissolved oxygen, DO) dan amonium total (total ammonical nitrogen, TAN)
(Tabel 4). Pengukuran kualitas air selama pemeliharaan dapat dilihat pada Tabel 5.
Selama penelitian parameter kualitas air selalu dijaga, sehingga selama
pemeliharaan parameter kualitas air berada pada batas toleransi ikan uji.
Tabel 4 Parameter, satuan dan alat ukur kualitas air
Paremeter
Suhu
pH
DO
TAN

Satuan
ºC
mg/l
mg/l

Alat ukur
Termometer
pH universal
DO meter
Spektrofotometer

Waktu pengukuran
Setiap hari
Setap hari
Setiap minggu
Setiap minggu

Tabel 5 Kisaran nilai kualitas air selama penelitian
Parameter
DO
Amonia
pH
Suhu

Kisaran
3,30 mg/L-5,10 mg/L
0,01 mg/L-0,02 mg/L
7,0-7,5
28ºC -31ºC

Nilai optimum
≥3,0 mg/L (SNI 2002)
≤0,02 mg/L (SNI 2002)
6,5-9,0 Boyd (1982)
28ºC-31ºC Boyd (1982)

Nilai amonia (NH3) didapatkan dari hasil konversi nilai TAN berdasarkan
nilai suhu dan pH pada saat pengukuran. Nilai amonia pada media pemeliharaan
dihitung dengan rumus nilai pKa (Emerson et al. 1975) dan nilai amonia (Albert
1973):
,
+
,
Nilai pKa =
Suhu +
Nilai amonia =

+

Nilai TAN

pK −pH

9

Analisis Data
Data yang telah diperoleh ditabulasi dan dianalisis menggunakan program
Ms.Excel2010 dan SPSS versi 22. Analisis ragam (ANOVA) dilakukan terhadap
parameter kelangsungan hidup, konversi pakan dan nafsu makan ikan, untuk
menguji apakah perlakuan berpengaruh terhadap parameter uji. Jika terdapat
perbedaan nyata maka dilanjutkan dengan uji Tukey pada taraf uji 5%. Analisis
ragam dilakukan setelah memenuhi persyaratan, yaitu data homogen dan
terdistribusi normal. Analisis deskriptif dengan penyajian gambar atau tabel
dilakukan pada parameter pengamatan organ dalam, gejala klinis, dan kualitas air
untuk memperjelas pembahasan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Kelangsungan Hidup
Kelangsungan hidup sebelum uji tantang (hari ke-1 sampai hari ke-14)
pada semua perlakuan sama yaitu sebesar 100%. Setelah uji tantang (hari ke-15
sampai hari ke-28) kelangsungan hidup tertinggi terdapat pada perlakuan 0,5%
yaitu sebesar 83,33±10,00% dan terendah terdapat pada perlakuan kontrol positif
yaitu sebesar 40±8,66%. Berdasarkan uji lanjut, perlakuan 0,5% berbeda nyata
(P0,05) (Lampiran 3). Kelangsungan hidup ikan
patin sebelum dan sesudah uji tantang dapat dilihat pada Gambar 2.

Kelangsungan Hidup (%)

100,00

100,00 100,00±0,00

100,00±0,00

100,00

100,00

100,00

83,33±2,89

80,00

61,67±5,77

60,00

60,00±8,66

40,00±10,00

40,00
20,00

a

c

a

b

b

0,00
K-

K+

0,5%

1%

2%

Perlakuan
Sebelum uji tantang

Setelah uji tantang

Keterangan: huruf yang sama pada diagram batang ( ) menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05)

Gambar 2 Kelangsungan hidup ikan patin tiap perlakuan sebelum dan sesudah uji
tantang

10

Nafsu Makan Ikan
Nafsu makan ikan tertinggi sebelum uji tantang (hari ke-1 sampai hari ke14) dari perlakuan dosis terdapat pada perlakuan 0,5% yaitu sebesar 4,81±0,07%
dan terendah terdapat pada perlakuan 2% yaitu sebesar 3,34±0,09%. Berdasarkan
uji lanjut, perlakuan 0,5% dan 1% berbeda nyata (P0,05) (Lampiran 4).
Nafsu makan ikan patin tertinggi setelah uji tantang (hari ke-15 sampai
hari ke-28) dari perlakuan dosis terdapat pada perlakuan 0,5% yaitu sebesar
3,37±0,20% dan terendah terdapat pada perlakuan kontrol positif yaitu sebesar
2,64±0,35%. Berdasarkan uji lanjut, semua perlakuan tidak berbeda nyata
(P>0,05), namun berbeda nyata (P0,05)
huruf yang sama pada diagram batang ( ) menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05)

Gambar 3 Nafsu makan ikan patin tiap perlakuan sebelum dan sesudah uji tantang
Konversi Pakan
Konversi pakan tertinggi sebelum uji tantang(hari ke-1 sampai hari ke-14)
terdapat pada perlakuan 2% yaitu sebesar 4,68±0,35 dan terendah terdapat pada
perlakuan kontrol positif yaitu sebesar 4,15±0,31. Berdasarkan uji lanjut, semua
perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05) (Lampiran 6).
Konversi pakan tertinggi setelah uji tantang (hari ke-15 sampai hari ke-28)
dari perlakuan dosis terdapat pada perlakuan 2% yaitu sebesar 1,59±0,39 dan
terendah terdapat pada perlakuan kontrol positif yaitu sebesar 1,34±0,09.
Berdasarkan uji lanjut, semua perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05) (Lampiran
7). Nilai konversi pakan ikan patin sebelum dan sesudah uji tantang dapat dilihat
pada Gambar 4.

11

Konversi Pakan

5,00

4,19±0,49
4,18±0,25

4,46±0,32

4,66±0,07

4,15±0,31

4,68±0,35

4,00
3,00
1,59±0,39

2,00

1,43±0,04

1,34±0,09

1,00

a a

a

b

a

b

1,44±0,05

a b

a b

1%

2%

0,00
K-

K+

0,5%

Perlakuan
Sebelum uji tantang

Setelah uji tantang

Keterangan: huruf yang sama pada diagram batang ( ) menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05)
huruf yang sama pada diagram batang ( ) menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05)

Gambar 4 Konversi pakan ikan patin tiap perlakuan sebelum dan sesudah uji
tantang
Pengamatan Organ Dalam
Pengamatan organ dalam bertujuan untuk mengetahui adanya kelainan
yang terjadi setelah uji tantang pada ikan patin. Organ dalam yang diamati
meliputi; hati, ginjal, empedu, dan limpa. Parameter yang diamati berupa warna
dan morfologinya. Perbedaan morfologi dan warna masing-masing perlakuan
disajikan pada Tabel 6 dan Gambar 5.
Tabel 6 Warna dan morfologi organ dalam ikan patin pada akhir pemeliharaan
Perlakuan
Organ
Hati

KMerah
kecoklatan

K+
Merah kekuningan
dan membengkak

0,5%
Merah
kecoklatan

1%
Merah
kekuningan

2%
Merah
kekuningan

Ginjal

Merah tua
kecoklatan

Merah kekuningan

Merah
kehitaman

Merah
kehitaman

Merah
kehitaman

Limpa

Merah tua

Kuning dan
membengkak

Merah tua

Kekuningan

Kekuningan
dan bengkak

Empedu

Hijau
kebiruan

Hijau kekuningan

Hijau kebiruan

Hijau
kekuningan

Hijau
kekuningan

12

4

4

2

1

3

2

1

3

Kontrol negatif
4

3

Kontrol positif

2

4

1

2

3

1

Perlakuan 0,5%

Perlakuan 1%
2

4

3

1

Perlakuan 2%
Gambar 5 Pengamatan organ dalam ikan patin tiap perlakuan pada akhir
pemeliharaan (keterangan: 1=limpa; 2=ginjal; 3=hati; 4=empedu)
Gejala Klinis dan Penyembuhan Luka
Pengamatan gejala klinis dilakukan dengan metode skoring, yaitu nilainya
didapat melalui pengukuran diameter luka pada ikan uji dengan penyamplingan 3
ekor tiap akuarium. Semakin tinggi nilainya semakin buruk keadaan ikannya.
Pengamatan gejala klinis dilakukan sampai hari ke-14 setelah uji tantang A.
hydrophila. Proses penyembuhan luka dapat terlihat dari mengecilnya diameter
luka. Perubahan diameter luka yang terjadi tiap perlakuan berbeda-beda, serta
lama waktu penutupan yang bervariasi. Pada perlakuan kontrol negatif setelah
dilakukan penyuntikan dengan PBS (0,1 mL/ekor) tidak menunjukkan adanya
kelainan klinis sampai akhir pemeliharaan (Gambar 6).

Gambar 6 Ikan patin kontrol negatif tidak mengalami kelainan klinis sampai akhir
pemeliharaan

13

Gejala klinis yang terjadi pada hari ke-1 pascauji tantang pada perlakuan
kontrol positif berupa radang, nekrosis, dan adanya kematian. Perlakuan 0,5%,
gejala klinis yang terjadi berupa hemoragi, nekrosis, dan adanya kematian.
Perlakuan 1%, gejala klinis yang terjadi berupa hemoragi, nekrosis, dan kematian.
Pada perlakuan 2%, gejala klinis yang terjadi berupa nekrosis, tukak dan adanya
kematian. Perbedaan gejala klinis yang terjadi pada semua perlakuan (K+, 0,5%,
1%, 2% ) pada hari ke-1 pascauji tantang dapat dilihat pada Gambar 7.

a) Kontrol positif (radang & nekrosis)

b) Perlakuan 0,5% (hemoragi & nekrosis)

c)
Perlakuan 1% (nekrosis & tukak)
d) Perlakuan 2% (nekrosis & tukak)
Gambar 7 Pengamatan gejala klinis ikan patin pasacauji tantang pada hari ke-1
Gejala klinis yang terjadi pada hari ke-7 pascauji tantang pada semua
perlakuan berupa tukak. Namun, yang membedakan antar perlakuan adalah besar
kecilnya diameter luka yang terjadi. Perbedaan gejala klinis yang terjadi pada
semua perlakuan (K+, 0,5%, 1%, 2% ) pada hari ke-7 pascauji tantang dapat
dilihat pada Gambar 8.

a) Kontrol positif (tukak)

b) Perlakuan 0,5% (tukak)

d) Perlakuan 2% (tukak)
c) Perlakuan 1% (tukak)
Gambar 8 Pengamatan gejala klinis ikan patin pascauji tantang pada hari ke-7

14

Gejala klinis yang terjadi pada hari ke-14 pascauji tantang pada perlakuan
kontrol positif berupa nekrosis. Pada perlakuan 0,5%, luka mengalami
penyembuhan setelah hari ke-14. Pada perlakuan 1% dan perlakuan 2%, luka yang
terjadi hampir sembuh setelah hari ke-14. Perbedaan gejala klinis yang terjadi
pada semua perlakuan (K+, 0,5%, 1%, 2% ) pada hari ke-14 pascauji tantang
dapat dilihat pada Gambar 9.

a) Kontrol postitif (nekrosis)

b) Perlakuan 0,5% (sembuh)

c) c) Perlakuan 1% (hampir sembuh)
d) d) Perlakuan 2% (hampir sembuh)
Gambar 9 Pengamatan gejala klinis ikan patin pascauji tantang pada hari ke-14
Secara keseluruhan, gejala klinis yang timbul setelah uji tantang bakteri A.
hydrophila berupa nekrosis, hemoragi, tukak dan kematian. Penentuan gejala
klinis ini berdasarkan skoring yang dapat dilihat pada Gambar 10.
Nilai gejala klinis

7
6
5

K-

4

k+

3

0,5%

2

1%

1

2%

0
1

2

3

4

5

6

7

8

9 10 11 12 13 14 15

Hari keGambar 10 Skoring gejala klinis ikan patin tiap perlakuan pascauji tantang
Proses penyembuhan yang ditandai dengan proses penyempitan luka yang
terjadi pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Gambar 11.

15

Diameter rata-rata luka (cm)

3,00
2,50
2,00
K+
1,50

0,5%
1%

1,00

2%
0,50

K-

0,00
1

2

3

4

5

6

7

8

9

10 11 12 13 14

Hari KeGambar 11 Perubahan rata-rata diameter luka ikan patin tiap perlakuan selama 14
hari pascauji tantang
Pada perlakuan kontrol positif, diameter luka yang terjadi semakin
membesar sampai hari ke-3, kemudian mengalami penyempitan dari hari ke-4
sampai hari ke-14. Namun, penyempitan luka ini tidak sampai sembuh total. Pada
perlakuan 0,5%, diameter luka yang terjadi mengalami penyempitan mulai dari
hari ke-2 sampai hari ke-14 yang terus-menerus hingga ikan uji mengalami
penyembuhan total. Pada perlakuan 1% dan 2% diameter luka yang terjadi
mengalami penyempitan dari hari ke hari hingga luka tersebut hampir sembuh.
Secara keseluruhan bahwa jumlah kematian terbanyak terjadi pada hari
pertama pascauji tantang, dengan kematian tertinggi terdapat pada perlakuan
kontrol positif dan kematian terjadi hingga hari ke-7. Jumlah kematian kumulatif
yang terjadi pascauji tantang dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12 Jumlah kematian kumulatif ikan patin yang terjadi pascauji tantang

16

Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian, kontrol negatif tidak terjadi kematian ikan uji
sampai akhir pemeliharaan. Hal ini terjadi karena ikan uji hanya disuntik dengan
PBS. Berdasarkan nilai kelangsungan hidup ikan uji, dapat diketahui, bahwa
semakin tinggi konsentrasi pemberian tepung daun mengkudu semakin rendah
kelangsungan hidupnya. Hal tersebut terjadi diduga karena toksisitas bahan yang
semakin meningkat seiring dengan peningkatan dosis suatu bahan. Daun
mengkudu mengandung bahan aktif berupa alkaloid. Senyawa alkaloid diduga
memiliki efek negatif yaitu dapat bersifat racun bagi ikan. Namun demikian,
alkaloid pada jumlah tertentu dapat bekerja secara sinergis dengan senyawa
lainnya, sehingga tidak bersifat racun bagi ikan (Naim 2004). Peningkatan dosis
setelah dosis tersebut tidak lagi memberikan efek positif tetapi justru sebaliknya.
Bahan aktif seperti alkaloid yang telah terserap oleh tubuh dalam jumlah yang
berlebihan akan dinetralkan kembali oleh tubuh. Implikasinya kerja organ hati
ikan uji akan semakin berat atau bahkan terganggu. Menurut Cipriano et al.
(2001), organ hati sangat berpengaruh pada proses metabolisme. Dengan
demikian tubuh ikan akan menjadi lemas dan sangat mudah terserang oleh infeksi
bakteri A. hydrophila.
Perlakuan 0,5% merupakan dosis yang baik sehingga dapat bekerja dengan
sinergis dalam tubuh ikan uji yang ditunjukkan dengan kelangsungan hidup yang
mencapai 83,33% lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya.
Menurut Naim (2004), alkaloid dapat berfungsi sebagai antibakteri yang dapat
menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif dan Gram negatif serta efektif
membunuh virus. Bahan aktif selain alkaloid menurut Deshmukh et al. (2011) dan
Zoleta et al. (2014) adalah flavonoid, terpenoid. antrakuinon, dan saponin.
Senyawa tersebut diduga sebagai bahan aktif yang berperan sebagai
imunostimulan dan antibakteri.
Perlakuan kontrol positif tanpa diberi tepung daun mengkudu memiliki
kelangsungan hidup yang rendah. Hal ini disebabkan oleh bakteri A. hydrophila
menghasilkan enzim dan toksin yang dikenal dengan produk ekstraseluler (extra
cellular product, ECP) yang mengandung sedikitnya aktivitas hemolisis dan
protease yang merupakan penyebab patogenisitas pada ikan (Angka 2005).
Dengan demikian, ECP menyebabkan kematian yang tinggi karena sistem imun
ikan yang lemah.
Pada penelitian ini pemberian dosis 0,5% merupakan dosis yang paling baik
yang ditunjukkan dengan nafsu makan yang lebih tinggi dibandingkan dengan
perlakuan lain. Menurut Suprapto (2006), flavonoid dapat merangsang sistem
imun dengan cara mengirimkan sinyal secara intraseluler pada reseptor sel
sehingga sel bekerja lebih optimal. Peningkatan laju metabolisme akan
meningkatkan pembentukkan sel makrofag yang berfungsi sebagai sel fagositik,
sehingga sistem imun akan bekerja lebih baik.
Laju metabolisme yang tinggi mengakibatkan laju pengosongan lambung
pada ikan lebih cepat, yang selanjutnya akan meningkatkan nafsu makan ikan.
Setelah uji tantang, nafsu makan ikan tidak berbeda nyata antar perlakuan
(P>0,05). Hal ini terjadi karena setelah uji tantang semua perlakuan hanya diberi
pakan komersial saja tanpa campuran tepung daun mengkudu. Nafsu makan ikan
semakin menurun seiring dengan meningkatnya dosis pemberian daun mengkudu,

17

terutama pada perlakuan 2%. Senyawa alkaloid yang bersifat racun yang masuk
ke dalam tubuh akan dinetralkan oleh hati. Peningkatan senyawa alkaloid akan
menyebabkan kerja hati semakin berat dan terganggu (Cipriano et al. 2001). Hal
ini akan mengganggu fungsi fisiologis ikan yang akhirnya berdampak penurunan
nafsu makan ikan.
Konversi pakan ikan uji sebelum dan sesudah uji tantang tidak berbeda
nyata antar perlakuan (P>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian tepung
daun mengkudu dengan dosis 0,5%, 1% dan 2% tidak mempengaruhi kualitas
pakan tiap perlakuan. Menurut NRC (1993), besar kecilnya rasio konversi pakan
dipengaruhi oleh beberapa faktor tetapi yang terpenting adalah kualitas dan
kuantitas pakan, spesies, ukuran dan kualitas air. Besar kecilnya rasio konversi
pakan ini sangat menentukan efektivitas pakan tersebut.
Berdasarkan pengamatan kondisi organ dalam, terdapat perbedaan antara
ikan yang disuntik dengan PBS dengan ikan uji yang disuntik A. hydrophila. Pada
perlakuan kontrol negatif tidak menunjukkan adanya kelainan organ dalam. Pada
perlakuan 0,5% terlihat bahwa hampir sama dengan perlakuan kontrol negatif,
hanya saja ginjal berwarna merah kehitaman. Hal ini terjadi karena organ ginjal
merupakan organ yang berperan sebagai penyaring (filter) beberapa bahan
buangan sisa metabolisme yang terdapat dalam darah. Menurut Taufik (2001),
patogen A. hydrophila selain memakan dan merusak jaringan organ tubuh juga
mengeluarkan toksin yang disebarkan ke seluruh tubuh melalui aliran darah. Oleh
karena itu, ginjal berwarna merah kehitaman karena telah menyaring buangan sisa
metabolisme dalam darah yang tercemar oleh toksin bakteri A. hydrophila.
Pada perlakuan 1% dan 2% warna organ dalam hampir sama hanya saja
limpa memgalami pembengkakkan pada perlakuan 2%. Limpa merupakan organ
yang berperan dalam pemecahan eritrosit tua dan membentuk sel darah baru
(Abdullah 2008). Perubahan organ limpa pada perlakuan ini disebabkan oleh
meningkatnya jumlah pigmen dan hemosiderin pada limpa. Peningkatan tersebut
disebabkan oleh aktivitas toksin bakteri yaitu adanya enzim hemolisin yang
mampu melisiskan sel darah merah dan membebaskan hemoglobinnya (Angka
2005). Perlakuan 1% dan 2% memiliki empedu yang berwarna hijau kekuningan
dan pembengkakkan pada perlakuan kontrol positif. Perubahan warna empedu
menjadi kekuningan disebabkan oleh adanya gangguan pada organ hati, sehingga
pembongkaran eritrosit menjadi hemin, Fe dan globin menjadi terhambat. Dengan
demikian, produksi hemin sebagai zat asal warna empedu menjadi menurun
(Hafsah 1994).
Perubahan morfologi dan warna pada perlakuan kontrol positif, secara
umum disebabkan oleh adanya infeksi A. hydrophila. Hal ini terjadi karena sistem
imun yang lemah karena tidak diberi pakan imunostimulan yang dapat
merangsang sistem imunitasnya. Selain itu, dengan adanya infeksi bakteri
mengakibatkan rendahnya nafsu makan karena adanya kerusakan organ dalam
berupa pembengkakkan pada hati, dan limpa. Hal ini senada dengan pernyataan
Taufik (1984) dan Kabata (1985), bahwa respons makan rendah merupakan salah
satu gejala infeksi bakteri A. hydrophila. Salah satu organ target infeksi A.
hydrophila adalah organ hati yang dapat mengakibatkan pendarahan pada organ
tersebut. Menurut Cipriano et al. (2001), organ hati sangat berpengaruh pada
proses metabolisme. Hati merupakan pusat metabolisme tubuh dan tempat
penyimpanan glikogen dan lemak, serta emulsifikator lemak. Oleh karena itu,

18

adanya infeksi bakteri A. hydrophila dapat mengakibatkan terganggunya proses
metabolisme tubuh dan akhirnya ikan mengalami kematian.
Secara keseluruhan dari hasil pemeriksaan organ dalam, ikan uji perlakuan
0,5% memberikan hasil yang baik yaitu hampir sama dengan kontrol negatif. Hal
ini menunjukkan bahwa pemberian tepung daun mengkudu pada pakan ikan uji
mampu mempercepat regenerasi sel-sel yang rusak dan meningkatkan mekanisme
respons imun ikan, baik seluler maupun humoral yang merupakan komponen
penting dalam sistem pertahanan tubuh terhadap infeksi. Kondisi fisiologis
homeostasis tubuh terkendali dan meningkatkan hemostasis saat terjadi luka.
Secara umum, gejala klinis yang terjadi pascauji tantang adalah radang,
hemoragi, nekrosis, tukak dan adanya kematian. Pada perlakuan kontrol negatif
setelah dilakukan penyuntikan dengan PBS (0,1 mL/ekor) tidak menunjukkan
adanya kelainan klinis sampai akhir pemeliharaan. Pada perlakuan kontrol positif
mengalami kelainan seperti radang, hemoragi, nekrosis, tukak dan kematian.
Peradangan terjadi di daerah sekitar masuknya patogen. Kelainan ini terjadi
karena adanya patogen yang masuk ke dalam tubuh inang dan menyebabkan
infeksi. Pada dasarnya reaksi peradangan meliputi tiga tahap, yaitu terjadinya
peningkatan suplai darah ke daerah sekitar luka atau infeksi, bertambahnya sifat
permeabilitas pipa kapiler darah, serta terjadinya proses migrasi leukosit yang
keluar dari kapiler dan masuk ke dalam jaringan secara merata (Suzuki 1992).
Pada penelitian ini setelah mengalami radang pascapenyuntikan A.
hydrophila, kemudian berkembang menjadi hemoragi. Patogen A. hydrophila
mendegradasi jaringan organ tubuh serta mengeluarkan toksik yang disebarkan ke
seluruh tubuh melalui aliran darah sehingga menimbulkan warna kemerahan pada
tubuh ikan. Infeksi A. hydrophila berkembang cepat dalam waktu 24 jam setelah
infeksi, sehingga banyak ikan uji yang mengalami gejala tukak dan akhirnya
mengalami kematian. Tingginya kematian pada perlakuan kontrol positif ini
karena tidak diberi pakan yang mengandung bahan imunostimulan yang dapat
merangsang sistem imunitasnya.
Menurut Angka (2005), gejala klinis ini terjadi karena adany

Dokumen yang terkait

Sifat Antirayap Ekstrak Biji Mengkudu (Morinda citrifolia Linn.) Terhadap Rayap Tanah (Macrotermes gilvus Hagen)

5 71 66

Pengaruh Ekstrak Buah Morinda Citrifolia Linn Terhadap Kualitas, Kuantitas Sperma Dan Kadar Malondialdehyde Testis Tikus Wistar Diabetes Mellitus

4 79 95

Pengaruh Penambahan Sari Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L) Terhadap Bilangan Peroksida, Bilanagan Iodin Dan Bilangan Asam Dari Minyak Goreng Bekas

7 102 50

PENGARUH PENAMBAHAN VITAMIN C PADA PAKAN BUATAN TERHADAP IMUNITAS IKAN PATIN (Pangasianodon hyphopthalmus) YANG DIINFEKSI DENGAN Aeromonas hydrophila

9 53 50

EFEKTIVITAS ESTRAK DAUN KETAPANG (Terminalia cattapa L.) UNTUK PENGOBATAN INFEKSI BAKTERI Aeromonas salmonicida PADA IKAN PATIN (Pangasioniodon hypophthalmus)

0 11 6

Pemanfaatan Ekstrak Daun Ketapang Terminalia cattapa Untuk Pencegahan Dan Pengobatan Ikan Patin Pangasionodon hypophthalmus Yang Terinfeksi aeromonas hydrophila

0 5 16

Efektivitas Penambahan Simplisia Daun Sirih Piper betle pada Pakan Ikan Patin Pangasianodon hypophthalmus Terhadap Infeksi Aeromonas hydrophila

0 9 49

Pemberian Mikrokapsul Probiotik Bacillus Sp. Np5 Dan Prebiotik Mannanoligosakarida Untuk Pencegahan Infeksi Aeromonas Hydrophila Pada Ikan Patin (Pangasianodon Hypophthalmus).

2 9 39

Penambahan Tepung Daun Binahong Anredera Cordifolia (Ten) Steenis Dalam Pakan Untuk Pencegahan Infeksi Aeromonas Hydrophila Pada Ikan Lele

0 8 35

Efektivitas Ekstrak Dan Tepung Daun Kayu Manis Sebagai Pencegahan Infeksi Aeromonas Hydrophila Pada Ikan Patin Pangasianodon Hypophthalmus

4 16 52