Pengaruh Trass dan SP36 pada Produksi Padi Sawah serta Perubahan Sifat Kimia Latosol Gunung Sindur yang Disawahkan

PENGARUH TRASS DAN SP36 PADA PRODUKSI PADI
SERTA PERUBAHAN SIFAT KIMIA
LATOSOL GUNUNG SINDUR YANG DISAWAHKAN

SUCI LEOWATI

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Trass dan
SP36 pada Produksi Padi serta Perubahan Sifat Kimia Latosol Gunung Sindur
yang Disawahkan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2014
Suci Leowati
NIM A14090010

ABSTRAK
SUCI LEOWATI. Pengaruh Trass dan SP36 pada Produksi Padi Sawah serta
Perubahan Sifat Kimia Latosol Gunung Sindur yang Disawahkan. Dibimbing oleh
BUDI NUGROHO dan LILIK TRI INDRIYATI.

Peningkatan kebutuhan pangan mendorong pemanfaatan lahan masam
terlapuk lanjut untuk lahan pertanian. Latosol merupakan salah satu tanah masam
dengan kandungan hara rendah, termasuk silikon dan fosfor, yang berpeluang
untuk digunakan sebagai lahan sawah. Padi sebagai tanaman akumulator Si
membutuhkan silikon dalam jumlah yang besar, sedangkan fosfor telah lama
diketahui berperan dalam proses transfer energi pada proses metabolisme
tanaman. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh perlakuan Trass dan SP36
terhadap produksi, serapan dan kadar hara padi, serta perubahan Si dan P-tersedia
pada tanah Latosol Gunung Sindur yang disawahkan. Percobaan menggunakan

rancangan acak lengkap yang terdiri atas 36 satuan percobaan dari 12 perlakuan
dan tiga ulangan. Trass sebagai sumber Si diberikan dalam empat dosis, yaitu
tanpa Trass, 105 g/pot, 210 g/pot, dan 315 g/pot. SP36 sebagai sumber P
diberikan dalam tiga dosis, yaitu tanpa SP36, 4.5 g/pot dan 9 g/pot. Penelitian
dimulai dengan inkubasi bahan tanah yang sudah diperlakukan dengan Trass dan
SP36 sesuai dosis selama satu bulan. Setelah inkubasi berakhir setiap pot ditanami
empat bibit padi. Panen dilakukan saat tanaman berumur 13 minggu, selanjutnya
dilakukan analisis jaringan tanaman dan tanah setelah percobaan. Hasil penelitian
menunjukkan perlakuan SP36 nyata meningkatkan tinggi tanaman, jumlah anakan
dan bobot jerami, kadar dan serapan Si, K, P dan N pada jaringan padi. Perlakuan
Trass meningkatkan tinggi tanaman, pH tanah, dan P-tersedia. Kombinasi
perlakuan Trass dan SP36 nyata meningkatkan Si-tersedia tanah dan kadar Si
padi. Peningkatan P dan Si-tersedia dalam tanah meningkatkan serapan P dan Si
padi, sehingga pertumbuhan tanaman membaik.
Kata kunci: fosfor, latosol, silikon, trass

ABSTRACT
SUCI LEOWATI. The Effect of Trass and SP36 on Rice Yield and Paddy Soil
Chemical Properties of Latosol Gunung Sindur. Supervised by BUDI NUGROHO
and LILIK TRI INDRIYATI.


The increase of food requirements was followed by the use of weathered
soil for agricultural land. Latosol is one of wheatered and poor acid soils,
including silicon and phosphorus, which is likely to be used as paddy fields.
Paddy as Si accumulator plants require huge silicon, whereas phosphorus plays an
important role in energy transfer of plant metabolic processes. This study aims to
determine the effect of Trass and SP36 on yield, nutrient uptake of paddy, also
chemical changes on paddy soil of Latosol Gunung Sindur. Completely
randomized design was used in greenhouse experiment. Trass as a source of Si
was applied in four dosages, ie without Trass, 105 g/pot, 210 g/pot, and 315 g/pot.
SP36 as a source of P was applied in three dosages, ie without SP36, 4.5 g/pot and
9 g/pot. First, Trass and SP36 at appropriate dosage was applied in trial pot and
being incubated for a month. At the end of the incubation period every pot was
planted with four rice seedlings. Harvesting was done when the plant age about 13
weeks, after that experimented plant tissue and soil was been analysed. The trials
showed SP36 significantly increased plant height, number of tillers, straw weight,
uptake of Si, K, P, and N of paddy. Trass significantly increased plant height, soil
pH, and soil available P. Trass and SP36 together significantly increased available
of Si and Si content in plant tissue. The increase of available P and Si in soil
increased the uptake of P and Si of paddy, thus improved the growth.

Keywords: latosol, phosphor, silicon, trass

PENGARUH TRASS DAN SP36 PADA PRODUKSI PADI
SERTA PERUBAHAN SIFAT KIMIA
LATOSOL GUNUNG SINDUR YANG DISAWAHKAN

SUCI LEOWATI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014


Judul Skripsi
Nama
NIM

: Pengaruh Trass dan SP36 pada Produksi Padi Sawah serta
Perubahan Sifat Kimia Latosol Gunung Sindur yang Disawahkan
: Suci Leowati
: A14090010

Disetujui oleh

Dr Ir Budi Nugroho, M.Si
Pembimbing I

Dr Ir Lilik Tri Indriyati, M.Sc
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Baba Barus, M.Sc

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam tidak
lupa pula penulis haturkan ke hadirat Nabi Muhammad SAW sebagai utusan-Nya
dan suri tauladan yang baik. Penelitian yang dilaksanakan sejak Februari hingga
Oktober 2013 ini memiliki tema pengaruh kombinasi Trass dan pupuk fosfor pada
padi sawah, dengan judul Pengaruh Trass dan SP36 pada Produksi Padi Sawah
serta Perubahan Sifat Kimia Latosol Gunung Sindur yang Disawahkan. Terima
kasih penulis ucapkan kepada:
1. Dr Ir Budi Nugroho, M.Si selaku pembimbing utama dan Dr Ir Lilik Tri
Indriyati, M.Sc selaku pembimbing kedua yang telah banyak memberi arahan
dan bimbingan hingga skripsi ini selesai.
2. Dr Ir Atang Sutandi, M.Si selaku dosen penguji skripsi, atas saran dan kritik
sehingga penulis dapat melakukan perbaikan pada tulisan ini.
3. Ibu, Bapak, kedua adik, dan seluruh anggota keluarga atas segala doa,
dukungan dan kasih sayangnya.

4. Para pegawai Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu
Tanah dan Sumberdaya Lahan.
5. Penjaga Kebun Percobaan Cikabayan.
6. Pustakawan.
7. Rani, Wida, Wal, Pradhita serta rekan-rekan MSL 46 untuk kebersamaan dan
dukungannya.
8. Hendra Saputra dan rekan-rekan dari Komunitas Biola Madani yang selalu
meluangkan waktu, mendukung dan memberi motivasi kepada penulis.
9. Semua pihak terkait yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat kelulusan dari Departemen Ilmu
Tanah dan sumberdaya lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyadari dalam penyelesaian skripsi ini diiringi keterbatasan
kemampuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan pengalaman penulis. Maka dari
itu, penulis menerima dengan terbuka koreksi, kritik dan saran untuk perbaikan
kedepannya. Semoga skripsi ini bermanfaat untuk kita semua, Amin.

Bogor, Mei 2014
Suci Leowati

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1


Tujuan Penelitian

1

TINJAUAN PUSTAKA

2

Latosol

2

Karakteristik Fosfor dalam Tanah dan Tanaman

2

Silikon

3


Trass Sebagai Bahan Amelioran

4

Padi
METODE

4
5

Tempat dan Waktu Penelitian

5

Bahan

5

Alat


5

Rancangan Perlakuan dan Percobaan

5

Pelaksanaan

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

8

Hasil Analisis Tanah Awal

8

Pertumbuhan dan Produksi Padi

9

Perubahan Sifat Kimia Tanah

11

Kadar dan Serapan Hara Padi

14

SIMPULAN DAN SARAN

17

Simpulan

17

Saran

17

DAFTAR PUSTAKA

17

LAMPIRAN

20

RIWAYAT HIDUP

29

DAFTAR TABEL
1 Rancangan perlakuan dosis trass, SP36 dan pupuk dasar yang dicobakan
2 Sifat kimia dan fisik Latosol Gunung Sindur
3 Pengaruh pemberian Trass dan SP36 terhadap jumlah anakan saat 13 MST
dan bobot jerami kering
4 Pengaruh pemberian Trass dan SP36 terhadap kadar Si dan K jerami padi
5 Pengaruh pemberian Trass dan SP36 terhadap serapan P dan N padi

6
8
10
15
16

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5

Pengaruh pemberian Trass dan SP36 terhadap tinggi padi saat 10 MST
Pengaruh pemberian Trass dan SP36 terhadap pH tanah
Pengaruh pemberian Trass dan SP36 terhadap P-tersedia tanah
Pengaruh pemberian Trass dan SP36 terhadap Si-tersedia tanah
Pengaruh kombinasi perlakuan Trass dan SP36 terhadap Si-tersedia tanah

9
11
12
13
14

DAFTAR LAMPIRAN
6 Kriteria penilaian sifat kimia tanah (PPT, 1983)
7 Sifat kimia Trass Desa Cibungbulang, Kecamatan Ciampea, Kabupaten
Bogor, Jawa Barat
8 Pengaruh pemberian Trass dan SP36 terhadap tinggi tanaman
padi saat 10 MST
9 Pengaruh pemberian Trass dan SP36 terhadap jumlah anakan
padi saat 13 MST
10 Pengaruh pemberian Trass dan SP36 terhadap bobot jerami kering
11 Pengaruh pemberian Trass dan SP36 terhadap pH tanah
12 Pengaruh pemberian Trass dan SP36 terhadap P-tersedia pada tanah
13 Pengaruh pemberian Trass dan SP36 terhadap Si-tersedia tanah
14 Pengaruh pemberian Trass dan SP36 terhadap serapan P jerami padi
15 Pengaruh pemberian Trass dan SP36 terhadap serapan N jerami padi
16 Pengaruh pemberian Trass dan SP36 terhadap kadar Si-total jerami padi
17 Pengaruh pemberian Trass dan SP36 terhadap kadar K-total jerami padi
18 Daftar sidik ragam pengaruh pemberian Trass dan SP36 terhadap
produktifitas padi dan sifat kimia tanah
19 Daftar sidik ragam pengaruh pemberian Trass dan SP36 terhadap serapan
dan kadar hara padi
20 Perlakuan padi di rumah kaca
21 Pengaruh pemberian Trass dan SP36 terhadap tinggi tanaman padi saat
10 MST
22 Perbandingan perlakuan Trass, SP36 dan kombinasi Trass dengan SP36

20
20
21
21
22
22
23
23
24
24
25
25
26
27
28
28
28

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Beras merupakan bahan pangan sumber karbohidrat yang dikonsumsi
hampir seluruh penduduk Indonesia. Pemenuhan kebutuhan beras merupakan
tantangan yang harus dihadapi seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan
konversi lahan pertanian ke non pertanian. Usaha ekstensifikasi dan intensifikasi
merupakan pilihan yang harus dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan pangan.
Hady (2013) mengemukakan bahwa Latosol Gunung Sindur memungkinkan
untuk ditanami padi gogo, namun demikian produktivitasnya rendah, sehingga
perlu diteliti produktivitasnya apabila Latosol Gunung Sindur disawahkan.
Latosol Gunung Sindur merupakan tanah dengan pelapukan lanjut. Selama proses
pelapukan, silikon (Si) merupakan komponen utama yang mengalami perubahan,
tersintess menjadi mineral sekunder atau keluar dari sistem tanah (Tisdale et al.
1985). Proses tersebut dikenal sebagai desilikasi (Tan 1982). Oleh karena itu
tanah dengan pelapukan lanjut seperti Latosol Gunung Sindur mempunyai
kandungan hara yang rendah termasuk Si dan P-tersedia. Salah satu penyebab
rendahnya ketersediaan P pada tanah ini adalah fiksasi oleh liat dan ion-ion Al
maupun Fe oksida.
Fosfor memiliki peran utama untuk menyimpan dan memindahkan energi
(transfer energi), seperti ATP dan ADP (Hardjowigeno 2010). Jika P-tersedia
dalam larutan tanah rendah, maka jumlah fosfor yang diserap tanaman sedikit,
sehingga pertumbuhan tanaman terhambat. Selain itu fosfor juga berperan dalam
pembelahan sel, pembentukan albumin, pembentukan bunga, buah dan biji,
mempercepat pematangan, serta perkembangan akar (Hardjowigeno 2010).
Kemampuan tanah memfiksasi P dapat dikurangi dengan cara pemberian
amelioran seperti Si. Salah satu bahan alam yang banyak mengandung unsur Si
adalah Trass, sehingga Trass berpeluang untuk dimanfaatkan sebagai pupuk Si.
Bahan tersebut umumnya dimanfaatkan penduduk lokal untuk pembuatan semen
dan batako. Menurut Silva (1971) mekanisme Si meningkatkan ketersediaan P
bagi tanaman adalah melalui penggantian anion-anion P oleh anion-anion Si pada
permukaan komplek jerapan. Padi sebagai tanaman akumulator Si membutuhkan
silikon jauh lebih banyak dari unsur hara makro seperti N, P, dan K. Umumnya
pengaruh Si pada tanaman dapat menguatkan jaringan epidermis. Tanaman yang
diberi tambahan Si menunjukkan lapisan kutikula yang lebih tebal, daun-daun
lebih tegak dan luas daun bertambah, sehingga kapasitas fotosintesis meningkat
(Tjondronegoro 1978). Kandungan Si yang cukup juga menambah daya tahan
tanaman terhadap penyakit dan hama tertentu.

Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pengaruh Trass dan SP36 terhadap produksi, serapan, dan kadar
hara padi.
2. Mengetahui pengaruh Trass danS P36 terhadap sifat kimia Latosol Gunung
Sindur yang disawahkan.

2

TINJAUAN PUSTAKA

Latosol
Secara umum Latosol dapat digambarkan sebagai tanah berkadar liat lebih
dari 60%, struktur remah sampai gumpal, gembur, warna tanah seragam dengan
batas-batas horizon yang kabur, solum dalam (lebih dari 150 cm), kejenuhan basa
(KB) kurang dari 50%, serta umumnya memiliki horizon umbrik dan kambik
(Hardjowigeno 2010). Tanah ini memiliki kandungan mineral primer, unsur hara
dan kandungan bahan organik yang rendah serta memiliki pH antara 4.5-5.5.
Soepardi (1983) menyatakan bahwa dalam proses pembentukan Latosol
pencucian silikat terus terjadi, sedangkan besi, aluminium dan mangan
diendapkan sehingga terbentuk bahan berwarna merah atau kuning yang kaya
akumulasi seskuioksida dan minim kandungan silikat.

Karakteristik Fosfor dalam Tanah dan Tanaman
Fosfor merupakan hara makro dan esensial bagi pertumbuhan tanaman.
Soepardi (1983) mengatakan bahwa jumlah total fosfor tanah mineral sebanding
dengan nitrogen dan jauh lebih sedikit dari pada kalium, kalsium, maupun
magnesium. Masalah terpenting dari fosfor ialah tidak semua fosfor tanah tersedia
bagi tanaman. Fosfor juga dapat diikat sebagai anion yang dapat ditukar dan dapat
terikat dalam bentuk-bentuk yang tidak dapat diserap tanaman meskipun kondisi
tanah baik.
Mobilitas hara P dalam tanah sangat rendah karena reaksi dengan komponen
tanah maupun dengan ion-ion logam seperti Ca, Al, Fe dan membentuk senyawa
dengan tingkat kelarutan berbeda-beda. Reaksi tanah (pH) memegang peranan
sangat penting dalam mobilitas unsur ini (Leiwakabessy dan Sutandi 2004).
Fosfor dalam tanah secara umum dikelaskan menjadi fosfor organik dan
anorganik. Fosfor organik dapat ditemukan pada humus, sedangkan fosfor
anorganik ditemukan setelah berkombinasi dengan Fe, Al dan Ca. Fosfor diserap
tanaman dalam bentuk ion orthofosfat primer (H 2 PO 4 -) dan sebagian kecil ion
orthofosfat sekunder (HPO 4 2-). Pada pH rendah serapan fosfor dominan dalam
bentuk H 2 PO 4 -, sedangkan pada Ph yang lebih tinggi serapan fosfor dominan
dalam bentuk HPO 4 2-. Pada kisaran pH netral serapan dapat berupa H 2 PO 4 - dan
HPO 4 2- (Hanafiah 2007). Soepardi (1983) menyatakan bahwa bentuk fosfor
organik dan anorganik dijumpai di dalam tanah dan keduanya merupakan sumber
P penting bagi tanaman.
Peran kunci P di dalam tanaman adalah menyimpan dan memindahkan
energi (transfer energi), seperti ATP dan ADP. Selain itu P juga berperan dalam
pembelahan sel, pembentukan albumin, pembentukan bunga, buah dan biji,
mempercepat pematangan, memperkuat batang agar tidak mudah roboh,
perkembangan akar, membuat tanaman tahan terhadap penyakit, serta
mengoptimalkan
metabolisme
karbohidrat
dalam
jaringan
tanaman
(Hardjowigeno 2010).

3
Silikon
Silikon merupakan salah satu unsur golongan IVA yang merupakan unsur
semi logam. Silika biasanya dinyatakan sebagai silikon dioksida (SiO 2 ), yaitu
senyawa kimia yang terbentuk dari atom silikon dan oksigen. Silikat adalah
bentuk mineral dari silika atau senyawa silika yang bereaksi dengan unsur lain
(Snyder et al. 2006). Silikon merupakan elemen kedua terbanyak di kerak bumi,
yaitu sekitar 28%. Keberadaan silikon di dalam tanah berkisar antara 23-35% dari
bobot tanah, kecuali tanah berpasir bisa mengandung sampai 40% (Yukamgo dan
Nasih 2007; Acosta et al. 2010). Tanah-tanah di daerah tropika yang sudah
terlapuk lanjut hanya mengandung silikon sekitar 9% karena terjadinya pencucian
silikat yang tinggi. Sumber silikon terbesar dalam tanah berasal dari mineral Si
primer dan sekunder, pada umumnya dalam bentuk kuarsa (SiO 2 ), kandungannya
mencapai 95% dalam fraksi pasir dan debu (Havlin et al.2005).
Silikon terdapat dalam bentuk H 4 SiO 4 atau [Si(OH) 4 ] dalam larutan tanah
dengan pH normal. Bila larutan tanah ber-pH di atas 8.5 silikon dijumpai dalam
bentuk ion H 3 SiO 4 - yang secara signifikan menyumbangkan total silicon dalam
larutan tanah. Ketersediaan H 4 SiO 4 (asam monosilika) dalam larutan tanah
sebagian besar dikendalikan oleh pH dan tergantung reaksi jerapan. Silikon
merupakan unsur yang inert (sangat tidak larut) sehingga sering dianggap tidak
memiliki arti penting bagi proses-proses biokimia dan kimia. Selain itu, karena
jumlahnya yang melimpah dalam tanah peran Si seringkali tidak terlalu
diperhatikan atau bahkan tidak teramati (Yukamgo dan Nasih 2007).
Tisdale et al. (1985) mengungkapkan faktor yang mempengaruhi kadar Si
dan perubahannya dalam tanah dan tanaman yaitu jumlahnya dalam tanah yang
dipengaruhi oksidasi Fe dan Al, serapan tanaman, penggenangan, penambahan
pupuk Si, dan jenis tanaman. Peningkatan jumlah oksidasi Fe dan Al akan
menurunkan Si dalam larutan dan serapan oleh tanaman. Pada jaringan padi
kandungan Si umumnya sebesar 4.6-7%.
Umumnya, pengaruh Si pada tanaman dapat menguatkan jaringan
epidermis. Tanaman yang diberi tambahan Si menunjukkan lapisan kutikula yang
lebih tebal, daun-daun lebih tegak dan luas daun bertambah, sehingga kapasitas
fotosintesis meningkat (Tjondronegoro, 1978). Yoshida (1981) dan Nakata et al.
(2008) menambahkan bahwa peningkatan serapan Si pada padi bermanfaat untuk
melindungi tanaman dari serangan hama dan penyakit, mengurangi kehilangan air
akibat transpirasi, meningkatkan toleransi tanaman terhadap berkurangnya
tekanan osmotik potensial pada perakaran medium, meningkatkan kekuatan
oksidasi akar padi dan menurunkan kelebihan serapan Fe dan Mn. Li-Yuan et al.
(2006) menyatakan bahwa silikon merupakan beneficial element bagi beberapa
tanaman, termasuk padi. Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa aplikasi
pupuk silikat secara signifikan meningkatkan produksi padi dibandingkan tanpa
aplikasi pupuk tersebut.
Pengaruh menguntungkan dari penambahan Si dijumpai pada beberapa
tanaman, terutama dari jenis Graminae dan banyak dikaitkan dengan ketersediaan
fosfat dalam tanah. Silikon diduga dapat menurunkan fiksasi P. Menurut Silva
(1971) dalam Budi N. (2009) mekanismenya adalah proses penggantian anionanion P oleh anion-anion Si pada permukaan komplek jerapan sehingga lebih
banyak ion P tersedia bagi tanaman. Fosfor yang terfiksasi pada permukaan

4
komplek jerapan digantikan oleh Si. Persamaan reaksi pergantian ion Si dengan P
adalah sebagai berikut (Matichenkov dan Calvert 2002):
CaHPO 4 + Si(OH) 4 → CaSiO 3 + H 2 O + H 3 PO 4
2Al(H 2 PO 4 ) 3 + 2Si(OH) 4 + 5H+→ Al 2 Si 2 O 5 + 5H 3 PO 4 +5H 2 O
2FePO 4 + Si(OH) 4 +2H+→ Fe 2 SiO 4 + 2H 3 PO 4
Trass sebagai Bahan Amelioran
Bahan amelioran merupakan bahan yang dapat memperbaiki sifat kimia,
biologi, dan fisik tanah bila ditambahkan ke dalam tanah (Soepardi 1983). Salah
satu bahan amelioran yang umum digunakan adalah kapur pertanian. Tisdale et al.
(1985) menyebutkan bahwa kalsium oksida (CaO), kalsium hidroksida
(Ca(OH) 2 ), kalsium dan kalsium magnesium karbonat (CaMg(CO 3 ) 2 ), serta slag
merupakan beberapa bahan yang dapat digunakan sebagai bahan pengapuran.
Bahan pengapuran haruslah mengandung kation yang dapat menekan aktivitas H+
dan Al dalam larutan tanah. Kation-kation yang cocok untuk hal tersebut adalah
Ca dan Mg yang bersenyawa dengan asam lemah seperti karbonat dan senyawa
basa seperti oksida dan hidroksida sehingga memiliki keuntungan tidak
meninggalkan residu terhadap tanah (Soepardi 1983).
Selain sumber bahan pengapuran yang telah disebutkan di atas, Trass juga
dapat dikategorikan sebagai bahan amelioran karena mengandung kalsium dan
silikat yang dapat meningkatkan kadar Si dalam tanah. Menurut Van Bemmelen
(1949), Trass alami umumnya terbentuk dari tufa volkanik yang berisi partikelpartikel dari debu. Hariyanto et al. (2009) menambahkan bahwa Trass adalah
bahan hasil letusan gunung api, berbutir halus yang mengandung oksida silika
(SiO 2 ) yang telah mengalami pelapukan hingga derajat tertentu. Beberapa wilayah
di Indonesia yang memiliki cadangan Trass adalah Nagrek (kandungan SiO 2
62.85% berat), Gunung Muria (kandungan SiO 2 50.13% berat), Kulon Progo
(kandungan SiO 2 29.94% berat), Bogor, dan Sukabumi. Trass berwarna putih
kekuningan sampai coklat dan abu-abu. Trass dimanfaatkan untuk bahan
campuran pembuatan batako, bata merah, genteng, tanah urug, bahan baku semen
puzzolan dan semen portland puzzolan (http://www.dpesdmkabsukabumi.com).

Padi
Padi (Oryza sativa L.) termasuk tanaman keluarga rumput-rumputan,
Graminae. Sebagai bagian dari Graminae, padi mengambil Si dalam jumlah yang
tidak sedikit, sehingga termasuk dalam kelompok tanaman akumulator Si, yaitu
tanaman yang kandungan Si-nya lebih banyak dari pada Si yang diserap.
Salah satu varietas padi sawah yang umum digunakan dan produktivitasnya
tinggi adalah Ciherang. Balai Penelitian Tanaman Padi (2009) mendeskripsikan
padi varietas Ciherang memiliki umur tanam 116-125 hari dengan tinggi tanaman
maksimum 107-125 cm dan jumlah anakan produktif 14-17 batang. Padi varietas
Ciherang juga tahan terhadap wereng coklat biotipe 2, agak tahan terhadap biotipe
3, dan tahan terhadap hawar daun bakteri strain II dan IV.

5

METODE

Tempat dan waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kampus IPB Dramaga, Bogor. Percobaan rumah
kaca dilakukan di Kebun Percobaan Cikabayan IPB. Analisis tanah dan tanaman
dilakukan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah
dan Sumberdaya Lahan IPB. Penelitian berlangsung selama bulan Februari hingga
Oktober 2013.

Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian meliputi bahan tanah dari
Gunung Sindur, Trass yang diambil dari Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor,
SP36 dan pupuk dasar (Urea dan KCl). Selain itu digunakan juga padi varietas
Ciherang dan bahan-bahan kimia untuk analisis di laboratorium.

Alat
Peralatan yang digunakan di rumah kaca meliputi pot, cangkul, plastik, hand
sprayer, timbangan, kertas label, dan kamera. Analisis tanah dan tanaman di
laboratorium digunakan destilator, labu kjeldahl, oven, tanur, waterbath, spectro
photometer, dan flamephotometer.

Rancangan Perlakuan dan Percobaan
Percobaan pot ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) faktorial
dengan 12 perlakuan dan tiga ulangan sehingga terdapat 36 satuan percobaan.
Sebagai faktor pertama, yaitu Trass sebagai sumber Si dengan daya netralisasi
94.88% diberikan dalam empat dosis yaitu tanpa Trass (T0,) 1 x Al-dd (T1), 2 x
Al-dd (T2), dan 3 x Al-dd (T3) sehingga dosis Trass yang diberikan adalah 0
ton/ha (T0), 105 g Trass/pot (30 ton Trass/ha, T1), 210 g Trass/pot (60 ton
Trass/ha, T2), dan 315 g Trass/pot (90 ton Trass/ha, T3). Pupuk SP36 sebagai
sumber P yang merupakan faktor kedua diberikan dalam 3 dosis, yaitu tanpa SP36
(P0), 4.5 g SP36/pot (1.27 ton SP36/ha, P1) dan 9 g SP36/pot (2.55 ton SP36/ha,
P2). Keseluruhan perlakuan yang dicobakan dapat dilihat pada Tabel 1.

6
Tabel 1 Rancangan perlakuan dosis Trass, SP36 dan pupuk dasar yang dicobakan
Kode
Perlakuan
T0P0
T0P1
T0P2
T1P0
T1P1
T1P2
T2P0
T2P1
T2P2
T3P0
T3P1
T3P2

Perlakuan
Pupuk Dasar
Trass
SP36
Urea
KCl
………………………..….(g/pot)…………………..………
0
0
1.5
1
0
4.5
1.5
1
0
9
1.5
1
105
0
1.5
1
105
4.5
1.5
1
105
9
1.5
1
210
0
1.5
1
210
4.5
1.5
1
210
9
1.5
1
315
0
1.5
1
315
4.5
1.5
1
315
9
1.5
1

Adapun model matematika rancangan percobaan ini adalah sebagai berikut :
Y ij = µ + α i + β j +(αβ) ij + E ijk
i = 0, 1, 2, 3
j = 0, 1, 2

dimana :
Y ij
= hasil pada faktor perlakuan α (Trass) ke- i , β (SP36) ke- j ,
ulangan ke- k
µ
= rata-rata umum
αi
= pengaruh Trass ke- i
βj
= pengaruh SP36 ke- j
(αβ) ij
= interaksi antara Trass dan pupuk P, pada Trass ke- i , SP36 ke- j
E ijk
= galat
Variabel yang diamati meliputi tinggi tanaman, jumlah anakan, bobot jerami
kering, kadar hara Si dan K, serapan hara P dan N tanaman, serta kadar hara
tanah. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap parameter yang diamati
dilakukan analisis ragam. Pada perlakuan yang berpengaruh nyata selanjutnya
dilakukan analisis lanjut Duncan’s Multiple Range Test (DMRT).

Pelaksanaan
1. Persiapan Inkubasi
Persiapan penelitian dilakukan dengan mengeringkan bahan Trass yang
dimasukkan dalam oven 200oC selama 24 jam, lalu dihaluskan dan diloloskan
dengan saringan 150 mesh. Bahan tanah dari lapang pertama-tama dikering-

7
udarakan sambil ditumbuk dan disaring hingga lolos saringan 5 mm. Selanjutnya
bahan tanah ditimbang setara 7 kg BKM atau 8.6 kg BKU, dimasukkan ke dalam
pot dan dicampur dengan Trass sesuai dosis perlakuan. Bahan tanah yang sudah
dicampur Trass tersebut diinkubasi selama satu bulan dengan ditutup plastik
hitam. Selama masa inkubasi, kadar air tanah dipertahankan dengan
penggenangan sedalam ± 5 cm.
2. Penanaman dan Pemeliharaan
Penanaman dilakukan dengan bibit padi dari persemaian berumur 18 hari.
Setiap pot dibuat dua lubang tanam dan masing-masing lubang ditanami dua bibit
padi. Pupuk SP36 diberikan seluruhnya pada saat tanam, sedangkan Urea dan KCl
diberikan dua kali, setengah bagian pada saat tanam dan setengah bagian pada saat
tanaman berumur 35 hari setelah tanam. Setiap dua minggu pot-pot tersebut
diacak.
3. Pengamatan
Variabel pertumbuhan yang diamati adalah tinggi tanaman dan jumlah
anakan. Pengamatan tinggi tanaman dilakukan setiap minggu saat padi berumur 3
MST hingga 10 MST. Jumlah anakan mulai diamati pada 4 MST hingga 13 MST.
Pengamatan jumlah anakan dilakukan dengan menghitung jumlah batang yang
tumbuh selain batang utama.
4. Pemanenan dan pengambilan contoh tanah
Padi dipanen saat berumur 13 MST. Seluruh bagian atas padi diambil untuk
dioven dengan suhu 60oC selama 48 jam. Setelah panen, contoh tanah diambil
dari setiap pot untuk dilakukan analisis. Pengambilan contoh tanah dari bagian
permukaan sampai ke dasar pot dilakukan menggunakan alat seperti bor gambut
dan diambil 7 titik dari masing-masing pot. Masing-masing contoh tanah tersebut
disimpan dalam plastik dan ditutup rapat untuk mempertahankan kadar airnya.
5. Analisis tanah dan tanaman
Analisis tanah yang dilakukan meliputi pH H 2 O 1:5, P-tersedia, dan Sitersedia dengan metode Blue Silicomolybdous Acid Procedure (pengekstrak
NH 4 OAc 1 N pH 4.8, spectrophotometer). Jerami kering yang telah dioven
digiling menggunakan grinder untuk selanjutnya dianalisis. Analisis yang
dilakukan pada biomassa tanaman meliputi kadar Si (metode gravimetri), kadar
K-total (pengabuan basah), P (metode pengabuan basah dengan kalorimetri), dan
N (destruksi dan destilasi).

8

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Analisis Tanah Awal
Klasifikasi USDA (United State Departement of Agricultural) menyebutkan
bahwa Latosol termasuk dalam ordo Inceptisol. Hasil analisis pendahuluan kimia
dan fisik Latosol Gunung Sindur disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Sifat kimia dan fisik Latosol Gunung Sindur
Sifat Tanah
pH H 2 O 1:1
KCl 1:1
C-organik (%)
N-total (%)
P-tersedia (ppm)
P total HCl 25 % (ppm)
Si-tersedia (% SiO 2 )
KTK (me/100g)
Basa-basa (me/100g):

Nilai
5.4
4.7
0.24
0.03
3.6
34.3
0.73
19.97

Metode
pH meter
pH meter
Walkley & Black
Kjeldahl
Bray I
HCl
Blue Silicomolybdous Acid
N NH 4 OAc pH 7.0

Kelas
Masam
Sangat rendah
Sangat rendah
Sangat rendah
Sedang
Sedang

Ca dd

6.14 N NH 4 OAc pH 7.0

Sedang

Mg dd

1.84 N NH 4 OAc pH 7.0

Sedang

K dd

0.17 N NH 4 OAc pH 7.0

Rendah

Na dd

0.28 N NH 4 OAc pH 7.0
42.21
0.58 N KCl
0.22 N KCl

KB (%)
Al dd (me/100g)
H dd (me/100g)
Unsur mikro (ppm):
Fe
Cu
Zn
Mn
Tekstur (%):
Pasir
debu
Liat

4.85
4.83
2.97
28.73
3.77
10.52
85.71

0.05 N HCl
0.05 N HCl
0.05 N HCl
0.05 N HCl
Pipet

Rendah
Tinggi
Sangat rendah
Sangat rendah
-

Liat

Berdasarkan kriteria sifat kimia tanah menurut PPT (1983), karakteristik
Latosol dari Gunung Sindur (Tabel 2) termasuk tanah masam dengan kadar Corganik dan N-total sangat rendah serta KTK sedang. Hal ini menunjukkan
Latosol Gunung Sindur mempunyai kandungan bahan organik yang rendah. Kadar
Si tersedia 0.73% SiO 2 . Kandungan basa-basa seperti Ca dd , Mg dd , K dd , dan Na dd

9
rendah hingga sedang dengan kejenuhan basa (%KB) tanah tergolong tinggi. Ptersedia termasuk sangat rendah dengan P-total (HCl 25%) yang tergolong sedang.
Kondisi ini mungkin terjadi karena pH tanah tergolong rendah dan fiksasi P baik
oleh liat, ion-ion Al/Fe maupun oksida atau hidroksida Al/Fe yang umunya
terdapat pada Latosol (Djuniwati et al. 2007). Dari uraian di atas dapat dikatakan
bahwa secara umum tingkat kesuburan Latosol Gunung Sindur rendah.

Pertumbuhan dan Produksi Padi
Hasil analisis ragam perlakuan Trass dan SP36 terhadap tinggi tanaman padi
umur 10 MST (Lampiran 13) menunjukkan bahwa perlakuan Trass dan SP36
secara tunggal masing-masing berpengaruh nyata dan sangat nyata terhadap tinggi
tanaman padi, sementara kombinasi perlakuan Trass dengan SP36 tidak
berpengaruh nyata. Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan Trass dan SP36 terhadap
tinggi padi varietas Ciherang saat 10 MST dapat dilihat pada Gambar 1.
120.00

100.00

93.71a 93.68a
85.38b 88.81ab

80.00
60.00
40.00
20.00
0.00

Tinggi tanaman (cm)

Tinggi tanaman (cm)

120.00

107.67a

109.55a

P1

P2

100.00
80.00
60.00

53.97b

40.00
20.00
0.00

T0

T1

T2

Dosis Trass
(a)

T3

P0

Dosis SP36
(b)

Gambar 1 Pengaruh pemberian Trass dan SP36 terhadap tinggi padi
saat 10 MST
Gambar 1 (a) menunjukkan bahwa tinggi padi pada perlakuan T2 dan T3
nyata lebih tinggi dibanding T0, tetapi antara perlakuan T2 dan T3 tidak
menunjukkan perberbedaan yang nyata. Perlakuan T1 tidak berbeda nyata dengan
T0. Peningkatan tinggi tanaman pada perlakuan T1, T2 dan T3 dibandingkan
dengan T0 masing-masing sebesar 4.02%, 9.76% dan 9.72%. Berdasarkan
Gambar 1 (a), terlihat bahwa perlakuan T2 dengan dosis 210 g Trass/pot (setara
60 ton Trass/ha) menghasilkan tinggi tanaman yang paling tinggi dibandingkan
perlakuan T0, T1 maupun T3. Diduga, Trass sebagai sumber Si dapat
meningkatkan tinggi tanaman karena Si membuat daun lebih tegak, sehingga
dapat meningkatkan efisiensi fotosintesis. IRRI (1966), dalam percobaan
lapangnya pada Latosol Luisiana dengan menggunakan Ca-silikat untuk tanaman
padi sawah, juga menunjukkan peningkatan tinggi tanaman, panjang malai,
jumlah malai, dan mengurangi kehampaan. Menurut Snyder et al. (2006), padi
yang diberi Si dapat tumbuh lebih tegak dibandingkan padi yang tidak diberi Si,
karena ada penumpukan lapisan SiO 2 pada kutikula. Lapisan silika yang tebal

10
pada kutikula juga merupakan penghalang masuknya serangan jamur, serangga
dan tungau.
Gambar 1 (b) menunjukkan bahwa perlakuan P1 dan P2 nyata
meningkatkan tinggi tanaman dibandingkan dengan P0, tetapi antara perlakuan P1
dan P2 tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Peningkatan tinggi tanaman
pada perlakuan P1 dan P2 dibandingkan dengan P0 masing-masing sebesar
99.50% dan 102.98%. Berdasarkan Gambar 1 (b), perlakuan P2 dengan dosis 9 g
SP36/pot (setara 2.55 ton SP36/ha) menghasilkan tinggi tanaman yang paling
tinggi dibandingkan perlakuan P0 dan P1.
Berdasarkan hasil analisis ragam perlakuan Trass dan SP36 terhadap
jumlah anakan saat 13 MST dan bobot jerami kering (Lampiran 13), hanya
perlakuan SP36 yang berpengaruh sangat nyata, sementara perlakuan Trass secara
tunggal dan kombinasi perlakuan Trass dengan SP36 tidak berpengaruh nyata.
Tabel 3 menunjukkan bahwa jumlah anakan nyata meningkat dengan pemberian
pupuk SP36 bila dibandingkan dengan P0. Perlakuan P1 nyata meningkatkan
jumlah anakan 11 batang dari P0, sementara P2 nyata meningkatkan jumlah
anakan 5 batang dari P1. Perlakuan P2 menghasilkan jumlah anakan terbanyak
dibandingkan perlakuan P0 dan P1.
Tabel 3 Pengaruh pemberian Trass dan SP36 terhadap jumlah anakan saat 13
MST dan bobot jerami kering
Jumlah Anakan

Perlakuan
T0
T1
T2
T3
Rata-rata

P0
P1
P2
Rata-rata
……..….batang/pot…..…
2
10 13
8
2
15 17
11
4
13 20
12
2
13 20
12
2c
13b 18a

Bobot Jerami Kering

P0

P1
P2
Rata-rata
…………….g/pot………..……
1.29
36.42
35.46
24.39
1.72
37.00
33.90
24.21
1.97
35.99
40.69
26.22
2.23
36.21
37.29
25.24
1.80b 36.40a 36.84a

Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada lajur yang sama tidak berbeda nyata
menurut uji DMRT pada taraf α = 5%

Perlakuan P1 dan P2 pada bobot jerami kering (Tabel 3) nyata lebih tinggi
dibanding P0, tetapi antara perlakuan P1 dan P2 tidak menunjukkan perbedaan
yang nyata. Peningkatan bobot jerami kering pada perlakuan P1 dan P2
dibandingkan dengan P0 masing-masing sebesar 34.6 g/pot dan 35.04 g/pot.
Perlakuan P2 menghasilkan bobot jerami kering terbanyak dibandingkan
perlakuan P0 dan P1. Hasil tersebut menunjukkan bahwa peningkatan bobot
jerami kering lebih dipengaruhi oleh pupuk SP36 yang mampu menyediakan
fosfor lebih tinggi, sehingga pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik jika
dibandingkan dengan tanaman tanpa perlakuan P (P0) dan bobot jerami kering
berhubungan erat dengan jumlah P yang diserap tanaman.
Peningkatan tinggi tanaman, jumlah anakan, dan bobot jerami kering
karena perlakuan pupuk SP36 dari P0 ke P1 dan P2 menunjukkan adanya respon
positif tanaman terhadap peningkatan dosis pupuk SP36 sebagai sumber P. Hal ini
menunjukkan bahwa P memiliki peran penting dalam metabolisme tanaman.

11
Menurut Hardjowigeno (2010), peran kunci P di dalam tanaman adalah
menyimpan dan memindahkan energi (transfer energi), seperti ATP dan ADP.
Selain itu P juga berperan dalam pembelahan sel, pembentukan albumin,
pembentukan bunga, buah dan biji, mempercepat pematangan, serta
perkembangan akar. Seiring berkembangnya perakaran, maka tanaman dapat
menyerap unsur hara dalam jumlah yang lebih banyak dan lebih baik dari pada
tanaman dengan perakaran terbatas. Tersuplainya kebutuhan hara tanaman dalam
jumlah yang mencukupi akan meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman.
Parameter lain seperti bobot gabah tidak dapat diukur karena adanya
serangan tikus mulai 10 MST. Namun secara umum, berdasarkan hasil uji
Duncan, pemberian Trass dan SP36 menunjukkan pengaruh positif terhadap tinggi
tanaman, jumlah anakan dan bobot jerami kering padi.

Perubahan Sifat Kimia Tanah

6.10
6.00
5.90
5.80
5.70
5.60
5.50
5.40

6.04a

5.99ab
5.92bc

5.84c

T0

pH Tanah

pH Tanah

Perlakuan Trass dan pupuk SP36 serta penggenangan menyebabkan
perubahan sifat kimia tanah, diantaranya pH tanah, P-tersedia dan Si-tersedia.
Analisis ragam pada Lampiran 13 menunjukkan bahwa perlakuan Trass
berpengaruh sangat nyata terhadap pH tanah dan perlakuan SP36 berpengaruh
nyata terhadap pH tanah. Gambar 2 (a) menunjukkan bahwa pH tanah pada
perlakuan T1 nyata lebih tinggi dibandingkan T3 dan T0, sedangkan antara
perlakuan T1 dan T2 tidak berbeda nyata. Peningkatan dosis Trass dari T0 ke T1
meningkatkan pH 0.2 satuan. Perubahan pH tanah setelah perlakuan Trass ratarata berkisar 0.08-0.20 satuan dari pH tanah tanpa perlakuan Trass (T0).

T1

T2

Dosis Trass
(a)

T3

6.10
6.00
5.90
5.80
5.70
5.60
5.50
5.40

5.98a

5.99a

P1

P2

5.88b

P0

Dosis Pupuk P
(b)

Gambar 2 Pengaruh pemberian Trass dan SP36 terhadap pH tanah
Peningkatan pH tanah pada perlakuan T1,T2 dan T3 dibandingkan T0
diduga karena Trass yang digunakan mengandung Ca dan Mg (Lampiran 2).
Tisdale (1985) mengatakan bahwa kation Ca dan Mg dapat menekan aktivitas H+
dan Al dalam larutan tanah. Selain itu, menurut Wada dan Atsuhiko (1974),
peningkatan pH tanah terjadi karena terdapat pertukaran ion OH- yang terikat pada
Al dan Fe dengan ion silikat, sehingga ion OH- yang terlepas meningkatkan pH
tanah. Hardjowigeno (2010) dalam bukunya menambahkan, salah satu penyebab
muatan negatif pada mineral liat silikat adalah disosiasi H+ dari gugus OH yang
terdapat pada tepi atau ujung kristal. Peningkatan pH meningkatkan disosiasi H+

12

21.00
19.00
17.00
15.00
13.00
11.00
9.00
7.00
5.00

25
14.05

15.29

12.82
10.99

P -tersedia (ppm)

P-tersedia (ppm)

dari molekul air membentuk group hidroksil lebih banyak dan muatan permukaan
menjadi lebih negatif. Muatan ini disebut muatan tergantung pH.
Gambar 2 (b) menunjukkan bahwa pH tanah pada perlakuan P1 dan P2
nyata lebih tinggi dibanding P0, tetapi antara perlakuan P1 dan P2 tidak
menunjukkan perbedaan yang nyata. Peningkatan pH tanah pada perlakuan P1 dan
P2 dibandingkan dengan P0 masing-masing sebesar 0.10 dan 0.11 satuan.
Peningkatan pH tanah setelah pemberian pupuk SP36 terjadi karena SP36
mengandung 36% P 2 O 5 yang mudah larut.
Hasil analisis ragam perlakuan Trass dan SP36 terhadap P-tersedia tanah
pada Lampiran 13 menunjukkan hanya perlakuan SP36 secara tunggal yang
berpengaruh sangat nyata. Secara umum Gambar 3 (a) menunjukkan bahwa
semakin tinggi dosis Trass yang diberikan, maka P-tersedia pada tanah cenderung
meningkat walaupun peningkatan tersebut tidak menunjukkan hasil yang nyata.
Peningkatan P-tersedia setelah perlakuan Trass rata-rata berkisar 8.83-4.3 ppm
dari tanah tanpa perlakuan Trass (T0). Snyder et al (2006) menyatakan bahwa
peningkatan kadar Si dalam tanah menyebabkan P tidak tersedia berubah menjadi
P tersedia sehingga dapat diserap tanaman. Menurut Tjondronegoro (1978) dan
Silva (1971) dalam Nugroho (2009), mekanisme proses tersebut adalah
penggantian anion-anion P oleh anion-anion Si pada permukaan komplek jerapan
sehingga lebih banyak ion P tersedia bagi tanaman. Mengel (1997) dalam
penelitiannya menyatakan bahwa fosfor merupakan salah satu anion yang dijerap
secara spesifik oleh hidrus oksida Al atau Fe pada sebagian besar tanah masam.
Jerapan spesifik terjadi apabila anion masuk dalam koordinasi dengan komplek
pertukaran melalui penggantian ligan, antara lain anion PO 4 3-, SiO 4 4-, AsO 4 4-,
MoO 4 3-, BO 3 3-, dan F-. Karena afinitas Si lebih kuat dari P, maka anion SiO 4 4mampu menggantikan anion PO 4 3- pada pada komplek jerapan.

20.40a
20
15
10

11.67b
7.79b

5
T0

T1

T2

Dosis Trass
(a)

T3

P0

P1
Dosis SP36
(b)

P2

Gambar 3 Pengaruh pemberian Trass dan SP36 terhadap P-tersedia
Gambar 3 (b) menunjukkan bahwa P-tersedia pada perlakuan P2 nyata lebih
tinggi dibandingkan P0 dan P1, tetapi antara perlakuan P0 dan P1 tidak
menunjukkan perbedaan yang nyata. Peningkatan P-tersedia tanah pada perlakuan
P1 dan P2 dibandingkan dengan P0 masing-masing sebesar 3.88 ppm (49.80%)
dan 8.73 ppm (74.80%). Selain karena sumbangan P dari pupuk SP36 dan Si dari
Trass (Lampiran 7), peningkatan P-tersedia tanah juga disebabkan oleh
peningkatan pH tanah karena penggenangan. Peningkatan pH tanah dapat
menurunkan kelarutan ion-ion Al dan Fe, sehingga jumlah P yang terfiksasi

13

7000.0
6000.0
5000.0
4000.0
3000.0
2000.0
1000.0
0.0

Kadar Si-tersedia (ppm)

Kadar Si-tersedia (ppm)

menurun, sehingga P dalam tanah meningkat. Saat tanah tegenang, Fe(III)-fosfat
akan tereduksi menjadi bentuk Fe(II)-fosfat yang lebih mudah larut sehingga
tersedia bagi tanaman.
Berdasarkan hasil analisis ragam perlakuan Trass dan SP36 terhadap Sitersedia tanah (Lampiran 13), perlakuan Trass secara tunggal berpengaruh sangat
nyata dan perlakuan SP36 serta kombinasi perlakuan Trass dengan SP36
berpengaruh nyata. Hasil uji Duncan perlakuan Trass dan SP36 secara tunggal
ditunjukkan oleh Gambar 4.
5000.0

6074.9a

4740.5a
3852.1b

4173.4ab

P1

P2

4000.0

4360.0b
3557.4c

3000.0

3029.0c

2000.0
1000.0

T0

T1

T2

Dosis Trass
(a)

T3

0.0
P0

Dosis SP36
(b)

Gambar 4 Pengaruh pemberian Trass dan SP36 terhadap Si-tersedia pada tanah
Gambar 4 (a) menunjukkan bahwa Si-tersedia pada perlakuan T3 nyata
lebih tinggi dibanding T2, T1 dan T0, tetapi antara perlakuan T0 dan T1 tidak
menunjukkan perbedaan yang nyata. Peningkatan Si-tersedia pada perlakuan T1,
T2 dan T3 dibandingkan dengan T0 masing-masing sebesar 528.4 ppm, 1331
ppm, dan 3045.9 ppm. Peningkatan Si-tersedia tanah selain karena penambahan
dosis Trass juga akibat penggenangan yang membuat larutan tanah berada di
kisaran pH 6 (Gambar 2). Hal serupa diutarakan Krauskopf (1967), yaitu
peningkatan ketersediaan Si terjadi karena pelarutan mineral primer meningkat,
pelepasan Si dari Fe(III)-Si menjadi Fe(II)-Si yang lebih melarut dan tidak adanya
fiksasi Si oleh logam berat pada pH kurang dari 6.5.
Secara umum Gambar 4 (b) menunjukkan bahwa dengan peningkatan dosis
P, maka Si-tersedia pada tanah semakin menurun jika dibandingkan dengan P0.
Perlakuan P0 nyata lebih tinggi dibanding P1 dan P2, sedangkan P1 dan P2 tidak
berbeda nyata. Penurunan Si-tersedia pada perlakuan P1 dan P2 dibandingkan
dengan P0 masing-masing sebesar 898.4 ppm (23.32%) dan 567.1 ppm (13.59%),
sedangkan peningkatan Si-tersedia pada perlakuan P2 dibandingkan dengan P1
sebesar 321.3 ppm (8.34%). Kadar Si-tersedia pada dosis P0 yang lebih tinggi dari
P1 dan P2 diduga karena tidak ada P yang dilepaskan oleh Si dari komplek
jerapan. Sedangkan pada dosis P1, Si mulai menggantikan P dari komplek
jerapan, sehingga ketersediaan Si dalam tanah pada perlakuan P1 lebih rendah
dari perlakuan P0.
Hasil uji Duncan kombinasi perlakuan Trass dan SP36 terhadap Si-tersedia
pada tanah disajikan pada Gambar 5. Peningkatan dosis Trass dan SP36
menggambarkan pola penurunan Si-tersedia pada perlakuan T0 maupun T1 yang
dikombinasikan dengan perlakuan P1 dan P2. Penambahan dosis Trass dan SP36
menurunkan kadar Si-tersedia dari T0P0 ke T0P1 dan T0P2 serta dari T1P0 ke

14
T1P1 dan T1P2. Diduga hal ini terjadi karena Si digunakan untuk menggantikan
P, sehingga Si-tersedia tanah menurun.
Pola yang berbeda ditunjukkan pada dosis Trass yang lebih tinggi seperti
perlakuan T2 dan T3 yang dikombinasikan dengan P1 dan P2, dimana Si-tersedia
tanah meningkat dengan pemberian Trass dan SP36. Kadar Si-tersedia pada
perlakuan T2P1 lebih rendah dari T2P0, namun pada perlakuan T2P2 lebih tinggi
dari T2P0 dan T2P1. Kadar Si-tersedia pada perlakuan T3P1 lebih rendah dari
T3P0, namun pada perlakuan T3P2 lebih tinggi dari T3P1 dan lebih rendah dari
T3P0. Pola tersebut menunjukkan bahwa bila Trass ditambahkan dalam jumlah
yang lebih besar diiringi peningkatan dosis SP36, maka Si-tersedia dalam tanah
dapat meningkat karena larutan tanah sudah jenuh dengan Si, tetapi Si dalam
larutan tidak dapat diserap seluruhnya oleh tanaman.
8000.0
6818.0a

7000.0

Kadar Si-tersedia (ppm)

6000.0
5357.0bcd

5839.6ab
5567.2bc

5000.0
4367.9cde
4000.0
3000.0

3666.9efg
2907.6fg
2512.4g

4109.0def
3614.0efg
3319.7efg
2984.5fg

2000.0
1000.0
0.0
T0P0 T0P1 T0P2 T1P0 T1P1 T1P2 T2P0 T2P1 T2P2 T3P0 T3P1 T3P2
Kombinasi perlakuan Trass dan SP36

Gambar 5 Pengaruh kombinasi perlakuan Trass dan SP36 terhadap Si-tersedia
tanah
Berdasarkan Gambar 5, Si-tersedia paling tinggi pada perlakuan T3P0,
yakni 6818.0 ppm. Kadar Si tersebut sangat mencukupi untuk pertumbuhan padi,
seperti pernyataan Havlin et al (2005) bahwa kadar Si yang cukup untuk produksi
padi sekitar 100 ppm. Menurut Savant et al (1999), Si dalam larutan tanah yang
dapat diserap tanaman terdapat dalam bentuk asam monosilikat atau asam
ortosilikat [H 4 SiO 4 atau Si(OH) 4 ].

Kadar dan Serapan Hara Padi
Berdasarkan analisis ragam perlakuan Trass dan SP36 terhadap kadar Si dan
K tanaman (Lampiran 14), hanya perlakuan SP36 secara tunggal yang

15
berpengaruh sangat nyata. Pemberian pupuk SP36 terhadap kadar Si pada Tabel 4
menunjukkan bahwa perlakuan P1 dan P2 nyata meningkatkan kadar Si jerami,
namun antara perlakuan P1 dan P2 tidak menunjukkan perbedaan yang nyata.
Perlakuan P1 nyata meningkatkan kadar Si jerami lebih tinggi 2.98%
dibandingkan P0 dan lebih tinggi 0.16% dibandingkan P2. Menurut Sumida
(2002), jumlah Si yang diserap padi tergantung pada pasokan Si dari tanah dan
perkembangan tanaman. Lee et al (2006) dalam penelitiannya mengungkapkan
bahwa pemupukan tanah dengan fly ash sebagai sumber Si memungkinkan
peningkatan produksi sebagai akibat dari: (1) peningkatan serapan fosfor oleh
tanaman, (2) penggunaan fosfor oleh tanaman lebih efektif, (3) kadar kalsium,
kalium dan basa lain dalam tanaman meningkat; dan (4) kadar silikat dalam
tanaman meningkat. Hal tersebut menunjukkan bahwa Si merupakan unsur yang
menguntungkan bagi tumbuhan, khususnya padi.
Tabel 4 Pengaruh pemberian Trass dan SP36 terhadap kadar Si dan K jerami padi
Kadar Si
Kadar K-total
P0
P1
P2
Rata-rata P0
P1
P2 Rata-rata
Perlakuan
……..………...…………….%…….…………....…………...
T0
23.56c
29.70a 29.71a
27.65
1.97 2.05 1.49
1.84
T1
25.22bc 29.37a 29.89a
28.16
1.74 2.03 1.44
1.73
T2
27.49ab 29.24a 29.44a
28.72
2.11 1.90 1.55
1.85
T3
29.66a 29.55a 28.14ab
29.11
1.85 2.00 1.49
1.78
Rata-rata 26.48b 29.46a 29.30a
1.92a 2.00a 1.49b
Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada lajur yang sama tidak berbeda nyata
menurut uji DMRT pada taraf α = 5%

Pemberian pupuk SP36 terhadap kadar K pada Tabel 4 menunjukkan bahwa
perlakuan P0 dan P1 nyata meningkatkan kadar K jerami, namun antara perlakuan
P0 dan P1 tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Perlakuan P1 nyata
meningkatkan kadar K jerami lebih tinggi 0.08% dibandingkan P0 dan nyata lebih
tinggi 0.51% dibandingkan P2. Karena dosis pupuk KCl sebagai sumber K sama
untuk semua perlakuan, diduga pengaruh peningkatan kadar K jerami karena
penggenangan yang membuat pH berada pada kisaran netral dimana ketersediaan
K meningkat. Menurut Soepardi (1983), ketersediaan unsur K terus meningkat
seiring dengan meningkatnya pH tanah. Jika K dalam larutan tanah meningkat,
maka kadar K dalam jerami juga meningkat.
Berdasarkan analisis ragam perlakuan Trass dan SP36 terhadap serapan P
dan N jerami padi (Lampiran 14), hanya perlakuan SP36 secara tunggal yang
berpengaruh sangat nyata. Pemberian pupuk SP36 terhadap serapan P pada Tabel
5 menunjukkan bahwa perlakuan P1 dan P2 nyata lebih tinggi dibanding P0,
namun antara perlakuan P1 dan P2 tidak menunjukkan perbedaan yang nyata.
Peningkatan serapan P padi pada perlakuan P1 dan P2 dibandingkan dengan
perlakuan P0 masing-masing sebesar 5.01 g/pot dan 5.03 g/pot.
Unsur P diambil tanaman dalam bentuk ion orthophospat primer (H 2 PO 4 -)
dan sebagian kecil ion orthofosfat sekunder (HPO 4 2-). Proporsi penyerapan kedua
ion ini dipengaruhi pH daerah perakaran tanaman. Berdasarkan data analisis pH

16
pada masing-masing perlakuan (Gambar 2), maka serapan fosfor dominan dalam
bentuk H 2 PO 4 - dan HPO 4 2- karena pH larutan tanah dalam kisaran netral. Jika pH
lebih rendah, P diserap dalam bentuk H 2 PO 4 - dan pada pH yang lebih tinggi
serapan fosfor dominan dalam bentuk HPO 4 2-. Bentuk P lain yang dapat diserap
tanaman adalah pirofosfat dan metafosfat, serta P-organik hasil dekompoisi bahan
organik seperti fosfolipid, asam nukleat dan phytin (Hanafiah 2007). Menurut
Leiwakabessy dan Atang (2004), pergerakan utama P ke akar tanaman melalui
difusi.
Tabel 5 Pengaruh pemberian trass dan SP36 terhadap serapan P dan N padi
Serapan P

Perlakuan
T0
T1
T2
T3
Rata-rata

Serapan N

P0
P1
P2 Rata-rata
P0
P1
P2
Rata-rata
…………………….……..….g/pot……….…..………………….
0.08 4.43 4.32
2.94
2.31 29.06 23.31
18.23
0.10 5.20 4.36
3.22
3.23 33.84 22.14
19.74
0.13 5.77 5.74
3.88
2.05 31.91 28.10
20.69
0.18 5.14 6.17
3.83
3.33 24.65 28.41
18.80
0.12b 5.13a 5.15a
2.73c 29.87a 25.49b

Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada lajur yang sama tidak berbeda nyata
menurut uji DMRT pada taraf α = 5%

Pemberian pupuk SP36 terhadap serapan N pada Tabel 5 menunjukkan
bahwa perlakuan P1 nyata lebih tinggi dibandingkan dengan P2 dan P0. Perlakuan
P1 nyata meningkatkan serapan N 27.14 g/pot dibandingkan P0 dan 4.38 g/pot
dibandingkan dengan P2. Serapan hara N oleh tanaman tergantung dari besarnya
kadar N yang tersedia dalam tanah dan kemampuan tanaman untuk menyerap
unsur hara tersebut. Karena dosis pupuk Urea sebagai sumber N sama untuk
semua perlakuan, diduga pengaruh peningkatan serapan N tanaman karena
kondisi perakaran yang berkembang akibat peningkatan P-tersedia dalam tanah
serta faktor penggenangan. Leiwakabessy dan Atang (2004) dalam bukunya
menyatakan bahwa N diserap akar tanaman melalui aliran massa, yaitu pergerakan
unsur hara di dalam tanah menuju permukaan akar tanaman bersamaan dengan
pergerakan air.
Hasil analisis kadar Si dan K serta serapan P dan N jerami menunjukkan
bahwa perlakuan fosfor nyata terhadap kadar maupun serapan unsur-unsur
tersebut. Perbaikan perakaran padi karena perlakuan fosfor berakibat pada
perbaikan serapan N, Si dan K sehingga kadar maupun serapan pada jaringan
tanaman lebih baik. Menurut Ponnamperuma (1978), perubahan kimia yang
terjadi akibat penggenangan diantaranya denitrifikasi, reduksi Fe dan Mn, dan
pengaruh sekunder proses reduksi seperti kenaikan kadar P, Si, K, Na, Ca, dan
Mg. Hardjowigeno (2010) menambahkan, bahwa pH tanah menentukan mudah
tidaknya unsur-unsur hara diserap tanaman. Umumnya unsur hara diserap akar
tanaman saat pH tanah pada kisaran netral, karena pada pH tersebut kebanyakan
unsur hara mudah larut dalam air. Berdasarkan hasil analisis, penambahan Trass
dan pupuk SP36 serta penggenangan dapat meningkatkan pH tanah.

17

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Perlakuan SP36 sebagai sumber P nyata meningkatkan tinggi tanaman,
jumlah anakan dan bobot jerami sejalan dengan peningkatan kadar dan serapan Si,
K, P dan N pada jaringan padi. Penambahan dosis P juga nyata meningkatkan Ptersedia tanah. Kombinasi perlakuan Trass dan SP36 nyata meningkatkan Sitersedia tanah dan kadar Si padi. Peningkatan dosis Si mampu meningkatkan ratarata P-tersedia tanah. Penambahan Trass dan SP36 ke dalam tanah meningkatkan
P-tersedia, sehingga meningkatkan serapan P oleh tanaman. Peningkatan P dan Sitersedia dalam tanah meningkatkan serapan P dan Si padi, sehingga pertumbuhan
tanaman membaik. Secara umum, dosis terbaik bagi produksi padi dan sifat kimia
tanah dengan perlakuan P2 yaitu 9 g SP36/pot (setara 2.55 ton SP36/ha).

Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan dosis yang lebih bervariasi
ter