Karakteristik radiasi matahari pertanaman kelapa SAWIT (implikasinya terhadap iklim mikro dan potensi tanaman sela)
i
KARAKTERISTIK RADIASI MATAHARI
PERTANAMAN KELAPA SAWIT
(Implikasinya terhadap Iklim Mikro dan Potensi Tanaman Sela)
ARISAL BAGUS AFANDI
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014
ii
iii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Radiasi
Matahari Pertanaman Kelapa Sawit (Implikasinya terhadap Iklim Mikro dan
Potensi Tanaman Sela) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Arisal Bagus Afandi
NIM G24100030
i
ABSTRAK
ARISAL BAGUS AFANDI. Karakteristik Radiasi Matahari Pertanaman Kelapa
Sawit (Implikasinya terhadap Iklim Mikro dan Potensi Tanaman Sela). Dibimbing
oleh TANIA JUNE.
Radiasi matahari merupakan komponen utama yang berperan dalam
pembentukan iklim mikro terhadap pertumbuhan tanaman sela pada perkebunan
kelapa sawit. Penelitian ini bertujnuan untuk menganalisis karakteristik radiasi
matahari dan menentukan kesesuaian tanaman sela. Penelitian dilakukan di
perkebunan kelapa sawit wilayah Bogor dan Jambi yang meliputi pengukuran
radiasi, suhu (meliputi suhu udara dan suhu permukaan), kelembaban udara dan
nitrogen daun. Pengukuran radiasi dilakukan dengan metode triangular.
Berdasarkan distribusi radiasi pada kanopi kelapa sawit 10 tahun, radiasi yang
ditransmisikan cenderung menurun secara logaritmik. Profil nitrogen
menunjukkan komposisi yang sama di setiap kanopinya. Kelapa sawit yang
semakin tua menyebabkan LAI dan NDVI meningkat, begitu juga dengan
intersepsi radiasi. Suhu udara dan suhu permukaan dibawah kanopi kelapa sawit
10 tahun lebih rendah dibandingkan dengan kelapa sawit 2 dan 4 tahun. Beberapa
tanaman sela yang direkomendasikan pada perkebunan kelapa sawit muda adalah
jagung, padi gogo, kacang tanah, kedelai, kapas, jahe, ubi jalar, sorgum, nanas,
dan bawang merah sedangkan tanaman sela yang dapat diterapkan pada
perkebunan kelapa sawit 10 tahun adalah rumput-rumputan dan leguminosa.
Kata kunci: LAI, intersepsi radiasi, kanopi, NDVI, nitrogen
ABSTRACT
ARISAL BAGUS AFANDI. Characteristic of Short Wave Radiation within Oil
Palm Canopy (Its implication to Micro-climateand Intercrop Potency). Supervised
by TANIA JUNE.
Solar radiation is the main components that used in micro-climate to support
a plant growth. This research aims to analyze the characteristic of solar radiation
and to determine the compability of plants that can be applied in intercropping
system. The research conducted at oil palm plantations in Bogor and Jambi
included the measurements of radiation, air and surface temperatures, relative
humidity and leaf nitrogen. Triangular method used for radiation measurement.
Based on radiation distribution inside 10 years old oil palm canopy, transmitted
radiation tend to decline logarithmically. Nitrogen profile shows a same trend
composition in every layer of canopy. As oil palm getting older, LAI and NDVI
increased, so as radiation interception. Air and surface Temperatures under 10
years old oil palm canopy are much lower compared to the young oil palm. There
are many plants recommended for intercropping system in young oil palm
plantations such as corn, gogo paddy, peanut, soybean, cotton plant, ginger, sweet
potato, sorghum, pineapple, and red onion, nevertheless plants can be applied in
10 years old oil palm plantations are grasses and legumes.
Keywords: canopy, LAI, NDVI, nitrogen, radiation interception
i
KARAKTERISTIK RADIASI MATAHARI
PERTANAMAN KELAPA SAWIT
(Implikasinya terhadap Iklim Mikro dan Potensi Tanaman Sela)
ARISAL BAGUS AFANDI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Geofisika dan Meteorologi
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014
i
Judul Skripsi : KARAKTERISTIK RADIASI MATAHARI PERTANAMAN
KELAPA SAWIT (Implikasinya terhadap Iklim Mikro dan Potensi
Tanaman Sela)
Nama
: Arisal Bagus Afandi
NIM
: G24100030
Disetujui oleh
Pembimbing
Dr. Ir. Tania June M.Sc.
NIP. 19630628 198803 2 001
Diketahui oleh
Ketua Departemen
Dr. Ir. Tania June M.Sc.
NIP. 19630628 198803 2 001
Tanggal Lulus:
ii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Topik yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2013 ini ialah
agrometeorologi bidang iklim mikro, dengan judul Karakteristik Radiasi Matahari
Kelapa Sawit (Implikasinya terhadap Iklim Mikro dan Potensi Tanaman Sela).
Ucapan terimakasih sebesar-besarnya saya ucapkan kepada Dr. Tania June
M.Sc sebagai dosen pembimbing yang bersedia memberi arahan dan koreksi
dalam penulisan ini. Terima kasih kepada PTPN VIII yang telah bekerjasama
dalam penyediaan tempat penelitian. Kepada BOPTN 2013 dan CRC 990 atas
kerjasamanya. Kepada Bapak Nandar selaku teknisi BALITKLIMAT dan Bapak
Nandang selaku staf Departemen Geofisika dan Meteorologi IPB dalam
penyediaan dan pemasangan alat instrumentasi meteorologi. Teman – teman
departemen GFM angkatan 47 dan angkatan 48, dan Bojester 47 yang selalu
memberikan motivasi dan inspirasinya selama kuliah bersama di IPB. Ungkapan
terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, adik serta seluruh keluarga atas
segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini dapat digunakan dan bermanfaat.
Bogor, Agustus 2014
Arisal Bagus Afandi
i
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR LAMPIRAN
iv
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
METODOLOGI
2
Waktu dan Lokasi Penelitian
2
Bahan dan Alat Penelitian
2
Prosedur Penelitian
3
HASIL DAN PEMBAHASAN
Radiasi Matahari Kelapa Sawit
9
9
Efek Radiasi Terhadap Iklim Mikro
14
NDVI dan LAI
17
Jenis Tanaman Sela pada Perkebunan Kelapa Sawit
19
KESIMPULAN DAN SARAN
21
Kesimpulan
21
Saran
22
DAFTAR PUSTAKA
22
LAMPIRAN
25
ii
DAFTAR TABEL
1. Hasil kalibrasi sensor fotodioda ...................................................................... 5
2. Kemampuan intersepsi radiasi oleh kanopi kelapa sawit umur 2, 4, 8,
dan 10 tahun..................................................................................................... 9
3. Perbandingan suhu (udara dan permukaan) pada dua perlakuan (bawah
kanopi dan luar kanopi) kelapa sawit pada umur 2, 4, dan 10 tahun............. 14
4. Perbedaan suhu permukaan tanah kelapa sawit muda di luar kanopi
pada dua perlakuan. ....................................................................................... 15
5. Perbandingan nilai NDVI terhadap LAI tanaman kelapa sawit. ................... 18
6. Perbandingan kondisi iklim mikro (kelapa sawit 4 dan 10 tahun) bagi
pertumbuhan tanaman sela. ........................................................................... 19
7. Kebutuhan radiasi masing-masing tanaman sela. .......................................... 19
iii
DAFTAR GAMBAR
1. Sensor fotodioda (kiri) dan Li-Cor Pyranometer Sensor (kanan) untuk
pengukuran radiasi. Sumber: www.licor.com ................................................. 3
2. Alat yang digunakan dalam penelitian, yaitu minitower [a]; humidity
meter [b]; infrared thermometer [c]; dan pengukur nitrogen daun [d]. .......... 3
3. Kalibrasi sensor fotodioda (sumbu y) terhadap sensor Licor
Pyranometer (sumbu x) ................................................................................... 4
4. Pengukuran radiasi dibawah kanopi dengan menggunakan triangular
method pada tanaman kelapa sawit umur 8 dan 10 tahun (Gambar kiri)
dan pengukuran radiasi pada kelapa sawit muda ( 4 tahun) (Gambar
kanan). ............................................................................................................. 6
5. Pemasangan sensor radiasi matahari, kelembaban udara , suhu dengan
menggunakan mini tower pada tanaman kelapa sawit umur 10 tahun
(tinggi kanopi 10.5 meter). Pengukuran nitrogen dilakukan pada
kanopi atas, tengah dan bawah........................................................................ 6
6. Intersepsi radiasi tanaman kelapa sawit umur 2, 4, 8, dan 10 tahun ............. 10
7. Profil PAR diberbagai kondisi tutupan kanopi tanaman kelapa sawit
umur 10 tahun pada tanggal 22 Agustus 2013 – 30 Agustus 2013. .............. 11
8. Persentase intersepsi PAR dari seluruh lapisan kanopi tanaman kelapa
sawit umur 10 tahun. ..................................................................................... 12
9. Distribusi vertikal radiasi matahari dan komposisi nitrogen tanaman
kelapa sawit ................................................................................................... 12
10. Komposisi nitrogen daun kelapa sawit di wilayah Jambi pada berbagai
umur (pengukuran dilakukan di perkebunan kelapa sawit PT. Emal,
Sarolangun, Jambi, CRC990). ...................................................................... 13
11. Penampang atas dan pertumbuhan daun pada kanopi kelapa sawit .............. 13
12. Profil suhu udara (atas dan bawah kanopi) dan suhu permukaan tanah
kelapa sawit umur 10 tahun. ......................................................................... 16
13. Profil kelembaban relatif (RH) kelapa sawit umur 10 tahun. ....................... 17
14. Suhu optimum jenis tanaman sela yang direkomendasikan pada
perkebunan kelapa sawit muda umur 4 tahun. .............................................. 20
iv
DAFTAR LAMPIRAN
1. Diagram alir penelitian .................................................................................. 25
2. Pengukuran radiasi di berbagai ketinggian pada kelapa sawit umur 10
tahun .............................................................................................................. 26
3. Data pengukuran suhu dan kelembaban (RH) kelapa sawit 10 tahun ........... 29
4. Uji beda nyata beberapa data pada tingkat kepercayaan 95% ....................... 33
5. Peta sebaran NDVI daerah pengamatan pada beberapa tahun ...................... 34
6. Perhitungan radiasi yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman sela pada
perkebunan kelapa sawit umur 4 tahun ......................................................... 35
7. Dokumentasi penelitian ................................................................................. 35
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kelapa sawit merupakan komoditas perkebunan yang saat ini menjadi
perhatian utama dan unggulan pemerintah dalam meningkatkan devisanya. Luas
area total dan produksi CPO terus meningkat sejak tahun 2000, khususnya di
wilayah Sumatera Utara dengan luas sebesar 1017774 Ha (BPS dalam Tarigan
dan Sipayung 2011). Perannya yang cenderung meningkat di sektor pertanian dari
tahun ke tahun membuat para pelaku industri perkebunan kelapa sawit semakin
berkembang hingga tahun 2009 (Tarigan dan Sipayung 2011). Kondisi demikian
menyebabkan kemajuan budidaya kelapa sawit dalam bentuk perkebunan besar
swasta maupun pemerintah.
Peningkatan produktivitas lahan perkebunan kelapa sawit mulai banyak
diterapkan, salah satunya dengan budidaya tanaman sela. Penerapan tanaman sela
pada perkebunan kelapa sawit ini berperan sebagai upaya efisiensi lahan dalam
menjaga kualitas dan kesuburan lahan perkebunan. Beberapa contoh jenis
tanaman sela yang pernah dibudidayakan adalah tanaman setahun (Purba et al
1998 dan Mahmud 1998). Namun, tidak semua jenis tanaman sela dapat
dikembangkan diantara pertanaman kelapa sawit. Pada masa tanaman
menghasilkan budidaya tanaman sela harus memperhatikan faktor-faktor internal
yang sangat mempengaruhi fase pertumbuhan tanaman. Salah satu faktor yang
harus dipertimbangkan dalam penerapan sistem penanaman tanaman sela yaitu
kondisi iklim mikro di antara tanaman kelapa sawit (Erhabor dan Filson 1999).
Karakteristik radiasi matahari memiliki keterkaitan dengan berbagai
komponen suatu tanaman. Penyerapan radiasi matahari oleh kanopi kelapa sawit
menentukan komposisi nitrogen daun. Komposisi nitrogen daun ditentukan oleh
posisi kanopi. Selain itu, proporsi penyerapan radiasi dalam bentuk PAR saling
berkaitan terhadap struktur kanopi yang ditunjukkan oleh nilai indeks luas daun
(LAI). Bentuk tajuk tanaman menjadi tolak ukur besarnya intersepsi radiasi pada
suatu tanaman. Intersepsi PAR juga menunjukkan adanya vegetasi di tempat
tersebut, sehingga analisis keadaan vegetasi akan menjadi salah satu parameter
ekologi yang penting. Suwarsono et al (2011) membuktikan bahwa pengukuran
LAI mempunyai korelasi yang baik terhadap NDVI (Normalized Difference
Vegetation Index). Pernyataan ini juga didukung oleh Wang et al (2005) yang
mengkaji tentang hubungan antara NDVI dan LAI pada kawasan hutan dengan
vegetasi yang menggugurkan daunnya saat musim tertentu (deciduous forest).
Law dan Waring (1994) membuktikan bahwa terdapat kaitan secara linear antara
besarnya indeks vegetasi dengan nilai indeks luas daun pada suatu tanaman.
Besarnya radiasi yang ditransmisikan memiliki korelasi lebih dari 0.89 terhadap
indeks luas daun dengan proyeksi kanopi secara horizontal (Campbell dan
Norman 1989 dalam Lunagaria dan Syekh 2006). Hubungan antara indeks
vegetasi (NDVI) dengan indeks luas daun (LAI) juga pernah dilakukan oleh Zein
(2009) untuk mengetahui besarnya penyerapan radiasi oleh kanopi kelapa sawit.
Analisis karakteristik radiasi matahari pada kelapa sawit dilakukan untuk
menentukan kesesuaian tanaman sela. Radiasi matahari merupakan sumber energi
utama yang digunakan pada proses fotosintesis dalam pembentukan karbohidrat.
2
Radiasi matahari yang dimanfaatkan oleh tanaman memiliki panjang gelombang
(400 sampai 700 nm) dikenal dengan sinar PAR (Photosynthetically Active
Radiation). Pancaran energi radiasi matahari yang diserap dan ditransmisikan oleh
kanopi menjadi faktor utama dalam mengendalikan kondisi iklim mikro. Jumlah
radiasi yang dilewatkan oleh kanopi akan menentukan kesesuaian tanaman sela
yang mungkin dapat ditanam.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa tujuan, diantaranya :
1. Memperoleh pola intersepsi radiasi dan distribusi vertikal radiasi matahari
pada tanaman kelapa sawit serta implikasinya terhadap jumlah radiasi yang
sampai di bawah kanopi, iklim mikro dan komposisi nitrogen.
2. Meduga indeks luas daun berdasarkan koefisien pemadaman dan intersepsi
radiasi menggunakan hukum Beer Lambert.
3. Membuktikan keterkaitan antara indeks luas daun dengan nilai indeks vegetasi
yang dihasilkan melalui citra satelit.
4. Menerangkan hubungan antara intersepsi dan distribusi radiasi dengan suhu
terhadap kesesuaian tanaman sela.
METODOLOGI
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan mulai bulan Agustus 2013 hingga bulan September
2013 meliputi pemasangan alat dan pengukuran. Lokasi penelitian dilakukan di
PT PERKEBUNAN NUSANTARA VIII provinsi Jawa Barat unit bisnis I
wilayah Cimulang untuk tanaman kelapa sawit 8 tahun dan 10 tahun, wilayah
Cipatat untuk tanaman kelapa sawit umur 4 tahun dan Desa Pompa Air, Jambi
pada tanaman berumur 2 tahun.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan dalam analisis data satelit adalah citra satelit Landsat
TM 5+ band 4 dan band 3 tahun 2006, 2009 dan 2013, data pengukuran suhu
tanah, suhu udara dan komposisi nitrogen di wilayah Jambi. Data pengamatan
unsur iklim di wilayah Cimulang dan Cipatat diperoleh dengan mengukur secara
langsung menggunakan beberapa alat instrumentasi (Gambar 1 dan Gambar 2).
Alat instrumentasi (sensor suhu, kelembaban dan radiasi) dipasang pada
sebuah mini tower dengan ketinggian 13 meter. Data pengukuran yang didapatkan
dari mini tower meliputi data radiasi dan data iklim penunjang seperti kelembaban
dan suhu udara. Beberapa perangkat pengukuran yang terpasang di minitower
meliputi sensor radiasi (Li-Cor Pyranometer Sensor), sensor fotodioda dan
Pyranometer untuk mengukur radiasi, Logger sebagai alat penyimpanan data,
3
sensor suhu dan sensor kelembaban. Sedangkan alat instrument yang digunakan
untuk mengukur unsur ikllim di bawah kanopi (mobile) meliputi sensor
fotodiodauntuk pengukuran radiasi, infrared thermometer KW06-559 untuk suhu
permukaan dan humidity meter Krisbow KW06-561 sebagai pengukur kelembaban
udara dibawah kanopi. Data yang diperoleh diolah dengan perangkat komputer
dengan software ER MAPPER, ArcMap 10 dan Microsoft office.
Gambar 1 Sensor fotodioda (kiri) dan Li-Cor Pyranometer Sensor
(kanan) untuk pengukuran radiasi. Sumber: www.licor.com.
[b]
[a]
[c]
[d]
Gambar 2 Alat yang digunakan dalam penelitian, yaitu minitower [a];
humidity meter [b]; infrared thermometer [c]; dan
pengukur nitrogen daun [d].
Prosedur Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode pengukuran secara langsung yang
meliputi pengukuran radiasi, suhu (meliputi suhu udara dan suhu permukaan),
kelembaban udara dan nitrogen daun. Data hasil pengamatan langsung kemudian
dianalisis oleh data pendukung berupa data citra satelit untuk mengetahui
hubungan dari kedua komponen tersebut. Analisis juga dilakukan dengan
menggunakan hasil pengamatan yang pernah dilakukan sebelumnya (nitrogen
daun) di wilayah PT. Emal, Sarolangun, Jambi sebagai data tambahan agar hasil
analisis lebih akurat.
4
Kalibrasi alat dan konversi radiasi
Kalibrasi alat instrumentasi dilakukan pada solarimeter dengan sensor
fotodioda yang berguna untuk mengukur besarnya radiasi matahari. Kalibrasi
solarimeter ini mengacu pada nilai radiasi yang dihasilkan oleh Li-Cor
Pyranometer Sensor yang sudah terstandarisasi oleh BALITKLIMAT. Kedua alat
instrumentasi tersebut memiliki sensor yang sama dengan prinsip kerja
menangkap energi berupa cahaya. Proses kalibrasi dilakukan selama 4 hari mulai
13 Agustus 2013 sampai 16 Agustus 2013 di rumah kaca BALITKLIMAT. Data
pengukuran radiasi dari seluruh sensor diukur secara bersama – sama setiap 10
menit dengan menggunakan Logger sebagai media penyimpanan data.
Setelah didapatkan hasil pengukuran, diketahui hubungan antara Li-Cor
Pyranometer Sensor (BALITKLIMAT) dengan seluruh sensor fotodioda dapat
dianalisis dengan menggunakan persamaan regresi secara logaritmik. Bentuk
umum model persamaan regresi logaritmik adalah :
y = a ln (x) + b.…………………………………………………………………..(1)
dengan :y
: Nilai radiasi solarimeter dengan sensor fotodioda
x : Nilai radiasi Li-Cor Pyranometer Sensor (BALITKLIMAT)
a, b : Konstanta
Beberapa bentuk persamaan yang diperoleh untuk setiap sensor ditunjukkan
pada Gambar 3 dengan persamaan pada Tabel 1.
Gambar 3 Kalibrasi sensor fotodioda (sumbu y) terhadap sensor Licor
Pyranometer (sumbu x).
5
Tabel 1 Hasil kalibrasi sensor fotodioda
Letak pada
Sensor
Persamaan
minitower
Sensor 1
2 meter
y = 45.605 ln (x) + 127.05
Sensor 2
6 meter
y = 45.704 ln (x) + 110.2
Sensor 3
7.6 meter
y = 43.278 ln (x) + 106.81
Sensor 4
8 meter
y = 44.067 ln (x) + 127.67
Sensor 5
9 meter
y = 44.829 ln (x) + 107.02
Setelah mendapatkan nilai radiasi, nilai PAR (Photosynthetically Active
Radiation) dapat diduga dengan melakukan konversi dari nilai radiasi
menggunakan persamaan sebagai berikut (June 2002) :
PAR =
dengan
/0.235……...………………………………………..(2)
: Radiasi (watt/m2)
PAR (Photosynthetically Active Radiation) (µmol/m2.s1)
Nilai PAR digunakan untk mengetahui besarnya
dimanfaatkan tanaman untuk melakukan proses fotosintesis.
radiasi
yang
Sampling dan pengambilan data
Data pengukuran lapang merupakan data yang diperoleh berdasarkan titik
sampling yang telah ditentukan. Titik sampling ini dijadikan sebagai acuan nilai
sebaran untuk wilayah pengamatan dengan asumsi bahwa seluruh wilayah
pengamatan memiliki kondisi tutupan kanopi yang sama di setiap umurnya.
Syarat dalam penentuan titik pengamatan merupakan kanopi dengan persentase
tutupan diatas 80%. Penentuan persentase ini dilakukan secara subyektif dengan
cara visual yaitu menggunakan kamera digital yang dibidikkan tegak lurus ke atas
sehingga terlihat kondisi tutupan kanopinya.
Penelitian dilakukan pada tanaman kelapa sawit di berbagai umur.
Perbedaan umur digunakan untuk mengetahui peningkatan intersepsi radiasi
hingga fase pertumbuhan maksimal tanaman kelapa sawit pada umur 10 tahun
dengan jarak tanam yang sama (9x9 meter). Pengukuran radiasi dibawah kanopi
dilakukan dengan menggunakan triangular method yang umum digunakan pada
tanaman kelapa sawit (Awal et al 2005).
Distribusi radiasi kelapa sawit diukur radiasinya pada tanaman kelapa sawit
umur 10 tahun. Pengukuran ini bertujuan untuk mengetahui tingkat penyerapan
radiasi oleh kanopi (radiasi intersepsi) disetiap bagian kanopi dari yang teratas
hingga kanopi terbawah. Distribusi radiasi diukur di enam ketinggian yang
berbeda, yaitu pada ketinggian 2 meter, 6 meter, 7,6 meter, 8 meter, 9 meter dan
13 meter yang termasuk radiasi global. Profil distribusi radiasi diukur dengan
menggunakan solarimeter fotodioda yang telah dikonversi oleh solarimeter Li-Cor
(standar BALITKLIMAT). Sedangkan pengukuran radiasi global atau radiasi
yang datang diatas kanopi diukur dengan menggunakan Li-Cor Pyranometer
Sensor. Pengukuran data iklim pendukung yang meliputi kelembaban udara, suhu
udara dibawah kanopi, suhu udara diatas kanopi dan suhu tanah juga dilakukan di
6
tempat dan waktu yang sama. Seluruh pengukuran dilakukan mulai jam 8 pagi
hingga jam 6 sore setiap satu jam sekali.
Gambar 4 Pengukuran radiasi dibawah kanopi dengan menggunakan triangular method
pada tanaman kelapa sawit umur 8 dan 10 tahun (kiri) dan pengukuran radiasi
pada kelapa sawit muda ( 4 tahun) (kanan) (Awal et al 2005).
Gambar 5 Pemasangan sensor radiasi matahari, kelembaban udara , suhu
dengan menggunakan mini tower pada tanaman kelapa sawit
umur 10 tahun (tinggi kanopi 10.5 meter). Pengukuran nitrogen
dilakukan pada kanopi atas, tengah, dan bawah.
Hasil pengukuran dianalisis dengan melihat hubungan antara komponen
radiasi matahari (intersepsi radiasi) dengan waktu selama satu hari. Pengukuran
dengan menggunakan mini tower (Gambar 5) dimanfaatkan untuk melihat
distribusi vertikal radiasi matahari sehingga dapat ditentukan seberapa besar
kontribusi radiasi terhadap kondisi iklim mikro di bawah kanopi. Peranan radiasi
juga digunakan untuk melihat kesesuaian tanaman sela yang direkomendasikan
berdasarkan karakter iklim mikronya.
Untuk mengetahui kontribusi radiasi terhadap pertumbuhan kelapa sawit,
pengukuran komposisi nitrogen dilakukan di beberapa lapisan kanopi.
Pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan alat pengukur nitrogen. Daun
7
diletakkan di antara sensor dengan cara dijepitkan ke alat pengukur. Hasil
pengukuran kemudian dikalibrasi dengan komposisi nitrogen yang telah diuji di
laboratorium SEAMEO BIOTROP dengan persamaan:
Y = 0.50705 X …..………………………………………………………………(3)
Dengan :
Y : Nitrogen (mmol/gram)
X : Nitrogen hasil observasi
Persamaan diatas memiliki nilai koefisien korelasi sebesar 0.80 dan tingkat
kesalahan (error) 0.01307.
Pendugaan LAI
Dari hasil pengukuran didapatkan instersepsi radiasi (bawah kanopi) dan
radiasi global (atas kanopi) pada tanaman kelapa sawit umur 4, 8, dan 10 tahun.
Dengan menggunakan nilai koefisien pemadaman yang telah diketahui pada
ketiga umur tersebut, nilai LAI dapat diduga menggunakan persamaan hukum
Beer-Lambert (Larcher 1983 dalam Law dan Waring 1994):
k = - ln (I/Io)/ LAI .……………………………………………………………...(4)
LAI =
[
dengan :
I
Io
k
LAI
(⁄ )
⁄
]……..…………………………………………………..(5)
: Radiasi yang ditransmisikan oleh kanopi
: Radiasi di permukaan kanopi
: Koefisien pemadaman
: Leaf Area Index (Indeks Luas Daun)
Nilai Io merupakan radiasi yang sampai diatas kanopi atau dikatakan
sebagai radiasi global. Sedangkan I adalah radiasi yang ditransmisikan oleh
kanopi tanaman, nilai ini diperoleh berdasarkan pengukuran radiasi di bawah
seluruh lapisan kanopi kelapa sawit. Nilai koefisien pemadaman merupakan
parameter yang menunjukkan efisiensi distribusi radiasi di dalam kanopi tanaman.
Nilai koefisien pemadaman pada kelapa sawit umur 4 adalah 0.3 sedangkan
koefisien pemadaman kelapa sawit 8 dan 10 tahun adalah 0.47 (Gerritsma 1998).
Pengolahan awal citra satelit
a. Penggabungan citra
Pengolahan citra satelit dalam analisis lebih lanjut memerlukan proses
penggabungan citra dengan software ER MAPPER. Penggabungan citra dilakukan
karena data citra terbagi berdasarkan panjang gelombangnya (wavelength band)
dengan resolusi spasial yang terkadang berbeda. Penggabungan citra juga
bertujuan untuk mengkombinasikan informasi spasial yang lebih tinggi dalam satu
8
band dengan informasi spektral yang lebih tinggi pada dataset lain (spectral
enhancement). Citra satelit dapat digunakan sebagai citra komposit (citra
gabungan) dengan menggabungkan beberapa band citra sehingga diperoleh
resolusi yang baik dan mempermudah proses analisis lebih lanjut.
b. Koreksi geometrik
Sebelum data citra dapat diolah, sistem proyeksi atau koordinat peta harus
disesuaikan terlebih dahulu. Langkah ini sebagai upaya memperbaiki citra dari
pengaruh kelengkungan bumi dan gerakan muka bumi dengan cara
menyesuaikannya dengan koordinat bumi (memposisikan letak lintang dan bujur),
sehingga dapat diproyeksikan sesuai dengan sistem koordinat peta dunia. Koreksi
geometrik dapat dilakukan dengan menggunakan titik control atau dikenal dengan
Ground Control Point (GCP) sebagai acuan dalam menentukan koordinat. Titik
kontrol yang digunakan merupakan sebuah objek yang bersifat permanen seperti
percabangan sungai, persilangan jalan atau objek yang lain.
c. Cropping
Cropping atau pemotongan citra dilakukan pada lokasi-lokasi yang
dijadikan tempat penelitian. Pemotongan citra dilakukan untuk mendapatkan
daerah yang representative sebagai daerah penelitian agar lebih efisien dalam
proses analisis. Selain itu, pemotongan citra juga bertujuan untuk menghemat
ukuran penyimpanan pada perangkat komputer. Proses cropping dilakukan
dengan menggunakan software ArcMap 10.
Perhitungan NDVI
Penentuan kerapatan vegetasi dihitung melalui NDVI (Normalized
Difference Vegetation Index). Nilai NIDVI diidentifikasi di wilayah perkebunan
kelapa sawit Cimulang dengan menggunakan citra satelit tahun 2006, 2009, dan
2013. Nilai NDVI diperoleh dengan persamaan berikut (Jensen 1998) :
…………………………...……………………………..(6)
Perhitungan NDVI menggunakan beberapa channel atau saluran dari
citraLandsat TM 5+ yaitu band 4 yang lebih dikenal dengan nama saluran
inframerah dekat (Near Infra red), serta band 3 yang lebih dikenal dengan saluran
merah (Red). Band 4 adalah besarnya nilai reflektansinar infra merah yang
bersifat menyerap spektrum gelombang datang dari tanaman (proses fotosintesis)
dan band 3 adalah besarnya nilai reflektansi sinar merah bersifat memantulkan
(merefleksikan) gelombang/sinar yang datang dari tanaman. Menurut Swain
(1978), kedua saluran ini jika digunakan untuk identifikasi vegetasi memiliki
respon spektral yang tinggi.
9
HASIL DAN PEMBAHASAN
Radiasi Matahari Kelapa Sawit
Intersepsi Radiasi
Hasil pengamatan radiasi matahari yang sampai di atas dan di bawah kanopi
terlihat pada Tabel 2. Ketika proses fotosintesis berlangsung pada pagi hari,
intensitas radiasi dibawah kanopi baik pada umur 2, 4, 8, dan 10 tahun berada
diatas 50 watt/m2. Hasil tersebut menunjukkan persentase radiasi yang
ditransmisikan oleh tajuk kanopi tertinggi dialami oleh kelapa sawit muda umur 2
tahun dan 4 tahun berturut – turut sekitar 30% dan 42%, sedangkan radiasi yang
ditransmisikan pada kelapa sawit umur 8 dan 10 tahun sebesar 14% dari radiasi
yang datang. Penelitian oleh Gerritsma (1988) menunjukkan bahwa radiasi yang
ditransmisikan oleh tajuk kelapa sawit hanya sebesar 11% hingga 17% ketika
berumur 9 sampai 11 tahun. Kelapa sawit memiliki tingkat penyerapan radiasi
yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan jenis palma lainnya mengingat bentuk
daun kelapa sawit lebih lebat. Adanya energi di bawah kanopi ini dimanfaatkan
untuk proses evaporasi serta pemanasan permukaan maupun diatas permukaan
sehingga berpengaruh terhadap kondisi iklim mikro.
Tabel 2 Kemampuan intersepsi radiasi oleh kanopi kelapa sawit umur 2,
4,8 dan 10 tahun
Umur
2 tahun
4 tahun
8 tahun
10 tahun
Radiasi global
(atas kanopi)
369.52
494.89
489.56
501.86
Radiasi (watt/m2)
Radiasi transmisi
(bawah kanopi)
156.01
155.63
65.79
70.09
Intersepsi
213.52
339.26
423.77
431.77
Radiasi matahari yang tertahan oleh kanopi akanmemberikan masukan
energi utama bagi tanaman dalam mendukung proses transpirasi maupun
pertukaran panas dengan lingkungannya. Besarnya radiasi yang diintersepsi suatu
tanaman ditentukan oleh karakteristik tajuk atau kanopinya. Persentase intersepsi
radiasi pada tanaman kelapa sawit yang berumur 4, 8, dan 10 tahun dapat dilihat
pada Gambar 6. Nilai ini diperoleh dengan melihat hubungan antara radiasi global
dengan radiasi yang ditransmisikan di bawah kanopi. Persentase intersepsi dapat
dihitung melalui persamaan (Monteith 1970 dalam Irianto 2002):
Ir = (
⁄ )
……………………………………………………….(7)
Dengan : Ir = Intersepsi radiasi (dalam %)
Perhitungan intersepsi pada tanaman kelapa sawit umur 2, 4, 8, dan 10 tahun
dilakukan untuk mengetahui perbandingan intersepsi radiasi pada kelapa sawit.
Berdasarkan pada Gambar 6 diperoleh suatu hubungan antara besarnya intersepsi
10
dengan umur tanaman kelapa sawit. Kemampuan intersepsi kanopi kelapa sawit
akan meningkat seiring bertambahnya umur secara eksponensial (Gerritsma
1998). Namun, hal ini hanya berlaku untuk tanaman kelapa sawit muda hingga
mencapai pertumbuhan maksimal. Intersepsi kelapa sawit pada tanaman setelah
umur 8 tahun akan cenderung stabil ketika berada di usia produktif. Kondisi
tersebut menunjukkan persentase intersepsi kelapa sawit mencapai maksimal
ketika kanopi yang terbentuk tertutup rapat.
86.56%
86.03%
68.55%
55.78%
Gambar 6 Intersepsi radiasi tanaman kelapa sawit umur 2, 4, 8, dan 10
tahun.
Kesamaan hasil intersepsi kelapa sawit umur 8 tahun dan 10 tahun juga
dibuktikan dengan uji beda nyata. Hasil diperoleh dengan nilai P-Value sebesar
0.58 jauh lebih besar dari taraf nyata (α ) 0.05. Jika P-Value lebih besar
dibandingkan taraf nyata (α ), disimpulkan bahwa data tidak mendukung untuk
menolak hipotesis nol (Mattjik 2006). Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa
kedua data intersepsi kelapa sawit umur 8 tahun dan 10 tahun tidak berbeda nyata.
Artinya, tanaman kelapa sawit 8 tahun dan 10 tahun memiliki tingkat intersepsi
yang sama.
Profil PAR (Photosynthetically Active Radiation)
Radiasi matahari merupakan komponen energi utama dalam menjalankan
proses fotosintesis pada tanaman. Namun, tanaman tidak dapat memanfaatkan
semua pancaran radiasi matahari yang masuk ke bumi. Radiasi yang dapat
dimanfaatkan oleh tanaman memiliki panjang gelombang 400 – 700 nm. Bagian
radiasi inilah yang dapat dimanfaatkan untuk proses fotosintesis dan dikenal
dengan istilah PAR (Photosynthetically Active Radiation). Nilai PAR yang
didapatkan merupakan asumsi bahwa sebesar 50% pancaran radiasi matahari
merupakan bagian dari PAR. Sebaran nilai PAR memiliki fluktuasi yang sama
dengan besarnya radiasi yang diterima.
Perbandingan nilai PAR tanaman kelapa sawit umur 10 tahun di setiap jenis
tutupan kanopi dapat dilihat pada Gambar 7. Nilai PAR yang diterima di atas
kanopi mencapai nilai maksimal ketika siang hari pukul 12.00 dengan rata – rata
di atas 1000 µmol/m2.s1. Setelah mencapai nilai maksimal, nilai PAR di atas
kanopi menurun hingga 150 µmol/m2.s1 pada pukul 17.00. PAR di atas kanopi
mengalami penurunan lebih drastis dibandingkan peningkatannya pada pagi hari,
sehingga PAR pada sore hari lebih rendah dari pada PAR saat pagi hari. Hal ini
11
ditunjukkan oleh grafik scatter plot (Gambar 7) warna biru dengan variasi nilai
PAR tertinggi dibandingkan yang lain.
PAR (µmol/m2.s1)
1400
1200
1000
800
600
400
200
0
8.00
10.00
12.00
14.00
16.00
Waktu
Atas kanopi (13 m)
kanopi terbuka (9 m)
Bawah kanopi (2 m)
Kanopi tertutup (6 m)
Gambar 7 Profil PAR diberbagai kondisi tutupan kanopi tanaman kelapa
sawit umur 10 tahun pada tanggal 22 Agustus 2013 – 30
Agustus 2013.
Profil PAR pada tutupan kanopi terbuka memiliki pola yang hampir sama
dengan PAR di atas kanopi, namun memiliki nilai yang lebih kecil. PAR pada
tutupan kanopi terbuka ditunjukkan oleh grafik scatter plot warna kuning. Nilai
PAR tutupan kanopi terbuka mencapai nilai maksimal sebesar 945 µmol/m2.s1
yang terjadi pada pukul 13.00 dan nilai terendah terjadi pukul 17.00 sebesar 40
µmol/m2.s1. Pada kanopi tertutup, PAR yang ditransmisikan berkisar antara 100
µmol/m2.s1 hingga 400 µmol/m2.s1. Namun, pada pukul 09.00 nilai PAR kanopi
tertutup yang ditunjukkan oleh grafik scatter plot warna hijau berada diatas 600
µmol/m2.s1 selama pengamatan. Kondisi ini dipengaruhi oleh posisi tutupan
kanopi kelapa sawit yang tidak memberikan pengaruh terhadap sinar matahari
yang datang pada pukul 9.00, sehingga sensor selalu menerima cahaya secara
langsung yang melewati celah – celah kanopi. Nilai PAR dibawah kanopi yang
dihasilkan mulai pagi hingga sore tidak jauh berbeda setiap harinya.PAR yang
ditransmisikan dibawah kanopi berkisar antara 40 µmol/m2.s1 pada sore hari
hingga mencapai nilai maksimal pada siang hari sebesar 205 µmol/m2.s1. Hasil
menunjukkan bahwa PAR terbesar diterima di atas kanopi dan sebaran PAR
terkecil terdapat di bawah kanopi.
Total PAR yang diintersepsi oleh seluruh lapisan kanopi ditunjukkan pada
Gambar 8. PAR yang diintersepsi oleh kanopi kelapa sawit pada fase tanaman
menghasilkan ini tergolong tinggi dengan nilai rata – rata 86.16%. Intersepsi PAR
pada pagi hari hingga siang hari pukul 12.00 cenderung stabil. Intersepsi PAR
mengalami sedikit penurunan mulai pukul 13.00 hingga pukul 17.00. Meskipun
demikian, variasi intersepsi PAR mulai pagi hari hingga sore hari sangat kecil.
Persentase intersepsi PAR tertinggi terjadi pada saat pukul 15.00 sebesar 90%.
Sedangkan persentase PAR terendah terjadi pada pukul 17.00 sebesar 74%.
12
Persentase (%)
100
90
80
70
60
7.00
9.00
11.00
13.00
Waktu
15.00
17.00
Gambar 8 Persentase intersepsi PAR dari seluruh lapisan kanopi
tanaman kelapa sawit umur 10 tahun.
Struktur kanopi kelapa sawit memiliki pengaruh terhadap besarnya PAR
yang diintersepsi. Hal ini dilihat dari posisi kedudukan kanopi kelapa sawit yang
tersebar secara horizontal dan vertikal. Posisi kanopi kelapa sawit secara
horizontal menyebabkan terjadi intersepsi dari pagi hingga sore hari sedangkan
posisi kedudukan kanopi secara vertikal membantu meningkatkan intersepsi pada
pagi dan sore hari ketika radiasi datang tidak sebesar pada siang hari (June 2000).
Kondisi demikian menyebabkan intersepsi PAR tanaman kelapa sawit tidak jauh
berbeda sepanjang hari.
Distribusi Vertikal Radiasi Matahari
Pengukuran distribusi vertikal radiasi matahari dilakukan pada kelapa sawit
yang berumur 10 tahun. Kelapa sawit pada umur 10 tahun merupakan masa
mendekati pertumbuhan maksimal (Luskin dan Potts 2011). Pengukuran radiasi
dibagi menjadi beberapa ketinggian, yaitu radiasi global diukur pada ketinggian
13 meter, intersepsi radiasi oleh kanopi diukur diketinggian 9 meter, 8 meter, 7.6
meter dan 6 meter. Radiasi yang diterima dibawah kanopi diukur pada ketinggian
2 meter. Pola sebaran radiasi matahari diukur pada saat siang hari dimana nilai
radiasi global yang diterima mencapai maksimal.
Nitrogen (mmol/gram)
Tinggi
(meter)
2
Radiasi (watt/m )
Nitrogen
Radiasi
Gambar 9 Distribusi vertikal radiasi matahari dan komposisi nitrogen tanaman
kelapa sawit.
13
Distribusivertikal radiasi matahari pada tanaman kelapa sawit menunjukkan
besarnya kontribusi tajuk tanaman dalam menahan energi radiasi matahari
(Gambar 9). Setiap lapisan kanopi kelapa sawit memiliki peran terhadap intersepsi
radiasi matahari. Kanopi lapisan atas (kanopi diatas 9 meter) mampu menahan
radiasi yang datang sebesar 197 Watt/m2. Kanopi dibagian tengah dengan tinggi
kanopi 7.6 hingga 8 meter menahan radiasi sebesar 138 Watt/m2. Nilai radiasi
yang diterima oleh kanopi bagian bawah di ketinggian 6 hingga 7.6 meter dapat
menyerap radiasi sebesar 31 Watt/m2. Kondisi tersebut menyebabkan proporsi
radiasi yang ditransmisikan di bawah kanopi sebesar 14% dari radiasi yang
diterima di atas tajuk.
Nitrogen (mmol/gram)
2.80
2.40
2.00
1.60
1.20
0.80
0.40
Atas
kanopi
18 tahun
13 tahun
Tengah
kanopi
4 tahun
Bawah
kanopi
2 tahun
1 tahun
Gambar 10 Komposisi nitrogen daun kelapa sawit di wilayah Jambi pada
berbagai umur (pengukuran dilakukan di perkebunan kelapa
sawit PT. Emal, Sarolangun, Jambi, CRC990).
Gambar 11 Penampang atas dan pertumbuhan daun pada kanopi kelapa sawit
(Fairhust dan Rankine 2001).
Setiap tumbuhan memiliki perbedaan bentuk kanopi sehingga akan
berpengaruh terhadap energi dari radiasi yang dimanfaatkan ketika proses
fotosintesis berlangsung. Besarnya radiasi yang ditahan oleh kanopi menjadi
faktor utama dalam mengendalikan tingkah laku sistem tanaman salah satunya
ditunjukkan oleh komposisi nitrogen pada daun. Nitrogen adalah salah satu unsur
14
yang dibutuhkan oleh tanaman sebagai nutrien. Komposisi nitrogen ini juga
ditentukan oleh besarnya luas area daun disetiap lapisan kanopi (June 2002). Pada
Gambar 9 diketahui sebaran komposisi nitrogen tanaman kelapa sawit disetiap
lapisan kanopinya. Komposisi nitrogen daun di ketiga lapisan kanopi (atas, tengah
dan bawah kanopi) memiliki nilai yang hampir sama. Hasil pengamatan distribusi
komposisi nitrogen daun di PT EMAL Jambi juga memiliki pola yang sama
(Gambar 10). Kondisi ini disebabkan oleh kemampuan lapisan daun dalam
memanfaatkan cahaya matahari untuk proses fotosintesis.
Kanopi kelapa sawit tersusun dengan bentuk spiral (Gambar 11) sehingga
kanopi di bagian tengah maupun bawah dapat menerima cahaya secara langsung.
Proporsi komposisi nitrogen disebabkan oleh kandungan nitrogen dalam
fotosintesis berhubungan dengan enzim yang berperan mereduksi CO2 menjadi
karbohidrat (ribulose 1.5-bisphosphate carboxylase) (Sinclair 1991 dalam
Sitompul 2002), selain itu nitrogen juga berperan dalam pembentukan klorofil
(June 2002). Penelitian Gerritsma (1998) menunjukkan unsur penyusun dalam
proses fotosintesis (termasuk nitrogen) memiliki komposisi yang cenderung sama
ketika kanopi menyerap PAR diatas 400 µmol/m2.s1. Hasil ini menunjukkan
hubungan antara kandungan nitrogen terhadap radiasi matahari dapat dilihat dari
seberapa besar unsur nitrogen yang dimanfaatkan dalam proses fotosintesis kelapa
sawit.
Efek Radiasi Terhadap Iklim Mikro
Suhu Udara dan Suhu Permukaan
Suhu yang terukur merupakan data hasil pengukuran pada mini tower di
kebun Cimulang untuk kelapa sawit umur 10 tahun dan di kebun Cipatat untuk
kelapa sawit umur 4 tahun serta pengukuran di wilayah Jambi pada kelapa sawit
umur 2 tahun. Hasil pengukuran meliputi suhu udara dan suhu permukaan (tanah)
disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Perbandingan suhu (udara dan permukaan) pada dua perlakuan (bawah kanopi
dan luar kanopi) kelapa sawit pada umur 2, 4, dan 10 tahun
Suhu udara (oC)
Suhu permukaan (tanah) (oC)
Umur
Bawah kanopi Luar kanopi Selisih Bawah kanopi Luar kanopi Selisih
25.03*
26.62*
1.59
1.04
28.89
38.16
9.27
1.36
*
*
13.1
2 tahun
4 tahun
10 tahun
29.75
29.69
30.79
31.05
31.6
44.7
*Pengukuran di wilayah Jambi
Suhu merupakan salah satu unsur penting yang dipengaruhi oleh radiasi
dalam pembentukan iklim mikro. Besarnya persentase radiasi yang ditahan oleh
tajuk kanopi mempengaruhi pembentukan suhu udara dan suhu permukaan di
bawah kanopi. Tabel 3 menunjukan bahwa suhu udara di bawah kanopi lebih
rendah bila dibandingkan dengan suhu udara di atas kanopi, namun pengaruh
tutupan kanopi kelapa sawit muda (4 tahun) tidak sebaik pengaruh tutupan kanopi
15
kelapa sawit umur 10 tahun. Suhu udara di bawah kanopi kelapa sawit umur 4
tahun mengalami penurunan suhu sebesar 3.4% dari suhu di atas kanopi,
sedangkan kelapa sawit umur 10 tahun memberikan penurunan suhu sebesar 4.4%
dari suhu udara di atas kanopi. Dengan kata lain, kanopi kelapa sawit umur 10
tahun mampu memberikan perubahan suhu 0.3oC lebih besar terhadap perubahan
suhu pada kelapa sawit muda.
Perbedaan suhu juga dialami pada suhu permukaan kelapa sawit yang
mendapat naungan maupun tidak. Suhu permukaan di bawah kanopi tidak
menerima radiasi secara langsung akibat adanya kanopi kelapa sawit. Sehingga
energi radiasi lebih banyak diterima pada permukaan tanpa kanopi. Suhu
permukaan di bawah kanopi lebih rendah bila dibandingkan dengan suhu
permukaan di luar kanopi. Namun, tutupan kanopi kelapa sawit pada umur 10
tahun lebih lebat sehingga membuat radiasi yang diterimadi bawah kanopi lebih
kecil dari pada kelapa sawit umur 2 dan 4 tahun. Kondisi demikian menyebabkan
suhu permukaan tanah di bawah kanopi dan di luar kanopi pada kelapa sawit umur
10 tahun memiliki perbedaan yang lebih besar bila dibandingkandengan kelapa
sawit umur 2 dan 4 tahun.
Tabel 4 Perbedaan suhu permukaan tanah kelapa sawit muda di luar kanopi
pada dua perlakuan
Suhu permukaan tanah (oC)
Ulangan
Tanpa tanaman tutupan
Dengan tanaman tutupan
1
2
3
4
5
27.3
27.0
27.2
26.7
27.0
25.5
25.2
24.0
25.2
24.7
Suhu permukaan tanah di luar kanopi yang tinggi dapat dikendalikan
apabila terdapat vegetasi yang berfungsi sebagai tanaman tutupan (cover crop).
Vegetasi ini dapat berupa tanaman hortikultura maupun tanaman rumput rumputan. Keberadaan tanaman tutupan ini dapat meminimalisir panas suatu
permukaan seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4. Kondisi suhu permukaan diluar
kanopi lebih rendah apabila terdapat vegetasi.
Profil Suhu
Sebaran suhu udara dan suhu permukaan tanah dari pagi hari hingga sore
hari ditunjukkan oleh Gambar 12. Suhu udara maksimum terjadi di lapisan kanopi
bagian tengah pada pukul 14.00 sebesar 31.8oC dan suhu minimum terjadi di
tempat yang sama pada pukul 18.00 sebesar 25.1oC. Suhu udara di bawah kanopi
mencapai nilai maksimum pada siang hari sebesar 30.6oC. Suhu udara terendah di
bawah kanopi terjadi pada pukul 8.00 sebesar 25.3oC.
Perbedaan sebaran suhu udara pada beberapa lapisan kanopi serta suhu
permukaan tanaman kelapa sawit dipengaruhi oleh beberapa faktor. Suhu udara di
atas kanopi menerima radiasi matahari secara langsung, sehingga suhu di atas
kanopi lebih tinggi dibandingkan suhu udara di bawah kanopi. Tingginya suhu
udara di atas kanopi lebih rendah dibandingkan suhu pada tengah kanopi (9 meter)
16
akibat adanya energi yang menumpuk di dalam kanopi. Penumpukan energi ini
terjadi dari pagi hingga siang hari. Selain itu, sebaran panas di udara melalui
proses adveksi juga mempengaruhi perubahan suhu udara. Dalam hal ini, proses
adveksi dari luar kanopi tidak berpengaruh langsung terhadap energi panas yang
diterima dari radiasi matahari pada kanopi tengah. Namun, proses adveksi
memiliki pengaruh terhadap perubahan suhu di bawah kanopi.
33
Suhu (oC)
31
29
27
25
23
8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00
Waktu
atas kanopi (13 meter)
bawah kanopi (2 meter)
9 meter
permukaan tanah
Gambar 12 Profil suhu udara (atas dan bawah kanopi) dan suhu
permukaan tanah kelapa sawit umur 10 tahun.
Profil suhu permukaan memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan
dengan profil suhu yang lain. Peningkatan suhu permukaan tanah pada pukul
11.00 dipengaruhi oleh paparan sinar matahari yang mengenai area pengukuran,
sehingga nilainya meningkat. Pada keadaan normal (tanpa pengaruh paparan
radiasi secara langsung), suhu permukaan di bawah naungan memiliki fluktuasi
yang rendah. Beberapa faktor yang mempengaruhi fluktuasi suhu permukaan
tanah adalah kemampuan menerima dan melepaskan panas yang membutuhkan
waktu lebih lama dibanding dengan udara yang dinamis karena adanya pergerakan
parsel udara di atmosfer. Tanah memiliki kapasitas panas sebesar 0.57 Kal/cm3,
sedangkan kapasitas panas udara sebesar 3 x 10-4 Kal/cm3 (Saryono 1989 dalam
Adiningsih et al 2001). Artinya, permukaan tanah membutuhkan energi yang
lebih besar untuk meningkatkan maupun menurunkan suhunya, sedangkan radiasi
yang diterima di bawah kanopi rendah sehingga tidak mampu memberikan
perubahan signifikan terhadap suhu permukaan tanah.
Profil suhu udara mengikuti pergerakan radiasi matahari. Ketika radiasi
meningkat maka suhu udara relatif lebih tinggi dan mengalami peningkatan dari
keadaan sebelumnya. Begitu juga saat terjadi penurunan intensitas radiasi ketika
memasuki sore hari, suhu udara cenderung akan menurun. Hal ini disebabkan oleh
besarnya radiasi yang diterima oleh permukaan bumi digunakan untuk
memanaskan udara, sehingga akan mempengaruhi suhu udara di tempat tersebut.
Kelembaban Udara
Profil kelembaban udara (RH) dapat dilihat pada Gambar 13. Hasil
menunjukkan terjadinya perbedaan kelembaban beberapa lapisan kanopi.
17
Kelembaban Udara (%)
Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui bahwa kelembaban tertinggi berada di
bawah kanopi sebesar 80% terjadi ketika pukul l8.00 dimana kandungan air di
udara masih tinggi akibat pengembunan di pagi hari. Kelembaban udara di tengah
kanopi (8 meter) dan di atas kanopi mencapai nilai tertinggi pada sore hari
berturut – turut sebesar 75% dan 72%. Mulai dari pagi hingga siang hari
kelembaban udara diketiga kondisi tersebut terus menurun hingga pukul 13.00.
Setelah itu, kelembaban udara meningkat kembali hingga sore hari. Hasil
pengukuran menunjukkan kelembaban udara di bawah kanopi lebih tinggi
dibandingkan kelembaban udara di tengah dan di atas kanopi.
Profil kelembaban udara cenderung berlawanan dengan profil suhu dan
profil radiasi. Ketika radiasi meningkat, kelembaban akan menurun. Penurunan ini
disebabkan oleh hilangnya kandungan uap air di udara akibat meningkatnya
pemanasan di seluruh lapisan kanopi akibat energi radiasi yang diterima. Setelah
radiasi mencapai nilai tertinggi pada siang hari, energi radiasi matahari mulai
menurun hingga sore hari. Penerimaan radiasi yang mulai menurun ketika
memasuki sore hari menyebabkan efek pemanasan berkurang, sehingga
kelembaban udara kembali meningkat.
90
80
70
60
50
40
8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00
Waktu
atas kanopi (13 meter)
8 meter
bawah kanopi (2 meter)
Gambar 13 Profil kelembaban relatif (RH) kelapa sawit umur 10 tahun.
Profil kelembaban udara menunjukkan terdapat perbedaan yang konstan dari
ketiga kondisi kanopi. Kelembaban udara di bawah kanopi cenderung lebih tinggi
dibandingkan dengan kelembaban udara di dalam maupun di atas kanopi.
Kelembaban udara yang tinggi di bawah kanopi disebabkan oleh rendahnya efek
pemanasan mengingat energi radiasi yang diterima tidak sebesar di atas kanopi.
Sedangkan kelembaban udara di dalam kanopi kelapa sawit dipengaruhi oleh
proses penguapan air yang berasal dari daun. Proses transpirasi tidak berpengaruh
besar pada kelembaban di atas kanopi mengingat radiasi matahari di atas kanopi
memberikan energi yang lebih besar untuk memanaskan udara di sekitarnya.
NDVI dan LAI
Karakteristik radiasi pada suatu vegetasi dapat menjadi tolak ukur dalam
menentukan sifat fisiologi vegetasi tersebut. Intersepsi radiasi suatu tanaman
ditentukan oleh struktur kanopi berupa bentuk, ketebalan, kerapatan maupun luas
kanopi dalam bentuk indeks luas daun atau LAI. Tanaman yang memiliki bentuk
18
kanopi yang tebal dan rapat mampu menahan radiasi matahari lebih tinggi,
sehingga radiasi yang diteruskan (ditransmisikan ke bawah kanopi) semakin kecil.
Dengan kata lain, intersepsi radiasi semakin tinggi jika tanaman juga memiliki
LAI yang tinggi. Persentase intersepsi radiasi yang tinggi mengGambarkan bahwa
wilayah tersebut memiliki tutupan lahan vegetasi yang tinggi. Tutupan lahan
vegetasi ditunjukkan oleh tingkat kehijauan wilayah tersebut dengan
menggunakan nilai NDVI. Hal ini menunjukkan bahwa keduanya (LAI dan
NDVI) memiliki korelasi terhadap intersepsi radiasi.
Tabel 5 Perbandingan nilai NDVI terhadap LAI tanaman kelapa
sawit
Umur
NDVI
LAI
2 tahun
0.399
3.59
4 tahun
8 tahun
10 tahun
0.435
0.517
0.577
3.86
4.27
4.19
*Dugaan LAI berdasarkan hukum Beer Lambert
Pendugaan indeks luas daun pada umur kelapa sawit yang berbeda
menunjukkan bahwa luasan daun pada tajuk kelapa sawit cenderung semakin
meningkat dengan bertambahnya umur (Tabel 5). Ketika memasuki umur 7 tahun,
pertumbuhan daun kelapa sawit akan digantikan oleh daun yang muda (Mahmud
1998). Ketika umur 9 hingga 11 tahun, koefisien pemadaman kelapa sawit
mencapai nilai tertinggi, yaitu 0.47 (Gerritsma 1988). Pada umur selanjutnya
(selama umur kelapa sawit masih produktif) nilai LAI tidak akan jauh berbeda
karena naungan yang disebabkan oleh kanopi hampir sama, begitu juga dengan
proses fotosintesis kelapa sawit yang optimal terjadi sekitar umur 10 hingga 13
tahun (Lubis 1992). Pernyataan ini juga didukung oleh pengamatan Luskin dan
Potts (2011) yang menyebutkan bahwa kelapa sawit pada umur 10 tahun
merupakan masa dimana fase pertumbuhan hampir mencapai maksimal. Dengan
mengacu hasil tersebut, diduga bahwa kerapatan kanopi kelapa sawit akan stabil
setelah umur 10 tahun dan akan menurun ketika kelapa sawit mulai menua (tidak
menghasilkan tandan sawit).
Peningkatan LAI juga diikuti oleh nilai NDVI yang semakin meningkat.
Nilai NDVI yang semakin tinggi menunjukkan banyaknya vegetasi di wilayah
tersebut. Kondisi demikian juga dapat dikatakan bahwa pertambahan umur kelapa
sawit mempengaruhi persentase pemantulan radiasi matahari oleh permukaan
daun yang dibutuhkan dalam proses fotosintesis.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa NDVI dan LAI memiliki korelasi
yang positif terhadap peningkatan umur kelapa sawit. Namun korelasi yang
didapatkan dari hasil pengamatan masih tergolong kasar mengingat data NDVI
dan LAI yang
KARAKTERISTIK RADIASI MATAHARI
PERTANAMAN KELAPA SAWIT
(Implikasinya terhadap Iklim Mikro dan Potensi Tanaman Sela)
ARISAL BAGUS AFANDI
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014
ii
iii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Radiasi
Matahari Pertanaman Kelapa Sawit (Implikasinya terhadap Iklim Mikro dan
Potensi Tanaman Sela) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Arisal Bagus Afandi
NIM G24100030
i
ABSTRAK
ARISAL BAGUS AFANDI. Karakteristik Radiasi Matahari Pertanaman Kelapa
Sawit (Implikasinya terhadap Iklim Mikro dan Potensi Tanaman Sela). Dibimbing
oleh TANIA JUNE.
Radiasi matahari merupakan komponen utama yang berperan dalam
pembentukan iklim mikro terhadap pertumbuhan tanaman sela pada perkebunan
kelapa sawit. Penelitian ini bertujnuan untuk menganalisis karakteristik radiasi
matahari dan menentukan kesesuaian tanaman sela. Penelitian dilakukan di
perkebunan kelapa sawit wilayah Bogor dan Jambi yang meliputi pengukuran
radiasi, suhu (meliputi suhu udara dan suhu permukaan), kelembaban udara dan
nitrogen daun. Pengukuran radiasi dilakukan dengan metode triangular.
Berdasarkan distribusi radiasi pada kanopi kelapa sawit 10 tahun, radiasi yang
ditransmisikan cenderung menurun secara logaritmik. Profil nitrogen
menunjukkan komposisi yang sama di setiap kanopinya. Kelapa sawit yang
semakin tua menyebabkan LAI dan NDVI meningkat, begitu juga dengan
intersepsi radiasi. Suhu udara dan suhu permukaan dibawah kanopi kelapa sawit
10 tahun lebih rendah dibandingkan dengan kelapa sawit 2 dan 4 tahun. Beberapa
tanaman sela yang direkomendasikan pada perkebunan kelapa sawit muda adalah
jagung, padi gogo, kacang tanah, kedelai, kapas, jahe, ubi jalar, sorgum, nanas,
dan bawang merah sedangkan tanaman sela yang dapat diterapkan pada
perkebunan kelapa sawit 10 tahun adalah rumput-rumputan dan leguminosa.
Kata kunci: LAI, intersepsi radiasi, kanopi, NDVI, nitrogen
ABSTRACT
ARISAL BAGUS AFANDI. Characteristic of Short Wave Radiation within Oil
Palm Canopy (Its implication to Micro-climateand Intercrop Potency). Supervised
by TANIA JUNE.
Solar radiation is the main components that used in micro-climate to support
a plant growth. This research aims to analyze the characteristic of solar radiation
and to determine the compability of plants that can be applied in intercropping
system. The research conducted at oil palm plantations in Bogor and Jambi
included the measurements of radiation, air and surface temperatures, relative
humidity and leaf nitrogen. Triangular method used for radiation measurement.
Based on radiation distribution inside 10 years old oil palm canopy, transmitted
radiation tend to decline logarithmically. Nitrogen profile shows a same trend
composition in every layer of canopy. As oil palm getting older, LAI and NDVI
increased, so as radiation interception. Air and surface Temperatures under 10
years old oil palm canopy are much lower compared to the young oil palm. There
are many plants recommended for intercropping system in young oil palm
plantations such as corn, gogo paddy, peanut, soybean, cotton plant, ginger, sweet
potato, sorghum, pineapple, and red onion, nevertheless plants can be applied in
10 years old oil palm plantations are grasses and legumes.
Keywords: canopy, LAI, NDVI, nitrogen, radiation interception
i
KARAKTERISTIK RADIASI MATAHARI
PERTANAMAN KELAPA SAWIT
(Implikasinya terhadap Iklim Mikro dan Potensi Tanaman Sela)
ARISAL BAGUS AFANDI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Geofisika dan Meteorologi
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014
i
Judul Skripsi : KARAKTERISTIK RADIASI MATAHARI PERTANAMAN
KELAPA SAWIT (Implikasinya terhadap Iklim Mikro dan Potensi
Tanaman Sela)
Nama
: Arisal Bagus Afandi
NIM
: G24100030
Disetujui oleh
Pembimbing
Dr. Ir. Tania June M.Sc.
NIP. 19630628 198803 2 001
Diketahui oleh
Ketua Departemen
Dr. Ir. Tania June M.Sc.
NIP. 19630628 198803 2 001
Tanggal Lulus:
ii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Topik yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2013 ini ialah
agrometeorologi bidang iklim mikro, dengan judul Karakteristik Radiasi Matahari
Kelapa Sawit (Implikasinya terhadap Iklim Mikro dan Potensi Tanaman Sela).
Ucapan terimakasih sebesar-besarnya saya ucapkan kepada Dr. Tania June
M.Sc sebagai dosen pembimbing yang bersedia memberi arahan dan koreksi
dalam penulisan ini. Terima kasih kepada PTPN VIII yang telah bekerjasama
dalam penyediaan tempat penelitian. Kepada BOPTN 2013 dan CRC 990 atas
kerjasamanya. Kepada Bapak Nandar selaku teknisi BALITKLIMAT dan Bapak
Nandang selaku staf Departemen Geofisika dan Meteorologi IPB dalam
penyediaan dan pemasangan alat instrumentasi meteorologi. Teman – teman
departemen GFM angkatan 47 dan angkatan 48, dan Bojester 47 yang selalu
memberikan motivasi dan inspirasinya selama kuliah bersama di IPB. Ungkapan
terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, adik serta seluruh keluarga atas
segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini dapat digunakan dan bermanfaat.
Bogor, Agustus 2014
Arisal Bagus Afandi
i
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR LAMPIRAN
iv
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
METODOLOGI
2
Waktu dan Lokasi Penelitian
2
Bahan dan Alat Penelitian
2
Prosedur Penelitian
3
HASIL DAN PEMBAHASAN
Radiasi Matahari Kelapa Sawit
9
9
Efek Radiasi Terhadap Iklim Mikro
14
NDVI dan LAI
17
Jenis Tanaman Sela pada Perkebunan Kelapa Sawit
19
KESIMPULAN DAN SARAN
21
Kesimpulan
21
Saran
22
DAFTAR PUSTAKA
22
LAMPIRAN
25
ii
DAFTAR TABEL
1. Hasil kalibrasi sensor fotodioda ...................................................................... 5
2. Kemampuan intersepsi radiasi oleh kanopi kelapa sawit umur 2, 4, 8,
dan 10 tahun..................................................................................................... 9
3. Perbandingan suhu (udara dan permukaan) pada dua perlakuan (bawah
kanopi dan luar kanopi) kelapa sawit pada umur 2, 4, dan 10 tahun............. 14
4. Perbedaan suhu permukaan tanah kelapa sawit muda di luar kanopi
pada dua perlakuan. ....................................................................................... 15
5. Perbandingan nilai NDVI terhadap LAI tanaman kelapa sawit. ................... 18
6. Perbandingan kondisi iklim mikro (kelapa sawit 4 dan 10 tahun) bagi
pertumbuhan tanaman sela. ........................................................................... 19
7. Kebutuhan radiasi masing-masing tanaman sela. .......................................... 19
iii
DAFTAR GAMBAR
1. Sensor fotodioda (kiri) dan Li-Cor Pyranometer Sensor (kanan) untuk
pengukuran radiasi. Sumber: www.licor.com ................................................. 3
2. Alat yang digunakan dalam penelitian, yaitu minitower [a]; humidity
meter [b]; infrared thermometer [c]; dan pengukur nitrogen daun [d]. .......... 3
3. Kalibrasi sensor fotodioda (sumbu y) terhadap sensor Licor
Pyranometer (sumbu x) ................................................................................... 4
4. Pengukuran radiasi dibawah kanopi dengan menggunakan triangular
method pada tanaman kelapa sawit umur 8 dan 10 tahun (Gambar kiri)
dan pengukuran radiasi pada kelapa sawit muda ( 4 tahun) (Gambar
kanan). ............................................................................................................. 6
5. Pemasangan sensor radiasi matahari, kelembaban udara , suhu dengan
menggunakan mini tower pada tanaman kelapa sawit umur 10 tahun
(tinggi kanopi 10.5 meter). Pengukuran nitrogen dilakukan pada
kanopi atas, tengah dan bawah........................................................................ 6
6. Intersepsi radiasi tanaman kelapa sawit umur 2, 4, 8, dan 10 tahun ............. 10
7. Profil PAR diberbagai kondisi tutupan kanopi tanaman kelapa sawit
umur 10 tahun pada tanggal 22 Agustus 2013 – 30 Agustus 2013. .............. 11
8. Persentase intersepsi PAR dari seluruh lapisan kanopi tanaman kelapa
sawit umur 10 tahun. ..................................................................................... 12
9. Distribusi vertikal radiasi matahari dan komposisi nitrogen tanaman
kelapa sawit ................................................................................................... 12
10. Komposisi nitrogen daun kelapa sawit di wilayah Jambi pada berbagai
umur (pengukuran dilakukan di perkebunan kelapa sawit PT. Emal,
Sarolangun, Jambi, CRC990). ...................................................................... 13
11. Penampang atas dan pertumbuhan daun pada kanopi kelapa sawit .............. 13
12. Profil suhu udara (atas dan bawah kanopi) dan suhu permukaan tanah
kelapa sawit umur 10 tahun. ......................................................................... 16
13. Profil kelembaban relatif (RH) kelapa sawit umur 10 tahun. ....................... 17
14. Suhu optimum jenis tanaman sela yang direkomendasikan pada
perkebunan kelapa sawit muda umur 4 tahun. .............................................. 20
iv
DAFTAR LAMPIRAN
1. Diagram alir penelitian .................................................................................. 25
2. Pengukuran radiasi di berbagai ketinggian pada kelapa sawit umur 10
tahun .............................................................................................................. 26
3. Data pengukuran suhu dan kelembaban (RH) kelapa sawit 10 tahun ........... 29
4. Uji beda nyata beberapa data pada tingkat kepercayaan 95% ....................... 33
5. Peta sebaran NDVI daerah pengamatan pada beberapa tahun ...................... 34
6. Perhitungan radiasi yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman sela pada
perkebunan kelapa sawit umur 4 tahun ......................................................... 35
7. Dokumentasi penelitian ................................................................................. 35
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kelapa sawit merupakan komoditas perkebunan yang saat ini menjadi
perhatian utama dan unggulan pemerintah dalam meningkatkan devisanya. Luas
area total dan produksi CPO terus meningkat sejak tahun 2000, khususnya di
wilayah Sumatera Utara dengan luas sebesar 1017774 Ha (BPS dalam Tarigan
dan Sipayung 2011). Perannya yang cenderung meningkat di sektor pertanian dari
tahun ke tahun membuat para pelaku industri perkebunan kelapa sawit semakin
berkembang hingga tahun 2009 (Tarigan dan Sipayung 2011). Kondisi demikian
menyebabkan kemajuan budidaya kelapa sawit dalam bentuk perkebunan besar
swasta maupun pemerintah.
Peningkatan produktivitas lahan perkebunan kelapa sawit mulai banyak
diterapkan, salah satunya dengan budidaya tanaman sela. Penerapan tanaman sela
pada perkebunan kelapa sawit ini berperan sebagai upaya efisiensi lahan dalam
menjaga kualitas dan kesuburan lahan perkebunan. Beberapa contoh jenis
tanaman sela yang pernah dibudidayakan adalah tanaman setahun (Purba et al
1998 dan Mahmud 1998). Namun, tidak semua jenis tanaman sela dapat
dikembangkan diantara pertanaman kelapa sawit. Pada masa tanaman
menghasilkan budidaya tanaman sela harus memperhatikan faktor-faktor internal
yang sangat mempengaruhi fase pertumbuhan tanaman. Salah satu faktor yang
harus dipertimbangkan dalam penerapan sistem penanaman tanaman sela yaitu
kondisi iklim mikro di antara tanaman kelapa sawit (Erhabor dan Filson 1999).
Karakteristik radiasi matahari memiliki keterkaitan dengan berbagai
komponen suatu tanaman. Penyerapan radiasi matahari oleh kanopi kelapa sawit
menentukan komposisi nitrogen daun. Komposisi nitrogen daun ditentukan oleh
posisi kanopi. Selain itu, proporsi penyerapan radiasi dalam bentuk PAR saling
berkaitan terhadap struktur kanopi yang ditunjukkan oleh nilai indeks luas daun
(LAI). Bentuk tajuk tanaman menjadi tolak ukur besarnya intersepsi radiasi pada
suatu tanaman. Intersepsi PAR juga menunjukkan adanya vegetasi di tempat
tersebut, sehingga analisis keadaan vegetasi akan menjadi salah satu parameter
ekologi yang penting. Suwarsono et al (2011) membuktikan bahwa pengukuran
LAI mempunyai korelasi yang baik terhadap NDVI (Normalized Difference
Vegetation Index). Pernyataan ini juga didukung oleh Wang et al (2005) yang
mengkaji tentang hubungan antara NDVI dan LAI pada kawasan hutan dengan
vegetasi yang menggugurkan daunnya saat musim tertentu (deciduous forest).
Law dan Waring (1994) membuktikan bahwa terdapat kaitan secara linear antara
besarnya indeks vegetasi dengan nilai indeks luas daun pada suatu tanaman.
Besarnya radiasi yang ditransmisikan memiliki korelasi lebih dari 0.89 terhadap
indeks luas daun dengan proyeksi kanopi secara horizontal (Campbell dan
Norman 1989 dalam Lunagaria dan Syekh 2006). Hubungan antara indeks
vegetasi (NDVI) dengan indeks luas daun (LAI) juga pernah dilakukan oleh Zein
(2009) untuk mengetahui besarnya penyerapan radiasi oleh kanopi kelapa sawit.
Analisis karakteristik radiasi matahari pada kelapa sawit dilakukan untuk
menentukan kesesuaian tanaman sela. Radiasi matahari merupakan sumber energi
utama yang digunakan pada proses fotosintesis dalam pembentukan karbohidrat.
2
Radiasi matahari yang dimanfaatkan oleh tanaman memiliki panjang gelombang
(400 sampai 700 nm) dikenal dengan sinar PAR (Photosynthetically Active
Radiation). Pancaran energi radiasi matahari yang diserap dan ditransmisikan oleh
kanopi menjadi faktor utama dalam mengendalikan kondisi iklim mikro. Jumlah
radiasi yang dilewatkan oleh kanopi akan menentukan kesesuaian tanaman sela
yang mungkin dapat ditanam.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa tujuan, diantaranya :
1. Memperoleh pola intersepsi radiasi dan distribusi vertikal radiasi matahari
pada tanaman kelapa sawit serta implikasinya terhadap jumlah radiasi yang
sampai di bawah kanopi, iklim mikro dan komposisi nitrogen.
2. Meduga indeks luas daun berdasarkan koefisien pemadaman dan intersepsi
radiasi menggunakan hukum Beer Lambert.
3. Membuktikan keterkaitan antara indeks luas daun dengan nilai indeks vegetasi
yang dihasilkan melalui citra satelit.
4. Menerangkan hubungan antara intersepsi dan distribusi radiasi dengan suhu
terhadap kesesuaian tanaman sela.
METODOLOGI
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan mulai bulan Agustus 2013 hingga bulan September
2013 meliputi pemasangan alat dan pengukuran. Lokasi penelitian dilakukan di
PT PERKEBUNAN NUSANTARA VIII provinsi Jawa Barat unit bisnis I
wilayah Cimulang untuk tanaman kelapa sawit 8 tahun dan 10 tahun, wilayah
Cipatat untuk tanaman kelapa sawit umur 4 tahun dan Desa Pompa Air, Jambi
pada tanaman berumur 2 tahun.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan dalam analisis data satelit adalah citra satelit Landsat
TM 5+ band 4 dan band 3 tahun 2006, 2009 dan 2013, data pengukuran suhu
tanah, suhu udara dan komposisi nitrogen di wilayah Jambi. Data pengamatan
unsur iklim di wilayah Cimulang dan Cipatat diperoleh dengan mengukur secara
langsung menggunakan beberapa alat instrumentasi (Gambar 1 dan Gambar 2).
Alat instrumentasi (sensor suhu, kelembaban dan radiasi) dipasang pada
sebuah mini tower dengan ketinggian 13 meter. Data pengukuran yang didapatkan
dari mini tower meliputi data radiasi dan data iklim penunjang seperti kelembaban
dan suhu udara. Beberapa perangkat pengukuran yang terpasang di minitower
meliputi sensor radiasi (Li-Cor Pyranometer Sensor), sensor fotodioda dan
Pyranometer untuk mengukur radiasi, Logger sebagai alat penyimpanan data,
3
sensor suhu dan sensor kelembaban. Sedangkan alat instrument yang digunakan
untuk mengukur unsur ikllim di bawah kanopi (mobile) meliputi sensor
fotodiodauntuk pengukuran radiasi, infrared thermometer KW06-559 untuk suhu
permukaan dan humidity meter Krisbow KW06-561 sebagai pengukur kelembaban
udara dibawah kanopi. Data yang diperoleh diolah dengan perangkat komputer
dengan software ER MAPPER, ArcMap 10 dan Microsoft office.
Gambar 1 Sensor fotodioda (kiri) dan Li-Cor Pyranometer Sensor
(kanan) untuk pengukuran radiasi. Sumber: www.licor.com.
[b]
[a]
[c]
[d]
Gambar 2 Alat yang digunakan dalam penelitian, yaitu minitower [a];
humidity meter [b]; infrared thermometer [c]; dan
pengukur nitrogen daun [d].
Prosedur Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode pengukuran secara langsung yang
meliputi pengukuran radiasi, suhu (meliputi suhu udara dan suhu permukaan),
kelembaban udara dan nitrogen daun. Data hasil pengamatan langsung kemudian
dianalisis oleh data pendukung berupa data citra satelit untuk mengetahui
hubungan dari kedua komponen tersebut. Analisis juga dilakukan dengan
menggunakan hasil pengamatan yang pernah dilakukan sebelumnya (nitrogen
daun) di wilayah PT. Emal, Sarolangun, Jambi sebagai data tambahan agar hasil
analisis lebih akurat.
4
Kalibrasi alat dan konversi radiasi
Kalibrasi alat instrumentasi dilakukan pada solarimeter dengan sensor
fotodioda yang berguna untuk mengukur besarnya radiasi matahari. Kalibrasi
solarimeter ini mengacu pada nilai radiasi yang dihasilkan oleh Li-Cor
Pyranometer Sensor yang sudah terstandarisasi oleh BALITKLIMAT. Kedua alat
instrumentasi tersebut memiliki sensor yang sama dengan prinsip kerja
menangkap energi berupa cahaya. Proses kalibrasi dilakukan selama 4 hari mulai
13 Agustus 2013 sampai 16 Agustus 2013 di rumah kaca BALITKLIMAT. Data
pengukuran radiasi dari seluruh sensor diukur secara bersama – sama setiap 10
menit dengan menggunakan Logger sebagai media penyimpanan data.
Setelah didapatkan hasil pengukuran, diketahui hubungan antara Li-Cor
Pyranometer Sensor (BALITKLIMAT) dengan seluruh sensor fotodioda dapat
dianalisis dengan menggunakan persamaan regresi secara logaritmik. Bentuk
umum model persamaan regresi logaritmik adalah :
y = a ln (x) + b.…………………………………………………………………..(1)
dengan :y
: Nilai radiasi solarimeter dengan sensor fotodioda
x : Nilai radiasi Li-Cor Pyranometer Sensor (BALITKLIMAT)
a, b : Konstanta
Beberapa bentuk persamaan yang diperoleh untuk setiap sensor ditunjukkan
pada Gambar 3 dengan persamaan pada Tabel 1.
Gambar 3 Kalibrasi sensor fotodioda (sumbu y) terhadap sensor Licor
Pyranometer (sumbu x).
5
Tabel 1 Hasil kalibrasi sensor fotodioda
Letak pada
Sensor
Persamaan
minitower
Sensor 1
2 meter
y = 45.605 ln (x) + 127.05
Sensor 2
6 meter
y = 45.704 ln (x) + 110.2
Sensor 3
7.6 meter
y = 43.278 ln (x) + 106.81
Sensor 4
8 meter
y = 44.067 ln (x) + 127.67
Sensor 5
9 meter
y = 44.829 ln (x) + 107.02
Setelah mendapatkan nilai radiasi, nilai PAR (Photosynthetically Active
Radiation) dapat diduga dengan melakukan konversi dari nilai radiasi
menggunakan persamaan sebagai berikut (June 2002) :
PAR =
dengan
/0.235……...………………………………………..(2)
: Radiasi (watt/m2)
PAR (Photosynthetically Active Radiation) (µmol/m2.s1)
Nilai PAR digunakan untk mengetahui besarnya
dimanfaatkan tanaman untuk melakukan proses fotosintesis.
radiasi
yang
Sampling dan pengambilan data
Data pengukuran lapang merupakan data yang diperoleh berdasarkan titik
sampling yang telah ditentukan. Titik sampling ini dijadikan sebagai acuan nilai
sebaran untuk wilayah pengamatan dengan asumsi bahwa seluruh wilayah
pengamatan memiliki kondisi tutupan kanopi yang sama di setiap umurnya.
Syarat dalam penentuan titik pengamatan merupakan kanopi dengan persentase
tutupan diatas 80%. Penentuan persentase ini dilakukan secara subyektif dengan
cara visual yaitu menggunakan kamera digital yang dibidikkan tegak lurus ke atas
sehingga terlihat kondisi tutupan kanopinya.
Penelitian dilakukan pada tanaman kelapa sawit di berbagai umur.
Perbedaan umur digunakan untuk mengetahui peningkatan intersepsi radiasi
hingga fase pertumbuhan maksimal tanaman kelapa sawit pada umur 10 tahun
dengan jarak tanam yang sama (9x9 meter). Pengukuran radiasi dibawah kanopi
dilakukan dengan menggunakan triangular method yang umum digunakan pada
tanaman kelapa sawit (Awal et al 2005).
Distribusi radiasi kelapa sawit diukur radiasinya pada tanaman kelapa sawit
umur 10 tahun. Pengukuran ini bertujuan untuk mengetahui tingkat penyerapan
radiasi oleh kanopi (radiasi intersepsi) disetiap bagian kanopi dari yang teratas
hingga kanopi terbawah. Distribusi radiasi diukur di enam ketinggian yang
berbeda, yaitu pada ketinggian 2 meter, 6 meter, 7,6 meter, 8 meter, 9 meter dan
13 meter yang termasuk radiasi global. Profil distribusi radiasi diukur dengan
menggunakan solarimeter fotodioda yang telah dikonversi oleh solarimeter Li-Cor
(standar BALITKLIMAT). Sedangkan pengukuran radiasi global atau radiasi
yang datang diatas kanopi diukur dengan menggunakan Li-Cor Pyranometer
Sensor. Pengukuran data iklim pendukung yang meliputi kelembaban udara, suhu
udara dibawah kanopi, suhu udara diatas kanopi dan suhu tanah juga dilakukan di
6
tempat dan waktu yang sama. Seluruh pengukuran dilakukan mulai jam 8 pagi
hingga jam 6 sore setiap satu jam sekali.
Gambar 4 Pengukuran radiasi dibawah kanopi dengan menggunakan triangular method
pada tanaman kelapa sawit umur 8 dan 10 tahun (kiri) dan pengukuran radiasi
pada kelapa sawit muda ( 4 tahun) (kanan) (Awal et al 2005).
Gambar 5 Pemasangan sensor radiasi matahari, kelembaban udara , suhu
dengan menggunakan mini tower pada tanaman kelapa sawit
umur 10 tahun (tinggi kanopi 10.5 meter). Pengukuran nitrogen
dilakukan pada kanopi atas, tengah, dan bawah.
Hasil pengukuran dianalisis dengan melihat hubungan antara komponen
radiasi matahari (intersepsi radiasi) dengan waktu selama satu hari. Pengukuran
dengan menggunakan mini tower (Gambar 5) dimanfaatkan untuk melihat
distribusi vertikal radiasi matahari sehingga dapat ditentukan seberapa besar
kontribusi radiasi terhadap kondisi iklim mikro di bawah kanopi. Peranan radiasi
juga digunakan untuk melihat kesesuaian tanaman sela yang direkomendasikan
berdasarkan karakter iklim mikronya.
Untuk mengetahui kontribusi radiasi terhadap pertumbuhan kelapa sawit,
pengukuran komposisi nitrogen dilakukan di beberapa lapisan kanopi.
Pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan alat pengukur nitrogen. Daun
7
diletakkan di antara sensor dengan cara dijepitkan ke alat pengukur. Hasil
pengukuran kemudian dikalibrasi dengan komposisi nitrogen yang telah diuji di
laboratorium SEAMEO BIOTROP dengan persamaan:
Y = 0.50705 X …..………………………………………………………………(3)
Dengan :
Y : Nitrogen (mmol/gram)
X : Nitrogen hasil observasi
Persamaan diatas memiliki nilai koefisien korelasi sebesar 0.80 dan tingkat
kesalahan (error) 0.01307.
Pendugaan LAI
Dari hasil pengukuran didapatkan instersepsi radiasi (bawah kanopi) dan
radiasi global (atas kanopi) pada tanaman kelapa sawit umur 4, 8, dan 10 tahun.
Dengan menggunakan nilai koefisien pemadaman yang telah diketahui pada
ketiga umur tersebut, nilai LAI dapat diduga menggunakan persamaan hukum
Beer-Lambert (Larcher 1983 dalam Law dan Waring 1994):
k = - ln (I/Io)/ LAI .……………………………………………………………...(4)
LAI =
[
dengan :
I
Io
k
LAI
(⁄ )
⁄
]……..…………………………………………………..(5)
: Radiasi yang ditransmisikan oleh kanopi
: Radiasi di permukaan kanopi
: Koefisien pemadaman
: Leaf Area Index (Indeks Luas Daun)
Nilai Io merupakan radiasi yang sampai diatas kanopi atau dikatakan
sebagai radiasi global. Sedangkan I adalah radiasi yang ditransmisikan oleh
kanopi tanaman, nilai ini diperoleh berdasarkan pengukuran radiasi di bawah
seluruh lapisan kanopi kelapa sawit. Nilai koefisien pemadaman merupakan
parameter yang menunjukkan efisiensi distribusi radiasi di dalam kanopi tanaman.
Nilai koefisien pemadaman pada kelapa sawit umur 4 adalah 0.3 sedangkan
koefisien pemadaman kelapa sawit 8 dan 10 tahun adalah 0.47 (Gerritsma 1998).
Pengolahan awal citra satelit
a. Penggabungan citra
Pengolahan citra satelit dalam analisis lebih lanjut memerlukan proses
penggabungan citra dengan software ER MAPPER. Penggabungan citra dilakukan
karena data citra terbagi berdasarkan panjang gelombangnya (wavelength band)
dengan resolusi spasial yang terkadang berbeda. Penggabungan citra juga
bertujuan untuk mengkombinasikan informasi spasial yang lebih tinggi dalam satu
8
band dengan informasi spektral yang lebih tinggi pada dataset lain (spectral
enhancement). Citra satelit dapat digunakan sebagai citra komposit (citra
gabungan) dengan menggabungkan beberapa band citra sehingga diperoleh
resolusi yang baik dan mempermudah proses analisis lebih lanjut.
b. Koreksi geometrik
Sebelum data citra dapat diolah, sistem proyeksi atau koordinat peta harus
disesuaikan terlebih dahulu. Langkah ini sebagai upaya memperbaiki citra dari
pengaruh kelengkungan bumi dan gerakan muka bumi dengan cara
menyesuaikannya dengan koordinat bumi (memposisikan letak lintang dan bujur),
sehingga dapat diproyeksikan sesuai dengan sistem koordinat peta dunia. Koreksi
geometrik dapat dilakukan dengan menggunakan titik control atau dikenal dengan
Ground Control Point (GCP) sebagai acuan dalam menentukan koordinat. Titik
kontrol yang digunakan merupakan sebuah objek yang bersifat permanen seperti
percabangan sungai, persilangan jalan atau objek yang lain.
c. Cropping
Cropping atau pemotongan citra dilakukan pada lokasi-lokasi yang
dijadikan tempat penelitian. Pemotongan citra dilakukan untuk mendapatkan
daerah yang representative sebagai daerah penelitian agar lebih efisien dalam
proses analisis. Selain itu, pemotongan citra juga bertujuan untuk menghemat
ukuran penyimpanan pada perangkat komputer. Proses cropping dilakukan
dengan menggunakan software ArcMap 10.
Perhitungan NDVI
Penentuan kerapatan vegetasi dihitung melalui NDVI (Normalized
Difference Vegetation Index). Nilai NIDVI diidentifikasi di wilayah perkebunan
kelapa sawit Cimulang dengan menggunakan citra satelit tahun 2006, 2009, dan
2013. Nilai NDVI diperoleh dengan persamaan berikut (Jensen 1998) :
…………………………...……………………………..(6)
Perhitungan NDVI menggunakan beberapa channel atau saluran dari
citraLandsat TM 5+ yaitu band 4 yang lebih dikenal dengan nama saluran
inframerah dekat (Near Infra red), serta band 3 yang lebih dikenal dengan saluran
merah (Red). Band 4 adalah besarnya nilai reflektansinar infra merah yang
bersifat menyerap spektrum gelombang datang dari tanaman (proses fotosintesis)
dan band 3 adalah besarnya nilai reflektansi sinar merah bersifat memantulkan
(merefleksikan) gelombang/sinar yang datang dari tanaman. Menurut Swain
(1978), kedua saluran ini jika digunakan untuk identifikasi vegetasi memiliki
respon spektral yang tinggi.
9
HASIL DAN PEMBAHASAN
Radiasi Matahari Kelapa Sawit
Intersepsi Radiasi
Hasil pengamatan radiasi matahari yang sampai di atas dan di bawah kanopi
terlihat pada Tabel 2. Ketika proses fotosintesis berlangsung pada pagi hari,
intensitas radiasi dibawah kanopi baik pada umur 2, 4, 8, dan 10 tahun berada
diatas 50 watt/m2. Hasil tersebut menunjukkan persentase radiasi yang
ditransmisikan oleh tajuk kanopi tertinggi dialami oleh kelapa sawit muda umur 2
tahun dan 4 tahun berturut – turut sekitar 30% dan 42%, sedangkan radiasi yang
ditransmisikan pada kelapa sawit umur 8 dan 10 tahun sebesar 14% dari radiasi
yang datang. Penelitian oleh Gerritsma (1988) menunjukkan bahwa radiasi yang
ditransmisikan oleh tajuk kelapa sawit hanya sebesar 11% hingga 17% ketika
berumur 9 sampai 11 tahun. Kelapa sawit memiliki tingkat penyerapan radiasi
yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan jenis palma lainnya mengingat bentuk
daun kelapa sawit lebih lebat. Adanya energi di bawah kanopi ini dimanfaatkan
untuk proses evaporasi serta pemanasan permukaan maupun diatas permukaan
sehingga berpengaruh terhadap kondisi iklim mikro.
Tabel 2 Kemampuan intersepsi radiasi oleh kanopi kelapa sawit umur 2,
4,8 dan 10 tahun
Umur
2 tahun
4 tahun
8 tahun
10 tahun
Radiasi global
(atas kanopi)
369.52
494.89
489.56
501.86
Radiasi (watt/m2)
Radiasi transmisi
(bawah kanopi)
156.01
155.63
65.79
70.09
Intersepsi
213.52
339.26
423.77
431.77
Radiasi matahari yang tertahan oleh kanopi akanmemberikan masukan
energi utama bagi tanaman dalam mendukung proses transpirasi maupun
pertukaran panas dengan lingkungannya. Besarnya radiasi yang diintersepsi suatu
tanaman ditentukan oleh karakteristik tajuk atau kanopinya. Persentase intersepsi
radiasi pada tanaman kelapa sawit yang berumur 4, 8, dan 10 tahun dapat dilihat
pada Gambar 6. Nilai ini diperoleh dengan melihat hubungan antara radiasi global
dengan radiasi yang ditransmisikan di bawah kanopi. Persentase intersepsi dapat
dihitung melalui persamaan (Monteith 1970 dalam Irianto 2002):
Ir = (
⁄ )
……………………………………………………….(7)
Dengan : Ir = Intersepsi radiasi (dalam %)
Perhitungan intersepsi pada tanaman kelapa sawit umur 2, 4, 8, dan 10 tahun
dilakukan untuk mengetahui perbandingan intersepsi radiasi pada kelapa sawit.
Berdasarkan pada Gambar 6 diperoleh suatu hubungan antara besarnya intersepsi
10
dengan umur tanaman kelapa sawit. Kemampuan intersepsi kanopi kelapa sawit
akan meningkat seiring bertambahnya umur secara eksponensial (Gerritsma
1998). Namun, hal ini hanya berlaku untuk tanaman kelapa sawit muda hingga
mencapai pertumbuhan maksimal. Intersepsi kelapa sawit pada tanaman setelah
umur 8 tahun akan cenderung stabil ketika berada di usia produktif. Kondisi
tersebut menunjukkan persentase intersepsi kelapa sawit mencapai maksimal
ketika kanopi yang terbentuk tertutup rapat.
86.56%
86.03%
68.55%
55.78%
Gambar 6 Intersepsi radiasi tanaman kelapa sawit umur 2, 4, 8, dan 10
tahun.
Kesamaan hasil intersepsi kelapa sawit umur 8 tahun dan 10 tahun juga
dibuktikan dengan uji beda nyata. Hasil diperoleh dengan nilai P-Value sebesar
0.58 jauh lebih besar dari taraf nyata (α ) 0.05. Jika P-Value lebih besar
dibandingkan taraf nyata (α ), disimpulkan bahwa data tidak mendukung untuk
menolak hipotesis nol (Mattjik 2006). Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa
kedua data intersepsi kelapa sawit umur 8 tahun dan 10 tahun tidak berbeda nyata.
Artinya, tanaman kelapa sawit 8 tahun dan 10 tahun memiliki tingkat intersepsi
yang sama.
Profil PAR (Photosynthetically Active Radiation)
Radiasi matahari merupakan komponen energi utama dalam menjalankan
proses fotosintesis pada tanaman. Namun, tanaman tidak dapat memanfaatkan
semua pancaran radiasi matahari yang masuk ke bumi. Radiasi yang dapat
dimanfaatkan oleh tanaman memiliki panjang gelombang 400 – 700 nm. Bagian
radiasi inilah yang dapat dimanfaatkan untuk proses fotosintesis dan dikenal
dengan istilah PAR (Photosynthetically Active Radiation). Nilai PAR yang
didapatkan merupakan asumsi bahwa sebesar 50% pancaran radiasi matahari
merupakan bagian dari PAR. Sebaran nilai PAR memiliki fluktuasi yang sama
dengan besarnya radiasi yang diterima.
Perbandingan nilai PAR tanaman kelapa sawit umur 10 tahun di setiap jenis
tutupan kanopi dapat dilihat pada Gambar 7. Nilai PAR yang diterima di atas
kanopi mencapai nilai maksimal ketika siang hari pukul 12.00 dengan rata – rata
di atas 1000 µmol/m2.s1. Setelah mencapai nilai maksimal, nilai PAR di atas
kanopi menurun hingga 150 µmol/m2.s1 pada pukul 17.00. PAR di atas kanopi
mengalami penurunan lebih drastis dibandingkan peningkatannya pada pagi hari,
sehingga PAR pada sore hari lebih rendah dari pada PAR saat pagi hari. Hal ini
11
ditunjukkan oleh grafik scatter plot (Gambar 7) warna biru dengan variasi nilai
PAR tertinggi dibandingkan yang lain.
PAR (µmol/m2.s1)
1400
1200
1000
800
600
400
200
0
8.00
10.00
12.00
14.00
16.00
Waktu
Atas kanopi (13 m)
kanopi terbuka (9 m)
Bawah kanopi (2 m)
Kanopi tertutup (6 m)
Gambar 7 Profil PAR diberbagai kondisi tutupan kanopi tanaman kelapa
sawit umur 10 tahun pada tanggal 22 Agustus 2013 – 30
Agustus 2013.
Profil PAR pada tutupan kanopi terbuka memiliki pola yang hampir sama
dengan PAR di atas kanopi, namun memiliki nilai yang lebih kecil. PAR pada
tutupan kanopi terbuka ditunjukkan oleh grafik scatter plot warna kuning. Nilai
PAR tutupan kanopi terbuka mencapai nilai maksimal sebesar 945 µmol/m2.s1
yang terjadi pada pukul 13.00 dan nilai terendah terjadi pukul 17.00 sebesar 40
µmol/m2.s1. Pada kanopi tertutup, PAR yang ditransmisikan berkisar antara 100
µmol/m2.s1 hingga 400 µmol/m2.s1. Namun, pada pukul 09.00 nilai PAR kanopi
tertutup yang ditunjukkan oleh grafik scatter plot warna hijau berada diatas 600
µmol/m2.s1 selama pengamatan. Kondisi ini dipengaruhi oleh posisi tutupan
kanopi kelapa sawit yang tidak memberikan pengaruh terhadap sinar matahari
yang datang pada pukul 9.00, sehingga sensor selalu menerima cahaya secara
langsung yang melewati celah – celah kanopi. Nilai PAR dibawah kanopi yang
dihasilkan mulai pagi hingga sore tidak jauh berbeda setiap harinya.PAR yang
ditransmisikan dibawah kanopi berkisar antara 40 µmol/m2.s1 pada sore hari
hingga mencapai nilai maksimal pada siang hari sebesar 205 µmol/m2.s1. Hasil
menunjukkan bahwa PAR terbesar diterima di atas kanopi dan sebaran PAR
terkecil terdapat di bawah kanopi.
Total PAR yang diintersepsi oleh seluruh lapisan kanopi ditunjukkan pada
Gambar 8. PAR yang diintersepsi oleh kanopi kelapa sawit pada fase tanaman
menghasilkan ini tergolong tinggi dengan nilai rata – rata 86.16%. Intersepsi PAR
pada pagi hari hingga siang hari pukul 12.00 cenderung stabil. Intersepsi PAR
mengalami sedikit penurunan mulai pukul 13.00 hingga pukul 17.00. Meskipun
demikian, variasi intersepsi PAR mulai pagi hari hingga sore hari sangat kecil.
Persentase intersepsi PAR tertinggi terjadi pada saat pukul 15.00 sebesar 90%.
Sedangkan persentase PAR terendah terjadi pada pukul 17.00 sebesar 74%.
12
Persentase (%)
100
90
80
70
60
7.00
9.00
11.00
13.00
Waktu
15.00
17.00
Gambar 8 Persentase intersepsi PAR dari seluruh lapisan kanopi
tanaman kelapa sawit umur 10 tahun.
Struktur kanopi kelapa sawit memiliki pengaruh terhadap besarnya PAR
yang diintersepsi. Hal ini dilihat dari posisi kedudukan kanopi kelapa sawit yang
tersebar secara horizontal dan vertikal. Posisi kanopi kelapa sawit secara
horizontal menyebabkan terjadi intersepsi dari pagi hingga sore hari sedangkan
posisi kedudukan kanopi secara vertikal membantu meningkatkan intersepsi pada
pagi dan sore hari ketika radiasi datang tidak sebesar pada siang hari (June 2000).
Kondisi demikian menyebabkan intersepsi PAR tanaman kelapa sawit tidak jauh
berbeda sepanjang hari.
Distribusi Vertikal Radiasi Matahari
Pengukuran distribusi vertikal radiasi matahari dilakukan pada kelapa sawit
yang berumur 10 tahun. Kelapa sawit pada umur 10 tahun merupakan masa
mendekati pertumbuhan maksimal (Luskin dan Potts 2011). Pengukuran radiasi
dibagi menjadi beberapa ketinggian, yaitu radiasi global diukur pada ketinggian
13 meter, intersepsi radiasi oleh kanopi diukur diketinggian 9 meter, 8 meter, 7.6
meter dan 6 meter. Radiasi yang diterima dibawah kanopi diukur pada ketinggian
2 meter. Pola sebaran radiasi matahari diukur pada saat siang hari dimana nilai
radiasi global yang diterima mencapai maksimal.
Nitrogen (mmol/gram)
Tinggi
(meter)
2
Radiasi (watt/m )
Nitrogen
Radiasi
Gambar 9 Distribusi vertikal radiasi matahari dan komposisi nitrogen tanaman
kelapa sawit.
13
Distribusivertikal radiasi matahari pada tanaman kelapa sawit menunjukkan
besarnya kontribusi tajuk tanaman dalam menahan energi radiasi matahari
(Gambar 9). Setiap lapisan kanopi kelapa sawit memiliki peran terhadap intersepsi
radiasi matahari. Kanopi lapisan atas (kanopi diatas 9 meter) mampu menahan
radiasi yang datang sebesar 197 Watt/m2. Kanopi dibagian tengah dengan tinggi
kanopi 7.6 hingga 8 meter menahan radiasi sebesar 138 Watt/m2. Nilai radiasi
yang diterima oleh kanopi bagian bawah di ketinggian 6 hingga 7.6 meter dapat
menyerap radiasi sebesar 31 Watt/m2. Kondisi tersebut menyebabkan proporsi
radiasi yang ditransmisikan di bawah kanopi sebesar 14% dari radiasi yang
diterima di atas tajuk.
Nitrogen (mmol/gram)
2.80
2.40
2.00
1.60
1.20
0.80
0.40
Atas
kanopi
18 tahun
13 tahun
Tengah
kanopi
4 tahun
Bawah
kanopi
2 tahun
1 tahun
Gambar 10 Komposisi nitrogen daun kelapa sawit di wilayah Jambi pada
berbagai umur (pengukuran dilakukan di perkebunan kelapa
sawit PT. Emal, Sarolangun, Jambi, CRC990).
Gambar 11 Penampang atas dan pertumbuhan daun pada kanopi kelapa sawit
(Fairhust dan Rankine 2001).
Setiap tumbuhan memiliki perbedaan bentuk kanopi sehingga akan
berpengaruh terhadap energi dari radiasi yang dimanfaatkan ketika proses
fotosintesis berlangsung. Besarnya radiasi yang ditahan oleh kanopi menjadi
faktor utama dalam mengendalikan tingkah laku sistem tanaman salah satunya
ditunjukkan oleh komposisi nitrogen pada daun. Nitrogen adalah salah satu unsur
14
yang dibutuhkan oleh tanaman sebagai nutrien. Komposisi nitrogen ini juga
ditentukan oleh besarnya luas area daun disetiap lapisan kanopi (June 2002). Pada
Gambar 9 diketahui sebaran komposisi nitrogen tanaman kelapa sawit disetiap
lapisan kanopinya. Komposisi nitrogen daun di ketiga lapisan kanopi (atas, tengah
dan bawah kanopi) memiliki nilai yang hampir sama. Hasil pengamatan distribusi
komposisi nitrogen daun di PT EMAL Jambi juga memiliki pola yang sama
(Gambar 10). Kondisi ini disebabkan oleh kemampuan lapisan daun dalam
memanfaatkan cahaya matahari untuk proses fotosintesis.
Kanopi kelapa sawit tersusun dengan bentuk spiral (Gambar 11) sehingga
kanopi di bagian tengah maupun bawah dapat menerima cahaya secara langsung.
Proporsi komposisi nitrogen disebabkan oleh kandungan nitrogen dalam
fotosintesis berhubungan dengan enzim yang berperan mereduksi CO2 menjadi
karbohidrat (ribulose 1.5-bisphosphate carboxylase) (Sinclair 1991 dalam
Sitompul 2002), selain itu nitrogen juga berperan dalam pembentukan klorofil
(June 2002). Penelitian Gerritsma (1998) menunjukkan unsur penyusun dalam
proses fotosintesis (termasuk nitrogen) memiliki komposisi yang cenderung sama
ketika kanopi menyerap PAR diatas 400 µmol/m2.s1. Hasil ini menunjukkan
hubungan antara kandungan nitrogen terhadap radiasi matahari dapat dilihat dari
seberapa besar unsur nitrogen yang dimanfaatkan dalam proses fotosintesis kelapa
sawit.
Efek Radiasi Terhadap Iklim Mikro
Suhu Udara dan Suhu Permukaan
Suhu yang terukur merupakan data hasil pengukuran pada mini tower di
kebun Cimulang untuk kelapa sawit umur 10 tahun dan di kebun Cipatat untuk
kelapa sawit umur 4 tahun serta pengukuran di wilayah Jambi pada kelapa sawit
umur 2 tahun. Hasil pengukuran meliputi suhu udara dan suhu permukaan (tanah)
disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Perbandingan suhu (udara dan permukaan) pada dua perlakuan (bawah kanopi
dan luar kanopi) kelapa sawit pada umur 2, 4, dan 10 tahun
Suhu udara (oC)
Suhu permukaan (tanah) (oC)
Umur
Bawah kanopi Luar kanopi Selisih Bawah kanopi Luar kanopi Selisih
25.03*
26.62*
1.59
1.04
28.89
38.16
9.27
1.36
*
*
13.1
2 tahun
4 tahun
10 tahun
29.75
29.69
30.79
31.05
31.6
44.7
*Pengukuran di wilayah Jambi
Suhu merupakan salah satu unsur penting yang dipengaruhi oleh radiasi
dalam pembentukan iklim mikro. Besarnya persentase radiasi yang ditahan oleh
tajuk kanopi mempengaruhi pembentukan suhu udara dan suhu permukaan di
bawah kanopi. Tabel 3 menunjukan bahwa suhu udara di bawah kanopi lebih
rendah bila dibandingkan dengan suhu udara di atas kanopi, namun pengaruh
tutupan kanopi kelapa sawit muda (4 tahun) tidak sebaik pengaruh tutupan kanopi
15
kelapa sawit umur 10 tahun. Suhu udara di bawah kanopi kelapa sawit umur 4
tahun mengalami penurunan suhu sebesar 3.4% dari suhu di atas kanopi,
sedangkan kelapa sawit umur 10 tahun memberikan penurunan suhu sebesar 4.4%
dari suhu udara di atas kanopi. Dengan kata lain, kanopi kelapa sawit umur 10
tahun mampu memberikan perubahan suhu 0.3oC lebih besar terhadap perubahan
suhu pada kelapa sawit muda.
Perbedaan suhu juga dialami pada suhu permukaan kelapa sawit yang
mendapat naungan maupun tidak. Suhu permukaan di bawah kanopi tidak
menerima radiasi secara langsung akibat adanya kanopi kelapa sawit. Sehingga
energi radiasi lebih banyak diterima pada permukaan tanpa kanopi. Suhu
permukaan di bawah kanopi lebih rendah bila dibandingkan dengan suhu
permukaan di luar kanopi. Namun, tutupan kanopi kelapa sawit pada umur 10
tahun lebih lebat sehingga membuat radiasi yang diterimadi bawah kanopi lebih
kecil dari pada kelapa sawit umur 2 dan 4 tahun. Kondisi demikian menyebabkan
suhu permukaan tanah di bawah kanopi dan di luar kanopi pada kelapa sawit umur
10 tahun memiliki perbedaan yang lebih besar bila dibandingkandengan kelapa
sawit umur 2 dan 4 tahun.
Tabel 4 Perbedaan suhu permukaan tanah kelapa sawit muda di luar kanopi
pada dua perlakuan
Suhu permukaan tanah (oC)
Ulangan
Tanpa tanaman tutupan
Dengan tanaman tutupan
1
2
3
4
5
27.3
27.0
27.2
26.7
27.0
25.5
25.2
24.0
25.2
24.7
Suhu permukaan tanah di luar kanopi yang tinggi dapat dikendalikan
apabila terdapat vegetasi yang berfungsi sebagai tanaman tutupan (cover crop).
Vegetasi ini dapat berupa tanaman hortikultura maupun tanaman rumput rumputan. Keberadaan tanaman tutupan ini dapat meminimalisir panas suatu
permukaan seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4. Kondisi suhu permukaan diluar
kanopi lebih rendah apabila terdapat vegetasi.
Profil Suhu
Sebaran suhu udara dan suhu permukaan tanah dari pagi hari hingga sore
hari ditunjukkan oleh Gambar 12. Suhu udara maksimum terjadi di lapisan kanopi
bagian tengah pada pukul 14.00 sebesar 31.8oC dan suhu minimum terjadi di
tempat yang sama pada pukul 18.00 sebesar 25.1oC. Suhu udara di bawah kanopi
mencapai nilai maksimum pada siang hari sebesar 30.6oC. Suhu udara terendah di
bawah kanopi terjadi pada pukul 8.00 sebesar 25.3oC.
Perbedaan sebaran suhu udara pada beberapa lapisan kanopi serta suhu
permukaan tanaman kelapa sawit dipengaruhi oleh beberapa faktor. Suhu udara di
atas kanopi menerima radiasi matahari secara langsung, sehingga suhu di atas
kanopi lebih tinggi dibandingkan suhu udara di bawah kanopi. Tingginya suhu
udara di atas kanopi lebih rendah dibandingkan suhu pada tengah kanopi (9 meter)
16
akibat adanya energi yang menumpuk di dalam kanopi. Penumpukan energi ini
terjadi dari pagi hingga siang hari. Selain itu, sebaran panas di udara melalui
proses adveksi juga mempengaruhi perubahan suhu udara. Dalam hal ini, proses
adveksi dari luar kanopi tidak berpengaruh langsung terhadap energi panas yang
diterima dari radiasi matahari pada kanopi tengah. Namun, proses adveksi
memiliki pengaruh terhadap perubahan suhu di bawah kanopi.
33
Suhu (oC)
31
29
27
25
23
8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00
Waktu
atas kanopi (13 meter)
bawah kanopi (2 meter)
9 meter
permukaan tanah
Gambar 12 Profil suhu udara (atas dan bawah kanopi) dan suhu
permukaan tanah kelapa sawit umur 10 tahun.
Profil suhu permukaan memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan
dengan profil suhu yang lain. Peningkatan suhu permukaan tanah pada pukul
11.00 dipengaruhi oleh paparan sinar matahari yang mengenai area pengukuran,
sehingga nilainya meningkat. Pada keadaan normal (tanpa pengaruh paparan
radiasi secara langsung), suhu permukaan di bawah naungan memiliki fluktuasi
yang rendah. Beberapa faktor yang mempengaruhi fluktuasi suhu permukaan
tanah adalah kemampuan menerima dan melepaskan panas yang membutuhkan
waktu lebih lama dibanding dengan udara yang dinamis karena adanya pergerakan
parsel udara di atmosfer. Tanah memiliki kapasitas panas sebesar 0.57 Kal/cm3,
sedangkan kapasitas panas udara sebesar 3 x 10-4 Kal/cm3 (Saryono 1989 dalam
Adiningsih et al 2001). Artinya, permukaan tanah membutuhkan energi yang
lebih besar untuk meningkatkan maupun menurunkan suhunya, sedangkan radiasi
yang diterima di bawah kanopi rendah sehingga tidak mampu memberikan
perubahan signifikan terhadap suhu permukaan tanah.
Profil suhu udara mengikuti pergerakan radiasi matahari. Ketika radiasi
meningkat maka suhu udara relatif lebih tinggi dan mengalami peningkatan dari
keadaan sebelumnya. Begitu juga saat terjadi penurunan intensitas radiasi ketika
memasuki sore hari, suhu udara cenderung akan menurun. Hal ini disebabkan oleh
besarnya radiasi yang diterima oleh permukaan bumi digunakan untuk
memanaskan udara, sehingga akan mempengaruhi suhu udara di tempat tersebut.
Kelembaban Udara
Profil kelembaban udara (RH) dapat dilihat pada Gambar 13. Hasil
menunjukkan terjadinya perbedaan kelembaban beberapa lapisan kanopi.
17
Kelembaban Udara (%)
Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui bahwa kelembaban tertinggi berada di
bawah kanopi sebesar 80% terjadi ketika pukul l8.00 dimana kandungan air di
udara masih tinggi akibat pengembunan di pagi hari. Kelembaban udara di tengah
kanopi (8 meter) dan di atas kanopi mencapai nilai tertinggi pada sore hari
berturut – turut sebesar 75% dan 72%. Mulai dari pagi hingga siang hari
kelembaban udara diketiga kondisi tersebut terus menurun hingga pukul 13.00.
Setelah itu, kelembaban udara meningkat kembali hingga sore hari. Hasil
pengukuran menunjukkan kelembaban udara di bawah kanopi lebih tinggi
dibandingkan kelembaban udara di tengah dan di atas kanopi.
Profil kelembaban udara cenderung berlawanan dengan profil suhu dan
profil radiasi. Ketika radiasi meningkat, kelembaban akan menurun. Penurunan ini
disebabkan oleh hilangnya kandungan uap air di udara akibat meningkatnya
pemanasan di seluruh lapisan kanopi akibat energi radiasi yang diterima. Setelah
radiasi mencapai nilai tertinggi pada siang hari, energi radiasi matahari mulai
menurun hingga sore hari. Penerimaan radiasi yang mulai menurun ketika
memasuki sore hari menyebabkan efek pemanasan berkurang, sehingga
kelembaban udara kembali meningkat.
90
80
70
60
50
40
8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00
Waktu
atas kanopi (13 meter)
8 meter
bawah kanopi (2 meter)
Gambar 13 Profil kelembaban relatif (RH) kelapa sawit umur 10 tahun.
Profil kelembaban udara menunjukkan terdapat perbedaan yang konstan dari
ketiga kondisi kanopi. Kelembaban udara di bawah kanopi cenderung lebih tinggi
dibandingkan dengan kelembaban udara di dalam maupun di atas kanopi.
Kelembaban udara yang tinggi di bawah kanopi disebabkan oleh rendahnya efek
pemanasan mengingat energi radiasi yang diterima tidak sebesar di atas kanopi.
Sedangkan kelembaban udara di dalam kanopi kelapa sawit dipengaruhi oleh
proses penguapan air yang berasal dari daun. Proses transpirasi tidak berpengaruh
besar pada kelembaban di atas kanopi mengingat radiasi matahari di atas kanopi
memberikan energi yang lebih besar untuk memanaskan udara di sekitarnya.
NDVI dan LAI
Karakteristik radiasi pada suatu vegetasi dapat menjadi tolak ukur dalam
menentukan sifat fisiologi vegetasi tersebut. Intersepsi radiasi suatu tanaman
ditentukan oleh struktur kanopi berupa bentuk, ketebalan, kerapatan maupun luas
kanopi dalam bentuk indeks luas daun atau LAI. Tanaman yang memiliki bentuk
18
kanopi yang tebal dan rapat mampu menahan radiasi matahari lebih tinggi,
sehingga radiasi yang diteruskan (ditransmisikan ke bawah kanopi) semakin kecil.
Dengan kata lain, intersepsi radiasi semakin tinggi jika tanaman juga memiliki
LAI yang tinggi. Persentase intersepsi radiasi yang tinggi mengGambarkan bahwa
wilayah tersebut memiliki tutupan lahan vegetasi yang tinggi. Tutupan lahan
vegetasi ditunjukkan oleh tingkat kehijauan wilayah tersebut dengan
menggunakan nilai NDVI. Hal ini menunjukkan bahwa keduanya (LAI dan
NDVI) memiliki korelasi terhadap intersepsi radiasi.
Tabel 5 Perbandingan nilai NDVI terhadap LAI tanaman kelapa
sawit
Umur
NDVI
LAI
2 tahun
0.399
3.59
4 tahun
8 tahun
10 tahun
0.435
0.517
0.577
3.86
4.27
4.19
*Dugaan LAI berdasarkan hukum Beer Lambert
Pendugaan indeks luas daun pada umur kelapa sawit yang berbeda
menunjukkan bahwa luasan daun pada tajuk kelapa sawit cenderung semakin
meningkat dengan bertambahnya umur (Tabel 5). Ketika memasuki umur 7 tahun,
pertumbuhan daun kelapa sawit akan digantikan oleh daun yang muda (Mahmud
1998). Ketika umur 9 hingga 11 tahun, koefisien pemadaman kelapa sawit
mencapai nilai tertinggi, yaitu 0.47 (Gerritsma 1988). Pada umur selanjutnya
(selama umur kelapa sawit masih produktif) nilai LAI tidak akan jauh berbeda
karena naungan yang disebabkan oleh kanopi hampir sama, begitu juga dengan
proses fotosintesis kelapa sawit yang optimal terjadi sekitar umur 10 hingga 13
tahun (Lubis 1992). Pernyataan ini juga didukung oleh pengamatan Luskin dan
Potts (2011) yang menyebutkan bahwa kelapa sawit pada umur 10 tahun
merupakan masa dimana fase pertumbuhan hampir mencapai maksimal. Dengan
mengacu hasil tersebut, diduga bahwa kerapatan kanopi kelapa sawit akan stabil
setelah umur 10 tahun dan akan menurun ketika kelapa sawit mulai menua (tidak
menghasilkan tandan sawit).
Peningkatan LAI juga diikuti oleh nilai NDVI yang semakin meningkat.
Nilai NDVI yang semakin tinggi menunjukkan banyaknya vegetasi di wilayah
tersebut. Kondisi demikian juga dapat dikatakan bahwa pertambahan umur kelapa
sawit mempengaruhi persentase pemantulan radiasi matahari oleh permukaan
daun yang dibutuhkan dalam proses fotosintesis.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa NDVI dan LAI memiliki korelasi
yang positif terhadap peningkatan umur kelapa sawit. Namun korelasi yang
didapatkan dari hasil pengamatan masih tergolong kasar mengingat data NDVI
dan LAI yang