Pengaruh Berbagai Cara Pemberian Bahan Humat terhadap Produksi Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.)

PENGARUH BERBAGAI CARA PEMBERIAN BAHAN HUMAT
TERHADAP PRODUKSI UBI JALAR (Ipomoea batatas L.)

ERLIANA CANDRA DEWI

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Berbagai
Cara Pemberian Bahan Humat terhadap Produksi Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.)
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2014
Erliana Candra Dewi
NIM A14090043

ABSTRAK
ERLIANA CANDRA DEWI. Pengaruh Berbagai Cara Pemberian Bahan Humat
terhadap Produksi Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Dibimbing oleh SUWARDI dan
DARMAWAN.
Penggunaan bahan humat diketahui memiliki efek menguntungkan pada
produktivitas tanaman. Sifat dari bahan humat yang mudah larut dalam air dan
diberikan dalam jumlah kecil menyebabkan beberapa kendala dalam
penggunaannya secara luas. Zeolit yang memiliki struktur berongga merupakan
bahan yang potensial dijadikan carrier dari bahan humat. Penelitian untuk
menguji peranan bahan humat terhadap peningkatan tanaman pangan sejauh ini
dilaporkan terbatas pada padi dan jagung, sedangkan pada ubi jalar masih sedikit
dilakukan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui cara
terbaik pemberian bahan humat dalam meningkatkan produksi ubi jalar. Dalam
penelitian ini pemberian bahan humat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu
kontrol (tanpa bahan humat dan zeolit), bahan humat diberikan langsung ke tanah,

bahan humat disemprotkan ke daun, zeolit tanpa bahan humat, dan bahan humat
dengan carrier zeolit. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa pemberian bahan
humat dengan carrier zeolit merupakan cara terbaik dalam meningkatkan
produksi ubi jalar. Peningkatan produksi ubi jalar terlihat dari jumlah umbi yang
dihasilkan lebih banyak dan ukurannya lebih besar pada tiap tanaman. Selain itu,
pemberian bahan humat dengan carrier zeolit menunjukkan nilai K-dd tertinggi.

Kata kunci: bahan humat, produksi, ubi jalar, zeolit.

ABSTRACT
ERLIANA CANDRA DEWI. Effect of Various Methods of Humic Substance
Application on Production of Sweet Potato (Ipomoea batatas L.). Supervised by
SUWARDI and DARMAWAN.
Utilisation of humic substance has been widely known to have positive
effect on plant productivity. Characteristic of this substance that is easily soluble
in water and applied in small amount has brought several obstacles on its wide
application. Zeolite that has porous structure is a potential mineral used for humic
substance carrier. Various studies in order to examine the role of humic substance
on crop yield enhancement were reported limitedly on rice and corn so far,
whereas it is rarely conducted on sweet potato. Therefore, it is necessary to

conduct research for determining the best method of humic substance application
on increasing sweet potato yield. In this research, humic substance was applied in
several methods i.e. control (without humic substance and zeolite), humic
substance applied directly into soil, humic substance sprayed on leaves, zeolite
without humic substance, and humic substance carried by zeolite. The results
showed that the application of humic substance carried by zeolite was the best
method on increasing sweet potato productivity. This improvement on sweet
potato yield is shown by the greater amount and bigger size of tubers of each
plant. Moreover, the application of humic substance carried by zeolite showed the
highest soil exchangeable K.

Keywords: humic substance, production, sweet potato, zeolite.

PENGARUH BERBAGAI CARA PEMBERIAN BAHAN HUMAT
TERHADAP PRODUKSI UBI JALAR (Ipomoea batatas L.)

ERLIANA CANDRA DEWI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Pertanian
pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Pengaruh Berbagai Cara Pemberian Bahan Humat terhadap
Produksi Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.)
Nama
: Erliana Candra Dewi
NIM
: A14090043

Disetujui oleh

Dr Ir Suwardi, MAgr.

Pembimbing I

Dr Ir Darmawan, MSc.
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Baba Barus, MSc.
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Pengaruh
Berbagai Cara Pemberian Bahan Humat terhadap Produksi Ubi Jalar (Ipomoea
batatas L.)”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada:
1. Dr Ir Suwardi, MAgr. atas ide, masukan, dan bimbingannya selama
penelitian, serta membantu penulis dalam membiayai kegiatan dalam
penelitian ini;

2. Dr Ir Darmawan, MSc. atas bimbingan dan masukannya kepada penulis
selama menyelesaikan penulisan skripsi.;
3. Dr Ir Arief Hartanto, MSc. selaku dosen penguji dalam sidang skripsi yang
telah memberikan saran dan masukan;
4. Rekan-rekan mahasiswa Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
angkatan 46 untuk kebersamaan dan dukungannya;
5. Staf Tata Usaha dan laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Lahan yang senantiasa membantu penulis dalam
menyelesaikan penelitian;
6. Semua pihak yang telah membantu dalam penelitian dan penulisan skripsi
ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu;
7. Ayah, ibu, serta seluruh keluarga atas perhatian, kasih sayang, kesabaran,
motivasi, pengorbanan dan doanya.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Namun, penulis
berharap semoga tulisan ini menjadi informasi yang bermanfaat bagi pembaca.

Bogor, Mei 2014

Erliana Candra Dewi


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1


Tujuan Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Bahan Humat

2

Zeolit

4

Karakteristik Tanah Latosol

5


Tanaman Ubi Jalar

6

METODE

6

Lokasi dan Waktu Penelitian

6

Bahan dan Alat

7

Rancangan Percobaan

7


Pelaksanaan Penelitian

8

HASIL DAN PEMBAHASAN

10

Pengaruh Berbagai Cara Pemberian Bahan Humat terhadap Produksi
Ubi Jalar

10

Pengaruh Berbagai Cara Pemberian Bahan Humat terhadap Sifat Kimia
Tanah dan Kadar Hara Jaringan Tanaman

13

KESIMPULAN


16

DAFTAR PUSTAKA

16

LAMPIRAN

19

RIWAYAT HIDUP

30

DAFTAR TABEL
1 Pengaruh berbagai cara pemberian bahan humat terhadap bobot umbi
dan tajuk per tanaman
2 Jumlah umbi pada lima tanaman sampel per petak
3 Pengaruh berbagai cara pemberian bahan humat terhadap sifat kimia
tanah
4 Pengaruh berbagai cara pemberian bahan humat terhadap kadar unsur
hara jaringan daun

11
13
14
15

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4

Diagram pemisahan bahan humat menjadi berbagai fraksi humat
Lokasi percobaan lapang
Skema pelaksanaan percobaan
Pengaruh berbagai cara pemberian bahan humat terhadap bobot umbi
per petak
5 Pengaruh berbagai cara pemberian bahan humat terhadap bobot
kelompok umbi besar dan kecil
6 Perbandingan jumlah umbi per tanaman

3
7
9
10
12
13

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

Hasil analisis bahan humat
Karakteristik zeolit
Sifat kimia tanah pada awal penelitian
Spesifikasi ubi jalar varietas sukuh
Hasil analisis ragam bobot umbi per tanaman
Hasil analisis ragam bobot umbi per petak
Hasil analisis ragam bobot tajuk per tanaman
Hasil analisis ragam kadar N-total dalam tanah
Hasil analisis ragam kadar C-organik tanah
Hasil analisis ragam kadar KTK tanah
Hasil analisis ragam kadar P-tersedia dalam tanah
Hasil analisis ragam kadar Fe dalam tanah
Hasil analisis ragam kadar Mn dalam tanah
Hasil analisis ragam kadar Cu dalam tanah
Hasil analisis ragam kadar Zn dalam tanah
Hasil analisis ragam kadar Mg-dd tanah
Hasil analisis ragam kadar Ca-dd tanah
Hasil analisis ragam kadar K-dd tanah
Hasil analisis ragam kadar Na-dd tanah
Hasil analisis ragam kadar N dalam tanaman

19
19
20
21
22
22
22
22
22
23
23
23
23
23
24
24
24
24
24
25

21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32

Hasil analisis ragam kadar C-organik tanaman
Hasil analisis ragam kadar P dalam tanaman
Hasil analisis ragam kadar Fe dalam tanaman
Hasil analisis ragam kadar Mn dalam tanaman
Hasil analisis ragam kadar Cu dalam tanaman
Hasil analisis ragam kadar Zn dalam tanaman
Hasil analisis ragam kadar Mg dalam tanaman
Hasil analisis ragam kadar Ca dalam tanaman
Hasil analisis ragam kadar K dalam tanaman
Hasil analisis ragam kadar Na dalam tanaman
Gambar tanaman saat (a) 1 mst, (b) 3 mst, (c) 7 mst, dan (d) 13 mst
Gambar pemisahan umbi berdasarkan ukuran besar dan kecil perlakuan
(a) K, (b) HT, (c) HD, (d) Z, dan (e) HZ
33 Gambar saat panen (a) pengambilan tanaman sampel, (b)
pembongkaran guludan, (c) pembersihan umbi dari tanah, dan (d) pasca
panen

25
25
25
25
26
26
26
26
26
27
27
28

29

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bahan organik seringkali digunakan dalam ameliorasi tanah bermasalah
yang berkaitan dengan sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Dalam praktek seharihari pemberian bahan organik dianggap pemupukan dan bertujuan meningkatkan
produksi. Umumnya petani memberikan bahan organik dalam bentuk pupuk
kandang, kompos, dan pupuk hijau. Untuk itu, pupuk organik dibutuhkan dalam
jumlah banyak karena kadar unsur terkandung dalam bahan organik umumnya
rendah dan sangat bervariasi. Margono dan Sigit (2000) menyarankan dosis pupuk
organik sebanyak 5-15 ton ha-1. Selain itu, apabila pupuk organik yang diberikan
ke dalam tanah belum matang dapat menyebabkan terjadinya persaingan hara
antara tanaman dan mikroorganisme tanah. Keadaan ini dapat mengganggu
pertumbuhan tanaman.
Melihat permasalahan di atas maka diperlukan suatu bahan yang berasal
dari ekstrak bahan organik. Akhir-akhir ini dikembangkan alternatif dalam rangka
mempermudah aplikasi bahan organik, yaitu ekstraksi bahan tersebut menjadi
bahan humat. Bahan humat merupakan fraksi terhumifikasi bahan organik yang
dicirikan oleh strukturnya yang kompleks, bobot molekul yang tinggi, resisten
terhadap dekomposisi, koloidal, dan berwarna coklat kehitaman (Stevenson 1982).
Menurut Tan (1991) bahan humat dapat memperbaiki pertumbuhan tanaman
melalui peranannya dalam mempercepat respirasi, meningkatkan permeabilitas sel,
serta meningkatkan penyerapan air dan hara. Selain itu, bahan humat juga dapat
meningkatkan sintesa protein, aktivitas hormon tumbuh, meningkatkan laju
fotosintesis dan aktivitas enzim.
Penggunaan bahan humat dapat diberikan dalam bentuk cair ataupun
padatan. Salah satu sifat bahan humat yang mudah larut dalam air memungkinkan
bahan humat untuk tercuci oleh hujan sehingga dapat hilang dari daerah perakaran
jika diberi secara langsung ke dalam tanah. Menurut penelitian Evi (2011) dan
Bagus (2012), dosis pemberian bahan humat dalam bentuk cair sangat sedikit
sekitar 10-15 L ha-1. Oleh karena itu, penggunaannya di lahan pertanian yang luas
memerlukan bahan pembawa supaya pemberian ke dalam tanah dapat lebih
merata dan meningkatkan ketersediaan bahan humat di kompleks rizosfer.
Salah satu material yang dapat dimanfaatkan sebagai pembawa (carrier)
ialah mineral zeolit. Zeolit merupakan mineral aluminosilikat terhidrasi dengan
kapasitas tukar kation tinggi dan ruang pori yang besar. Zeolit yang memiliki
struktur rongga selektif terhadap ion dan molekul tertentu mampu menjerap bahan
humat yang ditambahkan dan melepaskannya secara perlahan ke kompleks tanah.
Penelitian untuk menguji peranan bahan humat dengan carrier zeolit terhadap
produksi tanaman pangan masih sedikit dilakukan. Peningkatan produksi melalui
cara pemberian tersebut masih terbatas pada padi dan jagung (Evi 2011; Bagus
2012) padahal sumber karbohidrat dapat berasal dari berbagai tanaman pangan
lain.
Ubi jalar merupakan tanaman sumber karbohidrat yang sangat sesuai
untuk digunakan sebagai bahan pangan, pakan dan industri. Meskipun kandungan
kalori ubi jalar lebih rendah dibandingkan beras, namun kandungan vitamin A dan

2
C yang tinggi memberikan peluang bagi ubi jalar dalam program diversifikasi
pangan. Oleh karena itu, pemberian bahan humat dengan berbagai cara perlu
dilakukan agar diketahui metode terbaik untuk meningkatkan produksi ubi jalar.

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari pengaruh berbagai cara
pemberian bahan humat terhadap produksi ubi jalar, sifat kimia tanah dan kadar
hara pada daun tanaman.

TINJAUAN PUSTAKA
Bahan Humat
Bahan organik tanah sering dipisahkan menjadi bahan terhumifikasi dan
tak terhumifikasi. Fraksi terhumifikasi dikenal sebagai humus atau sekarang
disebut sebagai bahan humat. Bahan humat terdiri dari 60-80% dari bahan organik
tanah. Hayes et al. (1989) mendefinisikan bahan humat sebagai senyawa organik
yang terjadi secara alami, biogenik, heterogen yang umumnya mempunyai ciri-ciri
berwarna kuning sampai hitam, mempunyai bobot molekul tinggi dan refraktori.
Secara umum bahan humat berwarna gelap, amorf, dan memiliki berat molekul
tinggi dari 2,000-300,000 g mol-1 (Brady dan Weil 2002).
Struktur kimia dari bahan humat tak dapat digambarkan sebagai satu
bentuk tunggal karena merupakan campuran yang kompleks dari polielektrolit
fenol dan karbohidrat yang bervariasi dari satu molekul ke molekul lain. Bahan
humat merupakan hasil biodegradasi lanjutan dari lignin oleh bakteri tanah.
Dalam proses biodegradasi tersebut akan terjadi (1) demetilasi gugus -OCH3
membentuk gugus -OH fenolat, (2) oksidasi -CH2 OH pada cincin terminal lignin
membentuk gugus -COOH, dan (3) pemecahan cincin komponen aromatik pada
lignin membentuk -CH2OH, -CHO dan -COOH. Demetilasi dan oksidasi ini akan
mengakibatkan tingginya kandungan gugus -COOH dan -OH fenolat
(Noormaisyah 2011).
Bahan humat secara umum diklasifikasikan menjadi asam fulvat, asam
humat, dan humin. Perbedaan bahan humat ini berdasarkan pada kelarutannya
dalam basa dan asam atau alkohol (Maccarthy et al. 1990). Asam fulvat dapat
larut dalam kondisi basa dan asam, serta memiliki bobot molekul yang paling
rendah dalam fraksi bahan humat. Asam humat dapat larut pada kondisi basa,
tetapi tidak larut dalam asam. Asam humat memiliki bobot molekul paling tinggi
dalam fraksi bahan humat. Humin adalah fraksi humat yang tidak larut dalam basa
maupun asam. Humin tidak larut dalam air pada pH apapun. Diagram pemisahan
senyawa humat ke dalam fraksi-fraksi humat yang berbeda tersaji dalam Gambar
1.

3

Gambar 1 Diagram pemisahan bahan humat menjadi berbagai fraksi humat
(Tan 1991).
Eladia et al. (2005) menyatakan elemen yang menyusun bahan humat
utamanya adalah C dan O sedangkan sebagian kecil terdiri dari H, N, dan S. Asam
humat memiliki kandungan oksigen yang lebih rendah, kandungan hidrogen dan
nitrogen yang lebih tinggi. Asam humat memiliki kemasaman total sekitar 500600 me/100g, sementara asam fulvat dengan kemasaman total 1000-1200
me/100g. Kandungan karboksil pada asam fulvat sekitar 2-3 kali lebih tinggi bila
dibandingkan dengan asam humat, sehingga asam fulvat relatif lebih reaktif.
Pemanfaatan bahan humat dapat diterapkan di bidang pertanian, industri,
lingkungan, bahkan biomedis. Bahan humat merupakan agen pengkhelat penting
yang terjadi secara alamiah. Kemampuan mengikat ion logam merupakan salah
satu sifat dari bahan humat yang dapat dimanfaatkan untuk mengurangi logam
beracun di dalam tanah dan air. Interaksi antara logam dengan bahan humat
digambarkan sebagai ikatan antara gugus-gugus yang terdapat pada bahan humat
dengan ion logam melalui ikatan ionik, ikatan hidrogen, maupun ikatan kovalen
koordinasi. Reaktifitas pengikatan sangat dipengaruhi oleh jenis logam,
konsentrasi, dan kondisi lingkungan misalnya pH. Kompatibel ikatan antara
kation logam dengan gugus sangat tergantung dari jenis logam, jenis gugus, jenis

4
ikatan, dan kekuatan pengikatannya/kestabilannya. Hal ini berarti bahwa ikatan
bahan humat dengan logam sangat tergantung dari jenis dan konsentrasi logam;
konsentrasi, macam dan jumlah gugus fungsional yang dimiliki bahan humat;
serta faktor lingkungan. Tipe interaksi kation logam dengan asam humat dapat
melalui ikatan elektrostatik, reaksi komplek, dan Co-adsorption (melalui jembatan
air) (Afany et al. 2004).
Bahan humat memiliki peranan penting dari sudut pandang agronomi. Saat
ini humat telah dimanfaatkan sebagai pelengkap pupuk yang dapat meningkatkan
pemanfaatan pupuk dan meningkatkan pertumbuhan tanaman. Aplikasi bahan
humat dengan carrier zeolit pada tanaman pangan menunjukkan kenaikan tingkat
produksi dibandingkan kontrol sebesar 19% untuk jagung (Bagus 2012) dan 13%
untuk padi (Evi 2012). Suwardi dan Astiana (2009) melaporkan bahwa aplikasi
asam humat dengan carrier zeolit dapat meningkatkan produksi kelapa sawit pada
tanah-tanah dengan kesuburan yang rendah.
Bahan humat berperan dengan memodifikasi kondisi fisik, kimia, dan
biologi tanah. Secara fisik, bahan humat memperbaiki struktur, aerasi tanah dan
meningkatkan kemampuan tanah mengikat air kapiler. Baskoro (2011)
mengungkapkan bahwa tanah yang diberi bahan humat atau kompos sisa tanaman
dapat menahan air lebih lama dibanding tanah kontrol dan juga dapat
meningkatkan pertumbuhan dan produksi ubi kayu. Secara biologis berpengaruh
terhadap aktivitas mikroorganisme, dan meningkatkan pertumbuhan akar. Secara
kimia, asam humat mampu menyerap dan mengikat kompleks unsur-unsur nutrisi
tanaman. Secara nutrisi, asam humat menyediakan nitrogen, fosfor, dan sulfur
bagi tanaman dan mikroorganisme (Soepardi 1983; Hadjowigeno 1989).
Proses fisiologis dan metabolisme pada jaringan tanaman merupakan
mekanisme penting bagi senyawa humat dalam mendorong pertumbuhan tanaman.
Asam humat dan asam fulvat memiliki efek langsung pada membran sel tanaman
melalui permeabilitas yang mengakibatkan peningkatan transportasi hara ke
sistem metabolisme. Selain itu, senyawa humat dianggap memiliki aktivitas yang
mirip dengan hormon auxin (Nardi et al. 2002).

Zeolit
Zeolit merupakan aluminosilikat terhidrasi yang memiliki struktur kristal
tiga dimensi. Strukturnya terdiri dari kerangka [SiO4]4- dan [AlO4]5- tetrahedron
yang dihubungkan dengan atom oksigen (Gholamhoseini et al. 2013). Zeolit
secara empiris ditulis (M+, M2+)Al2O3gSiO2 . zH2O, M+ berupa Na atau K dan M2+
berupa Mg, Ca, atau Fe. Dalam jumlah kecil Li, Sr atau Ba dapat menggantikan
M+ atau M2+, g dan z bilangan koefisien. Zeolit dicirikan oleh kemampuannya
menyerap dan mengeluarkan air serta menukarkan bagian kationnya tanpa
merubah struktur kristalnya.
Beberapa jenis zeolit yang umum ditemukan di alam adalah analcime,
chabazite, clinoptilolite, erionite, heulandite, laumonite, mordenite, dan phillipsite.
Umumnya jenis zeolit Indonesia adalah mordenit dan klinoptilolit atau campuran
keduanya, dengan mineral ikutan montmorilonit, apatit, kuarsa, dan oksida bebas
dari unsur Ca/Al/Si/Fe. Sifat dan pengotor ikutan zeolit alam sangat bergantung
pada kondisi lingkungan pembentukannya (Dewi 2009). Di Indonesia, secara

5
geologi sumberdaya mineral zeolit tersebar di setiap propinsi di Indonesia mulai
dari Jawa, Sumatra, Kalimantan, hingga Sulawesi. Sehingga bisa diperkirakan
jumlah cadangannya sangatlah melimpah.
Zeolit memiliki kemampuan dalam mengikat sejumlah molekul dan ion
yang terdapat dalam larutan maupun gas. Kapasitas tukar kation dari zeolit
merupakan fungsi dari tingkat penggantian ion Al3+ untuk Si4+ dalam struktur
rangka atau dikenal substitusi isomorfik. Semakin banyak jumlah Al
menggantikan posisi Si maka semakin banyak muatan negatif yang dihasilkan,
sehingga makin tinggi KTK zeolit tersebut dan penetralan dilakukan oleh kation
alkali tanah. Kapasitas tukar kation zeolit dapat mencapai 120-180 me/100g.
Semakin tinggi KTK zeolit menunjukkan sifat zeolit semakin baik.
Saat ini mineral zeolit banyak dimanfaatkan sebagai sorben alamiah. Salah
satunya sebagai bahan penjerap logam berbahaya dalam limbah radioaktif cair dan
senyawa B3 (Prayitno et al. 2006). Sedangkan pemanfaatan mineral zeolit di
bidang pertanian telah cukup lama dilakukan, khususnya sebagai bahan ameliorasi,
bahan campuran pupuk, dan bahan media tumbuh tanaman (Suwardi 2000). Hasil
penelitian Prakoso (2006) menunjukkan bahwa kehilangan pupuk N dalam tanah
dapat ditekan dengan pembuatan pupuk slow release fertilizer (SRF) yang dibuat
dari campuran urea dan zeolit dengan perbandingan urea:zeolit (50:50) memiliki
nilai efisiensi yang lebih tinggi karena menghemat 30% penggunaan pupuk urea.
Suwardi dan Darmawan (2009) melaporkan bahwa penggunaan zeolit dan asam
humat dalam UZA mempunyai kemampuan memperlambat proses transformasi
N-amonium menjadi bentuk nitrat, mengurangi penguapan nitrogen menjadi gas
amoniak, dan merangsang perkembangan akar padi.

Karakteristik Tanah Latosol
Tanah Latosol terbentuk dari proses latosolisasi yaitu pencucian basa-basa
yang mengakibatkan konsentrasi Fe dan Al meningkat secara relatif. Syarat
terjadinya latosolisasi adalah adanya curah hujan dan temperatur tinggi (Tan
2008). Temperatur yang tinggi ini akan mempercepat proses mineralisasi bahan
organik sehingga tidak terjadi penumpukan bahan organik di permukaan tanah.
Menurut Dudal dan Soeraptohardjo (1975) topografi yang menunjang
pembentukan tanah ini ialah bergelombang, berombak, berbukit dan bergunung
dengan ketinggian 10-1000 m dpl.
Latosol merupakan tanah dengan pelapukan tingkat lanjut, sangat
tercuci dengan batas-batas horizon baur, kandungan bahan organik rendah,
kejenuhan basa rendah sampai sedang, daya adsorpsi rendah sampai sedang,
kandungan unsur hara sedang sampai rendah, konsistensi gembur, struktur
remah, dan stabilitas agregat tinggi (Hardjowigeno 1993). Kapasitas tukar
kation tanah latosol juga tergolong rendah. Hal ini sebagian disebabkan oleh kadar
bahan organik yang kurang dan sebagian lagi oleh sifat hidro-oksida (Soepardi
1983). Selain itu, tanah latosol didominasi oleh mineral liat tipe 1:1 kaolinit.
Kaolinit mempunyai nilai KTK rendah, yaitu 3-15 me/100g.

6
Tanaman Ubi Jalar
Ubi jalar berasal dari Amerika Tengah dan Amerika Selatan, merupakan
tanaman ubi-ubian yang dibudidayakan secara semusim. Ubi jalar
berkembangbiak secara generatif dan vegetatif. Metode vegetatif yang berasal dari
tunas, umbi, dan stek batang biasanya digunakan oleh petani untuk memproduksi
ubi, sedangkan metode generatif digunakan oleh para ahli pemuliaan tanaman
dalam mengembangkan varietas baru dari biji.
Umbi (perbesaran akar) merupakan bagian tanaman yang dimanfaatkan
untuk bahan makanan. Umbi ini biasanya terbentuk 20-25 hari setelah tanam
tergantung varietasnya. Berdasarkan tipe umbinya, ubi jalar dibagi menjadi dua
golongan, yakni ubi yang berumbi keras (banyak mengandung tepung) dan ubi
yang berumbi lunak (banyak mengandung air dan berdaging manis). Umur panen
ubi jalar ada yang berumur panjang dan ada yang berumur genjah. Varietas ubi
jalar berumur panjang baru dapat dipanen setelah tanaman berumur 8-9 bulan,
sedangkan tanaman yang genjah sudah dapat dipanen umur 4-6 bulan. Umbi yang
terlambat di panen kurang enak dikonsumsi karena terlalu manis dan kelezatannya
sudah berkurang. Hama yang menyerang tanaman ubi jalar adalah hama bongkeng
(Cylas formicarius), ulat keket (Protoparce convolvuli), tikus, belalang, virus, dan
babi hutan (bila lokasi penanaman dekat hutan) (Lingga 1989).
Ubi jalar memiliki keunggulan dan keuntungan yang sangat tinggi bagi
masyarakat Indonesia. Nani dan Yati (2001) mengemukakan hal ini berkaitan
dengan: 1) ubi jalar mudah diproduksi pada berbagai lahan; 2) kandungan kalori
per 100 g cukup tinggi, yaitu 123 kal dan dapat memberikan rasa kenyang; 3)
harga per unit-hidang murah dan bahan mudah diperoleh di pasar local; 4)
mengandung vitamin dan mineral yang cukup tinggi; serta 5) cara penyajian
hidangan ubi jalar mudah, praktis dan sangat beragam. Ubi jalar dapat diolah
menjadi berbagai produk makanan seperti mie instan, saos, tepung, keripik, sirup,
dan makanan bayi.

METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan April sampai Oktober 2013 yang
terdiri dari dua tahap, yaitu percobaan lapang dan analisis laboratorium.
Percobaan lapang dilakukan di areal pertanian Desa Bantarjaya, Kecamatan
Rancabungur, Kabupaten Bogor, sedangkan analisis tanah dilakukan di
Laboratorium Pengembangan Sumberdaya Fisik Lahan, Departemen Ilmu Tanah
dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

7

Gambar 2 Lokasi percobaan lapang di Kecamatan Rancabungur, Kabupaten
Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam percobaan lapang terdiri dari stek batang ubi
jalar var. Sukuh, bahan humat, zeolit, pupuk, dan pestisida. Bahan humat dan
zeolit yang digunakan merupakan bahan-bahan komersial. Pupuk dasar yang
digunakan adalah pupuk urea 100 kg ha-1, SP-18 98 kg ha-1, dan KCl 245 kg ha-1.
Sedangkan, bahan kimia digunakan untuk analisis tanah dan tanaman di
laboratorium. Peralatan yang digunakan selama percobaan lapang terdiri dari
cangkul, handsprayer, automatic sprayer, penggaris, timbangan digital, dll.
Peralatan laboratorium terdiri dari peralatan gelas, UV-VIS, Atomic Absorption
Spectrophotometer (AAS), Flamephotometer, dll.

Rancangan Percobaan
Percobaan lapang dilakukan dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK)
terdiri dari 5 perlakuan dalam 3 kelompok sebagai ulangan sehingga diperoleh 15
satuan percobaan. Perlakuan terdiri dari K (tanpa pemberian bahan humat dan
zeolit), HT (bahan humat disiram ke tanah dengan dosis 15 liter ha-1 pengenceran
100 kali), HD (bahan humat disemprot ke daun dengan dosis 15 liter ha-1
pengenceran 100 kali), Z (zeolit dibenamkan ke tanah dengan dosis 150 kg ha-1),
dan HZ (bahan humat dengan dosis 15 liter ha-1 pengenceran 100 kali
dicampur zeolit sebanyak 10 kg liter-1). Analisis data menggunakan Analisis of
Variances (ANOVA) dengan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT)

8
pada taraf 5%. Adapun model matematika rancangan percobaan ini adalah sebagai
berikut:
Yij = µ + Ti + Pj + Eij
Keterangan:
Yij =
µ =
Ti =
Pj =
Eij =

respons pengamatan akibat cara pemberian ke-i dalam ulangan ke-j
nilai tengah
pengaruh cara pemberian ke-i
pengaruh ulangan/kelompok ke-j
pengaruh galat percobaan dari cara pemberian ke-i ulangan ke-j

Pelaksanaan Penelitian
Percobaan Lapang
Percobaan lapang dilakukan dengan mempersiapkan lahan membuat
guludan untuk tanam yang dibagi menjadi 15 satuan percobaan. Dosis bahan yang
digunakan sebanyak 15 liter ha-1 dengan pengenceran 100x. Sedangkan, zeolit
yang digunakan sebanyak 150 kg ha-1 dan sebagai carrier sebanyak 10 kg liter-1
bahan humat. Masing-masing petak berukuran 4x3 m, dimana tiap petak terdiri
dari empat guludan dengan panjang tiga meter. Stek ubi jalar ditanam pada tengah
guludan dengan jarak tanaman dalam guludan 25 cm. Stek yang digunakan adalah
stek pucuk dengan panjang 20-25 cm. Stek ditanam miring, bagian batang yang
tenggelam saat ditanam sebanyak 2/3 bagian (3 ruas), sedangkan 1/3 bagian lagi
tersembul. Setelah itu diberikan pupuk dasar Urea 100 kg ha-1, SP-36 98 kg ha-1,
dan KCl 245 kg ha-1, dimana pemberian pupuk urea diberikan dalam dua tahap,
yaitu 1/3 bagian pada saat tanam dan 2/3 bagian saat tanaman berumur 6 mst.
Untuk keperluan pemupukan dibuat alur di puncak bedengan 7-12 cm, pupuk
diberikan sepanjang alur lalu ditutup secara merata dengan tanah.
Aplikasi perlakuan dilakukan pada minggu kedua setelah tanam.
Pemberian humat di daun terdiri dari tiga tahap, yaitu minggu ke-2, ke-6, dan ke8. Saat tanaman berumur sebulan dilakukan pembongkaran lereng pematang,
setelah dibiarkan kena panas dan angin selama 10 hari maka akar-akar yang
terlihat ditimbun dan guludan pematang dinormalkan kembali. Pembalikan dan
pengangkatan batang dikerjakan tiap tiga minggu sekali. Penyiangan gulma dan
pemberantasan penyakit tanaman dilakukan pada saat diperlukan saja. Panen
dilakukan serempak pada umur 110 hari. Mula-mula batang tanaman dipotong
dengan sabit kemudian guludan dibongkar dengan cangkul.
Parameter yang diamati pada saat panen meliputi: 1) bobot umbi per
tanaman yang dihitung dengan menimbang hasil umbi setelah pemanenan pada
tanaman sampel; 2) jumlah umbi yang dihitung dengan menjumlahkan umbi pada
tanaman sampel; 3) bobot umbi per petak yang dihitung dengan menimbang
keseluruhan hasil umbi tiap perlakuan yang 4) bobot tajuk per tanaman yang
dihitung dengan menimbang tajuk tiap perlakuan; 5) bobot umbi besar dan kecil
per petak yang dihitung dengan mengelompokkan dan menimbang berdasarkan
ukuran; 6) bobot tajuk per tanaman yang dihitung dengan menimbang brangkas
setelah pemanenan pada masing-masing tanaman sampel.

9

Persiapan Bahan

Persiapan Lahan
dan Penanaman

Pembuatan formulasi
bahan humat dan zeolit

Pemupukan Dasar

1. Pembuatan guludan tiap
petak
2. Penanaman stek batang

Pemberian Bahan
Humat dan Zeolit

Panen dan
Penimbangan Bobot

Gambar 3 Skema pelaksanaan percobaan.
Analisis Laboratorium
Beberapa sifat kimia tanah dan analisis kadar hara tanaman juga diuji pada
penelitian ini untuk melihat pengaruh setiap perlakuan. Persiapan analisis kadar
hara tanaman diawali dengan pemilahan daun ubi dari tajuk. Berikutnya, daun
dicuci menggunakan aquadest dan dioven pada suhu 65oC selama minimal tiga
hari. Daun yang telah kering digiling untuk didapatkan ukuran yang halus dan
relatif seragam. Sampel tanaman selanjutnya diekstrak melalui pengabuan basah
menggunakan H2SO4 dan H2O2. Kemudian dilakukan penetapan kadar hara N, P,
K, Ca, Mg, Na dan hara mikro (Fe, Cu, Mn, Zn). Sedangkan untuk analisis sifat
kimia tanah, sampel tanah diambil secara komposit pada lahan percobaan dan

10
kemudian dikeringudarakan untuk kemudian diukur beberapa sifat kimianya. Sifat
kimia tanah yang diamati meliputi kadar C-organik, kandungan N-total, Ptersedia, KTK dan basa-basa (Ca-dd, Mg-dd, K-dd, Na-dd) dapat dipertukarkan,
serta mikro tersedia (Fe, Cu, Mn, Zn).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Berbagai Cara Pemberian Bahan Humat
terhadap Produksi Ubi Jalar

Bobot umbi (Kg)

Komponen tanaman ubi jalar yang memiliki nilai ekonomis adalah umbi.
Umbi pada tanaman ubi jalar merupakan hasil perubahan bentuk dan fungsi dari
akar muda. Data produksi tanaman yang diamati meliputi bobot umbi per petak,
bobot umbi per tanaman, dan bobot tajuk per tanaman. Selain itu, banyaknya
umbi dan besarnya ukuran umbi yang dihasilkan satu tanaman akan
mempengaruhi kuantitas produksi secara keseluruhan. Data bobot umbi per petak
disajikan pada Gambar 4, sedangkan data bobot umbi per tanaman disajikan pada
Tabel 1.
35
30
25
20
15
10
5
0

31.95
26.36

26.81

K

HT

28.70

27.41

HD

Z

HZ

Perlakuan

Gambar 4 Pengaruh berbagai cara pemberian bahan humat terhadap bobot
umbi per petak.
Berdasarkan data bobot umbi per petak dan bobot umbi per tanaman
diketahui bahwa dengan berbagai cara pemberian bahan humat dapat
meningkatkan produksi umbi. Walaupun demikian, hasil sidik ragam
menunjukkan bahwa cara pemberian bahan humat tidak berpengaruh nyata
terhadap bobot umbi per petak (Lampiran 6). Berdasarkan Gambar 4 diketahui
bahwa peningkatan bobot umbi perlakuan HT, HD, dan Z tidak signifikan,
sedangkan perlakuan HZ dapat meningkatkan produksi 21% lebih besar
dibandingkan kontrol. Jika dihitung, diketahui bahwa perlakuan HT, HD, dan Z
secara beturut-turut dapat meningkatkan produksi sebesar 2%, 9%, dan 4% lebih
besar dari kontrol. Apabila dibandingkan dengan perlakuan lainnya, perlakuan HT
meningkatkan produksi paling kecil. Hal ini dimungkinkan karena bahan humat
yang diberikan secara langsung ke dalam tanah berpotensi untuk tercuci cukup
besar, sehingga tidak mampu memberikan dampak yang cukup nyata terhadap

11
tanaman. Hasil penelitian Aliya (2011) pada ubi jalar dan Baskoro (2010) pada
ubi kayu menunjukkan bahwa dengan penggunaan bahan humat dapat
menghasilkan bobot umbi yang lebih besar dibandingkan dengan perlakuan tanpa
humat.
Tanaman ubi tumbuh menjalar di atas permukaan tanah, dimana batangnya
beruas-ruas dan setiap ruas ditumbuhi daun, akar, tunas, dan cabang. Peningkatan
produksi juga digambarkan oleh bobot biomassa tanaman meliputi tajuk dan
umbi. Data bobot tajuk dan umbi per tanaman disajikan pada Tabel 1.
Berdasarkan data pada Tabel 1 diketahui perlakuan HZ memiliki bobot tajuk per
tanaman lebih besar 44% dibandingkan kontrol. Meskipun demikian, secara
statistika pemberian berbagai cara bahan humat tidak berpengaruh nyata terhadap
bobot tajuk per tanaman. Semakin besar bobot tajuk maka semakin banyak jumlah
dan luas daun sehingga akan meningkatkan aktivitas fotosintesis. Hasil
fotosintesis ini kemudian diarahkan untuk pembentukan umbi.
Tabel 1 Pengaruh berbagai cara pemberian bahan humat terhadap bobot umbi
dan tajuk per tanaman.
Perlakuan
Kontrol
HT
HD
Z
HZ

Bobot per tanaman (gram)
Umbi

Tajuk

416.00 b
542.67 ab
575.33 ab
496.00 ab
629.33 a

320.00
410.67
446.00
413.33
461.33

Keterangan: Huruf yang sama pada lajur yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
berdasarkan uji DMRT pada taraf nyata 5%

Data bobot umbi per tanaman selaras dengan data bobot tajuk per
tanaman, dimana perlakuan HZ juga memiliki nilai bobot umbi tertinggi
dibandingkan perlakuan lainnya. Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa
perlakuan HZ memiliki nilai yang berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan
kontrol dengan peningkatan sebesar 51%. Sedangkan, jika dihitung perlakuan HT,
HD, dan Z secara beturut-turut dapat meningkatkan hasil 31%, 38%, dan 19%
lebih besar dari kontrol.
Peningkatan bobot tajuk yang diikuti peningkatan bobot umbi ini
dimungkinkan karena terjadinya keseimbangan antara fase pertumbuhan vegetatif
dan generatif tanaman. Menurut Harjadi (1989) jika fase vegetatif dan generatif
seimbang, maka penggunaan dan penumpukan karbohidrat sama banyaknya.
Sedangkan, apabila pertumbuhan ubi jalar di dominasi oleh fase pertumbuhan
vegetatif maka mengakibatkan pertumbuhan bagian atas (daun dan batang) yang
berlebihan, bersamaan dengan kurangnya pembentukan umbi. Penggunaan zat
pengatur tumbuh dapat dilakukan untuk mengatur pola pertumbuhan tanaman
dengan tujuan mempertahankan kesimbangan pertumbuhan vegetatif dan
generatif, sehingga kompetisi pemanfaatan source oleh pertumbuhan vegetatif dan
generatif yang mengakibatkan rendahnya asimilat yang didistribusikan ke dalam
sink dapat ditekan. Oleh karena itu, berarti pemberian bahan humat juga dapat
berperan sebagai zat pengatur tumbuh yang berfungsi menyeimbangkan
pertumbuhan vegetatif dan generatif sehingga menghasilkan umbi lebih besar.

12
Hal tersebut didukung dengan data bobot kelompok umbi besar dan umbi
kecil yang disajikan pada Gambar 5. Dalam penelitian ini, ukuran umbi dibagi
menjadi dua, yaitu kelompok umbi besar (diameter ≥8 cm dan panjang ≥9 cm)
dan kelompok umbi kecil (diameter 200 g/umbi, golongan
B mempunyai berat 100-200 g/umbi, dan golongan C mempunyai berat