Formulasi tablet hisap spirulina platensis sebagai suplemen makanan
FORMULASI TABLET HISAP
Spirulina platensis
SEBAGAI SUPLEMEN MAKANAN
DIAH ANGGRAINI WULANDARI
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
(2)
RINGKSAN
DIAH ANGGRAINI WULANDARI. C34040020. Formulasi Tablet Hisap Spirulina platensis sebagai Suplemen Makanan. Dibimbing oleh WINI TRILAKSANI DAN IRIANI SETIANINGSIH.
Spirulina memiliki banyak manfaat bagi kesehatan antara lain sebagai
“superfood” yang kaya akan zat gizi, vitamin B kompleks, asam lemak esensial, vitamin, mineral dan pigmen alami. Banyaknya khasiat dan manfaat Spirulina bagi kesehatan serta rendahnya konsumsi Spirulina, menginspirasi untuk mencari bentuk sediaan yang mudah dikonsumsi, mudah dibawa, disukai dan dapat digunakan sewaktu-waktu yaitu dengan memanfaatkannya dalam bentuk sediaan tablet hisap. Tablet hisap (troches dan lozenges) merupakan bentuk dari tablet yang dimaksudkan untuk pemakaian dalam rongga mulut. Troches dan lozenges biasanya dibuat dengan menggabungkan obat atau bahan aktif seperti antibiotik, antiseptik, analgesik, atau bahkan vitamin, yang diinginkan dalam suatu bahan dasar kembang gula yang keras dan beraroma menarik. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah menentukan formulasi tablet hisap Spirulina terbaik berdasarkan pengujian fisik dan uji hedonik tablet. membandingkan karakteristik kimiawi Spirulina komersial dan Spirulina hasil kultivasi. Serta membandingkan karakteristik kimiawi tablet hisap berbahan baku Spirulina komersial dan Spirulina hasil kultivasi.
Penelitian ini meliputi penelitian pendahuluan yaitu penentuan bahan pengikat tablet hisap. Penelitian utama terdiri dari formulasi tablet hisap, penentuan formula terbaik tablet hisap Spirulina berdasarkan uji fisik dan uji organoleptik, kultivasi Spirulina, analisis bahan baku Spirulina pembuatan tablet hisap Spirulina hasil kultivasi dengan metode kempa langsung dan analisis komposisi kimia tablet hisap Spirulina. Pengujian yang dilakukan meliputi pengujian fisik (Farmakope Indonesia) yaitu keseragaman bobot, kekerasan tablet, dan keregesan tablet, pengujian organoleptik, pengujian proksimat, pengujian antioksidan dan penentuan persentase angka kecukupan gizi.
Berdasarkan uji hedonik dan karakteristik fisik (kekerasan, keregesan, keseragaman bobot) formulasi tablet hisap Spirulina terpilih yaitu tablet hisap dengan konsentrasi Spirulina 500 mg dan mint 0,5%. Spirulina hasil kultivasi memiliki kadar air, kadar abu, dan kadar lemak lebih tinggi dibandingkan dengan Spirulina komersial, sedangkan kadar protein Spirulina hasil kultivasi (56,27%) lebih rendah dibandingkan Spirulina komersial (63,74%). Tablet hisap Spirulina berbahan baku Spirulina kultur memiliki kadar air, kadar abu dan lemak lebih tinggi dibandingkan tablet hisap berbahan baku Spirulina komersial namun protein pada keduanya cukup tinggi yaitu 29,18% dan 30,38%. Protein tablet hisap Spirulina tersebut lebih tinggi dibandingkan tablet Spirulina komersial yang beredar di pasaran 28,33%, sedangkan aktivitas antioksidan tablet hisap komersial dan hasil kultivasi yang belum mengalami ekstraksi tergolong lemah dengan nilai IC50 2310,90 ppm dan 1621,82 ppm. Tablet hisap Spirulina dengan takaran saji
3,2 g menyumbangkan total energi 12,27 kkal dan 11,44 kkal dengan %AKG protein, lemak, karbohidrat pada tablet hisap Spirulina komersial berturut-turut sebesar 1,62%, 0,13%, dan 0,63%, sedangkan %AKG protein, lemak, karbohidrat tablet hisap Spirulina kultur berturut-turut sebesar 1,55%, 0,39%, 0,45%.
(3)
FORMULASI TABLET HISAP
Spirulina platensis
SEBAGAI SUPLEMEN MAKANAN
DIAH ANGGRAINI WULANDARI C34080020
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
(4)
SKRIPSI
Judul : Formulasi Tablet Hisap Spirulina platensis Sebagai Suplemen Makanan
Nama : Diah Anggraini Wulandari
NIM : C34080020
Program Studi : Teknologi Hasil Perikanan
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Ir. Wini Trilaksani, M.Sc Dr. Ir. Iriani Setyaningsih, MS NIP. 19610128 199601 2 001 NIP. 19600925 198601 2 001
Mengetahui,
Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan
Dr.Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil NIP. 195805111985031002
(5)
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul ” Formulasi Tablet Hisap Spirulina platensis sebagai Suplemen Makanan” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yan berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, April 2013
Diah Anggraini Wulandari
(6)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Lampung, pada tanggal 13 Maret 1991 dari pasangan Bapak Suryan dan Ibu Isnani sebagai anak pertama dari tiga bersaudara. Pendidikan formal penulis dimulai dari TK Islam pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar pada tahun 2002 di SDN 3 Yukum Jaya, pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 1 Terbanggi Besar pada tahun 2005, pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Terbanggi Besar pada tahun 2008. Pada tahun yang sama (2008) penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui Jalur Undangan Seleksi Masuk (USMI) IPB di Program Studi Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Selama studi di Institut Pertanian Bogor, penulis masuk kepengurusan Lembaga Sosial Bina Desa BEM-KM IPB periode 2008-2009 dan Himpunan Profesi HIMASILKAN Divisi Sosial Kemasyarakatan dan Peduli Pangan periode 2009-2011. Penulis juga menjadi asisten mata kuliah interdepartemen Avertebrata Air periode 2009-2010 dan periode 2010-2011, Asisten Diversifikasi dan Pengembangan Produk Perairan periode 2011-2012, Asisten Teknologi Pemanfaatan Limbah Hasil Perairan periode 2011-2012, Asisten Kimia Dasar periode 2011-2012, dan Asisten Biotoksikologi 2012
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian yang berjudul ”Formulasi Tablet Hisap Spirulina platensis Sebagai Suplemen Makanan” dibawah bimbingan Dr. Ir. Wini Trilaksani M.Sc dan Dr. Ir. Iriani Setyaningsih, MS
(7)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT karena telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul ” Tablet Hisap Spirulia platensis Sebagai Suplemen Makanan”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, terutama kepada:
1 Dr. Ir. Wini Trilaksani M.Sc dan Dr. Ir. Iriani Setyaningsih, MS selaku dosen pembimbing, atas segala bimbingan, pengarahan, dan masukan yang diberikan kepada penulis.
2 Bapak Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan.
3 Dr. Desniar S.Pi, M.Si selaku dosen penguji atas bimbingan, pengarahan, dan masukan yang diberikan kepada penulis.
4 Keluarga besar Departemen Teknologi Hasil Perairan (THP), Staff Dosen dan Tata Usaha (TU) atas bantuan dan kerjasamanya
5 Keluarga terutama ayah dan ibu dan adik (Bagus dan Danda) tercinta yang telah memberikan doa, semangat, dan kasih sayang pada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
6 Teman-teman THP 45 yang telah banyak membantu penulis baik moril maupun material serta pihak lain yang telah banyak membantu dan membimbing dalam menyelesaikan skripsi ini
7 Pak Didik dan Staff di Laboratorium Farmasi TNI-AL atas bantuan yang telah diberikan
Penulis menyadari masih ada kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, apabila terdapat kesalahan dalam penulisan skripsi ini penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya. Penulis juga sangat mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun dalam penyempurnaan skripsi ini. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi banyak pihak.
Bogor, April 2013
(8)
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
1 PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan ... 2
2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3
2.1 Spirulina platensis ... 3
2.2 Kultivasi Spirulina platensis ... 5
2.3 Tablet Hisap ... 6
2.4 Bahan Pembantu pada Tablet Hisap ... 7
2.4.1 Bahan pengisi ... 7
2.4.2 Bahan pengikat ... 7
2.4.3 Bahan pemanis, dan pemberi rasa ... 7
2.4.4 Bahan pelincir, dan anti lengket ... 7
2.5 Suplemen Makanan ... 10
2.6 Antioksidan ... 10
2.7 Pengujian Aktivitas Antioksidan dengan DPPH ... 11
3 METODOLOGI ... 13
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 13
3.2 Bahan dan Alat ... 13
3.3 Metode Penelitian ... 14
3.3.1 Penelitian pendahuluan ... 14
3.3.2 Penelitian utama ... 14
3.4 Prosedur Analisis ... 17
3.4.1 Keseragaman bobot tablet ... 17
3.4.2 Kekerasan tablet ... 17
3.4.3 Keregesan tablet ... 17
3.4.4 Uji organoleptik tablet ... 18
3.4.5 Analisis kadar air... 18
3.4.6 Analisis kadar abu ... 19
3.4.7 Analisis kadar protein ... 19
3.4.8 Analisis kadar lemak ... 20
(9)
4.2 Penelitian Utama ... 23
4.2.1 Formulasi tablet hisap Spirulina ... 23
4.2.2 Karakteristik fisik tablet hisap Spirulina... 24
4.2.3 Uji organoleptik tablet hisap Spirulina ... 27
4.3 Kultivasi Spirulina ... 32
4.4 Komposisi Kimia Bahan Baku Spirulina ... 34
4.5 Komposisi Kimia Tablet Hisap Spirulina Formula Terpilih... 36
4.6 Aktivitas Antioksidan Tablet Hisap Spirulina ... 37
4.7 Persentase Angka Kecukupan Gizi (AKG) Tablet Hisap Spirulina ... 39
5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 42
5.1 Simpulan ... 42
5.2 Saran ... 42
DAFTAR PUSTAKA ... 43
(10)
1 Komposisi kimia beberapa jenis mikroalga ... 4
2 Kandungan mineral Spirulina ... 5
3 Batas penyimpangan bobot tablet ... 17
4 Formulasi bahan pengikat tablet hisap Spirulina komersial ... 22
5 Formulasi tablet hisap Spirulina komersial ... 23
6 Kondisi umum kultivasi Spirulina ... 33
7 Komposisi kimia bahan baku Spirulina platensis ... 34
8 Komposisi kimia tablet hisap Spirulina formula terpilih ... 36
9 Persentase AKG tablet hisap Spirulina untuk konsumen dewasa ... 39
10 Persentase AKG tablet hisap Spirulina untuk anak-anak ... 39
11 Kandungan gizi tablet dalam berbagai takaran saji untuk dewasa ... 40
(11)
1 Spirulina platensis ... 3
2 Diagram alir kultivasi Spirulina platensis ... 15
3 Diagram alir proses pembuatan tablet hisap Spirulina ... 16
4 Tablet hisap Spirulina ... 23
5 Histogram keseragaman bobot tablet hisap Spirulina ... 25
6 Histogram kekerasan tablet hisap Spirulina ... 26
7 Histogram keregesan tablet hisap Spirulina ... 27
8 Nilai penerimaan panelis terhadap kenampakan tablet hisap ... 28
9 Nilai penerimaan panelis terhadap warna tablet hisap ... 29
10 Nilai penerimaaan panelis terhadap aroma tablet hisap ... 30
11 Nilai penerimaan panelis terhadap rasa tablet hisap ... 31
12 Nilai penerimaan panelis terhadap tekstur tablet hisap ... 32
(12)
1 Score sheet uji hedonik tablet hisap Spirulina ... 49
2 Hasil uji Kruskal-Wallis tablet hisap Spirulina ... 49
3 Hasil uji lanjut Duncan parameter penampakan ... 50
4 Hasil uji lanjut Duncan parameter warna ... 50
5 Hasil uji ANOVA Kadar air tablet hisap Spirulina ... 50
6 Hasil uji duncan kadar air tablet hisap Spirulina ... 51
7 Hasil uji ANOVA kadar abu tablet hisap Spirulina ... 51
8 Hasil uji duncan kadar abu tablet hisap Spirulina ... 51
9 Hasil uji ANOVA kadar lemak tablet hisap Spirulina ... 51
10 Hasil uji duncan kadar lemak tablet hisap Spirulina ... 52
11 Hasil uji ANOVA kadar protein tablet hisap Spirulina ... 52
12 Rekapitulasi data antoksidan tablet hisap Spirulina ... 52
13 Perhitungan persentase AKG tablet hisap komersial ... 52
14 Perhitungan persentase AKG tablet hisap kultur ... 53
15 Batas minimum penggunaan bahan tambahan tablet ... 54
16 Komposisi media kultivasi Spirulina ... 54
(13)
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemenuhan gizi di Indonesia masih kurang merata, tercatat bahwa 17,9% balita mengalami kekurangan gizi (Ariani 2010). Masalah gizi yang dihadapi di Indonesia adalah masalah gizi makro dan gizi mikro. Masalah gizi ini disebabkan kurangnya asupan Fe, iodium, vitamin A dan protein. Oleh karena itu, perlu adanya peningkatan asupan protein dengan mengkosumsi berbagai pangan sumber protein seperti susu, telur, daging, kedelai serta sumber protein dari hasil perairan termasuk diantaranya adalah ikan dan mikroalga khususnya Spirulina.
Spirulina adalah organisme yang termasuk kelompok alga hijau biru (blue green algae). Alga ini berbentuk silinder, tidak bercabang, dan berwarna hijau di dalam koloni yang besar. Warna hijau tua ini berasal dari klorofil dalam jumlah besar. Secara alami, Spirulina mampu tumbuh di perairan danau yang bersifat alkali dan suhu hangat, atau kolam dangkal di wilayah tropis. Spirulina merupakan salah satu sumber protein terbaik diantara sumber protein lainnya. Kandungan protein pada Spirulina 50-70% dari berat keringnya (Tietze 2004). Protein berfungsi untuk membentuk dan memperbaiki jaringan tubuh serta pembentukan enzim dan hormon (Lechninger 1982).
Kelebihan Spirulina lainnya yaitu kandungan lemaknya kurang dari 5% dan sebagian besar merupakan lemak tidak jenuh. Mikroalga ini secara alami rendah kolesterol, kalori, lemak dan sodium serta mengandung sembilan vitamin dan empat belas mineral yang terkait dengan asam amino, hal ini memudahkan dan mempercepat proses asimilasi tubuh (Henrikson 2009). Alga hijau biru (blue green algae) memiliki banyak manfaat bagi kesehatan antara lain sebagai
“superfood” yang kaya akan zat gizi, vitamin B kompleks, asam lemak esensial, vitamin, mineral, dan pigmen alami. Blue green alga mengandung pigmen fikosianin, klorofil, dan polisakarida yang membantu meningkatkan aktifitas unsur-unsur antibodi untuk melawan infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri, maupun parasit, sehingga tubuh memiliki daya tahan yang lebih kuat (Richmond 1988). Spirulina mengandung klorofil, vitamin B12, asam folat, dan zat besi yang
(14)
secara teratur akan mencegah terjadinya anemia (kurang darah). Spirulina juga mengandung antioksidan selenium, vitamin E, enzim SOD yang dapat memperkecil resiko kerusakan yang diakibatkan oleh radikal bebas (Adam 2005). Banyaknya khasiat dan manfaat Spirulina bagi kesehatan, serta masih rendahnya konsumsi Spirulina oleh masyarakat menginspirasi untuk mencari bentuk sediaan yang mudah dikonsumsi, mudah dibawa, disukai, dan dapat digunakan sewaktu-waktu. Dewasa ini, Spirulina telah dikomersialkan sebagai suplemen dalam bentuk kapsul dengan harga yang relatif mahal dan kurang terjangkau di masyarakat. Selain itu bentuk sediaan kapsul identik dengan obat sehingga tidak disukai oleh anak-anak maupun orang dewasa. Oleh sebab itu perlu adanya alternatif baru agar Spirulina dapat dikonsumsi oleh semua kalangan masyarakat, salah satunya dengan memanfaatkan Spirulina dalam bentuk sediaan tablet hisap.
Tablet merupakan bentuk sediaan yang praktis, banyak ditemui, mudah dibawa dan diproduksi serta lebih aman dari penambahan bahan-bahan kimia lainnya. Tablet hisap (troches dan lozenges) merupakan bentuk dari tablet yang dimaksudkan untuk pemakaian dalam rongga mulut. Troches dan lozenges biasanya dibuat dengan menggabungkan obat atau bahan aktif seperti antibiotik, antiseptik, analgesik, atau bahkan vitamin, yang diinginkan dalam suatu bahan dasar kembang gula yang keras dan beraroma menarik. Tablet hisap dirancang agar tidak mengalami kehancuran dalam mulut, tetapi larut atau terkikis secara perlahan-lahan dalam jangka waktu kurang dari 30 menit (Lachman et al. 1994). Penggunaan bahan tambahan (excipient) dalam tablet hisap akan mempengaruhi karakteristik tablet hisap, untuk itu perlu dicari formulasi tablet hisap yang tepat dengan bahan utama Spirulina platensis.
1.2 Tujuan
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah menentukan formulasi tablet hisap Spirulina terbaik berdasarkan pengujian fisik dan uji hedonik tablet. Membandingkan karakteristik kimiawi Spirulina komersial dan Spirulina hasil kultivasi. Membandingkan karakteristik kimiawi tablet hisap berbahan baku Spirulina komersial dan Spirulina hasil kultivasi.
(15)
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Spirulina platensis
Spirulina adalah organisme mikroskopis yang termasuk kelompok alga hijau biru (cyanobacteria). Kelompok alga ini memiliki bentuk tubuh spiral. Alga ini dalam koloni yang besar berwarna hijau tua. Warna hijau tua ini berasal dari klorofil dalam jumlah tinggi. Secara taksonomi Spirulina dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Garrity et al. 2001):
Kingdom : Bacteria Filum : Cyanobacteria Divisi : Cyanophyta Kelas : Cyanophyceae
Ordo : Nostocales
Famili : Oscillatoriaceae Genus : Spirulina
Gambar 1 Spirulina platensis (Henrikson 2009).
Alga hijau biru ini dapat dimanfaatkan sebagai makanan, pakan, suplemen, dan pangan fungsional. Spirulina mudah dicerna karena memiliki lapisan berupa membran tipis yang mudah dicerna. Membran tersebut merupakan gugus gula yang mudah dicerna dan diserap. Alga ini sangat bermanfaat walaupun dikonsumsi dalam jumlah sedikit (Tietze 2004). Selain itu, Spirulina menunjukkan efektifitas dalam penyembuhan dan pencegahan berbagai penyakit seperti kanker, diabetes, obesitas, asma, tekanan darah tinggi, infeksi, peradangan, dan berbagai penyakit degeneratif (Adam 2005).
Selain Spirulina, mikroalga jenis Chlorella, Dunaliella, dan lainnya juga memegang peranan penting dalam perairan, karena mikroorganisme air
(16)
fotosintetik bersel tunggal tersebut menunjukkan kandungan protein yang tinggi. Komposisi biokimia beberapa mikroalga disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Komposisi kimia beberapa jenis mikroalga (% berat kering)
Jenis Mikroalga Protein Karbohidrat Lemak
Chlorella 51-58 12-17 14-22
Dunaliella 57 32 6
Porphyridium 28-39 40-57 9-14
Scenedesmus 50-56 10-17 12-14
Spirulina 60-71 13-16 6-7
Sumber: Spolaroe et al. 2006
Spirulina memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi, terutama protein dan vitamin sehingga Spirulina dapat dimanfaatkan sebagai protein sel tunggal (Susanna et al. 2007). Kandungan Spirulina bervariasi dari 50% hingga 70% dari berat keringnya. Spirulina mengandung 4-7% lipid atau lemak dan sebagian besar dalam bentuk asam lemak esensial. Setiap 10 gram Spirulina mengandung 225 mg asam lemak esensial dalam bentuk linoleat dan Gamma Linolenic Acid (GLA) (Henrikson 2009). Karakteristik ini menyebabkan Spirulina tidak membutuhkan proses pengolahan khusus (Richmond 1988).
Kandungan vitamin pada Spirulina cukup tinggi terutama vitamin B12
serta mengandung asam amino yang cukup lengkap. Kandungan vitamin B12
Spirulina lebih dari 300µg per 100 g Spirulina. Vitamin B12 sangat berperan bagi
tubuh. Kekurangan vitamin B12 menyebabkan anemia pernisiosa, degenerasi
syaraf, dan lain-lain (Tietze 2004). Alga ini kaya akan Gamma-Linolenic Acid (GLA), Alpha-Linolenic Acid (ALA), Linolenic Acid (LA), Stearidonic Acid (SDA), Aicosa Pentalenic Acid (EPA), Decosa Hexaenoic Acid (DHA), dan Arachidonic Acid (AA). Vitamin yang terkandung pada Spirulina adalah B1, B2,
B3, B6, B9, vitamin C, vitamin D, vitamin E. Alga ini mengandung potassium,
kalsium, krom, tembaga, besi, magnesium, mangan, fosfor, selenium, sodium, dan seng (Henrikson 2009). Kandungan mineral Spirulina disajikan pada Tabel 2.
(17)
Tabel 2 Kandungan mineral Spirulina
Komposisi Jumlah
Mineral (per 1gr Spirulina )
Kalsium 7 mg
Iron 1 mg
Magnesium 4 mg
Sodium 9 mg
Potassium 14 mg
Fosfor 9 mg
Zinc 0,03 mg
Mangan 0,05 mg
Copper 12 mcg
Chromium 2.5 mcg
Sumber: Farms (1995) dalam Henrikson (2009)
2.2 Kultivasi Spirulina
Kultivasi atau produksi Spirulina pada dasarnya meliputi pertumbuhan ganggang (kultur), pemanenan, pencucian, pengeringan dan penyimpanan produk (Angka dan Suhartono 2000). Faktor lingkungan utama yang berpengaruh pada kultivasi Spirulina adalah nutrisi, suhu, dan cahaya (Richmond 1988). Kultur Spirullina dilakukan dengan membiakkan bibit Spirulina dalam media zarrouk. Kemudian dilakukan pengaturan pH hingga mencapai 8,3 dengan penambahan HCl. Kultur diletakkan didekat sumber cahaya dan diberi aerasi atau pengadukan (Diharmi 2000).
Spirulina hidup dalam lingkungan pH yang tergolong basa dengan kandungan senyawa-senyawa karbonat tinggi. Kisaran pH optimum untuk pertumbuhan Spirulina antara 8,3-11. Spirulina dapat mentoleransi perubahan pH jika tidak bersifat tiba-tiba. Perubahan pH yang cepat pada Spirulina akan menyebabkan kematian alga. Hal itu dapat ditanggulangi dengan penambahan larutan penyangga (buffer) pada media. Larutan penyangga yang baik pada media tumbuh adalah 0,2 M NaHCO3 (Zarouk 1996 dalam Arylza 2005a).
Spirulina memerlukan cahaya dan CO2 untuk fotosintesis. Oksigen yang
dihasilkan dari fotosintesis dapat meningkatkan kandungan O2 dalam media
(18)
mendapatkannya dari udara dan jika kondisi pertumbuhan sesuai, biomassa kering Spirulina dapat mencapai 60-70 ton/hektar kolam (Arylza 2005b)
Nutrien dalam media tumbuh sangat berpengaruh dalam kultivasi Spirulina. Bila keberadaannya tidak merata maka pertumbuhan kultur akan terganggu. Faktor utama dalam media tersebut sangat tergantung dari hara nitrogen dan fosfat serta faktor eksternal pertumbuhan seperti cahaya dan suhu. Agar penyebaran ketiga faktor tersebut merata maka diperlukan pengadukan (Colla et al. 2004)
Spirulina merupakan alga fotoautotrof yang berarti tidak dapat tumbuh dalam gelap dan media tumbuh yang mengandung sumber karbon organik. Namun, bila terkena sinar dapat menggunakan karbon dari karbohidrat dalam bentuk glukosa yang ditambahkan sebanyak 0,1% (b/v) dalam media tumbuh (Richmond 1998). Suhu optimum Spirulina untuk kultur di laboratorium berkisar antara 35 – 37○C. Suhu minimum berkisar antara 18-20○C. pada daerah beriklim tropis, Spirulina dapat tumbuh optium pada kisaran suhu 25- 35○C (Kuniastuty dan Isnansetyo 1995).
Pengeringan Spirulina dapat dilakukan dengan pemanasan yang dirancang sedemikian rupa hingga suhu berkisar antara 40-60○C. Suhu pengeringan diatas 60○C akan menyebabkan degradasi fikosianin dan timbulnya reaksi Maillard (Desmorieux dan Decaen 2006). Kondisi pengeringan secara konveksi pada lapisan tipis yang paling optimum dilakukan pada kondisi suhu dibawah 40○C. penyimpanan Spirulina dilakukan dalam keadaan kering karena Spirulina kering tidak mudah terfermentasi (Angka dan Suhartono 2000).
2.3 Tablet Hisap
Tablet hisap (troches dan lozenges) merupakan bentuk dari tablet yang dimaksudkan untuk pemakaian dalam rongga mulut. Troches dan lozenges biasanya dibuat untuk menggabungkan obat atau bahan aktif seperti antibiotik, antiseptik, analgesik, atau bahkan vitamin. Tablet hisap dirancang agar tidak mengalami kehancuran dalam mulut, tetapi larut atau terkikis secara perlahan-lahan dalam jangka waktu kurang dari 30 menit (Lachman et al. 1994). Lozenges adalah bentuk sediaan obat atau bahan aktif yang mempunyai cita rasa serta
(19)
ditujukan untuk diisap dan bertahan dalam rongga mulut atau tenggorokan (Banker dan Anderson 1994).
2.4 Bahan Pembantu pada Tablet Hisap 2.4.1 Bahan pengisi
Bahan pengisi ditambahkan untuk memperbaiki daya kohesi serta daya alir, sehingga dapat dikempa langsung untuk memacu aliran. Bahan pengisi pada tablet hisap berupa gula-gula yang dapat pula berfungsi sebagai pemanis. Bahan pengisi yang digunakan biasanya adalah laktosa, dekstrosa, manitol, avicel, kalsium karbonat, kalsium fosfat, dan dikalsium fosfat (Lachman et al. 1994). 2.4.2 Bahan pengikat
Bahan pengikat adalah bahan padat yang digunakan untuk mengatur sifat adhesi dan kohesi. Tujuannya untuk membentuk granul dengan menjamin penyatuan partikel serbuk. Bahan pengikat akan membentuk sifat kohesi terhadap serbuk sehingga dapat membentuk struktur tablet yang kompak setelah pengempaan. Zat pengikat dapat ditambahkan dalam bentuk kering, tetapi lebih efektif bila ditambahkan dalam bentuk larutan. Bahan pengikat yang umum digunakan antara lain gom akasia, gelatin, sukrosa, povidin, metal solulose, karboksimetil selulose, dan pasta kanji terhidrolisis. Bahan pengikat kering yang paling efektif adalah selulose mikrokristalin, yang umum digunakan dalam pembuatan tablet kempa langsung (Lachman et al. 1994).
2.4.3 Bahan pemanis dan pemberi rasa
Pemanis ditambahkan terutama untuk memberi rasa yang enak pada mulut dengan menutupi atau memperbaiki rasa obat, bila bahan obat yang digunakan kurang enak. Pemanis yang biasa digunakan adalah manitol, laktosa, sukrosa, dan dekstrosa. Manitol merupakan gula yang paling banyak digunakan dalam tablet kunyah dan tablet hisap karena dapat memberi rasa dingin dan enak di mulut (Salminen et al. 2002).
2.4.4 Bahan pelincir dan anti lekat
Bahan pelincir adalah zat yang bertujuan untuk mengurangi gesekan selama proses pencetakan dan mencegah masa tablet melekat pada cetakan. Zat pelincir yang banyak dijumpai adalah talk, asam stearat, garam-garam stearat dan
(20)
derivatnya. Bentuk garam yang paling banyak dipakai adalah kalsium dan magnesium stearat (Lachman 1994).
Jumlah pelincir yang digunakan untuk membuat tablet berbeda-beda. Umumnya penggunaan bahan pelincir mulai dari 0,1% berat tablet hingga 5%. Magnesium stearat Mg(C18H35O2)2 merupakan salah satu pelincir yang digunakan
untuk pembuatan tablet hisap. Antilengket atau zat pelincir adalah zat yang meningkatkan aliran bahan pada cetakan serta membuat tablet menjadi halus dan mengkilap (Ansel 1989). Bahan-bahan pembantu yang digunakan pada tablet hisap antara lain:
Avicel. Avicel atau Microcristalline celulose merupakan bahan pengisi yang sering digunakan pada tablet terutama pada metode kempa langsung. Bahan ini berasal dari selulosa kayu alfa yang dimurnikan dengan cara hidrolisis asam untuk menghilangkan partikel selulosa yang tidak beraturan sehingga yang tertinggal adalah kristal mikro yang berbetuk jarum (Shangraw 1989).
Penggunaan avicel secara berlebihan pada pembuatan tablet hisap dapat meningkatkan disintegrasi tablet sehinga tablet cepat meleleh saat dihisap, menimbulkan rasa berkapur (chalky) dan kering. Namun penambahan avicel kurang dari 20% dapat meningkatkan kompresibilitas tablet tanpa menimbukan efek negatif Kompresibilitas adalah kemampuan granul untuk tetap kompak dengan adanya tekanan (Peters 1989).
Sorbitol. Sorbitol merupakan isomer optik dari manitol. Manitol merupakan gula paling mahal yang digunakan sebagai pengisi tablet, terkadang sorbitol dan mannitol penggunaannya dicampur untuk mengurangi biaya. Sorbitol bersifat higroskopis (menyerap air) pada kelembaban lebih dari 65% dan memiliki kalori (4 kal/g) dan kemanisan (0,6 kali) yang relatif kurang dibandingkan gula (sukrosa) (Lachman et al. 1994).
Sorbitol cocok digunakan dalam tablet hisap yang terkikis di mulut secara lambat. Sorbitol juga memberikan rasa dingin pada mulut, memiliki tekstur licin, dan memiliki kualitas kompresi yang baik. Selain itu sorbitol tidak bersifat karsiogenik pada gigi dan tidak bereaksi dengan bahan aktif dalam tablet (Peters 1989)
(21)
Mint dan Asam sitrat. Pencita rasa atau flavor yang digunakan dalam tablet hisap adalah mint dan asam sitrat. Rasa pedas, segar dan dingin (mint) dapat berasal dari senyawa peppermint (L-menthol), Spearmint (L-carvone), dan eucalyptus. Pada produk farmasi seperti tablet kunyah, jumlah pecita rasa yang ditambahan serkisar antara 1-3% (Gordon 2002). Asam terdapat secara alami, baik dalam bentuk asam organik maupun anorganik (Sulaeman 1990). Asam sitrat dan asam malat merupakan asam organik utama pada buah-buahan. Asam sitrat banyak terdapat pada buah, sitrus, pear dan stroberi (Fourie 1996).
Asam dalam makanan berperan sebagai pembuat rasa asam dan tart taste, serta merangsang atau meningkatkan persepsi akan senyawa pembawa rasa yang lain dalam makanan (Fennema 1996). Fungsi lain adalah sebagai penegas rasa yang lain dalam makanan. Fungsi lainnya adalah sebagai penegas rasa dan warna, mempermudah proses pengolahan, bersifat sinergis terhadap antioksidan (Winarno 2002). Zat yang bersifat sinergis terhadap antioksidan dapat membantu meningkatkan atau mempertahankan kerja antioksidan. Walaupun asam sitrat mudah terurai karena panas. Produk uraian tersebut juga dapat berperan sebagai sinergis suatu antioksidan. Asam sitrat merupakan salah satu bahan yang termasuk aman atau Generally Recognized as Safe (GRAS) ( Fennema 1996)
Magnesium stearat dan talk. Magnesium stearat berperan sebagai pelumas dalam pembuatan tablet. Penggunaanya ditujukan untuk mengurangi gesekan antara dinding tablet dan dinding pencetak tablet, pada saat tablet ditekan keluar. Pelumas yang banyak digunakan adalah asam stearat, garam-garam asam stearat dan derivat-derivatnya. Bentuk garam stearat yang banyak dipakai adalah kalsium dan magnesium stearat (Lachman et.al 1994). Selain magnesium stearat, pelumas atau pelincir yang digunakan dalam pembuatan tablet hisap adalah talk. Penambahan talk pada konsentrasi diatas 0,25% dapat meningkatkan aliran granulasi (Peters 1989).
Aerosil. Aerosil merupakan bahan yang berfungsi sebagai pelincir sekaligus adsorben pada pembuatan tablet. Pelincir berfungsi untuk melancarkan masuk dan keluarnya bahan pada die (tempat cetakan tablet) sehingga banyak bahan yang masuk seragam serta berat tablet cetakan pertama dan seterusnya tetap sama. Sebagai adsorben, aerosil dapat mengikat dan mempertahankan bahan yang
(22)
agak basah/cair tanpa membuat tablet menjadi basah. Adsorben biasanya ditambahkan pada bahan aktif yang basah atau berminyak (seperti vitamin E) sebelum dicampur dengan bahan lainnya (Peck et al. 1989).
2.5 Suplemen Makanan
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM RI) mendefinisikan suplemen makanan sebagai produk yang dimaksudkan untuk melengkapi kebutuhan zat gizi makanan, mengandung satu atau lebih bahan berupa vitamin, mineral, asam amino atau bahan lain (berasal dari tumbuhan atau bukan tumbuhan) yang mempuyai nilai gizi atau efek fisiologis dalam jumlah terkonsentrasi (BPOM RI 2005).
Suplemen makanan berfungsi sebagai zat tambahan yang berguna untuk memperbaiki dan meningkatkan daya tahan tubuh. Zat aktif yang dikandungnya hanya mempengaruhi struktur dan fungsi tubuh, tidak dapat mengobati atau mencegah suatu penyakit. Anjuran penggunaan suplemen hanya diberikan bila asupan zat gizi seseorang tidak mencukupi kebutuhannya (Loni 2001).
Peraturan perundang-undangan dibidang suplemen makanan menyatakan bahwa suplemen makanan harus memiliki kriteria sebagai berikut: (a) menggunakan bahan yang memenuhi standar mutu dan persyaratan keamanan serta standard dan persyaratan yang ditetapkan; (b) Komposisi atau bahan yang digunakan memiliki manfaat yang dapat dibuktikan dan didukung oleh data; (c) Diproduksi dengan menerapkan cara pembuatan yang baik; (d) Penandaan yang harus mencantumkan informasi yang lengkap, objektif, benar, dan tidak menyesatkan; (e) Dalam bentuk sediaan pil, tablet, kapsul, serbuk, granul, setengah padat dan cairan yang tidak dimaksud untuk pangan. Selain itu, suplemen makanan harus diproduksi dengan menggunakan bahan yang memenuhi standar mutu sesuai dengan Farmakope Indonesia atau standar yang diakui (BPOM RI 2005).
2.6 Antioksidan
Antioksidan berfungsi untuk melindungi lemak dan peroksidasi oleh radikal bebas. Antioksidan dapat bekerja secara efektif karena antioksidan mampu
(23)
mendonorkan sebuah elektron untuk radikal bebas. Apabila radikal bebas telah mendapatkan elektron dari antioksidan maka radikal bebas akan kehilangan kemampuannya untuk menyerang sel dan rantai reaksi oksidasi akan terputus. Setelah mendonorkan elektronnya antioksidan akan beruah menjadi radikal bebas. Akan tetapi dalam fase ini antioksidan tidak berbahaya karena antioksidan memiliki kemampuan untuk menyesuaikan perubahan elektron tanpa berubah menjadi reaktif (Dekkers et al. 1996 dalam Widianingsih 2008).
Antioksidan dapat digolongkan menjadi antioksidan primer (chain breaking antioxidant) dan antioksidan sekunder (preventive antioxidant). Antioksidan dapat bereaksi dengan radikal lipid dan mengubahnya menjadi bentuk yang stabil. Sebuah senyawa dapat disebut antioksidan primer apabila senyawa tersebut dapat mendonorkan atom hidrogennya dengan cepat ke radikal bebas atau radikal antioksidan yang dihasilkan lebih stabil dari radikal lipid atau dapat diubah menjadi produk lain yang lebih stabil (Gordon 1990). Senyawa yang termasuk antioksidan primer adalah vitamn E (tokoferol), Vitamin C (asam askorbat), β-karoten, dan sistein (Taher 2003).
Antioksidan sekunder berfungsi sebagai antiosidan pencegah yaitu menurunkan kecepatan inisiasi dengan berbagai mekanisme seperti melalui pengikatan ion-ion logam, penangkapan oksigen dan penguraian hidroperoksida menjadi produk-produk non radikal. Contoh antioksidan sekunder antara lain turunan asam fosfat, asam askorbat, senyawa karoten, sterol, fosfolipid, dan produk-produk reaksi maillard (Gordon 1990).
2.7 Pengujian Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH (1,1- diphenyl-2 picrylhydrazil)
Aktivitas antioksidan suatu bahan dapat diukur dengan berbagai metode. Prinsip dasar pengukuran aktivitas antioksidan adalah penghambatan proses oksidasi oleh senyawa antioksidan yang terdapat dalam bahan pangan atau ekstrak bahan alam (Aryudhani 2007). Salah satu metode yang sering digunakan untuk mengetahui aktivitas antioksidan adalah degan DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl). Senyawa DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl) adalah senyawa radikal bebas yang stabil yang dapat bereaksi dengan atom hidrogen yang berasal
(24)
dari suatu antiokasidan membentuk DPPH tereduksi. Kelebihan dari metode DPPH adalah sederhana, mudah, cepat, dan peka serta hanya memerlukan sedikit sampel (Blois 1958 dalam Aryudhani 2007).
Metode DPPH merupakan model radikal lipofilik. Rantai reaksi radikal lipofilik diinisiasi oleh autooksidasi lemak. Aktivitas penangkapan radikal bebas dari ekstrak kasar tumbuhan di determinasi dari hasil reduksi melalui adsorbansi pada panjang gelombang 517 nm sebagaimana penangkapan radikal bebas DPPH yang bersifat stabil. Pengukuran kuantitatif terhadap aktivitas antioksidan suatu bahan dapat diketahui dari terjadinya peluruhan warna ungu bahan DPPH (Gupta et al. 2003 dalam Setyaningsih 2009). Jika larutan DPPH ditambahkan pada bahan yang mengandung antioksidan, intensitas warna larutan DPPH akan menurun sesuai dengan kosentrasi dan daya hambat bahan yang mengandung antioksidan (Molyneux 2004). Parameter yang digunakan untuk menginterpretasikan hasil pengujian dengan metode DPPH adalah EC50 (Efficient
concentration) atau biasa disebut IC50 (inhibition concentration). IC50 merupakan
konsentrasi larutan sampel yang akan menyebabkan reduksi terhadap aktivitas DPPH sebesar 50% (Molyneux 2004).
(25)
3 METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Hasil Perairan, Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Laboratorium Produktivitas Lingkungan Manajemen Sumberdaya Perairan, Laboratorium Nutrisi Ikan Budidaya Perairan dan Laboratorium Lembaga Farmasi TNI Angkata Laut (LAFIAL), Jakarta. Penelitian ini dilaksanakan selama bulan Maret hingga bulan Desember 2012. 3.2 Bahan dan Alat
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah Spirulina platensis bubuk komersial yang diperoleh dari Jepara- Jawa Tengah dan Spirulina plantensis yang dikultivasi di Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Situbondo-Jawa Tengah. Bahan-bahan untuk media kultivasi meliputi klorin, tiosulfat, air tawar, air laut, MgSO4, K2SO4, CaCl2, CuSO4, Na2HPO4, NaHCO3, urea, ZA, vitamin B12,
media Walne, akuades, asam sitrat dan alkohol 70%. Bahan tambahan tablet meliputi talk dan mint, magnesium stearat, dan sorbitol diperoleh di toko kimia, avicel dan aerosil diperoleh dari Univesitas Pancasila. Bahan analisis meliputi DPPH, metanol, H2SO4, NaOH 40%, H3BO3, HCl 0,1N.
Alat yang digunakan meliputi peralatan kultivasi yaitu akuarium, toples, bak kultivasi, nylon mesh, selang, aerator, gelas ukur, corong, filter, pipet volumetrik, pengaduk kayu, kain lap atau tisu dan Water Quality Meter (WQM). Alat pengujian meliputi mikropipet, labu takar, tabung reaksi, sudip, tissue, alumunium foil, gelas piala, timbangan digital, spektrofotometri, tabung kjeltab, desikator, cawan porselen, oven, tanur, erlenmeyer, gelas arloji, pengempa tablet, friabilitimeter, dan hardness terster.
3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini terdiri dari dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan yaitu penentuan jenis bahan pengikat tablet menggunakan Spirulina komersial. Penelitian utama terdiri dari formulasi tablet hisap menggunakan Spirulina komersial, penentuan formula terbaik berdasarkan uji fisik dan uji hedonik, kultivasi Spirulina, analisis bahan baku
(26)
Spirulina, pembuatan tablet hisap Spirulina hasil kultivasi dan analisis komposisi kimia tablet hisap Spirulina. Pengujian yang dilakukan meliputi pengujian fisik, pengujian organoleptik, pengujian proksimat, pengujian antioksidan, dan penentuan nilai AKG.
3.3.1 Penelitian pendahuluan
Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mencari jenis bahan pengikat yang baik dalam pembuatan tablet hisap. Penentuan jenis bahan pengikat tablet dilakukan dengan trial and error menggunakan tiga jenis bahan pengikat yang berbeda yaitu hydroxypropyl methylcellulose (HPMC), avicel dan gum arab dengan menggunakan metode kempa langsung.
3.3.2 Penelitian utama
Penelitian utama terdiri dari beberapa tahap yaitu formulasi tablet hisap Spirulina platensis, pemilihan formula terbaik, pembuatan tablet hisap Spirulina hasil kultivasi dan analisis komposisi kimia tablet hisap Spirulina.
1) Formulasi tablet hisap Spirulina platensis
Tahap formulasi menggunakan serbuk Spirulina komersial sebagai bahan bakunya. Bahan-bahan yang digunakan terdiri dari bahan aktif (utama) yaitu serbuk Spirulina platensis komersial, bahan pengisi seperti sorbitol dan avicel, bahan pelincir seperti Mg stearat, aerosil, dan talk serta bahan pemberi cita rasa mint. Bahan-bahan tersebut terbagi menjadi dua fase yaitu fase dalam dan fase luar. Fase dalam merupakan bahan-bahan yang mempunyai komposisi besar atau utama dalam tablet, sedangkan fase luar merupakan bahan tambahan dalam jumlah kecil. Formulasi tablet hisap terdiri dari empat jenis formula dengan perbedaan konsentrasi Spirulina dan konsentrasi mint. Sorbitol merupakan bahan terakhir yang ditambahkan untuk memperoleh jumlah total (100%) sehingga jumlah sorbitol tidak sama pada setiap formula.
2) Pemilihan formula terbaik
Pemilihan formula terbaik dilakukan berdasarkan uji karakteristik fisik tablet dan uji hedonik tablet hisap Spirulina. Uji karakteristik fisik tablet hisap Spirulina terdiri dari beberapa uji yaitu keseragaman bobot, kekerasan tablet dan keregesan tablet, sedangkan uji hedonik tablet dilakukan dengan pengujian
(27)
terhadap 30 orang panelis pada parameter kenampakan, warna, rasa, aroma, dan tekstur tablet.
3) Kultivasi dan pemanenan Spirulina platensis
Kultivasi Spirulina platensis bertujuan untuk memperoleh biomasa Spirulina yang digunakan sebagai bahan baku pada pembuatan tablet hisap. Tahapan pada kultivasi Spirulina platensis adalah persiapan alat, kultur bibit Spirulina menggunakan media Walne dengan penambahan bibit 10-15%. Pemanenan bibit Spirulina dilakukan setelah 7 hari kemudian bibit dikultivasi di akuarium menggunakan media MT. Spirulina selanjutnya dikultivasi kembali ke dalam tandon menggunakan media MT. Pemanenan Spirulina pada tahap ini dilakukan setelah 22 hari dengan OD >0,5 (fase stasioner). Spirulina disaring menggunakan plankton net ukuran 90 mesh sehingga diperoleh biomassa Spirulina dalam bobot basah. Selanjutnya Spirulina dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 40○C selama 24-48 jam kemudian digerus hingga menjadi serbuk Spirulina sebagai bahan dasar pembuatan tablet hisap. Diagram alir proses kultivasi Spirulina platensis dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Diagram alir kultivasi Spirulina platensis (MT*: Modifikasi Zarrouk, komunikasi pribadi Hastuti 2011). Kultivasi Spirulina dalam media MT-MT*
Kultivasi Spirulina dalam media Walne
Kultivasi Spirulina dalam media Walne- MT*
Pemanenan
Biomasa Spirulina
Pengeringan
Serbuk Spirulina Analisis komposisi kimia
(28)
4) Analisis bahan baku
Analisis bahan baku bertujuan untuk mengetahui komposisi kimia, aktivitas antioksidan bahan baku Spirulina komersial dan Spirulina hasil kultivasi yang meliputi pengukuran kadar air, kadar abu, lemak, protein, dan karbohidrat. 5) Pembuatan tablet hisap Spirulina hasil kultivasi
Setelah diperoleh serbuk Spirulina hasil kultivasi langkah selanjutnya adalah mengaplikasikan serbuk Spirulina tersebut dalam pembuatan tablet dengan formula terpilih. Metode yang digunakan dalam pembuatan tablet hisap Spirulina adalah metode kempa langsung dengan tahapan sebagai berikut: penimbahan bahan, pengayakan, pencampuran, dan pengempaan. Bahan yang digunakan terdiri dari bahan aktif yaitu serbuk Spirulina platensis hasil kultivasi, bahan pengisi sorbitol, dan avicel, bahan pelincir Mg stearat, aerosil, dan talk, dan pemberi cita rasa mint. Diagram alir proses pembuatan tablet hisap Spirulina dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Digram alir Proses pembuatan tablet hisap Spirulina platensis
(Lachman 1994).
Tablet hisap Spirulina
Pengocokan
Pengempaan tablet ( metode kempa langsung) Penimbangan bahan-bahan
Pencampuran dalam kantung plastik Serbuk Spirulina dan
bahan-bahan tambahan tambahan
Analisis komposisi kimia dan aktivitas antioksidan
(29)
3.4 Prosedur Analisis
Analisis yang dilakukan pada serbuk Spirulina adalah analisis proksimat sedangkan analisis yang dilakukan untuk mendapatkan tablet formulasi terbaik yaitu uji karakteristik fisik tablet hisap Spirulina meliputi: keseragaman bobot, kekerasan, keregesan, dan organoleptik. Tablet Spirulina terpilih akan dilakukan analisis meliputi: kadar lemak, kadar air, kadar abu, kadar protein, antioksidan dan penentuan nilai AKG.
3.4.1 Keseragaman bobot (Departemen Kesehatan RI 1995)
Keseragaman bobot diukur dengan menimbang 20 tablet secara satu persatu. Kemudian setiap tablet dihitung bobot rata-ratanya. Berdasarkan Departemen Kesehatan RI syarat keseragaman bobot tablet yaitu tidak lebih dari 2 tablet yang masing-masing bobotnya menyimpang dari kolom A dan tidak ada satu tablet yang bobotnya menyimpang dari kolom B. Batas penyimpangan bobot rata-rata tablet dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Batas penyimpangan bobot rata-rata tablet. Bobot rata-rata
Penyimpangan bobot rata-rata
A B
25 mg atau kurang 15% 30%
26 mg sampai 150 mg 10% 20%
151 mg sampai 300 mg 7,5% 15%
Lebih dari 300 mg 5% 10 %
Sumber: Departemen Kesehatan RI (1995)
3.4.2 Kekerasan tablet (Departemen Kesehatan RI 1995)
Kekerasan tablet diukur dengan menggunakan alat Hardness Tester. Tablet yang akan diuji diletakan pada posisi vertikal diantara dua posisi logam penjepit dari alat pengukur kekerasan. Setelah itu tekan tombol start pada alat sehingga logam penjepit bergerak dan tablet pecah. Catat nilai yang tertera pada alat ketika tablet hancur. Kekerasan tablet dinilai dengan satuan kg/cm2 atau Kp. Kekuatan tekan minimum yang sesuai untuk tablet adalah 4 kg/cm2 (Lachman et al. 1994).
3.4.3 Keregesan tablet (Departemen Kesehatan RI 1995)
Sebanyak 20 tablet yang sudah dibebas debukan ditimbang, setelah itu dimasukan kedalam alat uji keregesan tablet. Alat diset dengan kecepatan 25 rpm
(30)
selama 4 menit. Setelah itu tablet dikeluarkan dan dibebaskan debukan kembali. Selanjutnya tablet yang sudah dibebas debukan ditimbang guna mengetahui perbedaan berat sebelum dan sesudah uji. Tablet yang baik memiliki keregesan <1%. (Departemen Kesehatan RI 1995). Rumus perhitungan kekerasan tablet hisap adalah sebagai berikut:
Keregesan tablet = W1- W2 x 100%
W1
Keterangan :
W1= Bobot tablet sebelum diuji W2= Bobot tablet setelah diuji 3.4.4 Uji organoleptik
Uji organoleptik dengan menggunakan indera manusia sebagai instrumennya. Pengujian organoleptik dimaksudkan untuk mengetahui peneriman sensori terhadap produk tablet hisap dengan 30 orang panelis untuk mengungkapkan tanggapan pribadinya terhadap warna, aroma, rasa, kenampakan dan tekstur dimana tanggapan tersebut dapat berupa suka atau tidak suka yang divisualisasikan dengan angka 1 hingga 9.
3.4.5 Analisis kadar air (AOAC 1995)
Tahap pertama yang dilakukan untuk menganalisis kadar air adalah mengeringkan cawan porselen daam oven pada suhu 102-105○C selama 30 menit. Cawan tersebut diletakan kedalam desikator (kurang lebih 30 menit) hingga dingin dan ditimbang hingga beratnya konstan. Kemudian cawan dan sampel seberat 1-2 gram ditimbang terlebih dahulu. Cawan dimasukan kedalam oven dengan suhu 102-105○C selama 6 jam. Cawan tersebut dimasukan kedalam desikator dan dibiarkan hingga dingin kemudian ditimbang, penimbangan diulang sampai berat konstan.
Perhitungan kadar air:
Keterangan: A= Berat cawan kosong (gram)
B = Berat cawan dengan sampel (gram)
(31)
3.4.6 Analisis kadar abu (AOAC 1995)
Cawan abu porselen dikeringkan didalam oven selama 30 menit dengan suhu 105○C, lalu didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Sampel sebanyak 2-5 gram yang telah dihomogenkan dimasukan kedalam cawan abu porselen. Cawan abu porselen dipijarkan dalam tungku pengabuan bersuhu sekitar 300-400○C sampai tidak berasap. Selanjutnya cawan dimasukan kedalam tanur pada suhu 600○C selama 6 jam. Proses pengabuan dilakukan sampai abu berwarna putih. Setelah itu cawan porselen didinginkan dalam desikator selama 30 menit, kemudian ditimbang beratnya
Perhitungan kadar abu:
Keterangan: A= Berat cawan abu poselen kosong (gram)
B = Berat cawan abu porselen dengan sampel (gram)
C = Berat cawan abu porselen dengan sampel setelah dikeringkan 3.4.7 Analisis kadar protein (AOAC 1995)
Prinsip dari analisis protein, yaitu untuk mengetahui kandungan protein kasar (Crude protein) pada suatu bahan. Tahap-tahap yang dilakukan terdiri dari tiga tahap, yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi.
(1)Tahap destruksi
Sampel ditimbang seberat 1 gram, kemudian dimasukan kedalam tabung Kjeltab selanjutnya ditambahkan 10 ml H2SO4. Tabung yang berisi larutan
tersebut dimasukan kedalam alat pemanas dengan suhu 400○C. Proses destruksi dilakukan sampai bening.
(2)Tahap Destilasi
Isi labu dituangkan kedalam labu destilasi, lalu ditambahkan dengan aquades (50 ml). Air bilasan juga dimasukan kedalam alat destilasi dan ditambahkan larutan NaOH 40% sebanyak 20 ml.
Cairan dalam ujung kondensor ditampung dalam erlenmeyer 125 ml berisi larutan H3BO3 dan 3 tetes indikator (Cairan methyl red dan brom cresol
green) yang ada dibawah kondensor. Destilasi dilakukan sampai diperoleh % kadar abu = x 100%
(32)
200 ml destilat yang bercampur dengan H3BO3 dan indikator dalam
erlemeyer. (3)Tahap titrasi
Titrasi dilakuan dengan menggunakan HCL 0,1 N sampai terjadi perubahan warna menjadi merah (warna asam borat semula).
Perhitungan jumah nitrogen dalam bahan: %Nitrogen=
% Kadar Protein = % nitrogen x faktor konversi (6,25). 3.4.8 Analisis kadar lemak ( AOAC 1995)
Sampel seberat 2 gram (W1) dimasukan kedalam kertas saring dan
dimasukan kedalam selonsong lemak, kemudian dimasukan kedalam labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya (W2) dan disambungkan dengan tabung
soxlet. Selongsong lemak dimasukan kedaam ruang ekstraktor tabung soxhlet dan disiram dengan pelarut lemak. Tabung reaksi dipasang pada alat destilasi soxhlet, lalu dipanaskan pada suhu 40○C dengan menggunakan pemanas listrik selama 6 jam. Pelarut lemak (n-heksan) yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Pada saat destilasi pelarut akan tertampung diruang eksekutor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali kedalam labu lemak, selanjutnya labu lemak dikeringan dengan oven 105○C, setelah itu didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan (W3)
Perhitungan kadar lemak
Keterangan : W1 = Berat sampel (gram)
W2 = Berat labu lemak tanpa lemak (gram)
W3 = Berat abu lemak dengan lemak (gram).
3.4.9 Uji aktivitas antioksidan (Molyneux 2004)
Biomassa kering Spirulina platensis dan tablet hisap Spirulina dilarutkan dalam metanol p.a. dengan konsentrasi 200, 400, 600 800 dan 1000 ppm.
(33)
Antioksidan alami alfa tokoferol digunakan sebagai pembanding dan kontrol positif, dibuat dengan cara dilarutkan dalam pelarut metanol p.a. dengan konsentrasi 2, 4, 6 dan 8 ppm. Larutan DPPH yang akan digunakan, dibuat dengan melarutkan kristal DPPH dalam pelarut metanol dengan konsentrasi 1 mM. Proses pembuatan larutan DPPH 1 mM dilakukan dalam kondisi suhu ruang dan terlindung dari cahaya matahari.
Larutan bahan baku, produk dan larutan antioksidan pembanding tokoferol yang telah dibuat, masing-masing diambil 4,5 ml dan direaksikan dengan 500 µl larutan DPPH 1 mM dalam tabung reaksi yang berbeda dan telah diberi label. Campuran tersebut kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 30 menit dan diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 517 nm. Absorbansi dari larutan blanko juga diukur untuk melakukan perhitungan persen inhibisi. Larutan blanko dibuat dengan mereaksikan 4,5 ml pelarut metanol dengan 500 µl larutan DPPH 1 mM dalam tabung reaksi. Aktivitas antioksidan dari masing-masing contoh dan antioksidan pembanding alfa tokoferol dinyatakan dengan persen inhibisi, yang dihitung dengan formulasi sebagai berikut:
% inhibisi = (Absorban blanko – Absorban contoh) x 100% Absorban blanko
Nilai konsentrasi contoh (bahan baku, produk ataupun antioksidan pembanding tokoferol) dan persen inhibisinya diplot masing-masing pada sumbu x dan y pada persamaan regresi linear. Persamaan regresi linear yang diperoleh dalam bentuk persamaan y = a + bx digunakan untuk mencari nilai IC50 (inhibitor
concentration 50%) dari masing-masing contoh dengan menyatakan nilai y sebesar 50 dan nilai x yang akan diperoleh sebagai IC50. Nilai IC50 menyatakan
besarnya konsentrasi larutan contoh (ekstrak ataupun antioksidan pembanding alfa tokoferol) yang dibutuhkan untuk mereduksi radikal bebas DPPH sebesar 50%.
(34)
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan bertujuan untuk menentukan bahan pengikat yang baik dalam pembuatan tablet hisap Spirulina yang digunakan sebagai bahan acuan pada penelitian utama. Formulasi penentuan bahan pengikat tablet hisap ini menggunakan bahan baku Spirulina komersial dengan perbedaan jenis bahan pengikat tablet. Formulasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Formulasi penentuan bahan pengikat tablet hisap Spirulina komersial Jenis Bahan Formula 1 (%) Formula 2 (%) Formula 3 (%)
Spirulina platensis* 62,5 (500mg) 62,5 (500mg) 62,5 (500mg)
Sorbitol 29 29 29
Talk 1 1 1
Mg Stearat 1 1 1
Asam sitrat 0,5 0,5 0,5
Aerosil 3 3 3
Avicel* 3 - -
HPMC* - 3 -
Gum arab* - - 3
Bobot tablet = 800 mg
Keterangan *: Modifikasi Rahingtyas 2008
Berdasarkan formulasi dengan perbedaan bahan pengikat, formulasi terbaik tablet hisap Spirulina adalah formula 1 dan 2 dengan bahan pengikat avicel dan HPMC. Hal ini diperoleh berdasarkan kenampakan dan kerapuhan tablet. Avicel dan HPMC (hydroxypropyl methylcellulose) merupakan bahan pengikat yang baik dalam pembuatan tablet dengan metode kempa langsung. Avicel atau selulosa mikrokristalin memiliki sifat alir yang baik. Selain digunakan sebagai pengikat, avicel juga berperan sebagai bahan pengisi dan penghancur di dalam mulut. HPMC adalah pengikat dan perekat yang umum digunakan. HPMC berperan sebagai pengikat dalam keadaan kering pada pencetakan langsung, sedangkan larutan HPMC berperan sebagai bahan perekat (Lachman 1994). Formula 3 dengan bahan pengikat gum arab memiliki kenampakan yang kurang menarik dan tablet yang dihasilkan lebih rapuh dibandingkan dengan tablet lain, hal ini disebabkan gum arab memiliki komposisi dan penampilan yang berbeda-beda tergantung pada sumbernya. Penambahan gum arab kurang dari 5% akan
(35)
menghasilkan tekstur yang rapuh (mudah hancur), sedangkan jika lebih dari 5% akan menghasilkan mouthfeel yang berpasir. Bahan ini lebih efektif bila ditambahkan dalam bentuk larutan pada pembuatan granul dari pada bentuk kering ke formula pencetakan langsung (Purushotham et al. 2011)
4.2 Penelitian Utama
Penelitian utama yang dilakukan meliputi formulasi tablet hisap menggunakan Spirulina komersial, penentuan formula terbaik tablet Spirulina berdasarkan uji fisik dan uji hedonik, kultivasi Spirulina, analisis komposisi kimia Spirulina, serta analisis komposisi kimia tablet hisap Spirulina hasil kultivasi dan tablet hisap Spirulina komersial.
4.2.1 Formulasi Tablet Hisap Spirulina
Formula berpengaruh pada karakteristik fisik produk yang menentukan tingkat penerimaan konsumen atau tingkat kesukaan seseorang terhadap suatu produk. Formulasi tablet hisap ini mengacu pada hasil dari penelitian pendahuluan dengan bahan pengikat terpilih yaitu avicel. Avicel merupakan bahan pengikat yang paling baik dalam metode kempa langsung. Formulasi tablet hisap dengan bahan baku Spirulina komersial dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Formulasi tablet hisap Spirulina komersial
Jenis Bahan Formula 1 (%) Formula 2 (%) Formula 3 (%) Formula 4 (%)
S.platensis* 62,5 (500 mg) 62,5 (500 mg) 31,25 (250 mg) 31,25 (250 mg)
Sorbitol 29 28,5 60,25 59,75
Talk 1 1 1 1
Mg Stearat 1 1 1 1
Mint * 0,5 1 0,5 1
Aerosil 3 3 3 3
Avicel * 3 3 3 3
Bobot tablet = 800 mg
Keterangan *: Modifikasi Rahingtyas 2008
Berdasarkan penelitian pendahuluan, diperoleh formulasi terbaik pada pembuatan tablet hisap Spirulina platensis dengan perbedaan konsentrasi Spirulina platensis, mint dan sorbitol. Konsentrasi sorbitol meningkat seiring berkurangnya konsentrasi Spirulina. Pemilihan konsentrasi Spirulina didasarkan pada suplemen Spirulina komersial yaitu 500 mg/kapsul sedangkan pemilihan
(36)
konsentrasi mint bertujuan untuk meningkatkan mouthfeel dan kesegaran tablet. Kenampakan tablet hisap Spirulina dapat dilihat pada Gambar 4.
A B
Gambar 4 Tablet hisap Spirulina platensis
(A: tablet hisap 500mg Spirulina , B: tablet hisap 250 mg Spirulina ).
4.2.2 Karakteristik fisik tablet hisap Spirulina platensis
Pengujian karakteristik fisik tablet hisap bertujuan untuk mengertahui mutu dan kualitas tablet hisap. Pengujian ini meliputi keseragaman bobot, kekerasan tablet, dan keregesan tablet.
1) Keseragaman bobot
Keseragaman bobot merupakan syarat yang harus dipenuhi dalam produksi. pembuatan tablet hisap guna mengetahui variasi bobot dari tablet yang dihasilkan. Keseragaman bobot tablet ditentukan berdasarkan banyaknya penyimpangan bobot pada tiap tablet terhadap bobot rata-rata dari semua tablet sesuai syarat yang ditentukan. Faktor yang mempengaruhi keseragaman bobot adalah keseragaman pengisian die dan jumlah bahan yang akan diisikan ke dalam die (Lachman 1994). Volume bahan yang diisikan kedalam die harus sesuai dan alat harus diatur sehingga diperoleh tekanan yang diinginkan.
Bobot tablet hisap Spirulina platensis yang diharapkan dalam penelitian ini adalah 800 mg. Persyaratan untuk tablet lebih dari 300 mg adalah tidak boleh ada lebih dari 2 tablet yang penyimpangan bobotnya melebihi 5% dari bobot rata-ratanya dan tidak ada satupun tablet yang penyimpangan bobotnya melebihi 10% dari bobot rata-ratanya (Departemen Kesehatan Republik Indonesia 1995). Hasil uji keseragaman bobot tablet hisap Spirulina dapat dilihat pada Gambar 5.
(37)
Gambar 5 Histogram keseragaman bobot tablet hisap Spirulina platensis (THD 131= Spirulina 500 mg, mint 0.5%, DTH 132= Spirulina 500 mg, mint 1.0%, HTD 133= Spirulina 250 mg, mint 0.5%, TDH 134= Spirulina 250 mg, mint 1.0%).
Berdasarkan hasil uji keseragaman bobot semua formula yang diuji memenuhi syarat keseragaman bobot tablet karena tidak ada dua tablet dari masing-masing formula yang penyimpangan bobotnya melebihi 5% (tidak kurang dari 760 mg dan tidak lebih dari 840 mg), dan tidak ada satupun tablet yang penyimpangan bobotnya melebihi 10% (tidak kurang dari 720 mg dan tidak lebih dari 880 mg).
2) Kekerasan Tablet
Kekerasan tablet adalah kekuatan/gaya yang diperlukan untuk menghancurkan tablet. Kekerasan merupakan parameter yang menggambarkan ketahanan tablet melawan tekanan mekanik seperti goncangan, kikisan dan terjadinya keretakan tablet selama pembungkusan, pengangkutan, dan pemakaian. Kekerasan dipakai sebagai ukuran dari tekanan pengempaan. Kekuatan tablet ditentukan dengan besarnya tenaga yang dibutuhkan untuk memecah tablet (Lachman et al. 1994). Salah satu ciri khas dari sediaan tablet hisap adalah bentuk yang kompak dan keras karena dapat terasa dimulut dan tenggorokan. kekerasan tablet dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya adalah ukuran tablet, bobot tablet, tekanan pada pencetakan serta kemampuan ikat dari bahan pengikat. Syarat kekerasan tablet 800 mg adalah 4-8 kg/cm2 atau 4-8 Kp (Kilopound) (Departemen Kesehatan Republik Indonesia 1995). Histogram kekerasan tablet hisap Spirulina platensis dapat dilihat pada Gambar 6.
0.785 0.790 0.795 0.800 0.805
THD131 DHT132 HTD133 TDH134
0.793
0.800 0.800
0.796
kese
ragam
an
bob
ot
(
m
g)
(38)
Gambar 6 Histogram kekerasan tablet hisap Spirulina platensis (THD 131= Spirulina 500 mg, mint 0.5%, DTH 132 = Spirulina 500 mg, mint 1.0%, HTD 133 = Spirulina 250 mg, mint 0.5%, TDH 134 = Spirulina 250 mg, mint 1.0%).
Berdasarkan pengukuran dengan menggunakan hardness tester dapat diketahui bahwa kekerasan menurun dengan berkurangnya konsentrasi Spirulina dan bertambahnya jumlah sorbitol pada tablet. Tingginya jumlah sorbitol menyebabkan kemampuan mengikat dari bahan pengikat (avicel) berkurang karena jumlah bahan pengikat yang digunakan tetap sedangkan bahan pengisi yang digunakan meningkat. Namun, bila dibandingkan dengan standar yang berlaku, maka semua formula tablet hisap Spirulina ini sudah memenuhi standar yang telah ditetapkan yaitu 4-8 Kp.
3) Keregesan tablet hisap
Parameter lain yang digunakan untuk mengukur kekuatan tablet adalah pengujian terhadap keregesan tablet. Keregesan tablet (friability) adalah persen bobot yang hilang setelah tablet diguncang. Semakin tinggi keregesan tablet menunjukkan bahwa kualitas tablet semakin buruk (Lachman 1994). Keregesan tablet dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kekerasan tablet, jenis bahan pengikat, dan kadar air bahan-bahan yang digunakan. Tablet yang baik memiliki nilai keregesan <1% (Departemen Kesehatan Republik Indonesia 1995). Histogram keregesan tablet dapat dilihat pada Gambar 7.
0.00 5.00 10.00
THD131 DHT132 HTD133 TDH134
8.36 8.13
5.15 4.79
k
ek
er
asan
(K
p
)
(39)
Gambar 7 Histogram Keregesan Tablet Hisap Spirulina platensis (THD 131= Spirulina 500 mg, mint 0.5%, DTH 132 = Spirulina 500 mg, mint 1.0%, HTD 133 = Spirulina 250 mg, mint 0.5%, TDH 134 = Spirulina 250 mg, mint 1.0%).
Berdasarkan hasil uji keregesan tablet menggunakan friabilimeter menunjukkan bahwa keregesan meningkat seiring berkurangnya konsentrasi Spirulina dan bertambahnya konsentrasi sorbitol. Hal ini disebabkan semakin banyak bahan pengisi yang ditambahkan dalam formulasi dengan jumlah bahan pengikat yang tetap menyebabkan kemampuan mengikat dari bahan pengikat berkurang sehingga kekerasan menurun dan keregesan tablet meningkat. Namun, bila dibandingkan dengan syarat mutu yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia, semua formula tablet hisap Spirulina telah memenuhi standar yang telah ditetapkan yaitu <1%. Hal ini menunjukkan bahwa keempat formula tersebut memiliki kualitas tablet yang baik. Bahan pengikat yang baik akan menghasilkan keregesan yang rendah. Bahan pengikat yang digunakan pada pembuatan tablet hisap Spirulina adalah avicel. Avicel merupakan bahan pengikat sekaligus pengisi yang cocok digunakan pada metode kempa langsung. Penambahan avicel 1-5% dapat meningkatkan komprebilitas tablet (Chandira et al. 2010).
4.2.3 Uji organoleptik tablet hisap Spirulina platensis
Uji organoleptik bertujuan untuk mengetahui tingkat kesukaan dan penerimaan konsumen terhadap suatu produk. Uji organoleptik yang dilakukan dengan menggunakan pancaindera yang dilakukan pada 30 orang panelis. Penilaian uji organoleptik ini meliputi warna, aroma, rasa, tekstur, dan
0.16% 0.17% 0.18% 0.19% 0.20% 0.21%
THD131 DHT132 HTD133 TDH134
0.18% 0.18%
0.20% 0.21%
k
er
ege
san
(
%
)
(40)
kenampakan. Skala yang digunakan terdiri dari sembilan skala, format uji organoleptik dapat dilihat pada Lampiran 1.
1) Kenampakan
Kenampakan merupakan daya tarik awal suatu produk. Penilaian organoleptik kenampakan merupakan penilaian secara keseluruhan konsumen terhadap suatu produk, dan konsumen cenderung memilih makanan yang memiliki kenampakan menarik (Soekarto 1985).
Nilai kenampakan rata- rata panelis terhadap tablet hisap berkisar antara 4,70 (agak tidak suka) hingga 5,80 (agak suka). Hasil pengujian penambahan Spirulina dan mint terhadap penilaian kenampakan oleh panelis disajikan pada Gambar 8.
Keterangan: angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf yang berbeda (a,b) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05).
Gambar 8 Nilai penerimaan panelis terhadap kenampakan tablet hisap Spirulina
(THD 131 = Spirulina 500 mg, mint 0.5%, DTH 132 = Spirulina 500 mg, mint 1.0%, HTD 133 = Spirulina 250 mg, mint 0.5%, TDH 134 = Spirulina 250 mg, mint 1.0%).
Hasil uji Kruskal-Wallis (Lampiran 2) menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi Spirulina memberikan pengaruh nyata (p<0,05) terhadap kenampakan tablet hisap. Berdasarkan hasil uji Duncan (Lampiran 3) kenampakan tablet hisap dengan penambahan Spirulina 500 mg berbeda nyata dengan penambahan Spirulina 250 mg. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak Spirulina yang ditambahkan kenampakan akan semakin baik karena warna Spirulina lebih dominan sehingga dapat menutupi bercak putih bahan pengisi yang tidak homogen.
5.80a
5.73a
4.70b 4.90b
0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00
THD 131 DTH132 HTD133 TDH134
rat
a
-rat
a
uji
hedon
ik
(41)
2) Warna
Warna memiliki peranan penting pada komoditas pangan. Peranan ini sangat nyata pada tiga hal yaitu daya tarik, tanda pengenal dan atribut mutu. Diantara produk-produk pangan, warna merupakan faktor yang paling mudah memberikan kesan menarik, tetapi sulit untuk deskripsikan dan sulit cara pengukurannya sehingga penilaian secara subjektif masih sangat menentukan (Soekarto 1985).
Berdasarkan uji organoleptik dapat diketahui bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap warna produk berbeda-beda. Nilai uji organoleptik tablet hisap pada parameter warna berkisar antara 4,63 (agak tidak suka) hingga 6,10 (agak suka). Hasil uji organoleptik terhadap parameter warna disajikan pada Gambar 9.
Keterangan: angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf yang berbeda (a,b) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05).
Gambar 9 Nilai penerimaan panelis terhadap warna tablet hisap Spirulina
(THD 131 = Spirulina 500 mg, mint 0.5%, DTH 132 = Spirulina 500 mg, mint 1.0%, HTD 133 = Spirulina 250 mg, mint 0.5%, TDH 134 = Spirulina 250 mg, mint 1.0%).
Hasil uji Kruskal-Wallis (Lampiran 2) menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi Spirulina memberikan pengaruh nyata (p<0,05) terhadap warna tablet hisap Spirulina. Hasil Uji lanjut Duncan (Lampiran 4) menunjukkan bahwa tablet hisap dengan konsentrasi Spirulina 500 mg berbeda nyata dengan tablet hisap dengan konsentrasi Spirulina 250 mg. Perbedaan warna tablet hisap disebabkan karena konsentrasi Spirulina yang ditambahkan lebih kecil sedangkan konsentrasi bahan pengisi tablet yaitu sorbitol lebih besar sehingga warna semakin pudar.
6.10a
5.80a
4.63b 4.90b
0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00
THD 131 DTH132 HTD133 TDH134
rat
a
-rat
a
uji
hedon
ik
(42)
Tablet hisap memiliki warna dominan hijau yang disebabkan adanya kandungan pigmen alami yaitu klorofil pada Spirulina. Warna merupakan atribut yang pertama kali diterima oleh indera manusia dan perbedaan warna meskipun sedikit memberikan efek yang berbeda terhadap penerimaan setiap individu.
3) Aroma
Aroma merupakan salah satu parameter penilaian yang penting pada suatu produk. Selain itu Aroma merupakan salah satu ciri khas dalam sediaan tablet. Karena biasanya setiap sediaan memiliki aroma yang khas. Aroma pada tablet hisap dipengaruhi oleh bahan-bahan yang digunakan. Berdasarkan hasil uji organoleptik terhadap aroma tablet hisap dapat diketahui bahwa tingkat kesukaan dari tiap panelis hampir sama yaitu 4,8 hingga 5,17 dapat diartikan agak tidak suka hingga netral. Hasil uji organoleptik terhadap aroma tablet hisap disajikan pada Gambar 10.
Keterangan: angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf yang berbeda (a,b) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05).
Gambar 10 Nilai penerimaan panelis terhadap aroma tablet hisap Spirulina (THD 131 = Spirulina 500 mg, mint 0.5%, DTH 132 = Spirulina 500 mg, mint 1.0%, HTD 133 = Spirulina 250 mg, mint 0.5%, TDH 134 = Spirulina 250 mg, mint 1.0%).
Berdasarkan hasil uji Kruskal-Wallis (Lampiran 2) menyatakan bahwa formulasi tablet hisap dengan perbedaan konsentrasi Spirulina dan mint tidak memberikan pengaruh nyata (p>0,05) terhadap aroma tablet hisap yang dihasilkan. Hal ini disebabkan aroma Spirulina mendominasi keseluruhan aroma tablet sehingga aroma yang tercium sama, yaitu aroma khas bau amis Spirulina. Spirulina memiliki aroma yang khas karena kandungan proteinnya yang tinggi
4.80a
5.17a
4.80a
4.90a
4.60 4.70 4.80 4.90 5.00 5.10 5.20
THD 131 DTH132 HTD133 TDH134
rat
a
rat
a u
ji hed
on
ik
(43)
yaitu 61,06%. Selain itu, aroma khas pada Spirulina diduga berasal dari senyawa geosmin dan metyl iso-borneol yang dihasilkan oleh blue-geen algae (Arsyad 2004)
4) Rasa
Rasa merupakan salah satu faktor yang menentukan keputusan untuk menolak atau menerima suatu produk pangan. Berdasarkan uji organoleptik terhadap rasa dapat diketahui bahwa tingkat penerimaan terhadap rasa produk berbeda-beda. Tingkat penerimaan tersebut berkisar antara 4,77 (agak tidak suka) hingga 5,33 (netral). Hasil uji organoleptik terhadap rasa tablet hisap dapat dilihat pada Gambar11.
Keterangan: angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf yang berbeda (a,b) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05).
Gambar 11 Nilai penerimaan panelis terhadap rasa tablet hisap Spirulina (THD 131= Spirulina 500 mg, mint 0.5%, DTH 132= Spirulina 500 mg, mint 1.0%, HTD 133= Spirulina 250 mg, mint 0.5%, TDH 134= Spirulina 250 mg, mint 1.0%).
Berdasarkan hasil uji Kruskal-Wallis (Lampiran 2) menunjukkan bahwa formula tablet hisap dengan perbedaan konsentrasi Spirulina dan mint tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap rasa tablet hisap Spirulina. Hal ini disebabkan keempat formula tablet memiliki rasa yang dominan pahit akibat penambahan Spirulina, mint dan bahan tambahan tablet lainnya seperti talk dan Mg Stearat.
5) Tekstur
Tekstur dalam suatu bahan makanan umumnya dipengaruhi oleh kadar air, kadar lemak, protein, dan karbohidrat yang dikandungnya. Karakteristik tekstur
4.77a
5.23a 5.33
a 4.87a 4.40 4.60 4.80 5.00 5.20 5.40
THD 131 DTH132 HTD133 TDH134
rat a-rat a u ji h ed on ik formula
(44)
dalam tablet hisap ini adalah sensasi dimulut yang diterima ketika mengkonsumsi produk. Berdasarkan hasil uji organoleptik pada tekstur dapat diketahui bahwa tekstur tablet hisap hampir sama yaitu 5,67 hingga 5,80 atau dapat dikatakan agak suka. Hasil uji organoleptik terhadap tekstur tablet hisap dapat dilihat pada Gambar 12.
Keterangan: angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf yang berbeda (a,b) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05).
Gambar 12 Nilai penerimaan panelis terhadap tekstur tablet hisap Spirulina (THD 131= Spirulina 500 mg, mint 0.5%, DTH 132= Spirulina 500 mg, mint 1.0%, HTD 133= Spirulina 250 mg, mint 0.5%, TDH 134 = Spirulina 250 mg, mint 1.0%).
Hasil Uji Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa formula tablet hisap dengan perbedaan konsentrasi Spirulina dan mint tidak memberikan pengaruh nyata (p>0,05) terhadap tekstur tablet hisap yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena penambahan bahan-bahan dan proses yang dilakukan pada pembuatan tablet hisap Spirulina sama.
Berdasarkan pengujian fisik dan organoleptik tablet, semua formula tablet hisap Spirulina telah memenuhi syarat karakteristik fisik tablet hisap, namun panelis lebih menyukai kenampakan dan warna tablet hisap konsentrasi 500 mg Spirulina dan mint 0,5% dengan nilai uji organoleptik 5,8 dan 6,10 yaitu agak suka, sehingga formula tablet hisap terpilih adalah tablet hisap dengan konsentrasi Spirulina 500 mg dan 0,5% mint.
4.3 Kultivasi Spirulina
Kultivasi Spirulina bertujuan untuk mendapatkan biomassa Spirulina sebagai bahan baku pembuatan tablet hisap. Faktor lingkungan utama yang sangat
5.80a
5.70a
5.80a
5.67a
5.60 5.65 5.70 5.75 5.80 5.85
THD131 DHT132 HTD133 TDH134
nil
ai
rat
a
-rat
a
uji
hedon
ik
(45)
berpengaruh pada kultivasi Spirulina adalah nutrien, suhu dan cahaya (Richmond 1988). Spirulina platensis adalah makhluk uniseluler yang pertumbuhannya tidak seperti tumbuhan tingkat tinggi, nutrisi yang diperlukan harus sesuai dengan morfologi dan karakteristik taksonomi organisme yang dikultur (Diharmi 2000). Kondisi umum kultivasi Spirulina dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Kondisi umum kultivasi Spirulina
Parameter Kultivasi Spirulina platensis
Suhu lingkungan 27○C
pH 8
Intensitas cahaya 3000 lux
Suhu kultivasi Spirulina platensis, yaitu 27ºC. Suhu lingkungan kultivasi Spirulina berkisar antara 25-31ºC. Spirulina pada iklim tropis dapat tumbuh optimum pada kisaran suhu 25-35ºC. Iklim tropis menyebabkan fluktuasi suhu bervariasi setiap musimnya (Kusniastuty dan Isnansetyo 1995).
Nilai pH merupakan faktor yang penting bagi pertumbuhan Spirulina yang dapat menentukan kemampuan biologi mikroalga dalam memanfaatkan unsur hara. Nilai pH pada kultivasi Spirulina platensis yaitu 8. Hal ini sesuai dengan Richmond (1988) yang menyatakan bahwa besarnya nilai pH pada media pertumbuhan Spirulina umumnya antara 8-11, namun ada beberapa jenis Spirulina yang dapat bertahan hidup pada lingkungan dengan pH mendekati 7 atau diatas 11.
Cahaya dibutuhkan oleh semua organisme fotosintetik, apabila kekurangan cahaya maka fotosintesis berlangsung tidak normal. Pencahayaan pada kultur dapat dipengaruhi oleh tingkat intensitas pencahayaan, lama pencahayaan dan bergantung dari kepadatan sel yang akan mempengaruhi pembentukan bayangan sel itu sendiri (Richmond 1988). Intesitas cahaya pada kultivasi Spirulina yaitu 3000 lux. Hal ini sesuai dengan Chen et al. (1996) yang menyatakan bahwa intensitas cahaya yang optimal untuk pertumbuhan Spirulina berkisar antara 1500-3000 lux dan tidak melebihi 4000 lux untuk menghindari penghambatan fotosintesis oleh cahaya (fotoinhibisi).
(46)
4.4 Komposisi Kimia Bahan Baku Spirulina
Analisis komposisi kimia dilakukan untuk mengetahui kandungan gizi bahan baku Spirulina platensis. Pengujian komposisi kimia bahan baku Spirulina dilakukan dengan cara uji proksimat yang meliputi kadar protein, kadar air, kadar abu, kadar lemak, dan karbohidrat yang diukur dengan metode by-defference. Komposisi kimia Spirulina yang digunakan dalam pembuatan tablet hisap Spirulina dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Komposisi kimia bahan baku Spirulina platensis
Karakteristik Hasil pengujian (%)
Spirulina kultivasi Spirulina komersial Basis
Basah
Basis Kering
Basis basah
Basis kering
Kadar air (%) 7,66 - 4,28 -
Kadar abu (%) 28,15 30,48 5,99 6,25
Kadar protein (%) 52,10 56,27 61,06 63,74
Kadar lemak (%) 1,48 1,6 0,14 0,14
Karbohidrat (%)
By difference
10,61 11,65 28,53 29,87 Aktivitas antioksidan (IC50) 801,48 ppm 931,00 ppm
Komposisi kimia Spirulina tidak selalu sama, komposisi ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain suhu dan media kultivasi yang dapat berpengaruh terhadap biomassa, protein, lemak, dan fenol. Kandungan protein Spirulina komersial lebih tinggi dibandingkan Spirulina hasil kultivasi. Hal ini disebabkan Spirulina kultivasi dikultivasi menggunakan media Zarrouk teknis modifikasi, sedangkan Spirulina komersial dikultivasi dengan media Walne. Goksan et al. (2006) menyatakan bahwa pada media yang kandungan N nya tercukupi akan mendukung produksi protein dan lemak, tetapi akan menurunkan sintesis karbohidrat. Sumber N pada media Walne adalah amonium nitrat (NH4NO3) dengan kadar 100 g/L, sedangkan sumber N pada media Zarrouk teknis
modifikasi adalah urea (N2H4CO) dengan kadar 0,31 g/L, sehingga kadar protein
Spirulina komersial lebih tinggi dibandingkan Spirulina kultivasi
Kandungan karbohidrat Spirulina komersial (29,87%) lebih tinggi dibandingkan Spirulina kultivasi (11,65%). Perbedaan kandungan karbohidrat tersebut diduga karena jumlah kandungan abu, protein, dan lemak pada Spirulina hasil kultivasi lebih tinggi dibanding jumlah kandungan protein, abu, dan lemak
(47)
pada Spirulina komersial, sehingga secara proposional karbohidrat pada Spirulina kultivasi lebih rendah.
Kadar abu pada Spirulina hasil kultivasi 30,48% (basis kering), sedangkan Spirulina komersial 6,25% (basis kering). Tingginya kadar abu pada Spirulina kultivasi disebabkan oleh perbedaan media kultivasi, Spirulina hasil kultivasi diduga masih mengandung karbonat tinggi yang berasal dari NaHCO3. Richmond
(1988) mengemukakan bahwa biomassa alga yang tidak dibilas dengan cukup air asam untuk membersihkan senyawa karbonat dapat mengandung kadar abu hingga mencapai 25% dan kandungan protein akan menurun menjadi 50% atau kurang.
Kandungan lemak pada Spirulina hasil kultivasi lebih tinggi (1,6% pada basis kering) dibandingkan dengan Spirulina komersial (0,14% pada basis kering). Richmond (1988) mengemukakan bahwa kandungan lemak Spirulina sangat bergantung pada jenis dan kondisi lingkungannya. Spirulina merupakan alga dengan kandungan lemak yang rendah yaitu 6-7% dan 25-60% dari total lemak merupakan asam lemak tidak jenuh (Spolaore 2006). Sedangkan Henrikson (2009) menyatakan bahwa kandungan lemak pada Spirulina kurang dari 5%.
Kadar antioksidan bahan baku Spirulina kultivasi dan Spirulina komersial adalah 801,48 ppm dan 931 ppm. Molyneux (2004) menyatakan bahwa semakin kecil nilai IC50 maka aktivitas antioksidan dalam sampel semakin besar dan bahan
dikatakan memiliki aktivitas antioksidan yang kuat apabila memiliki IC50 kurang
dari 50 ppm dan dikatakan lemah apabila lebih dari 200 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa bahan baku Spirulina komersial dan Spirulina kultivasi yang belum mengalami ekstraksi memiliki aktivitas antioksidan yang lemah. Hasil penelitian Herrero et al. (2004) menunjukkan aktivitas antioksidan Spirulina yang diekstraksi dengan berbagai pelarut cukup tinggi. Nilai IC50 pada ekstrak Spirulina
yang ekstraksinya menggunakan empat pelarut yaitu heksan, petroleum eter, etanol, dan air, berturut-turut sebesar 116,81 ppm,171,5 ppm, 143,07 ppm dan 217,38 ppm. El Baky et.al 2008 menyatakan bahwa total antioksidan yang terkandung di dalam alga dapat memberikan kontribusi yang besar terhadap aktivitas antioksidan. Antioksidan yang mungkin terkandung di dalam Spirulina
(1)
Lampiran 20 Hasil uji kekerasan tablet hisap Spirulina
Ulangan THD131 DHT132 HTD133 TDH134
1 0,18% 0,19% 0,25% 0,25%
2 0,17% 0,18% 0,19% 0,18%
3 0,19% 0,18% 0,18% 0,18%
rata-rata 0,18% 0,18% 0,20% 0,21%
Lampiran 21 Rekapitulasi data uji hedonik tablet hisap Spirulina A) Parameter penampakan
Panelis
Kode
THD131 DHT132 HTD133 TDH134
1 5 7 4 5
2 7 6 5 5
3 5 3 3 2
4 7 4 3 4
5 4 4 3 4
6 6 6 6 6
7 5 5 5 5
8 4 3 5 5
9 4 6 4 5
10 7 4 3 5
11 7 7 7 7
12 5 7 6 7
13 7 7 4 4
14 6 7 3 3
15 5 6 8 7
16 7 7 5 5
17 6 5 6 6
18 7 7 7 7
19 6 7 5 5
20 5 5 5 5
21 7 7 3 3
22 5 6 5 4
23 3 4 2 3
24 7 7 6 6
25 6 6 6 6
26 7 4 3 4
27 6 7 4 4
28 6 6 4 4
29 6 6 6 6
(2)
B) Parameter warna
Panelis
Kode
THD131 DHT132 HTD133 TDH134
1 7 7 6 6
2 6 7 4 4
3 7 4 3 4
4 7 7 7 5
5 4 4 4 3
6 5 6 6 5
7 7 7 3 3
8 6 5 4 4
9 6 7 4 4
10 6 6 6 7
11 5 5 5 4
12 7 7 5 7
13 7 6 5 8
14 8 7 5 5
15 7 7 4 4
16 4 7 6 7
17 8 8 7 7
18 6 4 4 4
19 5 7 5 6
20 4 3 5 6
21 2 2 3 3
22 7 6 6 6
23 5 5 3 3
24 7 4 3 4
25 6 3 3 2
26 7 6 4 5
27 7 7 4 6
28 7 7 5 5
29 6 6 5 5
(3)
C) Parameter aroma
Panelis
Kode
THD131 DHT132 HTD133 TDH134
1 6 5 5 5
2 6 5 5 5
3 5 5 5 6
4 3 3 3 3
5 6 5 4 6
6 4 5 5 4
7 4 3 3 4
8 4 5 7 6
9 4 4 4 5
10 5 5 5 5
11 8 7 7 7
12 6 7 6 7
13 6 6 5 3
14 4 3 3 3
15 5 6 8 7
16 5 4 5 5
17 5 5 7 6
18 6 6 6 6
19 6 4 4 4
20 5 5 5 5
21 6 3 3 6
22 5 6 6 5
23 3 3 3 3
24 4 4 5 4
25 3 3 3 3
26 3 3 4 4
27 4 6 4 6
28 3 3 4 4
29 4 4 5 5
(4)
D) Parameter rasa
Panelis
Kode
THD131 DHT132 HTD133 TDH134
1 2 3 4 4
2 2 2 4 6
3 3 3 3 3
4 4 3 3 3
5 5 3 2 3
6 4 4 5 6
7 5 3 3 4
8 4 4 4 4
9 4 3 6 4
10 3 4 4 3
11 4 5 5 4
12 5 4 5 4
13 5 5 7 7
14 7 5 5 5
15 4 6 7 8
16 5 6 7 6
17 7 7 8 7
18 4 3 5 5
19 5 4 5 3
20 5 5 6 5
21 5 3 7 6
22 5 5 6 5
23 6 4 6 5
24 7 7 7 7
25 4 6 7 3
26 6 6 4 5
27 4 5 6 6
28 7 5 7 5
29 6 4 6 5
(5)
E) Tekstur
Panelis
Kode
THD131 DHT132 HTD133 TDH134
1 7 6 6 5
2 6 5 5 5
3 3 6 6 3
4 7 7 8 7
5 5 5 5 5
6 6 5 6 6
7 7 4 6 5
8 5 5 6 5
9 7 6 6 7
10 7 7 6 7
11 7 7 7 7
12 5 7 6 7
13 7 7 7 7
14 7 7 6 6
15 7 7 7 7
16 4 5 6 6
17 4 4 4 4
18 6 6 6 6
19 4 4 5 4
20 6 6 6 6
21 7 6 3 6
22 4 4 6 6
23 5 5 5 5
24 6 7 7 5
25 6 6 6 6
26 3 2 4 4
27 4 4 4 4
28 7 7 7 7
29 7 7 6 6
(6)
Lampiran 22 Keamanan bahan tambahan makanan tablet hisap
Sumber: JECFA 2004 Jenis Tahan Tambahan Pangan (BTM)
Kandungan zat (per 100 g)
Batas aman (per 100 g)
Aplikasi pada produk
Avicel 3 GRAS Semua produk
Asam sitrat 0,5 GRAS Buah kaleng, minuman
Mint 1 Secukupnya Semua produk
Mg stearat 1 GRAS Semua produk
Talk 1 1 Susu bubuk