Karakteristik Teknik Pemanenan Buah Sawit dan Analisis Energi Potensial Tandan Buah Sawit

KARAKTERISTIK TEKNIK PEMANENAN BUAH SAWIT DAN
ANALISIS ENERGI POTENSIAL TANDAN BUAH SAWIT

MUHAMMAD IQBAL NAZAMUDDIN

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013

i

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Teknik
Pemanenan Buah Sawit dan Analisis Energi Potensial Tandan Buah Sawit adalah
benar karya saya dibawah bimbingan Dr Ir Wawan Hermawan, MS dan belum
pernah diajukan dalam bentuk apapu kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan teks dan dicantumkan dalam Daftar
Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2013

M. Iqbal Nazamuddin
NIM. F14070013

i

ABSTRAK
M. IQBAL NAZAMUDDIN. Karakteristik Teknik Pemanenan Buah Sawit dan
Analisis Energi Potensial Tandan Buah Sawit. Dibimbing oleh WAWAN
HERMAWAN.
Saat dipanen, tandan buah sawit yang jatuh memiliki energi potensial yang
cukup besar. Namun sampai saat ini belum ada teknologi untuk menangkap dan
memanfaatkan energi potensial tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mempelajari karakteristik teknik pemanenan buah sawit, memilih bahan landasan
penangkap buah sawit terbaik dan menganalisis energi potensial buah sawit.
Pengamatan dan pengukuran dilakukan pada pemanenan sawit secara manual di

sebuah kebun sawit dengan empat tingkat ketinggian buah yaitu sekitar 3 m, 8 m,
9 m dan 15 m. Ada empat jenis bahan landasan tangkapan buah yang diuji, yaitu:
pelat baja, papan kayu, pelat baja expanded dan lembaran karet. Berdasarkan hasil
pengukuran, pemanen mengambil jarak sekitar 1.6 - 3 m dari pohon. Jarak jatuh
tandan buah pada range 0.6 m - 1.4 m dari pohon. Bahan landasan tangkapan dari
lembaran karet unggul dari bahan lainnya dalam mengurangi buah lepas dan buah
memar. Berat dari tandan buah berada di kisaran 16 kg sampai 32 kg. Rata-rata
energi potensial pada ketinggian buah 3 m, 8m, 9 m, dan 15 m adalah berturutturut 0.6 kJ, 1.7 kJ, 2.0 kJ, dan 3.6 kJ.
Kata kunci: bahan landasan penangkap buah, buah kelapa sawit, energi potensial,
karakteristik teknik, pemanenan

ABSTRACT
M. IQBAL NAZAMUDDIN. Engineering Characteristics and Potential Energy
Analysis of Oil Palm Fruit Bunches Harvesting. Supervised by WAWAN
HERMAWAN.
When harvested, falling palm fruit bunches have a considerable potential
energy. But until now there is no technology to capture and utilize the potential
energy. The purpose of this research were to study the engineering characteristics
of oil palm fruit harvesting, to choose the best fruit bunches catchment platform
material, and to analyze the potential energy of the falling fruit bunch when

harvested. Observations and measurements were taken on manual palm harvesting
in an oil palm plantation with four levels of fruit height of about 3 m, 8 m, 9 m
and 15 m. There are four types of catchment platform material were tested,
namely: steel plate, wood board, expanded steel plate and rubber sheet. Based on
the measurement results, when harvesting, harvesters took a distance of about 1.5
to 3 m to the tree. Bunches fell at a distance between 0.6 m to 1.4 m from the tree.
The rubber catchment platform was superior to the other materials in reducing the
scattered loose fruits and bruised fruits. The weight of the fruit bunches were in

ii
the range of 16 kg to 32 kg. The average potential energy at the height of the fruit
of 3 m,8 m, 9 m, and 15 m were 0.6 kJ, 1.7 kJ, 2.0 kJ, and 3.6 kJ, respectively.
Keywords: catchment platform material, oil palm fruit, potential energy,
engineering characteristic, harvesting

iii

KARAKTERISTIK TEKNIK PEMANENAN BUAH SAWIT DAN
ANALISIS ENERGI POTENSIAL TANDAN BUAH SAWIT


M. IQBAL NAZAMUDDIN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013

iv

v

Judul Skripsi: Karakteristik Teknik Pemanenan Buah Sawit dan Analisis Energi
Potensial Tandan Buah Sawit
Nama

: M. Iqbal Nazamuddin
NIM
: F14070013

Disetujui oleh

Dr Ir Wawan Hermawan, MS
Pembimbing

Diketahui oleh:

Dr Ir Desrial, MEng
Ketua Departemen

Tanggal lulus :

iv

vi


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 ini ialah
pemanfaatan energi potensial yang tersimpan pada buah sawit, dengan judul
Karakteristik Teknik Pemanenan Buah Sawit dan Analisis Energi Potensial
Jatuhnya Tandan Buah Sawit.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Wawan Hermawan, MS
selaku pembimbing, serta segenap jajaran staf PT Socfin Indonesia atas bantuan
dan masukannya demi kesempurnaan karya ilmiah ini. Terima kasih kepada Prof
Dr Ir Tineke Mandang, MS dan Dr Ir Gatot Pramuhadi, MSi Selaku dosen penguji
yang telah memberikan banyak masukan pada penulisan karya ilmiah ini. Terima
kasih kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih
sayangnya. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada rekan-rekan
seperjuangan TMB angkatan 44 atas segala dukungannya, serta pihak-pihak yang
telah membantu penulis selama melaksanakan penelitian hingga karya ilmiah ini
selesai ditulis.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2013

M. Iqbal Nazamuddin

vii

DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Kelapa Sawit
Batang dan Daun
Tandan Buah Kelapa Sawit
Jarak Tanaman Kelapa Sawit
Peralatan Panen
Pemanenan Tandan Buah Sawit (TBS)
Transportasi Tandan Buah Sawit
Energi Potensial Gravitasi

METODOLOGI PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Penjelasan Detil Tahapan Kegiatan Penelitian
Pengukuran dan Pengamatan Karakteristik Teknik Pemanenan TBS
Pengujian Beberapa Jenis Bahan Landasan Penangkap TBS
Pengamatan Perilaku Buah Terhadap Jenis Material
Analisis potensi energi potensial jatuhnya TBS
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Teknik Pemanenan Buah Sawit
Perilaku Buah Saat Jatuh pada Landasan
Pemilihan Bahan Landasan Penangkap Buah
Analisis Energi Potensial Buah Sawit
REKOMENDASI
SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

viii
ix
ix

1
1
3
4
4
4
5
5
5
6
7
8
9
9
10
10
11
13
14
15

15
19
27
33
34
37
38
39

viii

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Grafik perkembangan luas areal kelapa sawit di Indonesia
Gambar 2 Perkembangan produksi minyak sawit di Indonesia tahun
Gambar 3 Lingkup dan tahapan kegiatan penelitian yang diusulkan
Gambar 4 Pengukuran karakteristik teknik pemanenan buah sawit
Gambar 5 Pengukuran dimensi buah sawit
Gambar 6 Pengukuran dampak jatuh TBS dalam beberapa jenis landasan
Gambar 7 Jenis material yang digunakan sebagai landasan
Gambar 8 Metode pendugaan ketinggian pantulan brondolan

Gambar 9 Grafik hubungan jarak pemanen terhadap sudut α yang dibentuk
Gambar 10 Grafik hubungan antara tinggi buah dan sudut α
Gambar 11 Grafik hubungan antara tinggi buah dengan posisi jatuh buah
Gambar 12 Grafik hubungan antara berat buah dengan jarak jatuh buah
Gambar 13 Grafik hubungan antara Sudut tarikan egrek dengan jarak jatuh buah
Gambar 14 Grafik tinggi pantulan brondolan pada material besi
Gambar 15 Grafik tinggi pantulan brondolan pada material kayu
Gambar 16 Grafik tinggi pantulan brondolan pada material expanded plate
Gambar 17 Grafik tinggi pantulan brondolan pada material karet
Gambar 18 Grafik jarak sebaran brondolan pada material besi
Gambar 19 Grafik jarak sebaran brondolan pada material kayu
Gambar 20 Grafik jarak sebaran brondolan pada material expanded plate
Gambar 21 Grafik jarak sebaran brondolan pada material karet
Gambar 22 Grafik persentase brondolan pada material besi
Gambar 23 Grafik persentase brondolan pada material kayu
Gambar 24 Grafik persentase brondolan pada material expanded plate
Gambar 25 Grafik persentase brondolan pada material karet
Gambar 26 Grafik persentase buah memar pada material besi
Gambar 27 Grafik persentase buah memar pada material kayu
Gambar 28 Grafik persentase buah memar pada material expanded plate
Gambar 29 Grafik persentase buah memar pada material karet
Gambar 30 Kerusakan fisik pada plat besi 3mm
Gambar 31 Kerusakan fisik pada expanded plate
Gambar 32 Kerusakan fisik pada kayu
Gambar 33 Kerusakan fisik pada material karet
Gambar 34 Grafik energi potensial buah sawit
Gambar 35 (a) Bak penangkap dan (b) Lengan ayun
Gambar 36 Bak penangkap dan lengan ayun yang telah dirangkai
Gambar 37 Skema prinsip kerja mekanisme lengan ayun
Gambar 38 Sketsa alat penangkap dan transporter buah sawit

1
1
9
11
11
12
13
14
15
16
17
17
18
19
20
20
21
21
22
22
23
23
24
24
25
25
26
26
27
28
28
29
29
33
34
35
35
36

ix

DAFTAR TABEL
Tabel 1 Pengukuran dan alat ukur yang digunakan dan metodenya
Tabel 2 Pengujian dan alat ukur yang digunakan dan metodenya
Tabel 3 Rata-rata hasil pengukuran dimensi dan berat TBS
Tabel 4 Penilaian terhadap kemampuan bahan dalam meredam tinggi pantulan
brondolan
Tabel 5 Penilaian terhadap kemampuan bahan dalam meredam jarak sebaran
brondolan
Tabel 6 Penilaian terhadap kemampuan bahan dalam mengurangi persentase
brondolan
Tabel 7 Penilaian terhadap kemampuan bahan dalam mengurangi persentase
buah memar
Tabel 8 Penilaian terhadap kekuatan fisik bahan
Tabel 9 Hasil penjumlahan nilai dari setiap pengujian material

10
12
18
29
30
30
31
32
32

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Data hasil pengukuran karakteristik teknik pemanenan
Lampiran 2 Data hasil uji perilaku buah terhadap material
Lampiran 3 Rata-rata hasil uji perilaku buah terhadap material
Lampiran 4 Data hasil analisis energi potensial buah sawit
Lampiran 5 Data produktifitas tanaman sawit

39
41
43
43
46

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Berdasarkan survey yang dilakukan oleh Pusat Data Dan Informasi
Pertanian, Kementerian Pertanian, pada tahun 2009 luas areal perkebunan kelapa
sawit di Indonesia mencapai 7.51 juta hektar (Gambar 1) dengan produksi sebesar
18.64 juta ton minyak sawit dan 3.47 juta ton inti sawit (Gambar 2). Jika dilihat
dari luas areal kelapa sawit berdasarkan status pengusahaan rata-rata tahun 19982009 sebanyak 52.23% diusahakan oleh Perkebunan Besar Swasta (PBS), 36.70%
diusahakan oleh Perkebunan Rakyat (PR) dan 11.07% diusahakan oleh
Perkebunan Besar Negara (PBN).

Gambar 1 Grafik perkembangan luas areal kelapa sawit menurut status
pengusahaan di Indonesia, 1970–2009 (Sumber: Kementrian
Pertanian 2010)

Gambar 2 Grafik perkembangan produksi minyak sawit menurut status
pengusahaan di Indonesia, 1970-2009 (Sumber: Kementrian
Pertanian 2010)

2
Pemanenan dan pengangkutan kelapa sawit merupakan kegiatan yang paling
intensif dilakukan di perkebunan kelapa sawit. Sementara, di perkebunanperkebunan sawit di Indonesia pada umumnya, pemanenan dan pengangkutan
kelapa sawit masih dilakukan secara manual. Sistem panen terdiri atas dua, yaitu
ancak tetap dan ancak giring. Ancak tetap adalah setiap pemanen diberi ancak
panen yang sama dengan luasan tertentu dan harus selesai pada hari itu. Ancak
giring adalah setiap pemanen diberikan ancak per baris tanaman dan digiring
bersama-sama (Koedadiri et al. 2005). Pada prinsipnya kegiatan pemanenan
adalah memotong tandan buah sawit yang layak panen serta mengumpulkan
brondolannya untuk diangkut ke tempat pengumpulan hasil (TPH) lalu ke pabrik
yang kemudian diolah menjadi minyak sawit berkualitas baik dengan rendemen
yang tinggi dan kandungan asam lemak bebas (ALB) serendah – rendahnya
(Prabowo 2009).
Prosedur operasional kegiatan pemanenan yang secara umum dilakukan
oleh beberapa pekebunan kelapa sawit di Indonesia (Prabowo 2009), adalah :
1. Pemanen berjalan di daerah “pasar pikul” sambil mengamati dan memeriksa
buah masak dengan cara mengelilingi pohon. Panen buah dengan cara
memotong tandan buah menurut kriteria matang panen. Setelah itu potong
tangkai buah serapat mungkin (maksimum 3 cm).
2. Pemanen memotong pelepah sampai menyisakan 2 pelepah di bawah tandan
paling bawah (sangga dua).
3. Semua “brondolan” dibersihkan dari ketiak pelepah dengan mencungkil
menggunakan egrek.
4. Pelepah yang terpotong disusun di gawangan mati, tidak boleh dibuang di
pasar pikul.
5. Tandan buah dan “brondolan” dikeluarkan dari piringan ke TPH
menggunakan angkong. Brondolan harus bersih dari segala macam sampah
dan kotoran.
6. Tandan buah di TPH disusun dengan teratur dengan susunan 5 – 10 baris
gagang di sebelah atas supaya mudah dalam perhitungan. Selain itu nomor
potong pemanen dituliskan pada gagang tandan buah.
7. Brondolan yang terkutip dan sudah bersih diletakkan disebelah susunan
tandan buah di TPH.
Pengembangan teknologi untuk mendukung proses pemanenan masih
terbilang kurang maksimal. Hingga saat ini, proses pemanenan masih
menggunakan cara manual dengan peralatan sederhana seperti pisau “dodos” dan
“egrek”. Hal ini tentu menyulitkan dan menghambat kinerja pemanen karena
setelah memanen mereka masih harus memungut “brondolan” dan mengangkut
TBS menggunakan “angkong”. Padahal kegiatan yang paling melelahkan bagi
pemanen adalah memungut brondolan dan mengangkong. Selain melelahkan,
kegiatan tersebut juga menyita waktu cukup banyak, khususnya pada kegiatan
memungut brondolan (Putranti 2013). Dengan demikian, biasanya para pemanen
harus dibantu oleh “kenek” atau orang yang khusus mengangkut TBS dan
memungut brondolan buah. Tentu saja hal ini sering dikeluhkan oleh pemanen
karena upah mereka harus dibagi lagi dengan kenek yang membantu mereka.
Tidak hanya para pemanen, bahkan asisten kebun pun banyak yang mengeluhkan
minimnya dukungan teknologi untuk mendukung proses pemanenan. Dengan

3
keterbatasan ini, seringkali target panen mereka tidak tercapai sehingga dikenai
sanksi dari perusahaan.
Permasalahan lain pada proses pemanenan adalah buah memar dan sebaran
brondolan yang terkadang terpental hingga beberapa meter sehingga terlewatkan
atau tidak terpungut oleh pemanen. Hal ini tentu merugikan perusahaan karena
buah memar dan brondolan yang tidak terpungut termasuk dalam kategori losses.
Sementara menurut Pahan (2006) produksi akan dapat mencapai maksimal apabila
kehilangan (losses) produksi minimal. Buah memar akan meningkatkan
kandungan Asam Lemak Bebas (ALB) karena buah yang memar akan dengan
mudah teroksidasi dan menimbulkan peningkatan kadar ALB hingga mencapai
67% dalam kurun waktu 24 jam saja. Selain buah memar, pelukaan juga
mempercepat peningkatan Asam Lemak Bebas (ALB) dimana sebelum dipotong
sebesar 0.2 - 0.7 % dan ketika sudah dipotong dapat meningkat sebesar 0.9 1.0 % setiap 24 jam (Tyas 2008). Sementara jika banyak brondolan yang tidak
terkutip oleh pemanen akan menimbulkan kerugian (losses) berupa penurunan
rendemen minyak, karena brondolan dianggap sebagai buah bersih (tidak
tercampur kotoran) dan paling mudah untuk diproses di pabrik. Selain
menimbulkan losses rendemen, brondolan yang tidak terpungut juga dapat
menimbulkan kerugian bagi tanaman, karena akan menimbulkan gulma kentosan
dan brondolan busuk akan mengundang berbagai macam penyakit (Tyas 2008).
Mengingat besarnya potensi perkebunan kelapa sawit di Indonesia, bila
tidak didukung dengan teknologi yang memadai, bisa dibayangkan berapa besar
kerugian (losses) akibat keterbatasan pada saat pemanenan. Padahal jika bisa
mengoptimalkan proses pemanenan, tentu akan mendongkrak produktivitas
kelapa sawit. Apalagi dengan dukungan luasan areal perkebunan yang masih bisa
ditingkatkan. Gambaran di atas menunjukkan bahwa sangat dibutuhkan teknologi
pemanenan yang cukup memadai, dalam hal ini berupa konsep desain mesin
penangkap dan transpoter tandan buah sawit di dalam kebun menuju tempat
pengumpulan hasil pemanenan TBS. Hal ini perlu dilakukan sebagai upaya untuk
peningkatan mutu output dan kapasitas dari proses kegiatan pengangkutan tandan
buah sawit yang ada saat ini. Proses perancangan desain yang dilakukan akan
memerlukan beberapa parameter rancangan, yakni mencakup besarnya dimensi
konstruksi komponen mesin yang optimal, penentuan besarnya gaya dan
pembebanan mekanis dalam proses pengangkutan TBS, sistem serta mekanisme
kerja mesin yang optimal dari mesin pengangkut dan transpoter TBS yang akan
dirancang. Untuk mendukung hal itu, dapat dimulai dengan mengukur
karakteristik teknik pemanenan kelapa sawit, dan analisis energi potensial dari
pemanenan TBS untuk dimanfaatkan sebagai sumber energi pengangkutan TBS di
kebun.
Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis karakteristik teknik
pemanenan tandan buah sawit, mendapatkan jenis bahan penangkap jatuhnya TBS
yang paling baik dan menganalisis energi potensial jatuhnya TBS saat pemanenan.

4

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Kelapa Sawit
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) adalah tanaman perkebunan penting
penghasil minyak makanan, minyak industri, maupun bahan bakar nabati
(biodiesel). Elaeis berasal dari Elaion berarti minyak dalam bahasa Yunani,
Guineensis berasal dari Guinea (pantai barat Afrika). Jacq berasal dari nama
Botanist Amerika bernama Jacquin (Lubis 1992). Tanaman kelapa sawit berasal
dari Afrika dan Amerika Selatan tepatnya Brasilia. Di Brasilia, tanaman ini dapat
ditemukan tumbuh secara liar atau setengah liar di sepanjang tepi sungai (Pahan
2006). Tanaman ini merupakan tanaman monoecious, dimana bunga jantan dan
bunga betina tumbuh secara terpisah pada satu tanaman sawit tanaman. Masa
masak atau anthesis dari kedua jenis bunga tersebut sangat jarang atau tidak
pernah bersamaan. Ini berarti bahwa proses pembuahan bunga betina terjadi
dengan diperolehnya tepung sari dari tanaman sawit bunga lain (Hardon, 1976).
Dari segi perakaran, kelapa sawit memiliki jenis akar serabut. Radikula pada bibit
tumbuh memanjang ke bawah selama enam bulan hingga mencapai 15 cm dan
menjadi akar primer. Akar ini akan terus berkembang. Akar serabut primer yang
tumbuh secara vertikal dan horizontal di dalam tanah. Akar ini akan bercabang
menjadi akar sekunder. Selanjutnya, akar sekunder berkembang dan bercabang
kembali menjadi akar tersier, begitu seterusnya. Akar serabut kelapa sawit tumbuh
di seluruh pangkal batang hingga 50 cm di atas permukaan tanah. Akar ini terdiri
dari atas akar primer, sekunder, tersier, hingga quarter yang biasa disebut akan
feeder roots. Pemeliharaan akar akan meningkatkan absorpsi tanaman terhadap
unsur hara oleh tanaman melalui akar (Sunarko 2009 dan Pahan 2009).
Batang dan Daun
Kelapa sawit memiliki batang yang tidak bercabang. Pada pertumbuhan
awal setelah fase muda (seedling), terjadi pembentukan batang yang melebar
tanpa terjadi pemanjangan internodia. Titik tumbuh terletak di pucuk batang dan
terbenam di dalam tajuk daun. Bentuknya seperti kubis dan enak dimakan. Di
batang terdapat pangkal pelepah-pelepah daun yang melekat dan sukar terlepas,
meskipun daun telah kering dan mati. Pada tanaman tua, pangkal-pangkal pelepah
yang masih tertinggal di batang akan terkelupas, sehingga batang kelapa sawit
tampak berwarna hitam beruas. Kelapa sawit memiliki daun yang menyerupai
bulu burung atau ayam. Di bagian pangkal pelepah daun terbentuk dua baris duri
yang sangat tajam dan keras di kedua sisinya. Anak-anak daun tersusun berbaris
dua hingga ujung daun. Di tengah-tengah setiap anak daun terbentuk lidi sebagai
tulang daun. Ujung pelapah daun sering tumbuh menyerupai buntut benang yang
mencirikan kekurangan unsur boron. Ciri lainnya, ujung daun membentuk seperti
ujung tombak. Boron merupakan unsur hara yang ada di dalam tanah, tetapi
kadang jumlahnya tidak cukup untuk kebutuhan tanaman sehinggan perlu
ditambah melalui pemupukan (Sunarko 2009).

5
Tandan Buah Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit merupakan tumbuhan tropis golongan plasma yang
termasuk tanaman tahunan. Kelapa sawit yang dikenal ialah jenis Dura, Psifera
dan Tenera. Ketiga jenis ini dapat dibedakan berdasarkan penampang irisan buah,
yaitu jenis Dura memiliki tempurung yang tebal, jenis Psifera memiliki biji yang
kecil dengan tempurung yang tipis, sedangkan tenera yang merupakan hasil
perulangan dura dengan Psifera menghasilkan buah bertempurung tipis dan inti
yang besar.
Buah sawit berukuran kecil antara 12-18 gr/butir yang duduk pada bulir.
Setiap bulir terdiri dari 10-18 butir tergantung pada kesempurnaan penyerbukan.
Buah sawit yang dipanen dalam bentuk tandan disebut dengan tandan buah sawit.
Hasil utama yang dapat diperoleh dari tandan buah sawit ialah minyak sawit yang
terdapat pada daging buah (mesokarp) dan minyak inti sawit yang terdapat pada
kernel. Kedua jenis minyak ini berbeda dalam hal komposisi asam lemak dan sifat
fisika-kimia. Minyak sawit dan minyak inti sawit mulai terbentuk sesudah 100
hari setelah penyerbukan, dan berhenti setelah 180 hari atau setelah dalam buah,
minyak yang sudah jenuh. Jika dalam buah tidak ada lagi pembentukan minyak,
maka yang terjadi ialah pemecahan trigliserida menjadi asam lemak bebas dan
gliserol (Naibaho 1998).
Jarak Tanaman Kelapa Sawit
Pada umumnya, sistem jarak yang digunakan pada penanaman kelapa sawit
adalah segitiga sama sisi dengan panjang sisi 9m x 9m x 9m. Sebelum bibit sawit
ditanam, harus dibuat lubang untuk tanaman terlebih dahulu. Agar pembuatan
lubang tanaman presisi sesuai bentuk segitiga sama sisi, biasanya digunakan ajir
atau pasak penanda pada tanah. Ukuran lubang tanaman sawit adalah adalah 50
cm x 40 cm x 40 cm. Populasi (kerapatan) tanaman per hektar umumnya adalah
143 pohon jika menggunakan sistem jarak 9x9x9 m. Rumus untuk menghitung
jumlah tanaman sawit per hektare adalah sebagai berikut (Pahan 2006).
KT = 10 000 a

2x √

Keterangan :
KT
= Kerapatan Tanam per ha
a
= Jarak dalam barisan

= 5000 a2 √

Peralatan Panen
Untuk memotong tandan buah dan mengangkutnya ke TPH diperlukan
sarana pendukung yaitu peralatan panen. Seluruh alat panen memiliki peran
penting dalam terjadinya suatu kegiatan panen yang baik. Menurut Pahan (2006)
penggolongan alat kerja dibagi menjadi tiga bagian, yaitu

6
Alat Pemotong Tandan Buah Segar (TBS)
Umumnya alat yang digunakan adalah alat memotong TBS adalah dodos besar,
pisau egrek, bambu egrek, dan kampak. Pisau dodos berfungsi untuk memanen
buah pada tanaman muda. Sedangkan pisau egrek berfungsi untuk memanen pada
tanaman yang sudah cukup tinggi. Kampak berfungsi untuk memotong tandan
buah sampai ke pangkal. Tandan buah harus dipotong sampai ke pangkal karena
tandan akan menyerap minyak dari buah pada saat proses pengolahan minyak
sawit di pabrik.
Alat Untuk Bongkar Muat TBS
Alat untuk bongkar muat TBS adalah gancu dan tojok. Gancu dan tojok terbuat
dari besi silinder pejal yang ujungnya diruncingkan. Gancu berfungsi untuk
mengangkat TBS ke angkong, sedangkan tojok berfungsi untuk mengangkat TBS
dan menaikkan ke truk pengangkut.
Alat Untuk Mengangkut TBS ke TPH
Alat yang digunakan untuk mengangkut TBS ke TPH adalah angkong dan karung
pupuk bekas. Angkong atau kereta sorong adalah kereta dengan roda tunggal yang
dilengkapi dengan bak untuk menampung dan mengangkut TBS ke TPH.
Sedangkan karung goni berfungsi untuk menampung brondolan.
Pemanenan Tandan Buah Sawit (TBS)
Panen merupakan kegiatan yang penting dalam teknik budidaya tanaman.
Menurut Pahan (2008) panen atau pekerjaan potong buah merupakan pekerjaan
utama di perkebunan kelapa sawit karena langsung menjadi sumber pemasukan
uang bagi perusahaan melalui penjualan minyak kelapa sawit (MKS) dan inti
kelapa sawit (IKS). Setyamidjaja (2006) menyatakan bahwa pemanenan kelapa
sawit perlu memperhatikan beberapa ketentuan umum agar TBS yang dipanen
sudah matang, sehingga minyak kelapa sawit yang dihasilkan bermutu.
Persiapan Panen
Persiapan panen merupakan pekerjaan yang mutlak harus dilakukan sebelum
TBM dimutasikan menjadi TM. Persiapan panen yang baik akan menjamin
tercapainya target produksi dengan biaya panen seminimal mungkin. Hal – hal
yang perlu disiapkan dalam pelaksanaan potong buah adalah persiapan kondisi
areal, penyediaan tenaga potong buah, pembagian seksi potong buah, dan
penyediaan alat – alat kerja (Pahan, 2008).
Beberapa hal yang perlu dipersiapkan sebelum pelaksanaan pemanenan adalah
melihat bahwa tanaman telah berumur 30 bulan di lapangan dan 60% pohon telah
memiliki buah yang berkembang baik serta berat TBS ≥ 3 kg. Persiapan panen
yang harus dilakukan adalah peningkatan/ pengerasan jalan, pembukaan pasar
panen dan Tempat Pengumpulan Hasil (TPH), pemasangan titi panen,
perencanaan pengadaan pemanenan, pengangkutan dan kesiapan pabrik menerima
tandan (Lubis 1992).
Kriteria Matang Panen
Buah dapat dipanen jika sudah memenuhi kriteria matang panen. Kriteria matang
panen yang biasa dijadikan patokan diperkebunan kelapa sawit adalah bila sudah
ada dua berondolan (buah yang lepas dari tandannya) untuk tiap kilogram tandan
yang beratnya kurang dari sepuluh kilogram atau satu buah berondolan untuk tiap
kilogram tandan yang beratnya lebih dari sepuluh kilogram (Setyamidjaja 1991).

7
Rotasi Panen
Rotasi panen merupakan waktu yang diperlukan antara panen terakhir sampai
panen berikutnya pada tempat yang sama. Perkebunan kelapa sawit di Indonesia
pada umumnya menggunakan rotasi panen 6/7 hari, artinya satu areal panen
dimasuki oleh pemetik tiap 7 hari (Fauzi et al. 2006).
Cara Panen
Cara panen untuk tanaman yang masih rendah menggunakan alat dodos,
sedangkan untuk tanaman yang sudah tinggi menggunakan alat egrek yang
bertangkai panjang. Sebelum tandan dipotong, pelepah daun yang menyangga
buah sebaiknya dipotong lebih dahulu. Bekas potongan pada pelepah harus
lengkung menyerupai tapak kuda, yaitu dengan potong miring ke luar. Tandan
buah dipotong pada gagangnya sependek mungkin (mepet). Tandan buah harus
diletakkan di piringan menghadap ke jalan pikul. Buah yang lepas (brondolan)
dikumpulkan dan diletakkan terpisah dari tandannya. Tandan buah dikumpulkan
di TPH, disusun 5 - 10 tandan per baris, dan ganggangnya menghadap ke atas.
Brondolan disatukan dan dimasukkan ke dalam karung (Setyamidjaja 1991).
Sistem Panen
Fauzi et al. (2006) menyatakan bahwa dikenal dua sistem hanca panen, yaitu
sistem giring dan sistem tetap. Sistem giring. Pada sistem ini , apabila suatu hanca
telah selesai dipanen, pemanen pindah ke hanca berikutnya yang telah ditunjuk
oleh mandor, begitu seterusnya. Sistem tetap. Sistem ini sangat baik diterapkan
pada areal perkebunan yang sempit, topografi yang curam, dan dengan tahun
tanam yang berbeda. Pada sistem ini pemanen diberi hanca dengan luas tertentu
tidak berpindah-pindah.
Transportasi Tandan Buah Sawit
Pengangkutan TBS dan brondolan adalah kegiatan pengangkutan dari tempat
penampungan hasil (TPH) ke pabrik kelapa sawit (PKS) pada setiap hari panen. Pada
prinsipnya TBS dan brondolan harus diangkut secepatnya ke PKS untuk diolah pada
hari itu juga. Hal ini dilakukan supaya minyak yang dihasilkan tetap bermutu baik.
Oleh karena itu, pengangkutan panen merupakan unsur yang sangat penting agar
tandan dapat masuk segera ke pabrik untuk diolah pada hari panen.
Ada empat hal yang menjadi sasaran kelancaran transport buah yaitu menjaga
agar asam lemak bebas (ALB) produksi harian 2-3 %, kapasitas atau kelancaran
pengolahan di pabrik, keamanan TBS di lapangan, dan biaya (Rp/kg TBS) transport
yang minimum. Menurut Setyamidjaja (1991) buah kelapa sawit yang sudah matang
dan masih segar hanya mengandung 0.1 % asam lemak. Tetapi buah-buah yang sudah
memar atau pecah dapat mengandung asam lemak bebas sampai 50 %, hanya dalam
waktu beberapa jam saja. Oleh karena itu, pengangkutan tandan buah segar (TBS)
sangat mempengaruhi kualitas dan kuantitas dari TBS.
Pengangkutan TBS dimulai setelah krani transport mengecek buah yang telah
keluar di lapangan. Pengecekan yang dilakukan adalah pengecekan terhadap jumlah
buah yang telah keluar dan ada atau tidaknya buah restan. Pengangkutan dilakukan
dengan mendatangi TPH yang menjadi ancak pemuat. TBS yang telah tersusun rapi
harus dicatat terlebih dahulu oleh krani buah sebelum dimuat ke truk. TBS dimuat
dengan menggunakan tojok sedangkan gancu digunakan untuk menyusun buah diatas
truk. Apabila buah masih ada yang tersisa maka ada truk pelangsir yang akan
mengangkut buah yang tertinggal (Akbar 2008).

8
Energi Potensial Gravitasi
Energi adalah kemampuan benda untuk melakukan kerja. Salah satu bentuk
energi adalah energi potensial, yaitu energi yang dimiliki suatu benda akibat
kedudukan (posisi) benda tersebut atau akibat ketinggian benda tersebut (Suwandi
2001). Energi potensial timbul ada karena adanya gravitasi bumi. Satuan SI untuk
mengukur usaha dan energi adalah Joule (simbol J). Sebutan "energi potensial"
pertama kali dikemukakan oleh seorang teknik dan fisikawan berkebangsaan
Skotlandia, William Rankine. Energi potensial gravitasi ini timbul akibat tarikan
gaya gravitasi Bumi yang bekerja pada benda. Jika massa beban diperbesar, energi
potensial gravitasinya juga akan membesar. Demikian juga, apabila ketinggian
benda dari tanah diperbesar, energi potensial gravitasi beban tersebut akan
semakin besar. Hubungan ini dinyatakan dengan persamaan

Keterangan:
Ep
m
g
h

= energi potensial (Joule),
= massa benda (kg),
= percepatan gravitasi bumi (m/s2), dan
= tinggi benda (m).

Dengan demikian, sebuah benda yang berada pada suatu ketinggian tertentu
apabila dilepaskan, akan bergerak jatuh bebas sebab benda tersebut memiliki
energi potensial gravitasi.

9

METODOLOGI PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Penelitian dilakukan di perkebunan sawit milik PT Socfin Indonesia, Medan,
Sumatera Utara. Kegiatan penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap sesuai tujuan
dan waktu yang direncanakan. Tahap yang pertama adalah pengukuran dan
pengamatan karakteristik teknik pemanenan buah sawit di sebuah kebun sawit
dengan kondisi tinggi buah di atas 2.5-15 m. Selain karakteristik teknik
pemanenannya, juga diamati karakteristik buah (memar), dan jumlah buah yang
terpencar (brondolan) saat benturan dengan landasan. Tahap kedua adalah analisis
potensi energi potensial jatuhnya TBS dan pemanfaatannya sebagai energi untuk
pengangkutan TBS ke TPH. Dalam tahap ini juga dilakukan analis kinematika
untuk mendapatkan mekanisme pemanfaatan energi potensial jatuhnya TBS
sebagai tenaga putar roda angkong pengangkut TBS. Tahap ketiga adalah
perancangan konsep mesin penangkap TBS dan pengangkut TBS. Secara ringkas,
rencana kegiatan ini disajikan pada gambar 3.
Mulai
Kegiatan di Laboratorium

Kegiatan di Lapangan

Kegiatan Tahap-2
Kegiatan Tahap-1
Pengukuran dan pengamatan
karakteristik teknik pemanenan TBS
Pengujian beberapa jenis bahan
landasan penangkap TBS
Pengukuran mobilitas dan tahanan
gelinding roda angkong di lahan kebun

Analisis jatuhnya TBS dan pemanfaatan
energi potensial untuk pengangkutan TBS ke
TPH
Analis kinematika untuk mendapatkan
mekanisme pemanfaatan energi potensial
jatuhnya TBS sebagai sumber tenaga putar
roda angkong pengangkut

Kegiatan Tahap-3
Perancangan konsep mesin penangkap buah
dan pengangkut TBS
Selesai

Gambar 3 Lingkup dan tahapan kegiatan penelitian diblok warna biru
Penelitan tahap-1 dilakukan pada bulan Maret-April 2013. Sedangkan
penelitian tahap-2 dan 3 dilakukan di laboratorium Teknik Mesin dan Otomasi
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB
selama bulan April-Juni 2013.

10
Penjelasan Detil Tahapan Kegiatan Penelitian
Kegiatan penelitian dilakukan di lapangan dan di laboratorium. Yang
dilakukan di lapangan adalah:
1) Pengukuran dan pengamatan karakteristik teknik pemanenan TBS
2) Pengujian beberapa jenis bahan landasan penangkap TBS
Adapun kegiatan penelitian yang akan dilakukan di laboratorium (setelah
selesai penelitian di lapangan), adalah analisis potensi energi potensial jatuhnya
TBS dan pemanfaatannya sebagai energi untuk pengangkutan TBS ke TPH.
Pengukuran dan Pengamatan Karakteristik Teknik Pemanenan TBS
Pengukuran dan pengamatan karakteristik teknik pemanenan buah sawit
dilakukan pada proses pemanenan sawit di kebun sawit dengan tinggi buah di atas
2.5-15 m. Tinggi buah sawit dikelompokkan menjadi empat ketinggian yaitu: 3m,
8m, 9m, dan 15m. Proses pemanenan buah menggunakan egrek, oleh pekerja
panen yang ditunjuk perusahaan. Pengukuran dan pengamatan yang akan
dilakukan pada setiap proses pemanenan buah, peralatan pengukur yang
digunakan serta metodenya disajikan pada Tabel 1. Gambaran pengukuran
disajikan pada Gambar 4.
Tabel 1 Pengukuran dan alat ukur yang digunakan dan metodenya
No.
1
2
3

4

5

Pengukuran/Pengamatan

Peralatan yang
digunakan

Metode

Mengukur tinggi buah (posisi tandan)
dari permukaan tanah menggunakan
galah egrek, lalu diukur panjangnya.
Mengukur jarak berdiri pemanen dari
Posisi pemanen
Meteran
pohon sawit
Jatuhnya TBS direkam dengan kamera
Posisi jatuhnya buah
Meteran, kamera
video, jarak posisi jatuh buah dari
sawit
video
pohon sawit diukur dengan meteran
Bobot buah ditimbang dengan
Timbangan
timbangan digital. Ukuran buah diukur
Bobot dan ukuran buah
digital, meteran
pada dua posisi: panjang (arah tandan),
diameter TBS (arah melintang)
Sudut penarikan dihitung
Sudut penarikan egrek
menggunakan data tinggi buah dan
Meteran, kamera
jarak pemanen ke pohon sawit. Hasil
()
perhitungan divalidasi dengan foto
Rumus untuk menghitung sudut  adalah sebagai berikut:
Tinggi buah sawit yang
dipanen

Meteran, galah
egrek


Di mana:
 : Sudut penarikan egrek (o)
tb : Tinggi buah (m)
jp : Jarak pemanen terhadap pohon sawit (m)

Tinggi
buah

11

Jarak buah
jatuh

Jarak
pemanen
Gambar 4 Pengukuran karakteristik teknik pemanenan buah sawit

Lebar

Tinggi buah

buah

Lebar
buah
buah
Gambar 5 Pengukuran dimensi buah sawit
Panjang

Pengujian Beberapa Jenis Bahan Landasan Penangkap TBS
Pengujian beberapa jenis bahan landasan penangkap buah sawit dilakukan
pada saat proses pemotongan tandan buah sawit di dalam kebun. Cara pengujian
tersebut dilakukan dengan meletakan beberapa jenis bahan landasan penangkap
TBS tepat di daerah jatuhnya TBS. Beberapa parameter yang diuji adalah
kekuatan bahan landasan penangkap yang digunakan, efek kerusakan fisik buah

12
sawit pada beberapa material landasan penangkap serta perilaku tandan buah
sawit saat mengalami impact force dengan material landasan penangkap TBS.
Pengujian dilakukan pada setiap proses pemanenan buah, peralatan
pengukur yang digunakan serta metodenya disajikan pada Tabel 2. Gambaran
pengujian disajikan pada Gambar 6.
Tabel 2 Pengujian dan alat ukur yang digunakan dan metodenya
No
.

Pengukuran/Pengamatan

1

Kekuatan bahan
landasan penangkap
TBS

2

Efek kerusakan fisik
buah sawit

3

Perilaku tandan buah
sawit saat mengalami
benturan fisik dengan
landasan penangkap

Peralatan yang
digunakan

Metode

Bentuk bahan landasan penangkap TBS
setelah mengalami impact force dengan
Kamera
TBS didokumentasikan menggunakan
kamera foto.
Bobot buah yang memberondol dari
tandan ditimbang menggunakan
Kamera,
timbangan digital. Bentuk kerusakan
timbangan
fisik yang terjadi pada buah
digital
didokumentasikan ke dalam bentuk foto
sebagai bahan pembanding.
Jarak pantulan buah dan radius daerah
tercecernya buah sawit diukur
Meteran, kamera menggunakan meteran. Perilaku
video
pergerakan dan tumbukan buah serta
lepasnya buah sawit direkam
menggunakan kamera video.

Gambar 6 Pengukuran dampak jatuh TBS dalam beberapa jenis landasan

13
Untuk menangkap TBS yang jatuh, digunakan empat bahan yaitu: plat baja
dengan tebal 3 mm, kayu setebal 20 mm, karet dan expanded plate. Berikut adalah
foto bahan-bahan penagkap yang diuji.

Gambar 7 Jenis material yang digunakan sebagai landasan
Pengamatan Perilaku Buah Terhadap Jenis Material
Pengamatan perilaku buah terhadap jenis material dilakukan dengan dua
cara, yaitu secara langsung dan tidak langsung. Perilaku yang dapat diamati
langsung di lapangan adalah memar buah, berat brondolan buah, serta jarak
sebaran brondolan. Pengamatan dilakukan dengan cara menimbang atau
mengukur jarak secara langsung di lapangan sebelum buah diangkut dan
dikumpulkan di TPH. Untuk pengamatan secara tidak langsung yaitu pengamatan
tinggi pantulan brondolan, dilakukan dengan cara merekam proses jatuhnya buah
ke permukaan material. Hasil rekaman video kemudian diolah menggunakan
software SONY Vegas Pro 10.0 dengan tujuan untuk memperlambat gerakan
jatuhnya buah sawit. Selanjutnya, video yang telah di perlambat gerakannya akan
diamati, dan pada saat video menunjukkan titik tertinggi pantulan brondolan,
dilakukan capture image untuk menyimpan foto titik tertinggi pantulan brondolan
seperti pada gambar 8a dibawah ini. Keunggulan software ini adalah interface
yang mudah dipahami dan kualitas hasil editing yang baik. Setelah foto titik
tertinggi pantulan didapat, kemudian dilakukan pengukuran menggunakan
penggaris seperti pada gambar 8b, di mana yang menjadi acuan adalah panjang
frame atau kerangka dasar papan material. Selanjutnya, hasil pengukuran
dikalikan dengan faktor skala perbandingan untuk mengetahui berapa ketinggian
pantulan brondolan yang sebenarnya.

14

(a)
(b)
Gambar 8 Metode pendugaan ketinggian pantulan brondolan
Analisis Potensi Energi Potensial Jatuhnya TBS dan Pemanfaatannya
Sebagai Energi Untuk Pengangkutan TBS Ke TPH
Analisis potensi energi potensial jatuhnya TBS akan dilakukan dengan
menggunakan data pengukuran di lapangan mengenai tinggi buah dan berat buah.
Potensi besarnya energi potensial jatuhnya buah bisa diduga dengan
memanfaatkan persamaan energi potensial. Simulasi besarnya energi potensial
jatuhnya TBS dari data pengukuran atau data eksisting di lapangan dapat
ditampilkan dalam bentuk grafik. Kalkulasi dan representasi data tersebut dapat
dilakukan dengan komputasi komputer melalui software “Microsoft Excel 2010”.
Data yang dihasilkan berupa besarnya energi untuk setiap data ketinggian dan
berat dari TBS.

15

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Teknik Pemanenan Buah Sawit
Pada saat pemanen sedang memetik buah, biasanya pemanen akan
mengambil jarak tertentu terhadap tanaman sawit sawit. Untuk mempermudah
menentukan sudut tarikan egrek saat memanen sawit, bisa digunakan analogi
segitiga siku-siku. Jarak antara pemanen terhadap tanaman sawit (panjang alas
segitiga) dan panjang galah egrek (panjang sisi miring) akan menghasilkan sudut
tertentu (sudut α). Sedangkan tinggi buah sawit bisa dianalogikan sebagai tinggi
segitiga. Tidak ada ketentuan baku untuk menentukan jarak pemanen terhadap
tanaman sawit, karena jarak yang diambil umumnya hanya berdasarkan
kenyamanan si pemanen sawit. Namun pada umumnya pemanen juga tidak
mengambil jarak yang terlalu jauh terhadap tanaman sawit. Berikut ini adalah
grafik hubungan antara jarak pemanen terhadap ketinggian buah sawit.
2.6
Jarak Operator (m)

2.4
2.2
2

R² = 0.0147

1.8
1.6
1.4
0

5

10

15

20

Ketinggian Buah (m)

Gambar 9 Grafik hubungan ketinggian buah terhadap jarak operator
Dari sebaran data pengambilan posisi pemanen terhadap tanaman sawit,
diketahui jarak terdekat yang diambil pemanen terhadap pokok tanaman sawit
adalah 1.5m, sedangkan jarak terjauh yang diambil adalah 3.1 m dari pokok
tanaman sawit. Selain berkaitan dengan faktor kenyamanan posisi pemanen, jarak
yang diambil pemanen terhadap pokok tanaman sawit juga dipengaruhi oleh
faktor-faktor eksternal, misalnya adanya parit, kontur tanah atau kemiringan tanah,
posisi buah sawit, dan juga adanya penghalang seperti semak-semak tinggi,
pelepah daun yang baru dipotong, tumpukan sampah pelepah dan lain-lain. Jika
dihubungkan dengan tinggi buah yang dipanen, umumnya jarak yang diambil
akan berbanding lurus dengan ketinggian buah. Hal ini dapat dilihat dari garis
kecenderungan pada grafik di atas, di mana garis tersebut cenderung semakin naik
seiring bertambahnya ketinggian buah. Namun jarak yang paling sering diambil
oleh pemanen berkisar antara 1.7-2.4 m di mana jarak tersebut dianggap sebagai
posisi paling nyaman bagi pemanen. Hal ini juga bisa dilihat dari garis
kecenderungan pada grafik di atas, di mana titik terendah garis berada pada jarak
1.8m dan titik tertinggi garis berada pada jarak 2.4 m dari pokok tanaman sawit.

16
Dengan mengetahui jarak operator, panjang galah egrek dan sudut α, dapat
diketahui ketinggian buah yang akan dipetik. Ketinggian buah sangat berkaitan
dengan besar energi potensial buah sawit yang bisa dimanfaatkan. Berikut adalah
grafik hubungan antara ketinggian buah dengan sudut α.
90
85

Sududt α

80

R² = 0.9269

75
70
65
60
55
50
0

5

10

15

20

Ketinggian Buah (m)

Gambar 10 Grafik hubungan antara ketinggian buah dan sudut α
Dari grafik di atas, dapat dilihat bahwa sebaran sudut α yang terbentuk pada
ketinggian pohon 8, 9, dan 15 meter tidak terlalu jauh berbeda, di mana garis
grafik ketiganya cenderung rata dan berimpit. Sedangkan pada ketinggian pohon 3
meter, sudut α yang terbentuk cenderung landai. Rata-rata sudut yang terbentuk
pada saat proses pemanenan adalah sekitar 54o-85o. Dari grafik di atas, dapat
dilihat bahwa garis kecenderungan yang terbentuk semakin naik seiring dengan
ketinggian buah yang dipanen. Garis ini menunjukkan pada pemanen biasanya
akan mengambil sudut yang semakin curam jika buah yang dipanen juga semakin
tinggi. Hal ini memang sesuai dengan prinsip segitiga siku-siku di mana sudut α
akan berbanding lurus dengan ketinggian pohon (tinggi segitiga), namun akan
berbanding terbalik dengan jarak operator terhadap tanaman sawit (panjang alas
segitiga).
Pengamatan mengenai jarak jatuh buah dari pokok tananman sawit
diperlukan untuk mempermudah dalam memprediksi posisi meletakkan alat
penangkap dan transporter buah sawit. Pada umumnya, buah sawit yang sudah
dipetik akan jatuh tidak terlalu jauh dari pokok tanaman sawit tersebut. Dari hasil
pengamatan di lapangan, buah sawit pasti jatuh di dalam wilayah piringan.
Berikut adalah grafik hubungan antara tinggi buah dengan jarak jatuh buah dari
pokok tanaman.

17
1.5
1.4
Jarak Jatuh Buah (m)

1.3

R² = 0.621

1.2
1.1
1
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0

5

10

15

20

Ketinggian Buah (m)

Gambar 11 Grafik hubungan antara ketinggian buah dengan posisi jatuh buah
Rata-rata buah sawit yang dipetik akan jatuh sekitar 0.7-1.3 m dari dari pokok
tanaman sawit. Jarak jatuh buah terhadap pokok tanaman sawit umumnya akan
berbanding lurus dengan ketinggian buah. Hal ini dapat dilihat pada garis
kecenderungan yang semakin meningkat atau naik seiring bertambahnya tinggi
buah yang dipanen.
Posisi jatuh buah biasanya juga dipengaruhi oleh berat buah sendiri. Untuk
itu diperlukan pengamatan mengenai hubungan antara berat buah dengan posisi
jatuhnya. Hasil dari pengamatan ini tentunya akan sangat membantu dalam
memprediksi di mana posisi alat penangkap dan transporter buah sawit. Berikut
adalah grafik hubungan antara berat buah dengan jarak jatuh buah dari pokok
tanaman.
1.5

Jarak Jatuh Buah (m)

1.4
1.3
1.2
1.1
1
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
15

20

25

30

35

Berat Buah (kg)

Gambar 12 Grafik hubungan antara berat buah dengan jarak jatuh buah
Secara teoritis, semakin berat sebuah benda, maka benda tersebut akan memiliki
kelembaman yang semakin besar pula. Begitu pula pada buah sawit, di mana

18

Jarak Jatuh Buah (m)

semakin berat buah, maka buah tersebut akan cenderung melembam atau
mengikuti arah gaya tarikan egrek, sehingga buah yang berat cenderung jatuh
lebih jauh dari pokok tanaman sawit.
Selain keterkaitan jarak jatuh dengan berat buah, kaitan antara sudut
penarikan egrek dengan jarak jatuh buah juga perlu diamati. Berikut adalah grafik
hubungan antara sudut tarikan egrek dengan jarak jatuh buah.
1.5
1.4
1.3
1.2
1.1
1
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
50

55

60

65

70

75

80

85

90

Sudut α

Gambar 13 Grafik hubungan antara sudut tarikan egrek dengan jarak jatuh buah
Jika diamati dari grafik hubungan antara sudut tarikan egrek dan jarak jatuh buah
dari tanaman sawit, sudut penarikan yang curam justru mengakibatkan buah
terjatuh lebih jauh. Namun jika ditelaah lebih lanjut, pada dasarnya sudut tarikan
egrek tidak akan berpengaruh besar terhadap jarak jatuh buah. Resultan gaya tarik
yang ditimbulkan oleh sudut tarikan egrek memang dapat mempengaruhi jarak
jatuh buah, namun pengaruhnya akan sangat kecil. Sudut tarikan egrek dapat
dikatakan hanya berkaitan dengan tinggi buah yang akan dipanen, sedangkan
tinggi buah yang dipanen sangat berkaitan dengan jarak jatuh buah. Dengan
demikian bisa dikatakan sudut tarikan egrek tidak akan berpengaruh langsung
terhadap jarak jatuh buah dari pokok tanaman sawit.
Selain pengukuran jarak operator, sudut α, dan ketinggian buah sawit, hal
lain yang sangat perlu diperhatikan adalah dimensi buah dan berat TBS. Dari hasil
pengukuran dimensi atau ukuran buah ini, dapat dihitung volume buah sawit ratarata. Hal ini diperlukan untuk menentukan berapa besar volume daya tampung bak
penangkap. Berikut adalah tabel rata-rata dimensi buah sawit.
Tabel 3 Rata-rata hasil pengukuran dimensi dan berat TBS
Tinggi
Buah (m)
3
8
9
15

Dimensi Buah (cm)
Panjang

Lebar

Tinggi

58.12
61.93
58.09
67.13

52.53
53.79
49,00
58.00

25.29
30.00
27.27
31.50

Volume Buah
( m3 )

Berat Total
TBS (kg)

0.08
0.10
0.08
0.12

21.21
23.55
23.34
25.79

19
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa buah sawit memiliki kecenderungan
berbanding lurus dengan tinggi pohon. Maksudnya, semakin tinggi pohon sawit,
umumnya dimensi dan berat buahnya juga akan semakin besar. Namun, dimensi
buah dan berat buah juga sangat dipengaruhi oleh kondisi pohon sawit sendiri,
apakah terserang penyakit atau tidak. Melihat keanekaragaman karakteristik
teknik pemanenan dan dimensi buah, tentunya dimensi alat penangkap dan
transporter buah sawit harus disesuaikan agar alat yang dibuat nantinya dapat
mengakomodasi pemanenan buah sawit dengan berbagai ketinggian dan
keanekaragaman dimensi buahnya
.
Perilaku Buah Saat Jatuh pada Landasan
Pengamatan perilaku buah terhadap jenis material penangkap sangat
diperlukan untuk mengetahui jenis material yang paling sesuai untuk penangkap
buah. Perilaku buah yang diamati antara lain adalah memar pada buah, brondolan
buah, jarak sebaran brondolan, serta ketinggian pantulan brondolan. Pada
dasarnya pengamatan ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan redaman yang
dimiliki oleh masing-masing material. Kemampuan masing-masing material
dalam meredam benturan dapat dilihat berdasarkan persentase kerusakan dan
losses pada buah yang ditimbulkan akibat benturan buah dengan permukaan
material. Jenis material yang paling baik untuk digunakan adalah material yang
mampu mengurangi losses pada saat buah jatuh serta tidak menimbulkan
kerusakan pada permukaan buah sawit. Artinya, material tidak menimbulkan
memar pada buah, mampu meredam benturan sehingga buah tidak melepaskan
brondolan terlalu banyak, serta mampu meredam agar brondolan tidak terpental
terlalu tinggi atau terlalu jauh.
Hasil uji tinggi pantulan brondolan pada masing-masing material
menunjukkan hasil yang sangat bervariasi. Tinggi pantulan sangat dipengaruhi
oleh sifat dasar masing-masing material. Selain itu, ketinggian buah yang jatuh
juga sangat berpengaruh terhadap ketinggian pantulan brondolan. Berikut adalah
grafik hasil pengujian dan pengamatan perilaku buah sawit terhadap jenis material
yang digunakan.
Tinggi Pantulan Brondolan (m)

2
1.8
R² = 0.8703

1.6
1.4
1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

Ketinggian Buah (m)

Gambar 14 Grafik tinggi pantulan brondolan pada material besi

20

Tinggi Pantulan Brondolan (m)

Hasil pengujian menunjukkan bahwa rata-rata pantulan brondolan pada material
besi cukup tinggi. Terlihat dari pantulan brondolan yang bisa mencapai 1,4 m.
Hal ini menunjukkan bahwa daya redam pantulan pada plat besi kurang baik.
1.60
R² = 0.9043

1.40
1.20
1.00
0.80
0.60
0.40
0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

Ketinggian Buah (m)

Gambar 15 Grafik tinggi pantulan brondolan pada material kayu
Grafik di atas menunjukkan bahwa hasil pengujian pada material kayu tidak
berbeda jauh dari material besi. Tinggi pantulan brondolan juga mencapai 1,4 m,
sehingga dapat dikatakan daya redam pantulan pada material kayu juga kurang
baik.
Tinggi Pantulan Brondolan (m)

0.97
0.96
R² = 0.8425

0.95
0.94
0.93
0.92
0.91
0.90
0.89
0.88
0.87
7.40

7.60

7.80

8.00

8.20

8.40

8.60

8.80

Ketinggian Buah (m)

Gambar 16 Grafik tinggi pantulan brondolan pada material expanded plate
Pada material expanded plate, hasil pengujian menunjukkan bahwa pantulan
brondolan pada material ini juga masih cukup tinggi. Namun demikian, tinggi
pantulan brondolan yang jatuh pada material ini masih lebih rendah bila
dibandingkan dengan material besi dan kayu. Hal ini menunjukkan bahwa
material expanded plate memiliki daya redam pantulan yang lebih baik dari kayu
dan besi.

Tinggi Pantulan Brondolan (m)

21
0.90
0.85
0.80
0.75
0.70
0.65
0.60
0.55
0.50
0.45
0.40

R² = 0.7942

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

Ketinggian Buah (m)

Gambar 17 Grafik tinggi pantulan brondolan pada material karet
Tinggi pantulan brondolan yang jatuh pada material karet cukup rendah. Selain itu
pantulan brondolan juga tidak terlalu terpengaruh oleh ketinggian buah yang jatuh.
Hal ini terlihat dari garis kecenderungan material karet yang paling landai.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa daya redam pantulan material karet
adalah yang paling baik jika dibandingkan dengan jenis material yang lain.
Pengujian jarak sebaran brondolan bertujuan untuk memudahkan dalam
proses perancangan atau desain bak penangkap buah. Dalam hal ini adalah proses
perancangan kemiringan sisi bak penangkap yang memungkinkan brondolan tidak
dapat keluar dari bak sehingga tidak perlu lagi ada pekerjaan memungut
brondolan bagi para pemanen sawit. Berikut adalah grafik hasil pengujian sebaran
brondolan.
Jarak Sebaran Brondolan (m)

2.6
2.4

R² = 0.7306

2.2
2
1.8
1.6
1.4
0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

Ketinggian Buah (m)

Gambar 18 Grafik jarak sebaran brondolan pada material besi
Hasil pengujian sebaran brondolan pada material besi menunjukkan bahwa buah
yang jatuh pada material ini rata-rata brondolannya tersebar cukup jauh. Hal ini
berkaitan dengan sifat material besi yang sangat keras sehingga daya re