Hambatan dalam Proses Pembinaan Keluarga di BKB Kasih Ibu I.

materi kegiatan karena belum pernah mengikuti pelatihan sebelumnya, dan pemanfaatan waktu kegiatan yang kurang efisien oleh para kader dalam melaksanakan kegiatan. Berdasarkan hasil penelitian di atas, hal tersebut dapat menghambat jalannya kegiatan. Sebagaimana dalam BKB Prop Jateng 1996:10 bahwa kader adalah anggota masyarakat yang telah mendapatkan pendidikan serta menjalankan tugasnya secara sukarela. Setiap kelompok ibu sasaran kelompok umur dibina 2 orang kader. Sedangkan pada kegiatan BKB Kasih Ibu hanya terdapat 5 kader sehingga dalam setiap kelompok umur hanya terdapat 1 orang kader. Sedangkan menurut Judith L. Evans dan P. A. Stansbery 2006 : atau perempuan tinggal di lokasi kegiatan, mempunyai minat kepada anak; 2 Paling sedikit dapat membaca dan menulis, menguasai bahasa Indonesia dan bahasa daerah setempat; 3 Bersedia sebagai tenaga sukarela; 4 Bersedia di latih sebelum mulai melaksanakan tugas; 5 Mampu berkomunikasi dengan orangtua Balita secara baik. Pelatihan diadakan setiap 1 tahun sekali. Pelatihan yang pernah diikuti oleh para kader yaitu pelatihan kader, dan refreshing mengingat kembali pelatihan kader yang telah diberikan. Pelatihan tidak di ikuti oleh semua kader, karena setiap ada pelatihan hanya dikirim 1 kader untuk mewakili. Dari hasil penelitian diperoleh informasi bahwa ada 3 kader yang pernah mengikuti pelatihan, dan ada 2 orang kader yang belum mengikuti pelatihan. 4.2.6. Peran Kader Bina Keluarga Balita BKB Kasih Ibu I dalam Usaha Pembinaan Keluarga Balita. Menurut BKKBN 2008:10 kader BKB adalah anggota masyarakat yang bekerja secara sukarela dalam membina dan menyuluh orangtua balita tentang bagaimana mengasuh anak secara baik dan benar. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh data yaitu jumlah kader di BKB Kasih Ibu ada 5. Peran kader dalam pembinaan keluarga antara lain kader memberikan penyuluhan kepada para peserta, memotivasi peserta dan memberikan solusi terhadap permasalahan tumbuh kembang anak yang dihadapi oleh peserta kegiatan. Menurut Soerjono Soekanto, peranan role merupakan aspek dinamis kedudukan status. Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, dia akan menjalankan suatu peran. Peranan mencakup tiga hal, yaitu sebagai berikut : 1 Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat; 2 Peranan merupakan suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi; 3 Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat. Pembagian tugas pada tiap kader dibagi setiap kelompok umur balita. Sikap dalam menangani kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan BKB dengan membagi ke dalam kelompok umur tersebut. Kader pernah menyampaikan materi penyuluhan dan melakukan kunjungan rumah. Akan tetapi pada pelaksanaan kunjungan rumah tidak pasti, pelaksanaan hanya apabila kader memiliki waktu senggang saja. Hal ini kurang sesuai dengan tugas utama kader menurut Pokja Bina Keluarga Balita BKB Propinsi Jateng tugas kader Bina Keluarga Balita BKB antara lain: 1 Menyelenggarakan pertemuan penyuluhan dan alat bantu antara lain APE; 2Melakukan kegiatan pengamatan perkembangan badan ibu dan anak; 3 Mengadakan kunjungan rumah; 4 Membantu ibu-ibu sasaran memecahkan masalah yang dihadapi; 5 Membuat pencatat dan pelaporan kegiatan. Kunjungan rumah menurut Judith L. Evans dan P. A. Stansbery 2006, adalah sebagai berikut: berpartisipasi dalam kelompok orang tua atau untuk memanfaatkan sendiri layanan yang ditawarkan dalam masyarakat misalnya, sebuah klinik kesehatan. Kunjungan digunakan sebagai cara melayani keluarga sulit dijangkau. Model yang paling umum adalah untuk kunjungan rumah memfokus pada perkembangan anak dan untuk membahas dan menunjukkan membina cara-cara pengasuhan orang tua, menyediakan kegiatan sesuai dengan tahapan perkembangan yang bisa dilakukan orangtua dengan anak BAB 5 PENUTUP

5.1. Simpulan

Berdasarkan pembahasan dapat diambil simpulan sebagai berikut: 5.1.1. Pelaksanaan kegiatan di BKB Kasih Ibu I yaitu adalah tidak sesuai dengan penyelenggaraan teknis BKB menurut BKKBN. Persiapan yang dilakukan hanya media saja, seperti APE dan tempat, dimana seharusnya kader terlebih dahulu menyiapkan rencana pertemuan, persiapan materi penyuluhan, dan metode yang akan digunakan. Waktu pelaksanaan juga tidak sesuai dengan pelaksanaan teknis kegiatan yang telah ditetapkan dalam modul Gerakan BKB yang diterbitkan oleh Pokja BKB Prop. Jateng, karena dalam pelaksanaan kegiatan terjadi pengurangan waktu pada pelaksanaan. Untuk penggunaan KKA telah sesuai dengan penelitian Feny dan Diah Harianti dalam 5.1.3. Komponen-komponen Pendukung Pelaksanaan Kegiatan Bina Keluarga Balita di BKB Kasih Ibu I antara lain peserta kegiatan antusias dalam mengikuti kegiatan Bina Keluarga Balita, partisipasi dari masyarakat sendiri, pemerintah setempat sangat mendukung kegiatan BKB di BKB Kaasih Ibu I, dan Alat Permainan telah sesuai dengan jumlah balita yang ada, karena APE disini sudah cukup banyak. 5.1.4. Kendala dalam Proses Pembinaan Keluarga di BKB Kasih Ibu I yaitu jumlah kader hanya 5 orang sehingga kegiatan kurang efektif dan waktu pelaksanaan kegiatan yang kurang efisien. Hal ini kurang sesuai dengan hasil penelitian Judith L. Evans dan P. A. Stansbery tahun 2006. 5.1.5. Hal yang melatar belakangi kader dalam melaksanakan kegiatan Bina Keluarga Balita di BKB Kasih Ibu I yaitu para kader mengikuti kegiatan BKB atas kemauan sendiri dan ajakan dari kader yang lain. Selain itu, kader juga mengikuti pelatihan, pelatihan diadakan setiap 1 tahun sekali. 5.1.6. Peran Kader Bina Keluarga Balita BKB Kasih Ibu I dalam Usaha Pembinaan Keluarga Balita yaitu kader memberikan penyuluhan kepada para peserta, memotivasi peserta dan memberikan solusi terhadap permasalahan tumbuh kembang anak yang dihadapi oleh peserta kegiatan. Hal ini sesuai dengan tugas utama kader dalam Pokja BKB Prop. Jateng, dan sesuai dengan penelitian Judith L. Evans dan P. A. Stansbery tahun 2006, hanya pada pelaksanaan kegiatan kunjungan rumah yang kurang efektif.