PENDAHULUAN Keanekaragaman begomovirus pada tomat dan serangga vektornya , bemisia tabaci gennadius (Hemiptera: aleyrodidae), serta pengujian ketahanan genotipe tomat terhadap strain begomovirus

I. PENDAHULUAN

Latar Belakang Tomat Lycopersicon esculentum L. merupakan salah satu komoditi sayuran unggulan di Indonesia karena nilai ekonomi dan kandungan gizinya Hasanudin 2006. Permintaan tomat di beberapa negara terus meningkat dari waktu ke waktu sejalan dengan meningkatnya rata-rata konsumsi tomat dan meningkatnya jumlah penduduk. Pada tahun 2004 luas pertanaman tomat di Indonesia mencapai 52.719 ha dengan produktivitas 118,9 kuha dan produksi 626.872 ton. Hasil ini lebih rendah dibandingkan dengan produksi pada tahun 2003 yaitu sebesar 657.459 ton dan produktivitas 173,3 kuha, sedangkan luas pertanaman tomat hanya 47.884 ha Direktorat Jenderal Bina Produksi Holtikultura 2005. Salah satu kendala yang menyebabkan produksi tomat menurun adalah terdapatnya serangan patogen. Salah satu patogen yang sangat merugikan pada pertanaman tomat adalah virus, diantaranya Tomato mosaic virus ToMV, Cucumber mosaic virus CMV Semangun 1991, dan Begomovirus Sudiono et al. 2004. Data serangan organisme pengganggu tanaman dari Direktorat Je nderal Perlindungan Tanaman Hortikultura menunjukkan bahwa serangan virus pada tanaman tomat dari tahun 2000 – 2004 terus meningkat. Tingginya serangan virus ini tampaknya berkorelasi dengan penurunan produktivitas tanaman tomat. Begomovirus dilaporkan sebagai salah satu virus yang berperan menyebabkan penurunan produksi yang sangat besar di banyak daerah tropis dan subtropis Czosnek et al. 1988; Idris Brown 1998. Hasil pe nelitian Polston dan Anderson 1997 menunjukkan bahwa kerusakan akibat infeksi begomovirus yang ditularkan oleh B. tabaci mengakibatkan hancurnya industri tomat di Meksiko, Venezuela, Brazil, Florida, Amerika Tengah serta Karibia. Di Israel, serangan tomato yellow leaf curl begomovirus TYLCV pada tanaman tomat mengakibatkan kehilangan hasil sebesar 100 Pico et al. 1996. Di Indonesia, beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa serangan begomovirus pada tanaman tomat di daerah Bogor dan sekitarnya dapat mencapai kurang lebih 50- 70 Sudiono et al. 2004; Aidawati Hidayat 2002. Walaupun demikian, pengetahuan tentang begomovirus dan penyakit yang ditimbulkannya, khususnya pada tanaman tomat di Indonesia masih sangat terbatas. Hal tersebut karena deteksi begomovirus dengan metode konvensional seringkali tidak mungkin dilakukan, karena tidak semua begomovirus dapat ditularkan secara mekanis dengan cairan perasan tanaman terinfeksi. Dengan demikian penggunaan bioasai untuk identifikasi dan evaluasi kisaran inang menjadi sulit untuk dilakukan. Penggunaan metode serologi juga tidak efektif untuk mendeteksi begomovirus, karena keanekaragaman begomovirus yang cukup tinggi dan kesulitan untuk pembuatan antisera Robert et al. 1984. Metode deteksi yang didasarkan pada analisis asam nukleat virus banyak digunakan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi begomovirus. Sebagai contoh teknik hibridisasi asam nukleat Polston et al. 1989; Gilbertson et al. 1991; Hidayat et al. 1993; Bendahmane et al. 1995 dan teknik p olymerase chain reaction PCR dengan menggunakan primer universal dapat digunakan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi begomovirus dari tanaman yang berbeda dan tempat yang berbeda Chiemsombat et al. 1990 ; Rojas et al. 1993 ; Wyatt Brown 1996 ; Roye et al. 1997; Hidayat et al. 1999; Sudiono et al. 2004. Deteksi begomovirus dengan menggunakan teknik PCR yang dilanjutkan dengan restriction fragment length polymorphism PCR-RFLP dapat menentukan adanya strain begomovirus yang berbeda. Berdasarkan PCR-RFLP Sudiono et al. 2004 melaporkan adanya dua strain begomovirus yang menginfeksi tanaman tomat di Jawa Barat. Berdasarkan perbandingan sekuen genom begomovirus dan analisis filogenetik Sukamto et al. 2005 menunjukan terdapat tiga kelompok begomovirus yang menginfeksi tanaman tomat di daerah Bandung, Purwokerto, Magelang dan Malang. Begomovirus tersebut memiliki kedekatan genetik dengan tomato leaf curl Java virus ToLCJAV Kon et al. 2003, p epper yellow leaf curl Indonesia virus PepYLCIDV Ikegami, belum dipublikasikan, ageratum yellow vein virus AYVV ya ng berasal dari Indonesia, Cina dan Taiwan. Keanekaragaman begomovirus tidak dapat dipungkiri sangatlah tinggi. Oleh karena itu penelitian mengenai keanekaragaman begomovirus yang ditemukan di Indonesia sangat penting dilakukan. Hasil penelitian Mehta et al. 1994b, Aidawati et al. 2002 dan Fitriyanti, dan Aidawati 2002 menunjukkan bahwa persentase serangan begomovirus meningkat dengan meningkatnya jumlah serangga vektornya, yaitu B. tabaci atau di Indonesia dikenal dengan nama kutukebul. Tingginya serangan begomovirus selain dipengaruhi oleh populasi kutukebul di lapang, juga dipengaruhi oleh keanekaragaman kutukebul tersebut Costa Brown 1991; Brown 1994; Brown et al. 1995b. Menurut Bedford et al. 1992, 1994 dan Burban et al. 1992 populasi kutukebul yang berasal dari wilayah geografi yang berbeda menunjukkan perbedaan dalam kemampuan makan, reproduksi dan kemampuan dalam menularkan begomovirus. Populasi kutukebul tersebut secara morfologi tidak dapat dibedakan secara jelas, tetapi menunjukkan beberapa perbedaan dalam bertahan dan berkembang khususnya pada tanaman inang. Keberadaan B. tabaci telah diketahui di Indonesia, tetapi informasi mengenai keanekaragamannya masih sangat terbatas. Yuliani 2002 melaporkan serangan B. tabaci pada tanaman tomat, cabai dan kedelai di daerah Bogor, Cianjur dan Sukabumi, sedangkan keanekaragaman kutukebul tersebut dan kemampuannya dalam menularkan begomovirus belum pernah dilaporkan. Oleh karena itu penelitian mengenai keanekaragaman kutukebul dan kemampuannya dalam menularkan begomovirus dari isolat yang berbeda sangat penting dilakukan. Usaha pengendalian begomovirus yang selama ini dilakukan adalah dengan cara menekan populasi serangga vektor menggunakan insektisida Denholm et al. 1998; Palumbo et al. 2001. Sayangnya, pengendalian dengan menggunakan insektisida ini kurang efektif, karena satu ekor serangga vektor virulifer sudah mampu menularkan begomovirus. Di samping itu kutukebul mempunyai kisaran inang yang banyak, pergerakannya cepat, dan kemampuan kutukebul menjadi resisten terhadap insektisida sangat cepat Nakhla Maxwell 1998. Penggunaan insektisida yang intensif dapat mengakibatkan kontaminasi buah tomat yang dihasilkan, matinya musuh alami kutukebul serta pencemaran lingkungan Trabolsi 1994. Salah satu pengendalian begomovirus yang aman adalah dengan menggabungkan pengendalian menggunakan musuh alami parasit, predator dan cendawan atau dengan varietas tanaman tomat yang tahan terhadap begomovirus Gerling et al. 2001; Faria Wraight; Hilje et al. 2001. Setiawati 5 Gambar 1.1 Bagan Penelitian Uji efisiensi penularan Penggunaan pelacak DNA Pengujian ketahanan beberapa genotype tanaman tomat Keanekaragaman begomovirus yang menginfeksi tomat Pengumpulan isolat begomovirus dari Jawa Barat, Jawa Tengah dan D.I.Yogyakarta Deteksi begomovirus dengan PCR dan PCR-RFLP Analisis keanekaragaman isolat-isolat begomovirus Penentuan strain Penentuan Biotipe B.tabaci Keanekaragaman B. tabaci Pengumpulan kutukebul dari beberapa tanaman Identifikasi B. tabaci Uji induksi daun keperak- perakan pada tanaman labu PCR-RAPD Analisis keanekaragaman B. tabaci dengan Prog. NTSYS Amplifikasi gen CO1 Sekuensing gen COI Analisis kekerabatan B.tabaci Penentuan respon tanaman tomat 2003 melaporkan bahwa parasitoid kutukebul yang ada di Indonesia adalah Encarcia adrianae Hymenoptera: Aphelinidae, dan telah dikembangkan di Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Lembang, tetapi kultivar tomat yang tahan terhadap begomovirus di Indonesia belum banyak dilaporkan dan diteliti. Oleh karena itu seleksi ketahanan kultivar tomat terhadap begomovirus ini sangat penting dilakukan dalam usaha mengendalikan serangan begomovirus pada tanaman tomat. Tujuan Penelitian Penelitian dilakukan sesuai alur penelitian yang telah disusun Gambar 1.1. Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini yaitu: 1. Mendapatkan informasi keanekaragaman begomovirus yang menginfeksi tanaman tomat berdasarkan teknik PCR-RFLP. 2. Mendapatkan informasi keanekaragaman kutukebul yang ada pada beberapa tanaman berdasarkan teknik molekuler. 3. Mempelajari efisiensi penularan begomovirus oleh populasi kutukebul yang berbeda. 4. Mengunakan teknik hibridisasi dot-blot sebagai metode deteksi virus dalam menguji ketahanan beberapa genotipe tomat. Hipotesis 1. Terdapat beberapa strain begomovirus yang menginfeksi tanaman tomat di Indonesia. 2. Terdapat beberapa biotipe B. tabaci yang ditemukan pada beberapa tanaman inangnya. 3. Kemampuan biotipe B. tabaci dalam menularkan strain begomovirus berbeda- beda dan kemampuan biotipe tersebut menularkan strain begomovirus berkaitan dengan lamanya periode makan akuisisi virus dan periode makan inokulasi oleh ve ktor serta banyaknya vektor pada waktu inokulasi. 4. Terdapat beberapa genotipe tanaman tomat yang memiliki respon toleran dan tahan terhadap strain begomovirus . Gambar 1.1 Bagan Penelitian Pengumpulan begomovirus yang menginfeksi tomat Deteksi dengan teknik PCR Pemotongan dengan enzim teknik RFLP Program NTSYS Strain berbeda Seleksi Ketahanan tanaman tomat Jawa Barat Jawa Tengah D.I. Yogyakarta Pengumpulan kutukebul Edamame, Tomat, Brokoli, Kedelai, Mentimun, Cabai, Terong Identifikasi PCR-RAPD Prog. NTSYS Biotipe berbeda Uji efisiensi penularan Deteksi dengan DNA probe Uji dengan Tanaman labu PCR mt CO1 Sekuensing Filogenetik 41 PENDAHULUAN Pada tahun 2001, dilaporkan adanya infeksi virus yang menimbulkan kerusakan yang berat pada tanaman tomat di Jawa Barat Sudiono et al. 2004. Tanaman tomat yang diduga terinfeksi virus tersebut menunjukkan gejala berupa tepi daun menggulung ke arah atas atau bawah, daun berkerut, ukuran daun lebih kecil, daun menguning dan tanaman menjadi kerdil. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa penyebabnya adalah dari famili geminivirus, genus begomovirus. Kejadian penyakit akibat serangan begomovirus tersebut berkisar dari 5-50. Hasil survei yang dilakukan pada tahun 2002 di beberapa pertanaman tomat di Jawa Barat menunjukkan bahwa kejadia n penyakit meningkat menjadi 50-70, dan survei yang dilakukan dibeberapa tempat di Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta pada tahun 2003 menunjukka n kejadian penyakit berkisar 50-80 Aidawati, data belum dipublikasikan. Geminivirus merupakan golongan virus tumbuhan dengan morfologi partikel yang berbeda dengan golongan virus tumbuhan lainnya yang telah umum dikenal. Nama Geminivirus berasal dari karakteristik partikel virus yang berbentuk isometrik dan senantiasa terdapat dalam keadaan berpasangan geminate Bock 1982. Kelompok virus ini merupakan golongan virus yang mempunyai asam nukleat deoksiribonukleat DNA dalam bentuk utas tunggal single stranded ss DNA Harrison 1985; Lazar owitz 1987. Berdasarkan struktur genom, serangga vektor dan tanaman inang, geminivirus terbagi menjadi empat genus yaitu Mastrevirus, Curtovirus, Begomovirus dan Topocuvirus van Regenmortel et al. 2000, Hull 2002 . Mastrevirus adalah geminiv irus dengan tanaman inang dari kelompok monokotil, ditularkan oleh vektor wereng daun Nesoclutha pallida, Cicadullina mbila dan memiliki genom monopartit. Curtovirus adalah geminivirus dengan tanaman inang dikotil, ditularkan oleh vektor wereng daun Circulifer tenellus, Orosius argentatus dan genomnya monopartit. Begomovirus adalah geminivirus dengan tanaman inang dikotil, ditularkan oleh vektor kutukebul Bemisia tabaci memiliki genom bipartit atau monopartit. Topocuvirus adalah genus pada geminivirus yang merupakan bagian dari genus Curtovirus. Topocuvirus mempunyai genom yang 42 mirip dengan Curtovirus tetapi ditularkan melalui wereng pohon Micrutalis malleifera Harrison 1985. Hasil penelitian Polston dan Anderson 1997 menunjukkan bahwa infeksi begomovirus yang ditularkan oleh B. tabaci mengakibatkan hancurnya industri tomat di Meksiko, Venezuela, Brazil, Florida, Amerika Tengah serta Karibia. Di Karnataka, India sebanyak 50 tanaman tomat yang tumbuh pada bulan Juli – Nopember terinfeksi TYLCV, sedangkan tanaman tomat yang tumbuh pada bulan Februari – Mei terinfeksi virus yang sama sebesar 100 Saiki Muniyappa 1989. Di Brazil terutama di daerah Minas Gerais, Sao Paulo, Bahia, Bernambueo terjadi peningkatan kejadian penyakit yang disebarkan oleh B. tabaci dan mengakibatkan penurunan produksi tomat antara 40-100 Faria et al. 1997; Ribeiro et al. 1998. Penyebaran penyakit yang disebabkan oleh begomovirus dapat te rjadi dengan cepat karena begomovirus ditularkan oleh serangga vektor B. tabaci. Untuk mencegah terjadinya epidemi penyakit yang disebabkan oleh begomovirus, diperlukan suatu metode deteksi yang cepat, akurat dan memiliki kepekaan yang tinggi Rojas et al. 1993. Deteksi dan identifikasi begomovirus dengan metode konvensional sering tidak mungkin dilakukan karena tidak semua begomovirus dapat ditularkan secara mekanis dengan cairan perasan tanaman terinfeksi. Oleh karena itu bioasai untuk identifikasi dan evaluasi kisaran inang sulit dilakukan. Penggunaan metode serologi juga tidak efektif untuk mendeteksi begomovirus karena keanekaragamannya yang cukup tinggi Robert et al. 1984. Kini analisis asam nukleat virus banyak digunakan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi begomovirus. Teknik hibridisasi asam nukleat Polston et a l. 1989; Gilbertson et a l. 1991; Hidayat et al. 1993; Bendahmane et al. 1995 dan polymerase chain reaction PCR menggunakan primer universal terbukti dapat digunakan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi begomovirus dari tanaman dan tempat yang berbeda Chiemsombat et al. 1990; Rojas et al. 1993; Wyatt Brown 1996; Roye et al. 1997; Hidayat et al. 1999, Sudiono et al 2004; Sulandari et al. 2006. Selanjutnya deteksi begomovirus dengan menggunakan teknik PCR yang dilanjutkan dengan restriction fragment length polymorphism PCR-RFLP dapat menentukan adanya strain begomovirus yang berbeda. Rojas et al. 1993; 43 Behjatnia et al. 1996; Hidayat et al. 1999; Sudiono et al. 2004; Sulandari et al. 2006. Melihat semakin menyebar dan tingginya serangan begomovirus pada tanaman tomat seperti yang diuraikan di atas dan belum banyaknya informasi keanekaragaman begomovirus di Indonesia, maka perlu dilakukan penelitian tentang keanekaragaman begomovirus yang menginfeksi tomat di Indonesia dalam usaha mencegah terjadinya epidemi serangan begomovirus . Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis keanekaragaman genetik berbagai isolat begomovirus yang menginfeksi tanaman tomat menggunakan teknik PCR-RFLP . PENDAHULUAN Kutukebul ubijalar sweetpotato whitefly, Bemisia tabaci Gennadius Hemiptera: Aleyrodidae, merupakan hama yang penting di daerah tropik dan subtropik di dunia. Kerusakan tanaman karena aktivitas makan B. tabaci dan ekskresi embun madu yang dihasilkannya dapat mengakibatkan kehilangan hasil lebih dari 50 Byrne Bellows 1991. Disamping itu B. tabaci merupakan vektor beberapa virus tanaman, diantaranya kelompok begomovirus Brown 1994. Di Indonesia B. tabaci pertama kali dilaporkan menyerang tanaman kedelai di Indramayu pada tahun 1980, dengan luas serangan sekitar 30-50 Ha. Kemudian pa da tahun 1981 serangga tersebut menyerang pertanaman kedelai dan kacang hijau di Cirebon seluas 300 Ha. Pada bulan Pebruari dan Maret tahun 1982 serangan meluas ke daerah Lampung Tengah dengan luas serangan sekitar 100 Ha. Dilaporkan juga pada musim tana m 19831984 hama ini menyerang pertanaman kedelai di Purworejo dan Wonosari daerah Yogyakarta Saranga 1985. Yuliani 2002 melaporkan adanya serangan B. tabaci pada pertanaman tomat, cabai dan kedelai di daerah Bogor, Cianjur dan Sukabumi. Rata -rata jumlah B. tabaci pada tanaman cabai dan tomat berturut-turut 20-70 ekor dan 10 – 40 ekor tiap tanaman, dengan persentase serangan begomovirus berturut-turut 100 dan 60. Hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya perbedaan kemampuan B. tabaci beradaptasi dengan tanaman inang dan kemampuan dalam menularkan begomovirus . Adanya perbedaan tersebut mungkin disebabkan oleh perbedaan biotipe B. tabaci. Keanekaragaman genetik antar populasi B. tabaci di alam dilaporkan Costa Brown 1991; Brown et al. 1995a. Adanya biotipe atau ras inang pertama kali dilaporkan pada tahun 1950-an. Pada waktu itu ditemukan adanya populasi B. tabaci yang secara morfologi tidak dapat dibedakan, tetapi menunjukkan perbedaan ciri-ciri biologi yang meliputi kisaran inang, kemampuan beradaptasi pada tanaman inang dan perbedaan kemampuan dalam menularkan virus Bird 1957. Beberapa hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan fenotipe enzim esterase antar populasi B. tabaci. Perbedaan ini selanjutnya digunakan sebagai penanda biotipe Costa Brown 1991; Bedford et al. 1992; Wool et al. 1993; Brown et al. 1995b. Berdasarkan karakteristik fenotipe esterase B. tabaci di dunia diberi nama dengan kode huruf dari A hingga S. Huruf tersebut akhirnya digunakan untuk nama biotipe B edford et al. 1992; Brown et al. 1995a. Biotipe B. tabaci ditandai oleh adanya reaksi fitotoksik spesifik Yokomi et al. 1990; Brown et al. 1992, perbedaan marker esterase Costa et al. 1993; Brown et al. 1995a, Ryckewaert Alauzet 2001, dan perbedaan pola sidik jari DNA Gawel Bartlett 1993; Guirao et al. 1997; Cervera et al. 2000. Sampai saat ini diketahui ada sekitar 20 biotipe B. tabaci yang telah terindentifikasi dengan tingkat karakter yang berbeda. Beberapa biotipe tersebut mempunyai kisaran inang dan distribusi geografis yang terbatas, tetapi biotipe B, memiliki kisaran inang dan sebaran geografis yang luas, serta menghasilkan fitotoksin yang dapat menginduksi warna daun tanaman labu menjadi ke perak-perakan Silverleaf SL Bedford et al. 1994. Berdasarkan pola pita enzim esterase dan induksi SL pada daun labu, Costa Brown 1991 menunjukkan bahwa populasi B. tabaci yang berasal dari pumpkin dan kapas tidak menginduksi SL pada daun labu dan mempunyai kemiripan pola pita enzim esterase dengan B. tabaci biotipe A, sedangkan populasi B. tabaci Poinsettia menginduksi SL pada daun labu dan mempunyai kemiripan pola pita esterase dengan B. tabaci biotipe B. Pada saat ini, pengujian berdasarkan sifat molekuler telah digunakan unt uk membedakan beberapa populasi B. tabaci. Teknik yang banyak digunakan adalah PCR-RAPD untuk mengamplifikasi macam-macam fragmen di dalam genom B. tabaci. Perring et al. 1993 menggunakan PCR-RAPD untuk menunjukkan perbedaan produk amplifikasi antara B. tabaci biotipe A dan biotipe B. Hasil yang mirip juga dilaporkan oleh Gawel Bartlett 1993 dan menunjukkan bahwa B. tabaci biotipe A dan biotipe B sangat mudah dibedakan dengan PCR-RAPD Mengingat keanekaragaman B. tabaci di Indonesia belum banyak diketahui, perlu dilakukan penelitian untuk mendapatkan informasi tentang keanekaragaman B. tabaci yang merupakan vektor begomovirus penyebab penyakit pada tanaman-tanaman penting di Indonesia. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman B. tabaci yang berasal dari beberapa tanaman melalui uji kemampuan serangga tersebut dalam menginduksi daun tanaman labu C. pepo menjadi keperak-perakan silverleaf. Keanekaragaman B. tabaci juga akan dipelajari melalui teknik PCR-RAPD dan analisis sekuen gen cytochrome oxidase I COI pada mitokondria. 104 PENDAHULUAN Kutukebul, B. tabaci Gennadius Hemiptera: Aleyrodidae, merupakan serangga polifagus yang tersebar di daerah tropik dan subtropik Brown et al. 1995. Serangga ini merupakan salah satu hama yang sangat penting terutama pada tanaman sayuran dan tanaman hias Oliveira et al. 2001; Perring 2001. B. tabaci diketahui sebagai vektor untuk lebih dari 100 spesies virus tanaman dan salah satu spesies virus yang paling banyak ditularkan oleh B. tabaci adalah kelompok geminivirus yang berasal dari genus begomovirus yaitu sebesar 90 Jones 2003. Begomovirus ini merupakan virus yang menyebabkan kerusakan dan kehilangan hasil sejumlah tanaman di daerah tropik dan subtropik, khususnya tanaman hor tikultura Czosnek et al. 1988; Polston Anderson 1997; Idris Brown 1998. Di Indonesia, begomovirus telah dilaporkan menginfeksi tanaman tomat, cabai dan gulma babadotan Ageratum conyzoides Shih et al. 1999; Hidayat et al. 1999; Sudiono et al. 2004; Aidawati et al. 2005; Sukamto et al. 2005; Sulandari et al. 2006; Tsai et al. 2006a,b. Begomovirus juga terdeteksi menginfeksi tanaman mentimun yang ada di Jawa Timur Hidayat Aidawati 2006, belum dipublikasikan. Berdasarkan pola pita pemotongan DNA dengan enzim restriksi diketahui terdapat 6 strain begomovirus yang berbeda di daerah Jawa Tengah, Jawa Barat dan D.I. Yogyakarta Sudiono et al. 2004; Aidawati et a l. 2005. Selanjutnya Kon et al. 2003 dan Sukamto et al. 2005 melaporkan bahwa begomovirus yang menginfeksi tomat di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur termasuk ToLCV berdasarkan analisis sikuen DNAnya. Biotipe B. tabaci yang berbeda dilaporkan mengkoloni tanaman inang yang berbeda -beda dalam areal yang berbeda Bedford et al. 1994; Guirao et al. 1997. Hasil penelitian keanekaragaman B. tabaci BAB IV berdasarkan uji induksi daun labu menjadi keperak-perakan, PCR-RAPD dan gen COI telah berhasil mengidentifikasi 2 tipe genetik B. tabaci yaitu B. tabaci biotipe B yang berasal dari tanaman brokoli yang ada di Jawa Barat dan B. tabaci biotipe non B yang berasal dari tanaman cabai, tomat, mentimun, kedelai, edamame yang ada di Jawa Barat dan terung yang ada di Jawa Timur. Biotipe B. tabaci yang paling 105 dominan berperan sebagai hama maupun sebagai vektor virus serta mempunyai kisaran inang yang luas adalah B. tabaci biotipe B Bedford et al. 1994 . Hasil beberapa penelitian menunjukkan bahwa kemampuan B. tabaci dalam menularkan begomovirus sangat ditentukan oleh selubung protein virus Azzam et al. 1994, Briddon et al. 1990; Hofer et al. 1997; Noris et al. 1998 , biotipe B. tabaci Bedford et al. 1994; McGrath Harrison 1995; Sanchez- Campos et al. 1999, dan protein GroEL homolog yang dihasilkan oleh bakteri endosimbiotik Morin et al. 2000. Penelitian lain menunjukkan adanya interaksi antara biotipe B. tabaci dan strain begomovirus . Virus krupuk tembakau asal Jember dapat ditularkan secara optimal oleh 20 ekor B. tabaci, sedangkan isolat begomovirus cabai hanya memerlukan 10 ekor serangga Aidawati et al. 2002; Sulandari 2004. Sanches-Campos et al. 1999 melaporkan bahwa TYLCV-Is dapat ditularkan oleh dua ekor serangga betina B. tabaci biotipe B dan biotipe Q berturut-turut sebesar 33. 7 dan 50 , sedangkan TYLCV-Sar hanya 11,8 dan 40,1 berturut-turut. Kajian mengenai interaksi B. tabaci dengan begomovirus yang menginfeksi tanaman di Indonesia masih sangat terbatas, sementara epidemi penyakit yang disebabkan oleh begomovirus di Indonesia terjadi pada tanaman cabai dan tomat. Oleh karena itu penelitian sangat perlu dilakukan, sehingga epidemi penyakit yang disebabkan begomovirus dapat dicegah dan pengendalian dapat ditentukan dengan tepat. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari efisiensi penularan tiga strain begomovirus oleh B. tabaci biotipe B dan B. tabaci biotipe non B yang berasal dari cabai dan terong. PENDAHULUAN Geminivirus telah dilaporkan sebagai salah satu faktor pembatas produksi tanaman tomat di daerah Mediterania Timur Te ngah, Afrika Utara dan Eropa Selatan, Asia Selatan hingga Timur, Amerika Utara dan Selatan serta Karibia Pico et al. 1996; Czosnek Laterrot 1997; Moriones Navas-Castillo 2000. Kelompok geminivirus yang menginfeksi tanaman tomat tersebut berasal dari genus begomovirus yang ditula rkan oleh serangga vektor kutukebul Bemisia tabaci Genn. dan mempunyai kisaran tanaman inang terutama dari famili Asclepiadaceae, Asteraceae, Fabaceae, Malvaceae, Solanaceae dan Apiaceae. Begomovirus dapat menginfeksi beberapa spesies dari famili tanaman tersebut yang sudah komersial termasuk tomat Lycopersicon esculentum, cabai Capsicum annuum dan kacang hijau Phaseolus vulgaris Brown Nelson 1988; Cohen Antignus 1994. Gejala yang ditimbulkan oleh infeksi begomovirus pada tanaman tomat berupa daun keriting dan kuning, ukuran daun yang menjadi kecil, tanaman menjadi kerdil, ukuran buah menjadi kecil dan terjadi penurunan hasil tanaman tomat. Jika tanaman terinfeksi pada waktu muda dapat mengakibatkan penurunan hasil mencapai 100 Polston Anderson 1997; Rubio et al. 2003. Tingginya serangan begomovirus di lapangan sangat berkaitan dengan peran serangga vektornya, B. tabaci Genn., yang dapat menularkan secara persisten Brown et al. 1995. Begomovirus telah terdeteksi menginfeksi tanaman tomat yang ada di Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah dan D. I. Yogyakarta Shih et al. 1999; Kon et al. 2003; Sudiono et al. 2004; Aidawati et al. 2005 dan Sukamto et al. 2005, Tsai et al. 2006a,b. Keanekaragaman begomovirus yang menginfeksi tanaman tomat tersebut cukup tinggi. Melalui teknik RFLP-PCR diketahui terdapat 6 strain begomovirus yang berbeda Sudiono et al. 2004; Aidawati et al. 2005. Analisis sekuensing asam nukleat yang dilakukan oleh Sukamto et al. 2005 menunjukkan terdapat tiga strain begomovirus . Analisis filogenetik menunjukkan bahwa begomovirus tersebut memiliki kedekatan genetik dengan ageratum yellow vein virus dari Taiwan, C ina dan Indonesia, tomato yellow leaf curl Java virus TYLCJAV Kon et al. 2003, dan pepper yellow leaf curl Indonesia virus PepYLCIDV Ikegami data belum dipublikasikan; Hidayat et al. 2006 . Luas serangan begomovirus pada pertanaman tomat di Jawa Barat dan Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta berturut -tururt mencapai lebih dari 70 dan berkisar antara 50-70 Sudiono et al. 2004; Aidawati et al. 2005. Walaupun demikian kehilangan hasil akibat serang begomovirus di Indonesia masih belum diketahui. Direktoral Jenderal Perlindungan Tanaman Hortikultura 2005 melaporka n bahwa kumulatif luas tambah serangan penyakit yang disebabkan oleh virus pada tanaman tomat dari tahun 2000-2004 terus meningkat. Bersama dengan itu terlihat adanya penurunan produktifitas tanaman tomat tiap hektar. Beberapa pengendalian yang dilakukan untuk mengatasi infeksi begomovirus lebih ditekankan pada pengendalian serangga vektor B. tabaci, terutama dengan menggunakan insektisida dan pertahanan fisik Cohen Antignus 1994; Polston Anderson 1997; Hilje et al. 2001; Palumbo et al. 2001. Penyemprotan insektisida hanya efektif pada waktu populasi serangga vektor tidak terlalu tinggi. Jika populasi serangga sangat tinggi, maka penyemprotan insektisida harus dilakukan secara intensif untuk menekan populasi serangga vektor tersebut sebelum menularkan begomovirus. Penggunaan insektisida yang secara intensif mengakibatkan timbulnya ketahanan serangga terhadap insektisida dan terjadinya pencemaran terhadap lingkungan Pico et al. 1996; Palumbo et al. 2001. Pengendalian dengan pertahanan fis ik dilakukan dengan menggunakan screen yang kedap serangga untuk melindungi tanaman Cohen Antignus 1994, lembaran plastik yang menyerap sinar ultraviolet dan screen untuk menghambat penetrasi serangga vektor di rumah kaca Antignus et al. 1996; Antig nus et al. 2001b, serta filtrasi cahaya sinar ultraviolet untuk mengganggu aktivitas penyebaran serangga vektor sehingga menurunkan penyebaran virus Antignus et al. 2001a. Akan tetapi pengendalian dengan pertahanan fisik tersebut dapat meningkatkan biaya produksi. Selain itu, penggunaan screen dapat mengakibatkan suhu udara menjadi tinggi, pertukaran udara terhalang, dan intensitas cahaya yang masuk menjadi berkurang. Oleh karena itu, alternatif pengendalian untuk menurunkan kerusakan akibat infeksi begomovirus adalah penggunaan tanaman yang resisten atau toleran terhadap infeksi virus tersebut Cohen Antignus 1994; Pico et al. 1996; Morales 2001. Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa semua kultivar tomat L. esculentum rentan terhadap infeksi begomovirus, tetapi hasil seleksi terhadap Lycopersicon spesies liar menunjukkan tingkat ketahanan yang tinggi terhadap infeksi begomovirus. Spesies liar yang diketahui menunjukkan ketahanan terhadap infeksi begomovirus antara lain L. p eruvianum Lapidot et al. 1997; Friedmann et al. 1998, L. chilense Zamir et al. 1994; Scott et al. 1996, L. pimpinellifolium dan L. peruvianum Vidavsky et al. 1998, serta L. hirsutum Vidavsky Czosnek 1998; Hanson et al. 2000. Pemanfaatan gen ketahanan yang berasal dari tanaman tomat liar tersebut telah digunakan beberapa perusahaan benih untuk mengembangkan tanaman tomat F1 hibrida yang tahan terhadap infeksi begomovirus. Kultivar tomat komersial pertama TY20 membawa gen ketahanan yang berasal dari L. peruvianum Pilowsky Cohen 1990. Uji ketahanan tanaman tomat terhadap infeksi begomovirus di Indonesia belum banyak dilakukan. Hasil penelitian Sugiarman dan Hidayat 2000 menunjukkan bahwa kultivar Dona bersifat toleran terhadap infeksi begomovirus yang berasal dari Bandung, sedangkan kultivar Intan, Glory, Ratna, Pointed dan Mahkota bersifat rentan. Berdasarkan uraian di atas, maka seleksi ketahanan tanaman tomat yang ada di Indonesia terhadap infeksi begomovirus perlu dilakukan sebagai langkah awal untuk menyediakan material genetik yang tahan atau toleran terhadap beberapa strain begomovirus yang ada di Indonesia. Pada saat ini teknik molekuler digunakan untuk mendeteksi DNA virus dalam menyeleksi genotipe tanaman tomat yang resisten atau toleran terhadap infeksi begomovirus . Salah satu teknik molekuler yang banyak digunakan adalah teknik hibridisasi asam nukleat virus menggunakan pelacak DNA yang spesifik. Teknik tersebut mempunyai tingkat sensitifitas yang tinggi, mudah dan cepat untuk mendeteksi sampel yang banyak Gilbertson et al. 1991; Rom et al. 1993; Lapidot et al. 1997; Vidavsky Czosnek 1998; Pico et al. 1999; Rubio et al. 2003. Tujuan Penelitia n ini bertujuan untuk menguji ketahanan beberapa genotipe tanaman tomat terhadap strain begomovirus dan menggunakan teknik hibridisasi asam nukleat non radioaktif sebagai metode deteksi virus.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Dokumen yang terkait

Pemanfaatan tanaman pembatas pinggir dan predator Coccinellidae untuk pengendalian kutukebul Bemisia tabaci, vektor begomovirus pada pertanaman cabai merah

4 44 125

Keanekaragaman begomovirus pada tomat dan serangga vektornya , bemisia tabaci gennadius, serta pengujian ketahanan genotipe tomat terhadap strain begomovirus

2 13 199

Identifikasi begomovirus indonesia pada tomat dan analisis diversitas genetik gen AV1 serta pemanfaatannya untuk pengembangan tanaman tahan virus

1 35 179

Metode Penularan dan Uji Ketahanan Genotipe Cabai (Capsicum spp.) terhadap Begomovirus

5 36 9

Ketahanan enam genotipe cabai (Capsicum spp.) terhadap Begomovirus dan pengaruhnya terhadap perkembangan vektor kutukebul Bemisia tabaci Genn. (Hemiptera: Aleyrodidae)

0 4 87

Pengujian Ketahanan Cabai Terhadap Begomovirus Penyebab Penyakit Daun Keriting Kuning

0 6 10

Bemisia tabaci Gennadius (Hemiptera: Aleyrodidae) pada tanaman tomat (Lycopersicum esculentum Mill.): panjang rostrum dan sayap pada beberapa ketinggian tempat serta periode retensi Tomato chlorosis virus (ToCV)

0 7 72

Pemanfaatan tanaman pembatas pinggir dan predator Coccinellidae untuk pengendalian kutukebul Bemisia tabaci (Gennadius) (Hemiptera: Aleyrodidae), vektor begomovirus pada pertanaman cabai merah (Capsicum annuum L.)

1 7 227

POTENSI RHIZOBAKTERIA INDIGENUS DALAM MENINGKATKAN KETAHANAN GALUR CABAI TERHADAP KERAGAMAN STRAIN GEMINIVIRUS DAN BIOTIPE SERANGGA VEKTORNYA Bemisia tabaci (Hemiptera:Aleyrodidae).

0 0 24

Aplikasi Verticillium Lecaniizim. Isolat Palolo terhadap Kutu Putih (Bemisia Tabaci Genn.) (Hemiptera:Aleyrodidae) Pada Tanaman Tomat

0 0 6