United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) 2003 Dalam Kaitannya Dengan Pembentukan Hukum Nasional di Bidang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

(1)

UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST CORRUPTION (UNCAC) 2003 DALAM KAITANNYA DENGAN PEMBENTUKAN HUKUM

NASIONAL DI BIDANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

SKRIPSI

Disusun da n Dia juka n Seba ga i Sa la h Sa tu Sya ra t Untuk Memperoleh Gela r Sa rja na Hukum Pa da Fa kulta s Hukum Universita s Suma tera Uta ra

Oleh: Holy Apriliani

110200090

DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST CORRUPTION (UNCAC) 2003 DALAM KAITANNYA DENGAN PEMBENTUKAN HUKUM

NASIONAL DI BIDANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Akhir dan Melengkapi Syarat dalam Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

H O L Y A P R I L I A N I 110200090

Disetujui oleh :

Ketua Departemen Hukum Internasional

DR. Chairul Bariah, S.H., M.Hum NIP : 1956121019860120001

Pembimbing I Pembimbing II

DR. Chairul Bariah, S.H., M.Hum DR. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum NIP : 1956121019860120001 NIP : 197302202002121001

PROGRAM SARJANA ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena atas berkat dan kasih karunia Nya penulis bisa ada sampai saat ini dan masih dimampukan dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul: “UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST CORRUPTION (UNCAC) 2003 DALAM KAITANNYA DENGAN PEMBENTUKAN HUKUM NASIONAL DI BIDANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI” sebagai tugas akhir untuk menyelesaikan studi dan mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Dan sungguh hanya karena kasih Nya lah penulis bisa ada sampai dalam tahap ini, semua hanya karena kebaikan Nya semata.

Dalam proses penulisan skripsi ini penulis mengakui bahwa penulis sering mengalami kesulitan dan hambatan, namun berkat bimbingan, arahan, serta petunjuk dari Bapak dan Ibu dosen pembimbing, maka penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Kedua orang tua penulis yang membuat penulis merasa menjadi anak yang paling beruntung di dunia, yang penulis kasihi sepenuh hati Bapak yg luar biasa Drs. Agus Kembaren, MM dan Mam yg juga luar biasa Nita Herawati Tarigan, Amd. Terimakasih Pak, Mam untuk semua doa, kasih, nasihat, dukungan moril dan materil, repetan, dan segala kebaikan kalian dari aku lahir sampai sekarang aku berhasil menyelesaikan skripsi dan


(4)

mendapat gelar Sarjana Hukum ku. Tanpa doa kalian aku bukan apa -apa. Semua ini aku persembahkan untuk kalian dengan sepenuh hati;

2. Prof. Dr. Runtung, SH.M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

3. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH.M.Hum selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

4. Bapak Syafruddin Sulung Hasibuan, SH.MH.DFM selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

5. Bapak Dr. O. K. Saidin, SH.M.Hum selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

6. Ibu Dr. Chairul Bariah, SH.M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan juga selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak membantu penulis dalam penulisan skripsi ini, dalam memberikan masukan, arahan-arahan, serta waktunya untuk membimbing penulis dalam pelaksanaan penulisan skripsi ini;

7. Bapak Dr. Mahmul Siregar, SH.M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak membantu penulis, dalam memberikan masukan, arahan-arahan, serta waktu untuk membimbing penulis dalam pelaksanaan penulisan skripsi ini;


(5)

8. Ibu Afrita, SH.M.Hum selaku Dosen Pembimbing Akademik penulis yang telah membimbing penulis dan memberi pengarahan dari segi akademis kepada penulis dari awal sampai saat ini;

9. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen dan staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah membimbing serta memberikan ilmu yang sangat bernilai kepada penulis;

10. Kedua adik penulis yang terkasih, Richman Sukada Kembaren, (c)S.An dan Salsaly Angelika Yokhebed Kembaren. Terimakasih buat doa, dukungan, kasih yang kalian tunjukkan melalui cara kalian masing-masing, aku bangga dan bersyukur karena punya kalian dalam hidupku;

11. Keluarga besar Sembiring Kembaren dan Tarigan Tendang. Terimakasih untuk doa, dukungan moril juga materil serta nasihat-nasihat yang sangat luar biasa untuk ku. Biarlah Tuhan saja yang membalas kebaikan kalian semua..;

12. Kelompok kecil Janet dan Elora yaitu Kristina Simbolon, SH, Sarah Siagian, SH, Roulinta Sinaga, SH, Sri Nita Pagit Tarigan, SH, Sabrina Gultom, dan Royanti Tampubolon untuk semua kasih, dukungan, doa, dan kebaikan yg luar biasa yang kalian tunjukkan kepada ku. Aku sungguh bersyukur karena boleh mengenal kalian dan menjadi bagian dari kalian;

13. Perkumpulan Gemar Belajar (GEMBEL), adik-adik penulis dari stambuk 2012-2014 dan terkhusus untuk G11 yang begitu banyak membantu, mendukung, mendoakan, dan menyemangati ku dalam proses pengerjaan


(6)

skripsi ini. Terimakasih sahabat! Aku bangga boleh mengenal kalian semua dan menjadi bagian dari Perkumpulan yang sangat luar biasa ini;

14. Resimen Mahasiswa Universitas Sumatera Utara Yon A K/P. Terimakasih untuk persahabatan yang luar biasa walaupun aku sudah tidak lagi tergabung di dalamnya. Dan juga kepada KMK USU UP FH. Terimakasih juga untuk pengalaman yang luar biasa yang boleh aku dapatkan dari kalian;

15. Sahabat-sahabat penulis yang luar biasa, Bintari Oktora, Chatrine Sihombing, Fitri F. Tanjung, Stella, SH, Maisyarah Miraza, SH, Ricky Sidabutar, Tri Yanto Yeremia Siagian, SH, Samitha Andimas, Elfrina Ritonga, Olivya Tambunan, Amd. Terimakasih untuk doa, kasih, dan dukungan kalian untuk ku. Terimakasih juga atas kesabaran kalian dalam menghadapi ku yang super negatif ini. Aku mengasihi kalian ;

16. Teman seperjuangan dan satu asal, Daniel Christian D. Aritonang, Nathan Lumban Raja dan terkhusus soulmate penulis Daniel Bernadus yang membuat penulis percaya bahwa soulmate bisa juga berlaku pada sahabat. Terimakasih dan semoga sukses untuk kalian!;

17. Abang-abang dan kakak-kakak yang sampai saat ini masih meberikan hati untuk mendukung penulis, kak Lusiana Pangaribuan, SH.M.H, kak Rischelly Ritonga, SH, kak Yessica Situmorang, SH, kak Kristina Sitanggang, SH, kak Sherly Sembiring, SH, kak Susanti Nababan, SH, bang Kastro Sitorus, SH, dan bang Deffid Ivani Siahaan, SH. Terimakasih


(7)

untuk saran, doa, dukungan kalian untuk ku. Sangat beruntung boleh mengenal kalian semua kak,bang;

18. Seluruh guru-guru di SDK.Pamardi Yuwana Bhakti, SMPN 148 Jakarta, SMPN 157 Jakarta, dan SMAN 67 Jakarta. Terimakasih Bapak dan Ibu, berkat kalian saya bisa sampai di tahap ini. Terimakasih untuk ilmu dan didikan yang luar biasa!;

19. Sahabat penulis yang luar biasa Almh.Henny Febrina Purnamasari Harahap dan Alm.Olan Fernandus Lumban Toruan. Walaupun kalian udah disamping Bapa di Surga, kenangan bersama kalian dan kebaikan kalian masih aku ingat sampai detik ini. Terimakasih banyak..;

20. Teman-teman ILSA Stambuk 2011, teman-teman Grup B 2011, serta Panitia Natal Keluarga Besar Fakultas Hukum USU 2014 terkhusus Seksi Acara : Rika Sitompul, Christin Tobing, Stephani Situmorang, Via Situmorang, Novi Sihaloho, Imelda Sinurat, SH, Kartika Manurung, SH, Tulus Nababan, SH, Alexandro Simanjuntak, SH, Asido Malau, Guntur Gultom, SH Terimakasih untuk kalian semua! Sangat bersyukur boleh mengenal kalian dan boleh bekerjasama dengan kalian. Aku mengasihi kalian ;

21. Keluarga besar Anak Kost Berdikari 48 (AKB 48), Kakak, Bapak, Biring, dan Bulang. Terimakasih untuk kesabaran kalian selama ini, juga untuk dukungan doa, dan kebaikan kalian yang luar biasa. Tuhan memberkati!


(8)

22. Semua pihak yang mengenal dan telah membantu penulis yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terimakasih untuk kalian semua. Aku mengasihi kalian .

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih mempunyai banyak kekurangan di dalam penulisannya, oleh karena itu penulis berharap adanya masukan dan saran yang bersifat membangun untuk di masa yang akan datang. Demikian lah yang dapat penulis sampaikan, semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Medan,Juli 2015 Penulis


(9)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR GAMBAR DAN TABEL ... xi

DAFTAR SINGKATAN ... xii

ABSTRAKSI ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penulisan ... 6

D. Manfaat Penulisan ... 7

E. Keaslian Penulisan ... 7

F. Tinjauan Kepustakaan ... 8

G .Metode Penelitian ... 17

1. Jenis Penelitian ... 17

2. Sumber Data ... 18

3. Teknik Pengumpulan Data ... 19

4. Analisis Data ... 20

H. Sistematika Penulisan ... 20

BAB II .. KERJASAMA INTERNASIONAL DALAM BIDANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BERDASARKAN KONVENSI UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST CORRUPTION (UNCAC) 2003 ... 23


(10)

A. Sejarah terbentuknya Konvensi United Nations Convention

Aga inst Corruption (UNCAC) 2003 ... 23 B. Kedudukan Konvensi United Nations Convention Against

Corruption (UNCAC) ... 35 1. Defenisi dan ruang lingkup ... 37 2. Tahap pembuatan UNCAC 2003 ... 44 C. Kekuatan mengikat Konvensi United Nations Convention Against

Corruption (UNCAC) 2003... 47 D. Pemberantasan tindak pidana korupsi berdasarkan Konvensi United

Na tions Convention Aga inst Corruption (UNCAC) 2003 ... 53 1. Jenis-jenis tindak pidana korupsi yang diatur dalam Konvensi

United Na tions Convention Aga isnt Corruption (UNCAC) 2003 .... 53 2.Negara-negara yang telah meratifikasi Konvensi

United Na tions Convention Aga inst Corruption (UNCAC) 2003 .... 57 E. Kerjasama internasional dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. 66 BAB III HUBUNGAN KONVENSI UNITED NATIONS CONVENTION

AGAINST CORRUPTION (UNCAC) 2003 DENGAN

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

DI INDONESIA ... 100 A.Ratifikasi Konvensi United Nations Convention Against Corruption .

(UNCAC) 2003 oleh Indonesia dan negara lainnya ... 100 1. Proses ratifikasi Konvensi UNCAC oleh pemerintah Indonesia ... 101


(11)

2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan

Konvensi UNCAC ... 102

a. Latar belakang dan tujuan pembentukan ... 104

b. Istilah-istilah penting ... 106

c. Pembekuan, penyitaan, dan perampasan aset ... 108

d. Perlindungan saksi, ahli, dan korban ... 110

e. Perlindungan pelapor ... 111

B Akibat hukum dari ratifikasi Konvensi United Nations Convention Aga inst Corruption (UNCAC) 2003 ... 112

C. Pengaruh Konvensi United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) 2003 terhadap pembentukan hukum anti korupsi di Indonesia ... 129

D.Pengaruh Konvensi United Nations Convention Agaisnt Corruption (UNCAC) 2003 terhadap proses pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia ... 130

BAB IV SINKRONISASI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN KONVENSI UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST CORRUPTION (UNCAC) 2003 ... 133

A. Ketentuan-ketentuan Konvensi United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) 2003 yang diadopsi dalam hukum nasional .... 133


(12)

B. Ketentuan-ketentuan Konvensi United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) 2003 yang belum diadopsi dalam hukum

nasional ... 151

BAB V PENUTUP ... 156

A.Kesimpulan ... 156

B.Saran ... 162


(13)

DAFTAR GAMBAR DAN TABEL

GAMBAR I Bagan Prosedur Pembuatan Perjanjian Internasional

Dibawah Wibawa PBB 43

GAMBAR II Negara-negara yang telah menandatangani UNCAC 2003 dan status ratifikasinya sampai dengan

12 November 2014 59 TABEL I Daftar negara yang telah menandatangani dan

meratifikasi UNCAC 2003, beserta tanggal nya 60 TABEL II Perjanjian-perjanjian ekstradisi Indonesia dengan

Beberapa negara 69

TABEL III Perjanjian-perjanjian MLA Indonesia dengan


(14)

DAFTAR SINGKATAN A.

AMLA : ASEAN Mutual Legal Assistance

Ampres : Amanat Presiden

Art : Article

ACCH : Anti Corruption Clearing House

ACCT : ASEAN Convention on Counter Terrorism

ASEAN : Assosiation of South East Asia Nation

C.

CoSP : Conference of the State Parties

CTC : Certified True Copy

D.

DPR RI : Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia

H.

HAM : Hak Asasi Manusia

I.

ICJ : International Court of Justice

ICW : Indonesian Corruption Watch

ILO : International Labour Organization


(15)

J.

Jo. : Juncto

K.

KA : Kereta Api

Kapolri : Kepala Kepolisian Republik Indonesia Kemenkumham : Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia

KPK : Komisi Pemberantasan Korupsi

KUHAP : Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

L.

LBB : Liga Bangsa-Bangsa

M.

Menkumham : Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia

Menlu : Menteri Luar Negeri

MLA : Mutual Legal Assistance

N.

NGO : Non Government Organization

No. : Nomor

P.

PAK : Panitia Antar Kementrian

PBB : Perserikatan Bangsa-Bangsa


(16)

Perpu : Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang PPERPRES : Pengesahan Peraturan Presiden

PPTM : Pernyataan Pers Tahunan Menteri Luar Negeri Prolegnas : Program legislasi nasional

R.

RAK : Rapat Antar Kementrian

RI : Republik Indonesia

RPERPRES : Rancangan Peraturan Presiden

RRT : Republik Rakyat Tiongkok

RUU : Rancangan Undang-Undang

T.

TCP : Transfer of Criminal Proceeding

TSP : Transfer of Sentenced Person

U.

UN : United Nations

UNCAC : United Nations Convention Against Corruption

UNESCO : United Nations Economic Social Cultural Organization UNODC : United Nations Office on Drugs and Crime

UNTOC : United Nations Convention of International Organized Crime


(17)

ABSTRAK

UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST CONVENTION (UNCAC) 2003 DALAM KAITANNYA DENGAN PEMBENTUKAN HUKUM NASIONAL DI

BIDANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI *) Holy Apriliani

**) Chairul Bariah ***) Mahmul Siregar

Tindak pidana korupsi yang meluas dan sistematis merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak-hak ekonomi masyarakat, karena itu lah tindak pidana korupsi tidak lagi dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa melainkan telah menjadi suatu kejahatan luar biasa. Pemberantasan korupsi secara global kini sudah merupakan komitmen pemerintah di seluruh negara. Hal ini terbukti dengan telah disahkannya konvensi internasional oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mengatur tentang menentang korupsi yang berjudul United Nations Convention Aga inst Corruption (UNCAC) pada tahun 2003.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif. Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaturan hukum internasional tentang tindak pidana korupsi, untuk mengetahui bentuk-bentuk kerjasama internasional dalam pemberantasan tindak pidana korupsi menurut Konvensi PBB mengenai tindak pidana korupsi, dan untuk mengetahui bagaimana hubungan konvensi PBB mengenai tindak pidana korupsi dengan pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia

Konvensi UNCAC 2003 merupakan sebuah perjanjian internasional (treaty ba sed crimes) yang mengutamakan prinsip-prinsip kesamaan kedaulatan, prinsip integritas nasional dan prinsip non intervensi. .Main point dari konvensi ini adalah kriminalisasi, asset recovery,dan kerjasama internasional. Indonesia ikut menandatangani konvensi tersebut pada tanggal 18 Desember 2003 dan Indonesia telah meratifikasinya melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006. Sebagai konsekuensi bagi negara yang ikut menandatangani konvensi tersebut, Indonesia akan ikut mendukung sesuai dengan wilayah kedaulatan yang dimiliki. Selain itu Indonesia bisa memanfaatkan konvensi UNCAC 2003 untuk menyelesaikan masalah korupsi di Indonesia yang sudah melintas batas negara (cross border). Kata Kunci: Tindak pidana korupsi, UNCAC 2003, perjanjian internasional *) Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

**) Dosen Pembimbing I ***) Dosen Pembimbing II


(18)

ABSTRAK

UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST CONVENTION (UNCAC) 2003 DALAM KAITANNYA DENGAN PEMBENTUKAN HUKUM NASIONAL DI

BIDANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI *) Holy Apriliani

**) Chairul Bariah ***) Mahmul Siregar

Tindak pidana korupsi yang meluas dan sistematis merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak-hak ekonomi masyarakat, karena itu lah tindak pidana korupsi tidak lagi dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa melainkan telah menjadi suatu kejahatan luar biasa. Pemberantasan korupsi secara global kini sudah merupakan komitmen pemerintah di seluruh negara. Hal ini terbukti dengan telah disahkannya konvensi internasional oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mengatur tentang menentang korupsi yang berjudul United Nations Convention Aga inst Corruption (UNCAC) pada tahun 2003.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif. Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaturan hukum internasional tentang tindak pidana korupsi, untuk mengetahui bentuk-bentuk kerjasama internasional dalam pemberantasan tindak pidana korupsi menurut Konvensi PBB mengenai tindak pidana korupsi, dan untuk mengetahui bagaimana hubungan konvensi PBB mengenai tindak pidana korupsi dengan pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia

Konvensi UNCAC 2003 merupakan sebuah perjanjian internasional (treaty ba sed crimes) yang mengutamakan prinsip-prinsip kesamaan kedaulatan, prinsip integritas nasional dan prinsip non intervensi. .Main point dari konvensi ini adalah kriminalisasi, asset recovery,dan kerjasama internasional. Indonesia ikut menandatangani konvensi tersebut pada tanggal 18 Desember 2003 dan Indonesia telah meratifikasinya melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006. Sebagai konsekuensi bagi negara yang ikut menandatangani konvensi tersebut, Indonesia akan ikut mendukung sesuai dengan wilayah kedaulatan yang dimiliki. Selain itu Indonesia bisa memanfaatkan konvensi UNCAC 2003 untuk menyelesaikan masalah korupsi di Indonesia yang sudah melintas batas negara (cross border). Kata Kunci: Tindak pidana korupsi, UNCAC 2003, perjanjian internasional *) Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

**) Dosen Pembimbing I ***) Dosen Pembimbing II


(19)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Masyarakat Indonesia berasal dan terbentuk dari masyarakat adat yang bersifat multi etnik. Keragaman etnik dan dengan sendirinya keragaman budaya merupakan mutiara terpendam yang memerlukan penanganan yang sangat hati-hati, terutama dalam memilih indikator untuk menetapkan jati diri bangsa Indonesia. Kelangkaan pakar dan pengamat serta tenaga ahli bangsa Indonesia yang memusatkan perhatian mereka pada budaya Indonesia yang bersifat multi etnik ini, sesungguhnya turut bertanggung jawab terhadap kenyataan yang ada sekarang ini, yakni kurang atau tidak dipahaminya secara benar dan tepat mengenai karakteristik budaya Indonesia tersebut oleh generasi penerus.

Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah meluas dalam masyarakat. Perkembangannya terus meningkat dari tahun ke tahun, baik dari jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi kualitas tindak pidana yang dilakukan semakin sistematis serta lingkupnya yang memasuki seluruh aspek kehidupan masyarakat. Meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak terkendali akan membawa bencana tidak saja terhadap kehidupan perekonomian nasional tetapi juga pada kehidupan berbangsa dan bernegara pada umumnya. Tindak pidana korupsi yang meluas dan sistematis juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak-hak ekonomi masyarakat, dan karena itu semua maka tindak pidana korupsi tidak lagi dapat digolongkan sebagai


(20)

kejahatan biasa melainkan telah menjadi suatu kejahatan luar biasa. Begitu pun dalam upaya pemberantasannya tidak lagi dapat dilakukan secara biasa, tetapi dituntut cara-cara yang luar biasa sehingga tuntutan akan ketersediaan perangkat hukum yang sangat luar biasa dan canggih serta kelembagaan yang benar-benar mampu menangani setiap kasus tindak pidana korupsi tidak dapat dielakkan lagi1. Seluruh rakyat Indonesia sepakat bahwa tindak pidana korupsi harus dicegah dan dibasmi dari tanah air, karena korupsi sudah terbukti sangat menyengsarakan rakyat bahkan sudah sampai tahap sebagai pelanggaran hak ekonomi dan hak sosial rakyat Indonesia.

Persoalan pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia bukan hanya merupakan persoalan dan penegakan hukum semata-mata, tetapi juga merupakan persoalan sosial dan psikologi sosial yang sama-sama sangat parahnya dengan persoalan hukum, sehingga harus segera dibenahi secara simultan. Alasan mengapa tindak pidana korupsi harus dianggap sebagai sebuah persoalan sosial adalah karena korupsi telah mengakibatkan tidak adanya pemerataan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Tindak pidana korupsi pun harus dianggap sebagai persoalan psikologi sosial, karena tindak pidana korupsi merupakan penyakit sosial yang sulit untuk disembuhkan.2

Pemberantasan korupsi secara global kini sudah merupakan komitmen pemerintah di seluruh negara. Hal ini terbukti dengan telah disahkannya konvensi internasional oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mengatur tentang menentang

1

Diakses dari http://www.jurnal.usu.ac.id, diakses tanggal 5 Maret 2015

2

Romli Atmasasmita, Romli Atmasasmita, Korupsi, Good Governance dan Komisi Anti Korupsi di Indonesia, Cetakan Pertama, Perum Percetakan Negara Republik Indonesia, Jakarta, 2002, hal. 9


(21)

korupsi yang berjudul United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) pada tahun 2003.

Akibat tindak pidana korupsi dan dampak yang di timbulkan, tercermin pula dalam pembukaan (preambule) konvensi UNCAC 2003. Konvensi yang telah di ratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006, dalam pembukaannya menyatakan bahwa:

“ Concerned a bout the seriousness of problems a nd threa ts posed by corruption to the sta bility a nd security of societies, undermining the institutions a nd va lues of democra cy, ethica l va lues a nd justice a nd jeopa rdizing susta ina ble development a nd the rule of la w;”

("Khawatir tentang keseriusan masalah dan ancaman yang ditimbulkan oleh korupsi terhadap stabilitas dan keamanan masyarakat yang merusak lembaga dan nilai-nilai demokrasi, nilai-nilai etika dan keadilan serta membahayakan pembangunan berkelanjutan dan supremasi hukum;")

Pernyataan undang-undang tersebut di atas tentunya bukan tanpa alasan, apalagi sejumlah fakta menunjukkan masih tingginya tingkat korupsi di Indonesia. Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Menentang Korupsi (United Nations Convention Against Corruption / UNCAC 2003) yang diikuti oleh Indonesia pada tanggal 9 Desember 2003 di Merida, Meksiko bersama 137 negara lainnya menjadi bukti awal komitmen Indonesia untuk memperbaiki diri melalui pemberantasan korupsi. Dengan ikut sertanya Indonesia meratifikasi konvensi ini pada tanggal 21 maret 2006 yang kemudian diikuti dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 7 tahun 2006, menunjukkan kesungguhan Indonesia untuk benar-benar mengimplementasikan konvensi ini.


(22)

Adanya dukungan internasional yang kuat melalui konvensi ini diharapkan oleh pemerintah Indonesia dapat mempercepat pemberantasan korupsi di Indonesia.

Selama ini pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia telah diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan khusus yang berlaku sejak tahun 1957 dan telah berubah sebanyak 5 kali, akan tetapi peraturan perundang-undangan tersebut dianggap tidak memadai karena belum secara khusus membahas tentang kerjasama internasional dalam hal pengembalian aset3. Disahkannya UNCAC 2003 juga tidak begitu saja sanggup mengatasi masalah korupsi yang menggerogoti bangsa ini. Dalam pelaksanaannya dibutuhkan banyak usaha dan kesungguhan tidak hanya dari institusi penegak hukum namun juga dari seluruh elemen masyarakat, karena pelaksanaan UNCAC 2003 tidak hanya merupakan tanggung jawab pemerintah namun juga menuntut peran aktif dari sektor swasta dan masyarakat madani (civil society).

Pemberantasan korupsi sebenarnya telah menjadi perhatian Indonesia terutama setelah berakhirnya era orde baru yang jatuh karena rasa ketidakpercayaan masyarakat atas pemerintah yang korup. Telah banyak terobosan yang dilakukan terutama dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang pembentukan KPK (Korupsi Pemberantasan Korupsi) sebagai “sta te a uxilia ry body” yang khusus menangani korupsi. Dibentuknya KPK sebagai jalan keluar untuk mempercepat pemberantasan korupsi yang dianggap masih berjalan tersendat selama ini.

3

Penjelasan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2006 tentang Pengesahan United Nations Conventions Aga inst Corruption


(23)

Sebagai institusi yang mempunyai peran penting dalam upaya pemberantasan korupsi ini, maka KPK mempunyai kewajiban untuk memastikan terimplementasinya UNCAC 2003 tersebut. Langkah awal untuk implementasi UNCAC 2003 adalah menyelaraskan undang-undang tindak pidana korupsi dan peraturan perundang-undangan yang lain dengan sejumlah ketentuan yang tercantum dalam UNCAC 2003. Tentunya implementasi UNCAC 2003 tidak harus menunggu hingga seluruh peraturan perundangan terharmonisasi dengan UNCAC 2003, karena sebenarnya telah banyak peraturan perundang-undangan yang mengarah pada pemberantasan dan pencegahan korupsi secara masif seperti halnya yang diperintahkan oleh konvensi.

Program atau kegiatan yang berhubungan dengan ranah pemberantasan korupsi tidak hanya berpusat pada kegiatan yang dilakukan sehubungan dengan penindakan (penyidikan dan penuntutan) namun termasuk kegiatan yang berhubungan dengan ranah pencegahan korupsi. Luasnya pemberantasan korupsi yang diharapkan oleh UNCAC 2003 ini mengandung arti pentingnya peran serta semua pihak, terutama pemerintah untuk mensukseskan pemberantasan korupsi. Komitmen pemerintah menjadi penting mengingat pemerintah adalah subyek dan obyek dalam UNCAC 2003 ini. Terkait dengan UNCAC 2003, komitmen pemerintah seharusnya dititikberatkan pada usaha pengembalian aset dan bantuan timbal balik. Karena konvensi ini mengikat banyak negara untuk secara aktif membuka peluang dalam pengembalian hasil kejahatan korupsi yang tentunya akan banyak menguntungkan bagi Indonesia.


(24)

B.Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana bentuk kerjasama internasional dalam hal pemberantasan tindak pidana korupsi menurut United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) 2003?

2. Bagaimana hubungan United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) 2003 dengan pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia?

3. Bagaimana bentuk sinkronisasi peraturan perundang-undangan nasional tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dengan United Nations Convention Aga inst Corruption (UNCAC) 2003?

C.Tujuan Penulisan

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui bentuk-bentuk kerjasama internasional dalam pemberantasan tindak pidana korupsi menurut Konvensi PBB mengenai tindak pidana korupsi;

2. Untuk mengetahui bagaimana hubungan konvensi PBB mengenai tindak pidana korupsi dengan pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia;


(25)

3. Untuk mengetahui bentuk sinkronisasi peraturan perundang-undangan nasional tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dengan United Na tions Convention Aga inst Corruption (UNCAC) 2003.

D.Manfaat Penulisan

Adapun manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Manfaat teoritis, yakni untuk menambah bahan penelitian bagi literatur yang berkenaan dengan tindak pidana korupsi, serta sebagai dasar penelitian selanjutnya pada bidang yang sama.

2. Manfaat praktis, yakni sebagai pengingat bagi pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia agar tidak melanggar ketentuan yang ada yang berkenaan dengan tindak pidana korupsi, baik secara langsung ataupun tidak langsung.

E.Keaslian Penulisan

Dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama masa perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, maka penelitian ini mengangkat suatu materi dari mata kuliah pilihan, yaitu hukum pidana internasional, khususnya yang membahas mengenai tindak pidana korupsi yang dituangkan dalam sebuah judul penelitian “United Na tions Convention Aga inst Corruption (UNCAC) 2003 Dalam Kaitannya dengan Pembentukan Hukum Nasional di Bidang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi”.

Dalam rangka pengajuan judul penelitian ini, maka harus terlebih dahulu mendaftarkan judul tersebut ke bagian departemen Hukum Internasional dan telah


(26)

diperiksa pada arsip bagian departemen Hukum Internasional. Judul yang diangkat dinyatakan disetujui oleh departemen Hukum Internasional pada tanggal 13 November 2014.

Berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan pada bagian departemen Hukum Internasional pada khususnya dan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara pada umumnya, diketahui bahwa belum ada penelitian yang secara khusus membahas tentang United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) 2003 Dalam Kaitannya dengan Pembentukan Hukum Nasional di Bidang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sehingga keaslian penulisan yang dituangkan dapat dipertanggungjawabkan penulisannya.

F. Tinjauan Kepustakaan

Penelitian ini memperoleh bahan tulisannya dari buku-buku, laporan-laporan, dan informasi dari internet. Untuk itu, diberikan penegasan dan pengertian dari judul penelitian, yakni yang diambil dari sumber-sumber buku yang memberikan pengertian terhadap judul penelitian ini, ditinjau dari sudut etimologi (arti kata) dan pengertian-pengertian lainnya dari sudut ilmu hukum maupun pendapat dari para sarjana sehingga mempunyai arti yang lebih tegas.

1. Pengertian perjanjian internasional menurut Prof.Mochtar Kusumaatmadja4

Perjanjian Internasional adalah perjanjian yang diadakan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan untuk mengakibatkan akibat hukum tertentu.

4

Mochtar Kusumaatmadja,dkk, Pengantar Hukum Internasional, Cetakan Pertama, Penerbit PT. Alumni, Bandung, 2003, hal.117


(27)

Dari batasan di atas jelaslah bahwa untuk dapat dinamakan perjanjian internasional, perjanjian itu harus diadakan oleh subjek hukum internasional yang menjadi anggota masyarakat internasional.

2. Organisasi dan Organisasi Internasional

Beberapa pengertian organisasi menurut para ahli, yaitu5 :

a. Stoner mengatakan bahwa organisasi adalah suatu pola hubungan-hubungan yang melalui mana orang-orang di bawah pengarahan atasan mengejar tujuan bersama

b. James D. Mooney mengemukakan bahwa organisasi adalah bentuk setiap perserikatan manusia untuk mencapai tujuan bersama

c. Chester I. Bernard berpendapat bahwa organisasi adalah merupakan suatu sistem aktivitas kerjasama yang dilakukan oleh dua orang atau lebih

d. Stephen P. Robbins menyatakan bahwa organisasi adalah kesatuan (entity) sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasi, yang bekerja atas dasar yang relatif terus-menerus untuk mencapai suatu tujuan bersama atau sekelompok tujuan

Sedangkan pengertian organisasi internasional menurut para ahli antara lain6 a. Bowwet D.W. : “....tidak ada suatu batasan mengenai organisasi

publik internasional yang dapat diterima secara umum. Pada umumnya organisasi ini merupakan organisasi permanen (sebagai

5

Diakses dari, http://id.wikipedia.org/wiki/Organisasi, diakses pada tanggal 4 Maret 2015

6

Diakses dari, http://Mahendraputra.net/MATERI-PERKULIAHAN-HUKUM-INTERNASIONAL-101, diakses pada tanggal 4 Maret 2015


(28)

contoh, jawatan pos atau KA) yang didirikan berdasarkan perjanjian internasional yang kebanyakan merupakan perjanjian multilateral daripada perjanjian bilateral yang disertai beberapa kriteria tertentu mengenai tujuannya”

b. Starke hanya membandingkan fungsi, hak dan kewajiban serta wewenang dari lembaga internasional dengan negara yang modern. Starke berpendapat : “Pada awalnya seperti fungsi suatu negara modern mempunyai hak, kewajiban dan kekuasaan yang dimiliki beserta alat perlengkapannya, semua itu diatur oleh hukum nasional yang dinamakan hukum tata negara sehingga dengan demikian organisasi internasional sama halnya dengan alat perlengkapan negara modern yang diatur oleh hukum konstitusi nasional”

c. Sumaryo Suryokusumo berpendapat bahwa organisasi internasional adalah suatu proses; organisasi internasional juga menyangkut aspek -aspek perwakilan dari tingkat proses tersebut yang telah dicapai pada waktu tertentu. Organisasi internasional juga diperlukan dalam rangka kerja sama menyesuaikan dan mencari kompromi untuk menentukan kesejahteraan serta memecahkan persoalan bersama serta mengurangi pertikaian yang timbul

d. T. Sugeng Susanto menjelaskan yang dimaksud dengan organisasi internasional dalam pengertian luas adalah bentuk kerjasama antar pihak-pihak yang bersifat internasional untuk tujuan yang bersifat internasional. Pihak-pihak yang bersifat internasional itu dapat berupa


(29)

orang-perorangan, badan-badan bukan negara yang berada di berbagai negara atau pemerintah negara. Adapun yang dimaksud dengan tujuan internasional ialah tujuan bersama yang menyangkut kepentingan berbagai negara

e. Boer Mauna menyebutkan bahwa pengertian organisasi internasional menurut Pasal 2 ayat (1) Konvensi Wina 1969 tentang Perjanjian Internasional, yang mana dalam pasal itu disebutkan bahwa organisasi internasional adalah organisasi antar pemerintah. Menurut Boer Mauna, pengertian yang diberikan konvensi ini sangat sempit karena hanya membatasi diri pada hubungan antar pemerintah. Menurutnya, defenisi inimendapat tantangan dari para penganut defenisi yang luas menurut NGO’s7

3. Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations/UN/PBB)8 Tujuan Berdirinya PBB :

PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) didirikan pada tanggal 24 Oktober 1945 Oleh negara-negara Amerika Serikat, Republik Rakyat Cina (sekarang Republik Rakyat Tiongkok), Perancis, Uni Soviet (sekarang Rusia), dan Inggris.

PBB didirikan dengan tujuan untuk memelihara perdamaian dan keamanan, untuk mengembangkan hubungan persahabatan dan kerjasama antar bangsa dalam memecahkan masalah-masalah ekonomi,

7

Boer Mauna, Hukum Internasional: Pengertian, Peranan, dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global, 2008, PT. Alumni, Bandung, hal.459

8

Mizwar Djamily,dkk, Mengenal PBB dan 170 Negara Di Dunia, Cetakan Keenam, Penerbit PT. Kreasi Jaya Utama, hal.10


(30)

sosial, kebudayaan, dan kemanusiaan, serta memajukan penghormatan terhadap hak-hak manusia dan kebebasan-kebebasan dasar.

Disamping itu PBB juga bertujuan untuk menjadi pusat dalam merukunkan bangsa-bangsa dalam mencapai tujuan-tujuan bersama diatas.

4. Pengertian korupsi menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, maka Tindak Pidana Korupsi itu dapat dilihat dari 2 (dua) segi yaitu korupsi aktif dan korupsi pasif9. Adapun yang dimaksud dengan korupsi aktif adalah sebagai berikut : a) Secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau

korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara (Pasal 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2009);10

b) Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara (Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999);

c) Memberi hadiah atau janji kepada Pegawai Negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat

9

Prinst Darwan, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Cetakan Pertama, Penerbit PT. Citra Aditya Bhakti, Bandung, 2002, hal.2

10

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2009 Tentang Tindak Pidana Korupsi Sebagaimana Telah Diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.


(31)

pada jabatan atau kedudukan tersebut (Pasal 4 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2009);

d) Percobaan, pembantuan, atau pemufakatan jahat untuk melakukan Tindak Pidana Korupsi (Pasal 15 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999);

e) Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara dengan maksud supaya berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya (Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999);

f) Memberi sesuatu kepada Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara karena atau berhubung dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya (Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999);

g) Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili (Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999);

h) Pemborong ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan, atau penjual bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan, melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang atau keselamatan negara dalam keadaan


(32)

perang (Pasal 7 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001)11;

i) Setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf a (Pasal 7 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001);

j) Setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf c (Pasal 7 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001);

k) Pegawai negeri atau orang lain selain Pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus-menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya, atau membiarkan uang, atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain, atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut (Pasal 8 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001).

Sedangkan korupsi pasif adalah sebagai berikut :

a) Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji karena berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya

11

Undang-Undang Nomor 20 Tahun Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi.


(33)

yang bertentangan dengan kewajibannya (Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001);

b) Hakim atau Advokat yang menerima pemberian atau janji untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili atau untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili (Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001); c) Orang yang menerima penyerahan bahan atau keperluan Tentara

Nasional Indonesia atau Kepolisian Negara Republik Indonesia yang membiarkan perbuatan curang sebagaimana disebut dalam ayat (1) huruf a dan huruf c Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 (Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001);

d) Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji itu diberikan karena kekuasaannya atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya dan menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya (Pasal 11 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001);

e) Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan


(34)

kewajibannya; atau sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya (Pasal 12 huruf a dan huruf b Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001);

f) Hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui itu patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili (Pasal 12 huruf c Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001); g) Advokat yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut

diduga bahwa hadiah atau janji itu diberikan untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang diberikan berhubungan dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili (Pasal 12 huruf d Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001);

h) Setiap pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima gratifikasi yang diberikan berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya (Pasal 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001).

5. Sedangkan yang dimaksud dengan United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) 200312 adalah :

United Na tions Convention a ga inst Corruption (UNCAC) is a multila tera l convention negotia ted by members of the United Na tions. It is the first globa l lega lly binding interna tiona l a nti-corruption instrument. In its 71 Articles divided into 8 Cha pters, UNCAC requires tha t Sta tes Pa rties implement severa l a nti-corruption mea sures which

12

Diakses dari,

http://en.wikipedia.org/wiki/United_Nations_Convention_against_Corruption, diakses pada tanggal 4 Maret 2015


(35)

ma y a ffect their la ws, institutions a nd pra ctices. These mea sures a im a t preventing corruption, crimina lizing certa in conducts, strengthening interna tiona l la w enforcement a nd judicia l coopera tion, providing effective lega l mecha nisms for asset recovery, technica l a ssista nce a nd informa tion excha nge, a nd mecha nisms for implementa tion of the Convention, including the Conference of the Sta tes Pa rties to the United Na tions Convention aga inst Corruption (CoSP).

Konvensi UNCAC 2003 merupakan konvensi multilateral yang dinegosiasikan oleh anggota PBB. Konvensi ini merupakan instrumen hukum intenasional pertama tentang anti - korupsi yang mengikat secara global. Konvensi ini terdiri atas 71 artikel yang terbagi menjadi 8 bab. Dalam konvensi UNCAC 2003 disebutkan bahwa Negara-negara Pihak menerapkan beberapa langkah-langkah anti - korupsi yang dapat mempengaruhi hukum mereka baik secara institusi maupun praktik. Langkah-langkah ini bertujuan untuk mencegah korupsi, kriminalisasi perilaku tertentu, memperkuat penegakan hukum internasional dan kerjasama yudisial, menyediakan mekanisme hukum yang efektif untuk pemulihan aset, bantuan teknis dan pertukaran informasi, dan mekanisme pelaksanaan Konvensi, termasuk Konferensi Negara-Negara Pihak pada konvensi PBB melawan Korupsi ( CoSP ) .13

G.Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian yang menganalisis norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan

13

Diterjemahkan melalui situs https://translate.google.com/, diakses pada tanggal 4 Maret 2015


(36)

undangan dan putusan-putusan hakim. Menurut Prof. Soerjono Soekanto14, penelitian hukum normatif mencakup : penelitian terhadap azas-azas hukum; penelitian terhadap sistematika hukum; penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum; penelitian sejarah hukum; dan penelitian perbandingan hukum.

2. Sumber Data

Penelitian hukum pada umumnya membedakan sumber data ke dalam 2 (dua) bagian, yaitu data primer yang diperoleh secara langsung dari masyarakat dan data sekunder yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka. Sumber data dalam penelitian ini merupakan data sekunder, yakni terdiri dari15 :

a) Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang berupa peraturan perundang-undangan, dalam hal ini berupa :

1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2009 Tentang Tindak Pidana Korupsi Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001

2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi

3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 Tentang Ratifikasi United Na tions Convention Aga inst Corruption (UNCAC) 2003

4) Unied Na tions Convention Aga inst Corruption (UNCAC) 2003 5) Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa

14

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cetakan Pertama, Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta, 2008, hal.51

15

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Penerbit Raja Grafindo Persada, 2003, hal.113-114


(37)

b) Bahan hukum sekunder adalah bahan acuan yang bersumber dari buku-buku, surat kabar, media internet serta media massa lainnya yang berhubungan dengan masalah yang dibahas, seperti karya ilmiah sarjana, jurnal-jurnal hukum, dan hasil penelitian.

c) Bahan hukum tersier, yakni bahan-bahan yang memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus-kamus dan ensiklopedia.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah Studi Dokumen atau bahan pustaka merupakan suatu alat pengumpulan data yang dilakukan melalui data tertulis dengan mempergunakan content analysis.16 Analisis isi (content analysis) adalah penelitian yang bersifat pembahasan mendalam terhadap isi suatu informasi tertulis atau tercetak dalam media massa. Analisis isi dapat digunakan untuk menganalisis semua bentuk komunikasi. Baik surat kabar, berita radio, iklan televisi maupun semua bahan-bahan dokumentasi yang lain. Hampir semua disiplin ilmu sosial dapat menggunakan analisis isi sebagai teknik/metode penelitian.17 Pengertian lain, menyatakan bahwa Studi Kepustakaan (Library Resea rch), yaitu studi dokumen dengan mengumpulkan dan mempelajari buku-buku hukum, literatur, tulisan-tulisan ilmiah, peraturan perundang-undangan dan bacaan lainnya yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini.

16

Soerjono Soekanto, op.cit, hal.21

17

Andre Yuris, Berkenalan dengan Analisis Isi (Content Analysis),

https://andreyuris.wordpress.com/2009/09/02/analisis-isi-content-analysis/, diakses tanggal 30 Juni 2015


(38)

4. Analisis Data

Menurut Berndl Berson, ”Content a na lysis is a resea rch technique for the objective, systema tic a nd quantita tive description of the manifest content of communica tion.”18 (kajian isi adalah teknik penelitian untuk keperluan mendeskripsikan secara obyektif, sistematik dan kuantitatif dari suatu bentuk komunikasi). Teknik analisis data dapat digolongkan sebagai berikut :

a. Teknik analisis data kuantitatif yaitu menganalisis dengan pengukuran data statistik secara obyektif belalui perhitungan ilmiah berasal dari sampel yang menghubungkan antara pengamatan empiris dan ekspresi matematis

b. Teknik analisis data kualitatif, yaitu dengan mengumpulkan data, mengkualifikasikan berupa huruf, kemudian menghubungkan teori yang berhubungan dengan masalah dan akhirnya menarik kesimpulan untuk menentukan hasil yang mempergunakan pendekatan yuridis dan sosiologis.

Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah teknik analisis kualitatif, karena lebih cenderung menggunakan pendekatan teoritis yang lebih mengutamakan dalamnya data daripada jumlahnya.

H.Sistematika Penulisan

Penelitian skripsi harus mempermudah dalam pemahaman mulai dari awal permasalahan hingga pembahasan. Sistematika skripsi ini adalah sebagai berikut :

18

Lexy J. Moloeng, Metode Penelitian Hukum Kualitatif, Remaja Karya, Bandung, 1989, hal.179


(39)

Bab pertama dimulai dari memaparkan latar belakang lahirnya permasalahan hingga mampu dirumuskan ke dalam 3 (tiga) inti masalah, serta menguraikan tujuan, manfaat, keaslian penelitian, dan menjabarkan kerangka teori dan konsep serta metode penelitian.

Bab kedua mulai membahas permasalahan yang pertama yaitu bentuk kerjasama internasional dalam hal pemberantasan tindak pidana korupsi menurut konvensi United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) 2003. Bab ini terdiri dari Sejarah Terbentuknya konvensi United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) 2003 ; Kedudukan konvensi United Nations Convention Aga inst Corruption (UNCAC) 2003 Sebagai Sebuah Perjanjian Internasional;Kekuatan Mengikat konvensi United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) 2003; Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Berdasarkan konvensi United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) 2003 yang kemudian terbagi lagi atas : Jenis-Jenis Tindak Pidana Korupsi yang Diatur Dalam konvensi United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) 2003; Negara-Negara yang Telah Meratifikasi konvensi United Nations Convention Aga inst Corruption (UNCAC) 2003;dan poin terakhir: Kerjasama Internasional dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Bab ketiga berisi tentang hubungan konvensi United Nations Convention Aga inst Corruption (UNCAC) 2003 dengan pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia. Bab ini menjelaskan tentang: Ratifikasi konvensi United Nations Convention Aga inst Corruption (UNCAC) 2003 Oleh Indonesia dan Negara Lainnya; Akibat Hukum dari Ratifikasi konvensi United Nations Convention


(40)

Aga inst Corruption (UNCAC) 2003 Terhadap Indonesia; Pengaruh konvensi United Na tions Convention Aga inst Corruption (UNCAC) 2003 Terhadap Pembentukan Hukum Anti Korupsi di Indonesia; Pengaruh konvensi United Na tions Convention Aga inst Corruption (UNCAC) 2003 Terhadap Proses Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia

Bab keempat membahas permasalahan akhir, yaitu bentuk sinkronisasi peraturan perundang-undangan nasional tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dengan konvensi United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) 2003. Bab ini akan memaparkan lebih jelas tentang Ketentuan – Ketentuan konvensi United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) 2003 yang Diadopsi dalam Hukum Nasional; dan Ketentuan-Ketentuan konvensi United Na ions Convention Aga inst Corruption (UNCAC) 2003 yang Belum Diadopsi dalam Hukum Nasional.

Bab kelima merupakan bab penutup dari skripsi ini. Bab ini berisi kesimpulan dari jawaban permasalahan yang menjadi objek penelitian dan saran yang berdasarkan hasil dari penelitian.


(41)

BAB II

KERJASAMA INTERNASIONAL DALAM BIDANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BERDASARKAN KONVENSI UNITED

NATIONS CONVENTION AGAINST CORRUPTION (UNCAC) 2003 A.Sejarah Terbentuknya Konvensi United Nations Convention Against

Corruption (UNCAC) 2003

Konvensi United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) 2003 sendiri dibentuk dan dilatarbelakangi oleh suatu realitas bahwa korupsi telah menimbulkan masalah dan ancaman yang serius bagi stabilitas dan keamanan masyarakat yang merusak lembaga-lembaga dan nilai-nilai demokrasi, nilai-nilai etika dan keadilan serta mengacaukan pembangunan yang berkelanjutan dan penegakan hukum. Kondisi ini diperparah oleh sifat dari korupsi yang memiliki hubungan yang sangat erat dengan bentuk-bentuk kejahatan lain, khususnya kejahatan terorganisir dan kejahatan ekonomi, termasuk pencucian uang, sehingga dalam banyak kasus korupsi melibatkan jumlah aset yang merupakan bagian penting sumber daya negara, dan yang mengancam stabilitas politik dan pembangunan yang berkelanjutan negara tersebut19

Korupsi juga tidak lagi merupakan masalah lokal, tetapi merupakan fenomena internasional yang mempengaruhi seluruh masyarakat dan ekonomi, yang menjadikan kerjasama internasional untuk mencegah dan mengendalikannya sangat penting. Oleh karenanya, suatu pendekatan yang komprehensif dan multidisipliner diperlukan untuk mencegah dan memberantas korupsi secara

19


(42)

efektif. Pendekatan dimaksud salah satunya adalah keberadaan bantuan teknis yang dapat memainkan peranan penting dalam meningkatkan kemampuan negara, termasuk dengan memperkuat kapasitas dan dengan peningkatan kemampuan lembaga untuk mencegah dan memberantas korupsi secara efektif.20

Perubahan fokus internasional terhadap isu korupsi awalnya dipicu oleh beberapa tindak korupsi yang dilakukan oleh para pemimpin negara. Tindak korupsi yang dilakukan oleh para pemimpin negara seringkali menimbulkan dampak buruk khususnya bagi negara berkembang. Hal ini dikarenakan tindak kejahatan korupsi yang dilakukan pemerintah melebihi kekayaan negara yang telah disalahgunakan untuk kepentingan pribadi.21 Diawali dengan terungkapnya beberapa kasus tindakan korupsi oleh Transparency International yang dilakukan oleh Presiden Filipina Ferdinan Marcos pada tahun 1986 yang menyalahgunakan kekuasaannya sebagai seorang presiden dengan melakukan pencurian penerimaan negara dan sebagian diinvestasikan dalam bentuk emas batangan. Terhitung mulai awal Ferdinan Marcos menjabat sebagai Presiden Filipina pada tahun 1965 hingga 1986 Ferdinan Marcos telah mengkorupsi kekayaan negaranya sebesar US$5 miliar hingga US$10 miliar. Dikarenakan besarnya jumlah kekayaan negara yang dikorupsi oleh Ferdinan Marcos, Guinnes book of record memasukkannya sebagai salah satu pencuri kekayaan negara terbesar sepanjang sejarah.22

Tindak korupsi yang dilakukan oleh pemerintah tidak hanya dilakukan oleh Ferdinan Marcos, Mobutu Seseseko yang merupakan Presiden dari Zaire telah

20

Mahrus Ali, Asas,Teori, dan Praktek Hukum Pidana Korupsi, Cetakan Pertama, UII Press,Yogyakarta, 2013, hal. 32-33

21

Budi Winarno, Isu-Isu Global Kontemporer , Cetakan Pertama, Caps: Yogyakarta, Yogyakarta, 2013.

22Beberapa Pemimpin Terkorup di Dunia


(43)

mengkorupsi kekayaan negaranya sebesar US$5 miliar. Selain itu ada Presiden Nigeria yakni Sani Abacha yang mengkorupsi kekayaan negaranya sebesar US$2 miliar hingga US$5 miliar, Presiden Yugoslavia Slobodan yang mengkorupsi kekayaan negaranya sebesar US$1 miliar, Presiden Haiti J.C. Duvailer yang melakukan korupsi sebesar US$300 juta hingga US$800 juta, Presiden Peru Alberto Fujimori sebesar US$600 juta, Presiden Ukraina Pavlo Lazarenko yang mengkorupsi kekayaan negaranya sebesar US$114 juta hingga US$ 200 juta, dan Presiden Nikaragua Arnoldo Aleman yang melakukan korupsi kekayaan negaranya sebesar US$100 juta.23

Adapun dampak yang ditimbulkan dari korupsi yang pertama adalah the ca pture sta te, yang mana korupsi menjadi penghambat dari proses demokrasi dan dapat menjadi penghambat tercapainya good governance karena korupsi dapat melemahkan birokrasi sebuah pemerintahan suatu negara, dampak korupsi berikutnya adalah pada sektor perekonomian. Dalam segi ekonomi negara akan merasakan secara langsung dampak buruk dari korupsi seperti perkembangan laju ekonomi negara menjadi terhambat dalam upaya memulihkan perekonomian negaranya dan jika semua negara memiliki tingkat korupsi yang tinggi maka dapat mengganggu pemulihan perekonomian global pasca krisis.

Selanjutnya dampak dari tindak korupsi yang dilakukan para pejabat publik seperti pemerintah berpengaruh terhadap kesejahteraan warganya. Akibat tindak korupsi yang dilakukan oleh para pejabat publik dapat menggagalkan program pembangunan yang ditujukan untuk mensejahterakan rakyatnya. Besarnya dana

23


(44)

yang dikeluarkan untuk sebuah program pembangunan pada kenyataannya tidak sesuai dengan wujud dari program tersebut.24 Berdasarkan dari beberapa penjelasan diatas mengenai besarnya dampak korupsi yang dilakukan oleh pejabat publik diberbagai aspek membuktikan jika korupsi merupakan permasalahan yang sangat menghambat bagi kemajuan negara. Korupsi yang dilakukan oleh pejabat publik negara dapat menghambat proses demokrasi suatu negara, dalam segi ekonomi korupsi dapat membuat negara terjebak dalam krisis, sedangkan dalam segi kesejahteraan warga negara korupsi dapat menyengsarakan rakyat akibat dari gagalnya program pembangunan yang tidak dapat berjalan sesuai dengan rencana. Dalam kaitannya dengan besarnya dampak negatif korupsi dan permasalahan korupsi, maka dari itu untuk dapat menanggapi permasalahan korupsi pada saat ini yang masuk dalam kategori isu kontemporer dipicu dari tindak korupsi yang dilakukan oleh pejabat publik, pada akhirnya untuk pertama kali isu korupsi di angkat kedalam ranah internasional dengan mendapat perhatian dunia sebagai dari salah satu jenis crime pada tahun 2000.25

Masuknya korupsi kedalam ranah internasional dibuktikan dengan dikeluarkannya resolusi pada tanggal 4 desember 2000 oleh Majelis Umum PBB yang menyatakan perlunya peraturan dalam menanggulangi permasalahan korupsi dalam taraf internasional. Sehingga pada akhirnya berdasarkan usulan tersebut didirikanlah sebuah Panitia Ad Hoc untuk melakukan negosiasi instrumen a gainst

24

http://jurnal-libre.com/pdf, Ibid.

25

Background of United Nation Convention Against Corruption, diakses dari http://www.unodc.org/unodc/en/treaties/CAC/index.html, diakses tanggal 5 Maret 2015


(45)

corruption di Wina markas kantor Organisasi Internasional United Nations Office on Drug a nd Crime (UNODC).26

Naskah Konvensi United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) 2003 telah dinegosiasikan selama tujuh sesi oleh Komite Ad Hoc yang diselenggarakan antara tanggal 21 Januari 2002 dan tanggal 1 Oktober 2003 dan pada akhirnya setelah melewati negosiasi yang cukup panjang konvensi United Na tions Convention Aga inst Corruption (UNCAC) 2003 mulai diberlakukan oleh organisasi internasional UNODC pada tanggal 14 Desember 2005. Konvensi UNCAC 2003 disini sebagai perjanjian internasional yang berfungsi untuk memperkuat hukum nasional masing-masing negara dalam hal pemberantasan korupsi.

Komitmen masyarakat internasional untuk menentang korupsi ditandai dengan berhasil ditandatanganinya Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Melawan Korupsi (konvensi United Nations Convention Againts Corruption/ UNCAC 2003) oleh 140 negara di Merida, Meksiko, pada tanggal 9 sampai dengan tanggal 11 Desember 2003. Sehingga tanggal 9 Desember ditetapkan sebagai hari Anti Korupsi Sedunia. Konvensi ini sendiri telah diterima secara resmi oleh Majelis Umum PBB berdasarkan resolusi No. 57/169. Setelah diratifikasi sekurangnya oleh 30 negara, ia berlaku efektif 14 Desember 2005. Jumlah negara yang meratifikasi konvensi UNCAC 2003 sampai saat ini adalah 129 negara.27

26Background of United Nation ConventioncAgainst Corruption

, Ibid. 27

Diakses dari http://www.sinarharapan.co.id/berita/0603/23/taj01.html, diakses pada tanggal 21 Maret 2015


(46)

Memasuki abad 21 ini, salah satu visi masyarakat internasional adalah semakin kuatnya kesepakatan untuk saling bekerjasama dalam pemberantasan praktek-praktek korupsi. Hal ini dibuktikan dengan ditandatanganinya deklarasi untuk memberantas korupsi dalam Konvensi UNCAC 2003 yang diadakan oleh PBB. Konvensi UNCAC 2003 ini digelar karena korupsi telah menggoyahkan sendi-sendi kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat di suatu negara dan memberikan implikasi pula terhadap masyarakat internasional. Selain itu, korupsi berpotensi mengganggu stabilitas dan keamanan masyarakat serta dapat memperlemah nilai-nilai demokrasi, etika, keadilan, dan kepastian hukum.

Melemahnya nilai-nilai ini, akan dapat membahayakan kelangsungan dan keberlanjutan pembangunan (jeopardizing sustainable development). Dalam praktiknya, korupsi dapat menjadi mata rantai kejahatan yang terorganisasi (crime orga nized), pencucian uang (money laundering), dan kejahatan ekonomi (economic crime) lainnya. Bentuk-bentuk kejahatan besar yang muncul sebagai akibat dari korupsi ini dapat merusak prinsip-prinsip persaingan sehat (fair competition) dan menyuburkan persaingan tidak sehat (unfair competition) di dunia bisnis.28

Sebelum konvensi UNCAC 2003 terbentuk, ada beberapa Konvensi Anti Korupsi tingkat internasional29 yaitu:

28

Diakses dari http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/0105/15/0801.htm, diakses pada tanggal 23 Maret 2015

29

Diakses dari

http://en.wikipedia.org/wiki/Convention_against_Transnational_Organized_Crime,diakses tanggal 23 Maret 2015


(47)

1. 1977: The United States Congress oleh Perusahaan-perusahaan yang ada di Amerika Serikat. Kongres ini mengangkat masalah praktek korupsi berupa kriminalisasi suap oleh pejabat asing.

2. 1980: Cold War security mempromosikan konvensi anti korupsi tingkat internasional.

3. 1996: The Inter-American Convention against Corruption yang merupakan Konvensi Anti Korupsi tingkat regional pertama kali.

4. 1997: The OECD Convention dalam memberantas Suap oleh pejabat asing (Bribery of Foreign Public Officials).

5. 1998-1999: The Council of Europe yang menghasilkan 2 kesepakatan anti korupsi yaitu : Hukum Kriminal (Criminal La w); Konvensi Hukum Sipil (Civil La w Convention)

6. 2000: The UN Convention dalam memberantas Transnational Organized Crime

7. 2003: The African Union Convention yang membahas masalah pencegahan dan pemberantasan korupsi.

Konvensi UNCAC (United Nations Convention Againts Corruption) 2003 adalah konvensi anti korupsi pertama tingkat global yang mengambil pendekatan komprehensif dalam menyelesaikan masalah korupsi. Konvensi UNCAC 2003 terdiri dari delapan bab dengan 71 pasal yang mengharuskan negara-negara peratifikasi mengimplementasikan isi dari konvensi tersebut. Adapun tujuan umum dari Konvensi UNCAC 2003 adalah30:

30


(48)

a. Memajukan dan mengambil langkah-langkah tegas dalam pencegahan (strenghthen measures to prevent and combat corruption more efficiently a nd effectively).

b. Memajukan, memfasilitasi, dan mendukung kerja sama internasional dan bantuan teknik dalam mencegah dan memerangi perbuatan korupsi, termasuk pengembalian aset (to promote, facilitate and support interna tiona l coopera tion a nd technica l a ssista nce in the prevention of a nd fight a ga inst corruption, including in a sset recovery).

c. Memajukan integritas, pertanggungjawaban, dan hubungan manajemen publik yang sesuai dengan kepemilikan umum (to promote integrity, a ccounta bility a nd proper ma nagement of public a ffa irs a nd public property).

Lingkup Konvensi UNCAC 2003, pembukaan dan batang tubuh yang terdiri atas 8 (delapan) bab dan 71 (tujuh puluh satu) pasal dengan sistematika sebagai berikut31:

a. BAB I : Ketentuan umum, memuat pernyataan tujuan; penggunaan istilah-istilah; ruang lingkup pemberlakuan; dan perlindungan kedaulatan.

b. BAB II : Tindakan-tindakan pencegahan, memuat kebijakan dan praktek pencegahan korupsi; badan atau badan-badan pencegahan korupsi; sektor publik; aturan perilaku bagi pejabat publik; pengadaan umum dan pengelolaan keuangan publik; pelaporan publik; tindakan-tindakan yang

31

Diakses dari http://www.unsrat.ac.id/hukum/uu/uu_7_06.htm, diakses tanggal 23 Maret 2015


(49)

berhubungan dengan jasa-jasa peradilan dan penuntutan; sektor swasta; partisipasi masyarakat; dan tindakan-tindakan untuk mencegah pencucian uang.

c. BAB III : Kriminalitas dan penegakan hukum, memuat penyuapan pejabat-pejabat publik nasional, penyuapan pejabat-pejabat publik asing dan pejabat-pejabat organisasi-organisasi internasional publik; penggelapan, penyalahgunaan atau penyimpangan lain kekayaan oleh pejabat publik; memperdagangkan pengaruh; penyalahgunaan fungsi; memperkaya diri secara tidak sah; penyuapan di sektor swasta; penggelapan kekayaan di sektor swasta; pencucian hasil-hasil kejahatan; penyembunyian; penghalangan jalannya proses pengadilan; tanggung jawab badan-badan hukum; keikutsertaan dan percobaan; pengetahuan, maksud dan tujuan sebagai unsur kejahatan; aturan pembatasan; penuntutan dan pengadilan, dan saksi-saksi; pembekuan, penyitaan dan perampasan; perlindungan para saksi, ahli dan korban; perlindungan bagi orang-orang yang melaporkan; akibat-akibat tindakan korupsi; kompensasi atas kerugian; badan-badan berwenang khusus; kerja sama dengan badan-badan penegak hukum; kerjasama antar badan-badan berwenang nasional; kerjasama antara badan-badan berwenang nasional dan sektor swasta; kerahasian bank; catatan kejahatan; dan yurisdiksi. d. BAB IV : Kerjasama internasional. memuat ekstradisi; transfer


(50)

kerjasama penegakan hukum; penyidikan bersama; dan teknik-teknik penyidikan khusus.

e. BAB V : Pengembalian aset, memuat pencegahan dan deteksi transfer hasil-hasil kejahatan; tindakan-tindakan untuk pengembalian langsung atas kekayaan; mekanisme untuk pengembalian kekayaan melalui kerjasama internasional dalam perampasan; kerjasama internasional untuk tujuan perampasan; kerjasama khusus; pengembalian dan penyerahan aset; unit intelejen keuangan; dan perjanjian-perjanjian dan pengaturan-pengaturan bilateral dan multilateral.

f. BAB VI : Bantuan teknis dan pertukaran informasi, memuat pelatihan dan bantuan teknis; pengumpulan, pertukaran, dan analisis informasi tentang korupsi; dan tindakan-tindakan lain; pelaksanaan konvensi melalui pembangunan ekonomi dan bantuan teknis.

g. BAB VII : Mekanisme-mekanisme pelaksanaan, memuat konferensi negara-negara pihak pada konvensi; dan sekretariat. dan pemberantasan korupsi secara efektif dan efisien.

h. BAB VIII : Ketentuan-ketentuan akhir, memuat pelaksanaan konvensi; penyelesaian sengketa; penandatanganan, pengesahan, penerimaan, persetujuan, dan aksesi; pemberlakuan; amandemen; penarikan diri; penyimpanan dan bahasa-bahasa.

Konvensi UNCAC 2003 adalah Konvensi Anti Korupsi yang berlaku secara global, yang dirancang untuk mencegah dan memerangi korupsi secara komprehensif. Konvensi UNCAC 2003 menetapkan secara eksplisit bahwa


(51)

korupsi merupakan kejahatan transnasional dan membawa implikasi yang sangat luas. Korupsi meruntuhkan sendi-sendi demokrasi, menghambat pembangunan berkelanjutan, melanggar hak asasi manusia, menggoyahkan keamanan suatu negara, dan meminimalisasi kesejahteraan bangsa-bangsa. Konvensi UNCAC 2003 menyiapkan 3 (tiga) strategi yang memiliki saling ketergantungan satu sama lain. Ketiga strategi tersebut adalah kriminalisasi (criminalisation), pengembalian hasil aset korupsi (asset recovery), dan kerjasama internasional (international coopera tion).32 Penandatanganan konvensi tersebut memberikan peluang untuk pengembalian aset-aset para koruptor yang dibawa lari ke luar negeri. Selain itu, negara-negara yang telah meratifikasi konvensi ini akan terikat untuk mempidanakan praktek-praktek korupsi, termasuk bermitra dalam pemberian bantuan teknis dan keuangan dalam pengembalian aset yang dikorup. Pelaksanaan dari konvensi UNCAC 2003 bisa dilihat dari berhasilnya Filipina, setelah 18 tahun, berhasil menarik uang Presiden Ferdinand Marcos US$ 624 juta (sekitar Rp 5,6 triliun) dari rekening bank Swiss. Peru berhasil menemukan kembali uang lebih dari US$ 180 juta (sekitar Rp 1,62 triliun) yang dicuri bekas Kepala Intelijen Polisi Vladimiro Montesinos yang disimpan di Swiss, Kepulauan Cayman, dan Amerika Serikat. Nigeria berhasil menemukan kembali aset US$ 505 juta (sekitar Rp 4,5 triliun) di Swiss dari Presiden Jenderal Sani Abacha.33 Keberhasilan dari negara-negara tersebut tidak lepas dari kerjasama internasional antar negara korban dengan negara pihak peratifikasi yang lain dalam rangka pengembalian aset hasil korupsi (asset recovery). Seperti halnya negara berkembang lainnya,

32

http://www.unsrat.ac.id/hukum/uu/uu_7_06.htm, Ibid,

33

Diakses dari http://www.sinarharapan.co.id/berita/0601/09/nas10.html, diakses pada tanggal 21 Maret 2015


(52)

Indonesia juga merupakan negara dengan masalah korupsi yang sangat kompleks. Korupsi di Indonesia sudah menjadi suatu fenomena yang sangat mencemaskan karena telah semakin meluas. Kondisi tersebut telah menjadi salah satu faktor penghambat utama pelaksanaan pembangunan Indonesia dan sangat membahayakan kesatuan dan persatuan bangsa. Di mata internasional, tidak dapat dipungkiri bahwa Indonesia dipandang sebagai salah satu negara terkorup di dunia.34

Dalam rangka menyelesaikan masalah tindak pidana korupsi para pembuat kebijakan telah membentuk Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme sebagai bentuk semangat reformasi hukum terhadap penegakan hukum tindak pidana korupsi.35 Untuk menindak lanjuti semangat reformasi hukum ini lahirlah Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam pelaksanaan teknis pemberantasan tindak pidana korupsi. Presiden menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi diharapkan dapat mewadahi koordinasi antara kepolisian,

34

Diakses dari, http://www.transparency.org/survey/#cpi, Diakses tanggal 21 Maret 2015

35

Korupsi adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundangundangan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi. Kolusi adalah permufakatan atau kerjasama secara melawan hukum antar-Penyelenggara Negara atau antara Penyelenggara Negara dan pihak lain yang merugikan orang lain, masyarakat dan atau negara. Nepotisme adalah setiap perbuatan Penyelenggara Negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroninya di atas kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara.


(53)

kejaksaan, instansi terkait, dan unsur masyarakat dalam upaya penanganan kasus-kasus korupsi secara lebih efektif.36

B.Kedudukan Konvensi United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) 2003 Sebagai Sebuah Perjanjian Internasional

Dalam masyarakat internasional dewasa ini, perjanjian internasional memainkan peranan yang sangat penting dalam mengatur kehidupan dan pergaulan antar negara. Melalui perjanjian internasional, tiap negara menggariskan dasar kerjasama mereka, mengatur berbagai kegiatan, menyelesaikan berbagai masalah demi kelangsungan hidup masyarakat itu sendiri. Dalam dunia yang ditandai saling ketergantungan dewasa ini, tidak ada satu negara yang tidak mempunyai perjanjian dengan negara lain dan tidak ada satu negara yang tidak diatur oleh perjanjian dalam kehidupan internasionalnya.

Perjanjian internasional pada hakekatnya merupakan sumber hukum internasional yang utama adalah instrumen-instrumen yuridis yang menampung kehendak dan persetujuan negara atau subjek hukum internasional lainnya untuk mencapai tujuan bersama. Persetujuan bersama yang dirumuskan dalam perjanjian tersebut merupakan dasar hukum internasional untuk mengatur kegiatan negara -negara atau subjek hukum internasional lainnya di dunia ini.

Oleh karena pembuatan perjanjian merupakan perbuatan hukum maka ia akan mengikat pihak-pihak pada perjanjian tersebut. Dengan demikian secara umum dapat dikatakan bahwa ciri-ciri suatu perjanjian internasional ialah bahwa

36Ibid


(54)

ia dibuat oleh subjek hukum internasional, pembuatannya diatur oleh hukum internasional dan akibatnya mengikat subjek-subjek yang menjadi pihak.

Di samping itu walaupun bermacam-macam nama yang diberikan untuk perjanjian mulai dari yang paling resmi sampai pada bentuk yang sangat sederhana, semuanya sama-sama mempunyai kekuatan hukum dan mengikat pihak-pihak yang terkait. Menurut Myers: ada 39 macam istilah yang digunakan untuk perjanjian-perjanjian internasional.37 Selanjutnya sesuai hukum internasional, setiap negara mempunyai hak untuk membuat perjanjian internasional. Pada dasarnya bagi negara yang berbentuk federal, negara-negara bagian tidak mempunyai wewenang untuk membuat perjanjian internasional karena wewenang tersebut terletak pada pemerintah federal. Namun kadang-kadang berdasarkan konstitusi, negara bagian untuk hal-hal tertentu dapat membuat perjanjian internasional.

Sampai tahun 1969, pembuatan perjanjian-perjanjian internasional hanya diatur oleh hukum kebiasaan. Berdasarkan draft pasal-pasal yang disiapkan oleh Komisi Hukum Internasional, diselenggarakanlah suatu Konferensi Internasional di Wina dari tanggal 26 Maret sampai dengan tanggal 24 Mei 1968 dan dari tanggal 9 April sampai dengan tanggal 22 Mei 1969 untuk mengkodifikasikan hukum kebiasaan tersebut. Konferensi kemudian melahirkan Vienna Convention On the La w of Trea ties yang ditandatangani tanggal 23 Mei 1969. Konvensi ini mulai berlaku sejak tanggal 27 Januari 1980 dan telah merupakan hukum

37

Myers, The Names and Scoope of Treaties, 51 American Journal of International Law , 1957, hal. 574,575


(55)

internasional positif. Sampai Desember 1999, sudah 90 negara menjadi pihak pada Konvensi tersebut.

(1)Defenisi dan Ruang Lingkup

Perjanjian internasional merupakan salah satu sumber hukum internasional. Sebagaimana tercantum dalam Pasal 38 Statuta Mahkamah Internasional, sumber-sumber hukum internasional terdiri dari:

a) perjanjian internasional (international conventions), baik yang bersifat umum maupun khusus;

b) kebiasaan internasional (international custom);

c) prinsip-prinsip hukum umum (general principles of la w) yang diakui oleh negara-negara beradab;

d) keputusan pengadilan (judicial decisions) dan pendapat para ahli yang telah diakui kepakarannya (teachings of the most highly qualified publicists) merupakan sumber tambahan hukum internasional.

Dalam Pasal 2 Konvensi Wina 1969, perjanjian internasional (treaty) didefinisikan sebagai:

Sua tu persetujua n yang dibua t a nta r nega ra da la m bentuk tertulis, dan dia tur oleh hukum interna siona l, a pa kah da la m instrumen tungga l a ta u dua a ta u lebih instrumen ya ng berka ita n da n apa pun na ma ya ng diberikan pa danya

.

Defenisi ini kemudian dikembangkan oleh Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri yaitu:

Per ja njia n interna siona l ada la h perja njia n da la m bentuk da n sebutan a pa pun, yang dia tur oleh hukum interna siona l da n dibua t seca ra tertulis oleh Pemerinta h Republik Indonesia denga n sa tu a tau lebih nega ra , orga nisasi interna siona l a ta u subjek hukum interna siona l la innya , serta


(56)

menimbulka n ha k da n kewa jiba n pa da Pemerinta h Republik Indonesia ya ng bersifa t hukum publik.

Berdasarkan defenisi di atas, dapat disimpulkan bahwa perjanjian internasional adalah semua perjanjian yang dibuat oleh negara sebagai salah satu subjek hukum internasional, yang diatur oleh hukum internasional dan berisikan ikatan-ikatan yang mempunyai akibat-akibat hukum.

Sehubungan dengan itu terdapat dua unsur pokok yang terdapat dalam defenisi perjanjian internasional tersebut:

(a)Adanya subjek hukum internasional

Negara adalah subjek hukum internasional, par exellence, yang mempunyai kapasitas penuh untuk membuat perjanjian-perjanjian internasional seperti yang tercantum dalam Pasal 6 Konvensi Wina .

Kesulitan mungkin timbul bila menyangkut negara-negara federal, organisasi-organisasi internasional atau gerakan-gerakan pembebasan nasional.

Komisi Hukum Internasional memang mengajukan rancangan mengenai kemungkinan negara-negara bagian dari suatu negara federal membuat perjanjian dengan negara-negara lain bila konstitusi federal mengijinkannya dan dalam batas-batas yang ditentukan. Tetapi usul tersebut ditolak oleh Konferensi yang menggarisbawahi bahwa permasalahannya lebih banyak bersifat intern suatu negara dan Konferensi kelihatannya tidak mau melibatkan diri pada masalah yang cukup peka.

Dalam prakteknya ada konstitusi yang melarang dan ada yang membiarkannya. Amerika Serikat, Meksiko, dan Venezuela misalnya melarang negara-negara bagian membuat perjanjian dengan negara-negara lain. Kanada


(57)

yang semula mempunyai sikap yang sama berangsur-angsur melunakkan posisinya dan memberikan kemungkinan kepada Propinsi Quebec yang berbahasa Perancis untuk membuat perjanjian kerjasama kebudayaan negara-negara fra ncophone.38

Disamping itu Konstitusi Uni Soviet 7 Oktober 1977 (Pasal 70), Konstitusi Jerman 28 Mei 1949 dan Konstitusi Swiss 29 Mei 1974 juga memberikan wewenang tertentu kepada negara-negara bagian untuk membuat persetujuan dengan negara-negara lain

Sekarang organisasi-organisasi internasional juga sudah diberikan wewenang untuk membuat perjanjian internasional. Sebagai contoh perjanjian antara UNESCO dengan Perancis, 2 Juli 1954 tentang pendirian gedung dan status UNESCO di Perancis, antara PBB dengan Pemeritah Amerika Serikat, 26 Juni 1947 tentang pendirian dan status hukum gedung PBB di kota New York. Bahkan juga antara suatu organisasi internasional dengan organisasi internasional lainnya yaitu Konvensi yang ditandatangani tanggal 19 April dan 19 Juli 1946 di Jenewa antara LBB (Liga Bangsa-Bangsa) dan PBB mengenai penyerahan inventaris dan gedung dari Organisasi yang pertama kepada PBB.

Pembatasan bagi organisasi internasional untuk mebuat perjanjian jelas terdapat dalam Pasal 6 Konvensi mengenai perjanjian-perjanjian yang dibuat antara negara dan organisasi internasional atau antara organisasi-organisasi internasional yang berbunyi : kapasitas suatu organisasi internasional untuk

38


(1)

6. Menghukum seberat-beratnya pelaku tindak pidana korupsi agar ada efek jera untuk melakukan hal itu lagi.


(2)

DAFTAR PUSTAKA Buku

Atmasasmita, Romli, 2002, Korupsi, Good Governance dan Komisi Anti Korupsi di Indonesia, Penerbit Perum Percetakan Negara Republik Indonesia, Jakarta

Kusumaatmadja, Mochtar, dkk., 2003, Pengantar Hukum Internasional, Penerbit PT. Alumni, Bandung

Mauna, Boer, 2008, Hukum Internasional: Pengertian, Peranan, dan Fungsi Da la m Era Dina mika Globa l, Penerbit PT. Alumni, Bandung

Djamily Mizwar, dkk., Tanpa tahun, Mengenal PBB dan 170 Negara Di Dunia, Penerbit PT. Kreasi Jaya Utama

Darmawan, Prinst, 2002, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Penerbit PT. Citra Aditya, Bandung

Soekanto, Soerjono, 2008, Pengantar Penelitian Hukum, Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta

Sunggono, Bambang, 2003, Metodologi Penelitian Hukum, Penerbit Raja Grafindo Persada

Moloeng, Lexy J., 1989, Metode Penelitian Hukum Kualitatif, Penerbit Remaja Karya, Bandung

Ali, Mahrus, 2013, Asas,Teori, dan Praktek Hukum Pidana Korupsi, Penerbit UII Press, Yogyakarta

Winamo, Budi, 2008, Isu-Isu Global Kontemporer , Penerbit Caps: Yogyakarta, Yogyakarta

---, 2008, Beberapa Pemimpin Terkorup di Dunia, Figur, Vol XXVII/TH.2008, Tanpa penerbit,

Myers, 1957, The Names and Scoope of Treaties, Penerbit 51 American Journal of International Law

Morin, J.Y., 1965, In Annuaire Canadien de Droit Internasional (ACDI), Tanpa penerbit

Tsani, Mohd.Burhan, 1990, Hukum dan Hubungan Internasional, Penerbit Yogyakarta: Liberty, Yogyakarta


(3)

Kusumaatmadja, Mochtar, dkk., 2010, Pengantar Hukum Internasional, Penerbit PT. Alumni, Bandung

Anan, Kofi, Tanpa Tahun, Kata Pengantar UNCAC pdf

Blay, Sam, 2003, Public International Law: An Australian Perspective Second Edition, Penerbit Oxford

ADB/OECD Anti-Corruption Initiative, 2010, Framework for Practice on MLA a nd Extra dition: Mutua l Lega l Assista nce, Extra dition a nd Recovery of Proceeds of Corruption in Asia a nd the Pa cific,

Direktorat Perjanjian Internasional Politik dan Keamanan Wilayah Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, 2010, Pointers Upaya Pemerintah RI da la m Pengemba lian Aset (Asset Recovery) Ha sil Tinda k Pida na di Lua r Negeri

Gamasih, Yenti, 2010, Asset Recovery Act sebagai Strategi dalam Pengembalian Aset Ha sil Korupsi, Penerbit Jurnal Legislasi Indonesia, Jakarta

Lubis, Elmar Iwan, 2012, Pedoman Praktis Pembuatan, Pengesahan dan Penyimpa na n Perja njia n Interna siona l Terma suk Penyia pan Full Powers da n Credentia ls, Penerbit Direktorat Perjanjian Ekonomi dan Sosial Budaya Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Jakarta

Ardhiwisastra, Yudha Bhakti, 2003, Hukum Internasional Bunga Rampai, Penerbit PT. Alumni, Bandung

Damos, Dumoli Agusman, 2012, Dasar Konstitusional Per janjian Internasional Menga is La ta r Bela ka ng da n Dina mika Pa sa l 11 UUD 1945, Penerbit Opinio Juris Volume 04, Januari-April 2012

Kusumaatmadja, Mochtar, dan Etty R. Agoes, 2003, Pengantar Hukum Interna siona l, Penerbit PT. Alumni, Bandung

Eser, Albin, dan Michael Kubicil, 2005, Institutions against Corruption: A Compa ra tive Study ofthe Na tiona l Anti-Corruption Stra tegies reflected by GRECO's First Eva lua tion Round, Penerbit Nomos

Jayawickrama, Nihal, Jeremy Pope dan Oliver Stolpe, Tanpa tahun, Legal Provisions to Fa cilita te the Ga thering of Evidence in Corruption Ca ses: Ea sing the Burden of Proof

Atmasasmita, Romli, 2003, Pengantar Hukum Pidana lnternasional, Penerbit Refika Aditama, Bandung


(4)

Isra, Saldi, dan Eddy O.S Hiarriej, 2009, Perspektif Hukum Pemberantasan Korupsi di Indonesia : Korupsi Mengorupsi Indonesia , Penerbit Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Undang-Undang dan Konvensi

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan UNCAC 2003

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional United Na tions Convention Aga inst Corruption 2003

Internet

http://www.jurnal.usu.ac.id

http://id.wikipedia.org/wiki/Organisasi

http://Mahendraputra.net/MATERI-PERKULIAHAN-HUKUM-INTERNASIONAL-101

http://en.wikipedia.org/wiki/United_Nations_Convention_against_Corruption https://translate.google.com/

http://jurnal-libre.com/pdf

http://www.unodc.org/unodc/en/treaties/CAC/index.html http://www.sinarharapan.co.id/berita/0603/23/taj01.html


(5)

http://www.sinarharapan.co.id/berita/0601/09/nas10.html http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/0105/15/0801.htm

http://en.wikipedia.org/wiki/Convention_against_Transnational_Organized_Crim e

http://www.unsrat.ac.id/hukum/uu/uu_7_06.htm http://www.transparency.org/survey/#cpi

http://acch.kpk.go.id/documents/10157/27925/GAP+Analysis+Indonesia+terhada p+UNCAC.pdf

http://www.ti.or.id/media/documents/2013/11/06/t/o/tor_sensitisasi_uncac_jakarta .pdf

http://www.dpr.go.id/id/Komisi/Komisi-III

http://www.dpr.go.id/id/tentangdpr/pembuatan-undang-undang http://www.unodc.org/unodc/en/treaties/CAC/signatories.html

http://www.okezone.com/index.php?option=com_content&task=view&id=48142 &Itemid=67

http://pustakahpi.kemlu.go.id/app/Volume%202,%20Mei-Agustus%202011_46_56.PDF

http://jurnalrepository.unej.ac.id.pdf

http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=167205

http://www.sumeks.co.id/index.php?option=com_content&task=view&id=24221 &Itemid=56

http://www.tribunnews.com/2012/01/04/2011-indonesia-sepakati-146-perjanjian-internasional

http://stredoall.blogspot.com/2010/06/kerjasama-internasional-mla.html http://www.google.com

http://repository.upnyk.ac.id/8159/2/Hikmatul_Akbar_Carmeli_Konvensi_Anti_K orupsi_PBB.pdf


(6)

http://repo.unsrat.ac.id/24/1/DIMENSI_DAN_IMPLEMENTASI_PERBUATAN _MELAWAN_HUKUM_MATERIIL.pdf

https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=7&ved= 0CFAQFjAG&url=http%3A%2perpustakaan.bphn.go.id%2Findex.php%2Fsearch katalog%2FdownloadDatabyId%2F11731%2FNASKAHAKADEMIKRANCAN

GANUNDANG-UNDANGPEMBERANTASANTINDAKPIDANAKORUPSI.pdf&ei=NrRRVfef DtKjugSMsYCICA&usg=AFQjCNHUAGxGpDAWP59ojF2_tUW1hVn_1A&sig 2=2KGDZdQUXhvnKJjnAG5r-Q

http://download.portalgaruda.org/article.php?article=260946&val=7042&title=PE RJANJIAN%20INTERNASIONAL%20DALAM%20PENGEMBALIAN%20%2 0ASET%20HASIL%20KORUPSI%20DI%20INDONESIA