adalah H.B vos, WPJ. Pompe, dan Moeljatno.
18
Sudarto merumuskan unsur-unsur perbuatan pidanatindak pidana sebagai berikut: a. Perbuatan manusia;
b. Yang memenuhi rumusan dalam undang-undang ini merupakan syarat formil; c. Bersifat melawan hukum ini merupakan syarat materiil.
19
Orang yang dapat dipidana, maka orang yang melakukan tindak pidana yang memenuhi unsur-unsur tersebut diatas harus dapat dipertanggungjawaban pidana
ini melekat pada orangpelaku tindak pidana, menurut Moeljatno unsur-unsur pertanggungjawaban pidana meliputi :
1 Kesalahan. 2 Kemampuan bertanggungjawaab.
3 Tidak ada alasan pemaaf.
20
D. Tindak Pidana Pelanggaran Hak Cipta
Pasal 72 ayat 1: Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 49 Ayat 1 dan Ayat 2 dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 satu bulan danatau
denda paling sedikit Rp1.000.000,00 satu juta rupiah, atau pidana penjara paling lama 7 tujuh tahun danatau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 lima
miliar rupiah.
Pasal 72 ayat 2: Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau
menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 lima tahun
danatau denda paling banyak
18
Tri Andrisman, op.cit., hlm. 72.
19
Sudarto, op.cit., hlm. 43.
20
Ibid., hlm. 44.
Rp500.000.000,00 lima ratus juta rupiah. Unsur-unsur pidananya, yaitu:
1. Setiap Orang, yang dimaksud dengan unsur ini adalah setiap orang atau siapa saja sebagai pendukung hak dan kewajiban yang mampu bertanggungjawab
atas perbuatan yang dilakukannya. 2. Dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau memjual
kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait. Yang dimaksud dengan sengaja adalah perbuatan yang dilakukan
tersebut sesuai dengan kehendak atau niat dari peaku dan pelaku menyadari akan akibat dari perbuatannya tersebut.
E. Teori Dasar Pertimbangan Hukum Hakim
Menurut Andi Hamzah
21
bahwa Hakim yang bebas dan tidak memihak telah menjadi ketentuan universal. Ia menjadi ciri negara hukum. Sistem yang dianut
di Indonesia, pemeriksaan di sidang pengadilan yang dipimpin oleh Hakim, maka hakim itu harus aktif bertanya dan memberi kesempatan kepada pihak terdakwa
yang diawali oleh penasihat hukumnya untuk bertanya kepada saksi-saksi, begitu pula kepada penuntut umum. Semua itu dengan maksud menemukan kebenaran
materiil. Hakimlah yang bertanggung jawab atas segala yang diputuskannya. Menurut Lilik Mulyadi
22
bahwa perihal putusan hakim atau putusan pengadilan merupakan aspek penting dan diperlukan untuk menyelesaikan perkara pidana.
Dengan demikian dapat dikonklusikan lebih jauh bahwasannya putusan hakim di
21
Andi Hamzah, 2001, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 97.
22
Lilik Mulyadi, 2007, Putusan Hakim dalam Hukum Acara Pidana: Teori Praktik, Teknik Penyusunan dan Permasalahannya, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 119.
satu pihak berguna bagi terdakwa guna memperoleh kepastian hukum tentang statusnya dan sekaligus dapat mempersiapkan langkah berikutnya terhadap
putusan tersebut dalam arti dapat berupa menerima putusan, melakukan upaya hukum verzet, banding, atau kasasi, melakukan grasi, dsb. Sedangkan di pihak
lain, apabila ditelaah melalui visi hakim yag mengadili perkara, putusan hakim adalah mahkota dan puncak pencerminan nilai-nilai keadilan, kebenaran hakiki,
hak asasi manusia, penguasaan hukum atau fakta secara mapan, mumpuni, dan faktual, serta visualisasi etika, mentalitas, dan moralitas dari hakim yang
bersangkutan. Teori dasar pertimbangan hukum hakim, yaitu putusan hakim yang baik,
mumpuni, dan sempurna hendaknya putusan tersebut dapat diuji dengan empat kriteria dasar pertanyaan the 4 way test berupa:
23
1. Benarkah putusanku ini? 2. Jujurkah aku dalam mengambil putusan?
3. Adilkah bagi pihak-pihak putusan? 4. Bermanfaatkah putusanku ini?
Menurut Soerjono Soekanto,
24
walaupun praktiknya telah bertitik tolak dari sifatsikap seseorang Hakim yang baik, kerangka landasan berfikirbertindak dan
melalui empat buah titik pertanyaan tersebut di atas, maka hakim ternyata seorang manusia biasa yang tidak luput dari kelalaian, kekeliruankekhilafan rechterlijk
dwaling, rasa rutinitas, kekuranghati-hatian, dan kesalahan. Dalam praktik peradilan, ada saja aspek-aspek tertentu yang luput dan kerap tidak diperhatikan
23
Ibid., hlm. 136.
24
Soerjono Soekanto, 1986, op.cit., hlm. 125.
hakim dalam membuat keputusan. Dengan visi bahwasannya putusan hakim merupakan mahkota dan puncak dari
perkara pidana tentu saja hakim harus juga mempertimbangkan aspek-aspek lainnya selain dari aspek yuridis, sehingga putusan hakim tersebut lengkap
mencerminkan nilai-nilai sosiologis, filosofis, dan yuridis. Pada hakikatnya dengan adanya pertimbangan-pertimbangan tersebut diharapkan nantinya
dihindari sedikit mungkin putusan hakim menjadi batal demi hukum van rechtswege nietig atau null and void karena kurang pertimbangan hukum
onfoldoende gemotiverd. Praktik peradilan pidana pada putusan hakim sebelum pertimbangan-
pertimbangan yuridis dibuktikan, maka hakim terlebih dahulu akan menarik fakta- fakta dalam persidangan yang timbul dan merupakan konklusi kumulatif dari
keterangan para saksi, keterangan terdakwa, dan barang bukti yang diajukan dan diperiksa di persidangan.
Teori Dasar Pertimbangan Hakim, menurut Mackenzie, ada beberapa teori atau pendekatan yang dapat dipergunakan oleh hakim dalam mempertimbangkan
penjatuhan putusan dalam suatu perkara, yaitu: a. Teori Keseimbangan
Keseimbangan yang dimaksud adalah keseimbangan antara syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang dan kepentingan pihak-pihak yang berkaitan
dengan perkara, antara lain adanya keseimbangan yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat, kepentingan terdakwa dan kepentingan korban, atau
kepentingan pihak penggugat dan pihak tergugat.
b. Teori Pendekatan Seni dan Intuisi Penjatuhan putusan pengadilan oleh hakim merupakan diskresi suatu kewenangan
dari hakim. Sebagai diskresi dalam penjatuhan putusan, hakim akan menyesuaikan dengan keadaan dan hukuman yang wajar bagi setiap pelaku tindak
pidana atau dalam perkara perdata, hakim akan melihat keadaan pihak yang berperkara, yaitu tergugat dan penggugat. Dalam perkara pidana, yaitu pelaku dan
korban. Pendekatan seni dan intuisi dipergunakan oleh hakim dalam penjatuhan suatu putusan, lebih ditentukan oleh instink atau intuisi daripada pengetahuan
hakim.
c. Teori Pendekatan Keilmuan Titik tolak dari teori ini adalah pemikiran bahwa proses penjatuhan pidana harus
dilakukan secara sistematik dan penuh kehati-hatian, khususnya dalam kaitan dengan putusan-putusan terdahulu dalam rangka menjamin konsistensi dari
putusan hakim.
d. Teori Pendekatan Pengalaman Pengalaman dari seorang hakim merupakan hal yang dapat membantunya dalam
menghadapi perkara-perkara yang dihadapinya sehari-hari, karena dengan pengalaman yang dimilikinya, seorang hakim dapat mengetahui dampak dari
putusan yang dijatuhkan dalam suatu perkara pidana, yang berkaitan dengan pelaku, korban maupun masyarakat.
25
e. Teori Ratio Decidendi
25
Ahmad Rifai, 2010, Loc., Cit.
Teori ini didasarkan pada landasan filsafat yang mempertimbangkan segala aspek yang berkaitan dengan pokok perkara yang dimasalahkan, kemudian mencari
peraturan perundang-undangan yang relevan dengan pokok perkara sebagai dasar hukum dalam penjatuhan putusan, serta pertimbangan hakim harus didasarkan
pada motivasi yang jelas untuk menegakkan hukum dalam memberikan keadilan bagi para pihak yang berperkara.
f. Teori Kebijaksanaan
Sebenarnya teori ini berkenaan dengan putusan hakim dalam perkara di pengadilan anak. Landasan dari teori kebijakan ini menekankan rasa cinta
terhadap tanah air, nusa, dan bangsa Indonesia serta kekeluargaan harus ditanam, dipupuk, dan dibina. Selanjutnya teori ini menekankan bahwa pemerintah,
masyarakat dan orang tua ikut bertanggung jawab untuk membimbing, membina, mendidik, dan melindungi anak, agar kelak dapat menjadi manusia yang berguna
bagi keluarga, masyarakat, dan bagi bangsanya.
26
F. Teori Pemidanaan