Pertanggungjawaban Pidana Pelanggaran Hak Cipta Terhadap Ciptaan yang Dilindungi Dalam UU No.19 Tahun 2002 (Studi Kasus No.3683/Pid.B/2008/PN.Mdn)”.

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Buku-Buku

Atmadja, Hendra Tanu, Hak Cipta Musik dan Lagu, Jakarta : Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003.

Chazawi, Adami, Pelajaran Hukum Pidana, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2001.

Djumhana, Muhammad, dan R. Djubaedillah, Hak Milik Intelektual, Sejarah, Teori, dan Praktiknya di Indonesia, Bandung : PT Citra Aditya Bhakti, 1997.

Farid, H.A.Zainal Abidin, Hukum Pidana I, Jakarta : Sinar Grafika, 2007.

Garner, Bryan A., (Ed.), Black’s Law Dictionary, Seventh Edition, St.Paul, Minn. : West Group, 1999.

Hamzah, Andi, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta : Rineka Cipta, 1994.

Lindsey, Tim, (Ed.), Hak Kekayaan Intelektual : Suatu Pengantar, Bandung : PT Alumni bekerja sama dengan Asian Law Group Pty Ltd., 2002.

Mellinkoff, David, Mellinkoff’s Dictionary Of American Legal Usage, St.Paul, Minn. : West Publishing Co., 1992.

Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta : Rineka Cipta, 2002.

Muhammad, Abdul Kadir, Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, Bandung : PT Citra Aditya Bhakti, 2001.

Prodjodikoro, Wirjono, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Jakarta : PT Eresco, 1969.


(2)

Prodjodikoro, Wirjono, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Jakarta : PT Eresco, 1980.

Rosidi, Ajip, Undang-Undang Hak Cipta : Pandangan Seorang Awam, Jakarta : PT Djambatan, 1984.

Tongat, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia Dalam Perspektif Pembaharuan, Malang : UMM Press, 2009.

Peraturan Perundang-undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

PP No.14 Tahun 1986, LN. 1986-18.

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.

Internet

http://buletinlitbang.dephan.go.id/index.asp?vnomor=14&mnorutisi=9

http://donxsaturniev.blogspot.com/2010/08/kemampuan-bertanggungjawab.html

http://en.wikipedia.org/wiki/Agreement_on_Trade-Related_Aspects_of_Intellectual_Property_Rights

http://id.wikipedia.org/wiki/Hak_cipta

http://id.wikipedia.org/wiki/Hak_cipta#Hak-hak_yang_tercakup_dalam_hak_cipta

http://id.wikipedia.org/wiki/Hak_cipta#Perolehan_dan_pelaksanaan_hak_cipta

http://ilmucomputer2.blogspot.com/2009/10/pengertian-pertanggungjawaban.html

http://politik.kompasiana.com/2010/01/24/aspek-hukum-terhadap-pembajakan-vcd-dan-hak-cipta-di-indonesia/


(3)

http://www.total.or.id/info.php?kk=Hak%20Cipta


(4)

BAB III

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA

TERHADAP PELANGGARAN HAK CIPTA

A. Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelanggaran Hak Cipta Pada VCD Bajakan Menurut UU No. 19 Tahun 2002

Azas pertanggungjawaban dalam hukum pidana ialah : tidak dipidana jika tidak ada kesalahan (geen straf zonder schuld; actus non facit reum nisi mens sir rea). Azas ini tidak tersebut dalam hukum tertulis tapi dalam hukum yang tak tertulis yang juga di Indonesia berlaku.47

Pertanggungjawaban tanpa adanya kesalahan dari pihak yang melanggar, dinamakan leer van het materiele feit (feit materielle). Dahulu dijalankan atas pelanggaran tapi sejak adanya arrest susu dari H. R. 1961 Nederland, hal itu ditiadakan.48

Menurut Prof. Moeljatno orang tidak mungkin dipertanggungjawabkan (dijatuhi pidana) kalau tidak melakukan perbuatan pidana.49

Agar dapat dimintai pertanggungjawaban pidana harus memenuhi 3 unsur, yaitu :50

1. Adanya kemampuan bertanggung jawab.

47

Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2002, hal. 153. 48

Ibid.

49

Ibid., hal. 155. 50

Tongat, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia Dalam Perspektif Pembaharuan, UMM Press, Malang, 2009, hal. 225.


(5)

2. Mempunyai suatu bentuk kesalahan yang berupa kesengajaan atau kealpaan.

3. Tidak adanya alasan penghapus kesalahan (alasan pemaaf).

1. Kemampuan Bertanggung Jawab

Kitab Undang-Undang hukum pidana di seluruh dunia pada umumnya tidak mengatur tentang kemampuan bertanggung jawab. Yang diatur ialah kebalikannya, yaitu ketidakmampuan bertanggung jawab.51

Mengenai mampu bertanggung jawab ini adalah hal mengenai jiwa seseorang yang diperlukan dalam hal untuk dapat menjatuhkan pidana, dan bukan hal untuk terjadinya tindak pidana. Jadi untuk terjadinya tindak pidana tidak perlu dipersoalkan tentang apakah terdapat kemampuan bertanggung jawab ataukah tidak mampu bertanggung jawab. Terjadinya tindak pidana tidak serta merta diikuti pidana kepada penindaknya. Akan tetapi, ketika menghubungkan perbuatan itu kepada orangnya untuk menjatuhkan pidana, bila ada keraguan perihal keadaan jiwa orangnya, barulah diperhatikan atau dipersoalkan tentang ketidakmampuan bertanggung jawab, dan haruslah pula dibuktikan untuk tidak dipidananya terhadap pembuatnya.

Dalam KUHP memang tidak ada rumusan yang tegas tentang kemampuan bertanggung jawab pidana. Pasal 44 ayat (1) KUHP justru merumuskan tentang mengenai keadaan mengenai kapan seseorang tidak mampu bertanggung jawab agar tidak dipidana, artinya merumuskan perihal kebalikan (secara negatif) dari kemampuan bertanggung jawab. Sementara kapan orang bertanggung jawab, dapat diartikan kebalikannya, yaitu apabila tidak terdapat tentang dua keadaan jiwa sebagaimana yang diterangkan dalam pasal 44 tersebut.

52

51

H. A. Zainal Abidin Farid, Hukum Pidana I, Sinar Grafika, Jakarta, 2007, hal. 260. 52

Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, hal. 146.


(6)

Moeljatno menarik kesimpulan tentang adanya kemampuan bertanggung jawab, ialah :

a. Harus adanya kemampuan untuk membeda-bedakan antara perbuatan yang baik dan yang buruk, yang sesuai hukum dan yang melawan hukum.

b. Harus adanya kemampuan untuk menentukan kehendaknya menurut keinsyafan tentang baik dan buruknya perbuatan tadi.53

Untuk menjelaskan hal kapankah terdapatnya kemampuan bertanggung jawab pidana, dapat dengan dua cara, yaitu sebagai berikut :54

a. Dengan berdasarkan dan atau mengikuti dari rumusan pasal 44 (1) KUHP. Dari pasal 44 (1) KUHP itu sendiri, yang sifatnya berlaku umum, artinya berlaku terhadap semua bentuk dan wujud perbuatan. Pasal 44 (1) menentukan dua keadaan jiwa yang tidak mampu bertanggung jawab atas semua perbuatannya (berwujud tindak pidana), apabila tidak terdapat dua keadaan jiwa sebagaimana yang dinyatakan pasal 44 (1), artinya bila jiwanya tidak cacat dalam pertumbuhannya, atau jiwanya tidak terganggu karena penyakit, demikian itulah orang mampu bertanggung jawab.

b. Dengan tidak menghubungkannya dengan norma pasal 44 (1), dengan mengikuti pendapat Satochid Kartanegara, orang yang mampu bertanggung jawab itu ada tiga syarat yang harus dipenuhi, yaitu :

1) Keadaan jiwa seseorang yang sedemikian rupa (normal) sehingga ia bebas atau mempunyai kemampuan dalam menentukan kehendaknya terhadap perbuatan yang ia (akan) lakukan.

53

Moeljatno, Op.Cit., hal. 165. 54


(7)

2) Keadaan jiwa orang itu yang sedemikian rupa, sehingga ia mempunyai kemampuan untuk dapat mengerti terhadap nilai perbuatannya beserta akibatnya.

3) Keadaan jiwa orang itu sedemikian rupa sehingga ia mampu untuk menyadari, menginsyafi bahwa perbuatan yang (akan) dilakukannya itu adalah suatu kelakuan yang tercela, kelakuan yang tidak dibenarkan oleh hukum, atau oleh masyarakat maupun tata susila.

2. Kesalahan Yang Berupa Kesengajaan Atau Kealpaan

a) Kesengajaan

Di dalam penjelasan resmi KUHP (Memory van Toelichting) “kesengajaan” atau opzet diartikan sebagai “menghendaki” dan “mengetahui” (willen en wetens). Dengan batasan yang diberikan Memory van Toelichting di atas secara umum dapatlah dikatakan, bahwa kesengajaan mengandung pengertian adanya kehendak dan adanya kesadaran / pengetahuan dalam diri seseorang yang melakukan perbuatan (pidana). Dengan demikian, maka seseorang dikatakan dengan sengaja melakukan suatu perbuatan (pidana) apabila orang itu menghendaki terhadap dilakukannya perbuatan itu dan menyadari / mengetahui terhadap apa yang dilakukannya itu.55

Berkaitan dengan masalah kesengajaan di dalam ilmu pengetahuan hukum pidana (doktrin) dikenal ada 2 teori tentang kesengajaan, yaitu :56

1) Teori kehendak (wilstheorie)

55

Tongat, Op.Cit., hal. 238. 56


(8)

Menurut teori ini, seseorang dianggap sengaja melakukan suatu perbuatan (pidana) apabila orang itu menghendaki dilakukannya perbuatan itu.

2) Teori pengetahuan / membayangkan (voorstelling-theorie)

Menurut teori ini, sengaja berarti membayangkan akan timbulnya akibat perbuatannya. Dalam pandangan teori ini orang tidak bis menghendaki akibat (suatu perbuatan), tetapi hanya bisa membayangkan (akibat yang akan terjadi).

Dalam hal seseorang melakukan sesuatu dengan sengaja dapat dibedakan 3 corak / bentuk kesengajaan, yaitu sebagai berikut :57

1) Kesengajaan sebagai maksud / tujuan (opzet alsoogmerk) atau sering disebut dengan dolus directus.

Kesengajaan sebagai maksud akan terjadi, apabila seseorang menghendaki melakukan suatu perbuatan sekaligus menghendaki terhadap timbulnya akibat perbuatan itu.

2) Kesengajaan dengan tujuan yang pasti atau yang merupakan keharusan.

Kesengajaan ini akan terjadi apabila seseorang melakukan suatu perbuatan mempunyai tujuan untuk menimbulkan akibat tertentu, tetapi disamping akibat yang dituju itu pelaku insyaf atau menyadari, bahwa dengan melakukan perbuatan untuk menimbulkan akibat yang tertentu itu, perbuatan tersebut pasti akan menimbulkan akibat lain yang sebenarnya tidak dikehendaki hanya disadari kepastian akan terjadinya.

57


(9)

3) Kesengajaan dengan sadar akan kemungkinan atau kesengajaan dengan syarat (voorwardelijk opzet / dolus eventualis).

Kesengajaan ini akan terjadi apabila seseorang melakukan suatu perbuatan mempunyai tujuan untuk menimbulkan akibat tertentu, tetapi disamping akibat yang dituju itu pelaku insyaf atau menyadari, bahwa dengan melakukan perbuatan itu untuk menimbulkan akibat tertentu itu, perbuatan tersebut mungkin akan menimbulkan akibat lain yang sebenarnya tidak dikehendaki hanya disadari kemungkinan akan terjadi.

b) Kealpaan / Kelalaian (culpa)

Di dalam penjelasan resmi KUHP (Memory van Toelichting) mengatakan, bahwa kelalaian (culpa) terletak antara sengaja dan kebetulan. Culpa dipandang lebih ringan dibanding dengan sengaja. Oleh karena itu Hazewinkel Suringa mengatakan bahwa delik culpa itu merupakan delik semu (quasidelict) sehingga diadakan pengurangan pidana.58

Untuk adanya kealpaan harus dipenuhi 2 syarat, yaitu :59

a. Tidak adanya kehati-hatian yang diperlukan dalam pengertian telah berbuat tidak hati-hati. Syarat ini ditujukan pada kealpaan / kelalaian terhadap perbuatannya. Jenis kealpaan ini merupakan kealpaan / kelalaian yang terjadi pada jenis tindak pidana formil.

b. Adanya akibat yang dapat diduga sebelumnya, dalam pengertian, pelaku telah tidak menduga terhadap timbulnya akibat yang seharusnya diduganya. Syarat ini ditujukan pada kealpaan /

58

Andi Hamzah, Op.Cit., hal. 125. 59


(10)

kelalaian terhadap akibatnya. Jenis kealpaan ini merupakan kealpaan / kelalaian yang terjadi pada jenis tindak pidana materil.

3. Tidak Ada Alasan Pemaaf

Agar seseorang yang telah melakukan tindak pidana dapat dimintai pertanggungjawaban pidana atau dapat dipersalahkan telah melakukan tindak pidana sehingga karenanya dapat dipidana maka salah satu syaratnya adalah tidak adanya alasan penghapus kesalahan (alasan pemaaf). Apabila dalam diri pelaku ada alasan penghapus kesalahan atau alasan pemaaf, maka orang itu tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana, sebab kesalahan orang itu akan dimaafkan. Dalam hal ini, perbuatan orang tersebut tetap sebagai tindak pidana atau bersifat melawan hukum, tetapi terhadap orang itu tidak dapat dijatuhi pidana oleh karena dalam diri orang itu dianggap tidak ada kesalahan. Dengan demikian, alasan penghapus kesalahan atau alasan pemaaf merupakan salah satu alasan penghapus pidana atau alasan meniadakan pidana.60

1) Tidak mampu bertanggung jawab (diatur dalam pasal 44 KUHP). Adapun alasan-alasan yang dapat menghapus kesalahan terdakwa antara lain :

2) Daya paksa (diatur dalam pasal 48 KUHP).

3) Pembelaan terpaksa yang melampaui batas (diatur dalam pasal 49 ayat (2) KUHP).

4) Melaksanakan perintah jabatan yang tidak sah dengan itikad baik (diatur dalam pasal 51 ayat (2) KUHP).61

60

Tongat, Op.Cit., hal. 297. 61


(11)

Meskipun telah mempunyai Undang-undang UU No.19/2002 tentang Hak Cipta (berapa kali direvisi) dan pemberlakuannya tentang hak cipta pun telah diberlakukan efektif sejak 29 Juli 2003, semestinya mampu membuat para pembajak jera, namun pada kenyataannya pelanggaran terhadap HAKI masih saja terjadi bahkan cenderung ke arah yang semakin memprihatinkan. Salah satu dari bentuk pelanggaran itu adalah pembajakan VCD. Banyak VCD palsu yang ada di kalangan masyarakat justru filmnya belum diputar di studio secara resmi. Begitu tingginya peredaran VCD bajakan, bahkan telah sampai ke pelosok pedesaan. Hal ini tentunya sangat mengkhawatirkan, mengingat bangsa Indonesia adalah salah satu penandatanganan perjanjian TRIPs (Trade Related Aspect of Intellectual Property Rights) yaitu perjanjian Hak-Hak Milik Intelektual berkaitan dengan perdagangan dalam Badan Perdagangan Dunia (WTO) yang harus tunduk pada perjanjian internasional itu. Kendala utama yang dihadapi bangsa Indonesia dalam upaya perlindungan Hak akan Kekayaan Intelektual ini adalah masalah penegakan hukum, di samping masalah-masalah lain seperti kesadaran masyarakat terhadap HAKI itu sendiri dan keadaan ekonomi bangsa yang secara tidak langsung turut menyumbang bagi terjadinya pelanggaran itu. Akibat dari maraknya pembajakan VCD ini, Indonesia dihadapkan pada berbagai masalah, baik dari dunia Internasional maupun pada masyarakat Indonesia sendiri. Pengenaan sanksi oleh masyarakat Internasional merupakan suatu kemungkinan yang akan dihadapi oleh bangsa Indonesia. Sementara pengaruh dari VCD bajakan terhadap masyarakat juga sangat luas, seperti rusaknya moral masyarakat sebagai akibat dari tidak adanya sensor bagi VCD bajakan itu serta menurunnya kreativitas dari para pelaku di bidang musik dan film nasional.62

B. Perlindungan Hukum Terhadap Hak Cipta Pada VCD Original Menurut UU No. 19 Tahun 2002

62

http://politik.kompasiana.com/2010/01/24/aspek-hukum-terhadap-pembajakan-vcd-dan-hak-cipta-di-indonesia/, diakses pada tanggal 27 Januari 2011.


(12)

Ide dasar hak cipta adalah untuk melindungi wujud hasil karya manusia yang lahir karena kemampuan intelektualnya. Perlindungan hukum ini hanya berlaku kepada ciptaan yang telah mewujud secara khas sehingga dapat dilihat, didengar, atau dibaca.63

Kepentingan-kepentingan ekonomi dan moral ini biasa juga disebut dengan hak ekonomi (economics rights) dan hak moral (morale rights). Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat atas ciptaan serta produk hak terkait. Sedangkan hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau dihapus tanpa alasan apapun, walaupun hak cipta atau hak terkait telah dialihkan.

Hak cipta merupakan bagian dari sekumpulan hak yang dinamakan hak kekayaan intelektual yang pengaturannya terdapat dalam hukum HKI. Hukum HKI ini meliputi suatu bidang hukum yang membidangi hak-hak yuridis dari karya-karya atau ciptaan-ciptaan hasil olah pikir manusia yang bertautan dengan kepentingan-kepentingan yang bersifat ekonomi dan moral.

64

Ada juga penulis yang mendefinisikan hak moral sebagai hak-hak pribadi pencipta atau pengarang untuk dapat mencegah perubahan atas karyanya dan untuk tetap disebut sebagai pencipta karya tersebut. Hak ini menggambarkan hidupnya hubungan berkelanjutan dari pencipta dengan karyanya walaupun kontrol ekonomi atas karya tersebut hilang, karena sepenuhnya telah diserahkan kepada pemegang hak cipta atau lewat jangka waktu perlindungannya, seperti diatur dalam UU Hak Cipta yang berlaku.65

63

Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, Hak Milik Intelektual, Sejarah, Teori, dan

Praktiknya Di Indonesia, PT Citra Aditya Bhakti, Bandung, 1997, hal. 55.

64

Penjelasan Umum Undang-Undang No.19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta, alinea kelima. 65

Lindsey, Tim, (Ed.), Hak Kekayaan Intelektual: Suatu Pengantar, Asian Law Group Pty Ltd. Bekerja sama dengan PT Alumni, Bandung, 2002, hal. 118.

Sedangkan Abdul Kadir Muhammad menyatakan, hak moral sebagai hak yang melindungi kepentingan pribadi atau reputasi pencipta atau penemu. Apabila hak cipta dan hak paten dapat dialihkan kepada pihak lain, maka hak moral tidak dapat dipisahkan dari pencipta atau penemu karena bersifat pribadi dan kekal. Sifat pribadi berkenaan dengan nama baik, kemampuan dan integritas yang hanya


(13)

dimiliki pencipta atau penemu. Kekal artinya melekat pada pencipta atau penemu selama hidup dan setelah meninggal dunia, kecuali atas wasiat pencipta berdasarkan peraturan perundang-undangan atau atas persetujuan ahli waris pencipta.66

a. Dicantumkan nama atau nama samarannya di dalam ciptaannya ataupun salinannya dalam hubungan dengan pengguna secara umum.

Perlindungan akan hal ini tertuang dengan lugas pada pasal 24 Undang-Undang Hak Cipta yang menentukan bahwa dengan hak moral, pencipta dari suatu karya memiliki hak untuk :

b. Mencegah bentuk-bentuk distorsi, mutilasi atau bentuk pemotongan, perusakan, penggantian yang berhubungan dengan karya cipta yang pada akhirnya akan merusak apresiasi dan reputasi pencipta.

Disamping ketentuan dalam perundang-undangan, terdapat berbagai pendapat berkaitan cakupan hak moral ini, antara lain Abdul Kadir Muhammad yang menyatakan hak moral, antara lain sebagai berikut :

a. Hak untuk menuntut kepada pemegang hak cipta atau paten supaya nama pencipta atau penemu tetap dicantumkan pada ciptaan atau penemuannya. b. Hak untuk tidak melakukan perubahan pada ciptaan atau penemuan tanpa

persetujuan pencipta, penemu atau ahli warisnya.

c. Hak pencipta atau penemu untuk mengadakan perubahan pada ciptaan atau penemuan sesuai dengan tuntutan perkembangan dan kepatutan dalam masyarakat.

Komen dan Verkrade, sebagaimana dikutip Abdul Kadir Muhammad, menyebutkan hak moral yang dimiliki pencipta meliputi berikut ini :

a. Larangan mengadakan perubahan dalam ciptaan b. Larangan mengubah judul

c. Larangan mengubah penentuan pencipta d. Hak untuk mengadakan perubahan

66

Abdul Kadir Muhammad, Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, PT Citra Aditya Bhakti, Bandung, 2001, hal. 21 etseq bandingkan dengan penjelasan pasal 24 Undang-Undang No.19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta.


(14)

Kemudian, menurut Simorangkir, yang menjadi dasar hak moral itu sendiri adalah sebagai berikut :

a. Hak mengumumkan (the right of publication) b. Hak paternitas (the right of paternity)

c. Hak integritas (the right of integrity)

Ketiga dasar ini menunjukkan adanya moralitas pencipta terhadap ciptaannya.67

A property of right in an original work of authorship (such as literary, musical, artistic, photographic, or film work) fixed in any tangible medium of expression, gicing the holder the exclusive right to reproduce, adapt, distribute, perform and display the work.

Kedua dasar ini tersebut baik hak ekonomi dan hak moral merupakan hak penting dalam suatu perlindungan HKI, dalam hal ini hak cipta.

Dalam literatur hukum, terdapat beberapa definisi mengenai hak cipta antara lain Black’s Law Dictionary yang mendefinisikan hak cipta (copyrights) sebagai berikut :

68

The exclusive right to publish and reproduce, and to sell, license, or otherwise exploit a literary, artistic or other work of mind. The right extends to what is original with the author, i.e, independently created-not copied-by the author. The right extends only to the form of expression; as distinct from the ideas. The right is intangible property owned initially by the author and is separate from the tangible properly that embodies the form of expression.

Sedangkan David Melinkoff mendefinisikan hak cipta sebagai berikut :

69

Dalam pasal 1 angka 1 jo pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Hak Cipta menentukan, bahwa hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut

undang-67

Ibid, hal. 22. 68

Garner, Bryan A., (Ed.), Black’s Law Dictionary, Seventh Edition, West Group, St. Paul, Minn., 1999.

69

Mellinkoff, David, Mellinkoff’s Dictionary of American Legal Usage, West Publishing Co., St. Paul, Minn., 1992.


(15)

undang yang berlaku. Sedangkan hak terkait adalah hak yang berkaitan dengan hak cipta, yaitu hak eksklusif bagi pelaku untuk memperbanyak atau menyiarkan pertunjukannya; bagi prosedur rekaman suara untuk memperbanyak atau menyewakan karya rekaman suara atau rekaman bunyinya; dan bagi lembaga penyiaran untuk membuat, memperbanyak, atau menyiarkan karya siarannya.70

Berdasarkan ketiga definisi hak cipta tadi, nampak jelas adanya suatu pengakuan terhadap hasil karya intelektual seseorang dengan diberikannya hak eksklusif yang hanya dimiliki oleh pemilik hak cipta dan pemegang hak cipta (baik pihak yang ditunjuk maupun ahli waris dari pencipta). Hak eksklusif ini diartikan sebagai hak yang semata-mata diperuntukkan bagi pemegangnya sehingga tidak ada pihak lain yang boleh memanfaatkan hak tersebut tanpa izin pemegangnya.71

1. Hak Reproduksi (Reproduction Right)

Hak eksklusif ini terdapat dalam hak ekonomi dan hak moral di atas.

Hak eksklusif terhadap hak ekonomi antara lain sebagai berikut :

Hak ini dikenal dan diatur, baik dalam Konvensi Bern maupun Konvensi Universal. Sehingga setiap negara yang memiliki undang-undang hak cipta selalu mencantumkannya.72

2. Hak Distribusi (Distribution Right)

Hak ini mengizinkan pemilik hak cipta untuk melarang pihak lain memproduksi ciptaan dalam bentuk lain berupa tiruan atau salinan atau rekaman suara (phono record). Salinan adalah semua objek materi baik dengan mata telanjang atau indera lainnya atau dengan bantuan mesin atau alat lainnya, karya tersebut dapat dirasakan, direproduksi, atau dikomunikasikan.

70

Undang-Undang No.19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta, pasal 1 angka 9. 71

Hak eksklusif ini dalam pengertian mengumumkan atau memperbanyak, termasuk kegiatan menerjemahkan, mengadaptasi, mengaransemen, mengalihwujudkan, menjual, menyewakan, meminjamkan, mengimpor, memamerkan, mempertunjukkan, kepada publik melalui sarana apapun. Undang-Undang No.19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta, penjelasan pasal 2 ayat (1).

72


(16)

Hak distribusi adalah hak yang dimiliki pencipta untuk menyebarkan kepada masyarakat setiap hasil ciptaannya. Penyebaran tersebut dapat berupa penjualan, penyewaan atau bentuk lain yang maksudnya agar ciptaan tersebut dikenal di masyarakat.73 Dari hak distribusi ini dapat dimungkinkan timbul hak baru berupa ‘foreign right’, yaitu suatu hak yang dilindungi di luar negaranya. Misalnya, suatu karya cipta berupa buku, karena merupakan buku yang sangat menarik maka sangat digemari di negara lain, dengan demikian buku itu didistribusikan ke negara tersebut, maka buku itu mendapat perlindungan sebagai ‘foreign right’.74

3. Hak Pertunjukan (Performance Right)

Public performance right hanya diterapkan untuk karya sastra, musik, drama, koreografi, pantomim, gambar gerak (motion picture), dan karya audio visual lainnya.

Abdul Kadir Muhammad mengelompokkan hak-hak tadi ke dalam 3 (tiga) kelompok, antara lain sebagai berikut :

a. Hak untuk mengumumkan ciptaan

Yang dimaksud dengan ‘mengumumkan’ adalah membacakan, mengumumkan, menyuarakan atau menyebarkan ciptaan dengan cara sedemikian rupa sehingga ciptaan itu dapat dibaca, didengar atau dilihat oleh orang lain. Termasuk hak mengumumkan adalah distribution right, public performance right, broadcasting right, cable casting right. b. Hak untuk memperbanyak ciptaan

Yang dimaksud dengan ‘memperbanyak’ adalah menambah jumlah suatu ciptaan dengan pembuatan yang sama, hampir sama atau menyerupai ciptaan tersebut dengan menggunakan bahan-bahan yang sama maupun tidak sama, termasuk mengalihwujudkan suatu ciptaan. Termasuk hak memperbanyak adalah printing right, copying right. c. Hak untuk memberi izin

73

Ibid, hal. 67.

74


(17)

Yang dimaksud dengan ‘memberi izin’ adalah memberi lisensi kepada pihak lain berdasarkan surat perjanjian lisensi untuk melaksanakan perbuatan mengumumkan dan atau memperbanyak ciptaan. Perbuatan hak khusus ini harus dilaksanakan dengan perjanjian tertulis dalam bentuk akta otentik atau tidak otentik. Perbuatan yang diizinkan untuk dilaksanakan adalah perbuatan yang disebutkan secara tegas dalam akta.75

Disamping hak-hak tersebut diatas, dikenal pula beberapa hak lainnya seperti Droit de Suite, yaitu hak pencipta yang diatur dalam pasal 14 bis Konvensi Bern revisi Brussel 1948, yang kemudian ditambah lagi dengan pasal 14 ter hasil revisi Stockholm 1967. Ketentuan Droit de Suite ini menurut petunjuk WIPO yang tercantum dalam buku Guide to the Bern Convention, merupakan hak tambahan. Hak ini bersifat kebendaan.76

Disampng hak-hak tadi, dikenal pula hak-hak yang terkait dengan hak cipta (neighbouring right).

Hak-hak eksklusif yang disebutkan tadi berlaku bagi ciptaan yang dilindungi oleh Undang-Undang Hak Cipta, berupa ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra. Maka, setiap pencipta dari karya cipta yang tertera di atas berhak atas hak eksklusif terhadap karya ciptaannya, baik berupa hak ekonomi maupun hak moral.

77

Hak ini berpangkal dari hak cipta yang bersifat asli (orisinil)78

75

Abdul Kadir Muhammad, Op.Cit., hal. 116. 76

Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, Op.Cit., hal. 71. 77

Istilah ‘hak terkait’ adalah istilah resmi yang digunakan Undang-Undang Hak Cipta. Sedangkan para penulis menggunakan istilah yang berbeda dalam mengartikan neighbouring right. Tim Lindsey mengartikannya dengan hak yang terkait dengan hak cipta, Muhammad Djumhana mengartikannya dengan hak salinan, sedangkan Abdul Kadir Muhammad mengartikannya dengan hak turunan. Masing-masing dalam bukunya Hak Kekayaan Intelektual; Suatu Pengantar (2002), hal. 102, Hak Milik Intelektual; Sejarah, Teori, dan Prakteknya di Indonesia (1997) hal. 74, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual (2001) hal. 117.

78

Abdul Kadir Muhammad, Op.Cit., hal. 117.

berupa hak eksklusif bagi pelaku (performer) yang dapat terdiri dari artis film / televisi, pemusik, penari, pelawak, dan lain sebagainya untuk


(18)

menyiarkan pertunjukannya. Yang dimaksud dengan menyiarkan termasuk menyewakan, melakukan pertunjukan umum (public performance), mengkomunikasikan pertunjukan langsung (live performance), dan mengkonsumsikan secara interaktif suatu karya rekaman pelaku. Perlindungan terhadap hak yang terkait ini secara khusus hanya tertuju pada para pihak (pelaku) yang berkecimpung di bidang pertunjukan, rekaman dan badan penyiaran.79

a. Mengawasi penampilan yang digelarkan

Pihak-pihak yang berkecimpung dalam pertunjukan tersebut mempunyai hak antara lain :

b. Mengawasi badan penyiaran yang menyiarkan penampilan yang digelarkan c. Mengawasi reproduksi penampilan-penampilan berikutnya

d. Mengawasi penyiaran rekaman kepada umum

Pihak yang berkecimpung dalam usaha rekaman atau prosedur rekaman80

a. Menyiarkan ulang (reproduction right) memiliki hak, antara lain sebagai berikut :

b. Mempertunjukan rekaman kepada umum (the public performance right) c. Menyiarkan rekaman (broadcasting right)81

Sedangkan badan atau lembaga penyiaran memiliki hak berikut ini : a. Menyiarkan dan mereproduksi suatu ciptaan

b. Merekam suatu ciptaan (recording right)

c. Menampilkan kepada umum (public performance right)82

Hak cipta dan hak terkait hanya dilanggar jika benda berwujud dari hak terkait seperti film, compact disc, dan pita kaset yang ada hak ciptanya diperbanyak atau digandakan langsung dalam bentuk yang sama dengan benda berwujud yang merupakan ciptaan asli.83

79

Lindsey, Tim, (Ed.), Op.Cit., hal. 102. 80

Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, Op.Cit., hal. 74. 81

Ibid, hal. 74 etseq.

82

Ibid, hal. 75.

83


(19)

Terhadap hak cipta terdapat jangka waktu perlindungan, yang diatur pada pasal 29 sampai pasal 34 Undang-Undang Hak Cipta :

1. Berlaku selama hidup pencipta dan terus berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun setelah pencipta meninggal dunia, terhadap hak cipta atas ciptaan berupa buku, pamflet, dan semua hasil karya tulis lain; drama atau drama musikal, tari, koreografi; segala bentuk seni rupa, seperti seni lukis, seni pahat, seni patung, seni batik, lagu atau musik dengan atau tanpa teks, arsitektur, ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan sejenis lain; alat peraga, peta, terjemahan, tafsir, saduran, dan bunga rampai.84 Untuk ciptaan tersebut yang dimiliki oleh dua orang atau lebih, hak cipta berlaku selama hidup pencipta yang meninggal dunia terakhir dan berlaku hingga 50 (lima puluh) tahun sesudahnya.85

2. Berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diumumkan terhadap hak cipta atas ciptaan berupa program komputer, sinematografi, fotografi, database, karya hasil pengalihwujudan.86

3. Berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diketahui oleh umum terhadap hak cipta yang dipegang oleh negara, untuk kepentingan penciptanya, baik yang telah diterbitkan maupun belum diterbitkan.87

4. Berlaku 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diterbitkan terhadap hak cipta atas perwajahan karya tulis yang diterbitkan,88 dan terhadap hak cipta yang telah diterbitkan, tetapi tidak diketahui penciptanya atau pada ciptaan tersebut hanya tertera nama samaran penciptanya.89

84

Undang-Undang No.19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta, pasal 29. 85

Ibid., pasal 29 ayat (2). 86

Ibid., pasal 30 ayat (1). 87

Ibid., pasal 30 ayat (1) huruf (b) Jo. Pasal 11 ayat (1) dan ayat (3). 88

Ibid., pasal 30 ayat (2). 89


(20)

5. Berlaku tanpa batas waktu, terhadap hak cipta yang dipegang negara atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi, tarian, kaligrafi, dan karya seni lainnya.90

Jangka waktu perlindungan ini juga diterapkan pada hak-hak terkait dengan hak cipta (neighbouring rights)91

1. Bagi pelaku, berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak karya tersebut pertama kali dipertunjukkan atau dimsukkan ke dalam media audio atau audiovisual.

:

2. Bagi produser rekaman suara, berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak karya tersebut selesai direkam.

3. Bagi lembaga penyiaran, berlaku selama 20 (dua puluh) tahun sejak karya siaran tersebut pertama kali disiarkan.

Terhadap hak moral dari pencipta atau ahli warisnya agar pemegang hak cipta tetap mencantumkan nama pencipta pada ciptaannya, berlaku tanpa batas waktu.92

Penghitungan jangka waktu perlindungan bagi ciptaan yang dilindungi selama 50 (lima puluh) tahun maupun yang dilindungi selama hidup pencipta dan terus berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun setelah pencipta meninggal dunia, dimulai sejak 1 Januari untuk tahun berikutnya setelah ciptaan tersebut diumumkan, diketahui oleh umum, diterbitkan, atau setelah pencipta meninggal dunia.93

90

Ibid., pasal 30 ayat (1) Jo. Pasal 10 ayat (2). 91

Ibid., pasal 50 ayat (1) huruf (a), (b), (c). 92

Ibid., pasal 33 ayat (1) Jo. Pasal 24 ayat (1) Jo. Pasal 55.

Ketentuan ini dimaksudkan semata-mata untuk mempermudah perhitungan berakhirnya jangka waktu perlindungan. Cara penghitungan seperti itu tetap tidak mengurangi prinsip perhitungan jangka waktu perlindungan yang

93


(21)

didasarkan pada saat dihasilkannya suatu ciptaan apabila tanggal tersebut diketahui secara jelas.94

Umumnya pelanggaran hak cipta terjadi jika materi hak cipta tersebut digunakan tanpa izin dari pencipta yang mempunyai hak eksklusif atas karya ciptanya, terdapat kesamaan antara dua ciptaan yang ada dimana pencipta atau pemegang hak cipta harus membuktikan bahwa karya ciptaannya telah dijiplakkan atau karya lain tersebut berasal dari karyanya. Namun, hak cipta tidak dilanggar jika karya-karya sejenis diproduksi secara independen, dalam hal ini masing-masing pencipta akan memperoleh hak cipta atas karya mereka.

Jangka waktu berlakunya hak cipta yang diberikan oleh Undang-Undang Hak Cipta merupakan bentuk perlindungan hukum dan mengantisipasi adanya pelanggaran hak cipta dan memberikan pencipta atau ahli warisnya maupun pemegang hak cipta untuk menikmati hak eksklusif, baik itu hak ekonomi maupun hak moral yang lahir dari karya ciptaannya dalam jangka waktu yang lebih lama lagi.

95

Hak cipta juga dilanggar jika terjadi perbanyakan, baik seluruhnya atau bagian substantial dari suatu ciptaan yang dilindungi hak cipta.96 Substansi disini dimaksudkan sebagai bagian penting, bukan bagian dalam jumlah besar, jadi yang dipakai sebagai ukuran adalah ukuran kualitatif, bukan ukuran kuantitatif.97

Pembatasan ini perlu dilakukan karena ukuran kuantitatif untuk menentukan pelanggaran hak cipta sulit diterapkan. Dalam hal ini akan lebih tepat bila penentuan pelanggaran hak cipta didasarkan pada ukuran kualitatif. Misalnya, pengambilan bagian yang paling substantial dan khas yang menjadi ciri dari

94

Ibid., penjelasan pasal 34. 95

Lindsey, Tim, (Ed.), Op.Cit., hal. 122. 96

Perbanyakan adalah penambahan jumlah sesuatu ciptaan, baik secara keseluruhan maupun bagian yang substantial dengan menggunakan bahan-bahan yang sama ataupun tidak sama, termasuk mengalihwujudkan secara permanen atau temporer. Undang-Undang No.19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta pasal 1 angka 6.

97


(22)

ciptaan, meskipun pemakaian itu kurang dari 10 %. Pemakaian seperti itu secara substantif merupakan pelanggaran hak cipta.98

1. Larangan undang-undang, perbuatan yang dilakukan oleh seseorang pengguna HKI dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang. Disamping itu, untuk memahami apakah perbuatan itu merupakan pelanggaran hak kekayaan intelektual, perlu dipenuhi unsur-unsur penting sebagai berikut :

2. Izin (lisensi), penggunaan HKI dilakukan tanpa persetujuan (lisensi) dari pemilik atau pemegang hak terdaftar.

3. Pembatasan undang-undang, penggunaan HKI melampaui batas-batas ketentuan yang telah ditetapkan undang-undang.

4. Jangka waktu, penggunaan HKI dilakukan dalam jangka waktu perlindungan yang telah ditetapkan oleh undang-undang atau perjanjian tertulis atau lisensi.99

Cara lain yang dianggap sebagai pelanggaran oleh seseorang terhadap suatu hak cipta adalah saat seseorang :

1. Memberi wewenang (berupa persetujuan atau dukungan) kepada pihak lain untuk melanggar hak cipta.

2. Memiliki hubungan dagang / komersial dengan barang bajakan ciptaan-ciptaan yang dilindungi hak cipta.

3. Mengimpor barang-barang bajakan ciptaan yang dilindungi hak cipta untuk dijual eceran atau didistribusikan.

4. Memperbolehkan suatu tempat pementasan umum untuk digunakan sebagai tempat melanggar pementasan atau penayangan karya yang melanggar hak cipta.

Pelanggaran-pelanggaran semacam ini dapat dikenakan denda / sanksi pidana secara khusus yang diatur dalam Undang-Undang Hak Cipta.

98

Undang-Undang No.19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta, penjelasan pasal 15 huruf (a). 99


(23)

Namun demikian, pada hakikatnya hak eksklusif yang dimiliki pencipta maupun pemegang hak cipta haruslah memiliki fungsi sosial, dalam artian tidak menghambat kepentingan masyarakat luas untuk mendapatkan akses informasi dan juga membantu perkembangan ilmu pengetahuan, seni, dan budaya yang dapat diperoleh dari ciptaan tersebut.

Oleh karena itu, dalam Undang-Undang Hak Cipta ditentukan pada pembatasan hak cipta, antara lain sebagai berikut :

1. Tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta

a. Pengumuman dan atau perbanyakan lambang negara dan lagu kebangsaan menurut sifatnya yang asli.

b. Pengumuman dan atau perbanyakan segala sesuatu yang diumumkan dan atau diperbanyak oleh atau atas nama pemerintah, kecuali apabila hak cipta itu dinyatakan dilindungi, baik dengan peraturan perundang-undangan maupun dengan pernyataan pada ciptaan itu sendiri atau ketika ciptaan itu diumumkan dan atau diperbanyak, atau

c. Pengambilan berita aktual, baik seluruhnya maupun sebagian dari kantor berita, lembaga penyiaran, dan surat kabar atau sejenis lain dengan ketentuan, sumbernya harus disebutkan secara lengkap.100

2. Dengan syarat bahwa sumbernya harus disebutkan atau dicantumkan, tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta.

a. Penggunaan ciptaan pihak lain untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penulisan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak mengurangi kepentingan yang wajar dari pencipta.101

b. Pengambilan ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan pembelaan di dalam atau di luar pengadilan.

100

Undang-Undang No.19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta, pasal 14. 101

Yang dimaksud dengan kepentingan wajar dari pencipta atau pemegang hak cipta adalah suatu kepentingan yang didasarkan pada keseimbangan dalam menikmati manfaat ekonomi atas suatu ciptaan. Ibid., penjelasan pasal 15 huruf (a).


(24)

c. Pengambilan ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan :

i. Ceramah yang semata-mata untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan, atau

ii. Pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pencipta. d. Perbanyakan suatu ciptaan bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra

dalam huruf braille guna keperluan para tuna netra, kecuali jika perbanyakan itu bertujuan komersial.

e. Perbanyakan suatu ciptaan selain program komputer, secara terbatas dengan cara atau alat apapun atau proses yang serupa oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan atau pendidikan, dan pusat dokumentasi yang non-komersial semata-mata untuk keperluan aktivitasnya.

f. Perubahan yang dilakukan berdasarkan pertimbangan pelaksanaan teknis atas karya arsitektur, seperti ciptaan bangunan.

g. Perbuatan salinan cadangan suatu program komputer yang dilakukan semata-mata untuk tujuan sendiri.102

Perbuatan-perbuatan diatas disebut juga dengan penggunaan wajar atau dikenal pula dengan istilah fair-dealing atau fair use. Black’s Law Dictionary memberikan defenisi fair use sebagai berikut :

A reasonable and limited use of copyright work without the author’s permission, such as quoting from a book in a book review or using part of in a parody. Fair use is a defense to an infringment claim, depending on the following statutory factor, (1) the purpose and character of the use, (2) the nature of copyrighted work, (3) the amount of the work used, (4) the economic impact of the use.

Dari defenisi tersebut, maka jelaslah bahwa dalam sebuah konsep hak cipta terdapat satu aspek dimana tindakan atau perbuatan perbanyakan tanpa meminta

102


(25)

izin dari pencipta bukanlah suatu pelanggaran hak cipta. Fair uses ini digunakan sebagai landasan argumen dari tuduhan pelanggaran hak cipta yang bergantung pada ketentuan perundang-undangan, seperti tujuan dan sifat dari penggunaan, keaslian dari karya yang dilindungi hak cipta, jumlah dari karya yang digunakan, serta dampak ekonomi yang ditimbulkan dari penggunaan tersebut.

Fair use dalam Undang-Undang Hak Cipta memiliki karakteristik, antara lain tidak dianggap suatu pelanggaran hak cipta bila sumbernya disebut dan dicantumkan dengan jelas dan hal itu dilakukan untuk kegiatan yang bersifat non-komersial, termasuk untuk kegiatan sosial. Sedangkan Abdul Kadir Muhammad memberikan pembatasan hak cipta terhadap kesusilaan dan ketertiban umum, fungsi sosial hak cipta, dan pemberian lisensi wajib terhadap ciptaan yang dipandang negara perlu atau dinilai negara sangat penting artinya bagi kehidupan masyarakat dan negara.103

Sanksi yang diterapkan pun bervariasi dengan pidana terendah selama satu tahun dan pidana penjara tertinggi selama tujuh tahun, sedangkan denda terkecil sebanyak satu juta rupiah dan terbesar sebanyak 1,5 miliar rupiah.

Namun demikian, perbuatan yang tidak memenuhi unsur fair use maka perbuatan tersebut dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hak cipta yang sanksinya diatur secara tegas dalam Undang-Undang Hak Cipta.

104

Terhadap barang yang merupakan hasil tindak pidana hak cipta dan hak terkait dalam hak cipta serta alat-alat yang digunakan untuk melakukan tindak pidana tersebut dirampas oleh negara untuk dimusnahkan, namun terhadap karya bidang seni, yang bersifat unik, dapat dipertimbangkan untuk tidak dimusnahkan.

103

Abdul Kadir Muhammad, Op.Cit., hal. 116. 104


(26)

BAB IV

PENERAPAN HUKUM TERHADAP PELANGGARAN

HAK CIPTA (STUDI KASUS NO.3683/PID.B/2008/PN.MDN)

A. Posisi Kasus

Sehubungan dengan pembahasan pada bab-bab sebelumnya dalam skripsi yang berjudul “Pertanggungjawaban Pidana Pelanggaran Hak Cipta Terhadap Ciptaan Yang Dilindungi Dalam UU No. 19 Tahun 2002 (Studi Kasus No. 3683 / Pid.B / 2008 / PN.Mdn)”, memaparkan dan menganalisis kasus pelanggaran hak cipta yang telah diputus oleh Pengadilan Negeri Medan pada hari Kamis, tanggal 12 Februari 2009.

Adapun kronologis kasus sebagai berikut :

Bahwa pada hari Kamis tanggal 9 Oktober 2008 sekira pukul 08.00 WIB saksi Achiruddin Hasibuan, S.H. bersama-sama dengan saksi Sihar Siahaan dan saksi Abdul Hamid mendapat informasi tentang adanya penggandaan VCD di daerah Jl. Mahkamah Kota Medan yang dilakukan oleh terdakwa, selanjutnya saksi-saksi tersebut melakukan pengecekan ke daerah tersebut, kemudian di sekitar Jl. Mahkamah tersebut saksi-saksi memberhentikan mobil Suzuki APV BK 1867 HV yang dicurigai membawa VCD hasil penggandaan, dan melakukan interogasi terhadap terdakwa yang mengemudi mobil tersebut, selanjutnya saksi-saksi melakukan pengecekan di dalam mobil terdakwa dan menemukan beberapa VCD hasil penggandaan di dalam mobil terdakwa. Kemudian saksi-saksi membawa terdakwa ke rumah terdakwa di Jl. Mahkamah Dalam No. 1-II Kel. Mesjid Kec. Medan Kota dan melakukan pemeriksaan sehingga menemukan alat penggandaan berupa CDRW, beserta 378 keping kaset VCD film bajakan, 228 keping kaset VCD film (master), 37 keping kaset CD MP3 lagu (master), 532


(27)

keping CD kosong, 140 keping kaset CD lagu India, 1 unit CDRW (alat copy kaset VCD) yang merupakan milik terdakwa. Selanjutnya, saksi-saksi tersebut melakukan penyitaan terhadap barang bukti berupa 378 keping VCD film bajakan, 228 VCD film master, 37 keping CD MP3 lagu master, 532 keping CD kosong, 140 keping CD lagu India, 1 unit CDRW (alat copy kaset VCD), 1 unit mobil Suzuki APV warna hitam No. Pol. BK 1867 HV dan 1 buah kunci kontak mobil Suzuki APV warna hitam No. Pol. BK 1867 HV.

Bahwa pekerjaan penggandaan CD film atau lagu tersebut dilakukan terdakwa sudah sekitar 1 tahun lamanya. Dimana CD yang terdakwa gandakan pada CDRW berupa VCD film Indonesia, CD lagu dan MP3 lagu saja, antara lain lagu Barat, lagu India, dan dalam pengerjaan penggandaan tersebut dilakukan terdakwa tanpa ada bantuan orang lain, selanjutnya terdakwa masukkan kaset CD kosong ke dalam CDR atau rak CD yang berjumlah 9 unit setelah itu terdakwa memasukkan VCD master yang akan dicopy atau digandakan dan setelah itu mesin copy tersebut beroperasi sendiri selama lebih kurang 20 menit dan apabila selesai VCD master yang akan dicopy beserta CD kosong yang telah dicopy secara otomatis akan berhenti dan keluar sendiri hasilnya dari CDRW dan terdakwa membungkusnya ke dalam plastik VCD.

Adapun jumlah CD film ataupun lagu yang terdakwa gandakan per harinya sebanyak 200 keping dan selanjutnya dijual terdakwa ke Pajak USU di Kampus USU, dimana untuk penggandaan CD lagu ataupun film tersebut digandakan terdakwa apabila ada pesanan dari Hendra (DPO) yang membuka kios penjualan VCD bajakan di Pajak USU Kampus USU yang dijual terdakwa untuk per judul film sejumlah 2 keping CD dengan harga Rp. 3.500,- (tiga ribu lima ratus rupiah), dan untuk CD lagu dan MP3 lagu per kepingnya terdakwa jual dengan harga Rp. 1.800,- (seribu delapan ratus rupiah).

Bahwa perbedaan antara VCD/CD asli dengan VCD/CD bajakan adalah :

• VCD/CD asli ada kena pajak dari pemerintah, sedangkan bajakan tidak kena pajak.


(28)

• Untuk harga VCD/CD asli harganya jauh lebih mahal daripada bajakan.

• Untuk VCD/CD yang asli terdapat gambar pada kemasannya, sedangkan VCD/CD bajakan tidak terdapat gambar atau polos saja.

• Dilihat dari cover/gambar untuk CD asli bersegel, sedangkan CD bajakan tidak bersegel.

Adapun surat dakwaan adalah sebagai berikut :

Bahwa ia terdakwa Hendry als. Ahwat pada hari Kamis tanggal 9 Oktober 2008, sekira pukul 09.00 WIB atau setidak-tidaknya pada waktu lain di bulan Oktober tahun 2008 bertempat di rumah terdakwa Jl. Mahkamah Dalam No. 1-II Kel. Mesjid Kec. Medan Kota Kodya Medan atau setidak-tidaknya pada suatu tempat yang masih berada dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Medan, dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak atau menyiarkan rekaman suara dan/atau gambar pertunjukannya tanpa persetujuan pelaku memiliki hak eksklusif yaitu berupa VCD bajakan, perbuatan tersebut dilakukan terdakwa dengan cara antara lain sebagai berikut :

Dakwaan Pertama

Bahwa pada hari Kamis tanggal 9 Oktober 2008 sekira pukul 08.00 WIB saksi Achiruddin Hasibuan, S.H. bersama-sama dengan saksi Sihar Siahaan dan saksi Abdul Hamid mendapat informasi tentang adanya penggandaan VCD di daerah Jl. Mahkamah Kota Medan yang dilakukan oleh terdakwa, selanjutnya saksi-saksi tersebut melakukan pengecekan ke daerah tersebut, kemudian di sekitar Jl. Mahkamah tersebut saksi-saksi memberhentikan mobil Suzuki APV BK 1867 HV yang dicurigai membawa VCD hasil penggandaan, dan melakukan interogasi terhadap terdakwa yang mengemudi mobil tersebut, selanjutnya saksi-saksi melakukan pengecekan di dalam mobil terdakwa dan menemukan beberapa VCD hasil penggandaan di dalam mobil terdakwa. Kemudian saksi-saksi membawa terdakwa ke rumah terdakwa di Jl. Mahkamah Dalam No. 1-II Kel.


(29)

Mesjid Kec. Medan Kota dan melakukan pemeriksaan sehingga menemukan alat penggandaan berupa CDRW, beserta 378 keping kaset VCD film bajakan, 228 keping kaset VCD film (master), 37 keping kaset CD MP3 lagu (master), 532 keping CD kosong, 140 keping kaset CD lagu India, 1 unit CDRW (alat copy kaset VCD) yang merupakan milik terdakwa. Selanjutnya, saksi-saksi tersebut melakukan penyitaan terhadap barang bukti berupa 378 keping VCD film bajakan, 228 VCD film master, 37 keping CD MP3 lagu master, 532 keping CD kosong, 140 keping CD lagu India, 1 unit CDRW (alat copy kaset VCD), 1 unit mobil Suzuki APV warna hitam No. Pol. BK 1867 HV dan 1 buah kunci kontak mobil Suzuki APV warna hitam No. Pol. BK 1867 HV.

Bahwa pekerjaan penggandaan CD film atau lagu tersebut dilakukan terdakwa sudah sekitar 1 tahun lamanya. Dimana CD yang terdakwa gandakan pada CDRW berupa VCD film Indonesia, CD lagu dan MP3 lagu saja, antara lain lagu Barat, lagu India, dan dalam pengerjaan penggandaan tersebut dilakukan terdakwa tanpa ada bantuan orang lain, selanjutnya terdakwa masukkan kaset CD kosong ke dalam CDR atau rak CD yang berjumlah 9 unit setelah itu terdakwa memasukkan VCD master yang akan dicopy atau digandakan dan setelah itu mesin copy tersebut beroperasi sendiri selama lebih kurang 20 menit dan apabila selesai VCD master yang akan dicopy beserta CD kosong yang telah dicopy secara otomatis akan berhenti dan keluar sendiri hasilnya dari CDRW dan terdakwa membungkusnya ke dalam plastik VCD.

Adapun jumlah CD film ataupun lagu yang terdakwa gandakan per harinya sebanyak 200 keping dan selanjutnya dijual terdakwa ke Pajak USU di Kampus USU, dimana untuk penggandaan CD lagu ataupun film tersebut digandakan terdakwa apabila ada pesanan dari Hendra (DPO) yang membuka kios penjualan VCD bajakan di Pajak USU Kampus USU yang dijual terdakwa untuk per judul film sejumlah 2 keping CD dengan harga Rp. 3.500,- (tiga ribu lima ratus rupiah), dan untuk CD lagu dan MP3 lagu per kepingnya terdakwa jual dengan harga Rp. 1.800,- (seribu delapan ratus rupiah).


(30)

Bahwa perbedaan antara VCD/CD asli dengan VCD/CD bajakan adalah :

• VCD/CD asli ada kena pajak dari pemerintah, sedangkan bajakan tidak kena pajak.

• Untuk harga VCD/CD asli harganya jauh lebih mahal daripada bajakan.

• Untuk VCD/CD yang asli terdapat gambar pada kemasannya, sedangkan VCD/CD bajakan tidak terdapat gambar atau polos saja.

• Dilihat dari cover/gambar untuk CD asli bersegel, sedangkan CD bajakan tidak bersegel.

Adapun perbuatan terdakwa dalam melakukan kegiatan memperbanyak atau menyiarkan rekaman suara dan/atau gambar pertunjukannya tanpa persetujuan pelaku memiliki hak eksklusif tidak memiliki izin dari pihak yang berwenang.

Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana pada pasal 72 (1) UU RI No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.

ATAU

Bahwa ia terdakwa Hendry als. Ahwat pada hari Kamis tanggal 9 Oktober 2008, sekira pukul 09.00 WIB atau setidak-tidaknya pada waktu lain dalam bulan Oktober tahun 2008 bertempat di rumah terdakwa Jl. Mahkamah Dalam No. 1-II Kel. Mesjid Kec. Medan Kota Kodya Medan atau setidak-tidaknya pada suatu tempat yang masih berada dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Medan, dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta yaitu berupa VCD bajakan, perbuatan tersebut dilakukan terdakwa dengan cara antara lain sebagai berikut :

Dakwaan Kedua

Bahwa pada hari Kamis tanggal 9 Oktober 2008 sekira pukul 08.00 WIB saksi Achiruddin Hasibuan, S.H. bersama-sama dengan saksi Sihar Siahaan dan


(31)

saksi Abdul Hamid mendapat informasi tentang adanya penggandaan VCD di daerah Jl. Mahkamah Kota Medan yang dilakukan oleh terdakwa, selanjutnya saksi-saksi tersebut melakukan pengecekan ke daerah tersebut, kemudian di sekitar Jl. Mahkamah tersebut saksi-saksi memberhentikan mobil Suzuki APV BK 1867 HV yang dicurigai membawa VCD hasil penggandaan, dan melakukan interogasi terhadap terdakwa yang mengemudi mobil tersebut, selanjutnya saksi-saksi melakukan pengecekan di dalam mobil terdakwa dan menemukan beberapa VCD hasil penggandaan di dalam mobil terdakwa. Kemudian saksi-saksi membawa terdakwa ke rumah terdakwa di Jl. Mahkamah Dalam No. 1-II Kel. Mesjid Kec. Medan Kota dan melakukan pemeriksaan sehingga menemukan alat penggandaan berupa CDRW, beserta 378 keping kaset VCD film bajakan, 228 keping kaset VCD film (master), 37 keping kaset CD MP3 lagu (master), 532 keping CD kosong, 140 keping kaset CD lagu India, 1 unit CDRW (alat copy kaset VCD) yang merupakan milik terdakwa. Selanjutnya, saksi-saksi tersebut melakukan penyitaan terhadap barang bukti berupa 378 keping VCD film bajakan, 228 VCD film master, 37 keping CD MP3 lagu master, 532 keping CD kosong, 140 keping CD lagu India, 1 unit CDRW (alat copy kaset VCD), 1 unit mobil Suzuki APV warna hitam No. Pol. BK 1867 HV dan 1 buah kunci kontak mobil Suzuki APV warna hitam No. Pol. BK 1867 HV.

Bahwa pekerjaan penggandaan CD film atau lagu tersebut dilakukan terdakwa sudah sekitar 1 tahun lamanya. Dimana CD yang terdakwa gandakan pada CDRW berupa VCD film Indonesia, CD lagu dan MP3 lagu saja, antara lain lagu Barat, lagu India, dan dalam pengerjaan penggandaan tersebut dilakukan terdakwa tanpa ada bantuan orang lain, selanjutnya terdakwa masukkan kaset CD kosong ke dalam CDR atau rak CD yang berjumlah 9 unit setelah itu terdakwa memasukkan VCD master yang akan dicopy atau digandakan dan setelah itu mesin copy tersebut beroperasi sendiri selama lebih kurang 20 menit dan apabila selesai VCD master yang akan dicopy beserta CD kosong yang telah dicopy secara otomatis akan berhenti dan keluar sendiri hasilnya dari CDRW dan terdakwa membungkusnya ke dalam plastik VCD.


(32)

Adapun jumlah CD film ataupun lagu yang terdakwa gandakan per harinya sebanyak 200 keping dan selanjutnya dijual terdakwa ke Pajak USU di Kampus USU, dimana untuk penggandaan CD lagu ataupun film tersebut digandakan terdakwa apabila ada pesanan dari Hendra (DPO) yang membuka kios penjualan VCD bajakan di Pajak USU Kampus USU yang dijual terdakwa untuk per judul film sejumlah 2 keping CD dengan harga Rp. 3.500,- (tiga ribu lima ratus rupiah), dan untuk CD lagu dan MP3 lagu per kepingnya terdakwa jual dengan harga Rp. 1.800,- (seribu delapan ratus rupiah).

Bahwa perbedaan antara VCD/CD asli dengan VCD/CD bajakan adalah :

• VCD/CD asli ada kena pajak dari pemerintah, sedangkan bajakan tidak kena pajak.

• Untuk harga VCD/CD asli harganya jauh lebih mahal daripada bajakan.

• Untuk VCD/CD yang asli terdapat gambar pada kemasannya, sedangkan VCD/CD bajakan tidak terdapat gambar atau polos saja.

• Dilihat dari cover/gambar untuk CD asli bersegel, sedangkan CD bajakan tidak bersegel.

Adapun perbuatan terdakwa dalam menyiarkan, memamerkan, mengedarkan kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta tidak memiliki izin dari pihak yang berwenang sehingga mengakibatkan negara dirugikan pada aspek ekonomi/fiskal, sosial, budaya dan politik, pencipta serta artis pada aspek kerugian pembayaran royalti dan produser kerugian dari aspek investasi.

Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana pada pasal 72 (2) UU RI No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.


(33)

Pengadilan Negeri tersebut telah membaca berkas perkara yang bersangkutan; telah mendengar keterangan saksi-saksi dan terdakwa; telah mendengar dan memperhatikan tuntutan pidana dari Penuntut Umum, yang pada pokoknya meminta agar Majelis Hakim memutuskan :

1. Menyatakan terdakwa Hendry als. Ahwat telah terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak atau menyiarkan rekaman suara dan/atau gambar pertunjukkan tanpa persetujuan pelaku memiliki hak eksklusif yaitu berupa VCD bajakan, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 72 (1) UU RI No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dalam dakwaan pertama.

2. Menyatakan terdakwa Hendry als. Ahwat dijatuhi pidana penjara selama 1 (satu) tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan sementara.

3. Menyatakan barang bukti : 1 (satu) unit mobil Suzuki APV warna hitam No. Pol. BK 1867 HV berikut kunci kontak dikembalikan kepada Hendry als. Ahwat (dengan pertimbangan mobil tersebut masih dileasing), 378 keping kaset VCD film bajakan, 228 keping kaset VCD film (master), 37 keping kaset CD MP3 lagu (master), 532 keping kaset CD kosong, 140 keping kaset CD lagu India, 1 unit CDRW (alat copy kaset), seluruhnya dirampas untuk dimusnahkan.

4. Menetapkan supaya terdakwa masing-masing dibebani membayar biaya perkara sebesar Rp. 1.000,- (seribu rupiah).

Menimbang, bahwa atas tuntutan pidana tersebut terdakwa telah mengajukan permohonan yang pada pokoknya mohon agar dijatuhi hukuman yang seringan-ringannya.

Menimbang, bahwa terdakwa didakwa oleh Penuntut Umum dengan dakwaan No. Reg. Perkara No. PDM; Ep. 2 / Mdn / 11 / 2008.


(34)

Menimbang, bahwa untuk menguatkan dakwaan tersebut, Penuntut Umum telah mengajukan saksi-saksi yaitu :

1. Achiruddin Hasibuan, S.H.

2. Abdul Hamid

3. Sihar Siahaan

4. Nancy

Saksi-saksi tersebut memberikan keterangan dibawah sumpah yang pada pokoknya sama dengan keterangan dalam Berita Acara yang dibuat oleh Penyidik.

Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa dihubungkan dengan barang bukti, Majelis Hakim berpendapat bahwa terdakwa telah melakukan perbuatan yang memenuhi semua unsur dari pasal 72 (1) UU RI No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.

Menimbang, bahwa oleh karena itu terdakwa dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana, dan oleh karenanya harus dijatuhi pidana sebagaimana disebutkan dalam amar putusan ini.

Menimbang, bahwa Majelis Hakim dalam persidangan tidak menemukan adanya alasan pemaaf dan alasan pembenar dan terdakwa dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang telah dilakukan, karena itu terdakwa harus dijatuhi pidana.

Menimbang, bahwa karena terdakwa berada dalam tahanan maka masa penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan dan memerintahkan pula agar terdakwa tetap berada dalam tahanan.

Menimbang, bahwa mengenai barang bukti yang diajukan oleh Penuntut Umum di persidangan akan ditetapkan dalam amar putusan dibawah ini.


(35)

Menimbang, bahwa oleh karena terdakwa dinyatakan bersalah, maka terdakwa dibebani untuk membayar biaya perkara ini.

Menimbang, bahwa dengan program pemerintah yang sedang giat sebelum terdakwa dijatuhi pidana perlu dipertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan.

Hal-hal yang memberatkan :

-

Hal-hal yang meringankan :

- Terdakwa belum pernah dihukum

- Terdakwa mengakui dan menyesali perbuatannya

Menyatakan bahwa terdakwa Hendry als. Ahwat terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak atau menyiarkan rekaman suara dan/atau gambar pertunjukannya tanpa persetujuan pelaku memiliki hak eksklusif yaitu berupa VCD bajakan.

MENGADILI

Menjatuhkan pidana terdakwa tersebut diatas, oleh karena itu dengan pidana penjara selama 7 (tujuh) bulan.

Menetapkan bahwa masa tahanan yang telah dijalani oleh terdakwa dikurangkan seluruhnya terhadap pidana yang telah dijatuhkan tersebut.

Menetapkan agar terdakwa tetap ditahan.

Menyatakan barang bukti 1 (satu) unit Suzuki APV warna hitam No. Pol. BK 1867 HV berikut kunci kontak dikembalikan kepada Hendry als. Ahwat, 378 keping kaset VCD film bajakan, 228 keping kaset VCD film (master), 37 keping kaset CD MP3 lagu (master), 532 keping kaset CD kosong, 140 keping kaset CD


(36)

lagu India, 1 unit CDRW (alat copy kaset VCD), seluruhnya dirampas untuk dimusnahkan.

Membebankan kepada terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 1.000,- (seribu rupiah).

Demikianlah diputus dalam rapat musyawarah Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan yang dijatuhkan pada hari Kamis tanggal 12 Februari 2009, kami Kusnoto, S.H. sebagai Hakim Ketua, Asmui, S.H. dan Petriyanti, S.H. masing-masing sebagai Hakim Anggota, putusan mana diucapkan dalam persidangan yang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Hakim Ketua dengan dihadiri oleh Hakim-Hakim Anggota tersebut, Sri Afni, S.H. Panitera Pengganti, dihadiri pula oleh Sani Sianturi, S.H. Penuntut Umum serta terdakwa.

B. Analisis Kasus

Berdasarkan fakta baik yang berasal dari keterangan saksi-saksi dan keterangan tersangka dan barang bukti tersebut diatas diduga telah terjadi perbuatan tindak pidana menggandakan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta dan dengan sengaja menggandakan kaset CD lagu dan film, kaset VCD lagu dan film yang tidak lulus sensor sebagaimana dimaksud dalam pasal 72 ayat (1) dan (2) UU RI No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta atau pasal 40 huruf (c) UU RI No. 8 Tahun 1992 tentang Perfilman, yang ditemukan pada hari Kamis tanggal 9 Oktober 2008 sekitar pukul 09.00 WIB di Jl. Mahkamah Dalam No. 1-II Kel. Mesjid Kec. Medan Kota, Medan, pemilik adalah Hendry als. Ahwat.

Bahwa saksi Abdul Hamid dan Sihar Siahaan adalah anggota Polri yang telah menemukan kaset CD/VCD lagu dan film pada hari Kamis tanggal 9 Oktober 2008 sekitar pukul 09.00 Jl. Mahkamah Dalam No. 1-II Kel. Mesjid Kec. Medan Kota, Medan, pemilik adalah Hendry als. Ahwat.


(37)

Bahwa tersangka juga membenarkan kegiatan yang dilakukannya menggandakan CD, VCD lagu dan film pada hari Kamis tanggal 9 Oktober 2008 sekitar pukul 09.00 di Jl. Mahkamah Dalam No. 1-II Kel. Mesjid Kec. Medan Kota, Medan.

Ahli menjelaskan sanksi pidana bagi barang siapa melakukan tindak pidana pelanggaran hak cipta atas lagu atau film adalah pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,- (lima milyar rupiah) bagi barang siapa melakukan perbuatan mengumumkan atau memperbanyak suatu hak cipta atas lagu dan musik yang bukan hasil ciptaannya atau tanpa izin dari pencipta dan/atau pemegang hak cipta sebagaimana tindak pidana ini diatur dalam pasal 72 ayat (1) UU RI No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Selanjutnya pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) bagi barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait sebagaimana tindak pidana ini diatur dalam pasal 72 ayat (2) UU RI No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.

Analisis Yuridis

1. Pasal 72 ayat (1) Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.

Pasal 72 ayat (1) Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta “Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,- (lima milyar rupiah)”.


(38)

Unsur-unsur pasal 72 ayat (1) UU RI No. 19 Tahun 2002 tentang hak Cipta, unsur-unsurnya adalah sebagai berikut :

a) Barang siapa

Unsur ini telah terpenuhi dengan fakta-fakta sebagai berikut :

1) Berdasarkan keterangan saksi-saksi antara lain saksi Achiruddin Hasibuan, S.H., saksi Abdul Hamid, dan saksi Sihar Siahaan yang menerangkan bahwa telah menemukan Hendry als. Ahwat yang telah menggandakan CD, VCD menjadi CD maupun VCD bajakan di rumahnya di Jl. Mahkamah Dalam No. 1-II Kel. Mesjid Kec. Medan Kota, Medan.

2) Saksi Nancy menerangkan bahwa benar suaminya bernama Hendry als. Ahwat telah menggandakan CD, VCD menjadi CD maupun VCD bajakan.

3) Tersangka Hendry als. Ahwat menerangkan bahwa benar yang telah menggandakan CD, VCD menjadi CD maupun VCD bajakan di rumahnya di Jl. Mahkamah Dalam No. 1-II Kel. Mesjid Kec. Medan Kota, Medan.

b) Dengan sengaja dan tanpa hak

Unsur ini telah terpenuhi dengan fakta-fakta sebagai berikut :

1) Saksi Achiruddin Hasibuan, Abdul Hamid, dan Sihar Siahaan menerangkan bahwa setelah dilakukan interogasi terhadap tersangka Hendry als. Ahwat menjelaskan bahwa usaha penggandaan CD, VCD menjadi CD maupun VCD bajakan yang dilakukannya tidak memiliki izin dari pihak yang berwenang.


(39)

2) Tersangka Hendry als. Ahwat membenarkan bahwa tersangka tidak memiliki izin untuk melakukan penggandaan CD, VCD menjadi CD maupun VCD bajakan.

3) Saksi ahli Kurniawan Telaumbanua menjelaskan bahwa seseorang telah melakukan pelanggaran atau melakukan tindak pidana di bidang hak cipta adalah seseorang dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan orang lain.

c) Memperbanyak atau menyiarkan rekaman suara dan/atau gambar pertunjukannya.

Unsur ini telah terpenuhi dengan fakta-fakta tersebut :

1) Saksi-saksi Achiruddin Hasibuan, S.H., Abdul Hamid, dan saksi Sihar Siahaan membenarkan tersangka Hendry als. Ahwat dengan sengaja memperbanyak CD, VCD menjadi CD maupun VCD bajakan dengan menggandakan dengan menggunakan mesin CDRW.

2) Tersangka Hendry als. Ahwat benar telah menggandakan CD, VCD menjadi CD maupun VCD bajakan dengan menggunakan mesin CDRW, sesuai dengan barang bukti yang telah disita oleh petugas dari tersangka.

3) Berdasarkan Surat Perintah Penyitaan No. Pol. : Sp. Sita / 230 / X / 2008 / Dit. Reskrim, tanggal 14 Oktober 2008, telah dilakukan penyitaan atas barang bukti dan telah dibuatkan penetapan penyitaannya dengan nomor 3233 / SIT / PID / 2008 / PN. MDN :


(40)

- 228 keping VCD film (master)

- 37 keping CD MP3 lagu (master)

- 532 keping CD kosong

- 140 keping CD lagu India bajakan

- 1 unit mesin CDRW

- 1 unit mobil Suzuki APV dengan No. Pol. BK 1867 HV

- 1 buah kunci kontak mobil Suzuki APV No. Pol. BK 1867 HV

d) Tanpa persetujuan pelaku memiliki hak eksklusif

Unsur ini telah terpenuhi dengan fakta-fakta sebagai berikut :

1) Saksi ahli Kurniawan Telaumbanua yang mana menjelaskan bahwa pemegang hak cipta adalah pencipta sebagai pemilik hak cipta, atau pihak yang menerima pihak tersebut dari pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut.

2) Tersangka Hendry als. Ahwat membenarkan bahwa untuk menggandakan CD, VCD menjadi bajakan tanpa ada persetujuan dari pemilik hak eksklusif atau pencipta.

2. Pasal 72 ayat (2) Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.

Pasal 72 ayat (2) Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta “Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait sebagaimana dimaksud dalam pada ayat (1) dipidana


(41)

dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah)”.

Unsur-unsur pasal 72 ayat (2) UU RI No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, unsur-unsurnya adalah sebagai berikut :

a) Barang siapa

Unsur ini telah terpenuhi sebagaimana unsur barang siapa pada uraian tersebut diatas.

b) Dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum

Unsur ini telah terpenuhi dengan fakta-fakta sebagai berikut :

1) Saksi Achiruddin Hasibuan, S.H., Abdul Hamid, dan saksi Sihar Siahaan menjelaskan bahwa tersangka Hendry als. Ahwat didapati pada saat akan mengantarkan VCD bajakan yang telah tersangka gandakan pada hari Kamis tanggal 9 Oktober 2008 sekira pukul 09.30 WIB pada waktu tersangka sedang mengendarai mobil menuju Kampus USU.

2) Selanjutnya tersangka Hendry als. Ahwat menggandakan CD, VCD tersebut apabila kalau ada order atau pesanan dari Hendra yang membuka kios penjualan VCD bajakan di pajak USU Kampus USU Medan.

3) Tersangka Hendry als. Ahwat membenarkan bahwa tersangka telah didapati petugas kepolisian pada saat akan mengantarkan VCD bajakan yang telah tersangka gandakan pada hari Kamis tanggal 9 Oktober 2008 sekira pukul 09.30 WIB sewaktu tersangka sedang mengendarai mobil menuju Kampus USU.


(42)

4) Setelah CD, VCD tersebut tersangka Hendry als. Ahwat gandakan selanjutnya tersangka jualkan per judul film 2 keping CD saya jualkan dengan harga Rp. 3.500,- (tiga ribu lima ratus rupiah), dan untuk CD lagu dan MP3 lagu per kepingnya tersangka jualkan dengan harga Rp. 1.800,- (seribu delapan ratus rupiah).

c) Suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait

Unsur ini telah terpenuhi dengan fakta-fakta sebagai berikut :

1) Saksi ahli Kurniawan Telaumbanua menjelaskan bahwa pemegang hak cipta adalah pencipta sebagai pemilik hak cipta, atau pihak yang menerima pihak tersebut dari pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut.

2) Tersangka Hendry als. Ahwat menerangkan bahwa telah menggandakan CD, VCD menjadi CD maupun VCD bajakan tanpa ada izin terlebih dahulu dari pencipta.

3) Keterangan tersebut diatas dikuatkan dengan barang bukti yang disita oleh petugas dari tersangka Hendry als. Ahwat sebagai berikut :

- 378 keping VCD film bajakan

- 228 keping VCD film (master)

- 37 keping CD MP3 lagu (master)

- 532 keping CD kosong

- 140 keping CD lagu India bajakan


(43)

- 1 unit mobil Suzuki APV dengan No. Pol. BK 1867 HV

- 1 buah kunci kontak mobil Suzuki APV No. Pol. BK 1867 HV

Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan terhadap fakta-fakta / bukti dalam analisis kasus dan analisis yuridis tersebut maka saya berpendapat bahwa Hendry als. Ahwat berdasarkan alat bukti telah diduga melakukan tindak pidana dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta dan dengan sengaja mengedarkan atau menjual film yang tidak lulus sensor atau barang hasil pelanggaran hak cipta dan terhadap tersangka Hendry als. Ahwat dapat dipersangkakan telah melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 72 ayat (1) dan (2) UU RI No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dan pasal 40 huruf (c) UU RI No. 8 Tahun 1992 tentang perfilman.

Tetapi berdasarkan Putusan No.3683/Pid.B/2008/PN.Mdn terdakwa Hendry als. Ahwat “hanya” dijatuhkan pidana penjara selama 7 (tujuh) bulan. Saya berpendapat bahwa sanksi pidana yang dijatuhkan kepada terdakwa Hendry als. Ahwat terlalu ringan. Sanksi pidana yang dijatuhkan tidak sesuai dengan fakta-fakta dan alat bukti yang diperoleh selama persidangan. Pasal 72 ayat (1) menyebutkan, bahwa bagi yang tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (1) dan ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling singkat atau pidana minimum 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,- (lima milyar rupiah). Pasal 72 ayat (2), kemudian menyatakan, bahwa bagi yang sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima


(44)

ratus juta rupiah). Terdakwa Hendry als. Ahwat telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak atau menyiarkan rekaman suara dan/atau gambar pertunjukannya tanpa persetujuan pelaku memiliki hak eksklusif yaitu berupa VCD bajakan. Selanjutnya terdakwa Hendry als. Ahwat juga telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait dalam bentuk VCD bajakan. Berdasarkan fakta diatas terdakwa Hendry als. Ahwat seharusnya dijatuhkan pidana penjara “diatas” 7 (tujuh) bulan.


(45)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Bentuk-bentuk pelanggaran hak cipta berupa pengambilan, pengutipan, perekaman, pernyataan dan pengumuman sebagian atau seluruh ciptaan orang lain dengan cara apapun tanpa izin pencipta / pemegang hak cipta, bertentangan dengan undang-undang atau melanggar perjanjian. Pada pasal 72 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 menentukan bentuk pelanggaran hak cipta sebagai delik undang-undang (wetdelict), yakni :

a) Dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan, memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu. Termasuk perbuatan pelanggaran ini antara lain melanggar larangan untuk mengumumkan, memperbanyak atau memberi izin untuk itu setiap ciptaan yang bertentangan dengan kebijaksanaan pemerintah di bidang pertahanan dan keamanan negara, kesusilaan, dan ketertiban umum;

b) Dengan sengaja memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang-barang hasil pelanggaran hak cipta. Termasuk perbuatan pelanggaran ini antara lain penjualan buku dan VCD bajakan;

c) Dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu program komputer.

Pasal 72 ayat (1) menyebutkan, bahwa bagi yang tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (1) dan ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling singkat atau pidana minimum 1 (satu) bulan dan/atau


(46)

denda paling sedikit Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,- (lima milyar rupiah).

Pasal 72 ayat (2), kemudian menyatakan, bahwa bagi yang sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).

Selanjutnya pasal 72 ayat (3), menyebutkan, bahwa bagi yang tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu program komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).

2. Agar dapat dimintai pertanggungjawaban pidana harus memenuhi 3 unsur, yaitu :

a) Adanya kemampuan bertanggung jawab.

Dalam KUHP memang tidak ada rumusan yang tegas tentang kemampuan bertanggung jawab pidana. Pasal 44 ayat (1) KUHP justru merumuskan tentang mengenai keadaan mengenai kapan seseorang tidak mampu bertanggung jawab agar tidak dipidana, artinya merumuskan perihal kebalikan (secara negatif) dari kemampuan bertanggung jawab. Sementara kapan orang bertanggung jawab, dapat diartikan kebalikannya, yaitu apabila tidak terdapat tentang dua keadaan jiwa sebagaimana yang diterangkan dalam pasal 44 tersebut.

b) Mempunyai suatu bentuk kesalahan yang berupa kesengajaan atau kealpaan.


(47)

1) Kesengajaan

Di dalam penjelasan resmi KUHP (Memory van Toelichting) “kesengajaan” atau opzet diartikan sebagai “menghendaki” dan “mengetahui” (willen en wetens). Dengan batasan yang diberikan Memory van Toelichting di atas secara umum dapatlah dikatakan, bahwa kesengajaan mengandung pengertian adanya kehendak dan adanya kesadaran / pengetahuan dalam diri seseorang yang melakukan perbuatan (pidana). Dengan demikian, maka seseorang dikatakan dengan sengaja melakukan suatu perbuatan (pidana) apabila orang itu menghendaki terhadap dilakukannya perbuatan itu dan menyadari / mengetahui terhadap apa yang dilakukannya itu.

2) Kealpaan / Kelalaian (culpa)

Di dalam penjelasan resmi KUHP (Memory van Toelichting) mengatakan, bahwa kelalaian (culpa) terletak antara sengaja dan kebetulan. Culpa dipandang lebih ringan dibanding dengan sengaja. Oleh karena itu Hazewinkel Suringa mengatakan bahwa delik culpa itu merupakan delik semu (quasidelict) sehingga diadakan pengurangan pidana.

c) Tidak adanya alasan penghapus kesalahan (alasan pemaaf).

Agar seseorang yang telah melakukan tindak pidana dapat dimintai pertanggungjawaban pidana atau dapat dipersalahkan telah melakukan tindak pidana sehingga karenanya dapat dipidana maka salah satu syaratnya adalah tidak adanya alasan penghapus kesalahan (alasan pemaaf). Apabila dalam diri pelaku ada alasan penghapus kesalahan atau alasan pemaaf, maka orang itu tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana, sebab kesalahan orang itu akan dimaafkan. Dalam hal ini, perbuatan orang tersebut tetap sebagai tindak pidana atau


(48)

bersifat melawan hukum, tetapi terhadap orang itu tidak dapat dijatuhi pidana oleh karena dalam diri orang itu dianggap tidak ada kesalahan. Dengan demikian, alasan penghapus kesalahan atau alasan pemaaf merupakan salah satu alasan penghapus pidana atau alasan meniadakan pidana.

3. Berdasarkan Putusan No.3683/Pid.B/2008/PN.Mdn terdakwa Hendry als. Ahwat “hanya” dijatuhkan pidana penjara selama 7 (tujuh) bulan. Saya berpendapat bahwa sanksi pidana yang dijatuhkan kepada terdakwa Hendry als. Ahwat terlalu ringan. Sanksi pidana yang dijatuhkan tidak sesuai dengan fakta-fakta dan alat bukti yang diperoleh selama persidangan. Pasal 72 ayat (1) menyebutkan, bahwa bagi yang tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (1) dan ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling singkat atau pidana minimum 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,- (lima milyar rupiah). Pasal 72 ayat (2), kemudian menyatakan, bahwa bagi yang sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah). Terdakwa Hendry als. Ahwat telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak atau menyiarkan rekaman suara dan/atau gambar

Meskipun telah mempunyai Undang-undang UU No.19/2002 tentang Hak Cipta (berapa kali direvisi) dan pemberlakuannya tentang hak cipta pun telah diberlakukan efektif sejak 29 Juli 2003, semestinya mampu membuat para pembajak jera, namun pada kenyataannya pelanggaran terhadap HAKI masih saja terjadi bahkan cenderung ke arah yang semakin memprihatinkan. Salah satu dari bentuk pelanggaran itu adalah pembajakan VCD.


(49)

pertunjukannya tanpa persetujuan pelaku memiliki hak eksklusif yaitu berupa VCD bajakan. Selanjutnya terdakwa Hendry als. Ahwat juga telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait dalam bentuk VCD bajakan. Berdasarkan fakta diatas terdakwa Hendry als. Ahwat seharusnya dijatuhkan pidana penjara “diatas” 7 (tujuh) bulan.

B. Saran

1. Dengan demikian, penulis menyarankan agar Hakim-Hakim sebagai aparat penegak hukum yang menangani perkara-perkara HKI, mempunyai keberanian untuk melakukan pembaruan hukum melalui putusan-putusannya. Guna mencegah atau meminimalisasi terjadinya tindakan pelanggaran hak cipta, pemerintah melalui aparat keamanan dan / atau penegak hukum harus bersama-sama dengan penuh ketegasan menjalankan ketentuan yang telah ditetapkan dengan menggunakan perangkat hukum yang telah ada, menindak tegas pelaku-pelaku dengan hukuman yang berat, sehingga mereka tidak akan melakukannya lagi.

2. Begitu pula dengan peraturan di bidang HKI perlu adanya upaya dari semua pihak baik dari kalangan industri, insan seni maupun masyarakat untuk bersama-sama mematuhi hukum secara sungguh-sungguh. Situasi ekonomi yang terpuruk tidak dapat dijadikan alasan untuk melakukan pembenaran terhadap tindakan pembajakan karya cipta. Karenanya perlu diberikan kesadaran kepada masyarakat tentang berlakunya Undang-Undang Hak Cipta.


(50)

BAB II

BENTUK-BENTUK PELANGGARAN HAK CIPTA

DAN KETENTUAN SANKSI PIDANANYA

A. Bentuk-Bentuk Pelanggaran Hak Cipta

Pengajuan tuntutan hak cipta dapat dilakukan secara pidana. Undang-Undang hak cipta telah merumuskan perbuatan-perbuatan yang dikategorikan sebagai tindak pidana hak cipta. Semula tindak pidana hak cipta ini merupakan delik aduan, tetapi kemudian diubah menjadi delik biasa. Dengan dijadikan delik biasa, penindakan dapat segera dilakukan tanpa perlu menunggu adanya pengaduan dari pemegang hak cipta yang haknya dilanggar. Sebaliknya, dengan menjadi delik aduan, penindakannya semata-mata didasarkan pada adanya pengaduan dari pencipta atau pemegang hak cipta yang merasa dirugikan, sehingga penegakan hukumnya menjadi kurang efektif. Selain itu, ancaman pidananya pun diperberat guna lebih melindungi pemegang hak cipta dan sekaligus memungkinkan dilakukan penahanan sebagaimana diatur dalam KUHAP.

Umumnya pelanggaran hak cipta didorong untuk mencari keuntungan finansial secara cepat dengan mengabaikan kepentingan para pencipta dan pemegang izin hak cipta. Perbuatan para pelaku jelas melanggar fatsun hukum yang menentukan agar setiap orang dapat mematuhi, menghormati, dan menghargai hak-hak orang lain dalam hubungan keperdataan termasuk penemuan baru sebagai ciptaan orang lain yang diakui sebagai hak milik oleh ketentuan hukum.34

34

http://buletinlitbang.dephan.go.id/index.asp?vnomor=14&mnorutisi=9, diakses pada tanggal 19 Desember 2010.


(51)

Faktor-faktor yang mempengaruhi warga masyarakat untuk melanggar HKI menurut Parlugutan Lubis antara lain adalah :35

1. Pelanggaran HKI dilakukan untuk mengambil jalan pintas guna mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dari pelanggaran tersebut; 2. Para pelanggar menganggap bahwa sanksi hukum yang dijatuhkan oleh

pengadilan selama ini terlalu ringan bahkan tidak ada tindakan preventif maupun represif yang dilakukan oleh para penegak hukum;

3. Ada sebagian warga masyarakat sebagai pencipta yang bangga apabila hasil karyanya ditiru oleh orang lain, namun hal ini sudah mulai hilang berkat adanya peningkatan kesadaran hukum terhadap HKI;

4. Dengan melakukan pelanggaran, pajak atas produk hasil pelanggaran tersebut tidak perlu dibayar kepada pemerintah; dan

5. Masyarakat tidak memperhatikan apakah barang yang dibeli tersebut asli atau palsu (aspal), yang penting bagi mereka harganya murah dan tertjangkau dengan kemampuan ekonomi.

Dampak dari kegiatan tindak pidana hak cipta tersebut telah sedemikian besarnya merugikan terhadap tatanan kehidupan bangsa di bidang ekonomi, hukum dan sosial budaya. Di bidang sosial budaya, misalnya dampak semakin maraknya pelanggaran hak cipta akan menimbulkan sikap dan pandangan bahwa pembajakan sudah merupakan hal yang biasa dalam kehidupan masyarakat dan tidak lagi merupakan tindakan melanggar undang-undang (wet delicten). Pelanggaran hak cipta selama ini lebih banyak terjadi pada Negara-negara berkembang (developing countries) karena ia dapat memberikan keuntungan ekonomi yang tidak kecil artinya bagi para pelanggar (pembajak) dengan memanfaatkan kelemahan system pengawasan dan pemantauan tindak pidana hak cipta.

Harus diakui, upaya pencegahan dan penindakan terhadap pelanggaran hak cipta selama ini belum mampu membuat jera para pembajak untuk tidak mengulangi perbuatannya, karena upaya penanggulangannya tidak optimal.

35


(52)

Bentuk-bentuk pelanggaran hak cipta antara lain berupa pengambilan, pengutipan, perekaman, pertanyaan, dan pengumuman sebagian atau seluruh ciptaan orang lain dengan cara apapun tanpa izin pencipta/pemegang hak cipta, bertentangan dengan undang atau melanggar perjanjian. Dilarang undang-undang artinya undang-undang-undang-undang hak cipta tidak memperkenankan perbuatan itu dilakukan oleh orang yang tidak berhak, karena tiga hal yakni :36

1. Merugikan pencipta,/pemegang hak cipta, misalnya memfotokopi sebagian atau seluruhnya ciptaan orang lain kemudian dijualbelikan kepada masyarakat luas ;

2. Merugikan kepentingan Negara, misalnya mengumumkan ciptaan yang bertentangan dengan kebijakan pemerintah di bidang pertahanan dan keamanan atau ;

3. Bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan, misalnya memperbanyak dan menjual video compact disc (VCD) porno.

Melanggar perjanjian artinya memenuhi kewajiban tidak sesuai dengan isi kesepakatan yang telah disetujui oleh kedua belah pihak, misalnya dalam perjanjian penerbitan karya cipta disetujui untuk dicetak sebanyak 2000 eksemplar, tetapi yang dicetak/diedarkan di pasar adalah 4000 eksemplar. Pembayaran royalty kepada pencipta didasarkan pada perjanjian penerbitan, yaitu 2000 eksemplar bukan 4000 eksemplar. Ini sangat merugikan bagi pencipta.

Pelanggaran hak cipta menurut ketentuan Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) pada tanggal 15 Februari 1984 dapat dibedakan dua jenis, yakni :37

1. Mengutip sebagian ciptaan orang lain dan dimasukkan ke dalam ciptaan sendiri olah ciptaan sendiri atau mengakui ciptaan orang lain seolah-olah ciptaan sendiri. Perbuatan ini disebut palgiat atau penjiplakan yang

36

Ibid.

37


(1)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pertanggungjawaban Pidana Pelanggaran Hak Cipta Terhadap Ciptaan yang Dilindungi Dalam UU No.19 Tahun 2002 (Studi Kasus

No.3683/Pid.B/2008/PN.Mdn)” ini untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Ucapan terima kasih penulis yang tak terhingga kepada semua pihak yang membantu dan berperan dalam penyelesaian skripsi ini, yaitu :

1. Orang tua Drs. Chandra Nur, M.Si. dan drg. Sri M. Wahyuningtias, serta adik-adik Agung Prabowo dan Ariansyah Nugroho;

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H.,M.Hum. sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

3. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H.,M.Hum. sebagai Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

4. Bapak Syafruddin Hasibuan, S.H.,M.H.,DFM. sebagai Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus Dosen Pembimbing I;

5. Bapak Muhammad Husni, S.H.,M.H. sebagai Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

6. Ibu Dr. Marlina, S.H.,M.Hum. sebagai Dosen Pembimbing II;

7. Bapak Armansyah, S.H.,M.Hum. sebagai Dosen Penasehat Akademik; 8. Seluruh Civitas Akademika Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara;

9. Pacar, sahabat, dan teman-teman yang selama ini telah banyak membantu dan mendukung Penulis, yang namanya tidak dapat Penulis


(2)

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar penulisan selanjutnya bisa lebih baik lagi.

Semoga penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak terutama dalam menambah khasanah keilmuan.

Medan, Januari 2011


(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

ABSTRAKSI ... v

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 7

C. Keaslian Penulisan ... 7

D. Tujuan Penelitian ... 8

E. Manfaat Penelitian ... 9

F. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana ... 9

2. Pengertian Hak Cipta ... 12

3. Pengertian Pelanggaran Hak Cipta ... 14

4. Lingkup Hak Cipta ... 15

5. Masa Berlaku Hak Cipta ... 16

6. Pendaftaran Penciptaan ... 16

7. Lisensi ... 17

8. Dewan Hak Cipta ... 20

9. Hak Terkait ... 20

10.Pengelolaan Hak Cipta... 23

G. Metode Penelitian... 25

H. Sistematika Penulisan ... 26 BAB II : BENTUK-BENTUK PELANGGARAN HAK CIPTA DAN KETENTUAN SANKSI PIDANANYA


(4)

B. Unsur-Unsur Pelanggaran Hak Cipta ... 32 C. Ketentuan Sanksi Pidananya ... 37 BAB III : PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELANGGARAN HAK CIPTA

A. Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelanggaran Hak Cipta Pada VCD Bajakan Menurut UU No.19 Tahun 2002 ... 40 B. Perlindungan Hukum Terhadap Hak Cipta Pada VCD Original

Menurut UU No.19 Tahun 2002 ... 47 BAB IV : PENERAPAN HUKUM TERHADAP PELANGGARAN HAK CIPTA (STUDI KASUS NO.3683/PID.B/2008/PN.MDN)

A. Posisi Kasus ... 62 B. Analisis Kasus ... 72 BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 81 B. Saran ... 85 DAFTAR PUSTAKA ... 86


(5)

ABSTRAKSI

* Mahasiswa Fakultas Hukum USU ** Dosen Pembimbing I *** Dosen Pembimbing II

Pelanggaran hak cipta yang semakin marak dan canggih dapat dilihat dari kasus yang terjadi dalam ruang lingkup Pengadilan Negeri Medan, yaitu Studi Kasus No.3683/Pid.B/2008/PN.Mdn. Tindak pidana tersebut dilakukan dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak atau menyiarkan rekaman suara dan/atau gambar pertunjukannya tanpa persetujuan pelaku memiliki hak eksklusif yaitu berupa VCD bajakan. Adapun permasalahan dalam skripsi ini adalah apa saja bentuk-bentuk pelanggaran hak cipta dan ketentuan sanksi pidana menurut UU No.19 Tahun 2002, bagaimana pertanggungjawaban pidana pelanggaran hak cipta terhadap ciptaan yang dilindungi dalam UU No.19 Tahun 2002, dan bagaimana penerapan hukum pelanggaran hak cipta terhadap putusan

No.3683/Pid.B/2008/PN.Mdn.

Metode penelitian yang digunakan yaitu bersifat deskriptif analitis, yang menggambarkan secara terperinci, menelaah, dan menganalisa peraturan

perundang-undangan khususnya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Penelitian kepustakaan (library research) yaitu dengan melakukan penelitian terhadap berbagai literatur seperti buku-buku, undang-undang khususnya Undang-Undang Hak Cipta, pendapat sarjana, bahan perkuliahan, artikel, dan juga bahan yang diperoleh dari media internet, yang bertujuan untuk memperoleh atau mencari konsepsi, teori-teori, bahan-bahan, yang berkenaan dengan Pertanggungjawaban Pidana Pelanggaran Hak Cipta. Penelitian lapangan (field research) yaitu penelitian secara langsung yaitu berupa studi kasus, yang dalam hal ini penulis tujukan ke Pengadilan Negeri Medan sebagai tempat melakukan penelitian.

Pasal 72 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 menentukan bentuk pelanggaran hak cipta sebagai delik undang-undang (wetdelict), yakni dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan, memperbanyak suatu ciptaan atau

memberi izin untuk itu; dengan sengaja memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang-barang hasil pelanggaran hak cipta; dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu program komputer.

Agar dapat dimintai pertanggungjawaban pidana harus memenuhi 3 unsur yaitu adanya kemampuan bertanggung jawab, mempunyai suatu bentuk kesalahan yang berupa kesengajaan atau kealpaan, dan tidak adanya alasan penghapus kesalahan (alasan pemaaf).

Berdasarkan Putusan No.3683/Pid.B/2008/PN.Mdn terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak atau menyiarkan rekaman suara dan/atau gambar pertunjukannya tanpa persetujuan pelaku memiliki hak eksklusif yaitu berupa VCD bajakan. Selanjutnya terdakwa juga telah terbukti secara sah dan


(6)

barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait dalam bentuk VCD bajakan. Berdasarkan fakta diatas terdakwa seharusnya dijatuhkan pidana penjara “diatas” 7 (tujuh) bulan.