C. Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi yang ditangani oleh Komisi
Pemberantasan Korupsi KPK dan Kejaksaan
Menurut Jaksa Agung Basrief Arief
146
, sekarang sudah dimulai satu kebijakan yakni segala kasus perkara korupsi diserahkan kepada pengadilan
Tindak Pidana Korupsi Tipikor. Baik dari Penunutut Umum maupun KPK, itu semua bermuara kepada Pengadilan Tipikor. Jadi satu kebijakan sudah jelas yaitu
semua perkara korupsi diserahkan kepada Pengadilan Tipikor. Lalu kenapa tidak di sisi lain yaitu kebijakan seluruh penunututan diserahkan kepada Kejaksaan. Hal
tersebut benar bahwa setelah dibentuknya Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia, maka sudah seharusnya tidak ada dualisme hukum dalam sitem
peradilan pidana. Hal tersebut juga selaras dengan Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 012-016-019PUU-IV2006 terhadap judicial review
147
diajukan oleh Mulyana W.Kusuma, dkk. Mahkamah Konstitusi dalam putusan tersebut meminta pembuat Udang-Undang harus segera mungkin melakukan
penyelarasan Undang-undang KPK dengan UUD 1945 dan membentuk Undang- undang tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi , sehingga dualisme sistem
pengadilan tindak pidana korupsi yang telah dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dapat dihilangkan.
148
Namun, untuk lebih mengoptimalkan dan mengefektifkan penanganan kasus korupsi akan lebih baik apabila ditangani
146
Suara Pembaharuan, Jaksa Agung: Tidak Masalah Kewenangan Penuntutan di Pegang satu
Lembaga ,
Sp.beritasatu.comhomejaksa-agung-tidak-masalah-kewenangan-penuntutan- dipegang-satu-lembaga5205, diakses Tanggal 19 Maret 2015, pada pukul 09.00 WIB
147
Jimly Asshiddiqie, Hukum Acara Pengujian Undang-Undang, Jakarta: PT PajarInterpratama Mandiri,2006, h. 1-2, Judicial review adalah pengujian yang dilakukan melalui
mekanisme lembaga peradilan terhadap kebenaran suatu norma.
148
Tim Taskforce, Naskah Akademik dan Rancangan Undag-Undang Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi, Jakarta Pusat: Konsorium Reformasi Hukum Nasional, 2008, h.1.
suatu lembaga mulai dari penyelidikan, penyidikan hingga sampai melakaukan penuntutan dalam penanganan suatu kasus tindak pidana korupsi , dalam hal ini
ditangani oleh KPK.
149
Hal ini juga akan semakin memperjelas maksud dari Pasal 53 Undang-undang KPK bahwa Pengadilan Tindak Pidana Korupsi bertugas dan
berwenang memeriksa dan memutuskan tindak pidana korupsi yang penunututannya diajukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi KPK
150
. Jadi , ketika Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dipandang sebagai satu-satunya
pengadilan pidana korupsi, maka KPK sangat tepat bertidak sebagai satu-satunya lembaga yang berwenang melakukan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.
Kewenangan KPK yang dinilai sangat luas, temasuk dalam hal kewenagan dibidang penuntutan tindak pidana korupsi, membuat DPR berencana merevisi
Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Revisi Undang-undang tentang KPK yang menjasi inisiatif Komisi III tersebut
berada dalam urutan keempat dalam prioritas Perogram Legislasi Nasional Polegnas 2011. Wakil ketua DPR dari Partai Golkar, Priyo Budi Santoso
menyebutkan kalau kewenagan KPK sebagai lembaga superbody terlalu kuat
151
. Oleh karena itu dia berharap melalui revisi terhadap Undang-undang KPK, maka
nanti bisa mamangkas kewenangan tersebut. Pro kontra kemudian bermunculan ketika Rapat Panitia Kerja Panja Rancangan Undang-Undang RUU Pengadilan
149
Ibid. h.2
150
Ibid.
151
Jimly Assidhhiqie, dalam Peluncuran buku Antasari Azhar yang berjudul Testimoni Antasari Azhar untuk Hukum dan Keadilan
, Salah satu yang manarik yang terdapat dalam buku tersebut dimana Antasari menyebut bahwa KPK bukan merupakan lembaga „super body‟, seperti
selama ini digaungkan, karena tidak ada dalam Undang-undang menyatakan bahwa KPK itu superbody. KPK itu limatitif, h.243
Tindak Pidana Korupsi pada tahun 2009 telah sepakat memangkas kewenangan penuntut yang dimiliki oleh KPK.
Khusus pengkebirian kewenangan penuntut KPK ada sejumlah pertimbangan dari aspek hukum, jelas usulan tersebut menyesatkan. Ada dua
pertimbangan hukum yang digunakan Panja
152
. Pertama, kewenangan Penuntutan di KPK harus dialihkan hanya pada Kejaksaan , karena diatur di Undang-Undang
Nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan RI, tepatnya Pasal 1 butir 2 yaitu Penuntut Umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh Undang-Undang ini
untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan putusan hakim. Dari pasal inilah kemudian Panja berpendapat, bahwa hanya Kejaksaan yang dapat melakukan
penuntutan. Tentu saja analisis tersebut terlalu dangkal dan mengada-ada. P
erhatikan kata “yang di beri wewenang oleh Undang-undang ini”, secara a contratio
153
, sesungguhnya dimungkinkan ada Undang-Undang lain yang juga memberikan kewenangan penuntutan pada lembagapihak lain. Jadi, tidak
merupakan monopoli Kejaksaan. Disinilah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK menjadi dasar hukum penting, bahwa boleh saja, KPK diberi
kewenangan penuntutan.
154
Kedua, karena Undang-Undang Kejaksaan RI disahkan tahun 2004, maka
Undang-Undang KPK yang disahkan tahun 2002 harus dikesampingkan.
152
Rangga Trianggara Paonganan, op.cit., h.32
153
Hukum Online, Kapan dan Bagaimana Hakim Melakukan Penemuan Hukum?, http: www.hukumonline.comklinikdetaillt4f0aa8449485bkapan-dan-bagaimana-hakim-melakukan-
penemuan-hukum?, diakses Tanggal 19 Maret 2012 pada Pukul 10.30 WIB, Argumentum a contrario
atau sering disebut a contrario, yaitu menafsirkan atau menjelaskan undang-undang yang didasarkan pada perlawanan pengertian antara peristiwa konkrit yang dihadapi dan peristiwa
yang diatur dalam undang-undang.
154
Rangga Trianggara Paonganan, op.cit.
Kesesatan berpikir hukum semakin terlihat disini. Karena asas “lex posterior
derogate legi priori ” atau Undang-Undang yang baru mengesampingkan yang
lama. Asas ini hanya berlaku jika dua Undang-undang tersebut mengatur materi yang sama. Misalnya, di tahun 1999 telah disahkan Undang-Undang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, kemudian tahun 2001 dilakukan Revisi maka yang berlaku materi perbaikan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
155
Sedangkan untuk Undang-Undang KPK tentu saja analisis hukumnya berbeda
yaitu, seperti
yang dikatakan
Mahkamah Agung
melalui KMA694RHSXII2004 dan diatur tegas di Undang-Undang KPK, bahwa
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 bersifat khusus. Maka berlakulah asas “lex specialis derogate legi generalis”. Artinya, Undang-undang yang bersifat
khusus mengenyampingkan Undang-undang yang bersifat Umum. Karena Undang-Undang Kejaksaan RI yang mengatur secara umum keberadaan dan
kewenangan Jaksa,
maka Undang-Undang
Kejaksaan tersebut
dan dikesampingkan dengan Undag-undang KPK.
156
Dari dua poin itu saja, bahwa pertimbangan hukum Panja sebenarnya terlalu lemah sehingga yang menonjolkan justru kehendak mengebiri KPK atau
konklusikesimpulan mendahului analisis. Selain itu, analisis hukum lain yang sangat penting untuk membantah sikap Panja yaitu:
157
1. Adanya upaya pensiasatan melanggar konstitusi. Karena sejauh ini MK
pun bahkan sudah mengakui, kewenangan penuntutan KPK sah dan konstitusional. Bagaimana mungkin kostitusi tidak setuju dengan
155
Ibid.
156
Ibid, h.33
157
Ibid.
penguatan KPK dan upaya pemberantasan korupsi? Artinya, upaya Panja tesebut sesungguhnya bertentangan dengan sejumlah putusan MK dan
rentan untuk dibatalkan kembali. 2.
Memicu kekacauan hukum. Sejumlah pasal Undang-Undang KPK sesungguhnya menginginkan kesatuan aktor penyidik polisinon-polisi,
auditor, dan jaksa penuntut umum. Pasal 21 ayat 4 Undang-undang KPK menyebutkan pimpinan KPK adalah penyidik dan penuntut umum.
Hal ini berarti selain Jaksa seperti diatur di Undang-undang Kejaksaan RI, ada penuntut umum lain yang diberikan kewenagan oleh KPK, yaitu
pimpinan KPK. Sehingga ia dapat mendelegasikan kewenangan tersebut pada sejumlah jaksa yang bertugas di KPK.
3. Membuka Intervensi Politik. Kita ketahui, KPK dibentuk dan
dikehendaki agar menjadi lembaga yang independen, yang bebas dari pengaruh kekuasaan manapun.
158
Padahal jika kewenangan penuntutan menjadi monopoli Kejaksaan, maka sama artinya sifat independensi KPK
sedang rusak dan diserang. Kurang lebih, dapat dikatakan jantung lemabaga KPK ditikam, tentu saja dapat membunuh KPK. Karena di
Undang-Undang Kejaksaan RI, jelas sekali tertulis, lembaga Kejakasan berada di lingkup pemerintahaneksekutif, bahkan Jaksa Agung sebagai
pimpinan dan penanggung jawab tertinggi dipilih dan diberhentikan oleh Presiden. Artinya, jika semua kewenangan penuntut KPK ada di
Kejaksaan, maka sama halnya Presiden atau kekuatan hukum politik
158
Lihat pasal 3 Undang-undang No 30 Tahun 2002 tentang KPK
lainnya bisa melakukan intervensi terhadap KPK. Sehingga tugas-tugas pemberantasan korupsi KPK akan mati sebelum berkembang.
159
Anggota dewan dari FPKS, Nasir Djamil menilai kondisi di Indonesia saat ini masih berada dimasa transisi, kejahatan korupsi masih tinggi. Dia berpendapat
bahwa penuntut umum ada di kejaksaan dan KPK pun masih bisa melakukan penuntutan. Hal itu, kata Natsir dibuktikan dengan indeks persepsi korupsi di
Indonesia yang msih rendah. Artinya, tingkat korupsi di Indonesia masih tinggi, sehingga kita masih perlu tenaga lebih untuk memberantas korupsi sehingga KPK
harus dipertahankan. Dalam Undang-Undang KPK juga dituliskan bahwa KPK bisa menuntut kasus korupsi karena kejahatan itu dianggap luar biasa.
Memberantas korupsi tak cukup dengan menggunakan penegakan hukum konvensional, sehingga diperlukan lembaga seperti KPK.
160
Kewenangan penuntutan yang ada pada KPK bukanlah mengambil alih kewenangan lembaga yaitu Kejaksaan, melainkan diberi atau mendapat
kewenangan dari pembuat Undang-Undang
161
yaitu legislatif untuk memberantas tindak pidana korupsi yang saat ini sudah meresahkan masyarakat Indonesia. KPK
harus dianggap sebagai kompetitor yang dijadikan pemicu oleh lembaga Kejaksaan, yang oleh sebagian besar masyarakat Indonesia semenjak reformasi
menggangap bahwa performance Kejaksaan kurang maksimal dalam penanganan kasus tindak pidana korupsi. Hal yang perlu diperhatikan jug adalah kewenangan
Kejaksaan melakukan penanganan terhadap tindak pidana yang bersifat secara
159
Indonesia Corupption Watch, Tolak Monopoli Kewenangan Penuntutan di Kejaksaan Agung
, http:wwwantikorupsi.org, diakses pada tanggal 14 Desember 204, pukul 12.10 WIB
160
Rangga Trianggara Paonganan, op.cit., h 33
161
Jimly Asshiddiqie, Op.cit,.hlm.198.
umum, sehingga ketika terjadi probabilitas perkara di Kejaksaan, ditakutkan penyelesaian bahkan tidak terselesaikan, sedangkan kasus korupsi sendiri di
Indonesia harus mendapatkan prioritas penanganan dan penyelesaiannya sesuai dengan agenda reformasi bangsa Indonesia.
162
Hingga hari ini, tingginya keadaan korupsi di Indonesia paling tidak dapat dilihat dari berbagai penelitian dan survei persepsi masyarakat
internasional dan juga nasional mengenai korupsi di Indonesia. Secara
global, dalam sepuluh tahun terakhir, survei Transparency International
TI menempatkan Indonesia masuk dalam kelompok negara-negara
yang tinggi tingkat korupsinya. Dari Corruption Perception Index CPI
untuk skor 10 terbersih hingga skor 0 terkorup, Indonesia sejak tahun
2001 hingga 2010 selalu dibawah skor 3 atau masih tergolong negara sangat korup. Pada 2014, dengan skor CPI senilai 2,8, Indonesia
berada di posisi 110 dari 178 jumlah negara yang disurvei
163
. Gambaran ini tidak mengalami kemajuan jika dibandingkan pada 2013.
162
Rangga Trianggara Paonganan, op.cit., h.34
163
Indonesia Corruption Watch, Modul Monitoring Penegakan Hukum, Jakarta: 2014 h.9
Gambar 2. Indeks Persepsi Korupsi Indonesia di Dunia
Penilaian serupa juga dapat dilihat dari hasil survei Political Economic Risk Consultancy atau PERC, sebuah lembaga survei berbasis di
Hongkong pada Maret 2013 dimana mereka menempatkan Indonesia
sebagai negara terkorup dari 16 negara di Asia Pasifik. Posisi kedua
ditempati Kamboja, kemudian Vietnam, Filipina, Thailand, India, China,
Malaysia, Taiwan, Korea Selatan, Makao, Jepang, Amerika Serikat,
Hongkong, Australia, dan Singapura sebagai negara yang paling bersih.
Hasil yang dicapai ini tidak berbeda dengan tahun sebelumnya 2013
yang juga menempatkan Indonesia sebagai negara terkorup di Asia Pasifik
versi PERC. Dari persepsi masyarakat ditingkat nasional, Survei yang dilakukan
oleh Lembaga Survei Indonesia LSI pada Oktober 2013 lalu menunjukkan
masyarakat umumnya menilai tingkat korupsi di Indonesia masih tinggi dan
sangat tinggi. Dari 1.824 responden di 34 provinsi yang disurvei, sebanyak 21,9
persen menyatakan kondisi korupsi Indonesia sangat tinggi dan 47,2 persen
lainnya menyatakan tinggi. Hanya 14,6 persen menyatakan korupsi di Indonesia
masuk kategori sedang dan 4,7 persen yang menyatakan rendah dan hanya 0,4
persen menyebutkan sangat rendah.
164
Gambar 3. Tingkat Korupsi Secara Nasional Menurut Survei LSI
Dilihat dari aspek kerugian keuangan negara, hasil audit Badan Pemeriksa
Keuangan BPK memperlihatkan nilai penyimpangan yang terjadi di sejumlah
instansi pemerintah di Indonesia sangat besar dan cenderung meningkat setiap
tahunnya. Hingga tahun 2007, dari laporan audit BPK terdapat 36.009 temuan
pemeriksaan dengan nilai kerugian Rp.3.657,71 triliun.
165
Data terakhir menyebutkan selama semester I 2010
hingga Semester I 2013, BPK menemukan indikasi kerugian Negara
senilai Rp 73,55 triliun
166
164
Ibid.h.10
165
Badan Pemeriksa Keuangan RI, Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester IHPS I Tahun 2007. h. 287.
166
Indonesia Corruption Watch , op.cit., h.10, Diolah dari Ikhtisar Hasil Pemeriksaan
Semester IHPS Badan Pemeriksa Keuangan RI, 2010-2012
Tabel 2. Indikasi Kerugian Negara Hasil Audit BPK Semester I 2010-Semester I 2012
167
Indonesia Corruption Watch ICW dalam laporan kajian tren korupsi Semester I dan II Tahun 2010 mencatat, bahwa modus korupsi yang
sering terjadi selama tahun 2010 adalah penggelapan. Tingginya modus
penggelapan tersebut terkait dengan penyimpangan dana yang
langsung berhubungan dengan APBD dan kepentingan masyarakat
seperti dana-dana bantuan kemasyaratan sosial, sementara modus
lain yang dominan adalah modus mark-up, penyalahggunaan anggaran,
proyek fiktif dan suap.
168
167
Ibid. Dokumen ICW, diolah dari hasil pemeriksaan BPK 2010-2012.
168
Indonesia Corruption Watch, op.cit., h.12
Sem 1 2010
Sem 2 2010
Sem 1 2011
Sem 2 2011
Sem 1 2012
Objek Pemeriksaan
468 483
491 769
528
Potensial Kerugian
7.41 Triliun
11.84 Triliun
28.49 Triliun
16.26 Triliun
9.55 Triliun
Gambar 4. Klasifikasi Modus Korupsi Di Indonesia
Sementara dari sektor yang ditangani, dapat dilihat bahwa kerugian negara
tertinggi diakibatkan oleh korupsi di sektor pertambangan senilai Rp. 566 miliar.
Lima besar sektor lainnya adalah keuangan daerah APBD: Rp 344,7 miliar 44
kasus, Energi Rp 240,3 miliar 4kasus, PertanahanLahan Rp 143 miliar 18 kasus, Pajak Rp 47,3 miliar
8 kasus dan infrastruktur Rp 40,9 miliar 53 kasus.
169
169
Indonesia Corruption Watch, op.cit., h.13
Tabel 3. Sektor Terkorup Di Indonesia No
Sektor Jumlah Kasus
Kerugian Negara
1 Pertambangan
1 576.0
2 Keuangan Daerah
44 344.7
3 Energi
4 240.3
4 Pertanahan dan
Pengadahan Lahan 18
143.0
5 Pajak
8 47.3
6 Infrastruktur
53 40.9
7 Pendidikan
30 39.6
8 Bantuan Bencana
3 20.1
9 Sosial Masyarakat
23 15.3
10 Perdagangan
2 14.2
Kinerja Kejaksaan dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia dinilai
belum optimal. Data Kejaksaan Agung RI menyebutkan;
Tabel 4. Kasus korupsi yang Ditangani Kejaksaan
No Tahun
Jumlah Kasus Menyelamatkan
Potensi Kerugian Negara
1 2006-2008
3.641 6.7 Triliun
2 2009
1.533 4.8 Triliun
3 2010
2.296 4.5 Triliun
Jika dicermati kembali secara kualitas tidak banyak kasus korupsi kelas kakap big fish baik dari segi aktor maupun jumlah kerugian negara yang berhasil
diproses hingga pada tahap penuntutan. Misalnya di dalam Penanganan perkara korupsi Bantuan Likuiditas Bantuan Indonesia BLBI yang merugikan keuangan
negara sekitar Rp 150 triliun sejak tahun 1998 hingga tahun 2010 tidak kunjung selesai. Selain BLBI, ICW mencatat
terdapat 40 kasus korupsi kelas kakap yang ditangani Kejaksaan belum jelas perkembangannya.
170
Kejaksaan juga masih bersikap kompromi terhadap kepentingan politik. Kejaksaan hanya tegas terhadap pelaku korupsi yang tidak memilki
handicap politik. Sedangkan terhadap mereka yang memiliki dukungan
kuat secara politis, cenderung melemah. Sejumlah kasus korupsi kelas
kakap dan kasus yang melibatkan Kepala Daerah dari partai politik yang
berkuasa cenderung lambat seperti dalam kasus korupsi yang
melibatkan Awang Farouk Gubernur Kaltim dan juga Agusrin
Najamuddin Gubernur Bengkulu. Sejumlah kasus korupsi kakap bahkan dihentikan penyidikannya SP3
seperti dalam kasus korupsi BLBI yang melibatkan Gordianus Setio L, Sjamsul
Nursalim, Kasus Timor Putra Nasional Tommy Soeharto, kasus pengadaan kapal
VLCC dengan tersangka Laksamana Sukardi, Arifi Nawawi, Alfred Rohimone,
kasus korupsi di PT Asabri yang melibatkan Tan Kian, dan kasus korupsi di KBRI
Thailand yang melibatkan Muhammad Hatta Djumantoro Purbo, dan Suhaeni
Kegagalan yang sama juga dialami pada saat pengembalian aset hasil korupsi
170
http:www.kejaksaan.go.id, diakses pada Tanggal 10 Januari 2015 pada pukul 23.00 WIB.
berupa uang pengganti. Hingga tahun 2007 dari total jumlah uang pengganti yang
harus dieksekusi oleh Kejaksaan sebesar Rp 11,034 triliun dan US 301,45 juta
yang baru tertagih Rp 4,153 triliun dan USD 189 ribu 40. Sedangkan
berdasarkan catatan BPK, yang belum dapat ditagih lebih dari separuhnya atau
sebesar Rp 6,9 triliun dan USD 111,9 juta
Pengelolaan uang pengganti kerugian negara yang sudah dieksekusi juga perlu mendapat perhatian khusus. Kejaksaan
seringkali mengklaim telah berhasil menyelamatkan uang negara dalam jumlah
besar Namun, data Departemen Keuangan menunjukkan jumlah uang yang
disetorkan jauh lebih kecil dari yang sudah disetorkan. Pemberantasan korupsi
yang digulirkan oleh pemerintah juga tidak diikuti dengan perbaikan sistem atau
reformasi di institusi kejaksaan. Sama halnya dengan Kepolisian, Kejaksaan pun
terhambat masalah izin pemeriksaan dalam penanganan perkara korupsi yang
melibatkan Kepala Daerah dan Anggota Dewan.
Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah penegak hukum ditangkap dan diproses karena dugaan suap dan korupsi. Beberapa diantaranya bahkan sudah
divonis bersalah oleh pengadilan dan mendekam di Penjara. Sebut saja kasus suap terhadap Urip Tri Gunawan, Jaksa yang menangani kasus korupsi Dana Bantuan
Likuiditas Bank Indonesia. Urip akhirnya divonis 20 tahun penjara karena terbukti suap.
Tabel 5. Daftar Laporan Masyarakat soal Penegakan Hukum kepada Pengawas Eksternal
Lembaga Aparatur yang
diawasi Jumlah Laporan
Masyarakat per 2011
Keterangan
Komisi Kejaksan Jaksa
1502 Sejak 2006
Komisi Kepolisian Polisi
1192 Sejak 2007
Komisi Yudisial Hakim
11.469 Sejak 2005
Data pembanding lainnya dapat dilihat dari laporan masyarakat yang masuk
ke Satgas Pemberantasan Mafia Hukum. Hingga 12 Mei 2011, dari 4160 laporan
yang masuk, institusi penegak hukum yang paling banyak dilaporkan. Kepolisian 1163 laporan- 28, Peradi
an 27 dan Kejaksaan 615 laporan-15 .
Tidak dapat dipungkiri bahwa KPK telah menjadi garda terdepan pemberantasan korupsi. Meskipun dengan sejumlah catatan, kinerja
yang ditunjukkan KPK setidaknya telah membangun kepercayaan publik
tentang adanya lembaga penegak hukum yang secara serius melakukan
pemberantasan korupsi.
Khusus tahun 2010, Laporan akhir tahun KPK menyebutkan dalam bidang penindakan jumlah kasus ditingkat penyelidikan 52 kasus,
penyidikan 62 kasus, penuntutan 55 kasus, perkara incraacht 34
perkara dan eksekusi 35 perkara. Sedangkan uang negara yang
diselamatkan Rp 175 miliar.
171
171
Indonesia Corruption
Watch, Modul
Monitoring Penegakan
Hukum ,
httpantikorupsi.org , diakses pada tanggal 20 Januari 2015 pada pukul 21.00 WIB
Tabel 6. Data Penangan Korupsi oleh KPK Inkracht
2010 2011
2012 2013
2014 2015
Jumlah
Pengadilan Negeri 20
21 8
10 20
1 126
Pengadilan Tinggi 3
3 10
7 28
Mahkamah Agung 11
13 17
20 13
3 133
Jumlah 34
34 28
40 40
4 287
Hasil evalusi yang dilakukan ICW selama 2010 menunjukkan bahwa kinerja
KPK kenyataannya memiliki sejumlah catatan baik positif maupun negatif.
Kinerja KPK yang dapat dinilai sebagai catatan positif antara lain KPK sudah
mulai menangani kasus korupsi di sektor yang dikehendaki masyarakat korupsi
politik, korupsi peradilan, korupsi perbankan meskipun hasilnya belum
maksimal. KPK juga mulai memberikan perhatian untuk menangani korupsi daerah. Tercatat 26 kasus di daerah
yang ditangani KPK. Terakhir, kinerja KPK masih didukung penuh
Pengadilan Tipikor. Dari 45 kasus yang dilimpahkan ke pengadilan,
seluruhnya divonis bersalah, meskipun dengan tingkat hukuman badan
yang bervariasi.
172
172
Ibid.
Tabel 7. Modus Korupsi Di Indonesia yang ditangani KPK Jabatan
2010 2011 2012 2013 2014 2015 Jumlah
Pengadaan BarangJasa 16
10 8
9 15
128 Perijinan
3 5
18 Penyuapan
19 25
34 50
20 6
192 Pungutan
1 6
1 20
Penyalahgunaan Anggaran 5
4 3
4 1
43 TPPU
2 7
5 13
Merintangi Proses KPK 2
3 5
Jumlah 40
39 49
70 58
5 419
Anggota DPR menjadi aktor yang paling banyak ditetapkan tersangka oleh
KPK, dilanjutkan dengan aktor lainnya, berlatar belakang direktur swastapengusaha, pegawai kementrianlembaga dan pejabat tinggi
kementrian. Sedangkan catatan kritis yang bisa digarisbawahi, kemampuan KPK Jilid
II masih sebatas membongkar kasus namun belum dapat menuntaskan.
Sedikitnya terdapat 10 kasus korupsi yang ditangani KPK tidak menjerat
pelaku secara tuntas. Umumnya yang dijerat adalah pelaku dilapangan,
bukan aktor utama. Penindakan
KPK juga melemah ketika berhadapan dengan pelaku yang memiliki latar
belakang aparat penegak hukum, politisi, pengusaha besar,atau pihak lain yang
mendapatkan dukungan politis serta menterianggota kabinet yang masih aktif.
Misalnya kasus suap dalam Deputi Gubernur Bank Indonesia, yang dilaporkan
Agus Condro, diduga karena melibatkan politisi dari partai besar maka
kasusnya baru berjalan setelah dua tahun dilaporkan. Bahkan terdapat
beberapa tersangka yang lebih dari 1 tahun belum diproses sama sekali.
Pada aspek lain, kriminalisasi terhadap 2 Pimpinan KPK Bibit dan
Chandra memiliki pengaruh negatif terhadap penangan perkara di KPK.
Jaksa KPK juga dinilai belum maksimal melakukan penuntutan. Rata-rata
tuntutan jaksa KPK di pengadilan Tipikor hanya
5 tahun 7 bulan penjara. Padahal untuk memberikan efek jera, tuntutan terhadap
koruptor sebaiknya diberikan secara maksimal.
KPK juga belum optimal menggunakan UU Tipikor untuk menjerat
pelaku korupsi. Terbukti sepanjang tahun 2010, KPK tidak menggunakan
pasal-pasal yang berkaitan dengan perbuatan curang dan benturan
kepentingan dalam pengadaan. Dalam penuntutan terjadi selisih yang
besar antara potensi kerugian negara dengan tuntutan uang penggantidenda.
173
Dari survei opini publik nasional yang dilakukan oleh LSI pada 10-12
Oktober 2010 lalu menyebutkan, dari empat lembaga, hanya KPK yang aparatnya
dinilai punya integritas. Sementara aparat kepolisian, kejaksaan dan
pengadilan dinilai tidak punya integritas, atau integritasnya buruk.
Lembaga-lembaga tersebut tidak mampu mencegah aparatnya dari
tindakan korupsi, dan dari tekanan atau suap dari kelompok
kepentingan masyarakat, termasuk pengusaha, dan dari politisi atau partai politik.
174
173
Ibid.
174
Ibid.
Gambar 5. Survei Integritas Lembaga-Lembaga Penegak Hukum di Idonesia.
100
BAB III PERBANDINGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI KPK DAN